Penelitian Kohor (skripsi dan tesis)

Penelitian kohor dikenal juga sebagai longitudinal studies, prospective studies ataupun follow-up studies. Pada penelitian ini, sampel yang semula bebas dari suatu penyakit tetapi berbeda status paparan (exposure) nya, diikuti sampai waktu tertentu. Keunggulan metodf ini terutama karena dapat menghitung angka insidensi (incidence rate), yaitu angka yang mencerminkan kasus baru suatu penyakit. Pisamping itu juga dapat mengeksplorasi lebih dari satu variabel tergantung (outcome), nyaris tanpa “bias” dan dapat menetapkan angka risiko secara langsung dari satu saat ke saat yang lain. Sebaliknya, karena waktu yang diperlukan untuk penelitian ini relatif lebih lama dan memerlukan jumlah sampel yang cukup besar, maka penelitian ini sangat mahal dantidak efisien. Keterbatasan lainnya, kadang-kadang hasil penelitian ini berlakunya tidak cukup lama. Sementara itu, subyek yang dipakai sebagai sampel ada saja yang tidak dapat diikuti sampai selesai (drop out).

Dasar Pengetahuan kesehatan Reproduksi pada Remaja (skripsi dan tesis)

Menurut BKKBN (2008), dasar pengetahuan kesehatan reproduksi yang perlu diketahui remaja yaitu : 1) Pengetahuan tentang perubahan fisik, kejiwaan, dan kematangan seksual. Misalnya informasi tentang haid dan mimpi basah, tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan perempuan. 2) Proses reproduksi yang bertanggung jawab sebagai bekal pemahaman seks bagi kebutuhan manusia secara biologis, menyalurkan dan mengendalikan naluri seksual yang menjadi kegiatan positif seperti olahraga atau hobi yang bermanfaat. Sementara penyaluran berupa hubungan seksual hanya untuk melanjutkan keturunan yaitu dengan cara menikah terlebih dahulu. 3) Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan. Remaja juga memerlukan pembekalan tentang kiat untuk mempertahankan diri secara fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi berbagai godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah dan penggunaan NAPZA. 4) Persiapan pranikah. Informasi ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga. 5) Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya. Remaja perlu mengetahui tentang hal ini, sebagai persiapan remaja laki-laki dan perempuan dalam memasuki kehidupan berkeluarga masa depan.

Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja (skripsi dan tesis)

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, komponen, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak hanya bebas dari penyakit atau bebas dari kecacatan, namun juga sehat secara mental dan sosial budaya (BKKBN, 2008)

Pengertian Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit atau kelemahan. Hal ini diharapkan agar adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi antara individu dengan masyarakat dan makhluk hidup lain serta lingkungannya (Mubarak, 2009). Menurut WHO (1994), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, emosional, mental dan sosial yang utuhberhubungan dengan reproduksi, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Individu yang sehat secara reproduksi memiliki cara pendekatan yang positif dan penuh rasa hormat terhadap seksualitas dan hubungan seksual, mereka juga berpotensi untuk merasakan kesenangan dan pengalaman seksual yang aman, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan (Potter & Perry, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2000), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi, serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi 10 bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman (Triwibowo & Pusphandani, 2015)

Hubungan Media dengan Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Penggunaan media terkait dengan kesehatan reproduksi menjadi hal yang dilematis. Di satu sisi, media dapat memberikan informasi yang tepat mengenai kesehatan reproduksi. Namun tidak sedikit remaja yang menggunakan media secara tidak tepat, misalnya melihat gambar dan video porno. Berdasarkan penelitian Andriani, dkk. (2016) yang dilakukan pada siswa SMK Negeri 1 Kendari didapatkan hasil bahwa akses media informasi yang negatif menjadi faktor yang membuat perilaku seksual remaja menjadi berisiko (p value= 0,001). Peran media menjadi penting dalam membentuk pengetahuan seorang remaja dalam memahami masalah kesehatan reproduksi. Informasi yang kurang tepat, akan sangat mempengaruhi pengetahuan yang menjadi kurang tepat juga. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, bukubuku, film, video, sosial media, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet. Berdasarkan hasil penelitian pada santri di Pondok Pesantren Darut Taqwa Bulusan Semarang keragaman jenis media informasi pada kategori banyak terpapar ≥5 jenis media informasi berhubungan dengan kesehatan reproduksi dengan p value= 0,001 (Sidik, 2015). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurmasnyah, dkk. (2013) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didapatkan hasil bahwa media, baik cetak maupun elektronik, telah menyumbangkan informasi terkait dengan kesehatan reproduksi. Materi yang ada dalam kesehatan reproduksi pada media seperti penundaan usia kawin, HIV-AIDS, 28 infeksi menular seksual (IMS), iklan kondom, narkoba, minuman keras dan mencegah kehamilan. Hasil penelitian Putri (2015) pada remaja di SMP 3 Muhammadiyah Wirobrajan didapatkan hasil p value= 0,000. Artinya, terdapat hubungan secara signifikan antara pemanfaatan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja. Dengan pemanfaatan media massa yang tinggi akan menambah pengetahuan seseorang menjadi lebih baik sehingga membantu seorang dalam pemahaman tentang pentingnya mengetahui kesehatan reproduksi pada remaja.

Hubungan Peran Keluarga dengan Kesehatan Reproduksi (skripsid an tesis)

Keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anaknya. Keluarga merupakan benih akal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Anak-anak mengikuti orang tua dan berbagai kebiasaan dan perilaku dengan demikian keluarga adalah elemen pendidikan lain yang paling nyata, tepat dan amat besar (Putri dalam Andriani, dkk., 2016). Pengetahuan dan persepsi yang salah tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi dapat menyebabkan remaja berperilaku berisiko terhadap kesehatan reproduksinya. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru menjadi penting dalam mendampingi remaja mencari dan menemukan informasi kesehatan reproduksi yang tepat (Kemenkes RI, 2018). Hasil penelitian Andriani, dkk. (2016) diketahui bahwa peran kelurga berhubungan secara signifikan dengan perilaku seksual remaja (p value= 0,004). Dimana semakin negatif peran keluarga maka semakin besar kemungkinan mereka untuk melakukan perilaku seksual yang berisiko. Perilaku seksual yang berisiko tersebut dapat memperburuk kesehatan reproduksi remaja. Orang tua diharapkan  memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang seksual, menyediakan waktu yang cukup, komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sehingga remaja akan lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
Menurut Uyun (2013) orang tua diharapkan mampu mendidik anak dengan 5 fungsi, diantaranya fungsi yang pertama yaitu fungsi religius dengan mendidik dan mengajak anak pada kehidupan yang beragama. Kedua, fungsi edukatif dengan mengajar dan memberi informasi tentang kesehatan reproduksi pada anak. Ketiga, fungsi protektif dengan melarang atau menghindarkan anak dari perbuatanperbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal tertentu, menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama dan saling membantu, memberi contoh yang tauladan. Fungsi keempat yaitu fungsi sosialis dengan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. Sehingga diperlukan fungsi sosialisasi dari orangtua sebagai penghubung dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial. Kelima, fungsi ekonomi dengan memberi nafkah dan menyediakan barang yang dibutuhkan anak untuk kebersihan diri guna mendukung kesehatan reproduksi (Uyun, 2013). Hasil penelitian Nurmasnyah Nurmasnyah, dkk. (2013) diketahui bahwa peran orang tua sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi lebih rendah dibandingkan teman sebaya. Responden lebih suka membicarakan atau menanyakan tentang kesehatan reproduksi kepada temannya dibandingkan orang tuanya. Hal tersebut menunjukkan kurangnya peran keluarga dalam kesehatan reproduksi.

Hubungan Sikap dengan Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

 Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkah lakunya terhadap objek–objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya (Gerungan, 2012). Menurut Nurhakim, dkk. (2018) berdasarkan hasil penelitiannya terhadap siswa SMAN 4 Garut diketahui bahwa masih banyak sikap remaja yang tidak mendukung kesehatan reproduksi karena mereka menganggap bahwa masalah seks masih tabu atau kurang sopan untuk dibicarakan, terutama pada pada orang tua. Padahal setiap remaja bisa membicarakan hal ini dengan guru disekolah dan orangtua selama dirumah agar informasi yang didapatkan benar. Sikap yang baik (positif) akan suatu hal akan membuat seseorang tidak melakukan tindakan yang negatif yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (2015) didapatkan hasil  bahwa seseorang yang memiliki sikap positif (baik) maka semakin negatif untuk melakukan hubungan seksual pra nikah dengan p value= 0,001, yang mana hubungan seksual pra nikah ini dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Fitri dan Masyudi (2017) pada remaja putri di SMA Negeri 2 Takengon didapatkan hasil p value= 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan kesehatan reproduksi pada remaja putri. Semakin negatif sikap remaja putri maka semakin tinggi masalah kesehatan reproduksi.

Hubungan Pengetahuan dengan Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Pengetahuan diawali dari rasa ingin tahu yang ada dalam diri manusia. Pengetahuan selama ini diperoleh dari proses bertanya dan selalu ditujukan untuk menemukan kebenaran (Hendra, 2008). Pengetahuan dasar tentang kesehatan reprosuksi pada remaja menurut Kemenkes RI salah satunya yaitu pengenalan dan mengetahui tentang proses, fungsi, dan sistem alat reproduksi. Pengetahuan dan persepsi yang salah tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi dapat menyebabkan remaja berperilaku berisiko terhadap kesehatan reproduksinya sehingga sangat penting untuk melihat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi (Kemenkes RI, 2018). Remaja yang mempunyai pengetahuan yang benar mengenai kesehatan reproduksi dapat berhati-hati dalam melangkah. Remaja akan dapat memberikan penilaian mengenai patut tidaknya melakukan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya sebelum menikah. Penilaian yang dibuat remaja tersebut dilakukan secara sadar bukan keterpaksaan (Imron, 2012). Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh remaja. Hal ini dikarenakan dengan memiliki informasi dan pengetahuan yang benar maka remaja akan banyak mengambil manfaat. Dampak positif dari pengetahuan yang benar mengenai kesehatan reproduksi yaitu dapat mencegah perilaku seks pranikah serta dampaknya termasuk kehamilan tidak di inginkan, HIV/AIDS, dan IMS dapat dicegah (Oie, 2014). Pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi dapat berpengaruh dengan ada atau tidaknya masalah kesehatan reproduksi terutama pada remaja. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fitri dan Masyudi (2017) pada remaja putri di SMA Negeri 2 Takengon didapatkan hasil p value= 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kesehatan reproduksi pada remaja putri.
Hasil penelitian Winerungan, dkk. (2013) pada remaja di SMP negeri 8 Manado didapatkan hasil bahwa pengetahuan berpengaruh dengan kejadian iritasi vagina yang merupakan masalah kesehatan reproduksi dengan p value= 0,000. 24 Artinya, semakin kurang tingkat pengetahuan yang dimiliki remaja maka semakin tinggi kejadian iritasi vagina yang merupakan masalah kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Sugiarto (2012) juga menunjukkan bahwa pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi dapat menimbulkan masalah kesehatan reproduksi (kurangnya perilaku pencegaha keputihan). Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku pencegaha keputihan (p value= 0,008

Organ Reproduksi Wanita (skripsi dan tesis)

