Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang
menginterpretasikan suatu peristiwa, mempelajari bagaimana seseorang
menginterpretasikan alasan atau sebab perilakunya (Luthans, 1998). Teori ini
dikembangkan oleh Heider (1958) yang mengargumentasikan bahwa perilaku
seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal.
Perilaku yang disebabkan oleh kekuatan yang bersifat internal tersebut diyakini berasal dari dalam pribadi individu itu sendiri. Contoh dari kekuatan internal tersebut adalah kemampuan, pengetahuan, dan usaha. Sedangkan perilaku yang berasal dari kekuatan eksternal tersebut merupakan hasil dari tekanan pada situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu
(Elmawati, 2014). Faktor kekuatan eksternal yaitu kekuatan yang berasal dari luar dapat berupa task difficulty atau keberuntungan (Hudayati, 2002).
Kedua faktor tersebut sangat berperan penting karena auditor ketika
mengambil suatu judgment akan mempertimbangkan banyak hal bukan hanya
berdasarkan temuan yang ada. Selain faktor internal, auditor juga menghadapi
faktor eksternal yaitu tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas. Auditor
menghadapi banyak tugas dengan tingkat kesulitas yang berbeda dan tekanan ketaatan dari klien, atasan, bahkan rekan kerja ketika melakukan audit judgment (Safi’i dan Jayanto, 2015).
Kelley (1967) mendeskripsikan tiga kriteria yang digunakan untuk
memutuskan apakah perilaku tersebut dapat memberikan atribut kepada seseorang bukan berasal dari penyebab eksternal (situasional) yaitu:
1) Distinctiveness yaitu perilaku dapat dibedakan dari perilaku orang lain
saat menghadapi situasi yang sama
2) Consensus yaitu jika orang lain setuju bahwa perilaku diatur oleh
beberapa karakteristik personal
3) Consistency yaitu perilaku yang sama dalam tindakan seseorang dari
waktu ke waktu (konsisten)