Membicarakan mengenai unsur-unsur tindak pidana dapat
dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang yakni : 1) dari sudut
teoritis dan 2) dari sudut Undang-undang. Maksud teoritis ialah
berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi
rumusannya. Sedangkan dalam sudut UU adalah bagaimana kenyataan
tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-
pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
a) Unsur Tindak Pidana menurut Beberapa Teoritis
Dimuka telah dibicarakan berbagai rumusan tindak pidana yang
disusun oleh para ahli hukum baik penganut paham dualisme maupun
paham monisme. Unsur-unsur apa yang ada dalam tindak pidana adalah
melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya sebagai beberapa
contoh yang diambilkan dari batasan tindak pidana oleh teoritis yang
telah dibicarakan dimuka, yakni: Moeljiatno, R.Tresna, Vos, Jonkers
dan Schravendijk.13
Sebagaimana dikutip oleh Adami Chazawi didalam bukunya
yang berjudul “Pelajaran umum hukum pidana 3 percobaan &
penyertaan” Menurut Moeljiatno, unsur tindak pidana adalah:
1) Perbuatan.
2) Yang dilarang (oleh aturan hukum).
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang
adalah aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana
maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu tapi tidak dipisahkan
dengan orangnya.
Sebagaimana dikutip oleh Adami Chazawi didalam bukunya
yang berjudul “Pelajaran umum hukum pidana 3 percobaan &
penyertaan” dari R.Tresna, bahwa tindak pidana terdiri dari unsur-
unsur yakni:
1) Perbuatan atau rangkaian perbuatan.
2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3) Diadakan tindakan penghukuman.
Dari unsur yang ketiga kalimat diadakan tindakan
penghukuman, terdapat pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan
yang dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan).
Sebagaimana dikutip oleh Adami Chazawi didalam bukunya
yang berjudul “Pelajaran umum hukum pidana 3 percobaan &
penyertaan” Menurut Vos, unsur-unsur tindak pidana adalah:
1) Kelakuan manusia.14
2) Diancam dengan pidana.
3) Dalam peraturan perundang-undangan.
Dapat dilihat bahwa unsur-unsur dari 3 batasan penganut paham
dualisme tersebut, tidak ada perbedaan ialah bahwa tindak pidana itu
adalah perbuatan manusia yang dilarang dimuat dalam UU dan diancam
dipidana bagi yang melakukannya.
Menurut Jonkers, (penganut paham monisme) unsur-unsur
tindak pidana adalah:
1) Perbuatan
2) Yang melawan hukum (yang berhubungan dengan)
3) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat)
4) Dipertanggungjawabkan
Sedang menurut Schravendijk, unsur-unsur tindak pidana
adalah:
1) Kelakuan (orang yang).
2) Bertentangan dengan keinsyafan hukum.
3) Diancam dengan hukuman.
4) Dilakukan oleh orang (yang dapat)
5) Dipersalahkan atau kesalahan.
b) Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam UU
Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana
tertentu termasuk yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku III
adalah pelanggaran. Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-
kadang dicantumkan dan seringkali juga tidak dicantumkan apabila
sama sekali tidak dicantumkan adalah mengenai unsur kemanpuan
bertanggungjawab. Disamping itu banyak mencantumkan unsur-unsur
lain baik sekitar atau mengenai obyek kejahatan maupun perbuatan
secara khusus untuk rumusan tertentu.15
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu,
maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana yaitu:
1) Unsur Tingkah Laku.
Tingkah laku dalam tindak pidana terdiri dari tingkah laku
aktif atau pasif (hendelen) atau disebut juga sebagai perbuatan
materiil (materielfeit) dan tingkah laku pasif atau negatif (nalaten).
Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang
untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud
gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh.16
Sedangkan tingkah laku pasif adalah berupa tingkah laku
membiarkan (nalaten), yaitu suatu bentuk tingkah laku yang tidak
melakukan aktifitas tertentu tubuh atau bagian tubuh yang
seharusnya seseorang itu dalam keadaan-keadaan tertentu harus
melakukan perbuatan aktif, dan dengan tidak berbuat demikian
seseorang itu disalahkan karena tidak melaksanakan kewajiban
hukumnya.17
2) Unsur Melawan Hukum.
Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya atau
terlarangnya dari suatu perbuatan, yang sifat tercela mana dapat
bersumber pada Undang-undang (melawan hukum formil atau
formale wederrechtelijk). Karena bersumber pada masyarakat yang
sering juga disebut dengan bertentangan asas-asas hukum
masyarakat, maka sifat tercela tersebut tidak tertulis.
Dalam Undang-undang, suatu perbuatan tidaklah mampunyai
sifat melawan hukum sebelum perbuatan itu diberi sifat melawan
terlarangnya (wederrechtelijk) dengan memuatnya sebagai dilarang
dalam peraturan perundang-undang artinya sifat terlarangnya itu
disebabkan atau bersumber pada dimuatnya dalam peraturan
perundang-undangan.
3) Unsur Kesalahan.
Kesalahan (schuld) adalah unsur menganai keadaan atau
gambaran bati orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan,
karena itu unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat
subyektif.
4) Unsur Akibat Konsumtif.
Unsur akibat konsumtif ini terdapat pada:
a) Tindak pidana materiil (materiel delicten) atau tindak pidana
dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana.
b) Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat
pemberat pidana.
c) Tindak pidana dimana akibat merupakan syarat dipidananya
pembuat.
5) Unsur Keadaan yang Menyertai.
Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana
yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana
perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dalam
kenyataan rumusan tindak pidana dapat:
a) Mengenai cara melakukan perbuatan.
b) Mengenai cara untuk dapatnya dilakukan perbuatan.
c) Mengenai obyek tindak pidana.
d) Mengenai subyek tindak pidana.
e) Mengenai tempat dilakukannya tindak pidana.
f)Mengenai waktu dilakukannya tindak pidana.
6) Unsur Syarat Tambahan untuk Dapatnya Dituntut Pidana.
Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak
pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut pidana
jika adanaya pengaduan dari yang berhak mengadu. Pengaduan
substansinya adalah sama dengan laporan ialah berupa keterangan
atau informasi mengenai telah terjadinya tindak pidana yang
disampaikan kepada pejabat penyelidik atau penyidik yakni
kepolisian atau dalam hal tindak pidana khusus ke kantor Kejaksaan
Negeri setempat. Perbedaan pengaduan dengan laporan ialah pada
pengaduan hanya :
a) Dapat dilakuakan oleh yang berhak mengadu saja yakni korban
kejahatan atau wakilnya yang sah.
b) Pengaduan diperlukan hanya terhadap tindak pidana aduan saja.
7) Unsur Syarat Tambahan untuk Memperberat Pidana.
Mengenai syarat ini telah disinggung pada saat
membicarakan unsur akibat konsumtif dimuka. Unsur ini adalah
berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan bukan unsur syarat
untuk terjadinya atau syarat selesainya tindak pidana sebagaimana
pada tindak pidana materiil.
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana dapat
terletak pada bermacam-macam ialah:
a) Pada akibat yang timbul setelah perbuatan dilakukan.
b) Pada obyek tindak pidananya.
c) Pada cara melakukan perbuatan.
d) Pada subyek hukum pidana.
e) Pada waktu dilakukanya tindak pidana.
f) Pada berulangnya perbuatan.
8) Unsur Syarat Tambahan untuk Dapatnya Dipidana.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah
berupa unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah
perbuatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya
perbuatan. Artinya bila setelah perbuatan dilakukan keadaan ini tidak
timbul, maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum
dan karenanya si pembuat tidak dapat dipidana