Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Pendanaan Mikro (skripsi dan tesis)

  1. Jenis Kelamin Pengusaha

Jenis kelamin merupakan factor yang menentukan akses terhadap kredit. Akses kredit perempuan masih terbatas (Yehuala, 2008,). Sektor formal secara positif dipengaruhi oleh jenis kelamin yaitu probabilitas pria untuk mengakses kredit formal lebih tinggi dibanding wanita (Komicha, 2007). Pria cenderung untuk meminjam lebih banyak dari sumber-sumber formal dan semiformal daripada wanita. Sedangkan, perempuan cenderung mengurangi meminjam kredit dari sector formal dan semiformal dan mereka cenderung meningkatkan meminjam dari sumber-sumber kredit informal (Yehuala, 2008). Hal ini disebabkan, laki-laki memiliki mobilitas yang lebih tinggi, banyak berpartisipasi dalam pertemuan yang berbeda dan memiiiki lebih banyak akses terhadap informasi.

 

  1. Usia Pengusaha

Menurut Yehuala (2008), para pengusaha yang memiliki usia lebih tua karena pengalaman hidup akan memiliki hubungan lebih baik dengan koperasi dan lembaga-lembaga kredit formal. Oleh sebab itur pengusaha dengan usia yang lebih tua mungkin memiliki akses lebih besar untuk menggunakan kredit dari sumber-sumber formal. Begitupun Sai Tang, Zhengfei Guan and Songqing Jin(2010) menyatakan bahwa pengusaha yang berumur tua lebih cenderung untuk meminjam. Temuan ini menunjukkan bahwa pengusaha yang lebih tua memiliki jaringan sosial atau modal sosial yang lebih luas dan karena itu memiliki lebih banyak akses ke pasar kredit, baik kredit formal atau informal. Sebaliknya hasil penelitian Mohamed (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara akses kredit dan usia. Hubungan tersebut menggambarkan bahwa orang tua selalu menolak/menghindari risiko dan tidak ingin memiliki utang. Selain itu, orang tua merasa sulit untuk memahami operasi, dan kondisi lembaga keuangan formal dan quasi formal

Hasil penelitian Rosmiati (2012) menunjukkan bahwa nilai koefisien pengaruh umur terhadap akses kredit adalah negatif dan nyata pada ci = 5%, artinya semakin tua umur pengusaha maka akses terhadap kredit semakin kecil. Nilai koefisien negatif yang dihasilkan dalam penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Mohamed (2003). Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha. Umur dapat mempengaruhi kemampuan fisik, pengambilan keputusan dan kinerja pengusaha dalam menjaiankan usahanya. Umur pengusaha yang lebih muda akan mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat dan lebih dinamis serta mudah untuk mengadopsi teknologi baru untuk produksi. Di sisi lain semakin tua umur pengusaha semakin banya kpengalaman dan mempunyai kebiasaan yang sulit diubah sehingga berpengaruh besar terhadap proses adopsi inovasi.

  1. Pendidikan Pengusaha

Pendidikan merupakan faktor yang menentukan akses terhadap kredit. Tingkat pendidikan yang rendah telah menyebabkan terbatasnya penggunaan kredit sektor formal (Yehuala, 2008). Hal ini disebabkan, para pengusaha yang berpendidikan tinggi dapat membaca dan menulis sehingga memiliki persyaratan kredit yang lebih baik untuk mengakses dan menggunakan sumber-sumber kredit formal.

Hasil penelitian Rosmiati (20l2) menunjukkan bahwa nilai koefisien pengaruh pendidikan terhadap akses kredit adalah positif dan nyata pada or = 5%, artinyasemakin tinggi pendidikan maka akses terhadap kredit semakin besar. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang terhadap penguasaan pengetahuan, keterampilan,kemampuan mengambil keputusan dan berani mengambil risiko. Sebagian besar pengusahayang mengakses kredit formai adalah tamat SLTA bahkan ada yang berpendidikan sarjana.Keadaan ini menyebabkan pengetahuan, sikap dan keterampilan serta keberanian mengambil risiko yang dimiliki pengusaha relatif tinggi, sehingga pendidikan berpengaruh signifikan terhadap akses kredit.

Tingkat pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang, cara pandang seseorang dalam melihat suatu permasalahan, dan dalam bertindak. Pendidikan merupakan sarana mengembangkan sumber daya manusia guna meningkatkan kemampuan intelektual, meningkatkan ketrampilan, meningkatkan produktivitas kerja, serta meningkatkan pendapatan, dan taraf hidup. Sumber daya manusia merupakan titik sentral yang sangat penting untuk maju dan berkembang. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional. Sumber daya manusia UMK sebagian besar memiliki keterbatasan baik dari segi pendidikan formal maupun dari segi pengetahuan dan ketrampilan (Panggabean, 2002). Keadaan ini menyebabkan motivasi berwirausaha menjadi tidak cukup kuat untuk meningkatkan usaha dan meraih peluang pasar. Dengan keterbatasan pendidikan tersebut, pada umumnya manajemen usaha dikelola dengan cara yang sederhana oleh keluarga, sehingga pengusaha kurang mampu mengadministrasikan usahanya. UMK biasanya bersifat turun temurun dan hanya memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga PMK kurang mempunyai kelembagaan yang kuat dan hanya mampu memperkerjakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga (Mesman, 2008).

