Evaluasi kesesuaian lahan Tambak Garam (skripsi dan tesis)

Evaluasi kesesuaian lahan sangat penting untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mempunyai potensi untuk penggunaan tertentu sehingga dapat dikembangkan secara intensif. Dalam penentuan kesesuaian lahan diperlukan kriteria untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Persyaratan tersebut dapat berhubungan dengan penggunaan lahan itu sendiri (biofisik), kondisi sosial ekonomi, budaya dan lingkungan kelembagaan.

Costa et al. (2015) menyatakan bahwa tambak garam di seluruh dunia bervariasi kandungan nutrisi dan kandungan air garam terkonsentrasinya (brines). Variasi ini di antaranya bergantung pada letak geografis, musim dan manajemen tambak garam. Walaupun sebenarnya sudah banyak studi mengenai hal tersebut,namun hanya sedikit yang mengembangkan metode manajemen air gram terkonsentrasi khususnya dengan cara memetakannya berdasarkan parameter limnologi silklus air garam terkonsentrasi untuk membantu manajemen tambak garam.

Lebih lanjut menurut Costa et al. (2015) penelitian mengenai kesesuaian lahan tambak garam dapat digunakan oleh perusahaan pembuatan garam untuk menentukan lokasi mana yang paling baik digunakan sebagai tambak garam berdasarkan parameter limnologinya dalam bentuk model spasial.

Pengelolaan Tambak Garam (skripsi dan tesis)

Garam adalah benda padat berbentuk kristal putih yang tersusun atas senyawa Natrium Klorida (>80 %) dan senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Kalsium Klorida dan lain-lain. Memiliki sifat mudah menyerap air, dengan tingkat kepadatan (density) 0,8-0,9 dan memiliki titik lebur pada suhu 801oC (Purbani, 2003). Garam di Indonesia berdasarkan SNI dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi dipergunakan antara lain untuk keperluan konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan dan pengawetan ikan, sedangkan garam industri dimanfaatkan antara lain untuk keperluan industri perminyakan, tekstil dan industri penyamakan kulit, CAP (Chlor Alkali Plant) yang digunakan untuk proses kimia dasar pembuatan soda dan chlor dan pharmaceutical salt (Purbani, 2003). Garam diproduksi dengan cara menguapkan air laut yang dipompa di lahan penggaraman. Kondisi cuaca menjadi salah satu penentu keberhasilan target produksi garam (Mahdi, 2009)

Pembuatan garam dari air laut terdiri dari proses pemekatan air laut dengan penguapan dan pengkristalan garam. Bila seluruh zat yang terkandung dalam air laut diendapkan/dikristalkan akan terdiri dari campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya Natrium Klorida yang terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa (impurities). Proses kristalisasi yang demikian disebut kristalisasi total. Jika kristalisasi/pengendapan zat tersebut diatur pada tempat yang berlainan secara berturut-turut maka dapat diusahakan terpisahnya komponen garam yang relatif lebih murni. Proses kristalisasi demikian disebut kristalisasi bertingkat. Kristalisasi garam Natrium Klorida yang kemurniannya tinggi terjadi pada kepekatan 25°Be sehingga menjadi 29°Be, sehingga pengotoran dalam garam yang dihasilkan dapat dihindari/dikurangi. Ada dua macam konstruksi penggaraman yang dipakai di Indonesia (Santosa, 2014):

  1. Konstruksi tangga (getrapte).

Konstruksi tangga (getrapte) adalah konstruksi yang terancang khusus dan teratur dimana suatu petak penggaraman merupakan suatu unit penggaraman yang komplit, terdiri dari peminihan-peminihan dan mejameja garam dengan konstruksi tangga, sehingga aliran air berjalan secara alamiah (gravitasi).

  1. Konstruksi komplek meja (tafel complex)

Konstruksi komplek meja (tafel complex) adalah konstruksi penggaraman dimana suatu kompleks (kelompok-kelompok) penggaraman yang luas yang letaknya tidak teratur (alamiah) dijadikan suatu kelompok peminihan secara kolektif, yang kemudian air pekat (air tua) yang dihasilkan dialirkan ke suatu meja untuk kristalisasi. Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa). Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil. Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila konsentrasi air tua belum mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29°Be Magnesium akan banyak mengendap. Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung garamgaram magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk mengurangi kadar Mg dalam hasil garam, meskipun masih dapat menghasilkan kristal NaCl. Sebaiknya kristalisasi garam dimeja terjadi antara 25–29°Be, sisa bittern ≥ 29°Be dibuang.

Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 hari dipungut, disebut sistem portugis. Sedangkan pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10– 15 hari garam diambil di atas dasar tanah disebut sistem maduris. Pencucian garam bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya. Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. Persyaratan air pencuci yang digunakan biasanya air garam (Brine) dengan kepekatan 20–24°Be dengan kandungan Mg kurang dari 10 g/liter.

Mengingat kondisi tambak garam yang dilakukan di sentra-sentra garam yang masih bersifat tradisional, maka berbagai parameter iklim berikut ini sangat menentukan keberhasilan produksi garam. Secara garis besar kondisi iklim yang menjadi persyaratan agar suatu wilayah dapat menjadi tambak garam menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Badan Meteorologi & Geofisika (BMG) (2005) adalah:

  1. Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam antara 1000 1300 mm/tahun.
  2. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau tidak pernah terjadi hujan. Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan (120 hari).
  3. Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup. Makin panas suatu daerah, penguapan air laut akan semakin cepat.
  4. Mempunyai kelembaban rendah/kering. Makin kering udara di daerah tersebut, peguapan akan makin cepat.

Sedangkan menurut Santosa (2014), beberapa faktor yang menjadi variabel dalam produksi garam adalah :

  1. Peningkatan kecepatan penguapan air laut.

Faktor yang paling menentukan terhadap kecepatan penguapan air laut adalah kecepatan angin dan radiasi matahari. Kecepatan angin berpengaruh karena angin membawa uap air dari permukaan air laut sedangkan radiasi berpengaruh karena merupakan sumber masukan energi yang menentukan berlangsungnya penguapan. Pemberian warna pada dasar tanah atau air laut dapat memperbesar radiasi netto dan suhu cairan. Demikian juga letak tanah akan memberikan pengaruh terhadap besarnya kecepatan angin yang diterima sehinga akan berpengaruh terhadap penguapannya. Upaya peningkatan kecepatan penguapan dengan menaikkan dua variabel diatas akan dapat meningkatkan produktifitas dari areal penggaraman.

  1. Penurunan peresapan tanah.

Resapan air laut kedalam tanah, terutama pada bagian peminian yang merupakan areal terluas dari lahan pegaraman (sekitar 80-90%) adalah faktor yang merugikan. Saat ini usaha pemadatan tanah lahan pegaraman hanya dilakukan pada meja-meja tempat kristalisasi (tempat pengendapan garam) sedang lahan peminihan sama sekali tak pernah dilakukan.

  1. Pengaturan konsentrasi pengkristalan garam.

Air laut mengandung berbagai senyawa garam dan masing-masing mengendap berdasarkan tingkat kelarutannya, mulai senyawa besi (ferri oksida), calsium (gips), Sodium (garam dapur) dan Magesium (Magnesium klorida dan sulfat). Diantara senyawa–senyawa garam yang terkandung didalam air laut NaCl merupakan senyawa yang paling besar porsinya. Dengan cara mengatur pengendapannya berdasarkan sifat-sifat kelarutannya akan diperoleh hasil NaCl yang maksimal. Bersadarkan hasil percobaan yang dilakukan Usiglio, NaCl akan mengendap pada konsentrasi antara 25 sampai dengan 29 oBe. Dengan cara mengatur pengen-dapan NaCl pada kisaran konsentrasi tersebut akan diperoleh endapan NaCl sebesar 70% dengan kemurnian 98%.

  1. Perbaikan cara pengolahan tanah.

Dalam produksi garam NaCl mengendap diatas permukaan tanah untuk itu kualitas visual garam yang diperoleh sangat ditentukan oleh kondisi tanah yang digunakan untuk pengendapan (kualitas meja kritalisasi). Kondisi tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap kualitas produksi garam rakyat, sedangkan produksi cara PT. Garam hal tersebut dapat diatasi dengan cara pungutan garam diatas garam (karena sebelum pungutan periodik 10 harian terlebih dahulu dibuat landasan kristal garam yang berumur 30 hari). Untuk memperoleh kualitas tanah meja kristalisasi yang baik sebelum melakukan pelepasan air tua (air laut 25 oBe) tanah tersebut terlebih dahulu diperlakukan Kesap dan Guluk ( biasanya dilakukan 3 kali untuk memperoleh kualitas kekerasan tanah yang memenuhi syarat). Kesap dilakukan dengan tujuan untuk membuang lumpur dan lumut yang menempel pada permukaan tanah sedangkan Guluk bertujuan untuk mengeraskan landasan permukaan tanah. Dengan pengolahan tanah meja kristalisasi yang baik sebagaimana cara diatas akan dapat meningkatkan kualitas garam yang diperoleh.

  1. Penggunaan teknologi baru dalam produksi.

Misalkan teknologi proses pengkristalan garam menggunakan panas listrik atau gas dan teknologi dengan mengalirkan air garam, berputar putar untuk meningkatkan konsentrasinya

Pengelolaan Wilayah Pesisir (skripsi dan tesis)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan konsep keterpaduan (Intregrated Coastal Managemet Zone-ICMZ) dan berkesinambungan. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dimaksud untuk dapat mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai perencanaan pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir. Menurut Abelshausen et al. (2015), menyebutkan bahwa ICZM didefinisikan sebagai proses yang dinamis untuk pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik khas dengan sumberdaya untuk generasi sekarang dan masa depan.

Clark dalam Latief et al. (2012) menyatakan bahwa peran pengelolaan wilayah pesisir mengintegrasikan pencapaian tujuan secara ekonomis dan tujuan konservasi pesisir. Hal ini dapat dicapai melalui rencana pengembangan, keputusan perencanaan dan implementasi kebijakan serta peningkatan lingkungan pesisir yang berjalan bersama dengan aspek rekreasiional dan pelayanan dari wilayah pesisir

Lang dalam Dahuri (2001) menyarankan bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut hendaknya dilakukan pada tiga tataran (level) yaitu tataran teknis, konsultatif dan koordinasi. Pada tataran teknis, segenap pertimbangan teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan harus seimbang/proporsional dimasukkan ke dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan. Sedangkan pada tataran konsultatif, segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat (stakeholder) atau pihak yang akan terkena dampak pembangunan sumber daya pesisir harus diperhatikan sejak tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan. Dan pada tataran koordinasi mensyarakatkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antara semua pihak yang terkait dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Hubugan antara Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Wilayah sebagai “living systems” merefleksikan adanya keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan. Dengan demikian, perubahan dalam ruang wilayah akan menyebabkan perubahan pada kualitas lingkungan baik postif maupun negatif. Padahal lingkungan hidup secara alamiah memiliki daya dukung yang terbatas (carrying capacity), Oleh karena itu perlu adanya inisiatif untuk mengintegrasikan komponen lingkungan dalam aspek pembangunan. Sistem pemanfaatan ruang pada dasarnya mengandung dua komponen utama yaitu komponen penyedia ruang (supply) dan komponen pengguna ruang (demand). Komponen penyedia ruang meliputi proses sumberdaya alam dan fisik binaan, sedangkan komponen pengguna ruang meliputi penduduk dengan aktivitasnya, baik aktivitas produksi maupun konsumsi. Bentuk tata ruang yang terjadi adalah hasil interaksi komponen supply dan komponen demand, berupa tipe-tipe dan perbedaan struktur, sebaran dan bentuk fisik ruang yang terjadi. Imbangan antara tingkat pemanfaatan sumberdaya lahan dan daya dukung dapat dijadikan ukuran kelayakan setiap program pembangunan. Sumberdaya (lahan) dipakai secara layak apabila daya dukung dimanfaatkan sepenuhnya (optimal). Dalam hal daya dukung tersebut tidak dimanfaatkan secara penuh, maka pembangunan tidak efektiv. Sebaliknya apabila pemanfaatan melampaui daya dukung, maka pembangunan menjadi tidak efisien dan cenderung menurunkan kualitas lingkungan. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam mensaratkan diketahuinya daya dukung lingkungan saat ini. Melalui suatu analisis maka dapat kita proyeksikan kapan dan seberapa jauh kemampuan daya dukung tersebut dapat ditingkatnkan. Selain itu pemahaman tentang variasi keruangan dan faktor determinasi sangat membantu dalam merumuskan kebijakan pembangunan.

Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Dalam kenyataannya pembangunan selalu memunculkan paradoks, salah satunya adalah makin berkurangnya kualitas dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan. Terjadi hubungan terbalik antara kebutuhan manusia dengan sumberdaya alam atau lingkungan. Artinya, semakin bayak dan bervariasi kebutuhan manusia, maka kemampuan alam untuk menyediakannya semakin terbatas. Apabila trend tersebut berlangsung terus-menerus, maka pada suatu saat akan terjadi suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi tidak dapat ditingkatkan lagi, sementara kemampuan dan kualitas lingkungan sulit untuk diperbaiki kembali. Inilah yang disebut sebagai the limits to growthyang diperkenalkan oleh Meadows (dalam Berry, et al., 1993). Bahkan, Meadows secara berani juga memperkirakan akan terjadinya kondisi gawat bagi penduduk dunia jika pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan penduduk tidak lagi segera dibatasi secara ketat. Senada dengan pernyataan di atas, jauh sebelumnya pertumbuhan penduduk dan bahan pangan telah lama menjadi perhatian para ahli. Masalahnya adalah laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan persediaan bahan makanan, seperti yang telah dicetuskan oleh Thomas Robert Malthus. Jadi, apabila pertumbuhan penduduk tidak dapat dikendalikan serta laju pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipacu, maka akan terjadi kekurangan persediaan pangan. Selain itu, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan manusia, sering manusia tidak dapat mengekang diri dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut, sehingga kualitas lingkungan menjadi menurun.
Djojohadikusumo (1981) menyebutnya sebagai “krisis lingkungan”, yakni gejala akibat kesalahan atau kekurangan dalam pola dan cara pengelolaan sumber kebutuhan hidup manusia. Gejala-gejala tersebut dianggap sebagai   tekanan krisis yang membahayakan kelangsungan hidup manusia, seperti ancaman terhadap kejernihan udara dan sumber air, terhadap bahan makanan, terhadap kelangsungan produktivitas kekayaan alam flora dan fauna, dan sebagainya. Dan apabila kekuatan ekologis ini telah sedemikian melemah, maka kesehjateraan yang dicapai manusia menjadi tidak bermakna. Dalam perkembangan populasi penduduk, dapat dilihat bahwa dengan kondisi pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan bertambah dan tingkat polusi yang melekat pada kegiatan industri dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya, maka kualitas dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan menjadi sedemikian merosot, hingga pada akhirnya keseimbangan menjadi goyah dan kurva sumberdaya alam menjadi sangat merosot, bahkan sama sekali tidak mampu lagi mendukung aktivitas kemanusiaan. Dengan kata lain kondisi lingkungan dalam posisi gawat jika pertumbuhan penduduk tidak dikontrol secara ketat

Sumberdaya Lahan (skripsi dan tesis)

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya  hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986). Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secarakeseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001)

Perubahan Penggunaan Lahan (skripsi dan tesis)

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. (Wahyunto et al., 2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan  penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (1998) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola perubahan penggunaan lahan.
 Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Grubler (1998) mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah. 3
Menurut Adjest (2000) di negara Afrika Timur, sebanyak 70% populasi penduduk menempati 10% wilayah yang mengalami perubahan penggunaan lahan selama 30 tahun. Pola perubahan penggunaan lahan ini disebabkan karena pertumbuhan penduduk, kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dan transmigrasi serta faktor sosial ekonomi lainnya. Akibatnya, lahan basah yang sangat penting dalam fungsi hidrologis dan ekologis semakin berkurang yang pada akhirnya meningkatkan peningkatan erosi tanah dan kerusakan lingkungan lainnya. Konsekwensi lainnya adalah berpengaruh terhadap ketahanan pangan yang berimplikasi semakin banyaknya penduduk yang miskin. Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Menurut Suratmo (1982) dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi (flora dan fauna), dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.
Penelitian yang membahas tentang perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap biofisik dan sosial ekonomi telah banyak dilakukan. Penelitian terhadap struktur ekonomi, yang dilakukan Somaji (1994) 33 menyatakan bahwa pada tahun 1984 wilayah industri berperan sebanyak 13,05% dan meningkat menjadi 14,65% pada tahun 1990. Nilai ini dicapai akibat dari kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian selama kurun waktu 1981-1990 sebanyak 0,46%. Penelitian Janudianto (2003) menjelaskan perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh kecenderungan perubahan lahan pertanian (sawah) menjadi lahan pemukiman dan perubahan hutan menjadi lahan perkebunan (kebun teh). Hasil penelitian Heikal (2004) menunjukkan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu berpengaruh nyata terhadap peningkatan selisih debit maksimum-minimum sungai. Penurunan luas hutan dan luas sawah meningkatkan selisih debit maksimum-minimum, sedangkan peningkatan luas pemukiman dan kebun campuran meningkatkan selisih debit

Teori Penggunaan Lahan (skripsi dan tesis)

Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat 30 yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko,1995). Menurut Barlowe (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

Teori John Stuart Mill (skripsi dan tesis)

John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian ia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktifitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihidarkan atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis. Kalau pada suatu   waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu: mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagaian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada. Di samping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.

Aliran Marxist (skripsi dan tesis)

Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun. Kedua – duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri – sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk  yang terlalu cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara – negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagaian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut. Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin – mesin untuk menggantikan pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan oleh kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalisasi yang menyebabkan kemelaratan tersebut. Untuk mengatasi hal – hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.

Aliran Neo-Malthusians (skripsi dan tesis)

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Menurut  kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. dunia baru sudah tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar dan rusak

Aliran Malthusian (skripsi dan tesis)

Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Maltus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul: “Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr. Godwin, M.Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antar laki – laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Untuk dapat keluar dari permasalah kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu Preventive Checks, dan Positive Checks. Preventive Checks adalah pengurangan penduduk melalui kelahiran. Positive Checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

Migrasi (skripsi dan tesis)

Migrasi merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor – faktor pendorong dan penarik bagi orang – orang untuk melakukan migrasi, di pihak lain, komunikasi termasuk transportasi semakin lancar. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara atau pun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Migrasi antar bangsa (migrasi internasional) tidak begitu berpengaruh dalam menambah atau mengurangi jumlah penduduk suatu negara kecuali di beberapa negara tertentu yang berkenaan dengan pengungsian, akibat dari bencana baik alam maupun perang. Pada umumnya orang yang datang dan pergi antarnegara boleh dikatakan berimbang saja jumlahnya. Peraturan – peraturan atau undang – undang yang dibuat oleh banyak negara umumnya sangat sulit dan ketat bagi seseorang untuk bisa menjadi warga negara atau menetap secara permanen di suatu negara lain.

Mortalitas (Kematian) (skripsi dan tesis)

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang kematian penting, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Mati adalah keadaan menghilangnya semua tanda – tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Data kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perancangan pembangunan. Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa – jasa lainnya untuk kepentingan masyarakat. Data kematian juga diperlukan untuk kepentingan evaluasi terhadap program – program kebijakan penduduk.

Fertilitas (Kelahiran) (skripsi dan tesis)

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Natalitas mempunyai arti yang sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas menyangkut peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.

