Belkaoui (2007) menyatakan pada dasarnya definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan Fischer dan Rosenzweig (1995) dalam Khafid (2004) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer yang harus melakukan manajemen laba untuk meningkatkan (penurunan) laba yang dilaporkan saat ini, dimana manajer bertanggung jawab tanpa menghasilkan peningkatan atau penurunan yang sesuai dalam profitabilitas ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. Definisi tersebut tidak hanya terbatas pada perilaku tetapi lebih luas mencakup seluruh tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengelola laba. Praktek mengenai manajemen laba dipandang sebagai bentuk manipulasi akuntansi (Stolowy dan Breton 2003 dalam Juniarti 2005). Sedangkan Wild et. al (2001) dalam Poll (2004) dalam Juniarti (2005) mengatakan earning management sebagai suatu intervensi yang dilakukan oleh manajemen dalam proses penentuan produktif, biasanya untuk memenuhi suatu tujuan yang ingin diperoleh perusahaan. Menurut Gordon (1964) proposisi yang diajukan berkaitan dengan perataan laba adalah kriteria yang digunakan manajemen perusahaan dalam memilih metoda akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasan atau kemakmuran, kepuasan merupakan fungsi dari keamanan pekerjaan, level dan tingkat pertumbuhan besaran (size) perusahaan, kepuasan pemegang saham dan kenaikan performan perusahaan dapat meningkatkan status dan reward bagi manajer dan kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba perusahaan.
Bornea, Ronen, Sadan (1976) dalam Albrecht dan Richardson (1990), mendefinisikan perataan sebagai pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan. Koch (1981) mendefinisikan perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial (melalui metode akuntansi) maupun secara riil (melalui transaksi). Tindakan laba telah dianggap sebagai tindakan yang umum dilakukan.
Menurut Arthur Levitt dalam Hall (2002) dalam Juniarti (2005) menyebutkan bahwa manajemen laba didefinisikan sebagai suatu praktek pelaporan earnings yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada performa keuangan perusahaan. Adapun Merchant (1989) dalam Wirda (2007:15) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang dapat memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis yang dalam jangka panjang dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya praktek manajemen laba, reliabilitas dari laba akan tereduksi. Hal ini disebabkan karena di dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran income (dinaikkan atau diturunkan) sehingga melaporkan income yang tidak representationally faithfulness seperti yang seharusnya dilaporkan. Menurut Belkaoui (2007) isu-isu dalam manajemen laba antara lain:
- Manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik).
- Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara.
- Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan ileh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.
- Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan.
- Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP, pilihan aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi serta deposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya).
- Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas.
- Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensai implisit.
- Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri spesifik dan aturan antitrust.
- Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif.
Menurut Scott (2003) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:
- Taking a bath
Terjadinya taking a bath pada periode stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.
- Income minimization
Bentuk ini mirip dengan ”taking a bath”, tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.
- Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan.
- Income smoothing
Perataan laba adalah salah satu pola yang paling menarik dan disukai oleh para manajemen perusahaan dimana para manajer memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Apabila usaha manajemen melakukan perataan laba berhasil dengan baik namun bila tidak berhasil resikonya perusahaan tersebut tidak akan dilirik oleh para investor. Dengan perataan laba para manajer perusahaan tidak ingin mengambil resiko kehilangan investor dan mereka lebih memilih pendapatan yang variable karena ingin mendapatkan laba bersih dalam laporan laba rugi perusahaan.