Pengertian Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Kepentingan nasional merupakan keseluruhan nilai yang hendak diperjuangkan atau dipertahankan dalam forum internasional. Kepentingan nasional merupakan kunci dalam politik luar negeri. Pengertian dasar Politik luar negeri adalah “action theory” atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan kenegara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara teori Politik luar negeri adalah seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan keluar wilayah suatu negara. Politik luar negeri merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk mempertahankan atau memajukan kepentingan nasional dalam percaturan dunia internasional, melalui suatu strategi atau rencana yang dibuat oleh para pengambil keputusan yang disebut kebijakan luar negeri (Perwita & Yani, 2005: 47- 48). 45 Politik luar negeri merupakan sistem tindakan-tindakan dari suatu pemerintah terhadap pemerintahan lainnya. Politik luar negeri adalah sekumpulan kebijakan yang berperan dan berpengaruh, dalam hubungan suatu negara (pemerintah) dengan negara (pemerintah) lainnya, dengan mempertimbangkan juga tanggapan (respon terhadap kejadian dan masalah di lingkungan dunia internasional). Dengan kata lain politik luar negeri merupakan sintesa dari pengejawantahan tujuan dan kemampuan (kapabilitas) nasional (Columbis, 1986:89-90).

Politik luar negeri merupakan salah satu bidang kajian studi Hubungan Internasional. Politik luar negeri merupakan studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek eksternal, tetapi juga aspek-aspek internal suatu negara. Negara, sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri tetap menjadi unit politik utama dalam sistem hubungan internasional meskipun aktor-aktor non-negara semakin penting perananya dalam hubungan internasional. Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminology kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu.

Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu :

 Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional kedalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik  Menetapkan faktor situasional dilingkungan domestik dan internasional yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri.

 Menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki.

 Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi variabel tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan.  Melaksanakan tindakan yang diperlukan.

 Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki (Perwita dan Yani, 2005:50).

Pengertian Politik Internasional (skripsi dan tesis)

Didalam Hubungan Internasional salah satu yang menjadi pokok kajian (core subject) adalah Politik Internasional, dimana memperjuangkan segala 41 bentuk kepentingan dan kekuasaan. Pada hubungan Internasional orang hanya menyaksikan adanya berbagai macam bentuk interaksi antarnegara dalam masyarakat internasional, sedangkan dalam politik internasional bertalian dengan masalah interaksi karena adanya tindakan suatu negara serta reaksi atau respon dari negara lain. Politik internasional dan hubungan internasional secara istilah dan pengertian itu sama, tetapi secara teoritis terdapat pebedaan. Politik internasional membahas tentang keadaan soal-soal politik ini di masyarakat internasional dalam arti yang sempit yaitu dengan berpokok atau bertitik tolak pada diplomasi dan hubungan antar negara dan kesatuan-kesatuan politik lainnya. Sedangkan hubungan internasional adalah suatu istilah yang mencakup totalitas hubunganhubungan dikalangan bangsa-bangsa dan kelompok dalam masyarakat dunia (Wiraatmadja, 1970:33).

Menurut K.J. Holsti dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional karya Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani menyatakan bahwa: “Politik internasional merupakan studi terhadap pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain. Selain mencakup unsur power, kepentingan dan tindakan, politik internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi politik. Jadi politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan reaksi dan respon bukan aksi” (Perwita & Yani, 2005: 40).

olitik internasional merupakan suatu tindakan negara atau beberapa negara yang ditujukan pada suatu negara atau negara-negara lainnya dan sifatnya  lebih ditekankan pada soal-soal politik masyarakat internasional yang lahir sebagai reaksi dari politik luar negeri negara-negara tersebut (Dahlan, 1991:7). Berdasarkan ruang lingkupnya, antara hubungan internasional dengan politik internasional terdapat perbedaan ruang lingkup, adapun ruang lingkup dari Politik Internasional adalah: “Ruang Lingkup Politik Internasional terbatas hanya pada “permainan kekuasaan” yang melibatkan negara-negara berdaulat, sehingga pelakunya hanyalah negara”(Perwita dan Yani 2005 : 39). Politik Internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan interplay antar aktor dalam lingkungannya. Adapun faktor-faktor utama dalam lingkungan internasional dapat diklasifikasikan dalam tiga hal yaitu:

 Lingkungan Fisik seperti lokasi geografis, sumber daya alam, dan teknologi suatu bangsa.

 Penyebaran sosial dan perilaku, yang didalamnya mengandung pengertian sebagai hasil pemikiran manusia sehingga menghasilkan budaya politik serta munculnya kelompok-kelompok elit tertentu.

 Timbulnya lembaga-lembaga politik dan ekonomi serta organisasiorganisasi internasional dan perantara-perantara ekonomi serta politik lainnya. Yang menjadi kajian dalam politik internasional juga merupakan kajian dalam politik luar negeri, dimana keduanya menitik beratkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan serta unsur power. Suatu analisi mengenai tindakan terhadap lingkungan ekternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan merupakan kajian didalam politik luar negeri dan akan menjadi kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain

Tujuan Negara (skripsi dan tesis)

Tujuan negara sangat berhubungan erat dengan organisasi dari negara yang bersangkutan. Tujuan negara juga sangat penting artinya untuk mengarahkan segala kegiatan dan sekaligus menjadi pedoman dalam penyusunan dan pengendalian alat perlengkapan negara serta kehidupan rakyatnya. Tujuan masing-masing negara sangat dipengaruhi oleh tata nilai sosial budaya, kondisi geografis, sejarah pembentukannya. Negara juga mempunyai tujuan dan fungsinya sendiri, “Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya” ( Budiardjo, 2001: 45). Sedangkan Budiardjo juga mengutip pendapat Soltau mengenai tujuan negara adalah : “Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin. Sedangkan pendapat Laski mengenai tujuan negara adalah menciptakan keadaaan dimana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal (2001:45). Sedangkan fungsi negara, Budiardjo mengemukakan 4 fungsi yang mutlak dilakukan oleh sebuah negara yaitu:

Melaksanakan penertiban (law and order), untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus 40 melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai “stabilisator”.

Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini fungsi ini dianggap sangat penting, terutama bagi negara-negara baru.

Pertahanan, hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.

Menegakkan keadilan, hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan (2001: 46)

Pengertian Negara (skripsi dan tesis)

Negara merupakan subjek utama dalam hukum internasional. Istilah “negara” tidak mempunyai definisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi modern saat ini, dapat ditentukan karakteristik-karakteristik pokok dari suatu negara. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajibankewajiban negara (yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dan beberapa Negara Amerika Latin) mengemukakan karakteristik-karakteristik berikut ini : “Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat berikut: (a) penduduk tetap; (b) wilayah yang tertentu; (c) Pemerintah; dan (d) kemampuan-kemampuan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara-negara lain” (Starke,1992 :127). Mengenai syarat (b), suatu wilayah tertentu bukan merupakan hal yang esensial untuk adanya negara dengan ketentuan bahwa terdapat pengakuan tertentu mengenai apa yang dikarakteristikkan sebagai “ketetapan” (consistency) dari wilayah terkait dan penduduknya, meskipun dalam kenyataanya semua negara modern berada dalam batas-batas territorial (Starke, 1992 :127). Sedangkan menurut Couloumbis & Wolfe negara merupakan suatu unit politik yang dikaitkan dengan territorial, populasi dan otonomi pemerintah, 36 memiliki kewenangan untuk mengontrol wilayah berikut penduduknya serta memberikan legitimasi atas yurisdiksi politik dan hukum bagi warga negaranya (1986:66).

Pengertian Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Hubungan Internasional berlangsung sangat dinamis, dimana berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial manusia dan dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan (alam). Pada awal proses perkembangannya, sejumlah pakar berpendapat bahwa ilmu Hubungan Internasional mencakup semua hubungan antar negara. Mengutip dari pendapat Schwarzenberger bahwa ilmu Hubungan Internasional merupakan bagian dari sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional (sociology of international relations). Jadi ilmu Hubungan Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan sebagainya seperti misalnya perpindahan penduduk (imigrasi dan emigrasi), pariwisata, olimpiade (olah raga), atau pertukaran budaya (cultural exchange) (Perwita & Yani, 2005 : 1). Jeremy Bantham adalah orang yang pertama kali menciptakan istilah hubungan internasional, dimana Bantham mempunyai minat yang besar terhadap hubungan antarnegara yang tumbuh dan populer pada saat ini. Sebagai suatu ilmu, hubungan internasional merupakan satu-kesatuan disiplin, dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar (Soeprapto, 1997:12).

Dalam bukunya yang berjudul Hubungan Internasional Sistem, Interaksi, dan Perilaku, Soeprapto mengatakan terdapat dua sebab yang mendorong lahirnya ilmu hubungan internasional.

Kedua sebab tersebut adalah :

1. Adanya minat yang besar terhadap fenomena yang ada setelah Perang Dunia I selesai. Fenomena tersebut banyak menarik perhatian mereka.

2. Perang Dunia I telah banyak menelan korban manusia serta kerusakankerusakan materiil. Melihat akibat dari Perang Dunia I tersebut timbul kesadaran betapa pentingnya kebutuhan untuk mencegah peperangan dan terselenggaranya ketertiban dunia (1997:12).

Saat ini Hubungan Internasional merupakan cabang atau disiplin ilmu pengetahuan yang paling muda dan sedang berkembang. Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar (Perwita dan Yani, 2005 : 4). Alasan kita mempelajari hubungan internasional adalah adanya fakta bahwa seluruh penduduk dunia hidup dan tinggal didalam negara yang merdeka, secara bersama-sama negara tersebut membentuk sistem negara global ( Jackson & Sorensen, 2005:40 ).

Sedangkan yang menjadi tujuan dasar dari hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional yaitu perilaku para aktor negara maupun non- 33 negara, didalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, konflik, serta interaksi dalam hubungan internasional (Perwita & Yani, 2005 : 4). McClelland dalam buku yang berjudul Pengantar Ilmu Hubungan Internasional juga berpendapat bahwa Hubungan Internasional adalah sebagai studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. Hubungan Internasional berkaitan dengan segala bentuk interaksi antara masyarakat, negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun warga negara. Hubungan Internasional mencakup pengkajian terhadap politik luar negeri dan politik internasional dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara didunia (Perwita & Yani, 2005:4).

Menurut T. May Rudy, dalam buku Administrasi dan Organisasi Internasional, dalam mengkaji Ilmu Hubungan Internasional dapat menggunakan berbagai pendekatan yaitu : “Ilmu dengan kajian interdisipliner, maksudnya, ilmu ini dapat menggunakan berbagai teori, konsep, dan pendekatan dari bidang ilmu-ilmu lain dalam mengembangkan kajiannya. Sepanjang menyangkut aspek internasional (hubungan/interaksi yang melintasi batas negara) adalah bidang Hubungan Internasional dengan kemungkinan berkaitan dengan ekonomi, hukum, komunikasi, politik, dan lainya. Demikian juga untuk menelaah Hubungan Internasional dapat meminjam dan menyerap konsepkonsep sosiologi, psikologi, bahkan matematika (konsep probabilitas), untuk diterapkan dalam kajian Hubungan Internasional (Rudy, 1993:3). 34 Pada dasarnya Hubungan Internasional merupakan interaksi antar aktor suatu negara dengan negara lain. Secara umum pengertian Hubungan Internasional adalah hubungan yang dilakukan antar negara yaitu unit politik yang didefinisikan menurut territorial, populasi, dan otonomi daerah yang secara efektif mengontrol wilayah dan penghuninya tanpa menghiraukan homogenitas etnis (Couloumbis & Wolfe, 1986:22). Hubungan Internasional mencakup segala bentuk hubungan antar bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan cara berfikir manusia (Couloumbis dan Wolfe, 1986:33). Negara merupakan unit hubungan antar bangsa sekaligus sebagai aktor dalam masyarakat antar bangsa. Negara sebagai suatu organisasi diciptakan dan disiapkan untuk mencapai tujuan tertentu melalui berbagai tindakan yang direncanakan (Couloumbis dan Wolfe, 1986:32). Sebagai aktor terpenting didalam Hubungan Internasional, negara mempunyai tanggung jawab untuk mengupayakan jalan keluar atas segala permasalahan yang menimpa negaranya karena negara mempunyai peran utama didalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dan meminimalisasi masalah yang ada dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Hubungan internasional dilakukan oleh aktor-aktor internasional, seperti individu, nation-state, maupun organisasi internasional yang sifatnya lintas batas.

Menurut Rosenau, terdapat lima aktor hubungan internasional, yaitu:

1. Individu-individu tertentu

2. Kelompok-kelompok dan organisasi swasta

3. Seluruh negara bangsa beserta pemerintahannya

4. Organisasi internasional

5. Seluruh wilayah geografis dan pengelompokkan-pengelompokkan politik utama dunia, seperti dunia ketiga (Rosenau, 1976: 5).

Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Hubungan internasional merupakan suatu ilmu yang interdisipliner, dimana memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya dalam usaha mengkaji suatu permasalahan yang muncul yang kemudian menjadi fenomena baru. Perkembangan ilmu hubungan internasional saat ini tidak hanya mengacu pada hubungan antar negara saja, melainkan mencakup permasalahan yang ada  didalamnya seperti perkembangan suatu daerah atau Kota yang melibatkan kerjasama antar Kota lintas batas negara yang bersifat kompleks, seperti yang dikatakan oleh Mohtar Mas’oed (1990) bahwa: “Hubungan internasional itu sangat kompleks karena didalamnya terlibat bangsa- bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga memerlukan mekanisme yang lebih rumit daruipada hubungan antar kelompok manusia didalam suatu negara. Ia juga sangat kompleks karena setiap hubungan itu melibatkan berbagai segi lain yang koordinasinya tidak sederhana”.5 Dari pernyataan Mas’oed tersebut dapat disimpulkan betapa rumitnya hubungan internasional karena ini adalah suatu interaksi bukan saja antar negarabangsa yang berdaulat melainkan suatu interaksi yang memiliki aspek- aspek lainnya yang harus diperhatikan. Hubungan internasional bukan hanya tentang hubungan antar negara tetapi juga tentang hubungan transnasional, yaitu hubungan antara masyarakat, kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi yang berasal dari negara berbeda

Teori Pradiplomasi (skripsi dan tesis)

Teori Pradiplomasi itu sendiri merupakan desentralisasi kekuasaan politik dan kewenangan administratif dalam sebuah proses yang terjadi pada aktor-aktor sub-nasional , institusi politik dan kebijakan politik suatu pemetintahan pusat dalam kewenangan menjalankan hubungan luar negeri, karena pemerintahan daerah merupakan implementasi dari kebijakan publik. Berbeda dengan kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh suatu negara, sebuah diplomasi regional pada tujuannya tidak berusaha mewakili kepentingan nasional yang lebih umum dan luas, kepentingannya lebih bersifat khusus tanpa menyalahi aturan pada suatu kedaulatan negara, dan berada pada pengawasan negara. Disini dalam mengembangkan daerahnya, para aktor tersebut diberikan kebebasan untuk menentukan isu dan tujuan yang ingin dicapai dalam menjalankan mekanismenya, para aktor diplomasi regional berada di bawah kedaulatan negara, dan mengikuti sistem internasional yang berlaku, yang menjadikan negara sebagai aktor penghubung yang mendasari terjadinya hubungan tersebut, ini lah yang dimaksud dengan pradiplomasi.

Pradiplomasi secara relatif masih merupakan fenomena baru dalam kajian hubungan internasional. Istilah ‘Paradiplomacy’ pertama kali diluncurkan pada  tahun 1980-an oleh ilmuan asal Basque, Panayotis Soldatos. Hal tersebut sebagai penggabungan istilah ‘Parallel diplomacy’ menjadi ‘Paradiplomacy’. Menurut Aldecoa, Keating dan Boyer hal tersebut mengacu pada makna ‘the foreign policy of non-central governments’. Istilah lain yang digunakan oleh Ivo Duchacek (1990) untuk konsep ini adalah ‘micro-diplomacy’.

Soldatos (1990), secara fungsional atau berdasarkan cakupan isu dalam paradiplomasi, membagi dua tipe paradiplomasi:

a. Tipe pertama adalah global paradiplomacy. Dalam tipe ini pemerintah sub nasional terlibat dalam isu-isu global atau isu-isu politik tingkat tinggi. Sebagai contoh tipe paradiplomasi ini adalah kebijaksanaan yang diambil Gubernur New York dan Gubernur New Jersey yang melarang pendaratan pesawat-pesawat Uni Soviet di wilayahnya sebagai reaksi atas penembakan pesawat Korean Airlines. Mengingat pemerintah sub nasional biasanya terlibat dalam isu-isu politik tingkat rendah, tipe paradiplomasi ini relatif jarang terjadi.

b. Tipe kedua klasifikasi Soladatos adalah regional paradiplomacy. Dalam tipe ini pemerintah sub nasional terlibat pada isu-isu yang berskala regional. Apabila isuisu tersebut menyangkut komunitas yang secara geografis berbatasan langsung (geographical contiguity), Soldatos menyebutnya sebagai macroregional paradiplomacy sebaliknya bila komunitas tersebut tidak berbatasan secara langsung disebutnya sebagai microregional paradiplomacy.