Daya Dukung Lingkungan dalam Ecological Footprint (skripsi dan tesis)

Daya dukung lingkungan (ekologi) dalam analisis jejak ekologi kita akan membandingkan antara jejak ekologi dengan biokapasitas. Berdasarkan publikasi Living Planer Report (2006), perbandingan antara biocapacity (supply) dan ecological footprint (demand) dapat mencerminkan carrying capacity atau daya dukung suatu wilayah. Dalam perhitungannya, apabila tapak ekologi lebih besar dibandingkan biokapasitas maka terjadi overshoot yang artinya daya dukung lingkungan telah terlampaui. Dalam kondisi ini terjadi defisit ekologi (ecological deficit) atau berstatus tidak sustainable. Sebaliknya jika tapak ekologi lebih kecil, maka terdapat sejumlah biokapasitas di alam yang tercadangkan untuk menopang kehidupan yang akan datang (ecological debt) atau berstatus sustainable

Jejak Ekologi (Ecological Footprint) (skripsi dan tesis)

Aspek permintaan (demand) makhluk hidup digambarkan dalam istilah jejak ekologi. Ecological footrpint adalah kategori teoretis terhadap penggunaan seluruh area bioproduktif dalam rangka memenuhi kehidupan manusia. Ecological footprint menghitung semua aktivitas manusia tersebut baik yang menghasilkan barang produktif maupun limbah. Jika dipadankan dengan sektor-sektor ekonomi, ecological footprint adalah kegiatan manusia dibidang pertanian, industri, perdagangan, jasa, dan energi. Jika dipadankan dengan ilmu lingkungan maka ecological footprint adalah semua bentuk pemanfaatan materi, informasi, dan energi di alam. Oleh karena itu, ecological footpritnt harus dapat dikonversikan pada nilai yang setara dengan area bioproduktif yang bersesuaian dengannya. Atas dasar itu pula ecological footprint merupakan apa yang diminta oleh manusia untuk mendukung kehidupannya. Hasil dan permintaan itu adalah   berupa penggunaan barang, jasa dan limbah yang terbuang di alam. Atas dasar itu pula, untuk selanjutnya dalam sebuah penelitian istilah ecological footprint diterjemahkan menjadi jejak ekologi. Ecological Footprint secara sederhana dapat ditentukan dengan menelusuri berapa besarnya konsumsi sumberdaya alam (baik berupa produk ataupun jasa), serta sampah yang kita produksi dan disetarakan dengan area permukaan bumi yang produktif secara biologis dalam satuan luasan hektar (ha). Jejak ekologi (Ecological Footprint) adalah konsep untuk mencermati pengaruh manusia terhadap cadangan dan daya dukung bumi. Memahami jejak ekologi memungkinkan untuk melihat seberapa besar kekayaan alam (‘renewable’) yang masih tersisa, dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap ketersediaannya. Jejak ekologi merupakan perangkat analisis untuk mengukur dan mengomunikasikan dampak pemanfaatan sumber daya pada lingkungan.

Berikut Rincian asumsi untuk menetapkan kebutuhan lahan perorang adalah : 1) Kebutuhan pangan adalah berdasarkan 4 sehat 5 sempurna. 2) Kebutuhan papan digunakan standart T 76 perumahan dept. PU :90 m2 untuk keluarga terdiri dari 3 orang atau 20-30 m2 per orang. 3) Kebutuhan transfortasi setara 120 kg beras /tahun. 4) Kebutuhan energi setara 120 kg beras / tahun. 21 5) Kebutuhan untuk daur ulang (air, CO2, limbah/sampah lainnya) setara dengan 120 liter air/hari untuk kemampuan hutan mendaur ulang air 0.3 liter air untuk setiap 1 liter dengan tinggi curah hujan rata-rata 2000-2500 mm dan 56 kg CO2 perhektar hutan serta keanekaragaman hayati. Maka untuk menghitung suatu tapak ekologi per individu/kelompok, terdapat faktor-faktor yang menjadi aspek untuk menentukan berapa besar tapak ekologi per individu.

Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut. 1) Transportasi : metode atau kendaraan apa yang digunakan dalam bepergian, apakah menggunakan motor, mobil, ataukah berjalan kaki. 2) Penggunaan air : menunjukkan seberapa banyak air yang digunakan setiap harinya, dan lama penggunaan air bersih. 3) Berpakaian : menunjukkan berapa pakaian yang digunakan setiap harinya. 4) Rekreasi : menunjukkan kegiatan refreshing yang dilakukan perminggu ke tempat rekreasi. 5) Makanan : menunjukkan berapa banyak makanan yang dikonsumsi dengan menu 4 sehat 5 sempurna. 6) Sampah : menunjukkan metode pembuangan sampah yang dilakukan, dan berapa banyak sampah yang dihasilkan dalam sehari. 22 7) Ruang/tempat tinggal : menunjukkan seberapa luas tanah dan ruangan yang digunakan untuk individu dan keluarganya serta dalam melaksanakan aktivitas sehari hari

Biokapasitas (skripsi dan tesis)

Aspek ketersediaan (supply) menggambarkan kemampuan ekosistem dalam mendukung kehidupan makhluk hidup yang disebut biokapasitas.  Area bioproduktif adalah lahan teoretis dimana produktivitas biologis ekosistem menyediakan kemampuan untuk menopang kehidupan manusia. Nilai kemampuan ini dinamakan biokapasitas. Jadi secara teoretis area bioproduktif memiliki biokapasitas yang berbeda-beda menurut wujud dan ekosistemnya (penggunaan lahan). Hal ini diindikasikan oleh besar faktor equivalen dari masing-masing jenis ekosistem. Jadi biokapasitas adalah apa yang ditawarkan oleh permukaan bumi untuk keberlangsungan hidup manusia.

Ecological Footprint (skripsi dan tesis)

Konsep terkini yang terkait dengan daya dukung lingkungan adalah analisis jejak ekologi (ecological footprint analysis). Analisis ini beranjak dari pertanyaan sederhana tentang seberapa luas kebutuhan manusia dan makhluk hidup di dalamnya jika dibandingkan dengan kemampuan sumberdaya alam dan apakah kondisi bioekosistem masih mampu memenuhinya, karena bagaimanapun juga ekosistem memiliki batas-batas dalam menopang semua aktivitas manusia. Jejak ekologis menunjukkan bahwa daerah yang kita tempati di bumi ini tidak hanya sekedar rumah tempat kita tinggal, akan tetapi keseluruhan lahan 18 yang dibutuhkan untuk mendukung hidup kita. Tidak semua lahan bisa berfungsi untuk menunjang kehidupan kita secara berkelanjutan. Oleh karena itu, jejak ekologis hanya mengukur lahan yang mampu berproduktif biologis. Ecological footprint mengukur permintaan penduduk atas alam dalam satuan meterik, yaitu area global biokapasitas. Dengan membandingkan ecological footprint dengan ketersediaan biologis bumi (biokapasitas). Dalam kaitannya dengan analisis daya dukung lingkungan, maka ecological footprint merupakan suatu alat manajemen sumberdaya yang dapat mengukur seberapa banyak tanah dan air yang dibutuhkan oleh populasi manusia untuk menghasilkan sumberdaya yang dikonsumsinya serta untuk menyerap limbah sehubungannya dengan penggunaan teknologi. Pada saat permintaan terhadap sumberdaya ekologis melampaui apa yang bisa disediakan oleh alam secara berkelanjutan, maka hal ini disebut sebagai kondisi ekologis yang terlampaui (ecological overshoot) (Rusli dkk., 2009)

Teori Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup, daya dukung lingkungan kemudian dibedakan menjadi daya dukung alam, daya tampung lingkungan binaan, dan daya tampung lingkungan sosial yang secara harfiah didefinisikan sebagai berikut.  a. Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumberdaya untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan. b. Daya tampung lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan hidup buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk. c. Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan kelompok penduduk yang berbeda – beda untuk hidup bersama – sama sebagai satu masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib dan aman. Pengertian di atas masih mengacu pada arti secara umum, akibatnya dalam operasional sulit dimanfaatkan atau dipergunakan. Dasman (1992) mendefinisikan daya dukung secara lebih operasional sebagai jumlah penduduk yang dapat ditunjang per satuan daerah pada tingkat teknologi dan kebudayaan tertentu. Menurut Lenzen (2003), ia berpendapat bahwa kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai bandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan.
Carrying Capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan makhluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Daya dukung lingkungan meliputi daya dukung biofisik dan daya dukung sosial dimana keduanya mempunyai keterkaitan. Daya dukung biofisik dipengaruhi oleh daya dukung sosial. Daya dukung dipengaruhi oleh faktor sumberdaya, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor teknologi, budaya, dan kebijakan (Lang dan Armour, 1991).

Daya dukung biofisik adalah jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh sumberdaya dengan tingkat teknologi tertentu. Tingkat keberlanjutan daya dukung biofisik yang ditentukan oleh organisasi sosial termaksuk tingkat konsumsi dan kegiatan perdagangan (Lang dan Armour, 1991). Sifat daya dukung pada suatu wilayah tidaklah tetap. Daya dukung dapat berubah oleh perkembangan teknologi, tetapi yang paling sering terjadi adalah perubahan ke arah kondisi yang lebih buruk akibat tekanan penduduk yang terus meningkat. Sejalan dengan penurunan kualitas lingkungan, daya dukung aktual juga mengalami penyusutan sehingga tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk yang ada untuk hidup sejahtera (Huisman, 1991). Pada suatu periode, daya dukung wilayah memang dapat berada pada posisi yang rendah akibat kerusakan dan degradasi sumberdaya, namun dapat meningkat lagi oleh 17 faktor perubahan sosial dan intervensi (McConnel dan Abel, 22007 dalam JCN et al., 2007). Pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah mempunyai hubungan dengan daya dukung wilayah yang bersangkutan. Jumlah penduduk yang terus meningkat berpotensi mencapai suatu kondisi dimana daya dukung wilayah sudah tidak lagi mampu mendukung jumlah penduduk yang ada. Dampaknya adalah adanya penderitaan dan kemerosotan kesehjateraan (McConnel dan Abel, 22007 dalam JCN et al., 2007). Selain faktor pertumbuhan penduduk, dinamika daya dukung dipengaruhi pula oleh dinamika spasial dan temporal sumberdaya yang tersedia. Oleh sebab itu, model pengembangan wilayah yang berbasis daya dukung perlu memperhatikandua aspek tersebut.

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) (skripsi dan tesis)

Pembangunan berkelanjutan oleh Komisi Brundtland didefinisikan sebagai suatu aktvitas pembangunan yang memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia dimasa yang akan datang, pengertian ini kemudian dikembangkan lagi oleh UNEP menjadi “memperbaiki kualitas kehidupan manusia dengan tetap memelihara kemampuan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan hidup dari ekosistem yang menopangnya”. Adapun Suatu pendapat mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup, dimensi ekonomi dan aspek sosial politik sedemikian rupa yang masing-masing mempengaruhi terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia (produksi, konsumsi, dan sebagainya). Hal tersebut juga haruslah dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang yang disertai akses pembangunan sosial ekonomi tanpa melampaui batas ambang lingkungan (WCED, 1987).

Menurut Salim dalam Brata (1992), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan manusia dalam pembangunan. Perlunya konsep pembangunan berkelanjutan ini didasari oleh lima ide pokok. 1Pertama, proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus dan continue, yang ditopang oleh sumber daya alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut pula. Kedua, seumber daya alam (terutama udara, air, dan tanah) memiliki ambang batas, dimana penggunanya akan menciutkan kuantitas dan kualitasnya. Ketiga, kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Keempat, bahwa pola penggunaan sumberdaya alam saat ini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan. Dan kelima, pembangunan berkelanjutan mengandaikan solidaritas transgenerasi, sehingga kesehjateraan bagi generasi selanjutnya menjadi hal mendasar dalam pelaksanaannya. Inilah suatu prinsip utama yang dianut dan dikembangkan oleh World Commision on Environment and Deveolpment. Definisi pembangunan berkelanjutan menurut Bond et al. (2001) adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial, dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Bosshard (2000) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang harus mempertimbangkan lima prinsip kriteria, (a) Abiotik lingkungan, (b) Biotik lingkungan, (c) Nilai-nilai budaya, (d) Sosiologi, dan (e)Ekonomi. Konsep pembangunan yang berkesinambungan memang mengimplikasikan batas atau daya dukung lingkungan. Batas yang dimaksud bukan batas absolut,  akan teteapi batas yang ditentukan oleh organisasi sosial, kemampuan biosfer menyerap pengaruh kegiatan-kegiatan manusia, dan teknologi yang memberi jalan bagi era baru pertumbuhan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan mengaitkan tiga aspek utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagaimana Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi dan sosial budaya, Ekosistem terpadu (integraterd ecosystem) yang menopangnya harus tetap terjaga dengan baik. Oleh karena itu aspek lingkungan perlu diinternalisasikan ke dalam pembangunan ekonomi. Secara sosial, ekosistem ini harus dijaga hingga generasi yang akan datang (inter-generasi) sebagai sumber daya alam pendukung terutama dalam menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang serta merta memacu produksi, dan konsumsi. Sementara dampak bagi intra-generasi, pembangunan ekonomi seharusnya tidak membuat kesenjangan dalam masyarakat, akan tetapi justru memicu terjadinya pemerataan dan kestabilan.

Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga matra berikut ini: a. Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan fakta bahwa lingkungan hidup dan berbagai elemen di dalamnya memiliki keterkairan dan juga memiliki nilai ekonomi (dapat dinyatakan dengan nilai uang). Pembangunan ekonomi berkelanjutan dapat mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam secara efektif dan efisien dengan yang berkeadilan dalam perimbangan modal masyarakat, pemerintah dan dunia.  b. Keberlanjutan sosial budaya. Pembangunan berkelanjutan berimplikasi pada pembentukan nilai-nilai sosial budaya baru dan perubahan bagi nilai-nilai sosial yang telah ada, serta peranan pembangunan yang berkelanjutan terhadap iklim politik serta stabilitasnya. Dalam hal ini juga keikutsertaan masyarakat diperlukan dalam pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan serta mengurangi kesenjangan antar tingkat kesehjateraan masyarakat. c. Keberlanjutan lingkungan hidup (ekologi) manusia dan segala eksistensinya. Sebagai penopang pembangunan ekonomi, lingkungan perlu dipertahankan kualitasnya, karena itu harus dijaga keselarasan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan. Sebagai suatu upaya mempertahankan keberlanjutan, setiap kegiatan diminimalisasikan dampak lingkungannya, diupayakan menggunakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, mengurangi limbah dan meningkatkan penggunaan teknologi ramah lingkungan

Pembangunan dan Lingkungan (skripsi dan tesis)

 Masalah lingkungan menjadi perhatian serius sejak tahun 1970an. Melalui amanat Undang – Undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat yang dikenal dengan National Environmental Policy Act (NEPA).Di Indonesia masalah lingkungan mulai serius dibicarakan sejak pelita ke IV dan dibentuknya Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1978 pada cabinet ke tiga (1978 – 1983). Bentuk perhatian pemerintah terhadap lingkungan saat ini adalah dengan melakukan berbagai upaya untuk menekan dampak negative industri diantaranya dengan menganjurkan penggunaan teknologi bersih, memasang alat pencegah pencemaran, melakukan proses daur ulang dan menetapkan wajib melakukan pengolahan limbah bagi industry [8]. Konsep pembangunan berkelanjutan perlu menjadi jargon setiap aktivitas pembangunan kota. Menurut World Commission on Environmental and Development pembangunan berkelanjutan adalah sebagai pembangunan yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri[17].
Terdapat dua konsep utama yang diapungkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu kebutuhan (concept of needs) dan keterbatasan (concept of limitations).Dengan demikian diperlukan pengaturan agar lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka memnuhi keutuhan manusia. Emil Salim menjelaskan hal perlu diperhatikan dalam konsep pembangunan berkelajutan adalah : 1. Pembangunan berkelanjutan menghendaki penerapan perencanaan tata ruang (spatial planning) 2. Perencanaan pembangunan menghendaki adanya standar lingkungan 3. Penerapan mengenai analisis dampak lingkungan (AMDAL). Terdapat empat prinsip etika berkelanjuan untuk mendasari etika sustainable society [2]yaitu : 1. Sustainable society memgang teguh etika bahwa bumi ini memiliki sumber – sumber yang terbatas dan digunakan oleh semua organism, dengan kata lain bukan semua untuk kita tapi satu untuk semua. 2. Manusia merupakan bagian dari alam dan juga merupakan subyek dari hokum – hokum alam dan tidak kebal terhadap hokum alam. Dengan kata lain manusia bukan merupakan puncak atau penguasa alam tetapi merupakan satu anggota dari jarring – jarring kehidupan yang saling berkaitan dan terpengaruh oleh hokum dan keterbatasn – keterbatasan alam. 3. Manusia yang berhasil adalah manusia yang mampu bekerjasama dengan kekuatan – kekuatan alam bukan manusia yang mendominasi alam. 4. Memegang prinsip yang tegas bahwa ekosistem yang sehat yang berfungsi baik adalah sangat penting untuk semua bentuk kehidupan. Berikut dampak pembangunan terhadap lingkungan : Dampak akibat fakor internal dapat berupa; bajir, longsor, badai, kebakaran hu tan, dll.
Dampak akibat faktor eksternal atau akibat campur tangan manusia: – 50 sampai 100 species tumbuhan dan binatang punah akibat penggundulan hutan. Meningkatnya populasi manusia yang puluhan bahkan ratusan orang per hari telah meningkatkan kebutuhan u ntuk air, makanan dan sumber lainnya. Akibatnya planet bumi menjadi panas, hujan menjadi asam, jaringan kehidupan menjadi tercabik – cabik – Efek kenaikan rumah kaca, peningkatan suhu bumi – Pencemaran udara akibat industry; CO dapat menyebabkan gangguan otak, SO2, NO2 dapat menimbulkan gangguan pernafasan dan iritasi mata. Debu bila beracun dapat menggangu syaraf, menyebabkan anemia, debu mengandung serat asbes dapat memicu kanker. – Pencemaran daratan oleh limbah padat/barang bekas.

Kebijakan Pengembangan Kota (skripsi dan tesis)

Peranan utama dari pengembangan wilayah adalah menggarap langsung persoalan – persoalan fungsional yang berkaitan dengan tingkat regional/wilayah. Hal ini menimbulkan dua cara pendekatan, yaitu disatu pihak pengembangan wilayah merupakan perencanaan wilayah sebagai erluasan dari perencanaan kota, terutama menangani masalah – masalah yang hanya dapat diputuskan oleh wilayah yang lebih besar dari pada kota. Mengingat perencanaan suatu kota tidak dapat mengabaikan perkembangan wilayah lainnya. Dipihak lain, pengembangan wilayah merupakan perencanaan mengenai bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun kesempatan hubungan interregional terkait prospek ekonomi jangka panjang[4]. Rencana pengembangan kawasan permukiman menurut RTRW 2010 – 2030 dengan tujuan menyediakan ruang untuk pengembangan perumahan pegawai, serta masyarakat luas dengan tingkat kepadatan bangunan dan tipologi rumah yang bervariasi dalam upaya mewujudkan pengembangan kawasan permukiman yang serasi dan berimbang. Sebaran alokasi ruang tersebut meliputi :
 – Pengembangan perumahan kepadatan tinggi
– Pengembangan perumahan kepadatan sedang
– Pengembangan perumahan kepadatan rendah

Kota dan Perkembangannya (skripsi dan tesis)

 Kota sebagai suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan serta pemusatan penduduk, kota akan berkembang dengan cepat dengan perubahan – perubahan di segala bidang. Salah satunya adalah perubahan pada kenampakan fisik kekotaannya. Konsekuensi perkembangan kota secara horizontal disebut juga dengan gerakan sentrifugal [16]. Untuk melihat perkembangan kota melalui pendekatan morfologi kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk kenampakan fisikal dari lingkungan kota[3], memperkenalkan 3 unsur morfologi kota sebagai ciri identifikasi fisik/morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe atau karakteristik bangunan. Sementara itu[6] juga mengemukakan unsur -unsur yang serupa dengan dikernukakan conzen, yaitu plan, architectural style and land use. Menilik hal tentang kota merupakan topik yang menarik, karena sebagian besar penduduk dunia bertempat tinggal dan bekerja di kota. Prediksi habitat menurut ungkapan[7] pada tahun 2020, jumlah penduduk kota dunia mencaai 57% dan dari seluruh negara berkembang, 34% urbanisasi disumbangkan “hanya” oleh lima negara yang salah satunya termasuk Indonesia. Hal ini wajar terjadi karena adanya pandangan terhadap p erbedaan tingkat penghidupan (livelihood) kota dan desa, adanya perilaku: keinginan untuk meningkatkan taraf hidup dan keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan akses kepada aset ekonomi. Perkembangan kota ditandai dengan bertambah luasnya area perkotaan /terbangun dari tahun ke tahun, seperti dikatakan dalam penelitian([5] Iswandi, U, 2010)mengenai konversi lahan pertanian di Kota Padang. Aspek perkembangan dan pengembangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya ikatan – ikatan ruang perkembangan wilayah secara geograris. Proses perkembangan ini dalam arti luas [11]mengemukakan ada 2 hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu : 1. Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian, 2. Pengaruh sisterm aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. Variabel yang berpengaruh dalam proses perkembangan kota diantaranya adalah: 1. Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi 2. Faktor kesesuaian lahan 3. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusatkota mendapatkan perubahan yang lebih maju 4. Penduduk; 5. Fungsi kawasan perkotaan; 6. Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi; 7. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi;. Berawal dari pertumbuhan penduduk dan segala aktifitasnya memiliki konsekuensi terhadap luasan spasial yang bersifat tetap dan terbatas di wilayah kota. Hal inilah yang memicu terjadinya perkembangan spasial secara horizontal di kota.
Dinamika yang terjadi di kota memiliki konsekuensi secara spasial. Ditinjau dari prosesnya perkembangan spasial secara fisikal ada 2 : 1) Proses perkembangan spasial secara horizontal, proses ini menjadi penentu bertambah areal kekotaan dan makin padatnya bangunan di dalam kota. Secara definitif dapat diartikan suatu proses penambahan ruang yang terjadi secara mendatar dengan cara menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di daerahdaerah pinggiran kota maupun di bagian dalam kota. 2) Proses perkembangan spasial secara vertikal, adalah proses penambahan ruang kota dengan menambahkan jumlah lantai bangunan pada bangunan tertentu. Melihat perkembangan kota yang dapat diamati melalui indikator – indikator diatas cepat atau lambat akan berdampak kepada kondisi lingkungan setempat, karena aktivitas kota berlangsung di atas ruang atau lingkungan. Dengan demikian peran lingkungan/lahan sangat penting sebagai salah satu unsur penting dalam pembangunan, sehingga lingkungan perlu menjadi perhatian khusus karena sifat keterbatasannya sedangkan aktivitas pembangunan selalu mengalami perubahan dan bersifat dinamis.

Konsep Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Dalam perkembangan ilmu tanah, pada tahun 1970-an, para pakar mulai banyak mengggunakan istilah lahan (tanah).lahan dalam bahasa Inggrisnya land.[12]mengemukakan bahwa lahan merupakan lingkungan fisis dan non fisik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik terkait dengan segala faktor yang mempengaruhinya meliputi lereng, kesuburan dan lainnya. Lahan sebagai sumberdaya pokok dalam pembangunan bersifat statis sedangkan kebutuhan akan lahan bersifat dinamis. Oleh karena itu kebutuhan haruslah diimbangi dengan ketersediaan. Bicara daya dukung adalah perbandingan antara demand dan supply terkait lahan dan pertumbuhan penduduk serta konsekuensinya dalam memenuhi kebutuhan hidup, dimana ketersediaan lahan bersifat statis harus mampu memenuhi permintaan yang cenderung dinamis. Walaupun dengan kemajuan teknologi kebutuhan akan lahan tersebut bisa diantisipasi. Namun konsekuensinya adalah anggaran yang lebih besar dan technology yang tinggi. Pada dasarnya kondisi lingkungan tanpa ada faktor katalisator yang mempercepat penurunan kualitasnya yang dalam hal ini adalah manusia, tetap saja lambat laun akan mengalami penurunan kualitas. Oleh karenanya sifat daya dukung lingkungan tidaklah mutlak, tetapi selalu berubah karena keberadaan dan perkembangan teknologi.Namun yang kebanyakan terjadi adalah daya dukung lingkungan kea rah kondisi yang lebih buruk. Kondisi ini akan lebih diperparah oleh tekanan pendudu yang terus meningkat, pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan.
 Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang konsep lingkungan hidup, membedakan daya dukung lingkungan menjadi daya dukung alam, daya tamping lingkungan binaan dan daya tamping lingkungan sosial sebagai berikut : 1). Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsure dan sumberdaya untuk menunjang peri kehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan. 2). Daya tamping lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan manusia dan kelompok pen duduk yang berbeda – beda untuk hidup bersama – sama sebagai satu masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib dan aman. Ruang lingkup daya dukung lingkungan dalam Undang – Undang No. 23/1997, daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Soemarwoto([14] Soemarwoto Otto, 2003), daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Undang – Undang terbaru No.32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perkehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya[9]. Carrying capacity dalam konteks ekologis adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia dalam ekosistem tersebut (Rees dalam Nurhayati, 2009). Hal lain yang terkait defenisi daya dukung adalah lingkup daya dukung, meliputi daya dukung biofisik adalah jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh sumberdaya dengan tingkat teknologi tertentu[10].

Daya Tampung (skripsi dan tesis)

Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup mengatakan Daya tampung merupakan kemampuan suatu lingkungan dalam menampung ataupun menyerap suatu energi serta lainnya yang masuk di dalamnya. Di dalam konsep ekowisata, daya tampung mengacu pada daya dukung fisik kawasan yaitu untuk menerima wisatawan dalam jumlah maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara berkesinambungan tanpa merusak suatu lingkungan. Daya tampung yang di maksud pada penelitian ini merupakan daya dukung fisik yaitu kemampuan suatu kawasan secara fisik untuk menerima jumlah maksimum wisatawan dengan intensitas yang maksimum terhdapa sumberdaya alam yang berkesinambungan tanpa merusak lingkungan. Wardhani (2007) mengungkapkan bahwa pemanfaatan suatu sumberdaya alam sebagai kegiatan ekowisata yang sesuai dengan daya tampunnya akan sangat berpengaruh bagi keberlanjutan ekowisata tersebut. Menurut pengembangan ekowisata harus memperhatikan daya tampung wisatawan apalagi jika kegiatan wisata tersebut di lakukan di daerah pesisir. Daerah pesisir merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap kegiatan manusia, baik itu di laut ataupun di daratan. Faktor yang di gunakan tentang daya tampung kawasan wisata pantai yaitu luasan pantai yang di gunakan untuk kegiatan wisata.

Daya Dukung (skripsi dan tesis)

Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan. Dalam pembangunan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat diharapkan tidak melupakan kelestarian lingkungan. Pemanfaatan  sumber daya alam suatu pembangunan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Secara umum daya lingkungan menurut Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dalam buku Pedoman Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (2014) menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung aktivitas manusia, makhluk hidup lain serta terjadinya keseimbangan diantara keduanya. Lebih lanjut, Maulana ( 2009 dalam Adyanti 2010) menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan merupakan jumlah individu maksimum yang dapat di tampung pada suatu area tanpa mempengaruhi bahkan merusak lingkungan. Dalam konteks wisata, terdapat beberapa pengertian daya dukung. World Tourism Organisation mengartikan daya dukung wisata sebagai jumlah maksimum orang yang dapat mengunjungi tujuan wisata pada saat yang sama tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya dan penurunan kualitas kepuasan pengunjung. Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa daya dukung dalam konteks wisata yaitu merupakan kemampuan suatu daerah untuk menerima wisatawan yang dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu (Soemarwoto, 2004).
McNeely (1992) mengartikan daya dukung wisata sebagai tingkat pengunjung yang mamanfaatkan suatu kawasan wisata dengan perolehan tingkat kepuasan yang optimal serta dampat terhadap sumberdaya yang minimal. Kemudian Libosada (1998) mengartikan daya dukung lingkungan wisata yaitu jumlah maksimum yang dapat diakomodir pada suatu area dengan tidak mempengaruhi atau merusak lingkungan yang ada dan dapat memberikan kepuasan terhadap pengunjung. O’Reilly (1986) mempunyai dua pemikiran terhadap daya dukung, yang pertama yaitu daya dukung pariwisata adalah kemampuan daerah tujuan untuk menyerap dampak negatif dari kegiatan pariwisata yang dirasakan oleh masyarakat lokal, sedangkan yang kedua yaitu apabila daya dukung telah terlampaui dan wisatawan merasakan ketidaknyamanan yang menyebabkan wisatawan tidak tertarik lagi untuk mengunjuung tempat tersebut maka wisatawan akan mencari tempat wisata yang lain. Menurut sunaryo  (2013) mengatakan bahwa daya dukung (Carrying capasity) yaitu suatu kondisi dimana jumlah kedatangan, lama tinggal dan pola perilaku wisatawan di destinasi yang akan memberikan dampak terhadap masyrakat lokal, lingkungan, dan ekonomi masyarakat lokal masih terjaga dalam batas aman dan memungkinkan untuk keberlanjutan bagi kepentingan generasi yang akan datang.
Lebih lanjut, sunaryo mengatakan bahwa kondisi tersebut dapat dihitung dan dianalisis berdasarkan beberapa variabel penting sebagai berikut : a) Jumlah kedatangan dan kategori wisatawan, b) Jangka waktu lama tinggal wisatawan, c) Karakter dan pola perilaku wisatawan, d) Karakter dan ketahanan lingkungan setempat, baik pada aspek fisik, biotik, dan sosial-ekonomi-budaya. Pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan wisata memerlukan konsep daya dukung sebagai pertimbangan. Daya dukung sendiri merupakan konsep dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang merupakan batas penggunaan suatu area yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor alami untuk daya tahan lingkungan Hendee et al., (1978). Daya dukung wisata alam merupakan konsep dasar yang dikembangkan dalam pemanfaatan jasa sumber daya alam dan lingkungan yang lestari. Lebih lanjut Hawkins et al.,(2005) menjelaskan bahwa konsep ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan sumber daya dan lingkungannya sehingga dapat dicapai pengelolaan sumber daya alam yang optimal baik secara kualitatif maupun kuantitif. Daya dukung lingkungan dapat menentukan kualitas kepuasan serta kenyamanan pengunjung dalam menikmati keindahan alam di area wisata yang dikunjungi. Hal ini dikarenakan daya dukung obyek wisata memiliki kaitan yang erat dengan jumlah pengunjung yang mengunjungi obyek wisata tersebut. Tentunya wisatawan butuh suasana yang tenang untuk dapat menikmati keindahan alam sehingga daya dukung yang terlampaui pada suatu obyek wisata dapat mengurangi kenyamanan dan kepuasan wisatawan akibat banyaknya wisatawan. Peniaian daya dukung yang mempertimbangkan aspek biofisik lingungan suatu wisata sangatlah penting untuk mengetahui batas ambang maksimum jumlah 14 pengunjung yang berada pada arel wisata tersebut pada satu waktu bersamaan sebagai “rambu-rambu” bagi pengelola daam mengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Mengingat Wana Wisata Pantai Tamporah yang semakin mengalami kenaikan pengunjung maka juga perlu dilakukan analisis daya dukung lingkungan. Peningkatan kunjungan wisatawan akan memberikan dampak terhadap lingkungan karena semakin banyaknya tekanan fisik terhadap daya dukungnya. Selain itu, menurut Richardson dan Fluker (2004 dalam Pitana dan Diarta 2009) mengatakan bahwa dampak terhadap lingkungan juga dipengaruhi oleh karena adanya penggunaan alat transportasi, pembangunan fasilitas wisata, tekanan terhadap sumber daya alam, perusakan habitat liar serta polusi dan pencemaran limbah lainnya. Luchman (2004) mengatakan bahwa daya dukung dapat menurun atau rusak salah satunya karena faktor internal yaitu adanya aktivitas manusia.
Hal-hal yang mempengaruhi daya dukung menurut Mc Cool dan Lime ( 2001) dapat di kelompokkan menjadi tiga, yaitu : a. Karakteristik sumberdaya alam seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim, dan air. b. Karakteristik pengelolaan seperti kebijakan dan metode pengelolaan. c. Karakteristik pengunjung seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial, dan pola penggunanaan. Daya dukung kawasan wisata dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisata dan faktor biofisik kawasan. Tujuan wisatawan dapat dikaitkan dengan psikologi tertentu wisatawan. Faktor psikologi disini yaitu merupakan psikologis yang dapat membuat wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Sedangkan faktor biofisik yang berpengaruh terhadap daya dukung bukan hanya faktor alamiah seperti kondisi lingkungan di area tersebut tetapi juga faktor buatan manusia seperti adanya perkampungan di dekat daerah wisata tersebut. Hal ini dapat terjadi apabila limbah wisatawan dari kegiatan wisata dapat mempengaruhi daya dukung lingkungan pariwisata (Kurniawaan, 2004). Kemudian UNEP (2003) menyebutkan bahwa faktor utama dalam memperkirakan daya dukung terdiri dari 15 faktor lingkungan, sosial, dan pengelolaan. Adapun faktor lingkungan untuk menentukan daya dukung meliputi : a. Ukuran kawasan dan ruang yang dimanfaatkan. b. Lingkungan yang rapuh, tidak semua kawasan memiliki lingkungan yang kuat untuk menerima aktivitas manusia. c. Daya dukung dipengaruhi oleh jumlah, keanekaragaman dan distribusi satwa liar dan beberapa spesies tertarik pada kawasan yang memiliki iklim dan basah sehingga spesies akan terkonsentrasi. d. Topografi dan tutupan vegetasi. e. Tingkah laku spesies satwa tertentu yang merasa terganggu terhadap aktivitas wisatawan. Daya dukung pada dasarnya tidaklah selalu konstan. Artinya, daya dukung dapat ditingkatkan dengan penambahan atraksi dan fasilitas pendukung pada zona yang telah ditetapkan.

Pembangunan Wisata Berkelanjutan (skripsi dan tesis)

Pembangunan wisata berkelanjutan merupakan pembangunan wisata yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan generasi yang selanjutnya. Yang dimaksud yaitu pembangunan wisata harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Terjaminnya pembangunan yang berkelanjutan yaitu tersedianya sumber daya secara berkelanjutan dalam membangun suatu kawasan wisata. Suwena (2010) menerangkan bahwa suatu kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Secara ekologi berkelanjutan yaitu bahwa pembangunan berkelanjutan pariwisata tidak menimbulkan kerusakan pada ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan utama atau kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumber daya alam serta lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata. b. Secara sosial dapat diterima yaitu upaya kemampuan yang dapat diterima oleh penduduk setempat tanpa menimbulkan konflik sosial. c. Secara kebudayaan yaitu masyarakat lokal atau setempat mampu beradaptasi pada budaya wisatawan yang cukup berbeda (kultur wisatawan). d. Secara ekonomi dapat menguntungkan, yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kemudian oleh Burns dan Holder (1997) konsep pembangunan berkelanjutan diadaptasikan untuk bidang pariwisata sebagai suatu model yang mengintegrasikan lingkungan fisik (place), lingkungan budaya (host community), dan wisatawan (visitor).
Dalam mencapai pembangunan wisata yang berkelanjutan, kemudian Burns dan Holder (1997 dalam Suwena 2010) mengkontruksikan ketiga hal tersebut melalui tujuh prinsip, yaitu : a. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang berfungsi sebagai nilai aset suatu wisata. Kepentingan lingkungan bukan hanya untuk kepentingan masa sekaranag akan tetapi juga merupakan kepentingan masa mendatang. b. Pariwisata harus dikenalkan sebagai kegiatan yang positif yang dapat memberikan keuntungan baik bagi lingkungan, masyarakat dan wisatawan. c. Pariwisata dan lingkungan memiliki hubungan bahwa kegiatan pariwisata tidak boleh merusak sumber daya alam sehingga lingkungan tersebut dapat berkelanjutan dan dapat dinikmati oleh generasi masa mendatang serta membawa dampak yang dapat diterima. d. Kegiatan pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala/ukuran alam dan karakter kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan. e. Keharmonisan antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat atau lingkungan, dan masyarakat harus di bangun. Hal yang dimaksud adalah tidak adanya yang dirugikan dari adanya kegiatan pariwisata baik itu terhadap wisatawan, lingkungan, serta masyarakat setempat. f. Dunia yang cenderung dinamis dan penuh dengan adanya perubahanperubahan selalu memberi keuntungan. Adaptasi terhadap perubahanperubahan dunia tidak boleh keluar dari prinsip di atas. g. Industri pariwisata, pemrintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan sama sama memiliki tugas untuk peduli terhadap prinsip-prinsip diatas serta berkerjasama untuk mencapai prinsip-prinsip tersebut.

Wisata Alam (skripsi dan tesis)

Menurut Direktorat Pemanfaatan Alam dan Jasa Lingkungan (2002) Wisata alam merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela yang hanya bersifat sementara untuk menikmati keunikan dan keindahan alam di Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Suwantoro (1997) mengatakan bahwa wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Kegiatan wisata alam yaitu kegiatan rekreasi, pariwisata pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan semua kegiatan yg berupa cinta alam yang dilakukan di obyek wisata. Kegiatan wisata alam harus tetap memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian lingkungan. Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahan alam baik yang masih alami ataupun yang sudah ada usaha budidaya. Wisata alam di gunakan sebagai penyeimbang hidup setalah melakukan aktivitas yang sangat sibuk dan akibat suasana keramaian kota (Anonim. 2016). Menurut Maulidi (2015) mengatakan bahwa suatu wisata alam memiliki tujuan, yaitu :  a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. c) Melestarikan alam, lingkungan, dan budaya. d) Memupuk rasa cinta tanah air. e) Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa. f) Mempererat persahabatan antar bangsa.

Ekowisata (skripsi dan tesis)

