Beberapa faktor yang menerangkan secara empiris mengapa perusahaan melakukan perataan laba. Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki dorongan yang lebih kuat melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil karena perusahaan-perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah maupun masyarakat umum.
Menurut Dye (1988) dalam Zulfa dan Maya (2007), bahwa pemilik mendukung perataan penghasilan karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manager agar melakukan perataan laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik saat ini untuk mengubah persepsi investor terhadap nilai perusahaan.
Michelson (1995), melakukan penelitian untuk menguji hubungan antara perataan laba dengan kinerja pasar. Hal yang diuji meliputi perbedaan dalam rata-rata return dari saham diantara perusaaan perata laba dan tidak serta resiko pasar yang diperkirakan dengan perataan laba. Hasil yang diperoleh bahwa perusahaan yang meratakan laba memiliki rata-rata return tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba. Selain itu perusahaan yang meratakan laba memiliki beta yang lebih rendah dan nilai sekuritas yang lebih dibandingkan dengan yang tidak meratakan laba.
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perataan laba di Indonesia dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003), Jatiningrum (2000), dan Salno dan Baridwan (2000). Hasil penelitian Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003) dan Jatiningrum (2000) yang menggunakan variabel yang sama yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri, dan leverage operasi memberikan kesimpulan yang berbeda-beda. Jin dan Machfoedz (1998) menyimpulan bahwa yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba adalah variabel leverage operasi sedangkan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan sektor industri tidak berpengaruh.
Hasil ini tidak sinkron dengan penelitian yang dilakukan oleh Narsa dkk (2003) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang memiliki pengaruh positif dengan praktik perataan laba. Sedangkan Jatiningrum (2000) menunjukkan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh variabel profitabilitas, dan untuk ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan faktor pendorong pelaksanaan praktek perataan laba. Salno dan Baridwan (2000) menggunakan instrumen besaran perusahaan, Net Profit Margin (NPM), kelompok usaha, dan winner/ losser stocks menyimpulkan bahwa baik besaran perusahaan, NPM, kelompok usaha maupun winner/ losser stocks tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba.