Dalam membahas tindak pidana ditemukan beragam tindak pidana
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat baik itu sengaja maupun tidak
sengaja. Tindak pidana itu sendiri dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu
yaitu sebagai berikut:
a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam Buku II
dan pelanggaran dimuat dalam Buku III.
Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis
pelanggaran lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari
ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana
pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan
kejahatan lebih dominasi dengan ancaman pidana.
Kriteria lain yang membedakan kejahatan dan pelanggaran yakni
kejahatan itu merupakan delik-delik yang melanggar kepentingan hukum
dan juga menimbulkan bahaya secara kongkret, sedangkan pelanggaran itu
hanya membahayakan in abstracto saja.
Secara kuantitatif pembuat undang-undang membedakan delik
kejahatan dan pelanggaran itu sebagai berikut:
- Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan
kejahatan di Indonesia yang melakukan delik di luar negeri yang
digolongkan sebagai delik pelanggaran di Indonesia, maka di pandang
tidak perlu dituntut. - Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana.
- Pada pemidanaan terhadap anak di bawah umur tindak tergantung pada
apakah itu kejahatan atau pelanggaran.
b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan
tindak pidana materil.
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang
dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan
tindak pidana formil tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari
perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-
mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian digantung pada
selesainya perbuatan mengambil.
Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materil, inti larangan
adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang
menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan
dipidana. Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materil, tidak
bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi
sepenuhnya di gantungkan pada syarat timbulnya akibat larangan tersebut.
c.Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara
tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama
atau berlangsung lama/berlangsung terus.
Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk
terwujudnya atau terjadinya dalam waktuseketika atau waktu singkat saja,
disebut juga dengan aflopende delicten. Tindak pidana ini disebut sebagai
tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang.
d.Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja dan
tindak pidana tidak dengan sengaja.
Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana dengan kesengajaan atau
mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan tindak sengaja adalah tindak
pidana yang dalam rumusannya mengandung culpa.
e.Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan
tindak pidana khusus.
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam
KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan Buku III).
Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua tindak yang terdapat
diluar kodifikasi KUHP.
f. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana
aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana
pasif/negative, disebut juga tindak pidana omisi.
Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa
perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang mewujudkan
diisyaratkan dengan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat.
Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah tindak
pidana.
Tindak pidana pasif ada dua macam yaitu tindak pidana pasif murni
dan tindak pidana pasif tidak murni. Tindak pidana yang dirumuskan secara
formil atau tindak pidana yang pada dasar nyasemata-mata unsur
perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif. Sementara itu tindak pidana
pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif,
atau tindak pidana yang mengandung suatu akibat terlarang, tetapi dilakukan
dengan tidak berbuat atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar
timbul.
g.Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan dibedakan
antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai.
Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan
dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian
terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal.
Sementara itu yang dimaksud dengan tindak pidana berangkai adalah tindak
pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang sebagai
selesai dan dapat dipidananya pelaku, disyaratkan dilakukan secara
berulang.
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.
Tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang
untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak
disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak, sementara itu tindak aduan
adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana
disyaratkan untuk terlebih dahulu adanyapengaduan oleh yang berhak
mengsajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata,
atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi kuasa
khusus untuk pengaduan oleh orang yang berhak.
i. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak
terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi.
Sistematika pengelompokan tindak pidana bab per bab dalam KUHP
didasarkan pada kepentingan hukum yang dilindungi. Berdasarkan
kepentingan hukum yang dilindungi ini maka dapat disebutkan misalnya
dalam Buku II.
Untuk melindungi kepentingan hukum terhadap keamanan negara,
dibentuk rumusan kejahatan terhadap keamanan negara (Bab I), untuk
melindungi kepentingan hukum bagi kelancaran tugas-tugas bagi penguasa
umum dibentuk kejahatan terhadap penguasa umu (Bab VIII), untuk
melindungi kepentingan hukum terhadap hak kebendaan pribadi dibentuk
tindak pidana seperti Pencurian (Bab XII), Penggelapan (Bab XXIV),
Pemerasan dan Pengancaman (Bab XXIII) dan seterusnya.
j. Dilihat dari sudut subjek hukum, dapat dibedakan antara tindak pidana
communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan
tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang
yang berkualitas tertentu).
Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan untuk
berlaku pada semua orang dan memang bagian terbesar tindak pidana itu
dirumuskan dengan maksud yang demikian. Akan tetapi, ada perbuatan-
perbuatan yang tidak patut tertentu yang khusus yang hanya dapat dilakukan
oleh orang yang berkualitas tertentu saja, misalnya pegawai negeri (pada
kejahatan jabatan) atau nahkoda (pada kejahatan pelayaran) dan sebagainya