Bentuk-bentuk Organizational Citizenship Behavior


Organizational Citizenship Behavior akan tercipta dilihat dari perilakuyang
ditunjukkan oleh karyawan yang memiliki sikap berupa kepatuhan, loyalitas dan
partisipasi yang nyata. Menurut Muhdar (2015:18) mengungkapkan terdapat tiga
bentuk utama Organizational Citizenship Behavior, yaitu:

  1. Kepatuhan (ObedienceI)
    Kepatuhan merupakan sikap yang menunjukkan rasa hormat, patuh
    terhadap peraturan organisasi, termasuk didalamnya adalah struktur
    organisasi, deskripsi pekerjaan, kebijakan personalia dan proses perilaku
    yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi. Dapat pula ditunjukkan
    oleh ketepatanwaktu masuk kerja, penyelesaian tugas dan tindakan
    penyusutan terhadap sumber atau asset organisasi.
  2. Loyalitas (Loyality)
    Loyalitas adalah kesetiaan kepada organisasi secara menyeluruh, termasuk
    usaha mempertahankan organisasi, memperluas fungsi kemakmuran, yaitu
    dengan melakukan pelayanan terhadap kepentingan dari suatu komunitas,
    sehingga dapat mempertahankan organisasi.
  3. Partisipasi (Participation)
    Partisipasi merupakan sikap turut sertasecara penuh danbertanggung jawab
    terhadap keterlibatannya dalam proses organisasi. Partisipasi merupakan
    kepentingan dalam hubungan keorganisasian berdasarkan standar ideal dari
    suatu kebijakan, ditunjukkan oleh adanya karyawan yang secara penuh
    bertanggung jawab terlibat dalam keseluruhan proses keorganisasian.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational CitizenshipBehavior


Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Organizational Citizenship
Behavior dipengaruhi oleh dua faktor seperti yang dikemukakan oleh Titisari
(2014:15) dua faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
adalah :

  1. Faktor Internal
    a. Kepuasan kerja
    b. Komitmen organisasi
    c. Kepribadian
    d. Moral karyawan
    e. Motivasi.
  2. Faktor Eksternal
    a. Gaya Kepemimpinan
    b. Kepercayaan pada pimpinan
    c. Budaya organisasi

Pengertian Organizational Citizenship Behavior


Organizational Citizenship Behavior cenderung melihat pegawai sebagai
makhluk sosial diabndingkan sebagai makhluk individu yang mementingkan diri
sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan untuk memiliki
empati kepada orang lain dan lingkungannya dan menyelaraskan nilai-nilai yang
dianutnya. Dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan
meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Perilaku ini muncul karena adanya
perasaan sebagi bagian dari organisasi dan merasa puas apabila telah melakukan
sesuatu yang lebih kepada perusahaan. Berikut beberapa pengertian Organizational
Citizenship Behavior menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Wirawan (2013:722) mengemukakan bahwa Organizational
Citizenship Behavior adalah perilaku sukarela yang dilakukan oleh pegawai diluar
persyaratan dan ketentuan organisasi sehingga tidak terkait oleh sistem
penghargaan atau imbalan. Menurut Moorhead dan Griffin (2013), Organizational
Citizenship Behavior adalah perilaku individu yang memberikan kontribusi
keseluruhan yang positif kepada organisasi. Sedangkan menurut Titisari (2014:6)
Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku karyawan baik terhadap
rekan kerja ataupun perusahaan, yang mana perilaku tersebut melebihi dari perilaku
standar yang ditetapkan perusahaan dan memberikan manfaat positif bagi
perusahaan.
Selanjutnya menurut Azizollah, dkk (2014) Organizational Citizenship
Behavior merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membantu rekan kerja,
supervisor atau organisasi dan mencakup tindakan seperti membantu rekan,
mencoba untuk meningkatkan semangat kerja, menjadi relawan untuk pekerjaan
yang bukan merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan, berbicara positif tentang
organisasi kepada orang luar serta menyarankan perbaikan dalam fungsi organisasi.
Sedangkan menurut Griffin dan Moorhead (2014:80) mengemukakan
bahwa perilaku Organizational Citizenship Behavior mengacu pada perilaku
individu yang memberikan kontribusi positif secara keseluruhan untuk organisasi.
Muhdar (2015:14) Organizational Citizenship Behavior adalah Model
kegiatan yang membuat organisasi secara intrinsik dapat bekerjasama dan
berhubungan dalam konteks sistem terbuka. Agar organisasi efektif, individu haru
masuk ke dalam sistem tersebut, mau menunjukkan peran dengan kriteria minimal
untuk mencapai kinerjanya,dan melaksanakan perilaku yang inovatif dan spontan
untuk menjalankan fungsi organisasi.”

Organizational Citizenship Behavior


Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan atau
anggota organisasi yang bersifat sukarela di luar job deskripsi dan tidak diatur
dalam peraturan perusahaan, tapi sangat menguntungkan perusahaan karena bisa
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dan tidak terkait dengan sistem
penghargaan formal. Organizational Citizenship Behavior pertama kali dikenalkan
oleh Organ et al tahun 1998.
Organizational Citizenship Behavior sebagai kontribusi pekerja lebih dari
deskripsi kerja formal dan melibatkan beberapa perilaku, seperti menolong orang
lain, menjadi sukarelawan (volunteer) untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.

Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi


Menurut Edison (2016:131) Dimensi yaitu suatu batas yang mengisolir
keberadaan suatu eksistensi. Sedangkan indikator merupakan variabel yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Dimensi dan
indikator budaya organisasi adalah sebagai berikut:

  1. Kesadaran diri
    Anggota organisasi dengan kesadarannya bekerja untuk mendapatkan
    kepuasan dari pekerjaan mereka, mengembangkan diri, mentaati peraturan
    yang sudah ditetapkan perusahaan.
    a. Anggota mendapatkan kepuasan atas pekerjaannya.
    b. Anggota berusaha untuk mengembangkan diri dan kemampuannya.
    c. Anggota mentaati peraturan yang sudah ditetapkan perusahaan.
  2. Keagresifan
    Anggota organisasi menetapkantujuan yang menantang realistis. Mereka
    menetapkan rencana kerja dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut serta
    mengejarnya dengan antusias.
    a. Anggota penuh inisiatif dan tidak tergantung pada petunjuk pimpinan.
    b. Anggota menetapkan rencana dan berusaha menyelesaikan dengan baik.
  3. Kepribadian
    Anggota bersikap saling menghormati, ramah, terbuka dan peka terhadap
    kepuasan kelompok serta sangat memperhatikan aspek-aspek kepuasan
    pelanggan baik pelanggan internal maupun eksternal.
    a. Setiap anggota saling menghormati dan memberikan salam pada saat
    perjumpaan.
    b. Anggota kelompok saling membantu.
    c. Masing-masing anggota saling menghargai perbedaan pendapat.
  4. Performa
    Anggota organisasi memiliki nilai kreatifitas, memenuhi kuantitas, mutu
    dan efisien.
    a. Anggota selalu mengutamakan kualitas dalam meyelesaikan
    pekerjaanya.
    b. Anggota selalu berinovasi untuk menemukan hal-hal baru dan berguna.
    c. Setiap organisasi selalu berusaha untuk bekerja dengan efektif dan
    efisien.
  5. Orientasi Tim
    Anggota organisasi melakukan kerjasama yang baik serta melakukan
    komunikasi dan koordinasi yang efektif dengan keterlibatan aktif para
    anggota, yang pada gilirannya mendapatkan hasil kepuasan tinggi serta
    komitmen bersama. Orientasi tim juga dapat terlihat sejauh mana kegiatan
    kerja diorganisasikan dalamtim-tim kerja, bukan individu-individu.
    a. Setiap tugas-tugas tim dilakukan dengan diskusi dan disinergikan
    b. Setiap ada permasalahan dalam tim kerja selalu diselesaikan dengan
    baik

Fungsi Budaya Organisasi


Fungsi budaya organisasi di dalam sebuah organisasi menurut Judge
(2015:11) adalah sebagai berikut:

  1. Identitas
    Budaya mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi
  2. Pembentukan sikap dan perilaku
    Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan
    membentuk sikap serta perilaku para karyawan
  3. Stabilitas
    Sebagai stabilitas sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu
    mempersatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa
    yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
  4. Batas
    Budaya berperan sebagai penentu batas-batas, artinya budaya menciptakan
    perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya
    dengan organisasi lain
  5. Komitmen
    Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar
    dari pada kepentingan individu.

Karakteristik Budaya Organisasi


Menurut Robbins (Wibowo : 2011:37) mengemukakan bahwa terdapat 7
(tujuh) karakteristik penting yang dapat dipakai sebagai acuan dalam memahami
serta mengukur keberadaan budaya organisasi tersebut, yaitu:

  1. Inovasi dan Pengambilan Resiko (Innovation and risk taking)
    Merupakan suatu tingkatan dimana pekerjaan didorong untuk menjadi
    inovatif dan mengambil resiko.
  2. Perhatian terhadap Detail (Attention to detail)
    Dalam bekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian
    pada hal yang detail.
  3. Orientasi Hasil (Outcome orientation)
    Manajemen memfokuskan pada hasil dan manfaat dari pada sekedar pada
    teknik dan proses dan dipergunakan untuk mendapatkan amnfaat tersebut.
  4. Orientasi Individu (People orientation)
    Dimana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya
    pada orang dalam organisasi.
  5. Orientasi terhadap Tim (Team Orientation)
    Aktivitas kerja di organisasi berdasarkan tim dari pada individual.
  6. Agresivitas (Aggressiveness)
    Dimana orang-orang cenderung lebih agresif dan kompetitif dari pada
    easygoing.
  7. Stabilitas (Stability)
    Aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo sebagai
    lawan dari perkembangan.
    Selanjutnya menurut Edgar Schein dalam Robbin pada buku Muhammad
    Burso (2018:19) juga menyebutkan sepuluh karakteristik budaya organisasi,
    mencakup:
  8. Observe behavior : language, customs, traditions;
  9. Groups norms : standards and values;
  10. Espoused values : published, publicly announced values;
  11. Formal philosophy : mission;
  12. Rules of the game: ruls to all in organization;
  13. Climate : climate of group in interaction;
  14. Embedded skills;
  15. Habits of thinking, acting, paradi gms : shared knowledge for
    sociallization;
  16. Share meanings of the group; and
  17. Metaphors or symbols.

Pengertian Budaya Organisasi


Kata budaya (culture) diartikan sebagai falsada, ideologi, nilainilai,anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan
mengikat suatu masyarakat. Sedangkan organisasi berasal dari bahasa Yunani
“Organon” yang berarti alat atau instrument. Arti kata menyiratkan bahwa
organisasi adalah alat bantu manusia. Jadi, ketika seseorang mendirikan sebuah
organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu sendiri melainkan semua orang
yang terlibat didalamnya dapat mencapai tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif.
Budaya organisasi juga berawal dari kebiasaan saat ini, seperti tradisi dan
cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan, dengan demikian budaya
organisasi merupakan persepsi umum yang diyakini oleh anggota organisasi.
Berikut ini pengertian budaya organisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2014:62) budaya organisasi
(organizational culture) adalah perangkat asumsi yang dibagi dan diterima secara
implisit begitu saja serta dipegang oleh suatu kelompok yang menentukan
bagaimana hal itu dirasakan, dipikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungan yang
beragam.
Budaya organisasi menurut Denison yang dikutip oleh Moh.Pabundu Tika
(2014:135) merupakan nilai keyakinan dan prinsip-prinsip yang ada sebagai dasar
untuk mengelola perusahaan.
Menurut Robbins dan Judge (2015:148) mengemukakan bahwa budaya
organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.
Sedangkan menurut Edison (2016:119) budaya organisasi merupakan hasil
dari suatu proses mencairkan dan meleburkan gaya budaya dan atau perilaku tiap
individu yang dibawa sebelumnya ke dalam sebuah norma-norma dan filosofi baru,
yang memiliki energi serta kebanggan kelompok dalam menghadapi sesuatu dan
tujuan tertentu

Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi menurut Robbin dan Judge yang diterjemahkan oleh
Zelvia (2015) mengemukakan tiga dimensi yaitu sebagai berikut:

  1. Komitmen Afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin
    menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional
    attachment) atau psikologis terhadap organisasi dan keyakinan dalam nilainilainya.
    a. Keinginan berkarir di organisasi
    b. Rasa percaya terhadap organisasi
    c. Pengabdian kepada organisasi
  2. Komitmen Berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang
    dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
    meninggalkan organisasi tersebut.
    a. Kecintaan pegawai kepada organisasi
    b. Keinginan bertahan dengan pekerjaannya
    c. Bersedia mengorbankan kepentingan pribadi
    d. Ketertarikan pegawai terhadap pekerjaan
    e. Tidak nyaman meninggalkan pekerjaan saat ini
  3. Komitmen Normatif (normative commitment), kewajiban untuk bertahan
    dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.
    a. Kesetiaan terhadap organisasi
    b. Kebahagiaan dalam bekerja
    c. Kebanggaan bekerja pada organisasi

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi dikemukakan oleh
Steers dan Porters dalam Simatupang (2015) terdapat empat kategori faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu :

  1. Karakteristik pribadi yang berkaitan dengan usia dan masa kerja, tingkat
    pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin.
  2. Karakteristik pekerjaan yang berkaitan dengan peran, self employment,
    otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan
    dalam pekerjaan.
  3. Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yang
    mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologi dengan
    organisasi.
  4. Karakteristik struktural yang meliputi kemajuan karier dan peluang
    promosi, besar atau kecilnya organisasi, dan tingkat pengendalian yang
    dilakukan organisasi terhadap karyawan.

Perilaku Komitmen Organisasi


Perilaku komitmen organisasi menurut Kaswan (2015:127) adalah sebagai
berikut:

  1. Usaha Aktif
    Melakukan usaha aktif agar selaras dengan berpakaian dengan tepat dan
    mengahrgai norma-norma organisasi.
  2. Menjadi Model “Organizational Citizenship Behavior”
    Menunjukkan loyatias, kemauan, membantu kolega menyelesaikan
    tugasnya, menghargai mereka yang memiliki otoritas.
  3. Kesadaran terhadap Tujuan
    Menyatakan komitmen memahami dan secara aktif mendukung misi dan
    sasaran organisasi, mengaitkan tindakandan prioritasnya untuk memenuhi
    kebutuhan organisasi, memahami kebutuhan untuk kerjasama untuk
    mencapai tujuan organisasi yang lebih besar.
  4. Melakukan Pengoranan Personal atau Professional
    Mendahulukan kebutuhan organisasi di atas kebutuhan sendiri, melakukan
    pengorbanan pribadi untuk memenuhi kebutuhan organisasi di atas identitas
    dan prefensi professional dan kepentingan keluarga.
  5. Membuat Keputusan yang Tidak Populer
    Mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi meskipun mereka
    tidak populer atau kontroversial.
  6. Mengorbankan Kebaikan Unit Sendiri untuk Organisasi
    Mengorbankan kepentingan jangka pendek departemennya sendiri untuk
    kebaikan jangka panjang organisasi, meminta orang lain melakukan
    pengorbanan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang lebih besar.
    Menurut Kaswan (2015:128-130) menyatakan bahwa komitmen terhadap
    organisasi mencakup tiga sikap yaitu:
  7. Perasaan mengidentifikasi diri dengan tujuan organisasi,
  8. Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, dan
  9. Perasana loyal terhadap organisasi.

