Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani Dalam Adopsi Inovasi (skripsi dan tesis)

Menurut Uhi (2002),  faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam adopsi inovasi dapat berupa factor yang berhubungan dengan faktor yang berasal dari luar diri petani (eksogen) dan faktor yang berasal dari dalam diri petani (endogen). Faktor endogen yang mempengaruhi perilaku petani di antaranya adalah:

  • Usia petani.

Usia petani mempengaruhi kemampuan dan kemauan petani dalam mengelola usahanya agar menjadi lebih baik. Petani yang lebih muda biasanya akan lebih terbuka menerima pembaharuan. Umur petani yang lebih muda juga biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan menerima informasi  walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam informasi  tersebut (Soekartawi, 1998). Keengganan individu mengambil resiko dalam berusaha tani cenderung meningkat seiring bertambahnya umur.

  • Tingkat pendidikan.

Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang telah dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap kapasitas belajar yang memerlukan tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahaminya. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan dalam memahami suatu informasi baru yang diterimanya. Pendidikan merupakan faktor paling penting yang dapat mempengaruhi proses mental seseorang dalam  menanggapi suatu pembaharuan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang dalam memahami suatu informasi, sehingga dapat merespons info itu secara tepat (Mosher, 1968).

  • Luas lahan garapan.

Petani yang memiliki lahan luas biasanya lebih cepat dalam mengadopsi  karena kemampuan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu lahan yang luas akan memberikan hasil yang lebih banyak, sehingga petani akan semakin merespons  yang mampu mengelola hasil usaha taninya agar dapat meningkatkan nilai jual dan pendapatannya. Hal ini berarti semakin luas usaha taninya maka responnya yang diberikan terhadap informasi  tersebut semakin tinggi (Mardikanto, 1993).

  • Intensitas petani mengikuti kegiatan penyuluhan.

Keberhasilan penyuluhan suatu program tidak hanya ditentukan oleh aktivitas penyuluh tetapi juga ditentukan oleh intensitas kehadiran petani dalam penyuluhan tersebut, karena bila tidak hadir dalam penyuluhan maka tujuan yang hendak dicapai kurang dipahami oleh petani. Petani dengan frekuensi kehadiran tinggi akan memperoleh informasi secara lengkap dan lebih memahaminya, sehingga petani yang mengikuti kegiatan penyuluhan secara rutin akan mempunyai respons positif terhadap informasi yang diberikan.

Persepsi adalah gambaran dalam benak seseorang tentang suatu obyek atau stimuli yang bersifat subyektif (Simamora, 2005).

Menurut Syafrudin (2003), faktor eksogen yang mempengaruhi perilaku adopsi inovasi petani adalah:

 

  • Kinerja Peran penyuluh

Peranan utama penyuluhan di banyak negara pada masa lalu dipandang sebagai alih teknologi dari peneliti ke petani. Sekarang peranan penyuluhan lebih dipandang lebih dipandang sebagai proses membantu petani untuk mengambil keputusan sendiri dengan cara menambah pilihan bagi mereka, dan dengan cara menolong mereka mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan itu (Van den Ban, 1999).

Kinerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang di hasilkan pada sebuah tujuan organisasi. (Kane & Kane, 1993, Bernardin & Russell, 1998, Casio, 1998). Kinerja seseorang merupakan gabungan dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang dihasilkannya, oleh karena itu kinerja bukan menyangkut karakteristik pribadi yang ditunjukkan oleh seseorang melalui hasil kerja yang telah dan akan dilakukan seseorang, kinerja dapat pula diartikan sebagai kesuksesan individu dalam melakukan pekerjaannya, dan ukuran kesuksesan masing-masing karyawan tergantung pada fungsi dari pekerjaannya yang spesifik dalam aktivitas selama kurun waktu tertentu, dengan kata lain ukuran kesuksesan tersebut didasarkan pada ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.

Vroom (1964) mengatakan bahwa tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang didalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan tingkat kinerja (level of performance). Seseorang yang level of performance tinggi disebut sebagai orang yang produktif, sebaliknya yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak produktif atau kinerja rendah.

Schultz & Schultz (1994) mengatakan bahwa karyawan akan mampu memotivasi diri mereka sepenuhnya jika ada tujuan yang pasti yang ingin diraih. Tujuan tersebut adalah hasil yang akan dicapai oleh karyawan dan memberikan arah pada perilaku dan pikiran mereka sehingga membimbing kepada tujuan yang hendak dicapai. Sejauh mana kesuksesan karyawan dalam mencapai tujuan tersebut melalui tugas-tugas yang dilakukan disebut dengan kinerja.

