Pengelolaan likuiditas bagi suatu bank mengacu pada kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah cukup, tepat waktu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya terutama memenuhi ketentuan Bank Sentral atau pemerintah, terbinanya hubungan baik dengan bank koresponden agar saldo seimbang, memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh penabung, pemilik rekening giro maupun debitur dan membayar kewajiban jangka panjang yang telah jatuh tempo (Leon dan Ericson, 2007).
Rasio likuiditas yang lazim digunakan dalam dunia perbankan terutama diukur dari Loans to Deposit Ratio (LDR). LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan kredit. LDR mencerminkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga dalam bentuk kredit atau sejenis kredit untuk menghasilkan pendapatan. Jika dana pihak ketiga tidak tersalur atau idle money akan mengakibatkan kehilangan kesempatan mendapatkan bunga, pendapatan rendah, dan laba menjadi rendah, sehingga akumulasi laba untuk menambah modal juga menjadi rendah (Krisna, 2008).
Hasil penelitian Krisna (2008) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh signifikan negatif terhadap rasio modal, sedangkan penelitian Ahmad et.al (2008) menunjukkan bahwa rasio likuiditas yang diproksikan dengan LACSF (Liquid Assets to Total Deposits) dan EQTL (Equity to Total Liabilities) berpengaruh positif terhadap rasio modal, hal tersebut menunjukkan setiap kenaikan likuiditas bank maka akan berpengaruh positif terhadap rasio modal. Didalam penelitian ini variabel likuiditas yang digunakan adalah LDR.