Pencemaran air diakibatkan oleh dimasukkannya secara sengaja atau tidak disengaja bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat ke dalam air. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menjelaskan bahwa pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, limbah kegiatan non domestik, dan lainnya.
Bahan pencemar merupakan bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2009). Berdasarkan cara masuknya ke lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunug berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan non-domestik (industri dan lainnya). Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan menjadi dua yaitu toksik dan tidak toksik.
Sumber pencemar dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tersebar (diffuse source). Sumber pencemar tersebar dapat berupa point source dalam jumlah banyak dan menyebar. Misalnya, limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), limpasan dari daerah perkotaan, limbah cair dari kegiatan industri dan non-domestik lainnya. Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian maupun bukan kematian pada organisme tergantuk jenis, konsentrasi dan besarnya kandungan toksik pada polutan tersebut. Misalnya, terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme. Polutan toksik pada umumnya bukan berupa bahan-bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artificial lainnya.
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar di perairan menjadi beberapa kelompok, yaitu limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut, limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit, senyawa organik sintesis, nutrien tumbuhan, senyawa anorganik dan mineral, sedimen, redioaktif, panas (thermal discharge) dan minyak. Bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi.
- Senyawa Organik
Penyusun utama bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), dan asam nukleat (nucleid acid). Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisik, kimia dan toksisitas yang berbeda. Tabel 2.1 menunjukkan komponen penyusun limbah bahan organik.
Tabel 2.1 Komposisi Limbah Organik
Jenis Bahan Organik | Persentase (%) |
Lemak | 30 |
Protein | 25 |
Abu | 21 |
Asam Amin, Kanji (starch) | 8 |
Lignin | 6 |
Selulosa | 4 |
Hemiselulosa | 3 |
Alkohol | 3 |
(Sumber : Higgins dan Burns, 1975 dalam Abel 1989)
Selain jenis-jenis bahan organik tersebut, limbah organik juga mengandung bahan-bahan organik sintetis yang toksik. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, Polychlorinated biphenyl (PCB’s). Senyawa organik sintesis pada umumnya tidak mudah didegradasi secara biologi. Senyawa organik sintesis juga bersifat persisten atau bertahan dalam waktu yang lama didalam badan air dan juga bersifat kumulatif.
Jenis-jenis bahan organik dibedakan menjadi oil dan grease. Istilah grease diterapkan pada beberapa jenis bahan organik yang dapat diekstraksi dari larutan atau suspensi, dengan menggunakan pelarut heksana atau triklhloro trifluoro etana (Freon). Grease terdiri atas hidrokarbon, ester, oli, lemak, waxes, dan asam lemak dengan berat molekul besar.
Istilah oil mewakili sejumlah bahan yang berupa hidrokarbon dengan berat molekul kecil hingga besar, gasoline hingga yang berupa pelumas. Selain itu, gliserida dalam bentuk larutan yang berasal dari hewan dan tumbuhan juga dikategorikan sebagai oil.
- Minyak Mineral dan Hidrokarbon
Terdapat sekitar 800 jenis senyawa minyak mineral yang terdiri atas hidrokarbon alifatik, aromatic, resin,dan aspal (tabel 2.9.2). Minyak tersebuar dalam bentuk terlarut, laposan film yang tipis yang terdapat di permukaan, emulsi, dan fraksi terserap. Pada perairan, interaksi dari bentuk minyak ini sangat kompleks, dipengaruhi oleeh nilai specific gravity, titik didih, tekanan permukaan, viskositas, kelarutan dan penyerapan.
Tabel 2.2. Komponen Utama Senyawa Mineral
Senyawa | Persentase (%) |
Parafinik | 10-70 |
Naftenik (Mono dan polisiklik) | 25-75 |
Aromatik (mono dan polisiklik) | 6-40 |
Naftenon-aromatik | 30-70 |
Resin | 1-40 |
Aspal | 0-80 |
(Sumber : UNESCO/WHO/UNEP, 1992)
Kadar minyak mineral dan produk-produk petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar 0,01-0,1 mg/liter. Kadar melebihi 0,3 mg/liter bersifat toksik terhadap bebebrapa jenis ikan air tawar (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).
- Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada detergen, sabun dan sampo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut didalam air. Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amphoteric.