Cherington (1994) mengatakan bahwa kinerja menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu. Kinerja yang optimal akan terwujud bilamana dapat memilih karyawan yang memiliki motivasi dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaannya serta memiliki kondisi yang memungkinkan mereka agar dapat bekerja secara maksimal.

Soeprihanto (1996), berpendapat bahwa pada dasarnya kinerja atau performansi kerja seseorang karyawan adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode waktu tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Berdasarkan uraian di atas, kinerja dapat disimpulkan sebagai hasil dari suatu usaha yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Hasil tersebut sesuai dengan kemampuan, keterampilan dan pengalaman yang diukur pada periode waktu tertentu menurut krtiteria yang telah ditetapkan dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja.

Sedangkan penyuluh pertanian adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hal secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan penyuluhan. Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh penyuluh kepada pelaku utama (petani) dan pelaku usaha (pengusaha pertanian) dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, managemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan (UU No. 16 tahun 2006).

Peran dan tugas Penyuluh Pertanian adalah sebagai berikut (KIPPK Kabupaten Magelang, 2008b) :

  • Menyusun programa penyuluhan sebagai kerangka acuan kerja tahunan.
  • Membuat data dan potensi wilayah binaan.
  • Menyusun rencana kerja penyuluhan bulanan, yang merupakan penjabaran dari pelaksanaan programa penyuluhan.
  • Mendorong tumbuhkembangnya kelembagaan tani baik dalam bentuk kelompoktani, gabungan kelompoktani atapun asosiasi tani.
  • Mendorong terwujudnya peningkatan produktifitas Usaha tani, peningkatan pendapatan serta kesejahteraan petani beserta keluarganya.
  • Mendorong terciptanya petani yang berbudaya dan mandiri.
  • Mendorong terciptanya kemitraan baik itu kemitraan dalam bidang informasi teknologi , sarana produksi, modal ataupun pemasaran dengan pihak ketiga.
  • Melaksanakan Diseminasi teknologi, agar inovasi teknologi tersebut dapat di adopsi oleh petani.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja penuyuluh pertanian adalah sejauh mana keberhasilan penyuluh pertanian di dalam melakukan tugas pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam Peran dan tugas Penyuluh Pertanian.

  • Sumber Modal Petani

Dalam mengadopsi inovasi pertanian pada umumnya memerlukan modal yang lebih besar dibandingkan dengan teknologi sebelumnya, sehingga kadang-kadang introduksi adopsi inovasi pertanian bagi petani subsistem dipandang tidak praktis, karena disamping memerlukan tambahan modal yang sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga menghilangkan kesempatan bekerja diluar usahatani.

Bachrein dan Hasanuddin (1997) yang menyatakan bahwa petani pada umumnya mengadopsi inovasi teknologi tidak secara utuh, namun secara parsial disesuaikan dengan kemampuan modal dan tenaga kerja yang dimilikinya. Besar usahatani yang tersedia untuk suatu usahatani digambarkan dengan besarnya modal yang dialokasikan dalam usahatani yang bersangkutan dalam satu proses produksi. Jadi keterbatasan modal usahatani merupakan kendala untuk mengadopsi inovasi pertanian. Pada kenyataannya sumber modal petani dapat berasal dari pemerintah pusat yang diambil melalui APBN, pemerintah Provinsi yang diambil dari APBD Prov, pemerintah Kabupaten yang diambil dari APBD Kab Magelang, maupun modal sendiri atau Swadaya

  • Ketersediaan sarana produksi.

Mosher (1991), tersedianya sarana produksi secara lokal merupakan salah satu syarat pokok untuk berlangsungnya pembangunan pertanian, dimana ivovasi teknologi memerlukan sarana produksi seperti benih berkualitas, pupuk, pestisida, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan petani. Tersedianya sarana produksi secara lokal yang terjangkau oleh petani baik secara fisik (kemudahan) maupun harganya akan merangsang petani untuk mengadopsi inovasi teknologi. Ketersediaanya sarana produksi secara lokal dan terjangkau oleh petani akan berpengaruh positif terhadap adopsi inovasi pertanian.

  • Pasar

Ketersediaan pasar secara lokal sebagai tempat pemasaran hasil produksi usahatani yang mudah dijangkau oleh petani merupakan salah satu syarat utama dalam modernisasi dan komersialisasi pertanian (Mosher, 1991). Dengan adanya permintaan, lancarnya penjualan dan penyaluran hasil usahatani, akan menambah gairah untuk meningkatkan produksi hasil usahataninya. Dengan demikian maka ketersediaan pasar yang dapat dijangkau oleh petani dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi.