Dalam kebanyakan peristiwa komunikasi yang berlangsung, hampir
selalu melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan non verbal secara
bersama-sama. Dalam banyak tindakan komunikasi, bahasa nonverbal menjadi komplemen atau pelengkap bahasa verbal. Lambang-lambang nonverbal juga dapat berfungsi kontradiktif, pengulangan, bahkan pengganti ungkapan-ungkapanĀ verbal, misalnya ketika seseorang mengatakan terima kasih (bahasa verbal) maka orang tersebut akan melengkapinya dengan tersenyum (bahasa non verbal). Maka komunikasi tersebut merupakan contoh bahwa perilaku verbal dan perilaku nonverbal bekerja bersama-sama dalam menciptakan makna suatu perilaku komunikasi.
a) Bahasa Verbal
Bahasa dan kata-kata merupakan bagian penting dalam cara
pengemasan pesan-pesan. Salah satu fenomena yang mempengaruhi
proses komunikasi antar budaya adalah proses komunikasi verbal. Pada
dasarnya, bahasa verbal dan nonverbal tidak terlepas dari konteks
budaya. Tidak mungkin bahasa terpisah dari budaya. Setiap budaya
mempunyai system bahasa yang memungkinkan orang untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Budaya dibentuk secara kultural, dan
karena itu dia merefleksikan nilai-nilai dari budaya.
b) Bahasa Non Verbal
Manusia dipersepsikan tidak hanya melalui bahasa verbalnya,
bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing
dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Lewat
perilaku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional
seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung atau sedih. Kesan awal
kita pada seseorang sering didasarkan pada perilaku nonverbalnya yang
mendorong kita untuk mengenalnya lebih jauh. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap danĀ tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak
sungguh-sungguh bersifat nonverbal. Bahasa verbal dan nonverbal dalam kenyataannya jalin menjalin dalam suatu aktivitas komunikasi tatap muka. Keduanya dapat berlangsung spontan dan serempak.
Menurut Samovar, pesan-pesan nonverbal dibagi menjadi dua kategori
besar, yakni: pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan parabahasa. Kedua, ruang, waktu, dan diam. Sebagaimana bahasa verbal yang tidak terlepas dari budaya, begitu pula dengan bahasa nonverbal. Perilaku nonverbal seseorang adalah akar budaya seseorang tersebut. 7 Oleh karena itu, posisi komunikasi nonverbal memainkan bagian yang penting dan sangat dibutuhkan dalam interaksi komunikatif di antara orang dari budaya yang berbeda.
Hubungan antara komunikasi verbal dengan kebudayaan jelas adanya,
apabila diingat bahwa keduanya dipelajari, diwariskan dan melibatkan pengertianpengertian yang harus dimiliki bersama. Dilihat dari ini, dapat dimengerti mengapa komunikasi nonverbal dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana aspek verbal, komunikasi nonverbal juga tergantung atau ditentukan oleh kebudayaan, dimana kebudayaan menentukan perilaku-perilaku nonverbal yang mewakili atau melambangkan pemikiran, perasaan, keadaan tertentu dari komunikator dan kebudayaan menentukan kapan waktu yang tepat atau layak untuk mengkomunikasikan pemikiran, perassan, keadaan internal. Oleh karena itu, meskipun perilaku-perilaku yang memperlihatkan emosi ini banyak yang bersifat universal, tetapi ada perbedaan-perbedaan kebudayaan dalam menentukan bilamana oleh siapa dan dimana emosi-emosi itu dapat diperlihatkan