Ditinjau dari ilmu psikologi, terdapat tiga teori utama yang menjelaskan tentang penyebab kecemasan yaitu
1) Teori psikoanalitik
Freud mendefinisikan kecemasan sebagai tanda adanya kemarahan dalam bawah sadar. Kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis antara keinginan seksual bawah sadar atau keinginan yang agresif dengan ancaman sesuai dari superego atau kenyataan eksternal. Ego akan mengerahkan mekanisme pertahanan sebagai respon dari tanda kecemasan tersebut untuk mencegah munculnya pemikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima dalam pikiran sadar.
2) Teori perilaku
Teori ini menyatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon terkondisi terhadap stimulus lingkungan yang spesifik. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan suatu respon kecemasan dengan cara meniru kecemasan dari lingkungannya seperti pada orang tua yang cemas. 3) Teori eksistensi Teori ini memberikan model kecemasan menyeluruh, dimana tidak ada stimulus spesifik yang dapat ditemukan pada perasaan cemas yang kronis. Konsep utama dari teori eksistensi yaitu seseorang mengalami perasaan hidup dalam dunia tanpa tujuan. Kecemasan adalah respon terhadap kekosongan eksistensi dan makna yang dirasakan. Selain ketiga teori dari ilmu psikologi di atas, terdapat beberapa teori mengenai penyebab kecemasan dari ilmu biologi yaitu
1) Sistem saraf otonom Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala pada beberapa sistem tubuh seperti kardiovaskular, muskuloskeletal, gastrointestinal, dan respirasi. Sistem saraf otonom pada beberapa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, menunjukkan peningkatan tonus simpatis, adaptasi yang lambat terhadap stimulus berulang, dan respon berlebihan terhadap stimulus sedang.
2) Neurotransmiter Terdapat tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan keemasan yaitu norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Teori umum mengenai norepinefrin dalam gangguan kecemasan yaitu bahwa pasien mungkin mempunyai system regulasi noradrenergik yang buruk dengan ledakan aktivitas berkala. Penelitian mengenai hubungan serotonin dengan kecemasan memberikan hasil yang berbeda-beda, belum ada pola jelas yang dapat disimpulkan. Peranan GABA terhadap kecemasan didukung oleh efikasi benzodiazepin meningkatkan aktivitas GABA tipe A pada pengobatan beberapa tipe gangguan kecemasan.
3) Studi pencitraan otak Berbagai pencitraan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan kecemasan menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan ganggguan kecemasan mempunyai kondisi patologis dari fungsi serebral yang terlihat pada pencitraan otak dan kondisi tersebut mungkin berhubungan kausatif dengan gejala gangguan kecemasan pasien.
4) Genetika Penelitian genetika menunjukkan bukti solid bahwa setidaknya beberapa komponen genetik berkontribusi terhadap perkembangan gangguan kecemasan. Faktor keturunan telah diidentifikasi sebagai faktor predisposisi dalam perkembangan gangguan kecemasan. Hampir setengah pasien dengan gangguan panik mempunyai setidaknya satu kerabat yang terpengaruh.
5) Pertimbangan neuroanatomi Berdasarkan berbagai data dari penelitian pencitraan otak, lokus seruleus dan nukleus raphe menjadi fokus banyak hipotesis mengenai susbstrat neuroanatoni dari gangguan kecemasan. Area ini berproyeksi secara primer ke sistem limbik dan korteks serebr