Pengertian Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi adalah perilaku seseorang terhadap organisasi dalam
bentuk loyalitas dan pencapaian Visi, Misi dan tujuan organisasi. Seseorang
dikatakan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, dapat dikenali
dengan ciri-ciri antara lain kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan
dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan
keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota di dalam organisasi tersebut.
Berikut beberapa pengertian komitmen organisasi menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
Berbeda dengan pendapat Luthans dalam Anggriani (2014:28) bahwa
komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu sikap, yakni suatu keinginan yang
kuat untuk tetap sebagai anggota pada suatu organisasi tertentu, keinginan untuk
berusaha keras sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi dan keyakinan
tertentu serta kemauan untuk menerima nilai serta tujuan yangtelah ditetapkan
organisasi.
Selain itu komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dalam Wulan
Witaliza, Kirmizi & Restu Agusti (2015) mendefinisikan komitmen organisasi
adalah perasaan akan kewajiban karyawan untuk berada pada organisasi, perasaan
tersebut dihasilkan dari internalisasi tekanan normatif individu pada saat masuk
organisasi atau selanjutnya.
Menurut Robbin dan Judge yang dialih bahasakan oleh Zelvia (2015)
komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Menurut Allen dan Meyer (2016:117) komitmen organisasi adalah sikap
yang merefleksikan loyatitas keryawan pada organisasi dan proses berkelanjutan
dimana anggota organisasinya mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi
dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara
karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk
tetap berada atau meninggalkan organisasi.
Komitmen karyawan menurut Suryaman dalam buku Muhammad Burso
(2018:72) merupakan suatu hubungan antara individu karyawan dan organisasi
kerja, dengan ciri:

  1. karyawan mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap nilainilai dan
    tujuan organisasi kerja;  
  2. Karyawan mempunyai kerelaan untuk menggunakan usahanya secara
    sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi kerja serta;
  3. Karyawan mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari
    organisasi kerja;
  4. Individu mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat
    individu bekerja;
  5. Individu berharap untuk tetap menjadi anggota organisasi kerja; dan
  6. Individu ingin turut merealisasikan tujuan-tujuan organisasi kerja.
    Komitmen organisasi adalah loyalitas pegawai atau karyawan terhadap
    organisasi, yang tercermin dari keterlibatan yang tinggi untuk mencapai tujuan
    organisasi. Loyatilas pegawai atau karyawan tercermin melalui ketersediaan dalam
    pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, dikemukakan
    oleh Priansa (2018:234).

Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi merupakan tingkah laku yang sangat penting bagi
organisasi dikarenakan organisasi sangat membutuhkan karyawan yang memiliki
komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta akan
meningkatkan jasa atau produk yang dihasilkan.

Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia


Tujuan manajemen sumber daya manusia menurut Cushway dalam Edy
Sutrisno (2016:7) meliputi:

  1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan MSDM
    untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan
    berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi
    perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal.
  2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosesur SDM
    yang memungkinakan organisasi mampu mencapai tujuannya.
  3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organsiasi dan strategi,
    khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM.
  4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini
    mencapai tujuannya.
  5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja
    untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam
    mencapai tujuannya.
  6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi.
  7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam
    manajemen SDM.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Tugas utama manajemen sumber daya manusia adalah mengelola manusia
secara efektif dan efisien sehingga diperoleh SDM yang terpuaskan oleh
perusahaan dan dapat memuaskan keinginan perusahaan. Agar kegiatan mengelola
SDM berjalan lancar, akan lebih baik bila melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
sumber daya manusia secara tepat. Adapun fungsi-fungsi manajemen sumber daya
manusia menurut Edy Sutrisno dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah sebagai berikut:

  1. Pengadaan tenaga kerja adalah suatu proses mencari dan mendapatkan SDM
    sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang mencakup rekrutmen, seleksi,
    pengenalan, dan penempatan karyawan.
  2. Pengembangan adalah proses mengembangkan SDM sesui kebutuhan
    perusahaan yang mencakup pelatihan dan pengembangan karir karyawan.
  3. Pengkompensasi SDM merupakan semua pembayaran langsung atau direct
    berupa gaji, insentif, komisi, dan bonus, serta pembayaran tidak langsung
    atau indirect seperti asuransi, liburan dan atau penghargaan kepada
    karyawan.
  4. Pengintegrasian atau memadukan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan
    karyawan, upaya pengintegrasian ini diantaranya adalah hubungan antar
    manusia melalui komunikasi, motivasi, kepemimpinan, perjanjian kerja,
    dan hubungan industrial melalui perundingan bersama.
  5. Pemeliharaan SDM merupakan suatu hal yang mencakup didalamnya
    program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan program kesejahteraan
    karyawan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar pegawai, serta
    berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.
  6. Kedisiplinan merupakan fungsi yang penting untuk mewujudkan tujuan
    organisasi, karena jika tidak menerapkan kedisiplinan maka perusahaan
    akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan perusahaan. Kedisiplinan
    juga merupakan keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan yang
    sudah ditetapkan oleh perusahaan dan norma sosial.
  7. Pemberhentian bisa dikatakan juga sebagai pengakhiran hubungan kerja
    karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
    kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Pemberhentian ini bisa
    disebabkan oleh keinginan karyawan itu sendiri, keinginan perusahaan,
    berakhirnya kontrak kerja, pensiun, atau sebab lainnya

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari
organisasi . Manajemen sumber daya manusia disingkat MSDM yaitu suatu ilmu
atau cara bagaimana mengatur hubungan atau peranan sumber daya (tenaga kerja)
secara efektif dan efisien yang dimiliki perusahaan dan merupakan kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan SDM
agar mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi secara bersama-sama
dengan maksimal. Dibawah ini terdapat pengertian manajemen sumber daya
manusia menurut para ahli.
Banyak ahli yang mengemukakan mengenai sumber daya manusia.
Menurut Gary Dessler (2015:3) manajemen sumber daya manusia adalah proses
memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan,
memperhatikan hubungan kerja karyawan, kesehatan, keamanan dan masalah
keadilan. Menurut Edy Sutrisno (2017:6) menyatakan bahwa, manajemen sumber
daya manusia merupakan kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan,
pemeliharaan, serta penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik
secara individu maupun organisasi.
Menurut Herman Sofyandi yang dikutip oleh R.Supomo dan Eti Nurhayati
(2018:6) yang mendefinisikan manajemen sumber daya manusia merupakan suatu
strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari planning,
organizing, leading, dan controlling dalam setiap aktivitas/fungsi operasional SDM
mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan, hingga
pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatan kontribusi produktif
dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan
efisien.

Manajemen Sumber Daya Manusia


Pada dasarnya sumber daya manusia adalah suatu sumber daya yang sangat
penting dan dibutuhkan oleh suatu organisasi. Sebab, sumber daya manusia adalah
sumber yang berperan aktif terhadap jalannya suatu organisasi. Oleh karena itu,
sumber daya manusia di perusahaan harus dikelola secara profesional agar terwujud
keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan kemampuan perusahaan.
Dengan pengaturan manajemen sumber daya manusia secara profesional,
diharapkan karyawan bekerja secara produktif. Manajemen sumber daya manusia
juga merupakan salah satu proses yang menangani berbagai masalah di ruang
lingkup karyawan, pegawai, buruh dan manajer atau semua tenaga kerja yang
bekerja atau beraktivitas di sebuah organisasi, lembaga atau perusahaan.
Manajemen ini difokuskan kepada manusia yang sudah dijadikan sebagai aset /
kekayaan utama suatu perusahaan.

Fungsi Manajemen


Perusahaan dikatakan baik salah satunya harus memiliki fungsi-fungsi
manajemen. Fungsi-fungsi manajemen sangatlah penting bagi perusahaan karena
dengan menerapkan fungsi manajemen dengan benar maka tujuan dari perusahaan
pun akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan. Fungsi-fungsi
manajemen diantaranya sebagai berikut :

  1. Perencanaan (Planning)
    Proses yang melibatkan penentuan sasaran atau tujuan yang ingin
    dicapai oleh perusahaan dengan menyusun strategi yang tepat dan
    mengkoordinasikan seluruh kegiatan secara keseluruhan.
  2. Pengorganisasian (Organizing)
    Proses mengatur tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap
    sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan yang didesain dalam sebuah
    struktur organisasi yang tepat dan dapat memastikan semua pihak bekerja
    secara efektif dan efisien yang mempunyai tujuan yang sama dengan
    perusahaan.
  3. Pengarahan (Actuating)
    Proses implementasi program yang sudah direncanakan dan
    dijalankan oleh semua pihak dalam perusahaan, dan semua pihak dapat
    menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan
    produktifitas yang tinggi.
  4. Pengendalian (Controlling)
    Proses memastikan seluruh kegiatan yang telah dijalankan sesuai
    dengan yang sudah direncanakan. Fungsi ini menjadi kesatuan dalam fungsi
    manajemen. Selain fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
    (organizing), pengarahan (actuating) yang dimana saling berkaitan satu
    sama lain dalam suatu organisasi. Dengan menjalankan semua fungsi
    manajemen diharapkan perusahaan dapai mencapai tujuan yang telah
    ditetapkan.

Pengertian Manajemen


Manajemen berasal dari bahasa inggris “manage” yang memiliki arti
mengelola atau mengurus, mengendalikan, mengusahakan dan juga memimpin.
Manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni. Manajemen juga sering
digunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Berikut pengertian manajemen menurut
para ahli.
Manajemen merupakan proses untuk mewujudkan keinginan yang ingin
dicapai oleh sebuah organisasi bisnis, organisasi sosial, organisasi pemerintahan
dan sebagainya (Effendi, 2014). Sedangkan menurut Amirullah (2015:10)
mengemukakan bahwa Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaaan,
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumber daya
manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Stephen P. Robbins
dan Mary Coulter (2016:39) menyatakan bahwa “Management involves
coordinating and overseeing the work activities of others so their activities are
completed efficiently and effectively“. Hal ini menyatakan bahwa manajemen
melibatkan koordinasi dan mengawasi kegiatan orang lain sehingga kegiatan
mereka diselesaikan secara efesien dan efektif.
Menurut Sarinah dan Mardalena (2017:7) yang menyatakan bahwa
manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja
bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya. Selain itu
manajemen juga suatu proses yang dikemukakan oleh G. R. Terry yang dikutip oleh
R. Supomo dan Eti Nurhayati (2018:2) menyatakan bahwa Manajemen adalah suatu
proses yang khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya.

Manajemen


Manajemen merupakan salah satu bagian utaman dan penting dalam
perusahaan. Manajemen dikatakan penting karena sangat diperlukan oleh berbagai
kalangan seperti perusahaan untuk menjalankan usahanya agar lebih mudah untuk
mencapai tujuan perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan
memerlukan proses dalam manajemen, seperti proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Kegiatan tersebut dilakukan
untuk mengembangkan setiap sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan
ataupun organisasi demi tercapainya tujuan organisasi. Perkembangan selanjutnya
manajemen didefinisikan secara beragam oleh pakar-pakar, untuk lebih jelasnya
berikut definisi manajemen yang tertera pada penjelasan berikut.

Pengaruh stress kerja terhadap kinerja karyawan


Menurut Robbins (dalam Susilawati, 2013) dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak peduli ketika karyawan mengalami
tingkat stres rendah hingga menengah. Bahwa kedua tingkat stres ini
mungkin bermanfaat dan membuahkan kinerja karyawan yang lebih tinggi.
Akan tetapi, tingkat stres yang tinggi, atau meski rendah tetapi berlangsung
terus menerus dalam periode lama, dapat menurunkan kinerja karyawan dan
dengan demikian, membutuhkan tindakan dari pihak manajemen. Meskipun
stres bisa bermanfaat bagi kinerja seseorang karyawan.

Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan


Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai yang
dituangkan dalam bentuk norma atau pedoman bagi anggota organisasi
dalam perilaku dan memecahkan masalah–masalah organisasi.Menurut
Robbins (2009: 608), bahwa budaya organisasi mempengaruhi kinerja,
makin baik budaya organisasinya makin baik juga kinerjanya, sebaliknya
makin buruk budaya organisasinya maka, kinerja karyawan juga rendah.

Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan


Komitmen merupakan sikap seseorang dalam mengidentifikasikan
dirinya terhadap organisasi beserta nilai-nilai dan tujuannya, serta keinginan
tetap menjadi anggota untuk mencapai tujuan. Jika karyawan merasa bahwa
sikap dan nilai yang dianutnya sejalan dengan nilai-nilai yang ditetapkan
dalam organisasi maka akan mendorong karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi, hal ini penting dalam upaya meningkatkan kinerja.

Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan


Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang optimal, ketika seseorang merasakan puas terhadap
perusahaan tentunya karyawan akan berupaya semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan pekerjaan. Dengan semangat kerja akan tercapai kinerja,
sehingga kepuasan kerja yang dirasakan oleh seorang karyawan akan
berpengaruh terhadap kinerja. Pendapat tersebut didukung oleh Robbins
(2009) yang mengungkapkan bahwa, dengan tercapainya kepuasan kerja
maka karyawan akan meningkatkan kinerja sesuai dengan kemampuan.

Manfaat Penilaian Kinerja


Menurut Mulyadi (2015) manfaat dari penilaian kinerja yang
dilakukan suatu perusahaan yaitu:

  1. Mendapat informasi
    Seorang pemimpin sangat membutuhkan informasi yang sangat
    akurat bila terdapat informasi yang tidak lengkap maka dalam
    pengambilan keputusan akan tidak lengkap pula.
  2. Sebagai alat negosiasi
    Informasi penilaian kinerja dapat digunakan sebagai alat untuk
    berkompromi untuk menghasilkan suatu keputusan.
  3. Keputusan pemberian kompensasi
    Hasil penilaian kinerja salah satu pedoman untuk mengambil
    keputusan siapa saja yang akan dapat pemberian kompensasi berupa
    bonus, gaji, insentif.
  4. Perbaikan kinerja
    Karyawan yang memiliki hasil kinerja yang tidak baik akan diberi
    pembinaan untuk meningkatkan kinerjanya, melalui pelatihan,
    pengembangan, dll.

Pengukuran Kinerja


Menurut Simamora (2004), terkait dengan penilaian prestasi kerja,
maka indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai yaitu:

  1. Kuantitas hasil kerja
    Merupakan jumlah output pekerjaan yang harus dihasilkan oleh
    karyawan.
  2. Kualitas hasil kerja
    Merupakan kecocokan antara hasil produksi kegiatan dengan acuan
    ketentuan yang berlaku.
  3. Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan
    Merupakan kesesuaian waktu yang dibuutuhkan dalam
    menyelesaikan suatu pekerjaan.

Definisi Kinerja


Moeheriono (2014) menyatakan kinerja / performance adalah
gambarang tentang tingkat pencapaian pelaksanaan program kegiatan
untuk mencapai visi, misi, tujuan, sasaran organisasi yang diwujudkan
melalui rencana strategis organisasi.
Menurut Wirawan (2009) Kinerja yaitu output yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.
Mulyadi (2015:63) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai
hasil kerja yang dicapai oleh pekerja atau karyawan secara kualitas dan
kuantitas yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka

Manajemen Stress


Menurut Buhler (2004:368) Tiga tahap manajemen stress
preventif pada organisasi maupun individu yaitu:

  1. Pencegahan utama
    Pencegahan utama yang dilakukan organisasi menitikberatkan
    pada usaha menghilangkan/mengurangi stressor. Pencegahan ini
    dapat berupa perencanaan kembali pekerjaan dan manajemen karir.
  2. Pencegahan sekunder
    Pencegahan ini mencakup penyesuaian respon terhadap
    stressor. Pencegahan sekunder bisa berupa berolahraga, latihan
    relaksasi, dan pola makan yang baik.
  3. Pencegahan Tersier
    Pencegahan ini berfokus pada terapi untuk menyembuhkan
    gejala-gejala yang timbul. Membuka diri dan mencari bantuan dari
    ahli merupakan bagian dari pencegahan tersier.

Indikator-indikator Stres Kerja


Indikator-indikator dari stress kerja menurut Robbins (dalam Husniah,
2015) dibagi menjadi 3 yaitu:

  1. Gejala fisik
    a. Cepat lelah
    b. Mudah pusing
    c. Kurang tidur
  2. Gejala psikologis
    a. Kurang komunikatif
    b. Mudah tersinggung
    c. Kelelahan mental
  3. Gejala perilaku
    a. Tidak bersemangat dalam bekerja
    b. Tidak mudah menyesuaikan lingkungan
    c. Tidak peduli dengan lingkungan sekitar

Definisi Stress Kerja


Hasibuan (2007) menyatakan stress kerja adalah kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.
Mangkunegara (2013) mengartikan stress kerja adalah perasaan
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
Tampubolon (2015) menyatakan stress di tempat kerja merupakan
respon fisik dan emosional berbahaya yang timbul saat ada konflik antara
tuntutan pekerjaan karyawan dan jumlah kontrol karyawan

Fungsi Budaya Organisasi


Robbins dalam Moeheriono (2014:337) mengemukakan fungsi
budaya dalam suatu organisasi yaitu

  1. Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi
    dengan organisasi lainnya
  2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
    organisasi
  3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
    luas dari kepentingan diri individu seseorang
  4. Budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial
  5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali
    yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan
    dan motivasi kerja yang baik

Karakteristik-karakteristik Budaya Organisasi


Menurut Robbins (2006: 279) ada tujuh karakteristik utama yang
merupakan inti budaya organisasi. Karakteristik-karakteristik itu
meliputi:

  1. Inovasi dan mengambil risiko
    Hal ini berhubungan dengan sejauh mana karyawan dimotivasi
    untuk melakukan pembaruan dan berani mengambil risiko.
  2. Perhatian pada rincian
    Hal ini berhubungan dengan sejauh mana karyawan dimotivasi
    untuk mau menunjukkan ketelitian, perhatian pada rincian, dan
    analisis.
  3. Orientasi hasil
    Orientasi hasil menggambarkan sejauh mana manajemen fokus pada
    hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
    mendapatkan hasil tersebut.
  4. Orientasi manusia
    Orientasi manusia menggambarkan sejauh mana keputusan
    manajemen memperhitungkan dampak hasil pada anggota
    organisasi.
  5. Orientasi tim
    Orientasi tim berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja
    organisasi dikerjakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individuindividu.
  6. Agresivitas
    Hal ini menjelaskan sejauh mana orang-orang tersebut agresif dan
    kompetitif, bukan bersantai.
  7. Stabilitas
    Hal ini menjelaskan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
    dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau
    inovasi.

Definisi Budaya Organisasi


Menurut Sudiro (2011:44) budaya organisasi adalah sebuah pola
dari nilai-nilai dan kepercayaan yang disetujui bersama dan pedoman
berperilaku.
Soetopo (2010:123) menyatakan bahwa budaya organisasi
berkenaan dengan keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma perilaku,
ideologi, sikap, kebiasaan, dan harapan –harapan yang dimiliki oleh
organisasi.
Menurut Collin dalam Rachmawati (2004:118) budaya organisasi
adalah norma dan sikap bersama yang dimiliki suatu organisasi dapat
berupa simbol-simbol, ritual, dan bahasa yang digunakan oleh anggota
organisasi serta memiliki ciri khas.

Pedoman Meningkatkan Komitmen Organisasi


Dessler dalam Kaswan (2012:294) memberikan pedoman untuk
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan:

  1. Berkomitmen pada nilai utama manusia. Membuat aturan,
    memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan
    komunikasi yang baik.
  2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda. Memperjelas misi
    dan ideologi, berkarisma, menggunakan praktik perekrutan
    berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai etis dan
    pelatihan.
  3. Menjamin keadilan organisasi. Memiliki prosedur penyampaian
    keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang
    ekstensif.
  4. Menciptakan rasa komunitas. Membangun homogenitas berdasarkan
    nilai, keadilan menekankan kerja sama, saling mendukung dan kerja
    tim.
  5. Mendukung perkembangan karyawan. Memajukan dan
    memberdayakan karyawan, mempromosikan dari dalam,
    menyediakan aktivitas perkembangan.

Dimensi Komitmen Organisasi


Menurut Mayer dan Allen dalam Kaswan (2012:293) tiga dimensi
dari komitmen organisasi yaitu:

  1. Komitmen afektif
    Menunjukkan keinginan emosional karyawan yang kuat untuk
    menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang ada untuk mewujudkan
    tujuan dan keinginannya untuk tetap di organisasi. Penyebab
    munculnya komitmen ini karena karakteristik struktur organisasi,
    signifikansi tugas, karakteristik individu, feed back dari pemimpin,
    berbagai keahlian.
  2. Komitmen berkelanjutan
    Merupakan komitmen yang berdasar pada kecemasan
    seseorang terhadap kehilangan sesuatu yang telah didapatkan
    ketika berada di organisasi, seperti:fasilitas, gaji. Penyebab
    timbulnya komitmen berkelanjutan yaitu umur, jabatan, dan
    berbagai fasilitas dan berbagai tunjangan yang didapatkan.
  3. Komitmen normatif
    Merupakan tanggung jawab moral karyawan untuk tetap
    bertahan di organisasi. Komitmen ini disebabkan oleh adanya
    tuntutan sosial.

Definisi Komitmen Organisasi


Menurut Sopiah (2008) komitmen organisasi yaitu keinginan
anggota organisasi untuk terus bertahan menjadi bagian pada organisasi
dan bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan.
Robbins dan Judge (2008:100) menyatakan bahwa komitmen
organisasional (organizational commitment) sebagai suatu keadaan
karyawan yang berpihak pada organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan diri pada organisasi tersebut.
Menurut Suparyadi (2015) komitmen organisasi merupakan sikap
menyukai organisasi dan berusaha secara maksimal untuk kepentingan
organisasi demi mencapai tujuannya.

Teori-teori Kepuasan Kerja


Menurut Wexley dan Yukl dalam Badriyah (2015:237)
mengemukakan tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu :
a. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Individu merasakan kepuasan atau ketidakpuasan berasal dari
hasil perbandingan antara harapan dengan apa yang sudah
didapatkannya.
b. Teori Keadilan
Kepuasan kerja tergantung dari apakah karyawan tersebut
sudah diberlakukan adil atau tidak di suatu organisasi. Hal itu diukur
dengan cara membandingkan dengan orang lain yang memiliki
persamaan kelas, masa kerja, dan jabatan.
c. Teori Dua Faktor
Teori ini menjelaskan bahwa karakteristik pekerjaan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu, dissatisfier (hygiene
factors) dan satisfier (motivators).
Satisfier atau motivator yaitu faktor-faktor sumber kepuasan
kerja yang meliputi prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung
jawab, dan promosi. Hygiene factors yaitu faktor-faktor sumber
kepuasan, yaitu pengawasan, gaji, hubungan pribadi, insentif, status,
kondisi kerja.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner & Kinicki dalam Kaswan (2012:286) kepuasan
kerja dipengaruhi oleh lima faktor yaitu:

  1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan bergantung oleh bisa atau
    tidaknya karyawan dalam mencukupi kebutuhannya.
  2. Discrepancies (perbedaan)
    Kepuasan kerja diukur dengan hasil pemenuhan harapan..
    Pemenuhan harapan menggambarkan selisish antara harapan dengan
    kenyataan yang didapatkan.
  3. Value attainment (pencapaian nilai)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat dicapai apabila
    seseorang merasa dapat memberikan pemenuhan nilai secara positif.
  4. Equity (keadilan)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan berhubungan dengan
    persepsi pegawai yang merasa diperlakukan adil di tempat kerja.
  5. Dispositional/genetic components (komponen genetik)
    Hal ini berdasar bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan
    fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Faktor ini menjelaskan bahwa
    kepuasan kerja dipengaruhi oleh perbedaan setiap individu seperti
    halnya karakteristik lingkungan pekerjaan

Indikator Kepuasan Kerja


Menurut Luthans (2006) ada beberapa dimensi yang
menimbulkan timbulnya suatu kepuasan kerja yaitu:

  1. Pekerjaan itu sendiri
    Karyawan lebih meminati pekerjaan yang sesuai dengan
    kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki, memberikan tugas
    yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk
    menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan.
  2. Gaji
    Gaji yang diinginkan karyawan merupakan gaji yang adil
    dan layak bagi mereka. Uang sebagai alat untuk membantu
    orang memperoleh kebutuhan dasar dan memberikan
    kepuasan yang lebih tinggi.
  3. Kesempatan promosi
    Karyawan berkesempatan untuk maju dan berkembang di
    organisasi. Keinginan untuk promosi meliputi keinginan untuk
    menghasilkan gaji yang lebih banyak, status sosial, dan
    keinginan untuk mendapatkan keadilan.
  4. Pengawasan (Supervisi)
    Pengawasan adalah kemampuan atasan untuk mendukung
    dan menghargai pekerjaan bawahan/karyawan. Atasan yang
    memiliki hubungan personal yang baik dengan bawahan serta
    mau memahami kepentingan bawahan memberikan kepuasan
    bagi karyawan.
  5. Rekan kerja
    Apabila karyawan dapat menciptakan hubungan yang baik
    antar teman kerja sehingga akan menciptakan rasa aman dan
    nyaman ketika bekerja sehingga dapat merasakan kepuasan
    kerja.

Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Badriyah (2015:229) kepuasan kerja adalah sikap atau
perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan penilaian
masing-masing pekerja.
Robbins dan Judge (2008:99) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Handoko dalam Badriyah (2015:228) menyatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan para
karyawannya melihat pekerjaan mereka.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang bersifat
individual. Setiap orang berbeda-beda dalam merasakan tingkat
kepuasan kerja. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan
tersebut membandingkan antara harapan yang ingin diperoleh dengan
apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya. Apabila yang
didapatkan sesuai dengan harapannya, maka ia akan puas, dan
sebaliknya.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Umar (2005:45) MSDM mempunyai 3 aspek utama yaitu:

  1. Fungsi Manajerial
    Fungsi manajerial yaitu fungsi yang berwenang memimpin
    sumber daya manusia lain.
    a. Perencanaan
    Yaitu usaha untuk menetapkan program sumber daya
    manusia untuk membantu mewujudkan tujuan perusahaan.
    b. Pengorganisasian
    Yaitu rangkaian usaha pengelompokan orang-orang, tugas,
    wewenang dalam satu kesatuan untuk digerakkan
    melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana.
    c. Pengarahan
    Yaitu kegiatan mengarahkan sumber daya manusia dalam
    melaksanakan tugasnya dengan baik dan terarah sesuai dengan
    rencana.
    d. Pengawasan
    Yaitu rangkaian usaha untuk mengatur dan mengawasi
    seluruh pelaksanaan kegiatan organisasi berlangsung sesuai
    dengan rencana.
  2. Fungsi Operasional
    Fungsi operasional yaitu fungsi yang menerima dan
    melaksanakan tugas dibawah pengawasan fungsi manajerial.
    a. Fungsi Pengadaan
    Yaitu fungsi untuk mencari dan mendapatkan calon
    karyawan yang diinginkan oleh perusahaan.
    b. Fungsi Pengembangan
    Yaitu fungsi yang bertujuan untuk meningkatkan
    kemampuan karyawan dalam suatu perusahaan dengan berbagai
    cara pelatihan.
    c. Fungsi pemberian balas lasa
    Yaitu usaha memberikan penghargaan atas hasil kerja
    karyawan dengan memberikan balas jasa sesuai prinsip adil dan
    layak.
    d. Fungsi Integrasi
    Yaitu usaha untuk menyelaraskan antara tujuan individu
    dengan tujuan perusahaan agar tercipta kerjasama yang serasi
    dan saling menguntungkan.
    e. Fungsi Pemeliharaan
    Yaitu usaha untuk memelihara kemampuan-kemampuan atau
    keahlian-keahlian dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh
    suatu organisasi.
    f. Fungsi separasi
    Yaitu fungsi yang mengatur pemberhentian atau pemberian
    pensiun kepada karyawan.
  3. Peranan dan kedudukan Manajemen Sumber Daya Manusia
    SDM berperan penting pada suatu perusahaan/organisasi.
    Hal ini dikarenakan jika suatu organisasi tidak memiliki SDM,
    maka organisasi tersebut tidak bisa menjalankan kegiatannya
    dengan baik dan lancar.
    Menurut Ardana (2012:22) peran MSDM yaitu:
    a. MSDM berperan memberikan informasi dan interpretasi
    mengenai masalah yang terkait dengan SDM.
    b. MSDM berperan memenuhi tanggung jawab akan bisnis
    perusahaan dalam membina hubungan pelanggan, terbuka
    untuk melayani orang lain.
    c. MSDM berperan sebagai pemantau setiap implementasi
    kebijakan-kebijakan personalia
    d. Sebagai motivasi yang mencakup pengembangan dan
    penelitian inovatif terhadap masalah-masalah MSDM
    e. Berperan untuk melakukan adaptasi dengan teknologi,
    struktur, proses budaya dan metode kerja baru.

Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Zainal dkk (2014:1) Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu ilmu/cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan
sumber daya manusia (tenaga kerja) secara efisien dan efektif dan dapat
digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan bersama
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Husein Umar (2005:3)
yaitu bagian dari manajemen keorganisasian yang fokus terhadap
sumber daya manusia, yang berfungsi mengatur SDM dengan baik
untuk memperoleh karyawan yang puas.

Pengaruh komitmen organisasi dan kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan


Kepuasan kerja dipengaruhi dari komitmen yang dimiliki oleh karyawan terhadap
organisasi. Pratama, (2018) menyatakan bahwa kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan
senang atau tidak senang seseorang terhadap pekerjaan yang dihadapi atau sikap yang
ditunjukkan seseorang secara umum terhadap pekerjaannya, sehingga dapat dikatakan bahwa
kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh komitmen organisasi yang dipegang teguh oleh
karyawan. Kepuasan kerja juga dapat dipengaruhi dari tingkat kompensasi yang diberikan
perusahaan kepada karyawannya. Pemberian imbalan kepada karyawan merupakan salah satu
hal yang dinanti setiap karyawan selama beberapa waktu bekerja sehingga dapat meningkatkan
kepuasan kerja (Natassia, 2015).

Pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan


Komitmen organisasi merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh organisasi.
Seorang karyawan yang memiliki rasa untuk berkomitmen terhadap organisasi yang tinggi akan
memberikan usaha dan loyalitas yang maksimal kepada perusahaan guna mencapai tujuannya.
Kepuasan kerja yang didapatkan karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasi karyawan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Natassia (2015), Pramana dan Mujiati (2013)
menemukan bahwa adanya keterkaitan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kepuasan
kerja karyawan, artinya bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang dihasilkan oleh karyawan
maka komitmen organisasi yang dihasilkan karyawan juga akan semakin tinggi

Kompensasi


Kompensasi juga dapat didefinisikan sebagai bentuk imbalan jasa atas kontribusi
karyawan kepada perusahaan, baik dalam bentuk langsung maupun tidak langsung (Hasibuan,
2017). Kompensasi adalah imbalan kerja yang diterima oleh karyawan. Kompensasi merupakan
salah satu elemen untuk memotivasi karyawan agar bekerja lebih baik (Swadarma & Netra
2020). Kompensasi merupakan aspek utama pendorong kepuasan kerja karyawan. Setiap
individu memiliki kompensasi yang berbeda–beda sesuai dengan kontribusi dan hasil kerja
yang diberikan.
Simamora, (2015) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya kompensasi yaitu: (1) Kebenaran dan keadilan kompensasi sesuai denganmasing
kemampuan, kecakapan, pendidikan, dan jasa yang telah ditunjukan kepada organisasi. (2)
Dana organisasi. Kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan kompensasi baik berupa
“finansial” maupun “nonfinansial” tergantung pada dana organisasi. (3) Serikat karyawan
sebagai “simbul kekuatan” karyawan dalam menuntut perbaikan nasib, yang mendapatkan
perhatian pihak menejemen. (4) Produktivitas kerja yang mempengaruhi penialian atas prestasi
kerja karyawan yang berpengaruh terhadap pemberian kompensasi. (5) Kompensasi harus
sesuai dengan kebutuhan atau biaya hidup karyawan beserta keluarganya sehari-hari. (6)
Pemerintah yang melindungi warganya dari tindak sewenang-wenang pimpinan organisasi
dalam pemberian balas jasa karyawan.
Hasibuan (2017) mengemukakan, kompensasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis,
yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan
kompensasi yang diberikan kepada karyawan sebagai tanda bukti kontribusi karyawan secara
langsung kepada perusahaan. Kompensasi ini dapat berupa gaji, insentif, bonus, uang lembur
dan tunjangan jabatan. Kompensasi tidak langsung adalah kompensasi yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan. Kompensasi tidak langsung dapat berupa pemberian
fasilitas kerja, promosi jabatan, pelatihan, cuti kerja, penyediaan fasilitas kesehatan, pemberian
asuransi. Ditambahkan oleh Sitohang (2007), kompensasi tidak langsung merupakan bentuk
fasilitas-fasilitas yang bermanfaat untuk meningkatkan semangat kerja seperti rasa aman,
pemberian pelayanan kesehatan, pemberian fasilitas transportasi seperti kendaraan dinas,
penyediaan unsur penunjang pekerjaan kantor seperti: meja kursi, komputer dan alat tulis.
Melihat begitu pentingnya kompensasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh organisasi dalam memberikan kompensasi kepada karyawannya, yaitu: (Simamora, 2015)
(a) Kompensasi harus dapat memenuhi kebutuhan minimal. Kompensasi yang diterima oleh
karyawan berkeinginan dapat memenuhi kebutuhan secara minimal, misalnya kebutuhan
makan, minum, pakaian dan perumahan. (b) Kompensasi harus dapat mengikat. Besarnya
kompensasi harus diusahakan untuk mengikat karyawan, sebab bila kompensasi yang diberikan
kepada karyawan terlalu kecil bila dibandingkan dengan perusahaan lain akan menimbulkan
kecenderungan pindahnya para karyawan ke perusahaan lain. (c) Kompensasi harus dapat
menimbulkan semangat dan kegairahan kerja. (d) Kompensasi harus adil. Adil di sini tidak
berarti sama, tetapi adil adalah sesuai dengan haknya. Dengan demikian, seorang pesuruh sudah
tentu tidak diberikan kompensasi yang sama besarnya dengan seorang kasir. Meskipun
demikian, bila perbedaan itu tidak sebanding dapat menimbulkan rasa ketidakadilan. Penelitian
terdahulu juga menemukan adanya korelasi kuat antara distributive fairness dan hasil yang
memuaskan, kepuasan kerja, kepercayaan, dan affective commitment (Yeoman & Santos, 2016).

Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi di definiskan sebagai derajat seseorang mengidentifikasi dirinya
sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif didalamnya
(Panggabean, 2014). Komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan karyawan terhadap
tujuan organisasi dan memiliki keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut. Komitmen
organisasi merupakan suatu kekuatan yang mengikat kepada seseorang dimana dapat
memengaruhi tindakan yang berkaitan dengan organisasi. Seseorang dengan tingkat komitmen
yang tinggi diharapkan akan memberikan kinerja yang optimal dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi (Pramana dan Mujiati 2013). Komitmen organisasi merupakan komponen sikap,
teori, dan kepercayaan karyawannya. Kepercayaan karyawan terhadap organisasi akan
membantu organisasi mencapai tujuan organisasi. (Aulia et al., 2019).
Menurut Greenberg dan Baron (2003) dalam Wijaya (2009) komitmen organisasi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (a) Job Characteristic, organisasi memberikan
tanggung jawab besar kepada karyawan dalam menjalankan pekerjaan, yang diharapkan akan
memberikan komitmen kepada perusahaan sehingga tercipta komitmen pada organisasi. (b)
Alternative Employment Opportunities, dimana organisasi memberikan peluang kepada
karyawan untuk memberikan promosi secara terbuka yang mana akan menjadikan karyawan
lebih memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya. (c) Personal
Characteristic. Komitmen individu pada organisasi dipengaruhi oleh keberadaan pribadi dan
individu itu sendiri seperti usia, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan sikap serta
motivasi. Jika organisasi dapat mengelola keadaan karyawan secara baik, komitmen karyawan
terhadap organisasi juga akan semakin meningkat. (d) Treatment of Newcomers. Kemauan
organisasi untuk menyambut baik karyawan baru, dan bersedia membantunya jika menghadapi
kesulitan pekerjaan akan menjadikan karyawan tersebut merasa lebih terikat dengan organisasi
karena merasa diterima dan diperhatikan yang mana akan meningkatkan komitmen karyawan.
Untuk mengetahui sejauh mana komitmen karyawan terhadap organisasi menurut
Panggabean (2014) dapat dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) dimensi, yaitu a) Affective
commitment adalah suatu kondisi yang menunjukkan keinginan karyawan untuk melibatkan diri
dan mengidentifikasi diri dengan organisasi karena adanya kesesuaian nilai-nilai dalam
organisasi atau seberapa jauh tingkat emosi keterlibatan langsung dalam organisasi. Komitmen
ini muncul karena adanya rasa kenyamanan, keamanan dan mendapatkan manfaat lain yang
dirasakan dalam organisasi dan tidak diperolehnya diorganisasi lain. Kunci dari komitmen ini
adalah want to. (b) Normative commitment (moral komitmen), yaitu komitmen yang muncul
karena karyawan berkewajiban untuk tinggal dalam organisasi seperti kesetiaan, kebanggaan,
kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain. Karyawan dengan komitmen normatif yang kuat akan
terus bekerja dengan organisasi karena mereka merasa memang seharusnya, atau secara singkat
karyawan harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi (ought to). (c) Continuance commitment, yaitu tingkat keinginan
individu untuk bekerja dalam suatu organisasi karena dia membutuhkan untuk berada dalam
organisasi ini dan dia tidak dapat melakukannya di tempat lain. Sehingga dapat dikatakan
bahwa continuance commitment adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan
rasional. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to).
Berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Panggabean (2014) tersebut di
atas, maka indikator komitmen organisasi adalah Affective commitment. dapat diukur dengan
indikator: a) Arti penting organisasi, b) Tingkat keterlibatan dalam organisasi, b) Perasaan
terikat secara emosional dengan organisasi. Normative commitment dapat diukur dengan
menggunakan indikator: a) Kebanggaan menjadi bagian dari organisasi, b) Kebahagiaan
menjadi bagian dalam organisasi, c) Perasaan hutang budi dengan organisasi. Continuance
commitment dapat diukur dengan indikator: a) Keinginan tetap dalam organisasi, b)
Pertimbangan meninggalkan organisasi, c) Pertimbangan bekerja di organisasi lain.

Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Zainal dkk (2014:1) Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu ilmu/cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan
sumber daya manusia (tenaga kerja) secara efisien dan efektif dan dapat
digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan bersama
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Husein Umar (2005:3)
yaitu bagian dari manajemen keorganisasian yang fokus terhadap
sumber daya manusia, yang berfungsi mengatur SDM dengan baik
untuk memperoleh karyawan yang puas.

Manfaat Penilaian Kinerja


Menurut Mulyadi (2015) manfaat dari penilaian kinerja yang
dilakukan suatu perusahaan yaitu:

  1. Mendapat informasi
    Seorang pemimpin sangat membutuhkan informasi yang sangat
    akurat bila terdapat informasi yang tidak lengkap maka dalam
    pengambilan keputusan akan tidak lengkap pula.
  2. Sebagai alat negosiasi
    Informasi penilaian kinerja dapat digunakan sebagai alat untuk
    berkompromi untuk menghasilkan suatu keputusan.
  3. Keputusan pemberian kompensasi
    Hasil penilaian kinerja salah satu pedoman untuk mengambil
    keputusan siapa saja yang akan dapat pemberian kompensasi berupa
    bonus, gaji, insentif.
  4. Perbaikan kinerja
    Karyawan yang memiliki hasil kinerja yang tidak baik akan diberi
    pembinaan untuk meningkatkan kinerjanya, melalui pelatihan,
    pengembangan, dll

Pengukuran Kinerja


Menurut Simamora (2004), terkait dengan penilaian prestasi kerja,
maka indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai yaitu:

  1. Kuantitas hasil kerja
    Merupakan jumlah output pekerjaan yang harus dihasilkan oleh
    karyawan.
  2. Kualitas hasil kerja
    Merupakan kecocokan antara hasil produksi kegiatan dengan acuan
    ketentuan yang berlaku.
  3. Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan
    Merupakan kesesuaian waktu yang dibuutuhkan dalam
    menyelesaikan suatu pekerjaan.

Definisi Kinerja


Moeheriono (2014) menyatakan kinerja / performance adalah
gambarang tentang tingkat pencapaian pelaksanaan program kegiatan
untuk mencapai visi, misi, tujuan, sasaran organisasi yang diwujudkan
melalui rencana strategis organisasi.
Menurut Wirawan (2009) Kinerja yaitu output yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.
Mulyadi (2015:63) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai
hasil kerja yang dicapai oleh pekerja atau karyawan secara kualitas dan
kuantitas yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka.

Manajemen Stress


Menurut Buhler (2004:368) Tiga tahap manajemen stress
preventif pada organisasi maupun individu yaitu:

  1. Pencegahan utama
    Pencegahan utama yang dilakukan organisasi menitikberatkan
    pada usaha menghilangkan/mengurangi stressor. Pencegahan ini
    dapat berupa perencanaan kembali pekerjaan dan manajemen karir.
  2. Pencegahan sekunder
    Pencegahan ini mencakup penyesuaian respon terhadap
    stressor. Pencegahan sekunder bisa berupa berolahraga, latihan
    relaksasi, dan pola makan yang baik.
  3. Pencegahan Tersier
    Pencegahan ini berfokus pada terapi untuk menyembuhkan
    gejala-gejala yang timbul. Membuka diri dan mencari bantuan dari
    ahli merupakan bagian dari pencegahan tersier

Definisi Stress Kerja


Hasibuan (2007) menyatakan stress kerja adalah kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.
Mangkunegara (2013) mengartikan stress kerja adalah perasaan
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
Tampubolon (2015) menyatakan stress di tempat kerja merupakan
respon fisik dan emosional berbahaya yang timbul saat ada konflik antara
tuntutan pekerjaan karyawan dan jumlah kontrol karyawan.

Fungsi Budaya Organisasi


Robbins dalam Moeheriono (2014:337) mengemukakan fungsi
budaya dalam suatu organisasi yaitu

  1. Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi
    dengan organisasi lainnya
  2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
    organisasi
  3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
    luas dari kepentingan diri individu seseorang
  4. Budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial
  5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali
    yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan
    dan motivasi kerja yang baik

Karakteristik-karakteristik Budaya Organisasi


Menurut Robbins (2006: 279) ada tujuh karakteristik utama yang
merupakan inti budaya organisasi. Karakteristik-karakteristik itu
meliputi:

  1. Inovasi dan mengambil risiko
    Hal ini berhubungan dengan sejauh mana karyawan dimotivasi
    untuk melakukan pembaruan dan berani mengambil risiko.
  2. Perhatian pada rincian
    Hal ini berhubungan dengan sejauh mana karyawan dimotivasi
    untuk mau menunjukkan ketelitian, perhatian pada rincian, dan
    analisis.
  3. Orientasi hasil
    Orientasi hasil menggambarkan sejauh mana manajemen fokus pada
    hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
    mendapatkan hasil tersebut.
  4. Orientasi manusia
    Orientasi manusia menggambarkan sejauh mana keputusan
    manajemen memperhitungkan dampak hasil pada anggota
    organisasi.
  5. Orientasi tim
    Orientasi tim berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja
    organisasi dikerjakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individuindividu.
  6. Agresivitas
    Hal ini menjelaskan sejauh mana orang-orang tersebut agresif dan
    kompetitif, bukan bersantai.
  7. Stabilitas
    Hal ini menjelaskan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
    dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau
    inovasi

Definisi Budaya Organisasi


Menurut Sudiro (2011:44) budaya organisasi adalah sebuah pola
dari nilai-nilai dan kepercayaan yang disetujui bersama dan pedoman
berperilaku.
Soetopo (2010:123) menyatakan bahwa budaya organisasi
berkenaan dengan keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma perilaku,
ideologi, sikap, kebiasaan, dan harapan –harapan yang dimiliki oleh
organisasi.
Menurut Collin dalam Rachmawati (2004:118) budaya organisasi
adalah norma dan sikap bersama yang dimiliki suatu organisasi dapat
berupa simbol-simbol, ritual, dan bahasa yang digunakan oleh anggota
organisasi serta memiliki ciri khas.

Pedoman Meningkatkan Komitmen Organisasi


Dessler dalam Kaswan (2012:294) memberikan pedoman untuk
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan:

  1. Berkomitmen pada nilai utama manusia. Membuat aturan,
    memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan
    komunikasi yang baik.
  2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda. Memperjelas misi
    dan ideologi, berkarisma, menggunakan praktik perekrutan
    berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai etis dan
    pelatihan.
  3. Menjamin keadilan organisasi. Memiliki prosedur penyampaian
    keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang
    ekstensif.
  4. Menciptakan rasa komunitas. Membangun homogenitas berdasarkan
    nilai, keadilan menekankan kerja sama, saling mendukung dan kerja
    tim.
  5. Mendukung perkembangan karyawan. Memajukan dan
    memberdayakan karyawan, mempromosikan dari dalam,
    menyediakan aktivitas perkembangan.

Dimensi Komitmen Organisasi


Menurut Mayer dan Allen dalam Kaswan (2012:293) tiga dimensi
dari komitmen organisasi yaitu:

  1. Komitmen afektif
    Menunjukkan keinginan emosional karyawan yang kuat untuk
    menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang ada untuk mewujudkan
    tujuan dan keinginannya untuk tetap di organisasi. Penyebab
    munculnya komitmen ini karena karakteristik struktur organisasi,
    signifikansi tugas, karakteristik individu, feed back dari pemimpin,
    berbagai keahlian.
  2. Komitmen berkelanjutan
    Merupakan komitmen yang berdasar pada kecemasan
    seseorang terhadap kehilangan sesuatu yang telah didapatkan
    ketika berada di organisasi, seperti:fasilitas, gaji. Penyebab
    timbulnya komitmen berkelanjutan yaitu umur, jabatan, dan
    berbagai fasilitas dan berbagai tunjangan yang didapatkan.
  3. Komitmen normatif
    Merupakan tanggung jawab moral karyawan untuk tetap
    bertahan di organisasi. Komitmen ini disebabkan oleh adanya
    tuntutan sosial.

Definisi Komitmen Organisasi


Menurut Sopiah (2008) komitmen organisasi yaitu keinginan
anggota organisasi untuk terus bertahan menjadi bagian pada organisasi
dan bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan.
Robbins dan Judge (2008:100) menyatakan bahwa komitmen
organisasional (organizational commitment) sebagai suatu keadaan
karyawan yang berpihak pada organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan diri pada organisasi tersebut.
Menurut Suparyadi (2015) komitmen organisasi merupakan sikap
menyukai organisasi dan berusaha secara maksimal untuk kepentingan
organisasi demi mencapai tujuannya.