 Banyak pendapat dari para ahli mengenai pengertian ekowisata. Suprayitno (2008) mengatakan bahwa ekowisata merupakan suatu model wisata alam yang bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau daerah yang dikelola secara alami yang memilik tujuan untuk menikmati keindahan alam dengan melibatkan unsur pendidikan serta dukungan terhadap usaha konservasi dan meningkatkan pendapatan perekonomian masyarakat setempat (Suprayitno,2008). Lebih lanjut Latupapua (2007) berpendapat bahwa ekowisata merupakan istilah dan konsep yang menghubungkan antara pariwisata dengan konservasi. Hal ini dikarenakan ekowisata sering dipahami sebagai pariwisata yang berwawasan lingkungan dan merupakan jenis wisata yang mengutamakan tanggungjawab wisatawan terhadap lingkungan. Wood (2002) mendefinisikan bahwa ekowisata merupakan kegiatan wisata bertanggungjawab yang berbasis utama pada kegiatan wisata alam, dengan mengikutsertakan pula sebagian kegiatan wisata pedesaan dan wisata budaya. Kemudian Fennel (1999) mendefinisikan ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, di kelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah pada lingkungan serta tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, ekowisata dapat di lihat dari tiga perspektif, yakni: a) Ekowisata sebagai produk Ekowisata sebagai produk artinya ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber alam. b) Ekowisata sebagai pasar Ekowisata sebagai pasar artinya ekowisata merupakan perjalanan yang di arahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.  c) Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara lingkungan. Kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan akan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut (Danamik et al.,2006). Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2009), ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting, yaitu : a) Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan sehingga dapat meningkatkan pemahaman serta apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang berkelanjutan. Pendidikan di berikan melalui pemahaman terkait betapa pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman di berikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima. b) Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang di kungjungi. c) Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya. d) Memberikan keuntungan ekonomi terutama pada msyarakat lokal. Oleh karena itu, ekowisata bersifat menguntungkan (profit). e) Dapat terus bertahan dan berkelanjutan. Berdasarkan dari elemen-elemen ekowisata, terdapat beberapa cangkupan ekowisata yaitu untuk edukasi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi, dan upaya dalam kegiatan konservasi.
Pengembangan ekowisata harus mengacu pada prinsip-prinsip ekowisata untuk mencapai keberhasilan ekowisata dalam mempertahankan kelestarian dan pemanfaatan (Fandeli, 2000). Lebih lanjut Danamik et al.,(2006) menyatakan bahwa terdapat tujuh prinsip-prinsip ekowisata. Ketujuh prinsip ekowisata tersebut antara lain : 6 a) Mengurangi dampak negatif beberapa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b) Membangun kesadaran serta penghargaan atas lingkungan dan budaya dengan tujuan wisata, baik pada diri wisatawan, maysrakat lokal, ataupun pelaku wisata lainnya. c) Menwarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kersamasama dalam pemeliharaan atau konservasi daerah tujuan objek wisata. d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan. e) Memberikan keuntungan finansial serta pemberdayaan masyrakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. f) Memberikan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik daerah tujuan wisata. g) Menghormati hak asasi manusia dn perjanjian kerja dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk kepada aturan main yang adil dan disepakati berama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Pembangunan ekowisata harus memperhatikan pelestarian lingkungan. Dengan adanya perhatian terhadap kelestarian lingkungan tersebut dapat meminimalisir kerusakan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan yang berlebihan sehingga suatu ekowisata akan berkelanjutan dan pembangunan tersebut bukan untuk dimanfaatkan dimasa sekarang akan tetapi juga dimanfaatkan dan dirasakan oleh masa depan. Boo (1992) mengatakan beberapa batasan ekowisata yaitu ekowisata sebagai wisata alam yang mendorong usaha pelestarian dan pembangunan yang berkelanjutan, memadukan antara pelestarian dengan pembangunan ekonomi, membukan lahan kerja baru bagi masyarakat setempat serta memberikan pendidikan lingkungan terhadap wisatawan (Boo, 1992). Prinsip dan kriteria ekowisata harus mencangkup kepedulian, tanggung jawab serta memiliki komitmen terhadap pelestarian alam dan budaya dalam pengembangannya sesuai dengan peraturan perundangan- 7 undangan. Ekowisata juga harus memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat yaitu sebagai terbukanya lapangan pekerjaan melalui pemberdayaan masyarakat (Direktorat Jendral Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya, 1999).
Terdapat beberapa karakteristik dasar suatu kegiatan ekowisata. Adapun karakteristik dasar kegiatan ekowisata menurut Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam (2000) ada lima, yaitu Nature based, Ecologically sustainable, environmentally educative, bermanfaat bagi masyrakat lokal, dan kepuasan pengunjung. Nature based yaitu ekowisata merupakan bagian atau keseluruhan dari alam itu sendiri meliputi unsur-unsur sumberdayanya, dimana kekayaan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya merupakan kekuatan utama dan memiliki nilai jual paling utama terhadap pengembangan ekowisata. Ecologically sustainable yaitu ekowisata harus bersifat berkelanjutan ekologi, artinya semua fungsi lingkungan yang meliputi biologi, fisik, dan sosial tetap berjalan dengan baik, dimana perubahan-perubahan dari pembangunan tidak mengganggu dan merusak fungsi-fungsi ekologis. Environmentally educative yaitu melalui kegiatan-kegiatan yang positif terhadap lingkungan diharapkan mampu mempengaruhi perilaku masyarakat dan wisatawan untuk peduli terhadap konservasi sehingga dapat membantu kelestarian jangka panjang. Bermanfaat bagi masyarakat setempat yaitu dengan melibatkannya masyrakat dalam kegiatan ekowisata diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung, seperti halnya masyarakat menyewakan peralatanperalatan yang dibutuhkan wisatawan, menjual kebutuhan wisatawan, bertambahnya wawasan terhadap lingkungan dan sebagainya. Kepuasan wisatawan yaitu kepuasan terhadap fenomena-fenomena alam yang didapatkan dari kegiatan ekowisata dapat meningkatkan kesadaran dan penghargaan terhadap konservasi alam dan budaya setempat (Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam, 2000). Nelson (1994 dalam Page dan Ross 2002) mengatakan bahwa Kondisikondisi dan prosedur dalam perencanaan ekowisata yang konsisten yaitu peraturan dan prosedur (riset untuk menyediakan suatu pengalaman yang baik dan relevan 8 secara ekologis dan sosial ekonomi), berhubungan dengan efisiensi (pendidikan lingkungan), keterlibatan pengelola, nilai budaya, monitoring dan penilaian serta keterlibatan stakeholder di dalam ekowisata.
Lebih lanjut Page dan Ross (2002) mengunsulkan rencana perencanaan untuk pengembangan ekowisata terletak pada: a) Perencanaan ekowisata menyertakan perlindungan lingkungan dan mengukur perencanaan penggunaan lahan. b) Perencanaan ekowisata dengan proses perawatan ekologis, keanekaragaman biologi, dan memastikan bahwa penggunaan sumberdaya tetap terjaga. c) Perencanaan ekologis dan lingkungan cenderung mendekati nilai-nilai di dalam masyrakat setempat. d) Memiliki ukuran-ukuran untuk mengevaluasi area alami. e) Metode perencanaan ekowisata dan linkungan dalam mengevaluasi atribut lingkungan untuk konservasi dan perlindungan di dalam suatu kereanka perencanaan ekowisata. f) Konsep daya dukung tidak dapat di pisahkan dari berbagai macam biaya. g) Pendekatan perencanaa ekowisata harus meliputi nilai sosial dan mengikutsertakan wisatawan serta masyarakat lokal. h) Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari proses berkelanjutan yang berdasarkan pada suatu interaktif. i) Perencanaan regional memberikan metode yang terbaik untuk menuju keberhasilan strategi pengembangan ekowisata dan perlindungan lingkungan. j) Penetapan dari suatu kerangka perencanaan ekowisata untuk area alami yang di pilih di dasarkan pada konsep pengembangan yang berkelanjutan, di dasarkan pada konervasi dan perlindungan lingkungan, dan mengikutsertakan wisatawan serta masyrakat setempat. Semua kegiatan wisata di dukung oleh semua fraksi masyarakat dan produk yang di tawarkan harus tanpa mengurangi kualitas ekologi atau sumberdaya alam. Strategi pengembangan struktur kelembagaan untuk bereaksi terhadap pengembangan wisata meliputi : 9 a) Pengembangan ekowisata di suatu kawasan dengan melibatkan masyarakat setempat dan implementasinya. b) Penghargaan dan pemahaman ekowsiata adalah suatu kebutuhan. c) Suatu pengelola sumberdaya daerah menentukan area yang pantas untuk area ekowisata dan yang tidak (William 1992, dalam Fennel 1999). Selanjutnya Page dan Ross (2002) menulis bahwa aspek utama dari strategi strategi pengembangan ekowisata yaitu pentingnya mengidentifikasi pentingnya sumberdaya yang paling menentukan, mengidentifikasi dan mengisi produk, menetapkan pintu gerbang regional, zona tujuan, dan program utama. Semua aspek ini di perlukan untuk terus meningkatkan jumlah wisatawan. Selain itu, tantangan untuk suatu daerah yaitu memastikan bahwa permintaan ekowisata tidak melebihi sumberdaya yang tersedia dalam pengembangannya.

Teori Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Daya dukung wilayah adalah perbandingan antara kapasitas pendukung dengan kapasitas asimilasi yang dicerminkan dari kemampuan menghasilkan produk dengan keterbatasan sumberdaya untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa merusak lingkungan dan tetap menjaga kondisi ekolologi (Khana, 1999).

Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Menurut Greymore (2003), daya dukung lingkungan adalah jumlah maksimum manusia yang dapat didukung oleh bumi dengan sumber daya alam yang tersedia. Jumlah maksimum tersebut adalah jumlah yang tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan kehidupan di bumi dapat berlangsung secara “sustainable”. Greymore juga menyatakan bahwa daya dukung lingkungan sangat di tentukan oleh pola konsumsi, banyaknya limbah yang di hasilkan, dampak bagi lingkungan, kualitas hidup dan tingkat teknologi

Konsep Geografi Pariwisata (skripsi dan tesis)

Geografi pariwisata adalah geografi yang berhubungan erat dengan pariwisata (Suwantoro, 1997). Kegiatan pariwisata banyak sekali seginya dimana semua kegiatan itu bisa disebut dengan industri pariwisata, termasuk didalamnya perhotelan, restoran, toko cinderamata, transportasi, biro jasa perjalanan, tempattempat hiburan, daya tarik wisata, atraksi budaya dan lain-lain. Segi-segi geografi umum yang perlu diketahui wisatawan antara lain iklim, flora, fauna, keindahan alam, adat istiadat budaya, perjalanan darat, laut dan udara. Dua segi yang disebut diatas, yaitu segi industri pariwisata dan segi geografi umum, menjadi bahasan dalam geografi pariwisata. Ilmu geografi pada dasarnya mempelajari tentangbumi beserta isinya serta hubungan antara keduanya, hal tersebut tidaklah hanya berhenti pada mengetahui dan mempelajari, namun harus dituntut juga mampu memanfaatkan bumi dan isinya untuk memenuhi kebutuhan dan pembangunan pada umumnya (Sujali, 1989)

Analisis Daya Dukung Lahan (skripsi dan tesis)

Analisis daya dukung lahan pertanian merupakan suatu analisis untuk mengetahui daya dukung lahan terhadap kebutuhan pangan yang diperlukan penduduk. Analisis daya dukung lahan pertanian juga dapat mengetahui apakah suatu daerah sudah mampu atau belum mampu untuk melakukan swasembada pangan yang didasarkan pada kebutuhan kalori penduduk. Hasil lain dari analisis ini ialah mengetahui jumlah penduduk optimal yang dapat didukung oleh lahan pertanian yang ada. Dari analisis ini dapat diketahui bahwa luas panen dan produktivitas pertanian merupakan dua faktor yang dapat meningkatkan daya dukung lahan pertanian (Moniaga dalam Ernamayanti et al 2016) 11 Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat penggunaan. Penilaian daya dukung lahan dapat dilakukan melalui penghitungan kelas kemampuan lahan (Sinukaban 2007). Daya dukung lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial, ekonomi, dan budaya yang saling mempengaruhi. Daya dukung bergantung terhadap persentasi lahan yang dapat digunakan untuk pertanian yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan ditentukan oleh kesesuaian lahan untuk pertanian. Saat ini, daya dukung telah dipergunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu wilayah. Keberlanjutan ini dikaitkan dengan ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan terhadap kebutuhan hidup manusia. Disini dilakukan perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya, misalnya luas aktual lahan produktif. Luas areal yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia disebut jejak ekologi (ecological footprint). Jejak ekologi dapat dikaji dari luas aktual lahan produktif yang dihitung dengan memperbandingkan antara lahan tersedia atau akan tersedia dalam kurun waktu tertentu dan lahan yang dibutuhkan untuk menjamin kehidupan pada standar tertentu. (Baja 2012) Beberapa pengertian mengenai daya dukung lahan telah ditemukakan oleh Dasman (1964), yaitu : (1) Daya dukung adalah batas teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi tidak dapat lagi didukung oleh sumberdaya yang ada. (2) Daya dukung yang dikenal dalam ilmu pengelolaan margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat. (3) Daya dukung yang dikenal dalam ilmu pengelolaan padang 12 penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat dan kuat.

Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian (skripsi dan tesis)

Jumlah penduduk secara absolut terus mengalami peningkatan, meski di pihak lain tingkat pertumbuhannya mengalami kecenderungan penurunan sebagai dampak kebijakan kependudukan, baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung. Begitu juga dengan kepadatan penduduk, terutama kepadatan penduduk kasarnya cenderung meningkat (Mamat 2015). Dilihat dari segi jumlah penduduk, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah negara Cina, India dan besaAmerika. Kuantitas penduduk yang dimiliki sekarang belum membuat Indonesia sebagai negara keempat terbesar dalam segi lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi, industri, dan lain sebagainya. Bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah disebabkan oleh faktor alami yaitu kelahiran dan kematian. Faktor lainnya ialah perpindahan penduduk dari satu daerah kedaerah lainnya. Apabila jumlah penduduk terus meningkat, maka akan berpengaruh terhadap ketersediaan bahan makanan dan tempat tinggal (Rina dan Rika 2012).
Kepadatan penduduk di Indonesia ditandai oleh beberapa karateristik menurut Supardi (1994) : a. Laju pertumbuhan penduduk yang besar dan cepat  b. Penyebaran penduduk yang tidak merata c. Komposisi penduduk menurut umur d. Arus urbanisasi yang tinggi Seiring berjalannya waktu dengan jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya, maka sudah pasti akan terjadi pengalihan fungsi lahan menjadi sektor baru. Hal ini terjadi karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan terhadap pertanian (Nyoman dkk 2017). Selain itu, pembukaan lahan baru untuk pertanian tidak bisa dilakukan secara serampangan karena ada aturan main dan aturan ilmiahnya. Sementara pertambahan penduduk belum ada aturan tertentu yang dapat mengatasinya kecuali program keluarga berencana. (Moehar 2002) Produksi pertanian yang terus menurun adalah disebabkan berkurangnya lahan pertaniaan akibat tingginya alih fungsi lahan pertanian yang digunakan untuk lahan pemukiman, insfrastruktur, industri, tanpa memerhatikan kondisi lingkungannya (Putra et al 2016). Masalah tekanan penduduk terhadap lahan pertanian ini bisa berdampak kepada lingkungan itu sendiri. Tekanan penduduk juga bisa berakibat terhadap kebutuhan pangan yang semakin tidak terpenuhi. Moehar (2002) menyatakan bahwa kebutuhan manusia terhadap pangan (makanan) tidak akan bisa ditahan. Sampai saat ini masalah tersebut harus diatasi oleh sektor pertanian. Bertambahnya penduduk secara otomatis akan menghilangkan lahan pertanian yang merupakan sumber dari kebutuhan pangan manusia. Peningkatan penduduk juga pasti akan meningkatkan kebutuhan pangan yang diperlukan. 10 Adanya alih fungsi lahan secara nyata dapat mengurangi luas lahan untuk sektor pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian terutama padi. Apabila hal ini terus diabaikan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka akibatnya akan mengancam ketahanan pangan nasional yang sangat berbahaya. Implikasinya, alih fungsi lahan sawah yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. (Syarif 2008) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tercatat bahwa alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya selama tahun 2002-2010 mencapai rata-rata 56.000-60.000 ha per tahun. Isu konversi ini tentu saja merupakan keadaan yang harus diwaspadai, karena konversi lahan pertanian berarti berkurangnya luas areal pertanian, yang berarti pula produksi pertanian akan menurun. (Kementrian Keuangan RI 2014)

Padi (skripsi dan tesis)

Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia. Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Berikut klasifikasi ilmiah padi :

 Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta

Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : O. sativa
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk,tipe malai bercabang,satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi yang biasa dikonsumsi yaitu jenis enduspermium. Padi bisa ditanaman di lahan basah (sawah) dan lahan kering (ladang). Tanaman ini memiliki beberapa syarat tumbuh dalam budidayanya. Pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan tidak terlalu diperlukan dan tidak menjadi faktor pembatas tanaman padi hidup, tetapi pada lahan kering (ladang) padi membutuhkan curah hujan yang optimum yaitu >1.600 mm/tahun. Padi ladang membutuhkan bulan penghujan yang berurutan minimal 4 bulan. Bulan penghujan adalah bulan yang memiliki curah hujan >200 mm. Hujan tersebar secara normal atau setiap 8 minggu ada turun hujan sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24- 29°C. Padi ladang biasa ditanam pada lahan kering yang ada di dataran rendah. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar antara 5,5-7,5 dan permeabilitas pada sub horison kurang dari 0,5 cm/jam. (Badan Ketahan Pangan Aceh 2009)

Lahan Pertanian (skripsi dan tesis)

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi potensi penggunaannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Termasuk di dalamnya akibat dari berbagai kegiatan yang dilakukan manusia baik di masa lalu maupun di masa sekarang seperti kegiatan penebangan hutan, reklamasi, pencemaran dan akibat merugikan lainnya. Lahan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Semua bentuk kegiatan manusia secara siklis dan permanen dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu yang bersifat material maupun spiritual yang berasal dari lahan. (Juhadi 2007) Selain itu lahan juga memiliki pengertian lainnya yaitu daerah dipermukaan bumi memiliki sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan. Sehingga hasil kegiatan masa lalu dan sekarang sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut sangat mempengaruhi kegiatan manusia (Sitorus 2004). Lahan dapat dikelompokkan menjadi delapan kelas berdasarkan kemampuan lahan. Semakin tinggi kelas kemampuan menunjukkan semakin tinggi pula faktor penghambat dan ancaman kerusakan sehingga jenis dan insentisitas penggunaannya terbatas. Lahan yang memiliki kelas I hingga IV disebut sebagai kelas arable karena sesuai untuk mendukung berbagai usaha pertanian. Sedangkan lahan kelas V hingga VIII 6 disebut non arable yakni digunakan hanya untuk usaha non pertanian. Walaupun demikian lahan yang memiliki kelas I hingga IV tidak akan lepas dari ancaman alih fungsi lahan. (Baja 2012) Ada tiga aspek kepentingan pokok dalam pemanfaatan sumberdaya lahan, yaitu : (1) lahan digunakan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, beternak, memelihara ikan, dan sebagainya. (2) lahan bisa mendukung kehidupan dari berbagai jenis vegetasi dan satwa. (3) lahan memiliki kandungan bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia. (Soerianegara 1977) Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan oleh manusia untuk melakukan kegiatan pertanian, seperti berternak, maupun memproduksi tanaman pangan. Lahan pertanian seperti sawah merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian dalam memproduksi tanaman pangan. Lahan sawah merupakan suatu tipe pengolahan lahan pertanian yang pengelolaannya dilakukan menggunakan air. Sawah merupakan permukaan datar yang dibatasi oleh pematang yang berfungsi sebagai penahan genangan air. (Pusat Penelitian dan Penmbangan Tanah dan Agroklimat 2003)

Dasar Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup (skripsi dan tesis)

Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2009. Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah Menteri Negara Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaah daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2009. Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah Menteri Negara Lingkungan Hidup dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu:

a. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
b. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
c. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air

Prakiraan Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Daya dukung wilayah (carrying capacity) adalah daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan kata lain populasi yang dapat didukung dengan tak terbatas oleh suatu ekosistem tanpa merusak ekosistem itu. Daya dukung juga dapat didefinisikan sebagai tingkat maksimal hasil sumber daya terhadap beban maksimum yang dapat didukung dengan tak terbatas tanpa semakin merusak produktivitas wilayah tersebut sebagai bagian integritas fungsional ekosistem yang relevan. Fungsi beban manusia tidak hanya pada jumlah populasi akan tetapi juga konsumsi perkapita serta lebih jauh lagi adalah faktor berkembangnya perdagangan dan industri secara cepat. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa adanya inovasi teknologi tidak meningkatkan daya dukung wilayah akan tetapi berperan dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam menilai tingkat  kemampuan lahan dalam mendukung segala aktifitas manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan antara jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada. Produktivitas lahan, komposisi penggunaan lahan, permintaan per kapita, dan harga produk agrikultur, semua dipertimbangkan untuk mempengaruhi daya dukung dan digunakan sebagai parameter masukan model tersebut. Konsep yang digunakan untuk memahami ambang batas kritis dayadukung ini adalah adanya asumsi bahwa pada suatu jumlah populasi yang terbatas yang dapat didukung tanpa menurunkan derajat lingkungan yang alami sehingga ekosistem dapat terpelihara. Secara khusus, kemampuan daya dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan antara lahan yang tersedia dan jumlah petani. Sehingga data yang perlu diketahui adalah data luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per keluarga, potensi lahan yang tersedia dan penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian.

Pengertian Daya Dukung Lingkungan hidup (skripsi dan tesis)

Daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu (Soemarwoto (2001). Daya dukung lingkungan adalah batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi dimana jumlah populasi tidak dapat didukung lagi oleh sarana, sumber daya dan lingkungan yang ada. Sedangkan daya tampung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya (Soerjani,dkk (1987). Daya dukung lingkungan adalah: kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia (Lenzen (2003). Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Dalam UndangUndang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lain (peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 17 tahun 2009 tentang pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam penataan ruang wilayah). Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam mendukung segala aktifitas manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan antara jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada. Produktivitas lahan, komposisi penggunaan lahan, permintaan per kapita, dan harga produk agrikultur, semua dipertimbangkan untuk mempengaruhi daya dukung dan digunakan sebagai parameter masukan model tersebut. Konsep yang digunakan untuk memahami ambang batas kritis dayadukung ini adalah adanya asumsi bahwa ada suatu jumlah populasi yang terbatas yang dapat didukung tanpa menurunkan derajat lingkungan yang alami sehingga ekosistem dapat terpelihara. Secara khusus, kemampuan daya dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan antara lahan yang tersedia dan jumlah petani. Sehingga data yang perlu diketahui adalah data luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per keluarga, potensi lahan yang tersedia dan penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian. 9 Dalam kehidupan dan aktivitas manusia sehari-hari, lahan merupakan bagian dari lingkungan sebagai sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting untuk berbagai kepentingan bagi manusia. Lahan dimanfaatkan antara lain untuk pemukiman, pertanian, peternakan, pertambangan, jalan dan tempat bangunan fasilitas sosial, ekonomi dan sebagainya

Metode Penentuan Kemampuan Lahan Untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang (skripsi dan tesis)

Metode ini menjelaskan cara mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan kemampuan lahan untuk Kawasan Industri yang dikategorikan dalam bentukkelas dan subkelas. Dengan metode ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk Kawasan Industri, lahan yang harus dilindungi dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya.
1. Klasifikasi Kemampuan Lahan Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan.
2. Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas Lahan diklasifikasikan ke dalam 8 (delapan) kelas, yang ditandai dengan huruf romawi I sampai dengan VIII. Dua kelas pertama (kelas I dan kelas II) merupakan lahan yang cocok untuk penggunaan pertanian dan 2 (dua) kelas terakhir (kelas VII dan kelas VIII) merupakan lahan yang harus dilindungi atau untuk fungsi konservasi.
3. Kemampuan Lahan dalam Tingkat Subkelas Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau ancaman dalam penggunaannya. 55 Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II sampai dengan kelas VIII karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor penghambat.
4. Kemampuan Lahan pada Tingkat Unit Pengelolaan Kategori subkelas dibagi ke dalam kategori unit pengelolaan yang didasarkan pada intensitas faktor penghambat dalam kategori subkelas. Dengan demikian, dalam kategori unit pengelolaan telah diindikasikan kesamaan potensi danhambatan/risiko sehingga dapat dipakai untuk menentukan tipe pengelolaan atau teknik konservasi yang dibutuhkan

Dasar Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup (skripsi dan tesis)

Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu: 1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. 2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. 3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah.

Penyediaan Air Bersih Saat Terjadi Banjir (skripsi dan tesis)

Menurut Coppola (2007) beberapa alternatif penyediaan air bersih pada kondisi banjir dapat dilihat dibawah ini : 52 a) Penyediaan air melalui tangki truk, kapal atau dari tangki yang didatangkan dari luar daerah banjir. b) Air botol kemasan. c) Menemukan sumber penyaluran air terdahulu yang belum rusak akibat banjir. d) Menambah jaringan penyaluran air daerah namun terbatas akibat kondisi banjir. e) Melakukan pemompaan dari sumber air yang belum terkontaminasi ke lokasi pengungsian. f) Melakukan proses pengolaan air banjir itu sendiri untuk menghasilkan air bersih sebagai contoh menggunakan filter. g) Mobilisasi pengungsi ke lokasi dimana banyak sumber air

Kriteria Lokasi Pengungsian (skripsi dan tesis)

Adapun kriteria pengungsian untuk korban bencana dapat dilihat dibawah ini menurut Buku Saku Petugas Lapangan Penanggulangan Krisis Kesehatan (2014) :
  Lokasi tidak berada pada daerah yang dapat membahayakan keselamatan pengungsi (daerah tebing/rawan longsor, rawan banjir, rawan kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain).
  Dipilih lokasi yang memiliki akses untuk kemudahan mobilitas dan berdekatan dengan sumber air bersih.
 Jauh dari tempat-tempat yang dapat menjadi faktor risiko bagi kesehatan, seperti adanya genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk, tempat pembuangan akhir sampah, daerah industri dan sebagainya.
  Memenuhi persyaratan luas area tenda/gedung per orang 3,5 m2 (untuk tidur, tempat menyimpan barang dan aktifitas), jarak ke sarana air bersih maksimum 150 m, jarak jamban maksimum 50 m.
 Penyediaan ketersediaan air bersih/air minum dan pengawasan kualitas air.
 Memperhatikan standar minimum kebutuhan air bersih bagi pengungsi.
 Prioritas pada hari pertama/awal pada situasi kedaruratan atau pengungsian kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi pengungsi adalah 5-7 liter /orang/hari hanya untuk kebutuhan hidup minimal, seperti masak, makan dan minum

Tipologi Kawasan Rawan Banjir (skripsi dan tesis)

Menurut Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir, Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005 Tipologi Kawasan Rawan Banjir (KRB) ditentukan berdasarkan 2 parameter yaitu : a) karakteristik kawasan
 b) tingkat resiko bahaya banjir
Karakteristik KRB secara garis besar terbagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu :
a) Daerah pesisir / pantai
b) Daerah dataran banjir (floodplain)
c) Daerah sempadan sungai
d) Daerah cekungan
Tingkat resiko KRB terbagi menjadi :
a. KRB beresiko tinggi
b. KRB beresiko sedang
 c. KRB beresiko rendah Karakteristik KRB dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
  Tipologi Banjir Daerah Pesisir
Daerah pantai menjadi rawan banjir disebabkan daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level / MSL). Potensi banjir berasal dari aliran sungai yang bermuara di pantai dan terjadinya pasang air laut.
 KRB Sempadan Sungai & Daerah Dataran Banjir (Floodplain)
Daerah sempadan sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang berada sekitar100 m di kiri – kanan sungai besar dan 50 m di kiri – kanan anak sungai atau sungai kecil. Daerah dataran banjir (floodplain area) adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut.
  KRB Daerah Cekungan
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah rawan bencana banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan mempunyai sistem drainase yang kurang memadai. Daerah cekungan yang dilalui sungai, pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan

Kawasan Rawan Banjir (skripsi dan tesis)

Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. (Carter, 1991:UU No 24, 2007). Kawasan rawan bencana alam adalaha kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 48 Daerah rawan banjir adalah kawasan yang potensial untuk dilanda banjir yang diindikasikan dengan frekuensi terjadinya banjir (pernah atau berulangkali) (Badan Nasional Penagnggulangan Bencana)

Pengertian Bencana Banjir Menurut Para Ahli (skripsi dan tesis)

Bencana banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir di sebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal sehingga sistem pengaliran air yang yang terdiri sungai dan anak sungai alamiah serta sistem drainase dangkal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut, sehingga meluap. Bencana banjir Bandang adalah bencana banjir yang biasanya terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungai curam. Aliran banjir yang tinggi dan sangat cepat dan limpasan dapat membawa batu besar atau bongkahan dan pepohonan serta merusak atau menghanyutkan apa saja yang di lewati namun cepat surut kembali. (BNPB:2011). Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

Menurut Raharjo (2009) banjir merupakan suatu keluaran (output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahan yang berupa luapan air yang berlebih. Kejadian atau fenomena alam berupa banjir yang terjadi akhir- akhir ini di Indonesia memberikan dampak yang amat besar bagi korban dari segi material, Banjir merupakan debit aliran air sungai yang secara realtif lebih besar dari biasanya/normal akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh aliran sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Pramono,dkk:2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDP:2007). Banjir adalah tertutupnya permukaan daratan teluk-teluk kecil yang biasanya kering atau ketika air menggenangi pembatas air yang normal. Apabila suatu peristiwa terendamnya air di suatu wilayah yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis maka banjir tersebut dapat disebut bencana banjir menurut Reed (1995)

Kebutuhan air untuk Industri (skripsi dan tesis)

Industri merupakan salah satu jasa yang mana menjadi salah satu basis perekonomian suatu Negara. Oleh karena itu, penanganannya menuntut suatu upaya yang efisien untuk memperoleh nilai tambah yang optimal. Berdasarkan jenis produk yang dihasilkannya, industri dapat berupa industri pengolahan, jasa, pariwisata, dan lain-lain. Sedangkan menurut skala operasinya, dapat dikelompokkan berdasarkanjumlah tenaga kerja yang terlibat dalam aktifitasnya , yaitu: 1. Industri kecil, dengan jumah tenaga kerja 1 – 19 orang 2. Industri sedang, dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang 46 3. Indutri besar, dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang Perlunya penggunaan air dalam suatu industri, umumnya digunakan untuk proses produksi, pendinginan, pembuangan limbah, keperluan domestik, dll. Menurut kammerer (Kusumah, 1988, Hal. 123), besarnya suatu industri antara lain ditentukan oleh kebutuhan satuan produksi/unit, kebutuhan air per tenaga kerja, dan kebutuhan pertambahan nilai atau nilai produksi

Proyeksi Kebutuhan Air Untuk Kawasan Perkotaan (skripsi dan tesis)

 Teknik estimasi ataupun proyeksi jumlah penduduk dimasa mendatang sangat diperlukan untuk tujuan perencanaan pembangunan dan penilaian program baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Proyeksi jumlah penduduk dianggap sebagai persyaratan minimum proses perencanaan pembangunan. Metode proyeksi penduduk ada tiga, yaitu: A. Mathematical Method Mathematical Method digunakan apabila data mengenai komponen pertumbuhan penduduk tidak diketahui, sehingga yang dianggap dalam perhitungan adalah penduduk keseluruhan. c. Metode Linier dengan cara aritmatik dan geometrik Metode linier artinya data perkembangan penduduk menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun perkembangan penduduk selalu bertambah (fluktuatif).
1. Metode linier dengan cara aritmatik
Pertumbuhan penduduk secara aritmatik adalah pertumbuhan penduduk dengan jumlah (absolut number) yang dianggap sama setiap tahun.
 Rumus yang digunakan adalah: Pn = P0 (1+rn) …………………………. Persamaan 1
 Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk awal tahun (dasar)
 n : periode waktu dalam tahun
 r : angka pertumbuhan penduduk (rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun)
Metode ini sesuai untuk daerah yang mempunyai perkembangan penduduk yang relatif konstan dan dalam kurun waktu yang pendek (kurang atau sama dengan lima tahun) atau kurun waktu proyeksi sama dengan waktu perolehan data. Pada dasarnya metode ini kurang baik digunakan, karena jumlah pertambahan penduduk tidak mungkin jumlahnya sama.
2. Metode linier dengan cara Geometrik
Metode ini menganggap bahwa perkembangan jumlah penduduk (konsumen) secara otomatis berganda. Metode ini tidak memperhatikan kemungkinan suatu saat terjadi perkembangan menurun dan kemudian mantap yang disebabkan oleh kepadatan yang merekah maksimal. Perhitungan proyeksi jumlah (penduduk) konsumen dengan Metode Geometrik dinyatakan dengan persamaan:
Pn = Po (1+r)n ………………………… Persamaan 2
 Pn : jumlah penduduk tahun ke-n
Po : jumlah penduduk tahun awal
r : rata-rata prosentase pertambahan penduduk per tahun
n : periode waktu proyeksi
Metode ini sesuai untuk daerah yang pertambahan penduduknya berganda, kepadatan penduduk mendekati maksimum dan dalam kurun waktu yang cukup lama.
3. Metode linier dengan cara Last Square
Metode ini menganggap garis regresi yang dibuat akan memberikan penyimpangan nilai data atas data penduduk masa lalu dan juga karakteristik perkembangan penduduk di masa lalu, berlaku pula untuk masa depan. Persamaan yang digunakan adalah :
Pn = a + b (t) ………… Persamaan 3
d. Non linier dengan cara eksponensial
Pertumbuhan penduduk secara terus menerus (continuous) setiap hari dengan angka pertumbuhan (rate) yang konstan. Pertumbuhan penduduk eksponensial (exponential rate of growth). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : ………………………..Persamaan 6
Pn atau Pt : jumlah penduduk pada tahun n atau t
 P0 : jumlah penduduk pada awal tahun
 r : angka pertumbuhan penduduk (%) n atau
t : waktu proyeksi (tahun)
e : bilangan pokok dari sistem logaritma natural yang besarnya sama dengan 2,7182818
Hasil proyeksi jumlah penduduk untuk beberapa tahun kedepan merefleksikan jumlah kebutuhan air domestik, karena kenaikan jumlah penduduk ekivalen dengan kebutuhan air domestiknya. Faktor sosial, budaya dan ekonomi penduduk menentukan besarnya pemakaian air domestiknya. Umumnya masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan kebutuhan air domestiknya lebih besar dibandingkan degan penduduk yang tinggal di daerah perdesaan

Kebutuhan Air Perkotaan (skripsi dan tesis)

Kebutuhan air perkotaan meliputi kebutuhan air domestik dan nondomestik. Perhitungan kebutuhan air domestik, umumnya dihitung dengan cara mengalikan jumlah penduduk dengan rata-rata konsumsi air per orang per hari. Standar kebutuhan air domestik adalah dari Dirjen Cipta Karya tahun 2000. dapat sebagai berikut:

Jumlah Penduduk      Jenis Kota          Jumlah Kebutuhan Air (Liter/orang/hari)
 >1.000.000               Metropolitan       >120
500.000-1.000.000    Metropolitan       100
 100.000-500.000      Besar                   90
 20.000-100.000        Besar                   80
 10.000-20.000          Sedang                  60
 < 10.000                   Kecil                     30
Kebutuhan air non domestik untuk perkotaan dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan yang ada pada suatu perkotaan, biasanya terdiri atas: kebutuhan air untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, industri, fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa, pemeliharaan dan penggelontoran sungai, pemadam kebakaran, dan pertamanan. Standard kebutuhan air nondomestik untuk perkotaan dapat dihitung dengan mengacu pada standard yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Kebutuhan air untuk kegiatan industri dalam suatu kawasan perkotaan, khususnya di Indonesia sangat sulit untuk mendeskripsikan secara tepat atau 43 setidaknya yang dapat menggambarkan kondisi yang ada. Hal ini dikarenakan minimnya data mengenai industri dan kapasitas produksinya. Beberapa standard ada yang memakai jumlah pegawai untuk mengkategorikan jenis industri kemudian kebutuhan air digolongkan berdasarkan jenis industrinya (kecil, sedang, besar), dan ada pula standard yang memakai data luas lahan industri sebagai dasar penetapan kebutuhan air rata-rata.

Pengaruh Keberadaan Industri Terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan (skripsi dan tesis)

Hingga awal tahun 1970, dampak kehadiran industri di berbagai daerah dirasakan sebagai peningkatan kesejahteraan dalam arti ekonomi. Usaha industrialisasi tampak sebagai usaha untuk menyebarkan kemakmuran di daerah yang masih tertinggal. Dengan makin majunya industrialisasi tersebut, maka pengaruh sampingnya makin dirasakan, baik secara langsung seperti pencemaran air dan udara, maupun yang tidak langsung seperti banjir. Dewasa ini industrialisasi sedang mengalami perkembangan, hal ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan telah mengalami pergeseran pula ke “kota pinggiran”. Peningkatan suatu aktivitas tentunya memberikan pengaruh bagi lingkungan sekitarnya. Pencemaran lingkungan merupakan pengaruh lingkungan yang bersifat negatif dan diakibatkan karena proses alam maupun aktivitas manusia. Pencemaran lingkungan terdiri dari pencemaran udara, air dan tanah. Tidak setiap industri menyebabkan terjadinya ketiga pencemaran tersebut. Hal ini tergantung pada jenis industrinya, missal industri tekstil memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya pencemaran air. Pada zaman teknologi maju sekarang ini, masalah pencemaran lingkungan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh aktivitas industri, dimana pada zaman ini bayak terjadi perubahan lingkungan binaan, salah satunya kawasan industri yang menimbulkan pengaruh adanya asap, bau, cairan limbah, reaksi kimia dan kebisingan yang mulai menurunkan kualias lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian telah diatur bahwa :  • Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya. • Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.

Kebijakan Pemerintah Tentang Kawasan Industri (skripsi dan tesis)

Pembangunan dan pengembangan kawasan industri di Indonesia secara umum diatur oleh kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah yang ditindak lanjuti oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Keputusan Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) : – Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Masih dalam upaya mempercepat pengembangan kawasan industri, dilakukan pula pengaturan melalui Peraturan Pemerintah 24/2009 yang pokok- pokok pengaturannya antara lain: 36 1. Pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.. 2. Pengertian kawasan peruntukan industri juga dilengkapi menjadi bentangan tanah yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. 3. Pembangunan pertumbuhan industri di daerah, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Kawasan industri bertujuan untuk mempercepat. 4. Perusahaan kawasan industri wajib melakukan kegiatan : a. Penyediaan/penguasaan tanah, b. Penyusunan rencana tapak tanah, c. Rencana teknis kawasan, d. Penyusunan Amdal, e. Penyusunan tata tertib kawasan industri. f. Pematangan tanah, g. Pemasaran kavling industri, h. Pembangunan serta pengadaan prasarana dan sarana penunjang termasuk pemasangan instalasi/peralatan yang diperlukan. – Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 4 Tahun 1990 ini, berisi penyajian informasi lingkungan untuk kawasan industri. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) yang dimaksud adalah analisis mengenai dampak lingkungan. Isi Keputusan Kepala BPN tersebut antara lain sebagai berikut: 37 1. perusahaan/badan hukum/swasta kawasan industri, yang setiap mengajukan permohonan izin lokasi dan pembebasan tanah wajib membuat Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). 2. Persetujuan hasil keputusan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kawasan industri merupakan syarat untuk dikeluarkanya surat keputusan izin lokasi dan izin pembebasan tanah kawasan industri.

Tujuan Pembangunan Kawasan Industri (skripsi dan tesis)

Tujuan pembangunan kawasan industri secara tegas dapat di simak di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri, menyatakan pembangunan kawasan industri bertujuan untuk : a. mempercepat pertumbuhan industri di daerah. b. memberikan kemudahan bagi kegiatan industri. c. mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri. d. meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Menurut Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian RI, tujuan utama pembangunan dan pengusahaan kawasan industri (industrial estate) adalah untuk memberikan kemudahan bagi para investor sektor industri untuk memperoleh lahan industri dalam melakukan pembangunan industri. Pembangunan kawasan industri dimaksudkan sebagai sarana upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik melalui penyediaan lokasi industri yang telah siap pakai yang didukung oleh fasilitas dan prasarana yang 35 lengkap dan berorientasi pada kemudahan untuk mengatasi masalah pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri. Menurut Sukirno Sadono Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk pembangunan industri di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut, dengan harapan akan di peroleh manfaat sebagai berikut : menghemat pengeluaran pemerintah untuk menciptakan prasarana, untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi dalam kegiatan industri-industri, dan untuk menciptakan perkembangan daerah yang lebih cepat dan memaksimumkan peranan pembangunan daerah dalam keseluruhan pembangunan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang lebih penting lagi yang mendorong usaha menciptakan kawasan perindustrian adalah besarnya keuntungan potensial yang akan diperoleh berbagai industri apabila fasilitas yang demikian disediakan kepada mereka. Oleh sebab itu pengembangan kawasan perindustrian terutama dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak perangsang kepada para penanam modal. Langkah tersebut akan mengurangi masalah mereka untuk menciptakan atau mendapatkan tempat bangunan, dan dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk mendirikan industrinya karena bangunan perusahaan dapat disewa atau di beli dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Kawasan perindustrian dapat menimbulkan pula berbagai jenis external aconomies kepada industri-industri tersebut. Dengan demikian adanya pertumbuhan industri dalam kawasan industry dapat mempertinggi efisiensi kegiatan industri tersebut

Pengertian Kawasan Industri (skripsi dan tesis)

 

Kawasan industri atau Industrial Estate atau sering disebut dengan Industrial Park adalah suatu kawasan industri di atas tanah yang cukup luas, yang secara administratif dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi. Definisi lain, kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Istilah kawasan industri di Indonesia masih relatif baru. Istilah tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri dimaksudkan sebagai padanan atas industrial estates. Sebelumnya pengelompokan industri demikian disebut “ lingkungan industri”. Beberapa peraturan perundangan yang ada belum menggunaan istilah kawasan industri, seperti: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, belum mengenal istilah-istilah semacam Lingkungan, Zona atau Kawasan industri. Pasal 14 UUPA baru mengamanatkan pemerintah untuk menyusun rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah dan baru menyebut sasaran peruntukan tanah yaitu untuk keperluan pengembangan industri, transmigrasi dan pertambangan ayat (1) huruf (e) Pasal 14 UUPA. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, juga belum mengenal istilah “kawasan Industri”. Istilah yang digunakan UU No. 5/1984 dalam pengaturan untuk suatu pusat pertumbuhan industri adalah Wilayah Industri. Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu kepada keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1996 . Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri. Kawasan industri (industrial estate) merupakan sebidang tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan luas yang berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. Daerah tersebut minimal dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu listrik yang cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan akan berlokasi di tempat tersebut. Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industry tersebut, dapat disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan,
2. Dilengkapi dengan sarana dan prasarana,
3. Ada suatu badan (manajemen) pengelola,
4. Memiliki izin usaha kawasan industri, 5. Biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis). Ciri-ciri tersebut diatas yang membedakan “kawasan industri” dengan “ “Kawasan Peruntukan Industri”, “ Zona Industri”, dan ” Cluster Industri”. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud Zona Industri adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri, baik berupa industri dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen akhir dengan populasi tinggi sebagai pengerak utama yang secara keseluruhan membentuk berbagai kawasan yang terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan memiliki daya ikat spasial. Cluster Industri adalah pengelompokan di sebuah wilayah tertentu dari berbagai perusahaan dalam sektor yang sama

Daya dukung lingkungan dan kaitannya dengan berlanjutnya kota (skripsi dan tesis)

 Konsep dasar dari pembangunan yang berlanjut ada dua yaitu konsep kebutuhan (concept of needs) dan konsep keterbatasan (concept of limitations). Konsep pemenuhan kebutuhan difokuskan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, sementara konsep keterbatasan adalah ketersediaan dan kapasitas yang dimiliki lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berlanjutnya pembangunan dapat terwujud apabila terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan keterbatasan yang ada saat itu. Upaya keseimbangan itu dapat dilakukan dua arah yaitu dengan mengendalikan kebutuhan dengan mengubah perilaku konsumsi dan sebaliknya meningkatkan kemampuan untuk meminimalkan keterbatasan melalui pengembangan teknologi, finansial, dan institusi. Ativitas yang dilakukan saat ini untuk memenuhi kebutuhan harus mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang. Daya dukung alam sangat menentukan bagi keberlangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya dukung alam tersebut harus dijaga agar tidak merusak dan berakibat buruk pada kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Secara umum kerusakan daya dukung alam dipengaruhi oleh dua faktor:
1. Faktor internal Kerusakan karena faktor internal adalah kerusakan yang berasal dari alam itu sendiri. Kerusakan karena faktor internal pada daya dukung alam sulit untuk dicegah karena adalah proses alami yang terjadi pada alam yang sedang mencari keseimbangan dirinya, misalnya letusan gunung berapi, gempa bumi, dan badai.
 2. Faktor eksternal Kerusakan karena faktor eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya, misalnya kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri berupa pencemaran darat, air, laut, dan udara. Lingkungan tidak hanya adalah lingkungan alamiah saja, namun juga lingkungan sosial dan lingkungan binaan. Lebih lanjut lagi, daya dukung dapat diperluas menjadi daya dukung alamiah (lingkungan alam), daya dukung sosial (yang berupa ketersedian sumber daya manusia dan kemampuan finansial). Jadi 32 dengan adanya pengelolaan lingkungan yang baik dan input teknologi, maka daya dukung lingkungan dapat ditingkatkan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup makhluk yang ada didalam lingkungan tersebut. Kota yang “sustainable” adalah kota yang perkembangan dan pembangunannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya, poltik dan pertahanan keamanannya, tanpa mengabaikan datu mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka ( Budihardjo, E., Sujarto, D. 2005 ). Untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar, yaitu Environment (ecology), Economy (employment), Equity Engagement, dan Energy.

