Pada dasarnya, kejahatan adalah sebuah kesalahan, biasanya kesalahan
moral, yang bertentangan dengan masyarakat secara keseluruhan. Penuntutan
pidana dilakukan untuk menghukum orang jahat, baik karena kita ingin mencegah
kejahatan di masa depan atau hanya karena kita percaya orang jahat pantas untuk
dihukum.
Sudarto menyatakan ”tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain
halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau Verbrechen
atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara
kriminologis.31
Istilah tindak pidana sering dipakai untuk menggantikan strafbaar feit.
“Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu
kenyataan atau een gedelte van de werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti
dapat dihukum sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat
diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak kita akan ketahui bahwa yang
dapat di hukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan
kenyataan perbuatan ataupun tindakan”.32
Simon berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah:33
a. perbuatan manusia,
b. diancam dengan pidana,
c. melawan hukum,
d. dilakukan dengan kesalahan,
e. oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Menurut Pompe unsur dari tidak pidana adalah :
(a) Unsur Perbuatan pidana (criminal act) yang meliputi perbuatan dan sifat
melawan hukum perbuatan
(b) Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) yang mencakup
kesenjangan, kealpaan serta kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab
Berikut pendapat beberapa Ahli mengenai tindak pidana, diantaranya:
a) Simons Merumuskan pengertian strafbaarfeit sebagai suatu tindakan
melanggar hak yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja
oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan
yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di
hukum.
b) Pompe mengatakan bahwa Menurut hukum positif bahwa strafbaarfeit
adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan dan diancam pidana.
c) Moeljanto Memberikan pengertian yaitu perbuatan pidana sebagai
perbuatan yang diacam dengan pidana, barang siapa yang melanggar
larangan tersebut
d) Vos Merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia
yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
e) Lamintang Merumuskan tindak pidana itu sebagai suatu tindakan
melanggar hak yang dengan sengaja telah dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakanya yang dinyatakan sebagai dapat
dilakukan.
Menurut Abdulsyani (Abdulsyani, 1987 ; 44-51) faktor penyebab suatu
tindak pidana dipishkan menjadi dua faktor,yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor Intern antara lain terdiri dari :
(1) Sakit jiwa
(2) Daya emosional
(3) Anatomi
(4) Umur
(5) Jenis kelamin
(6) Kedudukan individu dalam masyarakat
(7) PendidikanHiburan dalam Masyarkat
Sedangkan faktor ektern antara lain terdiri dari :
(1) Ekonomi
(2) Agama
(3) Faktor bacaan dan film
Dalam dasar-dasar hukum pidana di Indonesia untuk dapat diakatakan
seseorang telah melakukan suatu tindak pidana maka seseorang tersebut diyakini
telah melanggar beberapa unsure pidana.Setiap tindak yang terdapat dalam dibagi dalam dua bagian, yaitu unsur yang bersifat subyektif dan unsur yang
bersifat obyektif.
Unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu
yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini antara lain :
(1) Kesengajaan atau kealpaan (dollus atau culpa)
(2) Maksu atau voornemen pada suatu percobaan atau poging
(3) Macam-macam maksud atau oogmerk
(4) Merencanakan terlebih dahulu atau voordebachte raad
(5) Perasaan takut atau vrees
Sedangkan yang dimaksud dengan unsur obyektif adalah unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari
si pelaku harus dilakukan. Unsur ini adalah :
(1) Sifat melawan hukum\
(2) Kuasalitas dari perilaku
(3) Kausalitas yaitu hubungan antar tindakan sebagai penyebab dengan suatu
kenyataan sebagai akibat (Lamintang, 1997 : 194)