Teori-teori Kepuasan Kerja


Menurut Wexley dan Yukl dalam Badriyah (2015:237)
mengemukakan tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu :
a. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Individu merasakan kepuasan atau ketidakpuasan berasal dari
hasil perbandingan antara harapan dengan apa yang sudah
didapatkannya.
b. Teori Keadilan
Kepuasan kerja tergantung dari apakah karyawan tersebut
sudah diberlakukan adil atau tidak di suatu organisasi. Hal itu diukur
dengan cara membandingkan dengan orang lain yang memiliki
persamaan kelas, masa kerja, dan jabatan.
c. Teori Dua Faktor
Teori ini menjelaskan bahwa karakteristik pekerjaan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu, dissatisfier (hygiene
factors) dan satisfier (motivators).
Satisfier atau motivator yaitu faktor-faktor sumber kepuasan
kerja yang meliputi prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung
jawab, dan promosi. Hygiene factors yaitu faktor-faktor sumber
kepuasan, yaitu pengawasan, gaji, hubungan pribadi, insentif, status,
kondisi kerja.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner & Kinicki dalam Kaswan (2012:286) kepuasan
kerja dipengaruhi oleh lima faktor yaitu:

  1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan bergantung oleh bisa atau
    tidaknya karyawan dalam mencukupi kebutuhannya.
  2. Discrepancies (perbedaan)
    Kepuasan kerja diukur dengan hasil pemenuhan harapan..
    Pemenuhan harapan menggambarkan selisish antara harapan dengan
    kenyataan yang didapatkan.
  3. Value attainment (pencapaian nilai)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat dicapai apabila
    seseorang merasa dapat memberikan pemenuhan nilai secara positif.
  4. Equity (keadilan)
    Hal ini menjelaskan bahwa kepuasan berhubungan dengan
    persepsi pegawai yang merasa diperlakukan adil di tempat kerja.
  5. Dispositional/genetic components (komponen genetik)
    Hal ini berdasar bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan
    fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Faktor ini menjelaskan bahwa
    kepuasan kerja dipengaruhi oleh perbedaan setiap individu seperti
    halnya karakteristik lingkungan pekerjaan

Indikator Kepuasan Kerja


Menurut Luthans (2006) ada beberapa dimensi yang
menimbulkan timbulnya suatu kepuasan kerja yaitu:

  1. Pekerjaan itu sendiri
    Karyawan lebih meminati pekerjaan yang sesuai dengan
    kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki, memberikan tugas
    yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk
    menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan.
  2. Gaji
    Gaji yang diinginkan karyawan merupakan gaji yang adil
    dan layak bagi mereka. Uang sebagai alat untuk membantu
    orang memperoleh kebutuhan dasar dan memberikan
    kepuasan yang lebih tinggi.
  3. Kesempatan promosi
    Karyawan berkesempatan untuk maju dan berkembang di
    organisasi. Keinginan untuk promosi meliputi keinginan untuk
    menghasilkan gaji yang lebih banyak, status sosial, dan
    keinginan untuk mendapatkan keadilan.
  4. Pengawasan (Supervisi)
    Pengawasan adalah kemampuan atasan untuk mendukung
    dan menghargai pekerjaan bawahan/karyawan. Atasan yang
    memiliki hubungan personal yang baik dengan bawahan serta
    mau memahami kepentingan bawahan memberikan kepuasan
    bagi karyawan.
  5. Rekan kerja
    Apabila karyawan dapat menciptakan hubungan yang baik
    antar teman kerja sehingga akan menciptakan rasa aman dan
    nyaman ketika bekerja sehingga dapat merasakan kepuasan
    kerja.

Definisi Kepuasan Kerja


Menurut Badriyah (2015:229) kepuasan kerja adalah sikap atau
perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan penilaian
masing-masing pekerja.
Robbins dan Judge (2008:99) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Handoko dalam Badriyah (2015:228) menyatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan para
karyawannya melihat pekerjaan mereka.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Umar (2005:45) MSDM mempunyai 3 aspek utama yaitu:

  1. Fungsi Manajerial
    Fungsi manajerial yaitu fungsi yang berwenang memimpin
    sumber daya manusia lain.
    a. Perencanaan
    Yaitu usaha untuk menetapkan program sumber daya
    manusia untuk membantu mewujudkan tujuan perusahaan.
    b. Pengorganisasian
    Yaitu rangkaian usaha pengelompokan orang-orang, tugas,
    wewenang dalam satu kesatuan untuk digerakkan
    melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana.
    c. Pengarahan
    Yaitu kegiatan mengarahkan sumber daya manusia dalam
    melaksanakan tugasnya dengan baik dan terarah sesuai dengan
    rencana.
    d. Pengawasan
    Yaitu rangkaian usaha untuk mengatur dan mengawasi
    seluruh pelaksanaan kegiatan organisasi berlangsung sesuai
    dengan rencana.
  2. Fungsi Operasional
    Fungsi operasional yaitu fungsi yang menerima dan
    melaksanakan tugas dibawah pengawasan fungsi manajerial.
    a. Fungsi Pengadaan
    Yaitu fungsi untuk mencari dan mendapatkan calon
    karyawan yang diinginkan oleh perusahaan.
    b. Fungsi Pengembangan
    Yaitu fungsi yang bertujuan untuk meningkatkan
    kemampuan karyawan dalam suatu perusahaan dengan berbagai
    cara pelatihan.
    c. Fungsi pemberian balas lasa
    Yaitu usaha memberikan penghargaan atas hasil kerja
    karyawan dengan memberikan balas jasa sesuai prinsip adil dan
    layak.
    d. Fungsi Integrasi
    Yaitu usaha untuk menyelaraskan antara tujuan individu
    dengan tujuan perusahaan agar tercipta kerjasama yang serasi
    dan saling menguntungkan.
    e. Fungsi Pemeliharaan
    Yaitu usaha untuk memelihara kemampuan-kemampuan atau
    keahlian-keahlian dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh
    suatu organisasi.
    f. Fungsi separasi
    Yaitu fungsi yang mengatur pemberhentian atau pemberian
    pensiun kepada karyawan.
  3. Peranan dan kedudukan Manajemen Sumber Daya Manusia
    SDM berperan penting pada suatu perusahaan/organisasi.
    Hal ini dikarenakan jika suatu organisasi tidak memiliki SDM,
    maka organisasi tersebut tidak bisa menjalankan kegiatannya
    dengan baik dan lancar.
    Menurut Ardana (2012:22) peran MSDM yaitu:
    a. MSDM berperan memberikan informasi dan interpretasi
    mengenai masalah yang terkait dengan SDM.
    b. MSDM berperan memenuhi tanggung jawab akan bisnis
    perusahaan dalam membina hubungan pelanggan, terbuka
    untuk melayani orang lain.
    c. MSDM berperan sebagai pemantau setiap implementasi
    kebijakan-kebijakan personalia
    d. Sebagai motivasi yang mencakup pengembangan dan
    penelitian inovatif terhadap masalah-masalah MSDM
    e. Berperan untuk melakukan adaptasi dengan teknologi,
    struktur, proses budaya dan metode kerja baru.

Definisi Keterikatan Kerja


Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan oleh
Schaufeli (2010) mengacu pada keterlibatan, semangat, antusiasme, penyerapan,
upaya yang terfokus, dan energi sedangkan dalam kamus Merriam-Webster
didefinisikan bahwa engagement sebagai keterlibatan emosional atau komitmen dan
sebagai ” the state of being gear”.
Ahli pertama yang mengonsepkan keterikatan kerja adalah Kahn pada tahun

  1. Kahn (1990, dalam Bakker & Leiter, 2010) mendeskripsikan keterikatan kerja
    sebagai pemanfaatan diri dari anggota organisasi ke dalam peran kerja mereka. Dalam
    engagement individu memekerjakan dan mengekspresikan diri mereka secara fisik,
    kognitif, emosional, dan mental selama memerankan perannya. Pembahasan
    mengenai keterikatan karyawan memiliki beberapa istilah dalam penggunaannya
    yaitu job engagement, employee engagement, dan work engagement. Roberts dan
    Davenport (2002, dalam Bakker & Leiter, 2010) menyatakan bahwa job engagement
    adalah rasa antusias pada diri individu dan ia terlibat dengan pekerjaannya. Employee
    engagement diartikan oleh Federman (2009, dalam Bakker & Leiter, 2010) sebagai
    sejauh mana individu berkomitmen untuk sebuah organisasi dan mengetahui betapa
    besar dampak dari komitmen selama masa jabatan. Kemudian pada tahun 1992, Kahn
    (dalam Bakker & Leiter, 2010) membedakan konsep engagement dari kondisi
    psikologis “being fully there” atau berada di sana secara penuh dengan individu yang
    merasa dan menjadi penuh perhatian, terhubung, terintegrasi, dan fokus pada peran
    mereka.
    Maslach dan Leiter (1997) mengarakteristikkan engagement melalui energi,
    keterlibatan, dan efikasi. Ketiga karakteristik yang dipaparkan oleh Maslach dan
    Leiter dianggap sebagai lawan dari tiga karakteristik burnout. Mereka berpendapat
    bahwa dalam istilah burnout, energi berubah menjadi kelelahan, keterlibatan menjadi
    sinisme, dan efikasi menjadi ketidak efektifan.
    Berbeda dengan Maslach dan Leiter, Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, &
    Bakker (2002, dalam Bakker dan Leiter, 2010) mengambil perspektif berbeda serta
    mengoperasionalkan engagement itu sendiri. Menurut Schaufeli dkk. (2002) burnout
    dan engagement merupakan dua konsep yang terpisah dan seharusnya diukur secara
    independen. Schaufeli dkk mengemukakan bahwa pada seorang individu yang
    memiliki level burnout yang rendah tidak berarti individu tersebut memiliki level
    engagement yang tinggi. Oleh karena itu Schaufeli dkk mendefinisikan
    operasionalisasi work engagement terpisah dari operasionalisasi burnout dan

Hubungan Persepsi Keadilan Kompensasi Dan Peran KepemimpinanDengan Komitmen Karyawan Pada Organisasi


Komitmen karyawan terhadap organisasi juga diartikan lebih dari sekedar
keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan
untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
pencapaian tujuan. Staw (dalam Roslina, 2010) memberikan pendapat bahwa
komitmen pada organisasi merupakan suatu pemahaman khusus dari individu
sebagai ikatan psikologis pada organisasi termasuk rasa terlibat dengan pekerjaan,
komitmen dan percaya akan nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini komitmen yang
dimaksudkan bukan sekedar setia semata akan tetapi lebih dari itu. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Reichers Robbins (dalam Roslina, 2010) yang
menyatakan bahwa komitmen pada organisasi adalah suatu bentuk keterdekatan
yang bersifat psikologis antara anggota dengan organisasinya.
Komitmen seseorang terhadap organisasi tidak muncul dalam seketika,
melainkan muncul melalui beberapa tahap atau fase. Meyer dan Allen (1990),
menyatakan bahwa salahsatu aspek komitmen adalah komitmen berkelanjutan.
Adapun komitmen berkelanjutan yaitu keadaan dimana karyawan terus berada
dalam organisasi karena adanya pertimbangan biaya. Biaya merupakan
kompensasi finansial yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa dari
pekerjaan yang telah dilakukannya. Artinya, salah satu faktor penting yang
mendorong seorang karyawan memiliki komitmen terhadap perusahaan adalah
kompensasi atau balas jasa.
Amstrong dan Murlis (2003) membagi kompensasi menjadi dua jenis,
yaitu finansial maupun nonfinansial. Kompensasi dalam bentuk finansial berupa
gaji/upah, tunjangan, bonus dan juga kepemilikan saham perusahaan bagi
karyawan. Sedangkan kompensasi non finansial meliputi kesehatan dan keamanan
karyawan.
Persepsi karyawan terhadap keadilan kompensasi merupakan persepsi
terhadap perbandingan yang adil antara segala bentuk imbalan baik finansial
maupun non finansial yang diterima karyawan sebagai bagian dari hubungan
karyawan dengan organisasi yang disesuaikan dengan sumbangan yang telah
diberikan karyawan terhadap organisasi. Dengan kata lain, persepsi terhadap
keadilan kompensasi sesuatu yang melalui proses penilaian yang dilakukan
karyawan terhadap keseimbangan apa yang telah diberikannya kepada organisasi
dengan apa yang telah ia terima dari organisasi. Persepsi yang baik terhadap
keadilan kompensasi akan menumbuhkan komitmen karyawan pada organisasi.
Komitmen karyawan terhadap organisasi juga tidak terlepas dari
bagaimana peran seorang dalam menumbuhkan komitmen karyawan. Secara
teoritis Greenberg dan baron (Dalam Basalamah, 2004), menyatakan bahwa
pemimpin dengan gayanya, tindakan – tindakannya dan efektifitasnya mampu
mempengaruhi bawahan dan organisasinya. Hal ini dapat dikaitkan juga dengan
pendapat dari Mitzburgh (dalam Luthan, 2006), yaitu salah satu peran
kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran
sebagai pemimpin (leader) . Peran sebagai leader adalah peran seorang pemimpin
menjalankan perannya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan
mendorong karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga dapat
diartikan bahwa pemimpin memiliki peran untuk menumbuhkan keiginan
karyawan untuk dapat menerima nilai-nilai organisasi. Adapun menurut Allen dan
Mayer (1990), salah satu komponen pembentuk komitmen adalah aspek kelekatan
afektif karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Seorang karyawan
dikatakan memiliki kelekatan afektif dengan organisasi tempatnya bekerja bila
yang bersangkutan bersedia untuk menerima nilai-nilai yang dianut oleh
organisasi, memiliki kemauan untuk berusaha keras demi kemajuan organisasi,
dan memiliki keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.

Hubungan Peran Kepemimpinan Dengan Komitmen Karyawan PadaOrganisasi


Kepemimpinan tidak sama artinya dengan manager, kepemimpinan adalah
suatu kemampuan yang lebih tinggi. Pemimpin adalah orang yang menentukan
kemana arah bisnis, arah tujuan internal maupun eksternal, dan menyelaraskan
aset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan
oleh lingkungan. (Timpe, 2005).
Peran pemimpin sangat penting bagi organisasi, dimana pemimpin adalah
yang menentukan arah bisnis, arah tujuan internal maupun tujuan eksternal, dan
menyelaraskan aset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko
yang dihadapkan pada lingkungan (Timpe, 2005).
Menurut Mitzburgh (dalam Luthan, 2006), salah satu peran kepemimpinan
yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran sebagai pemimpin
(leader) . Peran ini adalah peran seorang pemimpin dalam menggunakan
pengaruhnya terhadap karyawan untuk membangkitkan semangat kerja serta
menumbuhkan komitmen karyawan pada organisasi agar dapat mencapai tujuan
dari organisasi.
Dougherty dan Hardy (dalam Retnaningsih, 2007) menyatakan bahwa
level tinggi keterlibatan peran akan dikaitkan dengan level tinggi komitmen peran
diantara para manajer dengan tanggung jawab implementasi akan meningkatkan
kinerja. Peningkatan kinerja merupakan indikasi akan adanya komitmen karyawan
yang tinggi terhadap organisasi. Artinya, besarnya peran kepemimpinan akan
mempengaruhi tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Hubungan Persepsi Keadilan Kompensasi Dengan Komitmen KaryawanPada Organisasi


Keadilan kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi
bagaimana dan mengapa organisasi bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada
organisasi lainnya. Organisasi harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis
keadilan kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan dan memberikan
imbalan terhadap kinerja setiap individu. (Retnaningsih , 2007).
Persepsi keadilan kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk
pandangan suatu karyawan terhadap kesesuaian imbalan yang diterima dari
pekerjaan mereka. Keadilan kompensasi menjadi salah satu aspek yang patut
diperhatikan oleh organisasi. Dengan adanya persepsi terhadap keadilan
kompensasi yang sesuai dengan prestasi kerja karyawan maka diharapkan bahwa
karyawan akan merasa puas, sehingga karyawan menjadi lebih berkomitmen dan
berkonsentrasi terhadap keberhasilan dan kemajuan organisasi.
Menurut Allen dan Mayer (1990), salah satu aspek dalam komitmen
karyawan terhadap organisasi adalah komitmen berkelanjutan, yaitu keadaan
dimana karyawan terus berada dalam organisasi karena adanya pertimbangan
biaya

Tipe-Tipe Kepemimpinan


Ada tiga gaya kepemimpinan yang diperagakan oleh Bill Woods (dalam
Timpe, 2005), yaitu :
a. Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.
Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah
seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan
sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
a. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka
b. Pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahannya.
c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara
lain:
a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
d. Menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh
bawahan.
b. Tipe Demokratik
Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa
sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak
bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan. Pemimpin tipe ini juga
melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya,
memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan
martabat manusia Dan pemimpin tipe ini adalah seorang pemimpin yang disegani
bukannya ditakuti.
c. Kendali Bebas
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan
lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang
yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaransasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masingmasing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih
rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang
nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
c. Status quo organisasional tidak terganggu
d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang
inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan
sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada
pada tingkat yang minimum.