Konsep Kebijakan Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Politik luar negeri merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara atau komunitas politik lainnya dalam hubungan dengan negara dan aktor bukan negara di dunia internasional. Menurut Walter Carlsnaes, kebijakan luar negeri adalah Tindakantindakan yang diarahkan ke tujuan, kondisi dan aktor (baik pemerintah maupun non pemerintah) yang berada di luar wilayah teritorial mereka dan yang ingin mereka pengaruhi. Tindakan-tindakan itu diekspresikan dalam bentuk tujuan-tujuan, komitmen dan atau arah yang dinyatakan secara eksplisit, dan yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah yang bertindak atas nama 1 negara atau komunitas yang berdaulat.

Sedangkan menurut K. J. Holsti, kebijakan luar negeri adalah tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain. Gagasan kebijakan luar negeri, dapat dibagi menjadi empat komponen dari yang umum hingga ke arah yang lebih spesifik yaitu orientasi kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan, dan tindakan. Sementara itu, Mark R. Amstutz, mendefenisikan politik atau kebijkan luar negeri sebagai “as the explicit and implicit actions of governmental officials designed to promote national interests beyond a country’s territorial boundaries”.

Pada defenisi ini, menekankan pada tindakan dari pejabat pemerintah untuk merancang kepentingan nasional negaranya agar dapat mempromosikan kepentingan nasional tersebut, melampaui batas-batas territorial suatu negara. Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa politik luar negeri inimerupakan konsep yang digunakan pemerintah atau negara maupun non pemerintah untuk merencanakan dan berkomitmen untuk menjadi pedoman dalam berhubungan dengan pihak-pihak lain di lingkungan eksternal

Kepentingan Nasional (skripsi dan tesis0

Kepentingan nasional merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan dalam studi maupun isu hubungan internasional. Setiap negara pasti  memiliki kepentingan nasional yang sering menjadi dasar bagi setiap negara dalam menyusun strategi hubungan internasionalnya. Kebijakan politik luar negeri suatu negara sangat dipengaruhi oleh kepentingan nasional negara tersebut. Negara merupakan aktor yang paling dominan dalam memainkan peran untuk mencapai kepentingan nasional tersebut. Para ahli memiliki pendapat yang beragam dalam mengartikan dan mendefinisikan kepentingan nasional. Menurut H.J. Morgenthau, Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara dalam melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini, para pemimpin negara merumuskan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau koflik.

Sementara itu, Paul Seabury mendefinisikan kepentingan nasional melalui dua sudut pandang yaitu secara deskriptif yang memiliki arti sebagai tujuan yang harus dicapai oleh suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Sedang secara normatif, kepentingan nasional adalah kumpulan cita-cita dari suatu bangsa dimana bangsa tersebut berusaha mencapainya dengan cara berhubungan dengan negara lain.   Daniel S. Paap, mengatakan bahwa dalam kepentingan nasional terdapat beberapa aspek, seperti ekonomi, ideologi, kekuatan dan keamanan militer, moralitas dan legalitas

Teori Sinergi (skripsi dan tesis)

Covey mengartikan sinergisitas sebagai “kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran yang lebih baik dan lebih besar daripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. Oleh sebab itu, sinergisitas dalam pembangunan berarti keterpaduan berbagai unsur yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Covey menambahkan sinergisitas akan mudah terjadi bila komponen-komponen yang ada mampu berpikir sinergi, terjadi kesamaan pandang dan saling menghargai

Teori Diplomasi Pertahanan (skripsi dan tesis)

Diplomasi pertahanan merupakan seluruh cara dan strategi melalui berbagai aspek kerjasama seperti ekponomi, budaya, politik, pertahanan dan diplomasi sehingga negara-negara dapat memiliki hubungan pertemanan, lebih jauh dapat saling bekerja sama, dan yang paling penting adalah menigkatkan kepercayaan

Diplomasi pertahanan digunakan sebagai alat untuk mencapai target kebijakan luar negeri suatu negara. Gregory Winger dalam tulisannya The Theory of Defense Diplomacy menjelaskan bahwa diplomasi pertahanan merupakan suatu cara penggunaan militer bukan untuk kekerasan, seperti pertukaran perwira, kunjungan kapal perang, latihan militer bersama dalam rangka mencapai kepentingan internasional suatu negara. Masih dalam tulisan Winger, Andre Cottey dan Anthony Foster menyatakan bahwa diplomasi pertahanan adalah penggunaan militer dalam masa damai sebagai alat untuk kebijakan keamanan dan hubungan luar negeri. Hal ini diperkuat oleh Martin Edmons yang mendefinisikan diplomasi pertahanan sebagai penggunaan militer untuk operasi selain perang dengan memanfaatkan pengalaman latihan dan disiplinnya untuk mecapai kepentingan nasional baik di dalam maupun di luat negeri8 . Keberhasilan pelaksanaan diplomasi pertahanan sangat bergantung pada upaya-upaya diplomatik yang dilakukan di tingkat global, regional dan bilateral. Dari semua itu, diplomasi dalam tingkatan bilateral memainkan peranan yang sangat penting. Keberhasilan strategi diplomasi pertahanan suatu negara merupakan kolaborasi dari komponen diplomasi, pertahanan dan pembangunan. Namun, secara parsial terdapat karakter utama dari diplomasi pertahanan suatu negara

: 1) Defense diplomacy for Confidence Building Measures;

2) Defense Diplomacy for defense capabilities;

3) Defense Diplomacy for Defense industry.

Konsep Politik Luar Negeri Bebas Aktif (skripsi dan tesis)

Sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan 5 Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri dilaksanakan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, politik luar negeri, peraturan perundangundangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional. Politik luar negeri dalam pasal 3 dan 4, disampaikan bahwa menganut prinsip bebas aktif yang diabadikan untuk kepentingan nasional dan dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan. Maksud dari “bebas aktif” adalah politik luar negeri yang pada hakekatnya bukan merupakan politik  netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikat diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Wakil presiden pertama RI, Mohammad Hatta, di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 2 September 1948 di Yogyakarta, menyampaikan: “Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan Negara kita, hanya harus memilih pro Russia atau pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya”. Konsep pemikiran inilah yang kemudian dijadikan dasar bagi negara  6 M. Hatta, Mendayung Antara Dua Karang, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988). dalam menentukan kebijakan poltik luar negeri Indonesia yang selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Kepentingan Nasional (skrispi dan tesis)

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara serta memahami perilaku internasional. Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Padelford dan Lincoln mengidentifikasi kepentingan nasional berupa kepentingan keamanan nasional, kepentingan pengembangan ekonomi, kepentingan peningkatan kekuatan nasional, dan kepentingan prestise atau citra nasional.

Dalam pencapaian kepentingan nasional juga dapat dilihat bagaimana negara menjalankan kebijakan luar negeri. Karena kebijakan luar negeri merupakan suatu upaya negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.Tujuan dari kebijakan luar negeri sebenarnya merupakan proses di mana tujuan negara atau kepentingan nasional hendak di susun dan di capai. Paul R.Viotti dan Mark V. Kauppi membedakan tujuan kebijakan luar negeri jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang menyangkut tiga isu penting dalam politik global yaitu keamanan, ekonomi dan identitas. Dalam tabel berikut keduanya memberikan contoh kebijakan luar negeri yang berkaitan dengan tiga isu tersebut berdasarkan rentang waktu yang dicakupnya.

Diplomasi Publik (skripsi dan tesis)

Merujuk pada definisi di atas, diplomasi publik merupakan salah satu instrumen soft power. Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S, Nye di tahun 1990. Konsep power sendiri menurut Nye adalah kemampuan dalam hal mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Selain itu, Nye mendefinisikan soft power sebagai kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang lain dengan cara memunculkan ketertarikan (attraction) dibandingkan melakukan paksaan (coercion) atau bayaran (payments) (Nye, 2004: 5). Soft power ini terletak pada kemampuan suatu pihak dalam membentuk preferensi pihak lain. Soft power yang dimiliki oleh suatu negara pada dasarnya bergantung pada tiga sumber utama, yakni: budaya (dimana orang merasa tertarik terhadapnya), nilai-nilai politis/political values (ketika orang merasakannya, baik itu di dalam negeri maupun luar negeri), dan terakhir kebijakan luar negeri (ketika orang melihatnya sebagai suatu legitimasi dan mempunyai otoritas moral) (Nye, 2004: 5).

Diplomasi publik juga dikenal dengan istilah second track diplomacy yang secara umum didefinisikan sebagai upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh elemen-elemen non-pemerintah secara tidak resmi (unofficial). Dengan kata lain, diplomasi publik dilancarkan dengan tujuan agar masyarakat domestik dan internasional mempunyai persepsi yang baik tentang kegiatan atau tindakan negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan pencapaian kepentingan yang lebih luas (Shoelhi M, 2011:74), sehingga diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melaui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Diplomasi publik ini menjadi cara berdiplomasi yang tidak lagi hanya melibatkan peran pemerintah satu negara saja, tetapi juga melibatkan peran dari aspek-aspek lainnya. Publik memegang peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang sangat variatif (Dwirezanti, 2012: 2).

Konsep Security Dilemma (skripsi dan tesis)

Konsep security dilemma merupakan sebuah aksi dan reaksi antar negara, ketika suatu negara meningkatkan keamanannya maka akan dianggap melemahkan negara lain dan menimbulkan reaksi dari negara tersebut. Menurut Robert Jervis Security dilemma terjadi akibat kegagalan saat mengintrepetasikan masing-masing prilaku Negara karena ketakutan akan perubahan postur militer Negara lain. Herbert Butterfield menjelaskan security dilemma kedalam aspek berbeda, yaitu:

(1) Kondisi anarki (lack of a higher untity) sebagai sumber utamanya;

(2) Kondisi tersebut memunculkan ketidakpastian dan ketakutan atas potensi antar negara untuk melakukan kejahatan;

(3) Negara-negara mencoba keluar dari dilemma keamanan secara self-help dengan mengakumulasi terus-menerus kekuatannya (power), yang mendorong terciptanya siklus kompetisi kekuatan;

(4) Akumulasi kekuatan tersebut ternyata tidak serta-merta meningkatkan keamanan negara (bahkan cenderung terjadinya hal-hal tragis;

(5) Factor psikologikal dapat memperkeruh dilemma keamanan; serta

(6) Merupakan pendorong terjadinya semua konflik yang terjadi antar umat manusia.

Keamanan Nasional (skripsi dan tesis)

Konsep keamanan merupakan salah satu kajian penting dalam studi Hubungan Internasional. Pada hakikatnya keamanan nasional merupakan kepentingan nasional paling penting bagi setiap negara. Menurut Richard Ullman keamanan adalah hal yang berkaitan dengan keberadaan ancaman dimana ancaman ini dipandang sebagai sesuatu hal atau peristiwa yang menantang serta mengganggu stabilitas suatu negara dan instrumennya.

Menurut Lawrence Ziring keamanan nasional dimaknai dengan pengalokasian sumber-sumber untuk produksi, implementasi dan pelaksanaan atas apa yang disebut sebagai fasilitas koersif yang digunakan suatu negara dalam mencapai kepentingan-kepentingannya.  Hal ini mengarah bahwa konsep keamanan terkait dengan ancaman penggunaan kekerasan dalam konteks militer di dalam menyelesikan konflik yang ada.

Sedangkan Glenn H Synder lebih menekankan pada pentingnya tujuan utama dari keamanan nasional yaitu untuk menangkal (deter) serangan musuh dan mempertahankan (defense) diri dari serangan musuh yang dapat terjadi dengan kerugian seminimal mungkin. “Esentially detterence means discouraging the enemy from making action by posingfor him a prospect of cost and risk which outweights his prospective gain. Defence means reducting our own prospective cost and risk in the even that detterence fail. Detterence works on the enemy’s constitution: the deterent value of militarry enenmy moves. Defence value of militery forces is their effect in mitigating the adverse concequences for us of posible enemy moves, whether such concequences are counted as losses of territory or war damage.. Perhaps the crucial defference betwen detterece and defence is that detterence is primarity a peacetime objective while defence is a war time value. Detterence value and defence value are directly employed in different time periods”.Menurut Frank N.Trager dan F.N simonic keamanan nasional memiliki arti: “The Preservation of a war of life acceptable to the people and compitable with the needs and legitimate aspiration of others. It includes freedom from militarry attack or coercion, freedom from internal subversion and freedom from the erosion of the political, economic and social values which are essential to the quality of life”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keamanan adalah kemampuan sebuah negara untuk melindungi negaranya dari ancaman yang mungkin merusak stabilitas keamanan negara tersebut. Keamanan juga berkaitan soal upaya negara dalam memenuhi kepentingan-kepenitingannya.

Kepentingan Nasional (skripsi dan tesis)

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar dalam memahami perilaku internasional suatu negara. Kepentingan nasional merupakan upaya negara dalam megejar power untuk dapat mengembangkan kekuasaan atas negara lain. Menurut Donald E. Nuechterlin sedikitnya menyebutkan empat jenis dimensi kepentingan nasional, yaitu kepentingan pertahanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tata internasional, dan yang terakhir kepentingan ideologi. Hans J Morgenthau mendefinisikan kepentingan nasional sebagai berikut: Kepentingan nasional sebagai power (pengaruh, kekuasaan dan kekuatan) atau kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultural dari gangguan negara-negara lain. Dari tinjauan itu, pemimpin suatu negara dapat menurunkan suatu kebijakan spesifik terhadap negara lain bersifat kerjasama maupun konflik. Kepentingan nasional juga sebagai tujuan fundamental yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsur-unsur  yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahteraan ekonomi.

Dari definisi diatas kepentingan nasional merupakan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai kepentingan nasional.

Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Politik luar negeri adalah arah kebijakan suatu negara dan proses sebuah negara dalam memperjuangkan kepentingan di dalam hubungannya dengan negara lain. Menurut Jack C. Plano dan Ray Olton dalam buku Kamus Hubungan Internasional mengatakan bahwa: Politik luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya yang dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminology kepentingan nasional.Politik Luar Negeri berisi tujuan suatu negara, cara mencapai tujuan, dan cara mengelola sumber daya alam agar negara dapat bersaing dengan negara-negara lain. Politik Luar Negeri merupakan langkah negara dalam mengambil tindakan berdasarkan kondisi internasional.

Teori Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu baru dalam deretan ilmuilmu sosial lainnya. Ilmu Hubungan Internasional mulai berkembang pada tahun 1930. Ilmu ini berkembang terutama di Amerika Serikat dan Inggris, hal itu  dikarenakan aspek-aspek yang membahas hubungan antar negara dianggap penting sebagai upaya untuk tercapainya perdamaian dunia pada saat itu. The Dictionary of World Politics mengartikan Hubungan Internasional sebagai suatu istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara atoraktor negara dengan melewati batas-batas negara.

Interaksi aktor atau anggota masyarakat yang terjadi sebagai akibat adanya saling ketergantungan dalam masyarakat internasional. Interaksi-interaksi tersebut dapat berupa politik, sosial, ekonomi, budaya dan lainnya di antara aktor-aktor negara dan aktor-aktor non negara. Mochtar Ma’soed mendefinisikan hubungan internasional sebagai interaksi antar aktor internasional, yaitu sebagai berikut: Hubungan internasional juga didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, kesatuan subnasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu – individu. Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara maupun non-negara, didalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi dalam organisasi internasional.

Menurut Theodore A Coulombis dan James H. Wolfe dalam buku Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power, Hubungan Internasional adalah: Suatu studi mengenai pola-pola aksi dan reaksi antara Negera-negara yang berdaulat yang diwakili oleh elit-elit pemerintahannya. Aktivitas-aktivitas diplomasi dan tantara yang melaksanakan politik luar negeri pemerintah Negara-negara tersebut tidak lepas dari balance of power (perimbangan kekuatan), pencapaian kepentingan nasional, usaha untuk menemukan world order (keteraturan tata dunia) dan diplomasi yang prudence (hati-hati).21 Berdasarkan pengertian tersebut maka hubungan internasional tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku aktor dalam interaksi internasional, yang diaplikasikan dalam bentuk kerjasama, pembentukan aliansi, perang dan konflik. Hubungan internasional juga mengkaji masalah Politik Luar Negeri yang dipengaruhi oleh kepentingan nasional. Seperti halnya penentangan Tiongkok dalam hal pengadaan Terminal High Altitude Area Defense di Korea Selatan diperlukan dasar untuk menjelaskan perilaku kedua aktor yang mempengaruhi pola interaksi kedua negara tersebut.

Motif Bantuan Internasional (Foreign Aid) (skripsi dan tesis)

Bantuan internasional atau Foreign Aid (FA) merupakan salah satu fenomena dalam kajian Hubungan Internasional kontemporer. Dikutip menurut Mutaqien (2014) mengenai definisi bantuan Money or other aid made available to third world states to help them speed up economy development or meet humanitarian aids Dari definisi diatas, dapat dijelaskan bahwa bantuan luar negeri ada karena adanya keinginan untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih baik di negara dunia ketiga oleh negara dunia pertama. Sehingga, realisasi dari bantuan luar negeri ini dapat dikatakan untuk membantu kelangsungan stabilitas ekonomi maupun kemanusiaan di negara dunia ketiga. Terdapat dua aktor dalam terjadinya hubungan bantuan luar negeri, yakni donor dan recipient. Donor merupakan negara atau organisasi yang memberikan bantuan, sebaliknya recipient adalah negara atau organisasi penerima. Namun, tidak bisa dipungkiri, bahwa terjadinya bantuan internasional didasari pada suatu kenyataan, yakni adanya motif dibalik pemberian bantuan. Motif donor dalam memberikan bantuan dapat sangat bervariasi dan berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut bergantung pada tujuan dan kepentingan pemberian bantuan. Menurut Mutaqien (2014) secara sedehana motif donor dalam memberikan bantuan dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu:

1. Motif Politik, yaitu pemberian bantuan digunakan untuk mendapatkan keuntungan berupa pengaruh secara politik;

2. Motif kemanusiaan, yaitu pemberian bantuan murni didasarkan pada adanya kepedulian dan rasa kemanusiaan dan

3. Motif Ekonomi, yaitu bantuan digunakan donor untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik pada saat itu ataupun dimasa yang akan datang (Future Economic Advantages)

Dalam 3 motif diatas, ada 3 asumsi lanjutan yang diungkapkan Mutaqien untuk memperjelas hubungan donor dan penerima bantuan:

1. Donor berharap negara penerima dapat menunjukkan rasa terimakasihnya dengan cara mendukung kepentingan dari negara donor, terutama dalam tata kelola dunia internasional.