Daya Dukung Sumber Daya Air di Perkotaan (skripsi dan tesis_

 Daya dukung sumber daya air pada suatu wilayah adalah tersedianya potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup yang ada dalam wilayah tersebut. Potensi air pada suatu wilayah dapat diartikan sebagai supply dan kebutuhan air pada wilayah tersebut sebagai demand. Idealnya, demand tidak melebihi dari kemampuan supply, jika demand lebih besar dari supply, maka dapat dikatakan daya dukung air telah terlampaui. Penerapan teknologi dan pengelolaan lingkungan yang baik dapat mengendalikan kondisi agar daya dukung air tidak terlampaui. Secara umum beberapa sumber air yang dapat digunakan sebagai alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut:
1. Air permukaan. yaitu air yang ada dan mengalir di permukaan tanah, yang termasuk pada golongan air permukaan antara lain adalah: air laut, air danau, air sungai, air waduk dan air rawa. Air sungai sering digunakan sebagai sumber air baku untuk sarana penyediaan air bersih, pengairan dan industri. Secara kuantitas, debit aliran sungai umumnya sangat dipengaruhi oleh musim, begitu juga dengan kualitasnya.
 Pada musim penghujan sungai mengalami pengenceran sehingga kadar pencemaran mengalami penurunan akibat pengenceran tersebut. Perairan tawar di permukaan bumi dapat membentuk suatu ekosistem, misalnya ekosistem danau atau sungai. Faktor yang paling mempengaruhi ekosistem perairan adalah oksigen terlarut untuk berlangsungnya proses fotosintesis, respirasi dan penguraian dalam perairan; cahaya matahari untuk pengaturan suhu dan berlangsungnya proses fotosintesis. Beberapa masalah uatam yang terjadi pada air permukaan adalah pengeringan atau gangguan terhadap kondisi alami (misalnya dampak pembuatan waduk, irigasi); pencemaran pada badan air misalnya pembuangan limbah industri dan domestik, limbah pertanian yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu suatu proses perubahan fisi, kimia dan biologis yang terjadi dalam suatu badan peraiaran (biasanya yang alirannya lambat) akibat melimpahnya masukan zat hara (umumnya N dan P) dari luar

2. Air bawah tanah, terdiri dari:
 a. Mata air yaitu pemunculan air tanah yang keluar di permukaan tanah secara alamiah. Debit mata air yang ada berubah-ubah (fluktuatif) yang umumnya disebabkan oleh pergantian musim, ada juga yang relatif tetap (kontinu). Beberapa  mata air pada musim kemarau tidak mengalirkan air sama sekali, namun pada musim penghujan airnya akan mengalir kembali (mata air musiman).
b. Air tanah Secara kuantitas, jumlah air tanah yang ada di suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya, tergantung dari jumlah cadangan air yang terkandung pada setiap lapisan pembawa air (aquifer) yang ada di daerah yang bersangkutan dan kapasitas infiltrasi pada daerah tangkapan air hujan. Air bawah tanah (ground water) atau aquifer (aquifer) adalah air yang terdapat pada pori-pori tanah, pasir, kerikil, batuan yang telah jenuh terisi air. Aquifer tidak tertekan (unconfined aquifer) mendapatkan air dari proses infiltrasi, sedangkan aquifer tertekan (confined aquifer) airnya berasal dari daerah pengisian (recharge area) atau resapan air. Muka air tanah (water table) adalah garis batas antara air tanah dengan air bwah tanah yang jenuh. Muka air tanah akan mengalami kenaikan pada saat musim hujan dan pada musim kemaru akan mengalami penurunan. Penyebaran air tanah tidak merata, hal ini disebabkan oleh karakteristik tutupan lahan dan kondisi hidrogeologi suatu wilayah.

Metode klasifikasi kemampuan lahan (skripsi dan tesis)

Menurut Hadmoko (2012), beberapa metode klasifikasi kemampuan lahan adalah sebagai berikut: 1. Overlay Map Metode ini didasarkan pada overlay atau tumpang tindih peta yang sebelumnya sudah di skorkan untuk tiap jenis petanya. 2. Metode statistik Metode ini didasarkan pada analisis statistik variabel penentu kualitas lahan yang disebut diagnostic land characteristic (variabel x) terhadap kualitas lahannya (variabel y) 3. Metode matching Metode ini didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan data kualitas lahan. Evaluasi kemampuan lahan dengan cara matchingdilakukan dengan mencocokkan antara karakteristik lahan dengan syarat penggunaan lahan tertentu. 4. Metode pengharkatan (scoring) Metode ini didasarkan pemberian nilai pada masing-masing satuan lahan sesuai dengan karakteristiknya

Klasifikasi kemampuan Lahan (skripsi dan tesis)

Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum

Zona E Kemampuan Pengembangan Rendah
 Zona D Kemampuan Pengembangan Kurang
Zona C Kemampuan Pengambangan Sedang
Zona B Kemampuan Pengembangan Cukup
Zona A Kemampuan Pengembangan Tinggi

Kemampuan Lahan (skripsi dan tesis)

Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Litbang deptan, 2013). Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti 27 dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010), Evaluasi kemampuan lahan adalah penilain lahan secara sistematik dan pengelompokkannya kepada kategori berdasarkan sifat potensi dan penghambat penggunaan lahan secara lestari. Pengklasifikasian lahan dimaksudkan agar dalam pendayagunaan lahan yang digunakan sesuai dengan kemampuannya dan bagaimana menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut

Daya Dukung Lingkungan (skripsi dan tesis)

Konsep daya dukung lingkungan sudah mulai banyak diperbincangkan. Mengingat semakin besarnya tekanan penduduk dan pembangunan terhadap lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk dengan aktifitasnya menyebabkan kebutuhan akan lahan bagi kegiatan sosial ekonominya (lahan terbangun) makin bertambah dan sebaliknya lahan tidak terbangun makin berkurang. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk juga dibarengi dengan peningkatan konsumsi sumber daya alam sejalan dengan meningkatnya tingkat sosial ekonomi masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan mempengaruhi daya dukung lingkungannya. Pengertian daya dukung lingkungan (carrying capacity) dalam konteks ekologis adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia dalam ekosistem tersebut. Faktor yang mempengaruhi keterbatasan ekosistem untuk mendukung perikehidupan adalah faktor jumlah sumberdaya yang tersedia, jumlah populasi dan pola konsumsinya. Konsep daya dukung lingkungan dalam konteks ekologis tersebut terkait erat dengan modal alam. Akan tetapi, dalam konteks pembangunan yang berlanjut (sustainable development), suatu komunitas tidak hanya memiliki modal alam, melainkan juga modal manusia, modal sosial dan modal lingkungan buatan. Oleh karena itu, dalam konteks berlanjutnya suatu kota, daya dukung lingkungan kota adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia karena terdapat modal alam, manusia, sosial dan lingkungan buatan yang dimilikinya. Pengertian daya dukung lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya dukung lingkungan adalah jumlah maksimum manusia yang dapat didukung oleh bumi dengan sumberdaya alam yang tersedia. Jumlah maksimum tersebut  adalah jumlah yang tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan kehidupan di buni dapat berlangsung secara ”sustainable”. Dalam perkembangannya kemudian, konsep daya dukung lingkungan diaplikasikan sebagai suatu metode perhitungan untuk menetapkan jumlah organisme hidup yang dapat didukung oleh suatu ekosistem secara berlanjut, tanpa merusak keseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Penurunan kualitas dan kerusakan pada ekosistem kemudian didefinisikan sebagai indikasi telah terlampauinya daya dukung lingkungan.
 Pada website carrying capacity, suatu ekosistem adalah jumlah populasi yang dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya dan jasa pada ekosistem tersebut. Batas daya dukung ekosistem tergantung pada tiga faktor yaitu: a. Jumlah sumberdaya alam yang tersedia dalam ekosistem tersebut b. Jumlah / ukuran populasi atau komunitas c. Jumlah sumberdaya alam yang dikonsumsi oleh setiap individu dalam komunitas tersebut. Pengertian modal alam berdasarkan website tersebut adalah meliputi: 1. Sumberdaya alam yaitu semua yang diambil dari alam dan digunakan dengan atau tanpa melalui proses produksi yang meliputi air, tanaman, hewan, dan material alam seperti bahan bakar fosil, logam dan mineral. Penggunaan sumberdaya alam ini akan menghasilkan produk akhir dan limbah. 2. Jasa ekosistem yaitu proses alami yang dibutuhkan bagi kehidupan, seperti sumberdaya perikanan, lahan untuk budidaya, kemampuan asimilasi air dan udara dan sebagainya. 3. Estetika dan keindahan alam yang memiliki kontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup dan adalah potensi ekonomi untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi. Modal alam tersebut memiliki kemampuan untuk menghasilkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyerap limbah yang dihasilkan (biocapacity). Berdasarkan pengertian tersebut, maka sumber daya alam memiliki 26 kemampuan untuk mengasimilasi limbah. Kemampuan mengasimilasi limbah disebut bioasimilasi yang didefinisikan sebagai kemampuan dari lingkungan alam untuk mengabsorbsi berbagai material termasuk limbah antropogenik dalam konsentrasi tertentu tanpa mengalami degradasi. Lingkungan mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi limbah disebut sebagai daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan berdasarkan Undang-undang 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Padahal sebenarnya daya tampung lingkungan sudah dapat tercakup dalam pengertian daya dukung lingkungan karena ”mendukung perikehidupan” dapat diartikan sebagai mendukung ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan sekaligus mengasimilasi limbah dari konsumsi sumberdaya tersebut. Dari pengertian tersebut, daya dukung lingkungan adalah sesuatu yang bersifat dinamis, dapat terdegradasi atau punah apabila tidak dilestarikan dan sebaliknya dapat ditingkatkan kemampuannya

Respirasi Mikroba (skripsi dan tesis)

 

Mikroorganisme mempunyai sistem respirasi yang banyak jenisnya yang dapat dikarakterisasikan oleh alam melalui reduktan dan oksidan. Dalam kebanyakan kasus respirasi aerobik, akseptor elektronnya adalah molekul oksigen. Respirasi anaerob menggunakan senyawa anorganik atau organik yang teroksidasi sebagai akseptor elektronnya. Respirasi senyawa organik oleh mikroorganisme hampir serupa. Substrat dioksidasi menjadi CO2 yang diikuti oleh pelepasan sepasang H+ dan elektron.

Konsep metabolisme yang penting lainnya dalam bioremediasi adalah komentabolisme. Komentabolisme dalam arti yang sebenarnya bukan merupakan metabolisme, tetapi adalah transformasi spontan dari suatu senyawa. Enzim yang dihasilkan oleh suatu organisme yang tumbuh suatu substrat juga dapat mentransformasikan substrat lain yang tidak berhubungan dengan produksi energi, asimilasi karbon, atau proses pertumbuhan lainnya dari suatu organisme tersebut. Komentabolisme didefinisikan sebagai degradasi suatu senyawa yang hanya dapat terjadi dengan kehadiran material organik  lain yang bertindak sebagai sumber energi utama (McCarty, 1987). Komentabolisme sangat penting dalam banyak proses transformasi termasuk dari senyawa PAHs (Polynuclear Aromatic Hydrocarbons), alifatik dan aromatik hidrokarbon terhalogenasi serta pestisida.

Degradasi cenderung membentuk rangkaian reaksi transformasi. Senyawa-senyawa yang menghasilkan energi tertinggi akan didegradasi terlebih dahulu. Jika senyawa sumber energi didegradasi lebih dahulu daripada senyawa yang membutuhkan komentabolisme, seperti PAH, maka degradasi senyawa PAH ini akan dapat terhenti. Sehingga dalam penambahan senyawa sumber energi benar-benar perlu diperhatikan. ( Cookson, 1995).

Mikroorganisme (skripsi dan tesis)

 

Mikroorganisme adalah mahluk hidup mikrospik yang terdiri atas virus, bakteri, algae, fungi dan protozoa. Keberadaan mikroorganisme di alam semesta sangat banyak dan dikarakterisasikan dari bentuk, ukuran, mobilitas dan ada tidaknya klorofil. Semua mikroorganisme sangat penting secara ekologis karena peranannya sebagai produsen dan juga pendekomposisi. Proses dekomposisi oleh mikroorganisme sangat penting dalam proses bioremediasi. Proses biodegradasi alamiah berlangsung sangat lama, tapi hal ini dapat diatasi dengan dilakukannya pengaturan kondisi lingkungan sehingga tercipta kondisi yang optimal bagi proses bioremediasi.

Transport bakteri didalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ukuran sel, sifat permukaan sel, jenis tanah, ukuran partikel tanah, permeabilitas dan heterogenitas media berpori dan mineralogi. Transportasi ini juga tergantung pada pH, kekuatan ionic, motilitas dari bakteri dan karakteristik aliran, seperti kecepatan air pada kolom-kolom tanah. (Lo. Et al, 2002 dalam Ramadhani et al, 2005).

Lumpur Minyak (oily sludge) (skripsi dan tesis)

Lumpur minyak merupakan kotoran yang tidak diharapkan dan terbentuk dari proses produksi minyak. Lumpur (sludge) merupakan material yang berpotensi dapat mencemari lingkungan terutama bila mengandung logam-logam berat yang berbahaya, bila cara-cara dan prosedur penanganan dan penaggulangannya tidak dilakukan dengan cara yang baik dan benar.

Dalam industri Migas, dikenal dua jenis lumpur. Yaitu lumpur pengeboran (mud) dan lumpur proses atau lumpur minyak (oily sludge). Pada umumnya lumpur pengeboran menggunakan fasa cair berupa air (water base mud) karena lebih ramah terhadap lingkungan dan biayanya relatif lebih murah. Fungsi dari lumpur pemboran antara lain untuk (Buntoro, 1998 dalam Wisnu, 2005).

  1. Mengangkat serbuk bor (cutting) ke permukaan.
  2. Mengontrol tekanan didalam formasi.
  3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drill string.
  4. Membersihkan dasar lubang bor.
  5. Membantu dalam evaluasi formasi.
  6. Melindungi formasi produktif.
  7. Membantu stabilitas formasi.

Lumpur (sludge) sendiri merupakan kotoran minyak yang terkumpul dan terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak, baik yang terdiri dari kontaminan yang sudah ada dalam minyak, maupun kontaminan yang terkumpul dan terbentuk dalam penanganan dan pemrosesan minyak tersebut. Kontaminan tersebut dapat berbentuk padat (pasir,lumpur) maupun cair. Sludge merupakan kotoran minyak yang tersusun dari campuran air, minyak dan padatan yang berbentuk cairan kental (viscous) dan padatan lunak yang sifatnya sangat stabil, sukar dipecah menjadi unsur-unsurnya (Mustamin, 1994 dalam Suhartati, 2001).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa lumpur (sludge) adalah kotoran minyak yang tidak mempunyai nilai teknis maupun ekonomis sebagai minyak atau produknya, sehingga keberadaannya tidak diharapkan dalam kegiatan MIGAS dan termasuk dalam limbah industri. (Anonim, 1992 dalam Supriani, 2003). Panduan  pelaksanaan pengelolaan lumpur (sludge) Pertamina 1992, pengolahan sludge dalam produksi minyak bumi meliputi:

  1. Inventarisasi
  • Dengan menghitung kualitas sludge tersebut : kadar minyak, kadar lumpur atau pasir, kadar air dan logam berat serta kuantitas dari sludge yang diproduksi
  • Inventarisasi hukum dan perundang-undangan yang berlaku
  • Cara pengolahan yang dilakukan
  • Cara pembuangan yang dilakukan
  • Sumber-sumber dari sludge
  1. Pretreatment (Pengolahan Pendahuluan)

Proses Deolling yaitu dengan memisahkan minyak dari lumpur terlebih dahulu. Minyak hasil pemisahan dari Sludge tersebut dikumpul didalam tangki penampung selanjutnya dapat diproses kembali atau dicampur dengan minyak mentah atau minyak slop dan keperluan lainnya. Deolling dapat dilakukan :

  • Proses pemanasan dengan steam pada suhu 600C diatas pour pointnya. Bila minyak tidak terpisah dengan air maka ditambahkan dengan bahan kimia demulsifer.
  • Proses Pressurized filtration yaitu proses dengan menggunakan filtrasi yang bertekanan.
  • Proses Solvent Extraction yaitu deolling dengan cara menggunakan zat pelarut (Solvent)
  • Centrifugation yaitu proses pemisahan minyak, air dan sludge dengan menggunakan gaya centrifugal.
  1. Treatment (Pengolahan lebih Lanjut)

Bila sludge megandung logam-logam yang berbahaya dapat dilakukan :

  • Land treatment yaitu suatu metoda pengolahan lumpur minyak secara biologis yang berdasarkan pada optimalisasi kemampuan alamiah mikroorganisme dilapisan tanah untuk menguraikan hidrokarbon menjadi karbon dioksida, air dan sel mikroba. (Anonim, 2002)
  • Incenerator yaitu sludge dimusnahkan dengan menggunakan cara insinerasi.

Bila sludge mengandung logam berat yang berbahaya dilakukan :

Solidifikasi atau Chemical Fixation dengan menggunakan semen atau resin. Tempat pembuangan akhir dari sludge ini adalah land fill (Anonim, 1992 dalam Suhartati, 2001).

Karakter umum dari lumpur minyak yang diolah dilokasi bio treatment/land treatment pada dasarnya mencerminkan karakter dari minyak mentah yang dihasilkan di lapangan. API Gravity dari minyak mentah tersebut merupakan prediksi kasar untuk mengetahui kemampuan terolah lumpur minyak yang tidak dikondisikan sebelumnya. (Anonim, 1998). Sedangkan karakter minyak yang diolah dilapangan minyak merupakan minyak yang ringan, dengan angka API gravity minyak mentah sekitar 41-43. (Anonim, 2002). Praktek lapangan yang telah ada menyarankan sebagai aturan umum, bahwa konsentrasi awal minyak di dalam unit pengolahan supaya terjadi pengolahan yang efektif harus memiliki angka dibawah 5% (Anonim, 1998), sedangkan persyaratan limbah yang akan diolah menurut KLH adalah tidak lebih dari 15% (Anonim, 2003).

Sebagai akibat dari tingginya konsentrasi TPH di dalam lumpur minyak, maka tidak diperkenankan untuk langsung mengolah lumpur minyak tersebut langsung ke unit bio treatment. Pencampuran lumpur minyak dengan tanah untuk mengencerkan kandungan TPH sampai pada konsentrasi tertentu yang dapat diterima, akan berakibat pada penggunaan bahan pencampur yang jumlahnya sangat besar dan dengan demikian akan meningkatkan volume bahan yang akan diolah. Oleh karena itu, pencampuran langsung lumpur minyak ke tanah adalah suatu praktek yang tidak dianjurkan dan tidak memenuhi petunjuk bio treatment yang diberikan oleh pemerintah (KLH).

Hidrokarbon Aliphatik (Aliphatic Petroleum Hydrocarbon) (skripsi dan tesis)

  • Hidrokarbon Aliphatik (Aliphatic Petroleum Hydrocarbon)

Yaitu hidrokarbon yang memiliki rantai panjang/linear dari atom karbon. Seperti pada (Tabel 2.1), Hidrokarbon Aliphatik dibedakan atas :

  1. Hidrokarbon Jenuh (Saturated Hydrocarbons)

Yaitu hidrokarbon yang pada setiap rantainya atom karbon selalu dipenuhi dengan atom hidrogen. Hidrokarbon jenuh lebih dikenal sebagai Alkana (Alkanes). Hidrokarbon jenuh atau alkana adalah hidrokarbon aliphatik yaitu hidrokarbon yang terdiri dari hidrokarbon dengan rantai lurus maupun dengan rantai bercabang dengan berbagai macam panjang pantai. Rumus umum dari Alkana adalah CnH2n+2 contohnya : CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propana), dan C4H10 (butana).

