Kasus illegal logging sampai saat sekarang hampir terjadi seluruh dunia dan menjadi suatu permasalahan yang sulit untuk diberantas dan dan yang paling parah banyak dilakukan di kawasan Asia Pasifik, Benua Afrika, Asean serta Indonesia. Dimana sasaran operasi illegal logging yang mempunyai jaringan sindikat dalam skala internasional. Hasil jarahan ersebut banyak diekspor ke luar negeri, dan ternyata kembali diekspor negara-negara tersebut ke Indonesia dalam bentuk kayu olahan. Kompleksitas penanganan illegal logging juga disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan permintaan akan kayu guna kepentingan industri luar negeri seperti Malaysia, Korea, Thailand, Cina. Permintaan yang tinggi terhadap kayu dapat menjadi salah satu faktor pemicu yang sangat potensial dan penyalurannya melalui pasar gelap (black market).
Akibatnya muncul penyalahgunaan dokumen Surat Keterangan Sah hasil Hutan, kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menghindari kewajiban pajak Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi. Pelaku dalam kejahatan illegal logging dapat terdiri dari masyarakat setempat maupun pendatang, pemilik modal (cukong), pengusaha. Pelaku berperan sebagai fasilitator atau penadah hasil kayu curian, bahkan bisa juga menjadi auctor intelektual atau otak daripada pencurian kayu tersebut, pemilik industri kayu, nahkoda kapal, pengemudi, oknum pemerintah bisa berasal dari oknum TNI, Polri, PNS, Bea Cukai, oknum pemerintah daerah, oknum anggota DPRD, oknum politisi. Pelaku bisa terlibat dalam KKN dengan pengusaha dan/atau melakukan manipulasi kebijakan dalam pengelolaan hutan atau memberikan konsensi penebangan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan, serta pengusaha asing, pelaku ini kebanyakan berperan sebagai pembeli atau penadah hasil kayu curian. [1]
Perkembangan modus operansi terkait dengan illegal logging tidak hanya sekedar terkait dengan proses penebangan namun juga pengangkutan dan penjualan. modus operandi illegal logging dapat diuraikan sebagai berikut[2]:
- Melakukan penebang diluar areal dari ijin yang diberikan.
- Penebangan pohon berkedok untuk keperluan sosial seperti pembangunan Fasilitas umum, rumah ibadah, dan lain-lain penebangan dilakukan tanpa izin dari pejabat yang berwenang (liar).
- Melakukan perambahan, pembukaan lahan dan mendirikan bangunan permanen untuk kepentingan aktifitas pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri Kehutanan
- .. Manfaatkan risalah lelang untuk mengangkut kayu illegal.
- Kayu olahan illegal menggunakan dokumen Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang sudah tidak aktif atau tidak beroperasi.
- Kayu tidak dilengkapi dengan dokuman SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan).
- Memalsukan dokumen SKSHH dengan membuat SKSHH palsu;
- Kayu dilengkapi dengan dokumen palsu: blanko dan isinya palsu; atau blanko asli isinya palsu; atau SKSHH diterbitkan dari daerah lain bukan dari daerah asal kayu.
- Muatan kayu secara fisik di kapal/truk tidak sesuai dengan yang tertera dalam dokumen SKSHH.
Begitu luas dan banyak jaringan yang terlibat dalam illegal logging dan berbagai jenis modus operandi yang dilakukan tentu menambah pelik proses penegakan hukumnya. Belum lagi adanya berbagai tumpang tindihnya peraturan yang sering menimbulkan kontraversi, antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam hal pemberian konsensi penebangan sebagai akibat inkonsistensi perundang-undangan, serta misinterpretasi dapat menimbulkan permasalahan tersendiri. Mengingat kejahatan illegal logging menimbulkan kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara yang begitu besar dan kerusakan lingkungan yang begitu hebat, maka sangat sulit kalau dalam hal penegakan hukum kita menggunakan standar hukum biasa, illegal logging harus digolongkan dalam kategori kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), dan bersifat trans nasional, maka tindakan hukum yang dilakukan harus juga bersifat luar biasa juga.
Pasal 77 Undang Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengatur tentang proses penegakan hukum khususnya dalam hal mekanisme penyidikan dalam penanganan perkara pidana kehutanan, akan tetapi berdasarkan fakta bahwa kejahatan illegal logging yang begitu luas cakupannya dan modusnya semakin pelik, ketentuan tersebut kurang dapat diandalkan untuk memproses penegakan hukum khususnya dalam hal penanganan illegal logging . Untuk mengatasi persoalan ini perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Illegal Logging.