2. Negara penerima dapat meningkatkan perdagangan dengan negara donor, dan sekali lagi untuk mendukung kepentingan donor akan sebuah produk

3. Negara donor peduli dengan negara penerima dan berharap negara tersebut dapat memberikan penghidupan yang layak kepada warganya. Melalui asumsi di atas dapat dilihat bahwa motif sebuah negara donor dalam memberikan bantuan kepada negara penerima, hampir pasti digunakan untuk membantu negara donor tersebut mendapatkan kepentingannya, baik dalam kepentingan politik, keamanan nasional maupun ekonomi. Negara donor menggunakan berbagai syarat dan kondisi dalam paket bantuan yang diberikan agar dapat memaksa negara penerima dapat mendukung pemenuhan kepentingan dari negara donor tersebut.

Kepentingan Nasional (skripsi dan tesis)

Tujuan sebuah negara juga dapat dilihat sebagai kepentingan nasional. Kepentingan nasional merupakan konsep yang membantu dalam melihat kepentingan suatu negara. Dikutip Menurut Plano dan Olton (1969) mengenai definisi kepentingan nasional adalah : The fundamental objective and ultimate determinant that guides the decision makers of state in making foreign policy. The national interest of state is typically a highly generalized conception of those element that constitute the state smart vital needs. Menurut penjelasan diatas, kepentingan nasional merupakan obyek yang sangat penting bagi pembuat keputusan dalam mengambil langkah kebijakan luar negeri. Definisi diatas cukup menegaskan betapa pentingnya konsep kepentingan nasional ini dalam melihat motif dari pembuatan kebijakan luar negeri, yang dalam konteks tulisan ini ialah pemberian bantuan luar negeri. Morgenthau menyebutkan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntut oleh pengejaran kepentingan nasional, kepentingan nasional itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan negara (Masoed, 1989). Dalam hal ini, pasca perang dunia kedua dan perang dingin, ekonomi merupakan tolak ukur power suatu negara. Pasca perang dingin, memang konteks keamanan tradisional telah memudar dan digantikan dengan konsep yang lebih kontemporer, salah satunya ekonomi. Hampir tiap kepentingan nasional suatu negara tidak jauh dari kepentingan ekonomi, hal ini tentu dapat mempertahankan maupun memperbesar kedudukan suatu negara ditengah area internasion

Hubungan Bilateral (skripsi dan tesis)

Di zona globalisasi saat ini, negara-negara bersaing dalam menentukan kekuatan atau power menjadi keunggulan suatu negara sehingga menempuh kekuasaan yang menjadi incaran. Kekuatan suatu negara dalam pembuktian tersebut, bukan lagi dari ‘doktrin’ sebuah negara sebagai peringkat politik dan militer, dimana sepanjang sejarah negara berupaya mencari kekuasaan dengan alat-alat kekuatan militer dan perluasan wilayah. Hal itu bukan menjadi fokus negara saat ini. Negara lebih melirik pada bagaimana membentuk tata pembangunan ekonomi yang baik dengan melakukan kerjasama berupa perdagangan luar negeri. Hal demikian dapat mencapai keunggulan dan kesejahteraan yang lebih mencukupi. Seperti pada penjelasan Rosecrance, dimana kondisi yang terjadi saat ini adalah karakter yang berubah dan dasar dari produksi ekonomi, yang terkait pada modernisasi.

Di masa lalu penguasaan wilayah dan sumber daya alam yang banyak adalah kunci kejayaan. Namun dalam dunia saat ini, bukan hal demikian melainkan kekuatan tenaga kerja yang sangat berkualifikasi, akses informasi, dan modal keuangan yang menjadi kunci keberhasilan. Sehingga demi membangun negaranya harus dilakukan hubungan bilateral atau kerjasama.

Hubungan bilateral pada dasarnya merupakan hubungan yang terjadi antara dua pihak. Dalam hal ini terdapat dua aktor yang berperan yang disebut dengan negara. Aktor disini bukan hanya sebatas pemerintah yang mewakili negara namun juga dapat berupa instansi atau pihak swasta yang berada dalam naungan sebuah negara. Hal demikian sejalan dengan kepentingan seperti apa yang diinginkan negara dalam menjalin kerjasama.

Hubungan bilateral tidak terlepas dari kata ‘cooperation’. Cooperation atau kerjasama tentu didukung oleh aktor-aktor yang menjalankan kerjasama dan kepentingan seperti apa yang ingin dicapai. Dalam hal ini aktor dapat berupa negara ke negara, negara ke organisasi pemerintah, maupun negara ke organisasi non-pemerintah. Fungsinya tentu kembali pada subjek yang menjalankan kerjasama. Seperti yang dikemukakan oleh Kusumo Hamidjojo tentang hubungan bilateral adalah;

Suatu bentuk kerjasama diantara negara baik yang berdekatan secara geografis ataupun jauh diseberang lautan dengan sasaran utama menciptakan perdamaian, dengan

9

memperhatikan kesamaan politik, kebudayaan, dan stuktur ekonomi.11

Hal ini diperjelas bahwa kerjasama dilakukan sesuai dengan kompenen-komponen yang mendukung dilakukannya kerjasama dan kepentingan nasional dari masing-masing negara. Seperti halnya hubungan bilateral yang dilakukan antara Indonesia dan Korea Selatan dalam pengiriman tenaga kerja dimana kedua negara sama-sama melihat kondisi negara masing-masing bahwa kerjasama yang dilakukan mengarah pada perkembangan ekonomi mereka masing-masing. Dengan melihat kesamaan struktur ekonomi, kedua negara ini sama-sama membutuhkan kontribusi lebih.

Bentuk hubungan bilateral dapat berupa kerjasama dalam berbagai bidang. Kerjasama dalam hubungan diplomatik yang memfokuskan pada kondisi politik negara yang menjalin kerjasama, kemudian kerjasama ekonomi yang diciptakan guna memenuhi pembangunan pereknonomian, kerjasama militer sebagai security of the state dan juga kerjasama sosial-budaya hingga pendidikan yang kesemua itu menjadi step-step bagi negara-negara yang terus ingin maju.

Dalam hubungan bilateral, dimana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa negara satu dengan negara lain yang menjalin kerjasama memiliki kepentingan masing-masing. Kepentingan tersebut yang saat ini membuat negara memiliki sifat saling ketergantungan antara satu sama lain.

Seperti yang dijelaskan Teuku May juga berpendapat mengenai hubungan bilateral bahwa;

Hubungan bilateral adalah saling ketergantungan antara negara satu dengan negara lain di dunia yang merupakan realitas yang harus dihadapi oleh semua negara. Untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, maka terjalinlah suatu kerjasama diantara negara dalam berbagai bidang kehidupan.12

Pada umumnya negara menjadikan fokus sebuah negara dari segi politik maupun ekonomi. Dan dalam hal segi sosial-budaya maupun pendidikan sebagai faktor pendukung dalam hubungan bilateral. Pendidikan dalam hal ini bidang keilmuan seperti alih teknologi menjadi kerjasama yang banyak dilakukan oleh negara-negara. Hal ini terjadi karena kepentingan negara yang melakukan kerjasama negara yang dituju sebagai alih teknologi mendapatkan pengaruh besar melihat alih teknologi dapat merubah sebuah negara.

Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dari segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh para pelaku negara (state-actor) maupun dari pelaku bukan negara (non-state actor). Pola hubungan dan interaksi tersebut dapat berupa kerjasama, persaingan, dan pertentangan. Kerjasama yang terjadi merupakan bentuk kerjasama yang dijalankan seiring dengan meluasnya globalisasi. Globalisasi merupakan suatu proses hubungan sosial secara relatif yang memperlihatkan tidak adanya batasan-batasan secara nyata, dimana

12 T. May Rudy. Loc.Cit.

11

ruang lingkup kehidupan manusia itu semakin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal.13 Melalui proses globalisasi secara tidak langsung masyarakat internasional dalam hal ini negara-negara mengikuti arus yang menciptakan persaingan antara negara-negara karena tidak adanya sekat yang membatasi. Hal ini demikian mendukung ketika globalisasi menciptakan hal-hal modern sebagai metamorfosis perkembangan dari modal teknologi.

Hubungan bilateral terbentuk dilihat dari kondisi diplomatik yang terjalin antara kedua negara. Korea Selatan dan Indonesia merupakan negara yang saat ini sudah berumur 46 tahun sejak diresmikannya hubungan tingkat konsulat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Didi Krisna, bahwa hubungan bilateral merupakan keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau adanya hubungan timbal balik diantara kedua belah pihak atau didalam kedua negara.14 Keuntungan timbal balik yang demikian jika hasil positif lebih didominasi maka akan terjadi tindakan saling ketergantungan (interdependensi) yang akan mengakibatkan kerjasama berlangsung dalam kurun waktu yang lama.

Sejak awal mulanya kerjasama yang menghasilkan kondisi saling menguntungkan, negara-negara secara tidak langsung mengalami saling ketergantungan antara satu sama lain. Begitu juga dengan pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam perekonomian internasional, meningkatkan

interdependensi antara negara dan hal tersebut menekan dan mengurangi konflik kekerasan antara negara.Meskipun suatu saat nanti bahwa resiko terhadap negara modern akan masuk kembali pada pilihan militer, yang berujung pada konfrontasi kekerasan akan minim.

Dengan melakukan hubungan bilateral terlebih dengan waktu yang cukup lama, maka secara tidak langsung akan terjadi suatu dinamika yang memiliki keterkaitan antara kedua negara akibat adanya kepentingan nasional dari masing-masing pihak. Seperti halnya dalam kerjasama yang terjalin cukup lama dapat memudahkan dilakukan kerjasama-kerjasama baru dalam bidang lain. Sehingga jika suatu saat dari salah satu pihak akan tidak enggan dalam memberikan bantuan yang pada dasarnya kembali lagi demi kepentingan nasionalnya.

Pelaksanaan kerjasama melalui pengiriman tenaga kerja dengan strategi alih teknologi, secara tidak langsung akan memberikan nilai lebih bagi perekonomian Indonesia. Disatu sisi Indonesia dengan rencana awal yang mempekerjakan TKI dengan mengirimkan ke Korea Selatan sebagai devisa negara namun disisi lain TKI yang digunakan sebagai muliti-fungsi ini dengan mengharapkan ilmu dan pengetahuan dari modal-modal teknologi yang dimiliki Korea Selatan agar dapat diserap oleh pekerja. Sehingga terciptanya penguasaan ilmu dan pengetahuan seperti awal mula harapan dikirimkannya TKI agar berguna bagi TKI maupun negara.

Dalam kerjasama yang menjadi tujuan adalah bagaimana cara memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kerjasama yang berlangsung secara adil dan saling menguntungkan, cara mencegah dan menghindari konflik, serta cara mengubah kondisi-kondisi persaingan dalam hal pertentangan dengan menjadikannya sebuah kerjasama. Sejalan dengan itu kerjasama terbentuk lebih kepada kondisi tingkat ekonomi. Kondisi ekonomi mendukung tercapainya segala bentuk kepentingan dalam keeksistensian sebuah negara. Melihat kondisi ini kerjasama yang dilakukan antara dua negara, peran pemerintah meski bukan lagi hal yang utama namun tetap memegang peranan penting dalam melakukan kerjasama.

Kepentingan Nasional (skripsi dan tesis)

Dalam kepentingan nasional peran ‘negara’ sebagai aktor yang mengambil keputusan dan memerankan peranan penting dalam pergaulan internasional berpengaruh bagi masyarakat dalam negerinya. Demikian pentingnya karena ini yang akan menjadi kemaslahatan bagi masyarakat yang berkehidupan di wilayah tersebut. Seorang ahli, Thomas Hobbes menyimpulkan bahwa negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan cara hidup yang khas dan berharga. Demikian karena negara merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan warga negaranya. Tanpa negara dalam menjamin alat-alat maupun kondisi-kondisi keamanan ataupun dalam memajukan kesejahteraan, kehidupan masyarakat jadi terbatasi.1 Sehingga ruang gerak yang dimiliki oleh suatu bangsa menjadi kontrol dari sebuah negara.

Kepentingan nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara. Kepentingan ini dapat dilihat dari kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, militer, dan sosial-budaya. Kepentingan juga didasari akan suatu ‘power’ yang ingin diciptakan sehingga negara dapat memberikan dampak langsung bagi pertimbangan negara agar dapat pengakuan dunia. Peran suatu negara dalam memberikan bahan sebagai dasar dari kepentingan nasional tidak dipungkiri akan menjadi kacamata masyarakat internasional sebagai negara yang menjalin hubungan yang terlampir dari kebijakan luar negerinya. Dengan demikian, kepentingan nasional secara konseptual dipergunakan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu negara.

Seperti yang dipaparkan oleh Kindleberger mengenai kepentingan nasional;

“…hubungan antara negara tercipta karena adanya perbedaan keunggulan yang dimiliki tiap negara dalam berproduksi. Keunggulan komparatif (comparative advantage) tersebut membuka kesempatan pada spesialisasi yang dipilih tiap negara untuk menunjang pembangunan nasional sesuai kepentingan nasional…”

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa keberagaman tiap-tiap negara yang ada di seluruh dunia memiliki kapasitas yang berbeda. Demikian tercipta dapat terpengaruh dari domografi, karekter, budaya, bahkan history yang dimiliki negara tersebut. Sehingga negara saat ingin melakukan kerjasama dapat melihat kondisi dari keunggulan-keungulan yang dapat menjadi pertimbangan. Pelaksanaan kepentingan nasional yang mana dapat berupa kerjasama bilateral maupun multilateral kesemua itu kembali pada kebutuhan negara. Hal ini didukung oleh suatu kebijakan yang sama halnya dengan yang dinyatakan oleh Hans J. Morgenthau bahwa kepentingan nasional merupakan;

Kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultural dari gangguan negara-negara lain. Dari tinjauan itu, para pemimpin suatu negara dapat menurunkan suatu kebijakan spesifik terhadap negara lain bersifat kerjasama maupun konflik.4

Adanya kepentingan nasional memberikan gambaran bahwa terdapat aspek-aspek yang menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana fokus negara dalam memenuhi target pencapaian demi kelangsungan bangsanya. Dari identitas yang diciptakan dapat dirumuskan apa yang menjadi target dalam waktu dekat, bersifat sementara ataupun juga demi kelangsungan jangka panjang. Hal demikian juga seiring dengan seberapa penting identitas tersebut apakah sangat penting maupun sebagai hal yang tidak terlalu penting.

Konsep kepentingan nasional bagi Hans J. Morgenthau memuat artian berbagai macam hal yang secara logika, kesamaan dengan isinya, konsep ini ditentukan oleh tradisi politik dan konteks kultural dalam politik luar negeri kemudian diputuskan oleh negara yang bersangkutan.5 Hal ini dapat menjelaskan bahwa kepentingan nasional sebuah negara bergantung dari sistem pemerintahan yang dimiliki, negara-negara yang menjadi partner dalam hubungan diplomatik, hingga sejarah yang menjadikan negara tersebut menjadi seperti saat ini, merupakan tradisi politik. Sedangkan tradisi dalam konteks kultural dapat dilihat dari cara pandang bangsanya yang tercipta dari karakter manusianya sehingga menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang dapat menjadi tolak ukur negara sebelum memutuskan menjalankan kerjasama.

Dalam bukunya Mohtar Mas’oed menjelaskan konsep ini sama dengan menjalankan kelangsungan hidup. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kelangsungan hidup tercipta dari adanya kemampuan minimum. Kemampuan minimum tersebut dapat dilihat dari kepentingan suatu negara yang dihubungkan dengan negara lain. Hal tersebut menjelaskan bagaimana sebuah kepentingan dapat menghasilkan kemampuan akan menilai kebutuhan maupun keinginan pribadi yang sejalan dengan itu berusaha menyeimbangkan akan kebutuhan maupun keinginan dilain pihak. Konsep ini juga menjelaskan seberapa luas cakupan dan seberapa jauh sebuah kepentingan nasional suatu negara harus sesuai dengan kemampuannya.6 Kemampuan disini menjadi batasan yang didukung dari Sumber Daya Manusia (SDM) maupun Sumber Daya Alam (SDA).

Kepentingan-kepentingan suatu negara dalam menjelaskan identitas mereka, memiliki kegunaan-kegunaan. Hal ini dalam penjelasan kepentingan nasional itu sendiri digambarkan oleh penjabaran James N. Rosenau yang mana kegunanaan pertama, sebagai istilah analitis untuk menggambarkan, menjelaskan atau mengevaluasi politik luar negeri dan yang berikutnya yaitu sebagai alat tindakan politik yaitu sebagai sarana guna mengecam, membenarkan ataupun mengusulkan suatu kebijakan.7 Dari demikian negara yang menjalin kerjasama tidak akan menyesal suatu saat nanti. Kondisi ini memperjelas akan tindakan langsung maupun tidak langsung yang dapat menjadi bahan rujukan bagi pihak-pihak yang berencana melakukan kerjasama. Ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan pengamatan akan kondisi internal negara yang akan menjadi partner kerjasama.

