Perkembangan Kasus Perdagangan Manusia Di Indonesia (skripsi dan tesis)

Perdagangan manusia merupakan satu kejahatan yang sulit diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat internasional sebagai bentuk perbudakan masa kini yang melanggar hak asasi manusia. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatan yang tindakannya dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan manusia dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan cara kerja yang terkordinasi dan terselubung.

Menilik dari jumlah kasus yang terus mengalami peningkatan jumlah. Berdasarkan  data dari Kepolisian menunjukkan bahwa terdapat 427 orang pada 2013 menjadi 1.451 pada 2017. Perkembangan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa proporsi kasus perdagangan manusia 81.69% merupakan korban perempuan baik anak-anak maupun dewasa. Sedangkan sisanya 18,31% adalah laki-laki. Banyaknya korban di Indonesia bisa di lihat dari beberapa kasus perdagangan manusia yang terjadi di beberapa daerah seperti pada tahun 2013 kasus yang terjadi di Kalimantan Barat, Pontianak terdapat 7 korban perdagangan manusia yang merupakan korban putus sekolah. Para korban di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial yang mana pemesan meminta pekerja melalui calo. [1]

Berdasarkan rilis tahunan ‘Trafficking in Persons Report (TIP) 2018, US State Department’ maka Indonesia masuk dalam kategori Tier 2. Posisi ini mengalami stagnasi sejak 2010.  Oleh karenanya Indonesia mendapatkan ‘Tier 2 Watch List’, dimana daftar ini digunakan untuk memperingatkan negara yang telah berada di Tier 2 selama bertahun-tahun, namun tidak melakukan upaya yang cukup maksimal dalam rangka penghapusan perdagangan manusia.[2]