Kriteria Seorang Pemimpin


Meskipun menurut Collons mengenai riset tentang kepemimpinan tidak
mengungkapkan satu sifat tunggal yang dimiliki semua pemimpin yang berhasil,
tetapi sejumlah ciri yang umum dimiliki oleh banyak diantara mereka, telah
diidentifikasikan (dalam Timpe, 2005).
DeGaulle (dalam Timpe, 2005), Sifat yang berguna bagi pemimpin yang
dapat dipertimbangkan adalah :
a. Kemampuan Untuk Berkomunikasi
Kemamapuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan
keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja
dengan menggunakan bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah,
penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.
b. Kemampuan untuk memecahkan persoalan
Kemampuan untuk memecahkan persoalan dari mereka yang dipimpin,
atau membantu dalam pemecahan persoalan mereka, merupakan ciri lain dari
pemimpin yang efektif.
c. Kesadaran akan kebutuhan
Pemimpin yang efektif mengerti akan kebutuhan dari mereka yang
dipimpinnya, baik yang dinyatakan maupun tidak, dan ia tau bagaimana
memuaskannya.
d. Keluwesan
Pemimpin yang luwes mampu menyesuaikan organisasi untuk
mengahadapi kebutuhan yang berubah tanpa terlalu banyak meresahkan mereka
yang dipimpin.
e. Kecerdasan
Pemimpin yang efektif tidak perlu seorang yang jenius, tetapi anggota
kelompok merasa bahwa pemimpin memiliki kemampuan untuk membantu
mereka memenuhi kebutuhan pribadi.
f. Kesediaan Menerima Tanggung Jawab
Apabila seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu
tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya atas
apa yang dilakukan bawahanya. Disini pemimpin harus mampu mengatasi
bawahanya, mengatasi tekanan kelompok informal, bahkan kalau perlu juga harus
serikat buruh .Hampir semua pemipin merasa bahwa pekerjaan lebih banyak
menghabiskan energi daripada jabatan bukan pimpinan
g. Keterampilan Sosial
Tidak merendahkan anggota kelompok dihadapan anggota yang lainnya.
Pemimpin yang bijaksana, diplomatis dan mampu berhubungan dengan kelompok
dihargai anggota kelompok, sebab perilaku tersebut mempengaruhi performanya.
h. Kesadaran Akan Diri dan Lingkungan
Pandangan ke dalam diri, mengerti dengan penuh pengertian, dan
kesadaran yang peka terhadap lingkungannya menjadikan dirinya pemimpin yang
efektif.

Peran Kepemimpinan


Secara teoritis Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2004),
menyatakan bahwa pemimpin dengan gayanya, tindakan – tindakannya dan
efektifitasnya mampu mempengaruhi bawahan dan organisasinya. Akan tetapi,
penelitian menunjukkan bahwa kadang – kadang pemimpin pengaruhnya sangat
kecil. Lebih lanjut dijelaskan alasan mengapa pemimpin mempunyai pengaruh
ataupun peran yang kecil terhadap organisasi, yaitu :
a. Karena pemimpin tersebut memang lemah dan tidak cocok untuk pekerjaan
yang harus diembannya
b. Dalam kondisi tertentu faktor – faktor lain dapat mensubstitusi pengaruh
pemimpin tersebut atau menetralisir pengaruh yang ditimbulkan oleh
pemimpin tersebut.
Henry Mitzburgh (dalam Luthan, 2006), berdasarkan studi observasi yang
dilakukan secara langsung, membagi tiga jenis peran pemimpin, yaitu :

  1. Peran Interpersonal (The Interpersonal Roles)
    Peran ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh
    seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Peran interpersonal
    terbagi menjadi 3, yaitu :
    a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam
    menjalankan peran sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti
    menjamu makan siang pelanggan.
    b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan perannya dengan
    menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya
    untuk mencapai tujuan organisasi.
    c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berperan sebagai
    penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat
    berperan sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan
    bawahannya.
  2. Peran Informasional (The Informational Roles)
    Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan
    menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga peran pemimpin disini.
    a. Sebagai Pemantau (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid,
    pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu
    terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin
    hubungan dengan pihak luar.
    b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan
    informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
    c. Sebagai Juru Bicara (Spokesman). Sebagai juru bicara, pemimpin berperan
    untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.
  3. Peran Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)
    Ada empat peran pemimpin yang berkaitan dengan keputusan.
    a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneur). Pemimpin harus mampu memprakasai
    pengembangan proyek dan menyusun sumberdaya yang diperlukan. Oleh
    karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.
    b. Sebagai Penangkal Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai
    penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan
    situasi.
    c. Sebagai Pengalokasi Sumber Daya (Resource Allocator). Disini pemimpin
    harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke
    bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu,
    perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.
    d. Sebagai Juru Runding (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu
    melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan
    maupun pihak luar.

Pengertian Kepemimpinan


Kepemimpinan tidak sama artinya dengan manager, kepemimpinan adalah
suatu kemampuan yang lebih tinggi. Pemimpin adalah orang yang menentukan
kemana arah bisnis, arah tujuan internal maupun eksternal, dan menyelaraskan
aset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan
oleh lingkungan. (Timpe, 2005).
Wood, et al. (dalam Budiarto, 2004) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai pola hubungan interpersonal yang mempengaruhi individu atau kelompok
untuk menyelesaikan suatu tugas. Sementara itu Greenberg dan Baron (dalam
Budiarto, 2004) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses di mana
seorang individu mempengaruhi anggota kelompok lainnya dalam pencapaian
tujuan-tujuan kelompok.
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenangya untuk
mengarahkan orang lain serta bertanggungjawab atas pekerjaan orang tersebut
dalam mencapai tujuan. Dimana kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin
mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerjasama dan bekerja efektif sesuai
dengan perintahnya, (Hasibuan, 2005)
Menurut Terry (dalam Basalamah, 2004) kepemimpinan adalah suatu
proses mempengaruhi orang lain untuk berusaha secara sukarela mencapai tujuan
organisasi atau kelompok. Sedangkan Tannenbaum, dkk mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses saling mempengaruhi antar individu, yang
dilakukan dan diarahkan melalui proses komunikasi dalam rangka pencapaian
tujuan (dalam Basalamah, 2004). Koontz dan Donnel mendefiisikan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mengikuti atau
melakukan usaha pencapaian tujuan bersama (dalam Basalamah, 2004).

Azas Kompensasi


Hasibuan (2005), menyatakan bahwa agar dalam pelaksanaannya program
kompensasi dapat berjalan secara efektif, maka program kompensasi tersebut
harus menerapkan azas-azas kompensasi yaitu:

  1. Azas Adil, artinya besarnya kompensasi yang diberikan kepada karyawan
    harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan,
    tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan internal
    konsisten.
  2. Azas layak dan wajar, artinya kompensasi yang diberikan kepada karyawan
    harus dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal.
    Dari pendapat diatas, disimpulkan bahwa azas dari komensasi adalah azas
    adil serta layak dan wajar. Azas adil dimaksudkan adalah kompensasi disesuaikan
    dengan prestasi kerja, jenis dan resiko pekerjaan, sedangkan azas layak dan wajar
    adalah kompensasi harus memenuhi kebutuhan yang layak bagi karyawan.

Jenis-Jenis Kompensasi


Sikula (dalam Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa proses
administrasi upah atau gaji (kadang-kadang disebut kompensasi) melibatkan
pertimbangan atau keseimbangan pertimbangan. Kompensasi merupakan sesuatu
yang dipertimbangkan sebagai suatu yang sebanding. Dalam kepegawaian, hadiah
yang bersifat uang merupakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai
sebagai penghargaan dari pelayanan mereka. Bentuk-bentuk pemberian upah,
bentuk upah dan gaji digunakan untuk mengatur pemberian keuangan antara
majikan dan pegawainya. Pemberian upah merupakan imbalan, pembayaran untuk
pelayanan yang telah diberikan oleh pegawai.
Sangat banyak bentuk-bentuk pembayaran upah, baik yang berupa uang
(financial) maupun yang bukan berupa uang (nonfinancial). Pembayaran upah
biasanya dalam bentuk konsep pembayaran yang berarti luas daripada merupakan
ide-ide gaji dan upah yang secara normal berupa keuangan tetapi tidak suatu
dimensi yang nonfinancial.
Amstrong dan Murlis (2003), menjelaskan bahwa pemberian kompensasi
dapat dalam bentuk – bentuk sebagai berikut:
a. Kompensasi finansial
Kompensasi finansial adalah berkaitan dengan pemberian gaji dasar dan
gaji variabel serta ketentuan ketentuan mengenai tunjangan dan pensiun
karyawan. Dimana kompensasi finansial meliputi :

  1. Gaji pokok
  2. Survey gaji dan evaluasi jabatan
  3. Struktur gaji
  4. Gaji kontingen
  5. Tunjangan dan pensiun karyawan
  6. Remunerasi total
    b. Kompensasi non finansial
    Kompensasi non finansial memfokuskan pada kebutuhan orang untuk
    mendapatkan penghargaan, berprestasi, bertanggungjawab, dan pengembangan
    peluang akan promosi jabatan yang bisa berkontribusi pada peningkatan motivasi,
    komitmen dan kinerja. Kompensasi non finansial dapat memiliki dampak yang
    sangat besar pada motivasi dan komitmen darpada sekedar kompensasi dalam
    bentuk uang. Proses imbalan nonfinansial memainkan peran penting dalam
    pengembangan dan implementasi strategi imbalan keseluruhan

Komponen-Komponen Kompensasi


Setelah suatu organisasi membuat sebuah keputusan tentang pemberian
kompensasi bagi karyawannya, selanjutnya disusun sebuah program pemberian
kompensasi. Di dalam program pemberian kompensasi ini meliputi, sekurang –
kurangnya 8 komponen, antara lain sebagai berikut:

  1. Organisasi administrasi pemberian kompensasi
    Pengorganisasian dan administrasi pemberian kompensasi ini sangat
    diperlukan sekali. Sebab pemberian kompensasi bukanlah sekedar membagikan
    upah atau gaji kepada karyawan saja, melainkan harus memperhitungkan
    kemampuan organisasi serta produktivitas karyawan dan aspek-aspek lainnya
    yang berhubungan dengan itu.
  2. Metode pemberian kompensasi
    Dalam pemberian kompensasi digunakan beberapa metode diantaranya:
    a. Metode Tunggal
    Metode tunggal yaitu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya
    didasarkan atas ijazah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan.
    b. Metode jamak
    Metode jamak yaitu suatu metode yang dalam gaji pokok berdasarkan atas
    beberapa pertimbangan seperti ijazah, sifat pekerjaan, pendidikan, informal.
  3. Struktur pemberian kompensasi
    Struktur pemberian kompensasi yang baik adalah menganut faham
    keadilan. Setiap karyawan akan memperoleh kompensasi sesuai denagn tanggung
    jawab pekerjaannya.
  4. Program pemberian kompensasi sebagai perangsang kerja
    Suatu program pemberian kompensasi bukan semata-mata didasarkan
    sebagai imbalan atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran karyawan terhadap
    organisasi, melainkan juga merupakan cara untuk merangsang dan meningkatkan
    kegairahan kerja.
  5. Tambahan sumber pendapatan bagi karyawan
    Dengan program kompensasi yang baik bukan saja memperoleh upah atau
    gaji yang rutin, melainkan juga memperoleh tambahan sumber pendapatan selain
    upah atau gaji tersebut.
  6. Terjaminnya sumber pendapatan dan peningkatan jumlah imbalan jasa
    Setiap karyawan suatu organisasi mengharapakan bahwa kompensasi yang
    diterima tidak akan menurun, dan bahkan setiap waktu akan naik. Oleh sebab itu
    pemberian kompensasi harus menjamin bahwa organisasinya adalah merupakan
    sumber pendapatan bagi karyawannya, dan selalu memikirkan adanya
    peningkatan jumlah kompensasi.
  7. Kompensasi bagi kelompok manajerial
    Pimpinan atau atasan pada setiap organisasi adalah merupakan kelompok
    yang bertanggung jawab mati hidupnya organisasi. Oleh sebab itu wajar apabila
    kompensasi yang mereka terima lebih besar daripada karyawan biasa.
  8. Prospek dimasa depan
    Untuk memperhitungkan prospek yang akan datang ini perlu
    memperhitungkan tiga dimensi waktu yaitu: keadaan organisasi pada waktu yang
    lalu, kondisi organisasi saat ini, dan prospek masa yang akan datang.

Indikator Pemberian Kompensasi


Menurut Mangkunegara (2011), beberapa indikator kompensasi, yaitu :

  1. Tingkat bayaran
    Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata, atau rendah bergantung pada
    kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran bergantung pada kemampuan
    perusahaan membayar jasa pegawainya
  2. Struktur bayaran
    Struktur pembayaran berhubungan dengan rata-rata bayaran, tingkat
    pembayaran, dan klasifikasi jabatan di perusahaan.
  3. Penentuan bayaran individu
    Penentuan bayaran individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran,
    tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai.
  4. Metode pembayaran
    Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang didasarkan pada
    waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan). Kedua metode ini didasarkan
    pada pembagian hasil.
  5. Kontrol pembayaran
    Kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan tidak
    langsung dari biaya kerja. Pengendalian biaya merupakan faktor utama dalam
    administrasi upah dan gaji. Tugas mengontrol pembayaran adalah
    mengembangkan standar kompensasi dan meningkatkan fungsinya, mengukur
    hasil yang bertentangan dengan standar tetap, serta meluruskan perubahan
    standar pembayaran upah.

Tujuan Kompensasi


Martoyo (dalam Nugroho, dkk, 2012) menyatakan bahwa tujuan
pemberian kompensasi adalah :

  1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan ekonomi
    bagi pegawai;
  2. Mendorong agar pegawai lebih baik dan lebih giat;
  3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan;
    Sedangkan menurut Hasibuan (2005), tujuan pemberian kompensasi
    adalah sebagai berikut :
  4. Ikatan Kerja Sama
    Dengan pemberian kompensasi terjalin ikatan kerja sama formal antara
    majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya
    dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi
    sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
  5. Kepuasan Kerja
    Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
    fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
    jabatannya.
  6. Pengadaan Efektif
    Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
    qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
  7. Motivasi
    Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
    bawahannya.
  8. Stabilitas Karyawan
    Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
    konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
    turn-over relative kecil.
  9. Disiplin
    Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
    semakin baik. Mereka akan menyadari serta mantaati peraturan-peraturan
    yang berlaku.
  10. Pengaruh Serikat Buruh
    Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
    dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
  11. Pengaruh Pemerintah
    Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
    berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
    dihindarkan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi


Kebijakan atau peraturan tentang pemberian kompensasi dalam suatu
organisasi terhadap karyawan bukan sesuatu yang statis, melainkan bersifat
dinamis. Hal ini berarti bahwa ketentuan pemberian kompensasi suatu organisasi
dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan dalam ketentuan pemberian
kompensasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Hasibuan (2005) faktorfaktor yang mempengaruhi kompensasi antara lain sebagai berikut:

  1. Penawaran dan Permintaan Kerja
    Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
    (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja
    lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin
    besar.
  2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
    Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin
    baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar.
  3. Serikat Buruh / Organisasi Perusahaan
    Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi
    semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang
    berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.
  4. Produktivitas Kerja Karyawan
    Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan
    semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit
    maka kompensasinya kecil.
  5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
    Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas
    upah/balas jasa minimum. Peraturan Pemerintah ini sangat penting supaya
    pengusaha tidak sewenag-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi
    karyawan.
  6. Biaya Hidup / Cost Living
    Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah
    semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka
    tingkat upah/kompensasi relatif kecil.
  7. Posisi Jabatan Karyawan
    Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima
    gaji/kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan
    yang lebih rendah akan memperoleh gaji/kompensasi yang kecil.
  8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
    Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/balas
    jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih
    baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja
    yang kurang maka tingkat gaji/kompensasinya kecil.
  9. Kondisi Perekonomian Nasional
    Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat
    upah/kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
    employment. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi)
    maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak penganggur (disqueshed
    unemployment).
  10. Jenis dan Sifat Pekerjaan
    Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko (finansial,
    keselamatan) yang besar maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar
    karena membutuhkan kecakapan serta ketelititan untuk mengerjakannya.
    Tetapi jika jenis dab sifat pekerjaannya mudah dan resiko (finansial,
    kecelakaannya) kecil, tingkat upah/balas jasanya relatif rendah.