Dalam kepentingan nasional, terdapat pembedaan yang mendasar yakni; kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial juga kepentingan nasional yang bersifat non-vital atau sekunder. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Sedangkan kepentingan nasional non-vital atau sekunder tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu namun tetap diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri.8 Kepentingan vital menjelaskan seberapa jauh kepentingan tersebut ada dan digunakan, dimana lebih kepada keadaan darurat suatu negara sehingga harus segera diputuskan. Berbeda dengan kepentingan non-vital yang digunakan karena prosesnya berlangsung lama namun hasilnya dan fungsinya dapat dirasakan lebih baik dikemudian hari dengan jangka waktu yang lama.

Dalam analisis kepentingan nasional, peran aktor dalam hal ini negara, akan mengejar apapun yang dapat membentuk dan mempertahankan, pengendalian suatu negara atas negara lain. Pengendalian tersebut berhubungan dengan kekuasaan yang tercipta melalui teknik-teknik paksaan

ataupun kerjasama.

Tindakan demikian tergantung dari seberapa besar ‘power’ yang dimiliki negara tersebut. Sejalan dengan itu jika telah menemui poinnya, maka negara akan merubah alur yang tadinya hanya demi kepentingan awal namun dapat menjadi kepentingan baru. Kepentingan baru ini dilakukan dengan tetap menjalankan kepentingan awal atau betul-betul merubah kepentingannya tanpa menggunakan dasar dari kepentingan yang ingin dicapai sebelumnya. Hal ini diperjelas ketika melihat suatu negara dalam kepentingan nasionalnya dimana kepentingan A dari negara X terhadap negara Y menjadi awal dari hubungan bilateral tercipta kemudian muncul kepentingan B dari negara X yang mana dapat timbul sebelum dilakukan kerjasama ataupun selama melakukan kerjasama.

Kepentingan yang demikian itu merupakan strategi dalam menjalankan sebuah kerjasama demi memenuhi kepentingan satu, dua, tiga dan seterusnya. Negara menggunakan strategi untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya. Dimana strategi dilakukan untuk memperkirakan seberapa jauh hasil yang akan dicapai nantinya. Selain itu negara sebagai aktor utama dalam percaturan internasional harus memiliki nilai yang menjual dalam arti ada kemampuan yang dimilikinya, sehingga ia disegani oleh lawannya yang menjadi bahan pertimbangan kerjasama. Seperti yang digambarkan oleh Jon C. Pevehouse dalam bukunya yang berjudul International Relations:

Actors use strategy to pursue good outcomes in bargaining with one or more other actors. States deploy power capabilities as leverage to influence each other’s actions.

Dalam ranah internasional, kerjasama juga merupakan tindakan yang dipandang sebagai panggung atau arena dalam tuntutan-tuntutan yang mana membahas mengenai kepentingan akan aktor-aktor yang disebabkan karena keterbatasan yang melekat dalam diri negara yang menjalin kerjasama. Sehingga dalam hal ini negara berusaha menggunakan kepentingan nasional sebagai komponen yang dirumuskan dan kemudian diperjuangkan dalam sebuah ‘relation

Kepentingan Nasional (skrispi dan tesis)

Kepentingan nasional (national interest) adalah konsep yang khas dalam studi hubungan internasional. Selama negara-bangsa (nation-state) masih merupakan aktor hubungan internasional yang dominan, maka kepentingan nasional merupakan suatu konsep yang selalu digunakan oleh para ahli dalam menganalisa hubungan internasional. Semua ahli agaknya setuju bahwa determinan utama yang menggerakkan negara-negara menjalankan hubungan internasional (politik luar negeri) adalah kepentingan nasional. (Umar Suryadi Bakry. 1999:60). Menurut K.J. Holsti, kepentingan nasional (national interest) dari suatu negara mengacu pada sejumlah perangkat ideal dari tujuan-tujuan nasional suatu bangsa yang harus ditemukan sebagai dasar dari pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara tersebut. Disamping itu kepentingan nasional mengacu kepada sejumlah tujuan nasional suatu bangsa yang akan diraih dalam jangka waktu tertentu. (K.J. Holsty, 1989:176). H.J. Morgenthau mencoba mempersamakan kepentingan nasional dengan power yang ingin dicapai suatu negara dalam hubungan internasional. Dengan kata lain, hakekat kepentingan nasional menurut Morgenthau adalah power (pengaruh, kekuasaan, dan kekuatan). (Umar Suryadi Bakry. 1999:61). Menurut J. Frankel kepentingan nasional tidak bisa didefinisikan secara sempit dengan cara mengabaikan kepentingan-kepentingan moral, religi, dan kepentingan kemanusiaan yang lain, pendapat ini disetujui pula oleh Nicholas Spykman yaitu bahwa kepentingan nasional mencakup pula kepentingan moral, religi, kebudayaan, dan sebagainya, tetapi untuk mengejar kepentingan-kepentingan itu tetap diperlukan power yang mencukupi. (Umar Suryadi Bakry. 1999:61).

Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Beberapa pakar hubungan internasional mendefinisikan konsep politik luar negeri sebagai berikut : menurut Jack C. Plano dan Roy Olton dalam Kamus Ilmu Hubungan Internasional, politik luar negeri merupakan “strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional khusus yang dituangkan dalam istilah kepentingan nasional” (Sidik Jatmika, 2001:46); menurut Cecil V. Crabb, Jr. politik luar negeri merupakan hasil penggabungan dari dua unsur yaitu tujuan (kepentingan nasional) dan sarana (kemampuan) dari suatu negara. Jadi dalam politik luar negeri terdapat dua elemen, yaitu tujuan-tujuan nasional (national objectives) yang hendak dicapai dan sarana-sarana (means) untuk mencapainya.(Columbis dan Wolfe, 1978:87); menurut Modelski politik luar negeri merupakan sistem aktivitas suatu negara untuk mengubah perilaku negara lain, dan untuk mengatur aktivitas negara itu sendiri dalam lingkungan internasional. (Umar Suryadi Bakry. 1999:125).

Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa politik luar negeri adalah kebijakan publik yang berupa aktifitas suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain, dalam rangka mencapai kepentingan nasionalnya di ranah lingkungan internasional.

Menurut Undang – undang Nomor 37 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 tentang hubungan luar negeri pengertian politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut : Politik Luar Negeri RI adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional. Definisi ini menunjuk dengan jelas bahwa kewenangan politik luar negeri ada pada Pemerintah Pusat

Konsep Kepentingan Nasional (skripsi dan tesis)

Dalam suatu politik Luar Negeri suatu negara sangat berpengaruh terhadap suatu kepentingan nasional negara tersebut. Kepentingan Nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi negara. Unsur tersebut mencakup Self preservation (kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara), Independence (kemerdekaan), Territorial integrity (keutuhan wilayah), Military security (keamanan militer) dan Economic well being (kesejahteraan ekonomi).[1] Kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain.[2]

  1.  Self Preservation yaitu hak untuk mempertahankan diri.

Self preservation merupakan sebuah hak yang sangat hakiki dan esensial sebagai tujuan fundamental suatu negara. Kategori kepentingan nasional ini juga merupakan prasyarat vital bagi tujuan negara di seluruh dunia. Upaya mempertahankan diri juga memiliki keterkaitan dengan harkat dan martabat bagi suatu negara yang berdaulat untuk kelangsungan jalannya suatu negara.

  1.   Independence yaitu tidak dijajah atau tunduk terhadap negara lain.

Independence atau kemerdekaan merupakan faktor penting dari kepentingan nasional suatu negara. Kemerdekaan juga berperan vital seperti halnya self preservation karena faktor ini memiliki hubungan yang kuat dengan kemandirian suatu negara untuk dapat menjalankan jalannya sistem kenegaraan tanpa campur-tangan asing, baik secara langsung ataupun tidak langsung yang pada akhirnya dapat mewujudkan sebuah pola pemerintahan yang stabil untuk mewujudkan kesejahteraan negaranya.

  1. Military Security yaitu tidak ada gangguan dari kekuatan militer negara lain.

Military security atau keamanan militer merupakan bagian dari kepentingan nasional yang bersifat vital. Faktor ini sangat berpengaruh untuk menjaga kelangsungan suatu negara, sekaligus sebagai ujung tombak dalam menghadapai ancaman dari dalam dan luar negara. Dalam perkembangannya keamanan militer bukan hanya menyangkut sumber daya militer fisik, namun juga non-fisik yang juga berperan sebagai tolak ukur kemajuan militer suatu negara.

Kemampuan suatu negara dalam membentuk sebuah aliansi, pakta dan kerjasama bidang pertahanan mampu menjadi sebuah parameter keamanan militer. Sebuah negara yang memiliki yang sumber daya alutsista yang besar tentunya tidak akan optimal tanpa disertai dengan adanya kerjasama dan perluasan hegemoni ke negara atau regional lainnya, demikian juga sebaliknya.

  1.   Territorial Integrity yaitu keutuhan wilayah.

Territorial integrity merupakan elemen penting sebagai tujuan negara. Keutuhan wilayah bukan hanya mampu berperan sebagai aset nasional, namun juga sebagai upaya preventif sekaligus persuasif untuk meredakan separatisme sebagai salah satu isu yang mengemuka dalam percaturan politik internasional dewasa ini. Keutuhan wilayah juga memiliki keterkaitan yang erat dengan kerjasama dan bentuk-bentuk kesepahaman lainnya dengan negara tetangga dan manajemen perbatasan (borderness management) yang optimal.

  1.    Economic Well Being yaitu kesejahteraan ekonomi.

Economic well being merupakan elemen penting dari kepentingan nasional suatu negara. Kesejahteraan ekonomi bukan hanya mampu menjadi parameter yang menunjukkan tingkat kemajuan suatu negara sehingga berpengaruh bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya, namun kemajuan ekonomi juga menentukan citra suatu negara di mata negara-negara internasional. Negara yang memiliki perekonomian maju dewasa ini merupakan negara yang memiliki posisi tawar (bargain position) yang tinggi dan strategis dalam percaturan politik internasional.

Dalam kaitannya dengan kasus penolakan India atas sanksi embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Iran, faktor penting yang menjadi dasar kepentingan India dalam penolakan tersebut adalah Economic Well Being. Kebutuhan India akan sumber daya energi minyak sangatlah besar. Iran merupakan negara penyuplai minyak terbesar kedua bagi India setelah Arab Saudi. Sementara India telah menyumbang lebih dari 10 persen ekspor tahunan Iran minyak, yang bernilai sekitar $ 12 miliar.[3]

Selain itu hubungan perdagangan antara India dan Iran semakin erat. Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi dan mitra Indianya menegaskan pentingnya hubungan bilateral antara Iran dan India. Iran dan India saat ini memiliki neraca perdagangan sebesar USD 16 miliar. Menurut Ali Akbar Salehi, jumlah itu belum mencerminkan kapasitas yang ada akan mengambil langkah tertentu untuk meningkatkan jumlah neraca perdagangan tersebut.[4]

Konsep Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Jack C.Plano dan Roy Olton dalam The International Relations Dictionary menyebutkan bahwa Politik Luar Negeri adalah strategi atau rangkaian tindakan yang terencana yang dibuat oleh para pembuat keputusan suatu negara vis a vis negara lain atau kesatuan internasional untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam rangka memenuhi kepentingan nasional.[1]

Sementara Cecil V.Grab Jr, menyebutkan bahwa “politik luar negeri merupakan sintesa dari tujuan (kepentingan nasionalnya) dan sarana (kemampuan) dari suatu negara, sehingga dalam politik luar negeri terdapat 2 elemen yaitu, tujuan-tujuan (nasional objektif) yang hendak dicapai serta sarana-sarana (means) untuk mencapainya.” Jadi politik luar negeri bertujuan mewujudkan tujuan, cita-cita nasional, serta memenuhi kebutuhan suatu negara. Dengan demikian, politik luar negeri merupakan langkah nyata demi mencapai, melindungi, dan mempertahankan kepentingan nasional negara tersebut.[2]

Politik Luar Negeri merupakan pilar yang menghubungkan kepentingan nasional suatu bangsa. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, pemerintah suatu negara harus mempertimbangkan politik luar negerinya terlabih dahulu.

India merupakan suatu negara yang terletak di kawasan Asia Selatan, India adalah negara yang memiliki penduduk lebih kurang 1,18 milyar orang dan termasuk dalam kategori negara yang memiliki penduduk terbesar nomor dua di dunia dan luas wilayah India merupakan yang terbesar di kawasan Asia Selatan.

Peran India yang sangat besar dalam penyeimbang di kawasan Asia Selatan yang merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik yang cukup tinggi baik konflik vertikal maupun horizontal serta yang melibatkan elemen-elemen di luar kawasan tersebut. Peran India yang cukup signifikan di kawasan Asia Selatan dapat dilihat dari kebijakan politik luar negeri negara tersebut guna mengakomodir ancaman, hambatan dan tantangan yang terjadi di kawasan Asia Selatan maupun dunia internasional baik yang bersumber dari kawasan itu sendiri atau dari luar kawasan Asia Selatan.

Politik luar negeri yang diterapkan di kawasan regional maupun internasional ini dapat menjadi penentu arah bagaimana kawasan Asia Selatan dan India pada khususnya akan bergerak guna mengakomodir hambatan, ancaman dan tantangan serta kepentingan-kepentingan nasional India dalam hubungannya dengan geopolitik dan politik internasional yang sedang berjalan. Politik luar negeri India merupakan politik luar negeri yang bertumpu pada aspek pencapaian kepentingan-kepentingan nasional India serta prinsip non-blok yang telah menjadi dasar atau pedoman bagi perumusan politik luar negeri India sejak masa perang dingin hingga saat ini, meskipun dalam pelaksanannya pada masa sekarang atau setelah perang dingin berakhir prinsip tersebut banyak mengalami perubahan namun tetap tidak menghilangkan dasar dari prinsip itu sendiri. Sehubungan dengan Iran, kebijakan utama politik luar negeri India terhadap Iran saat ini adalah untuk mencapai kepentingan nasionalnya yaitu dalam bidang ekonomi atas pemenuhan sumber daya energi.

Faktor Foreign direct investment

Adapun faktor-faktor pendorong FDI ke setiap negara, meliputi faktor internal (pull factor) maupun faktor eksternal (push factor). Faktor-faktor internal (pull factor) merupakan faktor yang berasal dari negara tujuan FDI yang membuat aliran investasi asing masuk ke negara tuan rumah investasi, antara lain yaitu:[1]

1)      Prospek pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan ekonomi yang cepat akan memberikan kesempatan lebih banyak dan lebih baik bagi industri yang akan mengeksploitasi keuntungan dan kepemilikan mereka. Oleh karena itu, akan menarik lebih banyak FDI.

2)      Tenaga kerja yang murah

Biaya tenaga kerja adalah suatu komponen yang utama dari fungsi biaya. Tentunya tingkat upah yang lebih tinggi akan menghalangi aliran FDI ke dalam suatu negara, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang labor intensive dalam aktivitas produksinya. Sedangkan tenaga kerja yang murah akan memberikan keuntungan lebih banyak bagi perusahaan yang melakukan investasi di negara tersebut.

3)      Ukuran pasar (Market Size)

Ukuran pasar dari negara tuan rumah (domestik) serta laju pertumbuhannya. Dimana investor akan lebih tertarik pada negara yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak dan wilayah produksi yang lebih luas.

4)      Fisik, keuangan dan teknologi infrastruktur

Dapat diperkirakan bahwa ketersediaan prasarana fisik dapat mempengaruhi keputusan memilih tempat investasi. Misalnya : semakin banyak jalan raya, kereta api dan lain-lain akan menyebabkan semakin besarnya FDI.

5)      Pengembangan dan kebijakan ekonomi

Hakikat kebijakan ekonomi adalah intervensi negara secara cermat dan tersedianya mekanisme sehingga mendorong pertumbuhan dan investasi yang cepat. Dalam artian diperlukan kapabilitas negara melakukan intervensi secara efektif melalui instrumen kebijakan untuk mendukung pembagunan ekonomi. Penanaman modal asing ataupun modal dalam negeri tidak dibiarkan lepas begitu saja tanpa adanya intervensi dari negara bersama dengan perusahaan dalam menentukan arah kebijakan dan pasar konsumen yang dituju.[2]

Setiap negara menerapkan berbagai alat untuk mencapai tujuan kebijakan mengenai FDI. Sistem insentif investasi merupakan sistem yang sering digunakan akhir-akhir ini sebagai typical tool untuk menarik FDI. Untuk itu, perangkat kebijakan yang tepat harus dipilih untuk memaksimalkan pengaruh positif dari FDI bagi perekonomian negara tersebut. Jika ketidaksesuaian terjadi antara tujuan dan perangkatnya, tidak hanya kebijakan tersebut menjadi tidak efisien, tetapi juga, kemungkinan pengaruh negatif terhadap struktur perekonomian bisa jadi lebih besar [3].

Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh suatu negara tujuan yang tidak memberatkan bagi negara asing yang berinvestasi, memungkinkan tingginya investasi asing yang masuk. Daya tarik lain yang menarik investor adalah kebijakan pemerintah untuk menurunkan tingkat suku bunga, pajak, tarif impor dan lain-lain.

Keputusan investasi di pasar negara berkembang juga dipengaruhi oleh risiko ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi pemerintah. Keberhasilan pelaksanaan reformasi ekonomi oleh pemerintah tuan rumah akan menunjukkan kinerja ekonomi makro yang stabil, yang berarti risiko investasi yang rendah sehingga investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya[4].

Dalam kondisi kompetisi ekonomi global saat ini, banyak negara mempromosikan keunggulan kompetitif maupun komparatifnya dengan berbagai insentif bagi masuknya FDI. Penggunaan insentif pajak merupakan strategi yang paling popular dalam usaha untuk mempromosikan FDI.

Aturan hukum, kebijakan ekonomi yang stabil, dukungan perundangan dan kelembagaan, dan perkembangan human capital dan demokrasi merupakan kunci sukses dari FDI[5].

6)      Adanya kestabilan politik

Munculnya kebijakan-kebijakan politk yang bertentangan tentu tidak menguntungkan dan bahkan dapat pula menimbulkan citra yang miring pada pemerintah akibat adanya kebijakan yang berdampak distorsi. Yang pasti, dengan adanya pertentangan kebijakan itu, Negara dapat dianggap terlalu riskan bagi penanaman modal, akibat tidak adanya kepastian dan keteraturan kebijakan politik. Padahal investor manapun menuntut adanya kepastian dan stabilitas politik demi keamanan dananya yang ditanamkan.[6]

Stabilitas politik maupun ekonomi adalah faktor penting dibalik pertumbuhan ekonomi dan arus masuk FDI. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik. Terjadinya konflik elit politik atau konflik masyarakat akan berpengaruh terhadap iklim investasi. Penanam modal asing akan datang dan mengembangkan usahanya jika negara yang bersangkutan terbangun proses stabilitas politik dan proses demokrasi yang konstitusional.

Investasi, termasuk FDI, adalah kegiatan berorientasi masa depan berdasarkan ekspektasi investor mengenai keuntungan masa mendatang. Jadi, pada dasarnya, keputusan FDI membutuhkan beberapa penilaian masa depan politik negara tuan rumah. Ada dua risiko utama yang berasal dari ketidakstabilan politik di negara tuan rumah bahwa investor dihadapinya. Pertama adalah bahwa ketidakstabilan domestik atau perang saudara atau konflik dengan negara tetangga akan mengurangi profitabilitas operasi di negara tuan rumah karena terjadi penurunan nilai penjualan domestik atau ekspor Negara tersebut, atau setidaknya produksi akan terganggu, atau fasilitas rusak atau hancur. Konsekuensi lain dari ketidakstabilan politik berasal dari fakta bahwa kemungkinan besar untuk mempengaruhi nilai mata uang negara tuan rumah, sehingga mengurangi nilai dari aset yang diinvestasikan di negara tuan rumah juga pada keuntungan masa depan yang dihasilkan oleh investasi[7].

7)      Sumber Daya Alam

Keberadaan sumber daya alam yang melimpah akan banyak menarik FDI dan memudahkan negara atau perusahaan investor untuk mendapatkan barang-barang mentah untuk diproduksi.

Faktor-faktor eksternal (push factor), faktor ini merupakan faktor yang berasal dari negara sumber FDI. Dalam menanamkan modalnya Negara sumber FDI yang dalam hal ini adalah Rusia sebagai (home country) akan mempelajari faktor-faktor keadaan negara tuan rumah (host country) ketika akan mengalirkan modalnya sebagai FDI (foreign direct investment), faktor-faktor ini antara lain adalah: (1) pertumbuhan ekonomi sumber investasi (2) serta tingkat suku bunga yang berlaku di Negara sumber investasi. [8]

Pengertian Foreign direct investment (skripsi dan tesis)

Menurut Krugman (1991) yang dimaksud dengan FDI adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri.[1] Sebagai negara berkembang, membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Sebuah negara tentunya masih belum mampu menyediakan dana pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (foreign direct invesment).

Sumber pembiayaan FDI ini oleh sebagian pengamat, merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling potensial dibandingkan dengan sumber yang lain. Panayotou (1998) menjelaskan bahwa FDI lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable.[2]

Masyarakat Ekonomi ASEAN (skripsi dan tesis)

Menurut Suroso dan Widyaiswara (2015) yang dikutip dari (www.bppk.kemenkeu.go.id) Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap mulai KTT ASEAN di Singapura pada tahun 1992. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas  perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara ASEAN. Konsekuensi atas kesepakatan MEA tersebut berupa aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Hal-hal tersebut tentunya dapat berakibat positif atau negative bagi perekonomian Indonesia, oleh karena itu dari sisi pemerintah juga dilakukan strategi dan langkah-langkah agar Indonesia siap dan dapat memanfaatkan momentum MEA.

Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan basis produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Dampak terciptanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.

Prinsip-prinsip Indonesia dalam Melakukan Kerjasama

Kerjasama antar dua negara atau lebih selalu memiliki dasar adanya kepentingan bersama dan adanya kesepakatan bersama untuk memperoleh keuntungan bersama. Namun kondisi dan situsasi dari tiap negara serta posisi relatifnya terhadap engara lain membuat sifat atau bentuk kerjasama akan berbeda satu dengan lainnya. Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh Samudera Hindia dan samudar Pasifik mendesak adanya kebutuhan adanya kerjasama baik dengan negara-negara tetangga yang berbatasan langsung maupun dengan negara-negara perikanan dunia lainnya yang memiliki armada perikanan jarak jauh (distant fishing fleet). Namun sebagaiman dikemukakan diatas, keperluan satu negara untuk memperoleh kesepakatan kerja sama yang saling menguntungkan sangat dipengaruhi oleh landasan ataupun kondisi dalam negeri yang memadai. Tanpa adanya fondasi yang kuat maka kerjasama internasional baik regional maupun global hanya akan merugikan kepentingan bangsa dan negara.

Bentuk kerjasama dilakukan Indonesia dalam forum regional dan global dituangkan dalam bentuk perjanjian sebagai salah satu dari kegiatan harmonisasi yang merupakan upaya untuk menyelaraskan suatu bentuk permasalahan dalam suatu bidang yang diperlukan kerjasama dengan negara lain dan diikuti dengan pengakuan atas solusi yang dicapai masing-masing negara. Perjanjian atau kerjasama luar negeri dapat dicapai melalui penyusunan suatu perangkat standar ataupun perangkat standar atau peraturan bersama dengan mengadakan kesepakatan tertentu bahwa dalam mengambil kesepakatan di bidang standar atau peraturan, setiap negara harus mengacu pada peraturan atau standar internasional.

Upaya ini jelas lebih mempermudah penyelesaian bagi ke dua belah pihak ataupun dengan pihak-pihak yang terkait. Proses penyusunan ini pun harus dilanjutkan dalam bentuk spesifik misalnya dengan proses MoU (Memorandum of Understanding) dimana MoU memuat tentang garis besar lingkup kegiatan yang menjadi point kerjasama. MoU ini menjadi payung dan menjadi acuan dalam melaksanakan MRA. Di lain sisi MoU tidak bisa berdiri sendiri, karena MoU tidak dapat terbentuk tanpa Agreement di antara kedua negara yang bekerjasama [1]

Upaya ini jelas lebih mempermudah penyelesaian bagi ke dua belah pihak ataupun dengan pihak-pihak yang terkait. Proses penyusunan ini pun harus didukung dengan proses MoU (memorandum of Understanding) dimana MoU memuat tentang garis besar lingkup kegiatan yang menjadi point kerjasama. MoU ini menjadi payung dan menjadi acuan dalam melaksanakan perjanjian atau kerjasama luar negeri. Di lain sisi MoU tidak bisa berdiri sendiri, karena MoU tidak dapat trbentuk tanpa Agreement di antara kedua negara yang bekerjasama[2].

Dengan kata lain bahwa penjenjangan yang harus dilakukan dari kegiatan harmonisasi standar maupun peraturan yang dituangkan dalam perjanjian atau kerjasama luar negeri adalah :

  1. Agreement

Agreement dilakukan antar pemerintah dengan pemerintah. Agreement bersifat umum/global antara 2 negara dimana dari perjanjian ini dapat dijadikan acuan yang dapat membuka peluang kepada anggotanya dalam melakukan kerjasama dan harmonisasi sesuai dengan bidang yang dijadikan wilayah kesepakatan.

Agreement ini ditanda tangani dan disahkan oleh kedua negara diwakili oleh Menteri Luar Negeri

  1. Memorandum of Understanding

Posisi MoU adalah di bawah dan dipayungi oleh Agreement. MoU pada umumnya merupakan kerjasama yang menghasilkan kesepakatan antar badan atau lembaga pemerintahan atau non pemerintah yang dibentuk dengan maksud dan kepentingan yang sama antar anggota. Ruang lingkup dan kerjasama ini lebih mengarah pada bidang atau substansi yang dikerjasamakan.

MoU ini disahkan dan ditandangani pimpinan puncak dari masing-masing negara anggota

  1. Mutual Recognition Arrangement

Perjanjian saling mengakui (MRA) merupakan perjanjian kesepakatan antara 2 badan, lembaga atau organisasi yang merupakan jabaran serta dipayungi oleh MoU. Pada tahap MRA ini sudah menjurus ke spesifik teknis, baik dari segi administrasi, pelaksanaan maupun substansi yang dikerjasamakan

Aspek-aspek Ketahanan Nasional (skripsi dan tesis)

 

Ketahanan nasional merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata) kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada saat tertentu.Tiap-tiap aspek relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek dinamis. Sehingga interaksinya akan menciptakan kondisi umum  yang sulit dipantau karena sangat kompleks. Konsepsi ketahanan nasional menyangkut hubungan antar aspek yang mendukung kehidupan, yakni :

  1. Aspek alamiah (statis) yang meliputi :
  2. Geografi
  3. Kependudukan
  4. Sumber daya alam
  5. Aspek sosial (dinamis) yang meliputi :
  6. Ideologi
  7. Politik
  8. Ekonomi
  9. Sosial budaya

Aspek alamiah biasa juga disebut dengan trigatra sedangkan aspek sosial sebagai pancagatra.Antara trigatra dan pancagatra tersebut terdapat ubungan timbal balik yang sangat erat, saling berkaitan, saling mengisi dan saling bergantungan satu dengan yang lainnya.Sehingga ketahanan nasional merupakan suatu pengertian keseluruhan secara utuh dan tidak boleh dipisah-pisahkan.

Antara Trigatra dan Pancagatra serta antar gatra itu sendiri terdapat hubungan timbal balik yang erat yang dinamakan korelasi dan interdependensi, dalam arti bahwa :

  1. Ketahanan Nasional pada hakikatnya bergantung kepada kemampuan bangsa dan negara di dalam mendayagunakan secara optimal gatra alamiah (trigatra) sebagai modal dasar untuk penciptaan kondisi dinamis yang merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan kehidupan nasional (pancagatra).
  2. Ketahanan nasional adalah suatu pengertian holistik, yaitu suatu tatanan yang utuh, menyeluruh dan terpadu, dimana terdapat saling hubungan antar gatra didalam keseluruhan kehidupan nasional (astagatra).
  3. Kelemahan di salah satu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan sebaliknya kekuatan dari salah satu atau beberapa gatra dapat didayagunakan untuk memperkuat gatra lainnya yang lemah, dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan.
  4. Ketahanan nasional indonesia bukan merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultan keterkaitan yang integratif dari kondisi-kondisi dinamik kehidupan bangsa di bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Selanjutnya hubungan antar gatra, dikemukakan seperti uraian berikut:

  1. Gatra geografi, karakter geografi sangat mempengaruhi jenis, kualitas dan persebaran kekayaan alam dan sebaliknya kekayaan alam dapat mempengaruhi karakter geografi.
  2. Antara gatra geografi dan gatra kependudukan; Bentuk-bentuk kehidupan dan penghidupan serta persebaran penduduk sangat erat kaitannya dengan karakter geografi dan sebaliknya karakter geografi mempengaruhi kehidupan dari pendudukanya.
  3. Antara gatra kependudukan dan gatra kekayaan alam; kehidupan dan penghidupan pendudukan dipengaruhi oleh jenis, kualitas, kuantitas dan persebaran kekayaan alam, demikian pula sebaliknya jenis, kualitas, kuantitas dan persebaran kekayaan alam dipengaruhi oleh faktor-faktor kependudukan khususnya kekayaan alam yang dapat diperbaharui.  Kekayaan alam mempunyai manfaat nyata jika telah diolah oleh penduduk yang memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
  4. Hubungan antar gatra dalam pancagatra; setiap gatra dalam pancagatra memberikan kontribusi tertentu pada gatra-gatra lain dan sebaliknya setiap gatra menerima kontribusi dari gatra-gatra lain secara terintegrasi.

Antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan, dalam arti ideologi sebagai falsafah bangsa dan landasan idiil negara merupakan nilai penentu bagi kehidupan nasional yang meliputi seluruh gatra dalam pancagatra dalam memelihara kelangsungan hidup bangsa dan pencapaian tujuan nasional.

Antara gatra politik dengan gatra ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan; Berarti kehidupan politik yang mantap dan dinamis menjalankan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk pengembnagan ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.  Kehidupan politik bangsa dipengaruhi oleh bermacam hal yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.  Ia dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan dan kesadaran politik, tingkat kemakmuran ekonomi, ketaatan beragama, keakraban sosial dan rasa keamanannya.

Antara gatra ekonomi dengan gatra ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan; Berarti kehidupan ekonomi yang tumbuh mantap dan merata, akan menyakinkan kebenaran ideologi yang dianut, mendinamisir kehidupan politik dan perkembangan sosial budaya serta mendukung pengembangan pertahanan dan keamanan.  Keadaan ekonomi yang stabil, maju dan merata menunjang stabilitas dan peningkatan ketahanan aspek lain.

Antara gatra sosial budaya dengan gatra ideologi, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan; Dalam arti kehidupan sosial budaya yang serasi, stabil, dinamis, berbudaya dan berkepribadian, akan menyakinkan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk kehidupan politik yang berbudaya, kehidupan ekonomi yang tetap mementingkan kebersamaan serta kehidupan pertahanan dan keamanan yang menghormati hak-hak individu.  Keadaan sosial yang terintegrasi secara serasi, stabil, dinamis, berbudaya dan berkepribadian hanya dapat berkembang di dalam suasana aman dan damai.  Kebesaran dan keseluruhan nilai sosial budaya bangsa mencerminkan tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional baik fisik materiil maupun mental spritual.  Keadaan sosial yang timpang dengan kontradiksi di berbagai bidang kehidupan memungkinkan timbulnya ketegangan sosial yang dapat berkembang menjadi gejolak sosial.

Antara gatra pertahanan dan keamanan dengan gatra ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya; Dalam arti kondisi kehidupan pertahanan dan keamanan yang stabil dan dinamis akan meyakinkan kebenaran ideologi, memberikan iklim yang kondusif untuk pengembangan kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.  Keadaan pertahanan dan keamanan yang stabil, dinamis, maju dan berkembnag di seluruh aspek kehidupan akan memperkokoh dan menunjang kehidupan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya.

Astagatra dalam pendekatan kesejahteraan dan keamanan dapat dilihat dari peranan tiap-tiap gatra untuk kesejahteraan dan keamanan tergantung pada sifat masing-masing gatra, yakni:

  1. Gatra alamiah mempunyai peranan sama besar baik untuk kesejahteraan maupun untuk keamanan.
  2. Gatra ideologi, politik dan sosial budaya mempunyai peranan sama besar untuk kesejahteraan dan keamanan.
  3. Gatra ekonomi relatif mempunyai peranan lebih besar untuk kesejahteraan dari pada peranan untuk keamanan.
  4. Gatra pertahanan dan keamanan relatif mempunyai peranan lebih besar untuk keamanan dari pada peranan untuk kesejahteraan.

Pengertian Ketahanan Nasional (skripsi dan tesis)

Lemhannas merumuskan bahwa Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasionalnya, di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas kelansungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional[1].

Ketahanan Nasional pada hakikatnya adalah kekuatan nasional dalam arti luas, dengan demikian unsur-unsur Ketahanan Nasional mencakup Asta Gatra, yaitu geografi, demografi, sumber kekuatan alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial, dan militer sama dengan analogi menurut Claine, yaitu massa kritik (penduduk wilayah), ekonomi, militer, konsepsi tentang strategi dan tekad nasional. Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan bagsa dalam mempertahankan eksistensi dalam melangsungkan hidupnya sesuai cita-cita dan citranya sendiri[2].

Menurut Wan Usman, konsep Ketahanan Nasional suatu bangsa dan negara dilatarbelakangi oleh faktor-faktor; Pertama, kekuatan apa yang ada pada bangsa dan negara sehingga ia mampu mempertahankan kelangsngan hidupnya meskipun menghadapi berbagai gangguan dan ancaman.  Kedua, kekuatan apa yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan negara, agar dapat menghadapi perubahan lingkungan strategisnya di waktu sekarang dan yang akan datang agar dapat berkembang[3].

Ketahanan Nasional sebagai kondisi sesuai dengan konsepsi, maka kondisi dimaksud mengandung pemahaman kemampuan untuk menyusun seluruh kekuatan yang dimiliki bangsa.Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman yang ditujukan terhadap bangsa dan negara.Oleh Sunardi ditambahkan bahwa unsur utama dalam Ketahanan Nasional adalah berupa keuletan dan ketangguhan bangsa yang merupakan sinergi dari seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih jauh Sunardi menyatakan bahwa Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasionalnya[4].