  1. Hidrokarbon Tak Jenuh (Unsaturated Hydrocarbons)

Yaitu hidrokarbon yang jika kedua atom karbon yang berdekatan, tiap atom karbonnya kehilangan atom hidrogen sehingga memiliki ikatan satu atau lebih antara atom-atom karbon. Hidrokarbon tak jenuh dibedakan kedalam 2 bentuk yaitu alkena (alkenes) dan alkynes.

  • Alkena (alkenes)

Alkena adalah hidrokarbon yang mempunyai ikatan ganda/rangkap dua diantara kedua atom karbon. Rumus umumnya CnH2n Contoh yang paling sederhana dari Alkena adalah Ethylene atau ethene (C2H4).

  • Alkynes

      Alkynes adalah hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap tiga diantara kedua atom karbon. Contoh yang paling sederhana dari Alkynes adalah ethyne (acetylene).

 

Hidrokarbon Aromatik (Aromatic Hydrocarbons) (skripsi dan tesis)

  • Hidrokarbon Aromatik (Aromatic Hydrocarbons) terdiri dari

Mono Aromatik, yaitu BTEX (Benzene, Toluene, Ethylbenzene, Xylenes) BTEX adalah termasuk jenis hidrokarbon Organik yang mudah menguap (VOHs/ Volatile Organic Hydrocarbons). Sebagian dari senyawa aromatik yang mempunyai satu cincin (single-ring) biasanya digunakan sebagai pelarut pada proses-proses industri. Sebagai contoh, ethylbenzene adalah pelarut yang digunakan untuk membuat styrene (Howard, 1989). Bentuk gabungan dari senyawa aromatik yang mempunyai satu cincin (single- ring) ini juga banyak digunakan pada proses industri seperti untuk pengolahan resin, antioxidan, plastik, logam, kulit, karet dan lain-lain. Selain banyak kegunaan diatas, BTEX  juga sangat terkenal dalam kaitan pencemaran lahan dan air tanah (ground water). Pencemaran BTEX kebanyakan terjadi pada lokasi-lokasi industri yang menghasilkan minyak dan gas bumi, pada area-area dengan tangki penyimpanan bawah tanah (Underground Storage Tanks/USTs). Tidak hanya pencemaran terhadap lahan, senyawa aromatik hidrokarbon juga adalah senyawa yang bersifat karsinogen (pembentuk sel-sel kanker), dapat menghambat pembentukan sel-sel darah, serta mempengaruhi system syaraf pusat(http://www.wikipedia.org,2007).

Struktur bangun dari BTEX antara lain:

  1. Benzene(C6H6)

Benzene (Gambar 2.1) adalah senyawa hidrokarbon aromatik dengan bentuk yang paling sederhana, memiliki enam atom karbon pada satu planar. Benzena yang telah kehilangan satu atom H disebut gugus fenil (C6H5-). Gugus ini mampu mengikat atom atau gugus atom lain sehingga terbentuklah bermacam-macam senyawa turunan benzene. Sebagai senyawa hidrokarbon, benzene bersifat non polar dan tidak larut dalam air. Struktur molekul yang datar dan simetris menyebabkan gaya tarik menarik antar molekul pada benzene lebih kuat daripada alkana, sehingga titik didih benzene relatif lebih tinggi. Kegunaan benzene yang terpenting sebagai pelarut dan bahan baku pembuat senyawa-senyawa aromatik lainnya. Benzene mudah terbakar dan penghisapan uap benzene terlalu banyak akan menghambat pembentukan sel-sel darah. Selain itu benzene juga merupakan senyawa penyebab kanker (karsinogen).

  1. Toluene/Methylbenzene (C7H8)

     Toluene juga dikenal sebagai Methylbenzene atau phenylmethane, merupakan cairan yang  jernih dan tidak larut dalam air, sedikit berbau harum, karena berasal dari senyawa benzene, yang merupakan aromatik hidrokarbon. Toluene digunakan sebagai pelarut dalam industri. Seperti paint thinners, karet, tinta print dan lain-lain. Toluene memang tidak beracun, tetapi jika terhirup dalam dosis yang banyak, akan menyebabkan masalah pernafasan kronik. Jika terjadi untuk periode yang cukup lama, akan menyebabkan kerusakan otak. Meski racun toluene memiliki tingkat kelarutan dalam air yang rendah. Racun toluene tidak bisa dikeluarkan dari tubuh dengan cara metabolisme secara biasa (melalui urine, tinja atau keringat). Ini harus dimetabolisme atau dipecah terlebih dahulu untuk bisa dikeluarkan.Ethylbenzene (C8H10)


Xylene (C
8H10)
Ethylbenzene
adalah senyawa kimia organik yang bersifat aromatik hidrokarbon. Ethylbenzene dominan digunakan pada industri petrokimia sebagai senyawa lanjutan yang memproduksi styrene, yang akhirnya akan digunakan untuk membuat polystyrene, yang biasa digunakan sebagai material plastik.

      Xylene adalah kata lain dari 3 grup turunan dari benzene, yang meliputi ortho-, meta- dan para- isomer dari dimethyl benzene. 0-,m- dan p- isomer ini dibedakan atas dimana dua grup methyl ditempatkan pada atom karbon secara berdampingan. Posisi ortho- yaitu kedua gugus berdampingan, posisi meta- yaitu kedua gugus terpisah oleh satu atom C, posisi para- yaitu kedua gugus terpisah oleh dua atom C. Xylenes, seperti jenis benzene lainnya. Memiliki struktur planar yang sangat stabil. Xylenes hanya dapat larut dalam alcohol dan ether, hampir tidak bisa larut dalam air. Xylenes sangat dapat berdampak pada otak. Pada penggunaan Xylene untuk tingkat tinggi pada periode yang lama (lebih dari satu tahun) dapat menyebabkan sakit kepala, ketidak seimbangan pada otak dan otot, serta kebingungan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan untuk penggunaan pada periode yang singkat (<14 hari) dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, hidung dan tenggorokan, kesulitan pada pernafasan, kerusakan hati dan ginjal.

  • Poli Aromatik/ Polynuclear Aromatic Hydrocarbons (PAHs).

PAHs adalah senyawa-senyawa kimia yang terdiri dari gabungan dari beberapa cincin aromatik dan tidak memiliki atom-atom yang berbeda (heteroatoms). Banyak diantara senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penyebab kanker (carcinogens). PAHs terbentuk oleh pembakaran karbon dari bahan bakar seperti kayu, batubara, diesel atau tembakau yang tidak sempurna. Bentuk PAH yang paling sederhana adalah benzocyclobutene (C8H6). PAH yang terdiri sampai 4 gabungan cincin benzene lebih mempunyai daya larut rendah didalam air serta tekanan uap air yang rendah. Hal ini disebabkan karena semakin meningkat bobot molekulernya, maka semakin rendah daya larut didalam air dan tekanan uap airnya. PAH yang memiliki 2 gabungan cincin benzene lebih dapat cepat dalam air serta lebih cepat menguap. Karena sifat-sifat yang seperti inilah PAH hanya dapat ditemukan didalam soil dan padatan/sediment, dan jarang sekali ditemukan di air maupun udara. Namun demikian sering juga ditemukan dalam bentuk partikel yang memenjarakan air dan udara didalamnya. Akibat dari semakin meningkatnya bobot moleculer, maka sifat carcinogens-nya akan semakin meningkat tetapi kadar toxicitas akutnya akan berkurang.

 

Hidrokarbon (skripsi dan tesis)

 

            Hidrokarbon didefinisikan sebagai senyawa dengan molekul yang hanya mengandung atom karbon dan hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri dari hidrokarbon rantai terbuka yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. Serta hidrokarbon dengan rantai tertutup yang meliputi hidrokarbon siklik aliphatik dan hidrokarbon aromatik (http://www.wikipedia.org,2007).

Struktur hidrokarbon yang ditemukan dalam minyak mentah terdiri dari tiga senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa hidrokarbon Alkana (paraffin/ CnH2n+2 yaitu senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai lurus dan bercabang, fraksi ini merupakan yang terbesar didalam minyak mentah), siklo alkana (naften/ CnH2n yaitu ada yang memiliki cincin 5 yaitu siklopentana dan ada yang memiliki cincin 6 yaitu sikloheksana) dan aromatic/ CnH2-n -6. Ketiga tipe hidrokarbon sangat tergantung pada sumber dari minyak bumi. Pada umumnya alkana merupakan hidrokarbon terbanyak, tetapi terkadang disebut sebagai crude napthenic, karena mengandung siklo alkana sebagai komponen yang paling sedikit (Zuhra, 2003). Petroleum hidrokarbon merupakan istilah yang umumnya digunakan untuk senyawa organik yang terdapat pada minyak mentah (crude oil) dan produk-produk pengilangannya  jenis hidrokarbon.

Minyak Bumi (skripsi dan tesis)

 

            Istilah petroleum berasal dari kata Latin, yaitu petra yang berarti batu dan oleum yang berarti minyak. Secara umum, petroleum didefinisikan sebagai campuran hidrokarbon sebagai hidrokarbon dari gas alam, kondensat atau minyak bumi. Minyak bumi merupakan cairan heterogen yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen dengan perbandingan 1:1,85. Disamping itu didalam minyak bumi terdapat senyawa-senyawa non-organik yang mengandung atom nitrogen, sulfur, oksigen, fosfat dan logam dalam jumlah yang relatif  kecil. Rentang atom karbon dalam molekul dimulai dari 1 sampai 60 atau lebih dengan berat molekul dari 16 sampai 850 atau lebih (Gatlin, 1960). Sumber  limbah minyak bumi  pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi atau kegiatan lain diantaranya berasal dari limbah hasil pengeboran berupa limbah lumpur dan sumur bor (cutting) yang mengandung residu minyak bumi dan tumpahan minyak tersebut pada lahan akibat proses pengangkutan minyak melalui pipa, alat angkut, proses pemindahan (transfer) minyak atau dari ceceran minyak pada tanah terkontaminasi (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 tahun  2003).

Minyak bumi merupakan campuran komplek senyawa hidrokarbon dari berbagai macam isomer dengan rantai panjang, merupakan jaringan komplek dan jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Dalam minyak bumi juga terdapat unsur-unsur S,N,O dan logam-logam dalam jumlah yang relatif sedikit yang terikat dalam bentuk-bentuk senyawa organik. Disamping itu air dan garam hampir selalu terdapat dalam minyak bumi dalam keadaan terdispersi. Bahan-bahan bahkan hidrokarbon ini biasanya dianggap sebagai kotoran, karena pada umumnya mengganggu dalam proses pengolahan minyak bumi dalam kilang dan berpengaruh jelek terhadap mutu produk (Hardjono, 1985). Komponen kimia dari minyak bumi dipisahkan oleh proses distilasi, yang kemudian setelah diolah lagi akan menjadi minyak tanah, bensin, lilin, aspal dan lain-lain. Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon. Hidrokarbon adalah kandungan organik yang hanya memuat karbon dan hidrogen. Yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan menggunakan air (Madigan, et al, 2003 ).

Cara Penularan Penyakit (skripsi dan tesis)

Menurut Notoatmodjo (2003: 35-36), penularan penyakit dapat melalui berbagai cara, antara lain:

  1. Kontak (contact)

Dapat terjadi kontak langsung maupun kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu, lebih cenderung terjadi di kota daripada di desa yang penduduknya masih jarang.

  1. Inhalasi (inhalation)

Yaitu penularan melalui udara/ pernapasan. Oleh karena itu, ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over crowding), dan tempat-tempat umum adalah faktor yang sangat penting di dalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit yang ditularkan melalui udara sering kali disebut “air borne infection” (penyakit yang ditularkan melalui udara).

  1. Infeksi

Penularan melalui tangan, makanan atau minuman.

  1. Penetrasi pada kulit

Hal ini dapat langsung oleh organisme itu sendiri. Penetrasi pada kulit misalnya cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya malaria atau melalui luka, misalnya tetanus.

 

Pengertian Sehat (skripsi dan tesis)

Dalam Undang-Undang Pokok Kesehatan nomor 9 tahun 1960 Bab I pasal 2, kesehatan adalah keadaan sempurna yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Soemirat 2004: 4).

Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, disebutkan bahwa sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi (Soemirat, 2004: 4).

Operasional Monitoring (skripsi dan tesis)

Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap aspek operasional TPA, menurut Yogyakarta Urban Development Project: 1995 adalah sebagai berikut:

  1. Monitoring Leachate

Leachate adalah cairan yang berupa rembesan dari limbah padat yang mengandung bahan-bahan terlarut atau endapan. Leachate merembes melalui lapisan bawah tanah, bahan-bahan kimia dan biologis yang dikandungnya dapat merusak kondisi air tanah. Salah satu cara yang sangat baik untuk mengurangi atau menghilangkan rembesan leachate tersebut yaitu sistem pelapisan dengan tanah liat.

Besarnya jumlah leachate yang terjadi bergantung pada masuknya limpasan air permukaan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibuat saluran-saluran drainase tepi TPA tersebut.

  1. Monitoring sampah

Kategori sampah yang dapat diterima adalah sampah yang tidak berbahaya misalnya sampah rumah tangga, sampah dari daerah komersial, sampah industri tidak berbahaya, bongkaran bangunan, serta lumpur tidak berbahaya. Sedangkan sampah yang tidak dapat diterima atau dibuang ke TPA adalah sampah berbahaya misalnya sampah yang berasal dari; pabrik kulit, pengrajin batik, bengkel/ pom bensin, industri kimia, percetakan, laboratorium, serta rumah sakit.

Monitoring dilakukan dengan cara mengecek jumlah sampah, penimbangan sampah, pemungutan retribusi, dan tahap pengelolaan sampah yang meliputi; penurunan sampah, perataan dan pemadatan sampah, serta penutupan sampah.

  1. Monitoring badan air

Sistem air bersih yang ada di TPA tidak dimaksudkan untuk penyediaan air minum, melainkan untuk menyediakan air bagi segala kegiatan di TPA. Sistem monitoring badan air yang dilakukan meliputi; pengecekan sistem air bersih, pembersihan filter pasir lambat, pembersihan reservoir, dan pengisian unit disinfeksi.

 

Aktivitas Pengelolaan Sampah di TPA (skripsi dan tesis)

Aktivitas pengelolaan sampah di TPA menurut Anonim (1988: 69) antara lain meliputi kegiatan-kegiatan yaitu :

  1. Penurunan sampah

Penurunan sampah dari kendaraan pengangkut dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan. Untuk kelancaran pembongkaran sampah maka perlu adanya pengaturan rute atau lintasan kendaraan di lokasi pembongkaran. Pembongkaran dilakukan secara efisien, untuk menghindari kendaraan slip dan lain sebagainya.

  1. Perataan dan pemadatan sampah

Sampah hasil pembongkaran segera diratakan untuk memperlancar pembongkaran sampah selanjutnya. Perataan dan pemadatan sampah dilakukan lapis demi lapis, dengan ketebalan perlapis kurang lebih 60 cm. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil pemadatan yang optimum. Jumlah lintasan pemadatan 3 – 5 kali lintasan.

  1. Penutupan sampah
  • Penutupan harian

Dilakukan pada setiap akhir operasi atau dilakukan pada sore hari dengan ketebalan 5 – 10 cm. hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penyebaran bibit penyakit dari lokasi TPA. Pada awal operasi tanah yang digunakan untuk menutup sampah berasal dari TPA itu sendiri yang telah disimpan sebelumnya dalam ruang penyimpanan, tetapi untuk saat ini tanah penutup berasal dari daerah lain yang ditangani oleh pihak ketiga dan dibeli oleh pihak TPA.

  • Penutupan sampah antara

Selama proses dekomposisi sampah di TPA, akan timbul gas metan yang terkumpul dalam lapisan tanah. Bila hal ini terjadi maka perlu adanya lapisan antara sebagai penguat untuk mencegah terkumpulnya gas metan tersebut. Lapisan ini berhubungan dengan pipa ventilasi yang mengeluarkan gas dari dalam sampah. Penutupan dilakukan dengan ketebalan 2 m dan dipadatkan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran serta untuk memudahkan kendaraan melintas diatasnya.

  • Penutupan sampah akhir

Dilakukan setelah berakhirnya masa operasional TPA atau saat kapasitas maksimal TPA tercapai. Ketebalan  tanah urug adalah 50 – 70 cm. Gas yang terakumulasi dalam timbunan sampah tersebut masih aktif selama 20 tahun sejak penutupan akhir TPA. Oleh karena itu pemadatan disesuaikan dengan peruntukan pemanfaatan dari akhir operasi TPA tersebut dengan pertimbangan apakah akan digunakan untuk penghijauan atau dimanfaatkan untuk kegiatan lain.

 

Sarana dan Prasarana TPA (skripsi dan tesis)

Untuk mendukung operasi dan fungsi TPA, maka diperlukan sarana dan prasarana antara lain:

  1. Sarana TPA sampah meliputi:
  • Ventilasi gas, untuk mengalirkan gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah.
  • Drainase keliling TPA. Drainase dibuat terpisah untuk menyalurkan air hujan dan air lindi (leachate).
  • Komputerisasi, untuk mengetahui dan mencatat volume sampah, asal sampah, jenis sampah, tanggal dan waktu kedatangan.
  • Sumur monitor, yang berfungsi untuk memonitor air tanah disekitar TPA.
  1. Prasarana TPA sampah

Prasarana TPA (fasilitas penunjang) yang tersedia di TPA sampah Purworejo terdiri dari:

  • Ruang perkantoran
  • Ruang workshop untuk memperbaiki dan memelihara kendaraan operasional
  • Tempat cuci dan garasi kendaraan
  • Jalan masuk ke areal TPA

Metode Pembuangan Akhir Sampah (skripsi dan tesis)

  1. Metode Open Dumping

Open dumping adalah sampah yang ada hanya ditempatkan begitu saja hingga kapasitasnya tidak lagi terpenuhi (Sejati, 2009: 26). Sistem pembuangan Open Dumping merupakan sistem pembuangan sampah yang tertua yang dikenal manusia, dimana sampah hanya dibuang/ ditimbun di suatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan tanah sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, tempat berkembangnya vektor penyakit seperti lalat dan tikus, menimbulkan bau, pencemaran terhadap air permukaan maupun air tanah dan bahaya kebakaran (Anonim. 1988: 64).

Keuntungan:

  • Mudah dilaksanakan karena tidak membutuhkan metode pengerjaan yang khusus.
  • Lahan yang tersedia tidak memerlukan konstruksi khusus.
  • Biaya murah dalam operasional dan pemeliharaan.

Kerugiannya:

  • Luas lahan yang dibutuhkan cukup besar.
  • Kurang memperhatikan segi estetika terhadap lingkungan.
  • Dapat menimbulkan bau dan gangguan adanya penyebaran vektor penyakit.
  • Kurang memperhatikan segi perlindungan lingkungan karena hasil dekomposisi sampah (leachate) dapat mencemari air tanah.
  1. Open Dumping yang ditingkatkan

Sistem ini merupakan pengembangan dan perbaikan sistem Open Dumping yang diketahui sangat mengganggu lingkungan. Dalam sistem ini timbunan sampah di lokasi TPA tersebut dipadatkan dan dilakukan penutupan dengan tanah setelah TPA penuh atau periode tertentu. Proses perataan dan pemadatan sampah harus dilakukan untuk memudahkan pembongkaran sampah dari truk serta pemanfaatan TPA semaksimal mungkin. Untuk menghindari perkembangbiakan lalat sebelum sampah ditutup dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida dan sedapat mungkin lokasinya jauh dari pemukiman (Anonim. 1988: 64).

  1. Metode Controlled Landfill

Metode ini adalah menimbun sampah pada daerah tersebut sampai pada ketinggian yang dikehendaki atau bisa dengan penggalian tanah sebagai tempat pembuangan sampah, kemudian tumpukan sampah itu ditimbun dengan lapisan tanah dan dilakukan pemadatan dengan menggunakan alat berat (Anonim, 1995).

Keuntungan:

  • Mudah dilaksanakan karena menggunakan metode yang sederhana.
  • Lahan yang tersedia tidak memerlukan konstruksi.
  • Murah dalam operasi dan pemeliharaan karena sistem yang digunakan tidak terlalu kompleks.
  • Tidak menimbulkan dampak negatif bagi estetika kota, sebab sampah tersebut tidak tersebar sembarangan.
  • Tidak menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan lingkungan karena gangguan bau sampah dapat dihindari dan berkurangnya vektor penyebab penyakit.

