Sedikides, et al (2004) memberikan hasil risetnya mengenai faktor-faktor narsistik, adalah sebagai berikut:
- Self-esteem (Harga Diri)
Harga dirinya tidak stabil dan terlalu tergantung pada interaksi sosialnya.
- Depression (Depresi)
Depresi sebagai suatu pemikiran negatif tentang dirinya, dunia, dan masa depannya, adanya rasa bersalah dan kurang percaya dalam menjalani hidup
- Loneliness (Kesepian)
Kesepian adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yaitu hal ini disebabkan oleh kurang mempunyai hasrat untuk berhubungan dengan orang lain.
- Subjective (“Perasaan Subyektif”)
Individu merasa bahwa dirinya seakan-akan menjadi pribadi yang sempurna.
Faktor lain yang dianggap mempengaruhi Menurut Millon, Grossman, Millon,Meagher, dan Ramnath (dalam Miller dan Campbell 2008: 454) berpendapat bahwa narsistik berkembang sebagai hasil dari orang tua yang menilai terlalu tinggi prestasi anak mereka dan memberikan penguatan yang tidak bergantung pada perilaku aktual. Ditambahkan pula menurut Kohut (dalam Bertens, 2016) bahwa kegagalan mengembangkan citra diri yang sehat terjadi bila orang tua tidak merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi berharga untuk meningkatkan citra diri orang tua.
Disebutkan pula bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi narsisme adalah faktor gen atau gen. Menurut Bertens, 2016: menunjukkan bahwa patologi narsistik disebabkan oleh faktor genetik asal-usul di awal perkembangan. Walaupun masih belum jelas penyebab pada masa kanak-kanak dan menjadi lebih terang-terangan terlihat pada individu dewasa ketika menghadap orang lain dan mengerjakan tugas dengan cara yang lebih narsistik.