Sementara itu menurut Abdul Kadir Besar, Ketahanan Nasional didefinisikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa, berarti berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasionalnya melalui interaksi gatra alamiah dan gatra sosial yang secara hirarkis berturut-turut di bawah kendali gatra politik, gatra idiologi dan pengetrapan pendekatan jamak: kesejahteraan, keamanan, demokratik dan kultural dalam memajukan kesejahteraan bangsa dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang dari luar maupun datang dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara[5].

 

Teori Rational Choice Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Untuk menjelaskan proses bagaimana suatu kepentingan akan mempengaruhi kebijakan negara  maka digunakan teori rational choice atau argumen political survival yaitu suatu kebijakan pembangunan yang diterapkan suatu negara berkaitan erat dengan kepentingan suatu negara. Teori pilihan rasional pada dasarnya adalah tindakan untuk mengoptimalisasikan pilihan-pilhan yang ada dalam kondisi tertentu. Pembuatan keputusan rasional menyangkut: (a) kejelasan konsep tujuannya, (b) ketelitian perhitungan kemungkinan, dan (c) penerapan pengetahuan tentang cara dan sumberdaya yang tersedia dengan jitu.[1]

[1] Peter Abell,  1991 hal: 185-186

Teori Kepentingan Negara Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kepentingan negara  menggunakan teori yang dikemukan oleh  yang diutarakan oleh Jack C Plano dan Roy Olton,:

“The fundamental objective and ultimate determinant that guides the decision makers of state in making foreign policy. The national interest of state is typically a highly generalized conception of those element that constitute the state smart vital needs”.[1]

 

Kepentingan nasional merupakan konsep yang populer untuk mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, maupun menganjurkan perilaku inter-nasional. Dengan demikian kepentingan nasional merupakan kunci untuk memahami perilaku politik luar negeri suatu negara, di mana negara-negara selalu bertindak untuk tujuan kepentingan nasional. Morgenthau menagatakan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntut oleh pengejaran kepentingan nasional, kepentingan nasional itu adalah memperoleh, memepertahankan atau memperbesar kekuatan negara.[2]

[1] Jack C Plano and Roy Olton,  1969,

[2] Mohtar Masoed,  1989

Teori Kepentingan Organisasi Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Pengertian Organisasi sendiri adalah sekumpulan individu, kelompok, negara dengan kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan sama dan melakukan kerja sama untuk melaksanakan program kerja demi tercapainya kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan tadi. [1] Sedangkan kepentingan dalam suatu organisasi, menurut Karl W Deutsch adalah segala bentuk perhatian dan harapan untuk tercapainya suatu tujuan. Jika sesuatu gangguan pada proses mendapatkan hasil terjadi maka ketertarikan organisasi tersebut akan segera teralihkan untuk mengatasi gangguan tersebut. Anggota dalam organisasi akan mendapatkan hasil baik simbolis maupun secara nyata ataupun memudahkan anggota untuk mendapatkan hasil.

[1] Haryanto, 1982

Teori Peran Serta Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

pengertian peran serta sendiri adalah adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan kepada perempuan. Peran menekankan pada apa yang harus dilakukan perempuan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan harapan orang lain.[1] Peran serta perempuan dalam bidang politik didasarkan pada perempuan yang muncul dari tiga sumber utama: pertama, prinsip-prinsip umum demokrasi representatif yang diubah menjadi kerangka konstitusi demokrasi liberal; kedua, sistem pemerintahan partai; dan ketiga advokasi feminis. Sebagaimana Phillips mengatakan[2]:

“The people representing the group would then be able to refer back to this process of collective engagement. They would be speaking for their caucus, organization, or group, and they would be conveying the results of what might have been a very contested internal debate”.

 

Uraian tersebut menjelaskan “Dengan adanya orang-orang yang memiliki kelompok, maka orang tersebut kemudian akan dapat merujuk kembali ke proses keterlibatan kolektif. Mereka akan berbicara untuk organisasi mereka, atau kelompok, dan mereka akan menyampaikan hasil apa yang mungkin telah menjadi perdebatan internal yang sangat diperebutkan”

[1] Nunuk Murniati. 2004.

[2] Anne Phillips, 1995, T

Teori Feminisme Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Terdapat empat macam teori feminisme yang paling utama, yaitu (1) feminisme liberal. Dalam pandangan ini maka peran wanita diletakkan dalam partisipasi dalam ranah publik. Ini berarti bahwa perempuan, sama halnya seperti kaum laki-laki memiliki hak untuk ikut serta dalam ranah publik seperti ikut dalam pemilihan umum dan ikut dalam debat mengenai isu politik, sosial, dan moral daripada hanya sekedar berdiam diri di rumah untuk mengurus rumah dan keluarga. [1]

(2) feminisme marxis, hampir memiliki kesamaan dengan teori feminism liberal yaitu tuntutan akan hilangnya diskriminasi namun yang membuat keduanya berbeda adalah menurut penganut feminisme marxis, terciptanya persamaan hak tidak akan mewujudkan emansipasi wanita atau menghilangkan pertidaksamaan atas kaum wanita karena sistem kapitalisme secara terus menerus menciptakan bentuk subordinasi dan pertidaksamaan baru. (3) feminisme essensial merupakan kajian dimana dengan menyusun pengetahuan sosial dari sudut pandang pengalaman nyata wanita akan membuat peran wanita sebagai subjek dalam ilmu Hubungan Internasional yang awalnya hanya berawal dari bawah menjadi subjek sentral. [2]

(4) feminisme poststrukturalis memiliki perbedaan dibandingkan dengan tiga teori sebelumnya. Feminisme postukturalis dibangun dari pemahaman akan nilai-nilai lokal setempat yang mempengaruhi peran wanita. Judith Butler berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada ‘pengalaman wanita’ atau ‘perspektif wanita’ yang digunakan untuk menyusun pemahaman akan bidang sosial dan politik karena kehidupan perempuan pada dasarnya melekat pada budaya tertentu. Apa yang orang katakan sebagai maskulin dan feminin sebenarnya dibangun melalui bahasa, simbol, dan kisah yang disatukan dan dianyam menjadi ‘kain tenun’ kehidupan sehari-hari di masyarakat yang berbeda.

[1] Steans et al, 2003, ‘

[2] Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas, 2005.

Strategi Penerapan Diplomasi Publik (skripsi dan tesis)

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam penerapan strategi komunikasinya, yaitu[1]: Pertama,  Dalam pembentukan dan penerapannya, diplomasi publik selalu disesuaikan dengan keadaan setempat dan kasus –kasus tertentu. Terkadang apa yang dianggap wajar di suatu negara belum tentu wajar di negara lain. Misalnya: narkoba dan euthanasia dapat dijadikan bahan dalam diplomasi publik di Belanda, tetapi tidak dapat diterapkan di Turki atau Amerika Serikat.

Kedua, diplomasi publik dapat dijadikan jembatan untuk mengisi gap antara budaya-budaya radikal, tapi harus diperhatikan bahwa penerapannya hanya bisa berlaku ketika hubungan saling ketergantungan secara ekonomi ada atau antar masyarakat yang dalam beberapa tingkatan saling terkait, misalnya masyarakat Uni Eropa.

Ketiga, Diplomasi publik dapat berjalan pada sistem komunikasi dua arah. Pada sistem satu arah, diplomasi publik sulit dilakukan. Sebagai analogi, diplomasi publik mirip dengan teknik–teknik marketing. Diplomasi publik diawali dengan persepsi dan kepercayaan yang ada sebelumnya didiri `konsumen`. Untuk menjembatani informasi tersebut, langkah -langkah seperti penginformasian negara lewat brosur, majalah, film, DVD, dan CD bisa dilakukan. Teknik–teknik dasar diplomasi publik seperti ini terkadang sering diabaikan oleh Deplu. Bagi pelopor diplomasi publik seperti Amerika Serikat, UK, dan Kanada, disadari bahwa pengarusutamaan diplomasi publik ke dalam politik luar negeri memerlukan kesabaran dan dukungan dari level yang lebih tinggi.

Keempat, berusaha menyewa jasa konsultan untuk melakukan diplomasi publik. Tapi, hal tersebut tidak lantas dapat menggantikan kemampuan staf-staf diplomatik yang ada selama ini. Hasilnya akan berbeda.

 

Tujuan Diplomasi Publik Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Jay Wang melihat diplomasi publik sebagai konsep yang sifatnya multi dimensi dan mencakup tiga tujuan utama, yaitu: (1) mempromosikan tujuan dan kebijakan negara, (2)bentuk komunikasi nilai dan sikap, serta (3) sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman bersama dan mutual trust antara negara dan masyarakat. Mengacu pada tujuan tersebut, diplomasi publik menekankan pada pesan yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Sebagai bentuk partisipasi, perlu dibangun strategi komunikasi dalam diplomasi publik, yaitu strategi komunikasi pemerintah untuk mengatur kekuatan-kekuatan di dalam seperti misalnya menggunakan kelompok –kelompok non-negara (MNC, NGO) dan strategi komunikasi di luar dengan kelompok sasaran public manca.[1]

Selanjutnya Christopher Ross (2003), Koordinator Bidang Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, mengatakan bahwa ada tujuh pilar yang harus dipahami agar diplomasi public yang dilakukan bisa berhasil, dalam artian dapat meme nuhi tujuannya dalam menginformasikan, melibatkan, dan mempengaruhi publik manca (to inform, engage, and influence). Pertama, ada koordinasi kebijakan pada tataran nasional. Kegiatan diplomasi publik bentuknya beragam, dan semuanya ditujukan untuk mendukung kepentingan nasional dan memenuhi kewajiban-kewajiban internasional suatu negara. Untuk itu, harus dipastikan terlebih dulu bahwa publik internasional memahami betul kebijakan yang diambil. Harus dipastikan pula bahwa sumbernya berasal dari pemerintah, bukan yang lain. Diplomasi publik pada tataran nasional perlu dikoordinasikan pada tataran pemerintah mengingat beragamnya jenis pesan, bahasa, kelompok sasaran, format, dan media. Koordinasi penting dilakukan agar prioritas atas informasi dan pemahaman tema menjadi jelas; pesan yang akan disampaikan adalah konsisten; dan sumber – sumber yang digunakan adalah efektif.

Kedua, mesti ada cukup alasan dan rasionalitas yang mendukung suatu kebijakan. Ketiga, pesan yang akan disampaikan ke publik mancanegara harus konsisten, kredibel, dapat dipercaya, dan benar. Perlu dipahami bahwa publik yang menjadi sasaran diplomasi publik adalah beragam. Maka, hal yang dapat diandalkan adalah kredibilitas – what we mean and mean what we say. Keempat, menghindari munculnya kontradiksi antara konsistensi dan pembuatan pesannya. Konsistensi dipahami sebagai kemampuan untuk mendesain suatu pesan untuk suatu publik tertentu. Mengingat perkembangan ICT (Information Communication Technology), maka pesan itu juga harus didesain secara cepat. Kevakuman informasi akan memunculkan pesan yang datang dari sumber di luar pemerintah.

Kelima, karena kelompok sasaran diplomasi publik adalah luas dan beragam, maka perlu memanfaatkan semua saluran komunikasi yang ada seperti internet, broadcasting, publikasi cetak, press placements, travelling speaker, atau pertukaran pendidikan dan budaya. Keenam, memperluas aliansi dan kerjasama dengan sektor -sektor swasta dan aktor nonnegara lainnya. Ketujuh, perlunya dibangun fondasi kepercayaan dan pemahaman melal ui komitmen dan dialog.[2]

Perkembangan Diplomasi Publik (skripsi dan tesis)

Sebagai instrumen soft power, perkembangan diplomasi publik tergolong pesat. Pesatnya perkembangan ini dipicu oleh kenyataan bahwa upaya -upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam diplomasi jalur pertama dianggap telah gagal mengatasi konflik -konflik antarnegara. Kegagalan diplomasi jalur pertama telah mengembangkan pemikiran untuk meningkatkan diplomasi publik sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan konflik -konflik antarnegara.[1]

Hal ini terjadi karena diplomasi publik memiliki ciri sebagai kelompok bukan pemerintah, bentuk nya yang informal efektif dalam menurunkan tensi ketegangan, menghilangkan ketakutan, dan meningkatkan saling ketergantungan di antara para pihak.[2]

Meski diplomasi tradisional telah gagal, diplomasi publik tidak lantas menggantikan diplomasi jalur pertama itu, tetapi melengkapi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam diplomasi tradisional. Idealnya, diplomasi publik harus membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan antar pemerintah, memberi masukan melalui info rmasi-informasi penting, dan memberikan cara pandang yang berbeda terhadap suatu masalah. Untuk itu, diperlukan kerjasama aktor negara dan non-negara yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tawar pemerintah. Aktor non-negara ini misalnya dapat berinteraksi dengan rekanan mereka dalam mempengaruhi, memberikan masukan, dan menerapkan kebijakan luar negeri.

Penerapan diplomasi publik tidak terlepas dari pengkomunikasian kebijakan luar negeri terhadap publik manca. Ciri utama dalam diplomasi publik adalah melibatkan semua stakeholder dalam prosesnya. Stakeholder di sini tidak hanya Departemen Luar Negeri, tetapi juga lintas departemen dalam pemerintah, swasta, NGO, media, dan individu. Dengan porsi keterlibatan yang beragam dan besar tersebut, maka rancangan strategi komunikasi harus dikedepan kan. Strategi Komunikasi dalam Diplomasi Publik Diplomasi publik mensyaratkan kemampuan komunikasi karena terkait dengan perubahan sikap masyarakat, saling pengertian dalam melihat persoalan-persoalan politik luar negeri.

Di era informasi, pendapat masyarakat dapat secara efektif mempengaruhi tindakan pemerintah.  Karakteristik dunia seperti ini membutuhkan manajemen informasi untuk menyatukan masalah-masalah domestik dan luar negeri. Dengan begitu, diplomasi public termasuk mengoptimalkan aktivitas komunikasi, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan informasi demi kepentingan negara. Seperti yang dikatakan oleh Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, George Shultz, bahwa bahan baku diplomasi adalah informasi; bagaimana memperolehnya, menganalisis, dan mene mpatkannya dalam sistem.[3]

Pengertian Diplomasi Publik Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Diplomasi publik dimaknai sebagai proses komunikasi pemerintah terhadap public mancanegara yang bertujuan untuk memberikan pemahaman atas negara, sikap, institusi, budaya, kepentingan nasional, dan kebijakan -kebijakan yang diambil oleh negaranya. Jay Wang melihat diplomasi publik sebagai suatu usaha untuk mempertinggi mutu komunikasi antara negara dengan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, dan dalam pelaksanaannya tidak lagi dimonopoli oleh pemerintah.[1]

Sementara itu, Jan Mellisen mendefinisikan diplomasi public sebagai usaha untuk mempengaruhi orang atau organisasi lain di luar negaranya dengan cara positif sehingga mengubah cara pandang orang tersebut terhadap suatu negara. Berdasarkan semua definisi itu, dapat dikatakan bahwa diplomasi publik berfungsi untuk mempromosikan kepentingan nasional melalui pemahaman, menginformasikan, dan mempengaruhi publik di luar negeri. Karenanya, diplomasi publik merupakan salah satu instrumen soft power.[2]

Teori Adaptasi Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Bagi suatu negara, adaptasi dengan lingkungan internasional ini, melalui aktivitas-aktivitas dan sikap-sikap yang berdampak pada skala internasional pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan bagi kepentingan negara tersebut. Seirama dengan Rosenau, dalam mendefinisikan konsep Politik Luar Negeri, P. Lovell menjelaskan bahwa, Politik luar negeri adalah suatu mekanisme bagi suatu sistem politik untuk beradaptasi dengan lingkungan geopolitiknya dan untuk mengendalikan lingkungan itu demi mencapai tujuannya[1] Dalam menjelaskan konsep Politik Luar Negeri ini, Lovell menekankan juga adanya proses adaptasi dengan lingkungan yang dilakukan suatu negara sebagai suatu mekanisme sistem politik untuk mengendalikan lingkungan itu, yang juga pada akhirnya bertujuan untuk kepentingan negara yang bersangkutan.

 

Teori Kebijakan Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kebijakan merupakan hasil dari proses pembuatan keputusan yang merupakan hasil gabungan dari kegiatan penerimaan input, interpretasi input dan menterjemahkannya ke dalam output yang berupa keputusan[1]. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan definisi yang diberikan oleh Rossenau dimana Kebijakan Luar Negeri diartikan sebagai

“all the attitudes and activities through which organized nation societies seeks to cope with and benefit from international environment[2]

 

Berangkat dari konsep-konsep tersebut, untuk mengetahui penyebab suatu kebijakan luar negeri, penulis menggunakan variabel-variabel yang diberikan oleh James N. Rosenau dalam menganalisa suatu keputusan politik luar negeri. Dihasilkannya suatu kebijakan luar negeri sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang berasal dari dalam maupun luar negara tersebut yaitu : Pertama, Idiosinkretik, merupakan karakteristik pribadi para pembuat keputusan. Kedua, Peran, merupakan diskripsi kerja atau aturan perilaku yang diharapkan berdasarkan jabatan yang disandang para elit yang mempengaruhi, merumuskan dan mengimplementasikan politik luar negeri.

