TKI yang mencari penyelesaian atas kasus penganiayaannya di pengadilan Malaysia, menghadapi banyak pembatasan dan hambatan untuk melanjutkan kasusnya ke pengadilan karena proses hukum yang sangat lamban; kebanyakan majikan tidak dipenjara selama menunggu; tidak memperhitungkan pertimbangan secara personal yang mempengaruhi TKI dan kesulitan dalam membuktikan kasus mereka.
Selama tahun 2006 tercatat jumlah TKI di shelter sebanyak 1.129 orang, yakni 58 orang di shelter KBRI Kuala Lumpur dan 471 orang di shelter KJRI Johor Bahru. Sebagian besar (75 %) mereka bekerja pada majikan etnis Cina. Dari jumlah tersebut (1.129 orang), kasus terbanyak dihadapi TKI adalah lari dari majikan (53,41%) karena berbagai alasan, antara lain kerja terlalu berat, majikan cerewet, tidak dibolehkan beribadah, dan dipaksa masak atau makan babi dan sebagainya.[1]
Permasalahan TKI di Malaysia, secara umum terkait dengan gaji tidak dibayar, perlakuan majikan/agency (tindak kekerasan), pelecehan seksual/pemerkosaan, dan masalah penyesuaian diri (psikososial). Terkait dengan pekerjaan, dari 118 TKI bermasalah di shelter KBRI Kuala Lumpur/KJRI Johor Bahru, 36% menyatakan bekerja tanpa batas waktu dan tidak ada waktu istirahat (over worked), tidak ada waktu cuti (9,3%), peralatan kerja tidak memadai (5,1%), jenis pekerjaan tidak sesuai janji/kontrak (7,6%). Sementara itu, terdapat 38% TKW yang menyatakan over worked, tidak ada waktu cuti, peralatan kerja tidak memadai, dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai janji/kontrak (jawaban gabungan).Masalah gaji, 51,7% tidak dibayar, disusul kemudian, gaji tidak sesuai/lebih kecil (9,3%), tidak ada uang kelebihan kerja (8,5%), gaji tidak tepat waktu (3,4%), gaji diminta agen (2,5%)[2].
Selanjutnya juga terdapat 15,2% yang menyatakan: gaji lebih kecil, tidak ada uang kelebihan kerja, gaji tidak tepat waktu, dan gaji diminta agen (jawaban gabungan). Sementara sebanyak 9,3% TKW tidak memberikan jawaban. Perlakuan majikan/agen, jawaban responden bervariasi, yaitu: tidak diberi kesempatan melakukan ibadah, khususnya yang beragama Islam (17,8%), dokumen ditahan majikan/agen (100 %), tidak diberi makan sesuai kebutuhan (6,8%), tidak diberi kesempatan mengenal orang lain 5,1%. Adapun TKW yang memberikan jawaban gabungan sebayak 42,3% TKW (tidak diberi kesempatan melakukan ibadah, dokumen ditahan majikan/agen, tidak diberu makan sesuai kebutuhan, tidak diberi kesempatan mengenal orang lain). 5,1% selebihnya tidak memberikan jawaban.
Terkait tindak kekerasan fisik, 12% responden menyatakan biasa dipukul oleh majikan/agen (bagian kepala, muka, badan dan sebagainya). Jenis perlakuan lain yang dialami TKI adalah dikurung bersama anjing 0,8%, dan 87,2%tidak memberikan jawaban. Dari aparat KBRI/KJRI diperoleh informasi, banyak kasus TKW legal menjadi ilegal, baik karena ulah TKW (antara lain lari dari majikan) maupun ulah aparat Malaysia (Rela) yang mengadakan razia terhadap TKW tidak obyektif dan cenderung mencari kesalahan TKW. Motivasi mereka adalah mendapat imbalan dari pemerintah.
Contoh kasus yang terselesaikan oleh KBRI dan Pemerintah Indonesia
- Kasus kekerasan yang baru terjadi pada tahun 2006 adalah AIDA korban pembunuhan TKW asal Bogak,Sumatera Utara. Para aparat kepolisian Malaysia menangkap 6 orang tersangka yang dicurigai membunuh aida waktu bekerja dirumah majikannya. Tetapi Aida bekerja secara tidak sah dikarenakan paspor Aida telah kadaluarsa sejak 2005.[3]
- Kasus yang paling menghebohkan adalah Kasus kekerasan dan penyiksaan terhadap Siti Hajar (33), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Limbangan, Garut, Jawa Barat, telah mengundang simpati semua pihak termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. sehingga hak – hak Siti hajar harus diperjuangkan seperti membayar gaji yang tidak diberikan selama 34 bulan,dan majikannya ditahan di pihak keamanan setempat KBRI.
- Kasus yang serupa adalah Winfaidah,wanita asal Lampung yang juga korban penyiksaan majikannya di Penang. Sesuai keputusan Mahkamah Pengadilan Pulau Penang, sejak 8 Oktober 2009, Winfaidah dititipkan di rumah perlindungan Bukit Ledang Kuala Lumpur, dalam kurun waktu paling lama 3 bulan. Winfaidah merupakan salah satu korban human trafficking yang proses peradilan masih terus berjalan hingga kini. Sidang kedua terhadap tersangka majikan Winfaidah akan dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2009.
TKI di Malaysia jika dibiarkan tanpa penyelesaian akan menyebabkan kerugian bagi kedua negara. KBRI Kuala Lumpur dalam setahun harus menampung sekitar 1.000 kasus TKI yang lari dari majikan dan sekitar 600 kasus kematian TKI di Malaysia. Itu belum termasuk data di empat Konsulat Jenderal RI di Penang, Johor Bahru, Kota Kinabalu, dan Kuching yang diperkirakan hampir sama dengan data kasus di KBRI Kuala Lumpur