Pengertian Persepsi Keadilan Kompensasi


Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa
yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2005). Sedangkan menurut Sirkula
(dalam Mangkunegara, 2011) Kompensasi merupakan sesuatu yang
dipertimbangkan sebagai suatu yang sebanding sebagai pembayaran untuk
pelayanan yang telah diberikan karyawan.
Menurut Mangkunegara (2011) kompensasi merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap motivasi, kepuasan dan hasil kerja karyawan, sebab itu
kompensasi yang diberikan perusahaan harus mempertimbangkan standar
kehidupan normal dari karyawan.
Sependapat dengan Mangkunegara, Retnaningsih (2007) mengemukakan
bahwa keadilan kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi
bagaimana dan mengapa organisasi bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada
organisasi lainnya. Organisasi harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis
keadilan kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan dan memberikan
imbalan terhadap kinerja setiap individu. Biaya keadilan kompensasi merupakan
biaya signifikan dalam kebanyakan organisasi. Meskipun biaya keadilan
kompensasi relatif mudah dihitung, nilai yang didapat pengusaha dan karyawan
lebih sulit diidentifikasikan untuk mengadministrasikan biaya-biaya ini secara
bijaksana maka perlu ada kerja sama antara sumber daya manusia dan para
manajer.

Pengertian Persepsi


Menurut Goerge dan Jones (dalam Basalamah, 2004), persepsi adalah
suatu proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan masukan melalui panca indera (mata, telinga, kulit, hidung
dan lidah) untuk memberikan arti dan tatanan bagi dunia sekelilingnya.
Sedangkan Robbins berpendapat bahwa persepsi adalah proses dimana
individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan pemahaman indera mereka
guna memberikan arti bagi lingkungan mereka (dalam Basalamah, 2004).
Kedua definisi diatas memilki kesamaan dalam menyatakan persepsi
sebagai suatu proses mengorganisasikan dan mengimplementasikan sesuatu yang
diperoleh panca indera. Yang artinya adalah dari penglihatan mata, perasaan kulit
atau lidah, penciuman hidung, atau pendengaran telinga seseorang memperoleh
data tertentu yang selanjutnya akan diorganisasikan dan diinterpretasikan di dalam
proses tersebut.
Kemp dan Dayton (dalam Prawiradilaga, 2004) menyatakan bahwa
persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang menyadari keberadaan
lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya. Persepsi terjadi karena setiap
manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek serta kejadian disekitarnya.
Pada akhirnya persepsi dapat mempengaruhi cara berfikir, bekerja, serta bersikap
pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna
informasi dari lingkungannya berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau
prilaku terhadap informasi tersebut

Menciptakan dan Menumbuhkan Komitmen Karyawan TerhadapOrganisasi


Menurut Martin dan Nicholas (dalam Amstrong, 2003) ada 3 pilar besar
dalam komitmen. Ketiga pilar itu, meliputi : a sense of belonging to the
organization; a sense of excitement in the job; dan pentingnya rasa memiliki
(ownership).
a. A sense of belonging to the organization
Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam
manajemen harus mampu membuat karyawan: 1) mampu mengidentifikasikan
dirinya terhadap organisasi; 2) merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya /
pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut; 3) merasa nyaman
dengan organisasi tersebut; 4) merasa mendapat dukungan yang penuh dari
dilakukan); nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting
oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang
bisa diterima oleh organisasi).
b. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job)
Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job)
Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: 1) mengenali faktor faktor
motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design); 2) kualitas
kepemimpinan; 3) kemauan manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa
motivasi dan komitmen karyawan bisa meningkat jika ada perhatian terus
menerus, memberi delegasi atas wewenang, serta memberi kesempatan serta
ruang yang cukup bagi karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan
keahliannya secara maksimal
c. Pentingnya rasa memiliki (ownership)
Rasa memiliki bisa muncul jika karyawan merasa bahwa mereka benar-benar
diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting
dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat
keputusan-keputusan dan mengubah praktik kerja, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi keterlibatan karyawan. Jika karyawan merasa dilibatkan dalam
membuat keputusan-keputusan dan jika karyawan merasa ide-idenya didengar
dan jika karyawan merasa memberi kontribusi yang ada pada hasil yang
dicapai, maka karyawan akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau
perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan karyawan merasa dilibatkan,
bukan karena dipaksa.

Perkembangan Pendekatan Terhadap Komitmen Pada Organisasi


Dalam perkembangannya, konsep komitmen pada organisasi didefinisikan
dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Pendekatan – pendekatan teoritis
yang utama, muncul dari riset sebelumnya atas komitmen, yaitu :
a. Pendekatan Sikap (Attitudinal Approach).
Komitmen menurut pendekatan ini menunjuk pada permasalahan
keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini, “Commitment is viewed as on
attitude of attachment to the organization, which leads to particular job – related
behaviors “ (Muthuveloo dan Rose, 2005).
Menurut pendekatan ini, komitmen dipandang sebagai suatu sikap
keterikatan kepada organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan tertentu dan
perilaku yang terkait. Sebagai contoh, karyawan yang memiliki komitmen tinggi,
akan rendah tingkat absensinya, dan lebih kecil kemungkinannya untuk
meninggalkan organisasi dengan sukarela, dibandingkan dengan lebih karyawan
yang memiliki komitmen rendah. Konsep komitmen pada organisasi dari
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 2006), merupakan pendekatan
sikap; dimana, Komitmen didefinisikan sebagai :

  1. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu ;
  2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;
  3. Keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
    Karyawan yang memiliki komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa
    memiliki organisasi; memiliki keinginan kuat untuk tetap bergabung dengan
    organisasi; terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya; dan menampilkan
    tingkah laku yang sesuai dengan tujuan organisasi.
    b. Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)
    Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan
    (berupa waktu, pertemanan, pension, dan lain-lain) membuat ia terikat untuk loyal
    terhadap organisasi. Dalam pendekatan ini, komitmen pada organisasi
    didefinisikan sebagai : profit associated with continued participation and a cost’
    associated with leaving”. Menurut White (dalam Armstrong, 2003), komitmen
    pada organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun perilaku yang ditampilkan
    oleh karyawan terhadap organisasi , yaitu :
    a. Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan dan nilai – nlai yang
    ada di organisasi tersebut.
    b. Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai dengan keinginan
    organisasi. Hal ini tercakup diantaranya menunda waktu libur untuk
    kepentingan organisasi dan bentuk pengorbanan yang lain tanpa
    mengharapkan personal gain secepatnya.
    c. Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di organisasi tersebut
    Matieu dan Zajack (dalam Muchinsky, 1993) menyatakan bahwa seseorang
    yang terlalu berkomitmen pada organisasi akan cenderung berkurang
    pengembangan dirinya (Self Development); dan bila komitmen mencerminkan
    identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, maka organisasi akan mendapat
    keuntungan dengan berkurangnya turnover, adanya prestasi yang lebih baik.

Aspek-Aspek Komitmen Karyawan Pada Organisasi


Komitmen seseorang terhadap organisasi tidak muncul dalam seketika,
melainkan muncul melalui beberapa tahap atau fase. Meyer dan Allen (1990),
menemukan bahwa komitmen pada organisasi memiliki tiga aspek yaitu :
a. Komitmen Afektif
Salah satu komponen pembentuk komponen adalah aspek kelekatan afektif
karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Seorang karyawan dikatakan
memiliki kelekatan afektif dengan organisasi tempatnya bekerja bila yang
bersangkutan bersedia untuk menerima nilai-nilai yang dianut oleh organisasi,
memiliki kemauan untuk berusaha keras demi kemajuan organisasi, dan memiliki
keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. Selanjutnya, kelekatan afektif ini
disebut sebagai komitmen afektif.
b. Komitmen Keberlanjutan
Aspek kedua ini adalah persepsi mengenai biaya. Hal ini merupakan suatu
keadaan dimana seorang karyawan terus berada dalam organisasi karena adanya
pertimbangan biaya yang ia rasakan bila ia berhenti bekerja pada organisasi
tersebut.
c. Komitmen Normatif
Aspek kewajiban merupakan sebuah kondisi dimana karyawan tetap
bertahan pada perusahaan karena merasa harus memenuhi kewajibannya terhadap
organisasi. Jewel dan Siegall (1998) mempunyai pendapat bahwa keterikatan
terhadap organisasi sebagai sifat hubungan antara individu dengan organisasi.
Menurut tokoh tersebut ada tiga aspek keterikatan terhadap organisasi, yaitu :
a. Adanya kepercayaan dan penerimaan yang begitu kuat terhadap nilai dan
tujuan organisasi.
b. Adanya kemauan untuk bekerja keras bagi kepentingan organisasi
c. Mempunyai keinginan yang kuat menjadi anggota organisasi.

Pengertian Komitmen Karyawan Pada Organisasi


Menurut Robbin (dalam Budiarto, 2004), Komitmen pada organisasi
merupakan derajat sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi itu. Sedangkan menurut Newstrom dan Davis (dalam Budiarto, 2004),
komitmen karyawan merupakan keinginan karyawan untuk tetap bertahan bekerja
pada organisasi sampai masa yang akan datang. Hal tersebut menggambarkan
kepercayaan karyawan pada misi dan tujuan organisasi, keinginan untuk
berprestasi dan tetap bekerja pada organisasi. Komitmen karyawan menjadi hal
penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan organisasinya.
Komitmen karyawan terhadap organisasi menunjukkan hasrat karyawan
untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi organisasi. Komitmen
karyawan juga merefleksikan sejauh mana seorang karyawan mengidentifikasikan
dirinya pada organisasi, keterlibatan karyawan pada organisasi, dan keinginan
untuk tidak meninggalkan organisasi (Newstrom dan Davis dalam Budiarto,
2004).
Menurut Logman Dictionary of Contemporary English (dalam Roslina,
2010) komitmen mempunyai empat arti yaitu : (1) komitmen adalah sebuah janji;
(2) komitmen berarti tanggung jawab; (3) komitmen berarti komitmen kepada
sistem berpikir dan aksi; (4) komitmen juga berarti tindakan komited. Robbins
(dalam Roslina, 2010) mengemukakan pengertian komitmen adalah suatu keadaan
dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuantujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Sedangkan
Sutarto (dalam Sunarto, 2010) mengemukakan organisasi adalah suatu unit sosial
atau sekelompok manusia yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan, karena
di dalam organisasi akan terjadi interaksi antar person, baik di antara bawahan
dengan atasan atau sebaliknya
Staw (dalam Roslina, 2010) memberikan pendapat bahwa komitmen
organisasi merupakan suatu pemahaman khusus dari individu sebagai ikatan
psikologis pada organisasi termasuk rasa terlibat dengan pekerjaan, komitmen dan
percaya akan nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini komitmen yang dimaksudkan
bukan sekedar setia semata akan tetapi lebih dari itu. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Robbins (dalam Roslina, 2010) yang menyatakan bahwa komitmen pada
organisasi adalah suatu bentuk keterdekatan yang bersifat psikologis antara
anggota dengan organisasinya.

Dimensi- dimensi Kepuasan Kerja


Luthans (2015):212) mengatakan ada 5 dimensi dalam kepuasan kerja, yakni :
a. Pekerjaan itu sendiri, seberapa besar beban kerja dilihat menarik dan dapat
memberikan kesempatan untuk belajar, mampu memperoleh peningkatan
kemampuan dan pengalaman dan menerima kwajiban selama bekerja.
b. Gaji atau upah, yakni banyaknya yang diterima meliputi gajinya dan kecocokan
antara pekerjaan dengan gaji.
c. Kesempatan promosi, yaitu yang berhubungan dengan pengembangan karir
dengan masalah kenaikan jabatan dan kesempatan untuk maju
d. Pengawasan, yaitu termasuk hubungan antara pekerja dengan pemberi kerja,
pemantauan kerja dan kualitas/performa kerja.
e. Rekan kerja, hubungan seberapa tinggi sesama karyawan.
Menurut Gibson, dkk (2012:108) dimensi kepuasan kerja ada 5:
a. Pay, jumlah ekuitas yang dirasakan saat diberikan kepada pekerja
b. Job, yaitu seberapa kwajiban pekerjaan dianggap menyenangkan dan dapat
memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima beban tanggung jawab
c. Promotion, yakni memberikan karyawan berkesepatan untuk lebih baik
d. Supervisior, yaitu kemampuan memantau untuk menunjukan keinginan karyawan
untuk menunjukan minat dan kepedulian karyawan.
e. Co-Workers, yakni melihat sejauh mana sahabat kerja ramah, mendukung dan
kompeten

Pengertian Kepuasan Kerja.


Gibson dalam Hamali, (2018:201) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai sikap yang
dimiliki pekerja tentang pekerjaan yang dilakukan. Menurut Robbins dalam Widodo,
(2015:170) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan
jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Blum dalam Daryanto,
(2017:90) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil
dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan
sosial individu diluar kerja. Siagian dalam Widodo, (2015:170) mengatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat
negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis
kepuasan kerja seseorang.
Sutarto Wijono (2015:89) mengatakan kepuasan kerja adalah sikap positif
pekerja/pegawai berkaitan dengan pekerjaannya, menonjol berlandaskan penilain terhadap
salah satu pekerjaannya. Pekerja yang puas lebih senang dengan kondisi pekerjaannya dari pada
pekerja lain yang tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Menurut Indrasari (2017:38)
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah respon afrektif atau emosional terhadap berbagai segi
atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal.
Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau
lebih aspek lainnya. Howell dan Dipboye dalam Munandar (2014:350) menyatakan bahwa
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak suka atau tidak
sukanya tenaga kerja terhadap bebrbagai aspek dari pekerjaannya. Kritner dan Kinicki dalam
Hamali, (2018:201) mendefinisikan bahwa kepuasan merupakan respons afektif atau emosional
terhadap sebagai segi pekerjaan seseorang. Keith Davis dalam Mangkunegara (2009:117)
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak
menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi
dirinya.

Faktor-faktor Memengaruhi Komitmen Organisasi


Stun dalam Sopiah (2008 : 164) mengatakan ada 5 (lima) faktor yang dapat memengaruhi
komitmen organisasi yaitu :
a. Keterbukaan budaya
b. Kepuasan kerja
c. Peluang individu untuk lebih memperbaiki dari sebelumnya
d. Haluan organisasi
e. Pemberian apresiasi sesuai kebutuhan kerja
Menurut Steers dalam Sopiah (2008 :156), komitmen organisasi dilihat dari (tiga) faktor :
a. Kepercayaan dan penerimaan.
b. Kemauan
c. Keinginan.
Steers dalam Sopiah (2011:82), menyatakan 3 faktor yang memengaruhi komitmen
seseorang karyawan antara lain:
a. Ciri cara pribadi saat bekerja.
b. Ciri pekerjaan
c. Pengalaman kerja.

Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi.


Wilson Bangun (2014:312) menyatakan tiga (3) dimensi komitmen organisasi yaitu:
a. Komitmen Afektif
Sikap karyawan kepada organisasi berupa perasaan emosional kepada organisasi dalam
nilai dan keyakinan. Contoh keterlibatannya dengan perusahaan dan binatang besar
mungkin karyawan mempunyai komitmen aktif.
b. Komitmen Berkelanjutan
Bertahan dalam perusahaan/organisasi terdapat nilai ekonomis jika dibandingkan dengan
keluar dari perusahan/organisasi. Pekerja akan mematuhi bosnya atau pemilik PT karena
pekerja dibayar dan kalau pekerja keluar dari pekerjaan tersebut ekonomi keluarga akan
turun
c. Komitmen Normatif
Alasan moral menjadikan karyawan bertahan di dalam suatu organisasi merupakan perintah
yang harus dilakukan. Ketika karyawan bertahan dengan pemilik kerja/ pemberi pekerjaan
pekerja merasa telah meninggalkan keluarganya saat kondisi susah
Katner (dalam Sopiah, 2008:158) mengatakan ada tiga (3) dimensi komitmen organisasi
yaitu:
a. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment ), yaitu komitmen yang berkaitan
dengan dedikasi anggota dalam melanjutkan kelangsungan hidup organisasi dan
menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
b. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi
sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain didalam organisasi. Hal ini
terjadi karena kepercayaan karyawan pada norma-norma yang dianut organisasi merupakan
norma-norma yang bermanfaat.
c. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi
yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Sebab norma-norma tersebut sesuai
dalam memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Menurut Aranya et.al (Gomes, 2009:281) dimensi komitmen organisasi sebagai:
a. Nilai organisasi dan penerimaan tujuan dan keyakinan.
b. Bekerja dalam kepentingan perusahaan atau kemauan dalam berusaha
c. keinginan dapat menjaga keanggotaan didalam lingkungan.