Ketiga, Birokratik, merupakan struktur dan proses yang ada dalam suatu pemerintah serta efeknya terhadap kebijakan-kebijakan luar negeri, atau dengan kata lain berkaitan dengan aspek-aspek dari struktur pemerintah yang membatasi atau mendukung pilihan kebijakan luar negeri yang dibuat pembuat keputusan. Keempat, Nasional merupakan atribut-atribut nasional yang mempengaruhi kebijakan luar negeri, seperti lingkungan (luas wilayah, lokasi geografis, iklim, dll.), keadaan ekonomi (GNP, pertumbuhan, hasil industri dan pertanian, dll.), sistem sosial, politik dan ekonomi, juga karakter nasional, budaya, ingatan sejarah. Variabel ini lebih diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan programatik dan taktik daripada pada masa krisis. Kelima, Sistemik, meliputi berbagai variabel eksternal dari negara yang diteliti, seperti sistem internasional, hukum internasional, aliansi dan organisasi

teori faktor yang mempengaruhi politik luar negeri (skripsi dan tesis)

Pernyataan Coplin dimana kebijakan politik luar negeri oleh pengambil kebijakan di suatu negara dipengaruhi oleh empat determinan yang meliputi konteks internasional, kondisi ekonomi dan militer, politik dalam negeri, serta perilaku pengambil kebijakan. Konteks internasional menurut Coplin ialah posisi khusus negara dalam hubungannya dengan negara lain sedangkan kondisi ekonomi dan militer serta politik domestik merupakan determinan yang secara langsung mempengaruhi perilaku pengambil keputusan dalam menetapkan politik luar negeri. Hubungan keempat determinan tersebut dalam penetapan politik luar negeri dapat dilihat pada bagan berikut. Berdasarkan bagan tersebut dapat dilihat bahwa determinan konteks internasional, politik dalam negeri, serta kondisi ekonomi dan militer berpengaruh terhadap perilaku pengambil keputusan dalam menentukan tindakan politik luar negeri negara yang dipimpinnya. [1]

Teori Kebijakan Publik Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kebijakan publik mempunyai definisi sebagai serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.[1] Sedangkan menurut Thomas Dye kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Memang banyak pendapat ahli tentang definisi kebijakan publik, seperti dua pendapat di atas yang menyatakan akor utama dalam pembuat kebijakan publik adalah pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah dalam masyarakat. Sedangkan Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai dan pratika-pratika sosial yang ada di masyarakat, hal ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan pratika di dalam masyarakat.[2] Yang menurut pendapat Charles O. Jones memiliki beberapa komponen antara lain :

  1. Goal atau tujuan yang dinginkan
  2. Plans atau proposal pengertian yang spesipik untuk mencapai tujuan
  3. Program yaitu upaya yang berwewenang untuk mencapai tujuan
  4. Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan
  5. Membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program
  6. Effect adalah akibat-akibat dari program baik di sengaja ataupun tidak.[3]

Dari yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh pemerintah dan dijalankan oleh pelaksanakan keputusan. Kebijakan yang diambil harus sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan yang ada dimasyarakat. Dilakukan demi tercapainya tujuan utama yaitu mengatasi masalah yang ada dalam masyarakat. Sehingga masyarakat akan mendapatkan pengaruh positif dan berdampak pada perbaikan taraf hidup masyarakat. Dari pembahasan sebelumnya, dapat dilihat dengan jelas bahwa faktor eksternal juga dapat mempengaruhi kebijakan publik apa lagi dalam era globalisasi. Telah disampaikan di atas bahwa kebijakan dalam negeri yang diambil bisa berdampak pada negara lain, oleh sebab itu banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pengambilan kebijakan.

 

Teori Kebijakan Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kebijakan merupakan sebuah kata yang sadar atau tidak sadar sudah mempengaruhi hidup kita pada umumnya. Kata kebijakan sering dipakai oleh pemerintah dalam mengeluarkan regulasi atau aturan terhadap hal-hal tertentu. Tergambar dalam benak bahwa kebijakan adalah aturan yang diambil serta dijalankan oleh aktor-aktor pengambil kebijakan. Kebijakan memiliki definisi tersendiri yang lebih spesifik, seperti yang dikemukakan oleh Carl Friedrich yang menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, ataupun pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu. Sedangkan menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor ataupun sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah ataupun suatu persoalan.[1]

Pendapat lain menyebutkan kebijakan adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintah atau organisasi yang dimaksud sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran.[2] Dari beberapa definisi kebijakan yang telah dipaparkan di atas, persamaan yang kita dapat adalah kebijakan diambil demi mencapai suatu tujuan atas suatu penyelesaiaan masalah, yang diambil oleh aktor-aktor negara maupun non negara. Apabila dalam suatu kebijakan diambil oleh aktor negara, maka banyak yang harus dipertimbangkan oleh suatu negara dalam mengambil kebijakan. Karena di era globalisasi ini kebijakan suatu negara dapat berdampak kepada negara lain baik hal ekonomi, sosial, maupun keamanan. Dalam era globalisasi negara tidak bisa mengambil kebijakan secara sepihak, harus melihat dampaknya pada negara-negara lain. Maka dari itulah berkembang kebijakan dalam negeri dan kebijakan luar negeri. Akan tetapi apapun kebijakan yang diambil oleh suatu negara pasti negara tersebut mempunyai tujuan yaitu melindungi kepentingan nasionalnya.

Teori Resolusi Konflik Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Resolusi Konflik menurut Burton yaitu penghentian konflik dengan cara-cara yang analitis dan masuk keakar permasalahan. Mengacu pada hasil yang dalam pandangan pihak-pihak yang terlibat merupakan solusi permanen terhadap suatu masalah.[1] Sedangkan definisi lain mengenai resolusi konflik adalah istilah komprehensif yang mengimplikasikan bahwa sumber konflik yang dalam berakar, akan diperhatikan dan diselesaikan . Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam suatu resolusi konflik untuk mengatasi konflik tersebut, antara lain transformasi konflik, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau fasilitasi, dan rekonsiliasi. Transformasi konflik adalah istilah yang bagi sejumlah analis  luar merupakan langkah penting di luar penyelesaian konflik, akan tetapi pandangan pakar lain transformasi konflik adalah pengembangan dari  resolusi  konflik. Kedua adalah negosiasi yaitu proses dimana pihak-pihak yang bertikai mencari cara untuk mengakhiri atau menyelesaikan konflik. Ketiga adalah mediasi yang melibatkan pihak ketiga, mediasi adalah proses sukarela dimana pihak-pihak yang bertikai mempertahankan kendali terhadap hasilnya (mediasi murni), meskipun dapat meliputi dorongan negatif atau positif (mediasi dengan cara otot atau kekuatan). Keempat adalah konsiliasi atau fasilitasi, sangat dekat maknanya dengan mediasi murni, merujuk pada usaha-usaha untuk menjadi penengah guna mendorong pihak-pihak yang bertikai untuk bergerak menuju negosiasi. Sedangkan yang kelima adalah rekonsiliasi yaitu proses jangka panjang untuk mengatasi permusuhan dan rasa saling tidak percaya diantara dua bangsa yang terpisah.[2]

 

 

Karakteristik Terorisme (skripsi dan tesis)

Aksi terorisme memang sangat banyak merugikan negara maupun masyarakat baik di bidang keamanan, politik, sosial maupun ekonomi. Maka dari itu beberapa ahli telah merumuskan karakteristik terorisme. James H Wolfe (1990) menyebutkan beberapa karakteristik terorisme antara lain :

  1. Terorisme dapat didasarkan pada motifasi yang bersifat politis maupun non politis.
  2. Sasaran yang menjadi objek terorisme bisa berupa sasaran sipil (super market, mall, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit maupun fasilitas umum lainnya) maupun sasaran non sipil (fasilitas militer dan kamp militer)
  3. Aksi terorisme dapat ditujukan untuk mengintimidasi atau mempengaruhi kebijakan pemerintah negara
  4. Aksi terorisme dilakukan dengan tidak menghormati hukum internasional atau etika internasional.[1]

[1] Ibid, hal. 35

 

Pengertian Terorisme Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kata terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan, serta kata “teror” juga bisa menimbulkan kengerian di dalam hati dan pikiran korbannya. Sedangkan pengertian terorisme menurut Evan dan Murphy adalah penggunaan kekerasan yang disengaja, atau ancaman penggunaan kekerasan oleh sekelompok pelaku yang diarahkan pada sasaran-sasaran yang dimiliki atau di bawah tanggung jawab pihak yang diserang. Hal ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan kepada pihak yang diserang, adanya ancaman atau tindakan yang lebih kejam lagi di masa mendatang.[1]

Menurut Departemen Pertahanan Amerika, terorisme adalah kekerasan bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional terhadap sasaran kelompok nonkombatan, biasanya dengan maksud untuk mempengaruhi audien. Pengertian yang hampir sama dikeluarkan oleh US Federan Bureau Of investigation (FBI) bahwa terorisme merupakan penggunaan kekerasan yang tidak sah atau kekerasan atas seseorang maupun harta, untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil maupun elemen-elemen lain untuk mencapai tujuan sosial ataupun politik.[2] Sedangkan definisi terorisme menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah metode inspiratif atas kegelisahan melalui tindakan kekerasan, penerapan semi kladestin yang dijalankan oleh perorangan, kelompok, ataupun aktor negara baik kriminal ataupun alasan politik. Terdapat perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai asasi yang menjadi target aksi kekerasan yang utama, korban dalam hal ini bersifat segera dan pemilihan target berdasarkan pemilihan acak, mencakup target pilihan atau target yang terseleksi atas simbol-simbol tertentu dari keseluruhan target populasi. Ancaman dan dasar-dasar kekerasan merupakan bagian dari komunikasi terorisme, mencakup intimidasi kekerasan ataupun propaganda.[3]

Terorisme bisa tercipta apabila terdapat suatu tindakan ketidakadilan. Pemberontakan tersebut dilakukan dengan cara melakukan tindakan-tindakan melawan hukum, baik itu kekerasan, pemerasan, pembunuhan, penculikan, maupun tindakan-tindakan yang dapat membuat rasa aman dan damai seseorang maupun masyarakat luas menjadi terganggu. Tindakan terorime juga ada yang diawali dari faham agama yang salah diartikan maupun diselewengkan artinya oleh pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi pihak lain agar mempunyai paham pemikiran yang sama. Dalam menjalankan aksinya kelompok ini selalu membawa nama agama dan untuk membela agama, walaupun aksinya dengan cara kekerasan seperti pembunuhan maupun penculikan. Hal ini biasanya dikarenakan oleh pengetahuan agama yang kurang, karena pada dasarnya semua agama selalu mengajarkan kedamaian dan membenci kekerasan.

Pengertian Terorisme Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kata terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan, serta kata “teror” juga bisa menimbulkan kengerian di dalam hati dan pikiran korbannya. Sedangkan pengertian terorisme menurut Evan dan Murphy adalah penggunaan kekerasan yang disengaja, atau ancaman penggunaan kekerasan oleh sekelompok pelaku yang diarahkan pada sasaran-sasaran yang dimiliki atau di bawah tanggung jawab pihak yang diserang. Hal ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan kepada pihak yang diserang, adanya ancaman atau tindakan yang lebih kejam lagi di masa mendatang.[1]

Menurut Departemen Pertahanan Amerika, terorisme adalah kekerasan bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional terhadap sasaran kelompok nonkombatan, biasanya dengan maksud untuk mempengaruhi audien. Pengertian yang hampir sama dikeluarkan oleh US Federan Bureau Of investigation (FBI) bahwa terorisme merupakan penggunaan kekerasan yang tidak sah atau kekerasan atas seseorang maupun harta, untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil maupun elemen-elemen lain untuk mencapai tujuan sosial ataupun politik.[2] Sedangkan definisi terorisme menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah metode inspiratif atas kegelisahan melalui tindakan kekerasan, penerapan semi kladestin yang dijalankan oleh perorangan, kelompok, ataupun aktor negara baik kriminal ataupun alasan politik. Terdapat perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai asasi yang menjadi target aksi kekerasan yang utama, korban dalam hal ini bersifat segera dan pemilihan target berdasarkan pemilihan acak, mencakup target pilihan atau target yang terseleksi atas simbol-simbol tertentu dari keseluruhan target populasi. Ancaman dan dasar-dasar kekerasan merupakan bagian dari komunikasi terorisme, mencakup intimidasi kekerasan ataupun propaganda.[3]

Terorisme bisa tercipta apabila terdapat suatu tindakan ketidakadilan. Pemberontakan tersebut dilakukan dengan cara melakukan tindakan-tindakan melawan hukum, baik itu kekerasan, pemerasan, pembunuhan, penculikan, maupun tindakan-tindakan yang dapat membuat rasa aman dan damai seseorang maupun masyarakat luas menjadi terganggu. Tindakan terorime juga ada yang diawali dari faham agama yang salah diartikan maupun diselewengkan artinya oleh pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi pihak lain agar mempunyai paham pemikiran yang sama. Dalam menjalankan aksinya kelompok ini selalu membawa nama agama dan untuk membela agama, walaupun aksinya dengan cara kekerasan seperti pembunuhan maupun penculikan. Hal ini biasanya dikarenakan oleh pengetahuan agama yang kurang, karena pada dasarnya semua agama selalu mengajarkan kedamaian dan membenci kekerasan.

Teori Diplomasi (skripsi dan tesis)

Menurut S.L Roy, diplomasi sangat berkaitan dengan penelahaan hubungan antar negara. Diplomasi adalah seni menedepankan kepentingan sesuatu (negara) melalui negoisasi yang dilakukan dengan cara-cara damai apabila dimungkinkan untuk dilaksanakan. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan diplomasi memberikan pilihan untuk menggunakan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan.

Menurut Sir Erns Satow dalam buku Pengertian dan Ruang Lingkup (Yusuf Badri, 1994) diplomasi adalah penerapan kemampuan ketrampilan serta intelegensi dalam pelaksanaan hubungan luar negeri di antara negara-negara[1].

Menurut George A Lopez dan Michael S, Sthol  adalah proses dimana setiap pemerintahan melaksanakan hubungan dengan negara lain.

Teknik diplomasi adalah suatu cara atau teknik yang digunakan seorang diplomat di dalam melakukan perundingan diplomasi. Cara itu biasa berupa tawar menawar, persuasif (bujukan) melakukan ancaman dan membuat komitmen. Tujuan diplomasi adalah memberikan mekanisme personalia politik luar negeri. Jadi suatu politik suatu negara ditujukan untuk memajukan dan melindungi kepentingan nasional.

Teori Politik Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Rosenau menyatakan bahwa politik luar negeri pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme untuk negara-bangsa beradaptasi terhadap perubahan-perubahan di lingkungannya. [1] Maka itu, pemerintah dalam upayanya untuk bertahan hidup dan mencapai tujuan nasionalnya harus menyeimbangkan tekanan internal dengan tuntutan eksternal dimana proses penyeimbangan ini mempunyai resiko dan bahkan kemungkinan disintegrasi.

Perubahan-perubahan di dalam politik luar negeri sering terjadi ketika perkembangan-perkembangan di lingkup internal makin meningkatkan tuntutannya berkenaan dengan kondisi di lingkungan eksternal, atau ketika perkembangan di lingkungan eksternal dianggap mempunyai potensi ancaman bagi keberadaan negara-bangsa tersebut.  Akhirnya kondisi tekanan dari kedua lingkungan tersebut diproses di dalam benak para pembuat keputusan yang bertindak untuk meminimalkan resiko dan memaksimalkan peluang-peluang didasarkan pada persepsi para pembuat keputusan mengenai kondisi lingkungan disekitar mereka.

Rosenau memunculkan empat kemungkinan pola adaptasi politik luar negeri dari suatu negara sebagai respon atas hambatan-hambatan adari lingkungan domestik dan internasional yang dihadapi oleh para pembuat keputusan. Keempat pola adaptasi politik luar negeri tersebut, yaitu: (1) preservative adaptation (responsive to both external and internal demands and changes) yaitu upaya mempertahankan kebijakan dari adanya permintaan dan tuntutan perubahan dari dalam maupun luar negeri. (2) acquiescent adaptation (responsive to external demands and changes) yaitu kebijakan yang menyepakati atau merespon adanya permintaan dan tuntutan perubahan dari dalam maupun luar negeri (3) intransigent adaptation (responsive to internal demands and changes) yaitu kebijakan untuk bertahan dari adanya permintaan dan tuntutan perubahan dari dalam maupun luar negeri (4) promotive adaptation (unresponsive to both external and internal demands and changes) yaitu kebijakan yang didasarkan pada upaya untuk tidak merespon dari adanya permintaan dan tuntutan perubahan dari dalam maupun luar negeri. Masing-masing pola adaptasi politik luar negeri ini mempunyai implikasi yang berbeda-beda bagi perubahan dan kesinambungan politik luar negeri.[2]

Sumber Perubahan Kebijakan Luar Negeri (skripsi dan tesis)

Menurut Hermaan terdapat beberapa sumber utama dalam perubahan kebijakan luar negeri ada 4 yaitu [1]:

  1. a)Leader driven

Merubah hasil usaha yang ditentukan oleh pembuat keputusan yang berwenang, seringkali kepala pemerintahan, yang mengemukakan pandangan dasarnya dalam kebijakan luar negeri. Pemimpin harus memiliki pendirian, kekuatan, dan energi untuk dapat mendorong pemerintahannya berubah arah.

  1. b)Bureaucratic advocacy

Sebagai agen perubahan, dapat menjadi sebuah kontradiksi pada apa yang telah digambarkan sebagai perlawanan terhadap organisasi birokratis. Bukanlah keseluruhan pemerintahan yang meraih kebutuhan akan perubahan namun sebuah grup dalam pemerintahan yang menjadi penyokong arah. Grup ini ditempatkan pada satu agensi atau tersebar diantara organisasi-organisasi yang berbeda, namun tetap dalam interaksi reguler. Agar efektif, mereka harus ditempatkan dengan baik dan memiliki akses ke official utama.

