Dalam kurun waktu, konsep keadilan terus mengalami perdebatan karena adanya perbedaan cara pandang terhadap sesuatu dalam hal ini konsep keadilan. Perdebatan terus bergulir dikarenakan ukuran mengenai keadilan itu sendiri ditafsirkan berb-beda. Demikain pula dimensi menyangkut keadilan itu sendiri, misalnya ekonomi maupun hukum. [1] Socrates dalam dialognya dengan Thrasymachus berpendapat bahwa dengan mengukur apa yang baik dan apa yang buruk, indah dan jelek, berhak dan tidak berhak jangan diserahkan semata-mata kepada orang perseorangan atau kepada mereka yang memiliki kekuatan atau penguasa yang zalim. Hendaknya dicari ukuran-ukuran yang objektif untuk menilainya. Soal keadilan bukanlah hanya berguna bagi mereka yang kuat melainkan keadilan itu hendaknya berlaku juga bagi seluruh masyarakat. [2]
Keadilan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan hukum itu sendiri, di samping kepastian hukum dan kemanfaatan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan hukum yang terjadi di negara Indonesia yang kemudian dituangkan dalam beberapa putusan hakim. Hal ini dikemukakan dalam ilmu filsafat hukum bahwa keadilan sebagai tujuan hukum. Demikian pula Radbruch yaitu keadilan sebagai tujuan umum dapat diberikan arah yang berbeda-beda untuk mencapai keadilan sebagai tujuan dari hukum. Hal ini mengarahkan bahwa fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, dan mewujudkan keadilan dalam hidup bersama. Ketiga tujuan tersebut tidak saling bertentangan, tetapi merupakan pengisian suatu konsep dasar, yaitu manusia harus hidup dalam suatu masyarakat dan masyarakat itu harus diatur oleh pemerintah dengan baik berdasarkan hukum. [3]
Untuk memuat nilai kepastian di dalam hukum maka kepastian mengandung beberapa arti, diantaranya adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan hukum.[4]