Kelemahan:

  • Memerlukan daerah yang cukup besar untuk lokasi pembuangan akhir.
  • Memerlukan anggaran biaya yang khusus untuk pembayaran tenaga operasional dan pemeliharaan alat.
  1. Metode Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Syarat sanitary landfill yang baik adalah sebagai berikut:

  • Tersedia tempat yang luas.
  • Tersedia tanah untuk menimbunnya.
  • Tersedia alat-alat besar.

Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya (Chandra, 2007: 116).

Sistem Operasional Sampah (skripsi dan tesis)

Ada dua macam sistem operasional sampah, yakni sistem mikro dan sistem makro. Sistem Mikro adalah pengumpulan sampah dari sumber sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Sistem Makro adalah pengangkutan dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan pengelolaan sampah dilakukan di TPA (Notoatmodjo, 2003: 169).

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Kegiatan pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transpor, pengolahan dan pembuangan akhir (Sejati, 2009: 24).

Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan tentang pengendalian sampah sejak dihasilkan, penyimpanan, pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan akhir dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik pelestarian lingkungan, keindahan, serta mengindahkan tanggung jawab dan sikap masyarakat (Sudarso, 1995: 20).

Klasifikasi Sampah (skripsi dan tesis)

Sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori antara lain:

  1. Sampah Berdasarkan Bentuk

Menurut Hadiwiyoto (dalam Sejati, 2009: 14), sampah berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi:

  • Sampah padat (solid) misal: daun, kertas, karton, kaleng, plastik dan logam.
  • Sampah cair, misalnya bekas air pencuci, bekas cairan yang tumpah, tetes tebu, dan limbah industri yang cair.
  • Sampah berbentuk gas, misalnya karbondioksida, amonia, H2S, dan lainnya.
  1. Sampah Berdasarkan Zat Kimia yang Terkandung

Menurut Notoatmodjo (2003: 167), sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya dapat dibedakan menjadi:

  • Sampah anorganik, yaitu sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/ besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.
  • Sampah organik, yaitu sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.
  1. Sampah Berdasarkan Karakteristik

Menurut Chandra (2007: 112), sampah dapat dibedakan menjadi beberapa pengertian, antara lain:

  • Garbage, adalah terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.
  • Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu:
    1. Yang mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, seperti kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
    2. Yang tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, seperti kaca, kaleng, dan sebagainya.
  • Ashes, adalah semua sisa pembakaran dari industri.
  • Street sweeping, adalah sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.
  • Dead animal, adalah segala jenis bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.
  • House hold refuse, adalah jenis sampah campuran (misalnya, garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
  • Abandoned vehicle, adalah sampah yang berasal dari bangkai kendaraan.
  • Demolision waste, adalah sampah yang berasal dari sisa pembanguman gedung, seperti tanah, batu dan kayu.
  • Sampah industri, adalah sampah yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.
  • Santage solid, sampah yang terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.
  • Sampah khusus, adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

 

Sumber Sampah (skripsi dan tesis)

Menurut Chandra (2007: 113-114), sumber sampah dapat berasal dari:

  1. Pemukiman penduduk

Sampah disuatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.

  1. Tempat umum dan tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya.

  1. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

Sarana layanan masyarakat yang dimaksud antara lain, tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan (misalnya: rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana pemerintah yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan tempat khusus dan sampah kering.

  1. Industri berat dan ringan

Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus, dan sampah berbahaya.

  1. Pertanian

Sampah yang dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

Pengertian Sampah (skripsi dan tesis)

 

  1. Menurut Notoatmodjo (2003: 166)

Pengertian sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.

  1. Menurut Azwar (1996: 53)

Sampah (refuse) dalam ilmu kesehatan lingkungan adalah sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup.

Berdasarkan definisi sampah diatas maka, dapat disimpulkan bahwa sampah adalah bahan-bahan hasil dari kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi, yang pada umumnya berupa benda padat, baik yang mudah membusuk maupun yang tidak mudah membusuk, kecuali kotoran yang keluar dari tubuh manusia, yang ditinjau dari segi sosial ekonomi sudah tidak berharga, dari segi keindahan dapat mengganggu dan mengurangi nilai estetika dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan

Dampak Limbah Kopi (skripsi dan tesis)

Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics. Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit. Limbah kopi yang berupa kulit termasuk limbah organik sehingga mudah terdegradasi oleh lingkungan. Limbah hasil pengolahan kopi yaitu berupa daging buah yang secara fisik komposisi mencapai 48%, terdiri dari kulit buah 42% dan kulit biji 6% (Zainuddin et al, 1995).

Dampak sederhana yang ditimbulkan adalah bau busuk yang cepat muncul. Hal ini karena kulit kopi masih memiliki kadar air yang tinggi, yaitu 75-80% (Simanihuruk et al., 2010) sehingga sangat mudah ditumbuhi oleh mikroba pembusuk. Tentunya, hal ini akan menggangu lingkungan sekitar jika dalam jumlah besar karena dapat mencemari udara. Selain itu, kulit kopi yang terbengkalai juga dapat menjadi media tumbuh bakteri pathogen mengingat kandungan nutrisinya yang masih cuku tinggi. Akibatnya, penyakit yang ditimbulkan dapat menjadi wabah karena dibawa angin atau lalat yang hinggap.

Dampak lingkungan berupa polusi organik limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan oksigen karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah secara amat lamban dengan menggunakan proses mikrobiologi dalam air yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material melebihi ketersediaan oksigen sehingga menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan juga bisa menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan  dapat meresap ke sumber air minum.

Upaya dan Tahap Minimasi Limbah Kopi (skripsi dan tesis)

II.5          

Upaya miinimasi limbah kopi dapat dibagi menjadi dua, upaya minimasi limbah padat kopi dan upaya minimasi limbah cair kopi.

  1. Upaya minimasi limbah padat kopi

Berikut adalah beberapa cara untuk meminimalisasi limbah padat kopi yang banyak terdiri dari kulit luar dan kulit dalam kopi:

  1. Limbah kopi untuk pengganti briket batubara

Limbah kopi dapat dijadikan sebagai pengganti briket batubara. Hal ini telah dilakukan oleh PT Sari Incoofood di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dari 1 kilogram ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi dapat dihasilkan sebanya 4 ons briket. Pengolahan itu dilakukan dengan mengambil ampas biji kopi. Proses pengolahan cukup sederhana yaitu dilakukan dengan cara mengeringkan limbah kopi. Selanjutnya, limbah dijadikan arang dan kemudian dicetak. Briket dari limbah kopi itu siap dipakai dalam bentuk cetakan bulat, sebesar buah kemiri. Cara memanfaatkannya sama dengan briket batu bara.

  1. Limbah kopi untuk biodiesel

Pengolahan limbah kopi untuk biodiesel ini diproses dengan cara meng-ekstraksi kandungan minyak biodiesel yang ada dalam limbah kopi. Limbah kopi mengandung biodiesel sebesar 10% sampai dengan 20%. Dari total kapasitas produksi kopi dunia yang hampir mencapai angka 16 milyar pon per tahun, diperkirakan berpotensi menghasilkan biodiesel sebesar 340 juta galon.

  1. Limbah kopi untuk pakan ternak

Limbah kopi yang dipakai untuk pakan ternak berasal dari kulit kopi. Formula pakan seimbang dengan menggunakan limbah kulit kopi untuk penggemukan ada takarannya. . Cara pembuatannya adalah campurkan air dengan gula pasir, urea, NPK dan campur dengan Asperigillus Niger kemudian diaerasi 24-36 jam, dan setiap beberapa jam buihnya dibuang. Larutan Asperigillus siap dipakai. limbah kopi dicampur dengan larutan Asperigillus yang siap pakai lalu didiamkan selama 5 hari, maka jadilah limbah kopi terfermentasi. Kemudiaan limbah ini dikeringkan, setelah limbah tersebut kering giling sehingga menjadi tepung limbah kering yang siap menjadi makanan ternak. Hasil yang didapat dari penggunaan limbah kopi ini sangat baik yaitu dapat menghasilkan pertambahan bobot badan kambing dengan menggunakan terapan tehnologi itu rata-rata 108 gram per hari.

  1. Upaya Minimalisasi Limbah Cair Kopi

Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi dapat dikurangi dengan penyaringan dan pemisahan pulp. Pada cara ini kandungan COD dan BOD menjadi jauh lebih rendah, yaitu mencapai 3429-5524 mg/l untuk COD dan 1578-3248 mg/l untuk BOD

Bahan-bahan organik padat yang berupa pektin dapat diambil langsung dari air. Jika pektin tidak diambil, maka akan ada kenaikan pH dan COD. Untuk memaksimalkan proses anaerobik pada limbah cair tersebut, maka diperlukan tingkat pH sebesar 6,5-7,5, sementara tingkat pH limbah cair kopi adalah 4, yang merupakan tingkat pH sangat asam. Hal ini bisa diatasi dengan penambahan kalsium hidroksida (CaOH2) kepada limbah cair kopi. Hasilnya, tingkat solubilitas pektin dapat meningkat serta peningkatan COD dari rata-rata 3700 mg/l kepada rata-rata 12650 mg/l.

The Central Pollution Control Board (CPCB) India telah menyarankan sebuah solusi tekhnis yang berdasarkan desain National Environmental Engineering Research Institute (NEERI) untuk mengoolah limbah kopi. Saran dari CPCB ini terdiri dari 3 fase: fase pertama adalah fase netralisasi di mana limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan kapur, lalu diikuti dengan pengolahan anerobik dalam laguna dan yang terakhir adalah fase aerobik. Tujuan pengolahan ini adalah untuk menyusaikan BOD dan COD sesuai dengan tingkat yang tak membahayakan.

Biogas reaktor atau bioreaktor juga bisa menjadi alternatif pilihan untuk mengolah limbah cair kopi dengan cara anaerobik.

Limbah (skripsi dan tesis)

I

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).

Mahida dan Bennet dalam Zain (2005) menyatakan bahwa limbah adalah buangan cair dari suatu lingkungan masyarakat baik domestik, perdagangan maupun industri yang mengandung bahan organik dan non organik. Bahan organik yang terkandung dalam limbah umumnya terdiri dari bahan nitrogen, lemak, karbohidrat dan sabun. Limbah cair itu sendiri merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber pertanian, sumber industri, sumber domestik (perumahan, perdagangan dan perkantoran),dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan ataupun air hujan .

Limbah cair yang bersumber dari pertanian (sawah) terdiri dari air yang bercampur dengan bahan-bahan pertanian seperti pestisida dan pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor, sulfur, kalsium dan kalium. Limbah yang bersumber 8 dari kegiatan industri umumnya memiliki karakterisasi yang bervariasi antara satu jenis industri dengan industri lainnya. Bahan polutan yang terkandung dalam limbah industri yaitu zat organik terlarut, padatan tersuspensi, bahan terapung, minyak, lemak logam berat serta senyawa toksik. Untuk limbah domestik itu sendiri merupakan semua bahan limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, toilet, tempat cuci pakaian, dan peralatan rumah tangga (Mahida, dalam Zain, 2005)

PROSES PEMBUATAN TAHU (skripsi dan tesis)

 

Prinsip dasar pengolahan tahu sebenarnya sangat sederhana. Setelah kedelai yang menjadi bahan utama dilumatkan hasilnya diekstrak sehingga diperoleh sari (susu) kedelai. Kemudian ditambahkan zat penggumpal dan diendapkan. Hasil endapan dicetak dan dipres.proses pembuatan tahu

 

  1. Pemilihan bahan

Memilih kedelai yang baik yaitu kedelai yang baru dan belum tersimpan lama di gudang, sebab kedelai baru dapat menghasilkan tahu yang baik

  1. Pencucian dan perendaman

Kedelai dicuci dan direndam dalam air bersih selama 2-3 jam, setiap saat air diganti dengan air bersih sambil dicuci

  1. Penggilingan

Kedelai setelah direndam, dicuci kembali, selanjutnya dilakukan penggilingan dengan alat yaitu berupa mesin. Pada saat penggilingan ditambahkan air agar susu tahu keluar

  1. Pemasakan

Bubur kedelai diberi air 10 kali berat kedelai dan didihkan dalam pemasakan dengan kompor sampai mendidih, biarkan sampai lima menit

  1. Penyaringan

Dalam keadaan panas, bubur tahu disaring dengan kain blacu sambil dibilas dengan air hangat sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua

  1. Penggumpalan

Filtrat yang diperoleh, ditampung dalam bak dalam keadaan hangat pelan-pelan diaduk sambil diberi asam cuka. Pemberian asam cuka dihentikan apabila  sudah terlihat gumpalan dan berwarna putih, hingga gumpalan mengendap semua.

  1. Pengepresan

Cairan bening diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan diambil kemudian dituang dalam cetakan yang telah dialasi dengan kain dan diisi penuh. Selanjutnya kain ditutupkan keseluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin  berat benda yang digunakan untuk mengepres semakin keras, tahu yang dihasilkan semakin baik. Setelah dirasa cukup dan tahu sudah dingin, lalu tahu dipotong-potong.

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (skripsi dan tesis)

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sampah yang berbunyi: “Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah”. Tanggung jawab pengelolaan sampah ada pada masyarakat sebagai produsen timbulan sampah sejalan dengan hal tersebut, masyarakat sebagai produsen timbulan sampah diharapkan terlibat 28 secara total dalam lima sub sistim pengelolaan sampah, yang meliputi sub sistem kelembagaan, sub sistem teknis operasional, sub sistem finansial, sub sistem hukum dan peraturan serta sub sistem peran serta masyarakat.

 Menurut (Syafrudin, 2004), salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah melaksanakan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat, seperti minimasi limbah dan melaksanakan 5 R (Reuse, Recycling, Recovery, Replacing dan Refilling). Kedua program tersebut bisa dimulai dari sumber timbulan sampah hingga ke Lokasi TPA. Seluruh sub sistem didalam sistem harus dipandang sebagai suatu sistem yang memerlukan keterpaduan didalam pelaksanaannya. (Tchobanoglous, 1993 dalam Syafrudin, 2004). “Sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste management) didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan program teknologi dan manajemen untuk mencapai sistem yang tinggi.” Dengan mempelajari berbagai teori dan pemahaman terkait dengan konsep pengelolaan sampah dalam hubungannya dengan proses perencanaan sampai dengan pembangunan yang berkelanjutan, serta teori peran serta, maka dapat diajukan kerangka konsep pola/bentuk peran serta masyarakat dan kelembagaan dalam pengelolaan sampah dengan pendekatan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat.

Munculnya pendekatan dengan pelibatan masyarakat ini didasari dari pemikiran terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup di perkotaaan akibat perilaku manusia. Sedangkan program-program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran agar dapat merubah perilaku kurang memberikan hasil  sesuai yang diharapkan. Untuk itu diperlukan adanya pengelolaan lingkungan sosial dalam kerangka pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip pengelolaan lingkungan sosial harus mengutamakan pelibatan warga masyarakat atau komunitas secara penuh, dengan kata lain pengembangan dan perencanaan pengelolaan lingkungan sosial menggunakan pendekatan partisipatif, dan masyarakat sebagai inti dalam pendekatan tersebut. Pendekatan ini dalam pelaksanaannya ditekankan pada inisiatif lokal dengan memperkuat kapasitas masyarakat karena merupakan bottom-up approach yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh, melalui aspek ekonomi, sosial, budaya secara terintregrasi dan berkesinambungan. Pada akhirnya dapat memperkuat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bermuara terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan (Kipp and Callaway, 2004).

Dalam upaya pelibatan masyarakat tersebut, terjadi interaksi sosial yang intensif dalam bentuk kerjasama sesuai dengan kedudukan dan perannya masingmasing dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kerjasama itu dilakukan oleh seluruh anggota dalam kelompoknya dalam upaya pemenuhan kebutuhan prasarana. Pada dasarnya tanggungjawab penyediaan prasarana dilakukan oleh pemerintah, melalui berbagai program pembangunan. Dari pengalaman masa lalu dapat dilihat akibat pendekatan pembangunan yang kurang mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat dengan tidak berfungsi dan terpeliharanya hasil pembangunan, khususnya prasarana pemukiman. 30 Pembangunan berkelanjutan, menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan sehingga mampu mengidentifikasi, menganalisa serta merumuskan kebutuhannya sendiri dalam upaya perbaikan kualitas hidup.

Pembangunan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perlu adanya pelibatan masyarakat secara nyata dalam aktivitas-aktivitas riil yang merupakan perwujudan program yang telah disepakati dalam kegiatan fisik. Bentuk, tingkatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam berperan serta harus mampu diidentifikasi dan dianalisa sehingga dapat dipergunakan sebagai pendekatan atau model pembangunan partisipatif yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. Dalam beberapa hal karena kondisi masih rendahnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat sehingga diperlukan adanya keterlibatan peran organisasi non pemerintah/LSM yang bermitra baik dengan pemerintah sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pembangunan melalui pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas kesukarelaan. Adapun pemerintah dalam hal ini berperan dalam memfasilitasi kegiatan yang akan dilakukan, melalui perbaikan manajemen pengelolaan, perbaikan metode, penyediaan tenaga ahli, pelatihan ketrampilan, penyediaan informasi dan komunikasi yang berorientasi kepada proses pemberdayaan masyarakat. Keterlibatan penuh masyarakat dalam setiap tahapan mekanisme pembangunan dapat dilihat dari berbagai faktor, seperti kesediaan dan keaktifan untuk menghadiri pertemuan dan kegiatan kerjabakti, pemberian sumbangan dana, tenaga dan material dalam pelaksanaan serta pemeliharaan yang nantinya dapat dirasakan manfaatnya.

Dalam operasi dan pemeliharaaan, khususnya prasarana yang dipakai bersama, masyarakat menginginkan suatu bentuk pengelolaan yang terorganisir dalam kepengurusan. Dalam organisasi ini membentuk suatu aturan, norma, kaidah yang disepakati bersama sehingga mampu mengikat anggotanya untuk patuh dalam melaksanakan tugas operasi dan pemeliharaan prasarana. Kemampuan prasarana dalam pemenuhan kebutuhan sangat berpengaruh terhadap tingkatan peran serta masyarakat. Apabila seluruh warga merasakan manfaatnya maka dengan sendirinya akan timbul kesadaran yang sifatnya sukarela. Kesadaran keberlanjutan terhadap prasarana akan dipahami lebih mudah oleh masyarakat bila kinerja prasarana yang dimiliki oleh masyarakat berjalan dengan baik dan kontinu.

 Dalam meningkatkan peran serta masyarakat diperlukan perubahan perilaku dengan pemahaman terhadap kondisi masyarakat setempat dengan mempertimbangkan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat karena hal ini dapat membangun kepercayaan sehingga mempermudah implementasi program. Pemahaman tersebut berkaitan dengan kondisi internal masyarakat meliputi lamanya tinggal dan status hunian. Dengan memahami kondisi masyarakat akan dapat diketahui kebutuhan dan keinginan masyarakat. Dalam melaksanakan perilaku yang berkelanjutan diperlukan komitmen untuk menunjang keberhasilan program yang dilaksanakan dengan kemitraan yang terjalin antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Jenis-jenis Sampah (skripsi dan tesis)

Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.

Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut :

1). Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa – sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung , sayuran, kulit buah, daun dan ranting.

2). Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng, (Gelbert, 2006).

Sumber- Sumber Sampah (skripsi dan tesis)

Menurut (Gilbert, 1996:23-24), sumber-sumber timbulan sampah sebagai berikut:

1). Sampah dari pemukiman penduduk

 Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya cendrung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.

2). Sampah dari tempat – tempat umum dan perdagangan

Tempat- tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat – tempat tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa – sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng- kaleng serta sampah lainnya.

3). Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah

Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai, masjid, rumahsakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah lainnya yang menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

4). Sampah dari industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik – pabrik sumber alam perusahaan kayu dan lain – lain, kegiatan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu, sisa – sisa makanan, sisa bahan bangunan

 5). Sampah Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian, misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman. Berbagai macam sampah yang telah disebutkan diatas hanyalah sebagian kecil saja dari sumber- sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan 16 sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah

Pengertian Sampah (skripsi dan tesis)

Pengertian sampah adalah suatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang punya dan bersifat padat. Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan, (Slamet, 2002).

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah :

1). Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan yang cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa gas metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.

2). Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah plastik, logam, gelas karet dan lain-lain.

3). Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau sampah.

4). Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah sampah karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit reversible atau berpotensi irreversible atau sakit berat yang pulih.

5). menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.