Pengertian Komitmen Organisasi


Kaitan sekelompok organisasi dengan organisasinya manjadikan komitmen
organisasi sebagai konstruk psikologis, dan anggotanya ketika dalam berorganisasi
menjadikan implikasi sebagai suatu ketetapan seseorang untuk melanjutkannya.
(Allen dan Meyer dalam Darmawan, 2013:169). Komitmen organisasi yang tinggi
menjadikan karyawan memiliki tujuan positif dan memiliki performa yang bagus
untuk organisasinya (Porter dalam Handoko 2011:384).
Robbins (2015:70) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang
karyawan mengidentifikasi dengan organisasi tertentu dan mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi. McCarthy (2013: 151) Komitmen Organisasi
mengacu pada karyawan keterikatan emosional dengan identifikasi dan keterlibatan
secara khusus..
Menurut Narimawati dalam McCarthy (2013: 151 komitmen organisasi
sebagai sikap yaitu ada berbagai macam definisi dan ukuran komitmen organisasi,
sebagai sikap, keinginan kuat untuk menjaga anggotanya dan kemaun untuk
mengrahkan upaya tingkat tinggi atas nama organisasi, dan keyakinan yang pasti
dalam serta penerimaan nilai dan tujuan organisasi
Meyer dkk dalam Luthans, (2011), Robbins & judge (2013) dalam kaswan (2017:225)
mengatakan komitmen organisasional ada tiga (3) Elemen, yakni: 1. Affective commitment,
terjadi apabila dikarenakan adanya hubungan emosional pegawai berkeinginan ikut serta dalam
bagian organisasi tersebut; 2. Continuance commitment, bila pekerja tetap menetap pada
organisasi dikarenakan membutuhkan keuntungan lain dan gaji, atau tidak adanya mendapatkan
lapangan pekerjaan baru lain; 3. Normative commitment, nilai-nilai yang tumbuh didalam diri
pegawai. Komitmen organisasi merupakan hal yang seharusya dijalankan/diterapkan
dikarenakan mempunyai kesadaran terhadap organisasinya.
Menurut McShane & Glinow (2010) dan hill & McShane (2008) dalam Kaswan (2017:
232) faktor yang memengaruhi komitmen organisasional adalah sebagai berikut :
1) Kepercayaan
Rasa bangga karyawan bisa bergabung dengan organisasinya tentu karyawan tersebut
memiliki komitmen dalam berorganisasi. Kepercayaan pekerja merasakan bahwa
organisasi dapat mefasilitasi kebutuhan yang di perlukan.
2) Kemauan
Pekerja yang mau bekerja keras untuk organisasinya memperlihatkan bahwa pekerja
memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Tanggung jawab pada
perusahaan kemauan pekerja dipergunakan untuk memperkirakan sikap pekerja.
3) Kesetiaan
Tanggung jawab, kesadaran serta melaksanakan dan mengamalkan menunjukan tekad
dan kerelaan mematuhi. Kesanggupan pekerja ketika menjalankan tugas/pekerjaan
tercermin dari sikap kesetiaan yang baik ke perusahaan.

Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja


Luthans (2006) membagi dimensi kepuasan kerja dalam lima
dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri,
gaji, promosi, pengawasan, kelompok kerja. Kemudian Luthan (2006)
juga menambahkan kondisi kerja sebagai dimensi kepuasan kerja.

  1. Pekerjaan itu sendiri
    Kepuasan kerja itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan.
    Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan
    kompleksitas menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja,
    dan jika persyaratan kreativitas pekerjaan karyawan terpenuhi, maka
    cendrung menjadi puas.
  2. Gaji
    Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan, tetapi kompleks secara
    kognitif dan merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan
    kerja.Uang tidak hanya untuk membantu orang memperoleh
    kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kepuasan pada
    tingkat yang lebih tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari
    bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap
    perusahaan.
  3. Promosi
    Kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada
    kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah
    bentuk yang berbeda dan memiliki penghargaan.Misalnya, individu
    yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalami kepuasan
    kerja tetapi tidak sebanyak orang yang dipromosikan atas dasar
    kinerja.
  4. Pengawasan
    Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan
    kerja. Dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan
    kerja. Pertama adalah bepusat pada karyawan, diukur menurut tingkat
    dimana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada
    keryawan. Hal ini dimanifestasikan dalam cara-cara seperti meneliti
    seberapa baik kerja karyawan, memberikan nasihat dan bantuan pada
    individu, dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal
    maupun dalam konteks pekerjaan. Dimensi lain yaitu partisipasi atau
    pengaruh, seperti diilustrasikan oleh manajer yangf memungkinkan
    orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
    mempengaruhi pekerjaan mereka.
  5. Kelompok kerja
    Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi
    kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang
    kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana
    pada keryawan secara individu. Kelompok kerja terutama tim yang
    kuat, bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan
    bantuan pada anggota individu.
  6. Kondisi kerja
    Kondisi kerja memiliki pengaruh kecil tehadap kepuasan kerja. Jika
    kondisi kerja bagus (misalnya lingkungan bersih dan menarik)
    individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka.
    Sebaliknya, kondisi kerja yang buruk akan membuat individu sulit
    menyelesaikan pekerjaannya.

Faktor-Faktor Kepuasan Kerja


Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans
(2006) yaitu:

  1. Pekerjaan itu sendiri
    Pekerjaan itu sendiri dipandang sebagai peluang untuk
    pembelajaran, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
  2. Gaji
    Upah dikenal menjadi signifikansi, tetapi komplesk secara kognitif
    dan menjadi faktor multi dimensi dalam kepuasan kerja. Uang
    tidak hanya digunakan untuk memperoleh kebutuhan dasar tetapi
    juga untuk memberikan kebutuhan kepuasan yang lebih tinggi.
  3. Promosi
    Promosi dianggap peluang untuk mengembangkan karier.
  4. Pengawasan
    Penyelia membantu individu dalam cara-cara seperti meneliti
    seberapa baik pekerjaan karyawan, memberikan nasihat, dan
    bantuan kepada individu.
  5. Kelompok kerja
    Rekan kerja yang secara teknik handal dan dapat memberikan
    dukungan sosial.
  6. Kondisi kerja
    Kondisi kerja memiliki pengaruh kecil dalam kepuasan kerja ,
    tetapi karyawan yang bekerja dalam lingkungan yang nyaman dan
    kondusif dapat mengerjakan tugasnya dengan baik dibanding
    dengan bekerja dilingkungan yang tidak nyaman dan kurang
    kondusif.

Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana karyawan memandang
pekerjaannya (As’ad, dalam Sunyoto 2012). Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini
Nampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala
sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.
Menurut Luthans (2006) bahwa kepuasan kerja adalah hasil persepsi
karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan sesuatu
yang dianggap penting. Karena hal ini merupakan persepsi, maka
kepuasan kerja yang ditunjukkan seseorang berbeda dengan orang lain,
disebabkan sesuatu yang dianggap penting oleh setiap orang adalah
berbeda.
Kreitner dan Kinicki (dalam Wibowo, 2013) menyatakan bahwa
Kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadapa berbagai
segi dari pekerjaan. Defenisi ini berarti kepuasan kerja merupakan kosep
tunggal. Seseorang akan relatif puas terhadap aspek pekerjaan mereka atau
merasa tidak puas terhadap suatu aspek dari aspek yang lain

Dimensi-Dimensi Job Insecure


Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt dan Ashford et al (dalam
Lee, Bobko dan Chen, 2006) job insecure ini terdiri dari lima dimensi
yaitu:

  1. Arti penting aspek kerja (the important of work factor), berupa
    ancaman yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi,
    kenaikan upah atau mempertahankan upah yang diterima saat ini,
    mengatur jadwal kerja. Karyawan yang terancam kehilangan aspek
    pekerjaan tersebut akan memiliki job insecurity yang tinggi
    dibandingkan yang tidak merasa terancam.
  2. Arti penting keseluruhan kerja (the important of job event), seperti
    kejadian promosi, kejadian untuk diberhentikan sementara waktu,
    kejadian dipecat, individu yang mendapatkan ancaman terhadap
    kejadian kerja penting lebih memungkinkan memicu job insecurity
    dibandingkan ancaman pada kejadian kerja yang tidak penting.
  3. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada aspek kerja (likehood
    of negative change in work factor), semakin besar timbulnya ancaman
    negatif pada aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya
    job insecurity pada karyawan dan sebaliknya.
  4. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan aspek
    kerja (likehood of negative change in job event), semakin besar
    kemungkinan negatif menimpa kejadian kerja, maka semakin besar
    potensi untuk kehilangan pekerjaan yang berakibat memperbesar
    timbulnya job insecurity karyawan dan sebaliknya.
  5. Ketidakberdayaan (powerlesnes), yang dirasakan individu membawa
    outcome atau hasil pada cara individu menghadapi keempat
    komponendiatas. Artinya, jika individu menerima ancaman pada aspek
    kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya sesuai
    kemampuan yang dimilikinya. Semakin tinggi atau rendah
    powerlesness akan berakibat pada semakin tingi atau rendahnya jon
    insecurity yang dirasakan individu.

Faktor-Faktor dalam Job Insecure


Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt dan Ashford (dalam Lee,
Bobko dan Chen, 2006) faktor-faktor job insecure yaitu:

  1. Kondisi lingkungan dan organisasi
    Kondisi lingkungan dan organisasi dapat dijelaskan oleh beberapa
    faktor, misalnya: komunikasi organisasi dan perubahan organisasi.
    Perubahan organisasi antara lain dengan dilakukannya downsizing,
    rektruturisasi dan marger oleh perusahaan.
  2. Karakteristik individual dan jabatan
    Karakteristik individual dan jabatan terdiri dari usia, gendre, pendidikan, senioritas, posisi dalam jabatan, budaya, status sosial
    dan ekonomi, dan pengalama kerja.
  3. Karakteristik personal pekerja
    Karakteristik persona pekerja yang dapat mempengaruhi job
    insecure adalah locus of control, self esteem, dan perasaan optimis
    atau pesimis pada karyawan.

Pengertian Job Insecure


Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecure merupakan
suatu tingkat dimana para pekerja merasa terancam pekerjaannya dan
tidak berdaya untuk melakukan apapun dalam situasi tersebut. Job
insecure dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman hilangnya
pekerjaan, tetapi juga dimensi pekerjaan.
Greenhalgh dan Rosenblett (De Witte, 2005) mendefenisikan job
insecure sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan
kesinambungan yang diingankan dalam kondisi kerja yang terancam.
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan
sangat mungkin merasa terancam, gelisah dan tidak nyaman karna potensi
perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan
serta balas jasa yang diterimanya oleh organisasi.

Dimensi Komitmen Organisasi


Dimensi komitmen organisasi dapat dikelompokan kedalam
(Meyer and Allen, dalam Sunyoto, 2012):

  1. Continuance Commitment
    Continuance commitment muncul apabila karyawan tetap bertahan
    pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan- keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan
    pekerjaan lain.
  2. Normative Commitmen
    Normative commitmen timbul dari nilai-nilai diri karyawan.
    Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena ada
    kesadaran bahwa komit terhadap organisasi merupakan hal yang
    memang seharusnya dilakukan.
  3. Affective Commitment
    Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi
    bagian dari karena adanya ikatan emosional (emotional
    attachment).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi dalam
Greenberg dan Baron (dalam Sunyoto, 2012) yaitu:

  1. Karakteristik pekerjaan
    Komitmen organisasi dipengaruhi berbagai karakteristik pekerjaan.
    Komitmen cenderung lebih tinggi pada karyawan yang mempunyai
    tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaan mereka dan kesempatan
    luas untuk promosi.
  2. Sifat imbalan
    Komitmen dipertinggi oleh penggunaan rencana pembagian laba
    (karyawan menerima bonus sebanding dengan laba) dan di atur secara
    adil.
  3. Adanya alternatif pekerjaan lain
    Makin besar kesempatan karyawan untuk menemukan pekerjaan lain
    maka komitmen cenderung makin rendah.
  4. Perlakuan perusahaan terhadap pendatang baru
    Penggunaan metode rekruitmen yang tepat, komunikasi kuat serta
    sistem nilai organisasi yang jelas dapat mempengaruhi komitmen.
    Makin besar investasi perusahaan kepada seseorang dengan berusaha
    secara sungguh-sungguh mempekerjakannya maka karyawan akan
    berusaha untuk mengembalikan. Investasi perusahaan tersebut dengan
    mengekspresikan perasaan komitmen tehadap organisasi.
  5. Karakteristik personal
    Organisasi dengan masa jabatan lama akan semakin tinggi
    komitmennya daripada karyawan yang masa kerjanya lebih pendek.

Pengertian Komitmen Organisasi


Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang
komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap, Luthans (2006) yang
menyatakan komitmen organisasi merupakan: (1) keinginan yang kuat
untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, (2) kemauan usaha yang
tinggi untuk organisasi, (3) suatu keyakinan tertentu dan penerimaan
terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi.
Menurut Jewell dan Siegall (dalam Sutrisno, 2011) komitmen
kerja dapat didefinisikan sebagai derajat hubungan individu memandang
dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu. Robbins
(dalam Sutrisno, 2010) mengatakan bahwa komitmen terhadap organisasi
adalah salah satu sikap di tempat kerja, karena komitmen merefleksikan
perasaan seseorang (suka atau tidak suka )terhadap organisasi dimana ia
bekerja.
Selanjutnya menurut Kreitner (2008) komitmen organisasi
mencerminkan tingkat bagi perorangan mengidentifikasikan dengan suatu
organisasi dan merasa terikat dengan tujuannya.
Menurut Mayer dan Allen (dalam Luthans, 2006) ada tiga model
komponen dari komitmen organisasi yaitu komitmen afektif (affective
commitment), komitmen kelanjutan (continuance commitment) dan
komitmen normatif (normative commitment)

Pengaruh Kompetensi Terhadap Komitmen Organisasi


Kompetensi yaitu kemampuan karyawan yang dilihat dari potensi fisik
ataupun non fisik yang dimiliki pada setiap karyawan agar dapat memikul amanah
serta menempati jabatan di perguruan tinggi (Jan dan Hasan, 2020).
Didiukung pada penelitian yang dilakukan oleh Yamali (2017), Afrilyan
(2017), Arif & Fauzan (2022), Jan dan Hasan (2020) menyatakan bahwa
kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.

Pengaruh Dsiplin Kerja Terhadap Komitmen Organisasi


Disiplin kerja adalah sikap serta tingkah laku yang menunjukan kedisplinan
karyawan atau individu terhdap peraturan organisasi tersebut (Oupen et al., 2020).
Didukung pada penelitian yang dilakukan oleh Rumoning (2018), Haryanto
dan Dewi (2020), Trisnowati (2019), Ilahi (2017) menyatakan bahwa disiplin kerjs
berpengaruh postif dan signifikan tehadap komitmen organisasi.

Pengaruh Pemberdayaan Karyawan Terhadap Komitmen Organisasi.


Pemberdayaan karyawan yaitu salah satu hal yang harus diperhatikan
karena adanya pemberdayaan akan membuat karyawan merasa tentram jika mereka
dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dan merasa puas karena banyak
bekontribsui dalam pencapaian tujuan perusahaan (Widiyastuti, 2021).
Didukung pada penelitian yang dilakukan oleh Setiawan & Piartrini (2018),
Puspa et al. (2019), Desniari dan Dewi (2020), Arifan (2018) menyatakan bahwa
pemberdayaan karyawan brpengaruh positif dan signifkan terhadap komitmen
organisasi.