Selain digunakan sebagai sabun, surfaktan juga digunakan dalam industri tekstil dan pertambangan, baik sebagai lubrikan, emulsi maupun flokulan (Effendi, 2009). Komposisi surfaktan dalam detergen berkisar 10%-30% disamping polifosfat dan pemutih. Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa di perairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorbs oksigen.
- Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri dari logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Bahan anorganik yang bersifat toksik adalah arsen (As), barium (Ba), timbal (Pb), Zinc (Zn), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), lead (Pb), Merkuri (Hg), selenium (Se) dan Silver (Ag).
Logam berat mengalami biokonsentrasi dan bioakumulasi sehingga kadar timbal di dalam tubuh makhluk hidup yang lebih besar daripada di lingkungan perairan. Logam berat menyebabkan gangguan pada proses fisiologis organisme akuatik. Effendi (2009) mengemukakan bahwa tumbuhan air dan algae dapat menyerap logam berat.
- Radioaktif
Radioaktif dalam waktu paruh pendek akan melepaskan radiasi dalam jumlah yang besar dan berbahaya bagi makhluk hidup, sedangkan radioaktif dalam waktu paruh panjang melepaskan radiasi dalam jumlah sedikit dan relatif lebih tidak berbahaya bagi makhluk hidup.
Pengaruh radioaktif dapat bersifat akut atau kronis. Pada kadar yang tinggi, pengaruh radioaktif terhadap makhluk hidup bersifat akut, yakni mengganggu proses pembelahan sel dan mengakibatkan rusaknya kromosom. Setiap organ tubuh memperlihatkan respon yang berbeda terhadap radioaktif. Radiasi sinar X dapat mengakibatkan defisiensi sel darah putih dalam waktu dua hari setelah seluruh tubuh mendapatkan radiasi sinar X sebesar 2 Gy-5 Gy, sedangkan pengurangan sel darah merah terjadi 2-3 minggu kemudian (Effendi, 2009).
Pengaruh kronis yang muncul dalam jangka waktu panjang dapat terjadi pada genetik dan somatik. Pengaruh somatik berupa timbulnya kanker, sedangkan pengaruh genetik berupa abnormalitas atau cacat bawaan pada bayi sejak lahir.
Polutan yang berupa bahan-bahan kimia bersifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi sehingga bersifat persisten di lingkungan dalam kurun waktu yang lama yang disebut dengan rekalsitran. European Community (didalam Mason, 1993) mengelompokkan bahan pencemar toksik menjadi black dan grey list, yang terdapat dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Black dan Grey List bahan pencemar toksik
Black List | Grey List |
Senyawa Halogen | Senyawa logam dan metaloid: Zinc, perak, Copper, nikel, kromium, lead, selenium, arsen, antimonium, timah, molibdenum, titanium, uranium, barium, berilium, boron, tellurium, vanadium, kobalt, dan talium. |
Senyawa Organofosfat | Biosida yang tidak muncul pada blacklist |
Senyawa Organotin | Bahan-bahan yang menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak |
Bahan-bahan karsinogen | Bahan organik toksik dan persisten |
Merkuri | Senyawa organik fosfor |
Kadmium | Minyak mineral dan hidrokarbon petroleum non persisten |
Minyak mineral dan petroleum hidrokarbon | Sianida dan fluorida |
Bahan-bahan sintesis persisten | Bahan-bahan yang mempengaruhi kesetimbangan oksigen, missal ammonia dan nitrit |
(Sumber : Mason, 1993)
Limbah cair merupakan limbah yang bersifat cair dan berupa sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan, pertanian, dan sebagainya. Limbah cair merupakan polutan yang memasuki perairan yang terdiri dari berbagai jenis serta karakteristik polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombinasi pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
- Additive, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing-masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan cadmium terhadap organisme perairan.
- Synergism, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dan masing-masing polutan.
- Antagonism, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau mungkin hilang.
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar diperairan menjadi beberapa kelompok yaitu, limbah cair yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut, limbah cair yang mengakibatkan munculnya penyakit, limbah cair yang mengandung senyawa organik sintesis, anorganik, sedimen dan radioaktif.
Tabel 2.4 Klasifikasi tingkat pencemaran limbah cair berdasarkan beberapa parameter kualitas air.