  1. Kepemilikan Aset

Akses UMK terhadap lembaga keuangan yang masih rendah bermula dari buruknya sistem kepemilikan aset. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang aset yang dimilikinya (Soto, 2006). Persoalan lain yang membuat para pengusaha ekstralegal terperangkap dalam kemiskinan adalah hambatan dalam memanfaatkan aset yang ada. Tanah, rumah, dan tempat kegiatan usaha yang dimiliki tidak dilengkapi dokumen resmi, sehingga aset-aset ini tidak dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit sehingga disebut modal mati (Amir, 2008).

Soto (2006) menekankan pentingnya pencatatan atau sertifikasi tanah, dengan asumsi setelah tanah terdata secara resmi dan sah, pemilik dapat menjadikannya sebagai modal hidup, misalnya untuk agunan kredit bank. Hak kepemilikan tanah yang dinyatakan dalam Sertifikat (Titles) adalah produk kegiatan pendaftaran tanah (land register), yaitu kegiatan pemberian jaminan kepastian kepemilikan atas tanah atau property right. Kegiatan ini dilakukan pemerintah sebagai sarana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 atau disebut juga kegiatan penetapan aspek legalitas kepemilikan tanah (Amir, 2008).

  1. Omzet usaha

Penelitian Istikomah (2013) menunjukkan bahwa, kenaikan omzet usaha secara signifikan berpengaruh positif terhadap kenaikan jumlah pinjaman dari lembaga keuangan dalam hal ini koperasi. Jika omzet PMK tersebut mengalami kenaikan berarti volume penjualan atas barang/jasa yang diproduksi dalam kurun waktu tertentu mengalami kenaikan, sehingga pendapatan PMK tersebut juga naik yang pada akhirnya laba atau keuntungan yang diperolehnya juga mengalami kenaikan. Jadi kenaikan omzet kecenderungannya akan diikuti dengan kenaikan laba/keuntungan. Kenaikan omzet merupakan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi perusahaan tersebut sangat bagus sehingga pihak lembaga keuangan layak memberikan kenaikan jumlah pinjaman/kredit.

  1. Persepsi Pengusaha Menengah dan Mikro (PMK) terhadap prosedur peminjaman.

Hasil penelitian kerjasama Kementerian KUKM dengan BPS (2003) menginformasikan bahwa salah satu kesulitan usaha yang dialami UKM adalah dalam hal permodalan yaitu mencapai 51,09 persen, di mana dalam mengatasi kesulitan permodalan tersebut sebanyak 17,50 persen UKM menambah modalnya dengan meminjam ke bank, sisanya 82,50 persen tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga non bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan, keluarga, dan modal ventura lainnya. Alasan utama yang dikemukakan UKM kenapa mereka tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 persen); (2) tidak berminat (25,34 persen); (3) tidak punya agunan (19,28 persen); (4) tidak tahu prosedur (14,33 persen); (5) suku bunga tinggi (8,82 persen); dan (6) proposal ditolak (1,93 persen) (Sulaeman, 2004).

  1. Jarak Tempat Usaha

Pengusaha yang dekat dengan lembaga pemberi pinjaman memiliki keunggulan lokasi dan dapat menghubungi pemberi pinjaman secara mudah dan lebih memiliki akses ke informasi daripada mereka yang hidup di lokasi yang lebih jauh. Oleh karena itu, keuntungan lokasi diharapkan dapat meningkatkan akses untuk menggunakan kredit dari lembaga formal. Hasil penelitian Rosmiati (2012), menunjukkan bahwa nilai koefisien pengaruh jarak ke sumber kredit terhadap akses kredit adalah negatif dan nyata pada oi = 5%, artinya semakin jauh jarak ke sumber kredit maka akses terhadap kredit semakin kecil. Selain itu, semakin jauh jarak antara peminjam dan pemberi pinjaman, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan misalnya biaya transportasi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Komicha (2007) yaitu rumah tangga pertanian tidak dianjurkan untuk meminjam dari sektor kredit yang jaraknya jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini karena baik biaya temporal maupun biaya transaksi, khususnya biaya transportasi akan meningkat. Begitupun hasil penelitian Atieno (2001) menyimpulkan bahwa tingkatjarak ke sumber kredit merupakan variabel yang signifikan menjelaskan partisipasi pengusaha dalam pasar kredit formal.