Rumah Tradisional Jawa (skripsi dan tesis)

            Rumah adat jawa dibedakan menjadi lima yaitu (Prijotomo, 1995 )  Panggang-pe, Kampung, Limasan, Tajug dan Joglo. Pada awalnya bentuk Rumah Tradisional Jawa adalah bentuk Panggangpe yang merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana, karena hanya terdiri dari satu ruang. Panggang Pe sering digunakan sebagai gardu ronda, maupun  kios.bangunan tipe ini kurang layak untuk dijadikan tempat tinggal permanen. Varian dari rumah bentuk Panggang pe yaitu Panggang Pe Trajumas, Panggang Pe Pokok, Panggang Pe Gedang Selirang, Panggang Pe Gedang Setangkep, Panggang Pe bentuk warung / kios.

Kemudian dari panggang Pe tersebut mengalami modifikasi menjadi bentuk Kampung yang memiliki ruang lebih dari satu. Rumah ini umumnya dimiliki oleh rakyat biasa. Bangunan ini tidak terlalu komplek dan tidak semahal rumah tipe joglo.sembilan ( 9 ) tipe bentuk bangunan Kampung yaitu Kampung Sinom, Kanpung Srotongan, Kampung Dara Gepak, Kampung Jompongan, Kampung Gajah Ngombe, Kampung Pacul Gowang, Kampung Semar Tinandu, Kampung Trajumas, dan Kampung Gedang Selirang

Selanjutnya Limasan  yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari bentuk Kampung. Hampir sama dengan tipe Kampung, Rumah tipe Limasan ini umumnya dimiliki oleh rakyat biasa. Limasan sendiri memiliki varian yang paling banyak yaitu Limasan Srotongan, Limasan Semar Tinandu, Limasan Pacul Gowang, Limasan Gajah Mungkur, Limasan Gajah Ngombe, Limasan Trajumas, Limasan Klabang Nyander, Limasan Sinom, Limasan Bapangan, Limasan Apitan, Limasan Ceblokan, Limasan Awaken, Limasan Gajah Nyerang, Limasan Cere Gancet, Limasan Gotong Mayit, Limasan Semar Pinondong, Limasan Apitan, Limasan Lambang Sari, Limasang Trajumas Lambang Gantung, Limasan Trajumas Lambang Teplok, Limasan Lambang Teplo, Limasan Empyak Setangkep, Limasan Sinom Lambang Gantung Rangka Kutuk Ngambang, dan Limasan Sinom Lambang Gantung Rangka Kutuk Manglung.

Bentuk Limasan Semar Tinandu sendiri memiliki sub varian  yaitu Limasan Semar Tinandu Tumpeng, Limasan Semar Tinandu Prapatan Tunggal, Limasan Semar Tinandu Gembengan, Limasan Semar Tinandu Kedas, Limasan Semar Tinandu Pedasan, Limasan Semar Tinandu Hargo, Limasan Semar Tinandu Puspo. Untuk rumah adat dengan tipe Tajug terdiri atas  Tajug Ceblokan, Tajug Semar Tinandu, Tajug Mangkurat, Tajug Lambang Gantung, Tajug Lambang Sari, Tajug Lambang Teplok, Tajug Sinom Semar Tinandu, Tajug Tawon Boni

Tajug adalah tipe dasar yang menjadi pangkal dari acuan pengembangan Joglo ( Lihat gambar 3.1). Nama joglo sendiri berasal dari kata Tajug loro ( dua buah tajug). Bentuk joglo sendiri berasal dari dua buah bangunan tajug yang dirapatkan menjadi satu, dan kemudian mengganti atau yang lebih tepatnya menyambungkan kucup dari atap bangunan tajug menjadi satu (Lihat gambar .2). Penggabungan kuncup dari tajug ini menggunakan sebuah kayu panjang dan biasa disebut molo. Apabila dipandang dari segi kekomplekan sistem struktur dan sistem sambungan, Joglo dan Tajug adalah bentuk yang paling rumit dan lengkap (Prihatmaji, 2002).

            Bentuk joglo mempunyai ciri bahwa perbandingan panjang blandar dengan panjang suwunan tidak terlalu menyolok sehingga bentuk atap kelihatan terlalu tinggi dan tanpa ander ( Wiryoprawiro 1985). Atap tersebut disangga oleh 4 tiang utama yang disebut saka guru. Bentuk joglo dapat dipakai untuk pendapa ataupun rumah tinggal. Di keempat sisi atap diberi tambahan emper sehiga memerlukan tambahan tiang.

 

Bentuk rumah joglo sendiri ada beberapa macam ( Dakung, 1987 ) yaitu Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Hageng, Joglo Semar Tinandhu, dan Joglo Jompongan. Dari ke tujuh bentuk joglo tersebut, yang paling banyak digunakan oleh para bangsawan dan para abdi dalem kraton adalah Joglo Mangkurat, Joglo Semar tinandu, dan Joglo Hageng ( lihat gambar 3.2). Sedangkan jenis jenis joglo yang lainnya biasanya digunakan oleh rakyat biasa seperti Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Pangrawit, dan Joglo Jompongan.