  1. c)Domestic restructuring

Mengarah pada komunitas politik terkait yang mendukung pada sebuah rezim untuk memerintah , dan kemungkinan komunitas ini berpotensi juga sebagai agen perubahan.

  1. d)External shocks

Merupakan sumber perubahan kebijakan luar negeri yang dihasilkan dari suatu peristiwa internasional. Rupanya kebanyakan perubahan ini berangkat dari persepsi pemimpin atau lingkungan eksternal. External shocks merupakan peristiwa besar dan berdampak langsung terhadap si penerima. Mereka tidak bisa diabaikan dan dapat memicu perubahan kebijakan luar negeri.

Sumber-sumber di atas saling memengaruhi satu sama lain. Asumsi dasar yang kita dapat adalah pemerintah merubah kebijakannya melalui proses keputusan. Dari poin ini kita menyadari berbagai tingkat perubahan yang perlu dijelaskan dan kita mengusulkan berbagai agen perubahan. Di lain kata, agen harus bertindak dalam proses keputusan pemerintah. Proses itu sendiri dapat menghalangi atau memudahkan perubahan

Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Dalam Bidang Militer (skripsi dan tesis)

Menurut Holsti (1982) perubahan pada politik luar negeri dapat disebabkan oleh masalah-masalah seperti, tingkat keterlibatan faktor eksternal, kebijakan dalam menghadapi faktor luar itu, arah dari keterlibatan faktor luar, dan komitmen militer dan diplomasi dalam urusan luar negeri. Hal ini membedakan pandang Holsti dengan Hermann dalam melihat perubahan politik luar negeri suatu negara. Jika Hermann memulai dengan melihat faktor domestik suatu negara kemudian baru keluar, maka Holsti lebih mengkaji faktor-faktor eksternal secara langsung.

Dari perpektif masalah eksternal ini, Holsti juga memberikan empat tipologi dari perubahan politik luar negeri suatu negara. Pertama, isolasi, ketika faktor-faktor eksternal tidak dapat sama sekali mempengaruhi kebijakan luar negeri yang dibuat. Di satu sisi hal ini dapat mengurangi kepentingan politik luar negeri suatu negara serta menghindari peran militer dan diplomasi. Kedua, self-reliance, ditandai dengan lebih maju dari tipe isolasi, dengan adanya relasi dengan faktor eksternal. Akan tetapi, peranan militer dan diplomasi masih sedikit. Ketiga, ketergantungan, yaitu suatu entitas negara yang mulai sangat tergantung pada faktor-faktor “luar negeri” sehingga berbagai hubungan dan urusan luar negeri menjadi faktor yang cukup dominan dalam kehidupan politik suatu negara. Non-alignment diversification menjadi tipe terakhir yang menunjukkan besarnya pengaruh dari faktor luar yang secara langsung mengarahkan interaksi yang ada

Untuk menganalisis karakteristik faktor dari suatu kebijakan luar negeri dalam bidang militer adalah: (1) kompetisi negara-negara untuk mendapatkan power tidak terhindarkan dan hal tersebut membawa pada kondisi insecurity, (2) pencarian terhadap keamanan berbasis pada self help, (3) kecenderungan untuk bersandar pada penggunaan kekerasan dan ancaman yang menguatkan insecurity, (4) aplikasi yang terbatas terhadap konsep moralitas karena perilaku negara lain yang tidak dapat diprediksi, (5) eksistensi dari dilemma keamanan dimana apabila suatu negara berusaha meningkatkan sekuritasnya, hal tersebut berjalan beriringan dengan perasaan insekuritas negara lain (6) perubahan dari dalam negara tersebut. Dengan demikian kerjasama militer menjadi penting untuk mencegah adanya hegemoni regional maupun global, menciptakan keamanan dan stabilitas dalam sistem, dan memperkecil kemungkinan terjadinya perang dengan berkoalisi meng-counter potensi agresi.

Teori Arm Races (skripsi dan tesis)

 

Perkembangan persenjataan masih terus berlangsung dan negara-negara di dunia belum saling percaya sepenuhnya serta masih menganggap negara lain sebagai ancaman. Sebelum hal ini berubah, kemunculan arms race kembali masih mungkin terjadi. Senjata-senjata baru yang dikembangkan pun memiliki kemungkinan untuk memicu arms race lagi. Definisi arm race menurut beberapa ahli disebutkan antara lain: David W. Ziegler, berpendapat bahwa:

When states arm in direct competition with each other and when the amounts they spend begin to place a burden on their societies, we refer to these competitive armings as arms races. ….., we might confine our use of the label “arms race” to those occasions when two or more countries see themselves as rivals and increase or improve their armaments at a rapid rate, making these increases or improvements with attention to the armaments possessed by their rivals (Ziegler, 1997:235-237).

 

Sedangkan Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan berpendapat bahwa arms race:

A competitive struggle between two or more states seeking to improve their security relative to each other by building up their military strength

 

Sementara Joshua S. Goldstein berpendapat bahwa:

An arms race is a reciprocal process in which two (or more) states build up military capabilities in response to each other

 

Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita lihat beberapa elemen penting yang sama, yaitu ada elemen persaingan dimana hal ini merupakan suatu tindakan saling berbalas serta antara satu sama lain menganggap sebagai rival, dan elemen peningkatan kapabilitas militer dalam hal ini khususnya dalam persenjataan. Mengenai poin bahwa arms race merupakan situasi dimana perkembangan persenjataan dilakukan pada taraf yang cepat (rapid rate), tidak semua ahli setuju dengan pendapat yang demikian. Bagi kelompok ini istilah race tidak memerlukan gerakan yang cepat. Tujuan dari race adalah kemenangan atas lawan, dan kecepatan dalam setiap race adalah irelevan. Aspek yang menentukan adalah kompetisi, interaksi antara aktor-aktor yang bermusuhan. Tapi seperti yang telah saya katakan sebelumnya, definisi para ahli ini belum mencakup kesamaan parameter arms race yang pasti dan jelas. Jadi seolah-oleh suatu kondisi dapat dikatakan sebagai arms race hanya berdasarkan intuisi dan atau kesepakatan bersama saja, tidak berdasarkan parameter yang jelas dan pasti.

Teori Power Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Power merupakan sebuah konsep yang seringkali digunakan dalam ranah politik dan juga dalam lingkup hubungan internasional. Namun, sampai sekarang definisi mengenai konsep power itu sendiri masih menjadi sebuah perdebatan. Salah satu masalah yang diperdebatkan adalah apakah power dipandang sebagai sebuah atribut perseorangan, kelompok, atau negara bangsa, atau apakah power dianggap sebagai hubungan antara dua aktor politik yang memeiliki keinginan berbeda?

Secara harfiah, power berarti kekuatan atau kekuasaan. Menurut Nicholas J. Spykman, power didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan manusia agar mengikuti kebiasaan yang diinginkan pemilik power melalui cara persuasi dan paksaan. Dari pengertian ini, power dapat dilakukan dengan menggunakan cara kekerasan seperti paksaan dan dengan cara coorperative seperti persuasi. Sedangkan Hans J. Morgenthau, salah satu tokoh pemikir realis, lebih suka mendefinisikan power sebagai suatu hubungan antara dua aktor politik, dimana aktor A memiliki kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan pemikiran serta tindakan aktor B.

Power terdiri dari segala sesuatu yang dimiliki manusia untuk menentukan dan memelihara kontrol atau kekuasaan atas orang lain dan dia (power) meliputi seluruh hubungan sosial, mulai dari kekerasan psikologis yang tidak kentara melalui mana seseorang bisa mengontrol orang lain. (Morgenthau, 1973: 9)

Teori Sistem Politik Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Menurut John Lovell, suatu sistem politik memiliki unsur-unsur[1] :

  1. Serangkaian bagian-bagian yang secara bersama-sama mampu melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.

Unit-unit yang ada dalam suatu sistem politik  sesungguhnya memiliki satu tujuan utama yang sama. Keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh tiap-tiap unit dalam suatu sistem politik, yang menyangkut lingkungan eksternal, sarana dan sumberdaya yang digunakan untuk mengejar tujuan itu, serta respon terhadap lingkungan eksternal merupakan keputusan-keputusan politik luar negeri.

  1. Hubungan antar-bagian bersifat fungsional

Setiap bagian dalam suatu sistem memiliki fungsinya masing-masing yang secara keseluruhan mempengaruhi kinerja sistem tersebut. Apabila satu bagian tidak berfungsi, maka sistem tersebut akan terhambat kinerjanya.

  1. Sistem dengan lingkungannya saling berinteraksi.

Sebagai sistem yang terbuka, sistem politik berhubungan terus menerus dengan lingkungannya melalui penerimaan input dalam bentuk tuntutan dan dukungan dari lingkungan dan melalui output yang berupa upaya sistem untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan atau untuk mengendalikannya. Hubungan antara sistem dan lingkungannya ini bersifat timbal balik yang dinamik[2].

Teori Penentuan Minat Investasi Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Dalam teori investasi yang dikemukakan oleh Alan M. Rugman yaitu “The factors which determine the foreign investment  are the environment variable and the internalization variable”.  Teori ini menyebutkan bahwa penanaman modal asing (PMA) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu variabel lingkungan dan variabel internalisasi.[1]

Faktor internal yang terbagi menjadi variabel yang meliputi pemerintah dan non pemerintah. Faktor pemerintahan dapat kita lihat dari berbagai kebijakan pemerintah yang dikelurkan untuk menangani sumber daya ilmu pengetahuan, sumber daya modal yang dapat dikerahkan serta pengerahan prasarana yang memadai Variabel non pemerintah dapat berupa variabel ekonomi dan non ekonomi yang saling terkait dan membentuk sistem. Ruang gerak , pilihan arah dan kecepatn pembangunan bangsa sedang berkembang sering kali ditentukan oleh ketersediaan akan hadirnya faktor-faktor seperti dana, investasi  dan ahli pengetahuan hingga sifat-sifat lintas benua dari modal, asset dan keahlian yang berpangkal geografik mejadi hal yang sangat berkembang.[2]

Teori Kepentingan Pemberi Bantuan Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Menurut Charles R. Frank dan Mairy Bird terdapat empat kepentingan utama pemberian bantuan oleh suatu negara adalah : Pertama, untuk kepentingan keamanan nasional negara donor. Ke dua, karena pertimbangan kemanusiaan. Ke tiga, untuk kegiatan ekonomi dan ke empat untuk kepentingan diplomatik dan prestise[1]. Kepentingan dalam bantuan terikat menjadi syarat-syarat yang harus dterima oleh negara penerima bantuan[2]

Teori Gerakan Pemberontakan Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Gerakan pemberontakan adalah sebuah sistem yang memerlukan input tertentu (dapat diperolah dari sumber internal maupun eksternal) untuk dirubah menjadi output tertentu atau aktivitas tertentu. Secara umum gerakan pemberontakan memerlukan input berupa rekruitmen anggota, tempat perlindungan, informasi, dan makanan yang diperoleh dari lingkungan internal, juga memerlukan publisitas, materi, dan pendanaan yang biasanya diperoleh dari lingkungan luar pergerakan.

Sebagaimana prinsip organisasi pada umumnya, sebagai strategi internal gerakan pemberontakan cenderung mengorganisasi personel, keuangan, logistik, inteligen, dan komunikasi untuk dirubah menjadi aktivitas tertentu untuk mendapatkan tujuan yang diinginkannya seperti pengakuan keberadaannya. Output dari gerakan pemberontakan dapat berupa aktivitas sabotase, tindak kekerasan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu, demonstrasi, serangan skala kecil dan besar, atau bahkan pengerahan kekuatan militer besar-besaran.[1]

 

Teori Faktor Penyebaran Gerakan Sosial Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Gerakan sosial mampu mendapatkan dukungan dan mengorganisir dirinya secara luas karena penyebaran didiologinya bersifat transnasional setidaknya melalui tiga aspek. Pertama replika keadaan struktural, jika suatu keadaan struktural dapat bermigrasi secara internasional maka elemen-elemen sosial yang mengiringinya juga ikut bermigrasi. Kedua transmisi model kultural, penggunaan taktik atau simbol perlawanan gerakan sosial memiliki ide yang amat berpengaruh dan tersebar dengan mudah. Ketiga perpindahan orang-orang yang melewati batas, ketika orang bermigrasi maka mereka juga membawa pengalaman khusus mereka mengenai konflik.[1]

Teori Kelompok Masyarakat Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Kelompok masyarakat tersusun dari proses-proses dinamis (tindakan-tindakan) massa yang tidak menutup diri akan adanya kemungkinan masuknya partisipasi untuk menggalang kekuatan. Oleh karena itu suatu kelompok mewakili suatu patokan proses yang bergerak secara dinamis. Kelompok muncul ketika terjadi interaksi yang relative sering dan terpolakan untuk menghasilkan aktivitas langsung. Kelompok didasari oleh adanya kepentingan yang dapat didefinisikan menjadi perilaku yang dihadapi menyangkut suatu tuntutan atatu tuntutan-tuntutan yang dibuat satu kelompok masyarakat. Jadi kelompok merupakan suatu aktivitas massa yang diarahkan oleh kepentingan dan sistem sosial menjadi arena interaksi antar kelompok dengan kelompok lainnya[1]. Sehingga aktivitas yang muncul merupakan upaya kelompk tersebut mengartikulasikan kepentingan yang mendasari kelompok tersebut.

Sedangkan faktor-faktor mempengaruhi efektivitas kelompok kepentingan adalah dukungan, tenaga dan sumber daya yang dimiliki seperti kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan politik, jenis kelompok, kesatuan organisasi dan prestisenya di mata masyarakat atau para pembuat keputusan. Efektivitas kelompok berkepentingan juga ditentukan struktur-struktur pemerintahan. Hal tersebut mempengaruhi dalam tingkatan otonomi dan kebebasan kelompok berkepentingan. Tidak adanya cara untuk menyatakan kepentingannya bisa berakibat munculnya ledakan kekerasan di kalangan masyarakat[2].

Teori Permainan Dalam Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Teori permainan menjelaskan bahwa individu atau lembaga (pemain) merumuskan sasaran dengan rasional serta mempergunakan sumberdaya yang ada untuk melawan kekuatan yang menjadi lawannya dalam suatu konflik. Keberhasilan pencapaian tujuan satu pihak adalah kekalahan bagi yang lain, oleh karena itu masing-masing pemain akan berusaha mencegah lawannya mencapai keberhasilan dan mencapai tujuannya sendiri. Segala upaya masing-masing pihak merupakan ancaman bagi yang lainnya. Hasil akhir dari suatu strategi yang dijalankan dalam suatu konflik sama dengan hasil dalam suatu permainan yaitu menang, kalah, dan seri.

Teori Strategi Dalam Hubungan Internasional (skirpsi dan tesis)

Kata strategi adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, stratēgos. Adapun stratēgos dapat diterjemahkan sebagai ‘komandan militer’ pada jaman demokrasi Athena. Konsep strategi ini secara historis memang berasal dari militer namun saat ini sudah diaplikasikan dalam dunia politik dan lainnya. Strategi adalah sebuah rencana yang komprehensif yang mengintegrasikan segala resources dan capabilities yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integrative yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat guna memenangkan kompetisi.[1]

Thomas Schelling mengembangkan study dengan judul The Strategy of Conflict yang mengungkapkan berbagai unsur strategi yang umum ditemui dalam berbagai aspek kehidupan dalam situasi kompetitif. Unsur-unsur umum ini adalah prinsip-prinsip dalam bargainingi(tawar menawar), threats (ancaman), mutual distrusts (kepercayaan dalam kerjasama) , dan keseimbangan antara kerjasama dan konflik. Dalam perkembangan selanjutnya, strategi merupakan management instrument yang ampuh dan tidak dapat dihindari, tidak hanya untuk survival dan memenangkan persaingan tapi juga untuk tumbuh dan berkembang.[2]

Teori Konflik Hubungan Internasional (skripsi dan tesis)

Konflik yang paling mudah menyebar dan sangat penting sekaligus paling berbahaya adalah konflik antara orang-orang yang memiliki entitas budaya berbeda. Pertikaian antar suku dan konflik-konflik akan mengundang negara-negara ataupun kelompok-kelompok lain yang memiliki kesamaan identitas yang sama. Asumsi-asumsi filosofis yang terkandung didalam entitas budaya menggarisbawahi adanya nilai-nilai, hubungan-hubungan sosial, kebiasaan-kebiasaan dan berbagai pandangan hidup yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi dan politik

teori kerjasama pertahanan hubungan internasional (skripsi dan tesis)

ntuk mengembangkan kekuatan suatu negara maka hal logis adalah melakukan kerjasama pertahanan. Dalam kerangka kerjasama memiliki dua bentuk yang berbeda yaitu collective defense dan collective security.  Perbedaan dari keduanya adalah pada collective security karena tidak memasukkan isi perjanjian dimana satu negara akan mengerahkan kekuatan apabila negara anggota lainnya mengalami serangan atau ancaman sedangkan pada collective defense dilakukan pengerahan kekuatan.

Dasar dari ke dua bentuk kerjasama pertahanan ini  didasari oleh mutualisme dan ekuivalensi. Mutualisme berarti kerjasama harusnya bersifat saling menguntungkan sementara ekuivalensi bersifat saling timbal balik serta seimbang. Dianggap menguntungkan dan seimbang apabila kepentingan yang dibawa ketika membentuk perjanjian kerjasama jadi lebih mudah tercapai. Bagaimana mutualisme dan ekuivalensi dalam suatu kerjasama dapat dilihat dari instrumen yang dijalankan .