Efek biologis alkoholisme (skripsi dan tesis)

Alkohol dengan cepat diserap dari usus halus ke dalam peredaran darah. Penyerapan alkohol terjadi lebih cepat dibandingkan metabolisme dan pembuangannya dari tubuh, sehingga kadar alkohol dalam darah meningkat dengan cepat. Sejumlah kecil alkohol dalam darah dibuang ke dalam air kemih, keringat dan udara pernafasan.

Sebagian besar alkohol dimetabolisme di hati dan menghasilkan sekitar 210 kalori/100 gram (7 kalori per mililiter) dari alkohol murni yang diminum. Alkohol segera menekan fungsi otak; seberapa beratnya tergantung kepada kadarnya di dalam darah; semakin tinggi kadarnya, semakin berat gangguan yang terjadi. Kadar alkohol dapat diukur dalam darah atau dapat diperkirakan dengan mengukur jumlahnya dalam contoh udara yang dihembuskan.

Penggunaan alkohol jangka jumlah yang berlebihan bisa merusak berbagai organ di tubuh, terutama hati, otak dan jantung. Alkohol cenderung menyebabkan toleransi, sehingga seseorang yang secara teratur minum lebih dari 2 gelas alkohol/hari, bisa mengkonsumsi alkohol lebih banyak daripada non-alkoholik, tanpa mengalami intoksikasi.

Pecandu alkohol juga dapat menjadi toleransi terhadap obat-obatan anti-depresi lainnya. Sebagai contoh, pecandu yang minum barbiturat/benzodiazepin biasanya membutuhkan dosis yang lebih besar untuk memperoleh efek pengobatannya.  Toleransi tampaknya tidak merubah cara metabolisme atau pembuangan alkohol. Alkohol bahkan menyebabkan otak dan jaringan lainnya menyesuaikan diri dengan kehadiran alkohol.

Bila seorang pecandu tiba-tiba berhenti minum, akan terjadi gejala putus obat. Sindroma putus obat alkohol biasanya dimulai dalam 12-48 jam setelah seseorang berhenti meminum alkohol. Gejalanya meliputi gemetar, lemah, berkeringat dan mual. Beberapa pecandu mengalami kejang (diseburt epilepsi alkoholisme).

 

Peminum berat yang berhenti minum bisa mengalami halusinasi alkohol. Mereka mengalami halusinasi dan mendengar suara-suara yang tampaknya menuduh dan mengancam, menyebabkan ketakutan dan teror. Halusinasi alkohol bisa berlangsung berhari-hari dan dapat dikendalikan dengan obat-obatan anti-psikosa (seperti klorpromazin atau tioridazin). Jika tidak diobati, gejala putus alkohol dapat menyebabkan sekumpulan gejala yang lebih serius yang disebut Delirium Tremens (DTs). DTs biasanya tidak segera terjadi, tetapi muncul sekitar 2-10 hari setelah berhenti minum.

Pada DTs, pecandu pada awalnya merasakan cemas, kemudian terjadi kebingungan, sulit tidur, mimpi buruk, keringat berlebihan dan depresi berat. Denyut nadi cenderung menjadi lebih cepat.

Episode ini bisa meningkat menjadi halusinasi, ilusi yang menimbulkan rasa takut dan gelisah dan disorientasi terhadap halusinasi lihat yang menimbulkan teror. Benda yang terlihat dalam cahaya terang menimbulkan rasa takut. Pada akhirnya, penderita menjadi sangat kebingungan dan mengalami disorientasi berat. Penderita DTs kadang merasa lantai bergerak, dinding roboh dan ruangan berputar. Tangan menjadi gemetar yang kadang menjalar ke kepala dan seluruh tubuh, dan sebagian besar penderita menjadi sangat tidak terkoordinasi. DTs bisa berakibat fatal, apalagi jika tidak diobat.

Masalah lainnya secara langsung berhubungan dengan efek racun dari alkohol terhadap otak dan hati. Kerusakan hati karena alkohol menyebabkan hati tidak mampu membuang bahan-bahan racun dari dalam tubuh sehingga menyebabkan koma hepatikum. Pecandu yang mengalami koma hepatikum, tampak mengantuk, setengah sadar dan kebingungan, dan biasanya tangannya gemetar. Koma hepatikum bisa berakibat fatal dan harus segera diobati.