Efek Formaldehid (skripsi dan tesis)

Formaldehid merupakan salah satu bahan kimia yang banyak diteliti saat ini karena toksisitasnya mempengaruhi kesehatan manusia. Toksisitas yang dihasilkan formaldehid bergantung dengan jenis formaldehid. Terdapat berbagai jenis formaldehid, yaitu jenis hirupan (inhalation) berbentuk uap dan jenis telanan (ingestion) berupa pengawet/komponen minuman atau makanan (National Academy of Sciences, 2007).

Toksisitas formaldehid dapat melalui hirupan (inhalation) dan atau telanan (ingestion). Paparan formaldehid yang paling banyak terjadi adalah paparan yang melalui hirupan (inhalation) (Kulle, 1993). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid dapat menyebabkan iritasi lokal pada membran mukosa, termasuk mata, hidung, dan saluran pernapasan atas (Zwart et al., 1988; Gardner et al., 1993). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid pada mata menyebabkan kongesti konjungtiva, kontraksi pupil, dan lakrimasi. Biasanya gejala tersebut berkurang dalam 24 jam. Gejala yang timbul bergantung pada lamanya terkena paparan dan konsentrasi formaldehid. Pajanan uap formaldehid terhadap mata dengan konsentrasi yang tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan opasifikasi kornea bahkan sampai hilangnya penglihatan. Sedangkan pada konsentrasi rendah menghasilkan gejala iritasi dan perasaan tidak nyaman (ATSDR, 1999). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan inflamasi saluran pernapasan bawah, inflamasi bronkus, peradangan paru-paru, dan akumulasi cairan dalam paru-paru (ATSDR, 1999).

Uap formaldehid sangat iritatif terhadap membran mukosa baik pada binatang maupun manusia (Tomlin, 1994). Apabila terkena mata maka akan menyebabkan gejala seperti iritasi dan lakrimasi (Boysen et al., 1990). Dinsdale et al. (1993), yang memaparkan uap formaldehid 10 ppm selama 4 hari pada tikus dan Monticello et al. (1989), melakukan penelitian terhadap monyet yang dipaparkan uap formaldehid 6 ppm selama 6 minggu menyebabkan gejala lakrimasi dan konjungtiva hiperemis. Hal tersebut dikarenakan paparan uap formaldehid menyebabkan pengeringan pada kornea dan konjungtiva.  Epitel konjungtiva juga memiliki banyak ujung saraf sensorik dari pleksus saraf di lamina propria sehingga sensitivitasnya tinggi (Junqueira et al., 1992). Morgan et al. (1986), juga melaporkan bahwa terdapat discharge pada mata tikus yang terpapar formaldehid 2 ppm selama 3 minggu.

Selain melalui paparan hirupan (inhalation), formaldehid juga bisa menjadi toksik akibat paparan telanan (ingestion). Apabila formaldehid tertelan maka menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan karena formaldehid bersifat korosif terhadap saluran pencernaan, biasanya terjadi pada esofagus. Kline (1925) melaporkan bahwa menelan formaldehid (konsentrasi larutan 89 ml) dapat menyebabkan kematian. Sedangkan menurut ATSDR (1999), menelan larutan formaldehid sebanyak 30 ml (mengandung 37% formaldehid) dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas formaldehid adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu, dan frekuensi pemaparan. Efek toksik yang muncul adalah akibat dari formaldehid mencapai tempat yang sesuai dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Reaksi dari masing-masing individu berbeda terhadap pemaparan formaldehid, karena diantara individu tersebut ada yang sensitif dan tidak (National Academy of Sciences, 2007).

Adanya konsentrasi formaldehid di atas nilai ambang batas (NAB) dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan. Nilai ambang batas (NAB) atau Threshold Limit Value (TLV) adalah konsentrasi zat-zat kimia di udara yang menggambarkan suatu kondisi dimana hampir semua yang terpapar berulang kali, hari demi hari tidak menimbulkan efek yang merugikan. NAB digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian bahaya-bahaya kesehatan (Naria, 2004).

Secara detail NAB terbagi atas 3 kategori (Kusnoputranto, 1995). Pertama adalah Threshold Limit Value-Time Weight Average (TLV-TWA), yaitu konsentrasi rata-rata untuk 8 jam kerja normal dan 40 jam seminggu, dimana hampir seluruh yang terpapar berulang-ulang, hari demi hari tanpa timbulnya gangguan yang merugikan. Kedua, Threshold Limit Value-Short Term Exposure Limit (TLV-STEL), yaitu konsentrasi dimana orang dapat terpapar terus-menerus untuk jangka pendek yaitu 15 menit, tanpa mendapat gangguan berupa iritasi, kerusakan jaringan yang menahun dan irreversible dimana dapat meningkatkan kecelakaan atau mengurangi efisiensi. Dan yang ketiga adalah Threshold Limit Value-Ceiling (TLV-C) yaitu konsentrasi yang tidak boleh dilampaui setiap saat.

Terdapat perbedaan mengenai nilai ambang batas (NAB) formaldehid. Banyak organisasi yang mempunyai nilai spesifik tersendiri dari NAB formaldehid seperti American Conference of Govermental Industrial Hygienists (ACGIH), National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), dan National Research Council (NRC). Untuk lebih jelasnya mengenai NAB formaldehid dapat dilihat pada tabel 3 (National Academy of Sciences, 2007).

Di Indonesia, berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE-02/Men/1978 nilai ambang batas (NAB) formaldehid adalah 2 ppm (nilai KTD). Nilai KTD berarti kadar tertinggi yang diperkenankan atau disebut ceiling. Menurut ASHARE (American Society For Healting, Refrigerating and Air-Conditioning Enginer) untuk indoor air quality adalah 0,1 ppm untuk 8 jam kerja (TLV-TWA) dan 0,1 ppm (TLV-C). OSHA, untuk TLV-TWA adalah 3 ppm dan TLV-C adalah 5 ppm. NIOSH, untuk     TLV-TWA adalah 0,016 ppm dan TLV-C adalah 0,1 ppm. Dan menurut ACGIH, untuk TLV-C adalah 0,3 ppm, sedangkan NIB untuk TLV-C adalah 2 ppm (Naria, 2004).

Tabel 3. Daftar Nilai Ambang Batas Formaldehid (National Academy of Sciences, 2007)

Organisasi Tipe                             Level paparan (ppm)          Referensi
ACGIH TLV-C 0,3 ACGIH 2001
NIOSH REL-C

REL-TWA

0,1 (15 menit)

0,016

NIOSH 2004
OSHA PEL-STEL

PEL-TWA

2 (15 menit)

0,75

29 CFR

1910.1048 ©

 

 

Lanjutan Tabel 3. Daftar Nilai Ambang Batas Formaldehid (National Academy of Sciences, 2007)

Organisasi Tipe Level paparan (PPM) Referensi
NASA SMAC

1 jam

24 jam

30 hari

180 hari

 

0,4

0,1

0,04

0,04

NRC 1994
ATSDR Acute MRL

Intermediate MRL

Chronic MRL

0,04

0,03

0,08

ATSDR 1999
NAC/NRC Proposed AEGL-1 (1 jam)

Proposed AEGL-2 (1 jam)

Proposed AEGL-1 (8 jam)

Proposed AEGL-2 (8 jam)

1

8

1

1

EPA 2004

 

 

Keterangan :   TLV-C                         : Threshold Limit Value-Ceiling

REL-C                          : Recommended Exposure Limit-Ceiling

REL-TWA                    : Recommended Exposure Limit-Time Weight Average

PEL-STEL                    : Permissible Exposure Limit-Short Term Exposure Limit

PEL-TWA                    : Permissible Exposure Limit-Time Weight Average

SMAC                           : Spacecraft Maximum Allowable Concentration

MRL                             : Minimal Risk Level

AEGL                            : Acute Exposure Guidline Level