Organ reproduksi wanita dibagi menjadi dua yaitu organ reroduksi dalam dan luar (Widyastuti, 2012).
 1) Organ reproduksi luar
 a. Mons veneris (Rambut Kemaluan) Merupakan suatu bangunan yang terdiri atas kulit yang di bawahnya terdapat jaringan lemak menutupi tulang kemaluan/simphisis. Mons veneris ditutupi rambut kemaluan. Fungsi Mons veneris adalah sebagai pelindung terhadap benturan-benturan dari luar dan dapat menghindari infeksi dari luar dan berfungsi untuk melindungi alat genetalia dari masuknya kotoran selain itu untuk estetika (Irianto, 2014). b. Labia Mayora (bibir besar) Terdiri atas bagian kanan dan kiri lonjong mengecil ke bawah dan bersatu di bagian bawah. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar lamak, dan kelenjar keringat. Bagian dalamnya tidak berambut dan mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung syaraf sehingga sensitif terhadap hubungan seks. Berfungsi untuk menutupi organorgan genetalia di dalamnya dan mengeluarkan cairan pelumas pada saat menerima rangsangan seksual (Irianto, 2014). c. Labia Minora (bibir kecil) Merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Bagian depannya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah, sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan kulit skrotum pada pria. Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya serta merupakan daerah erotik yang mengandung pambuluh darah dan syaraf (Irianto, 2014).  d. Klitoris Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada wanita. Mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sehingga sangat sensitif saat hubungan seks (Irianto, 2014). e. Vestibulum (Vestibula) Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan-kiri dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar Bartholini dan kelenjar Skene. Berfungsi untuk mengeluarkan cairan apabila ada rangsangan seksual yang berguna untuk melumasi vagina pada saat bersenggama (Irianto, 2014). f. Himen (selaput dara) Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim) (Widyastuti, 2012).
 2) Organ Reproduksi dalam a. Vagina (Liang Kemaluan) Merupakan saluran muskulo-membranasea (otot-selaput) yang menghubungkan rahim dengan dunia luar. Bagian ototnya berasal dari otot levator ani dan otot sfingter ani (otot dubur) sehingga dapat dikendalikan dan dilatih. Dinding vagina mempunyai lipatan sirkuler (berkerut) yang disebut “rugae”. Berfungsi sebagai sebagai jalan lahir bagian lunak, sebagai sarana hubungan seksual, saluran untuk mengalirkan lendir dan darah menstruasi (Irianto, 2014). b. Rahim (Uterus) Bentuk rahim seperti buah pir atau alpukat, dengan berat sekitar 30 gram. Terletak di panggul kecil diantara rektum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligamen yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat kehamilan. Berfungsi sebagai alat tempat terjadinya menstruasi, sebagai alat tumbuh dan berkembangnya hasil konsepsi, tempat pembuatan hormon misal HCG (Irianto, 2014). c. Tuba Fallopii (Saluran telur) Tuba Fallopii berasal dari ujung ligamentum latum berjalan ke arah lateral, dengan panjang sekitar 12 cm. Tuba Fallopii bukan merupakan saluran lurus, tetapi mempunyai bagian yang lebar sehingga membedakannya menjadi empat bagian. Tuba fallopii merupakan bagian yang paling sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopii sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu menjadi saluran tempat bertemunya spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan dalam Rahim (Irianto, 2014). d. Indung Telur (Ovarium) Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovarii proprium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infundibulo-pelvikum. Indung telur merupakan sumber hormonal perempuan yang paling utama, sehingga mempunyai dampak keperempuanan dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri. Pada saat telur (ovum) dikeluarkan perempuan di sebut “dalam masa subur”. Fungsi ovarium adalah sebagai penghasil sel telur/ovum, sebagai organ yang menghasilkan hormon (estrogen dan progesteron) (Irianto, 2014). e. Parametrium (Penyangga rahim) Merupakan lipatan peritonium dengan berbagai penebalan, yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul. Lipatan atasnya mengandung tuba fallopii dan ikut serta menyangga indumg telur. Bagian ini sensitif terhadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya (Widyastuti, 2012). 2.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kesehatan Reproduksi

Unsur-unsur Kesehatan Reproduksi Remaja (skripsi dan tesis)

Remaja merupakan fase kehidupan manusia yang spesifik, pada saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak macam-macam pada fisik dan jiwa remaja. Secara fisik akan muncul apa yang disebut sebagai tanda-tanda seks sekunder seperti payudara membesar, bulu-bulu kemaluan tumbuh, haid pada perempuan, dan mimpi basah pada laki-laki. Secara 16 psikologis muncul dorongan birahi yang besar tetapi juga secara psikologis mereka masih dalam peralihan dari anak-anak kedewasa. Secara biologis aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka meningkat pesat tetapi secara psikoloogis aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka meningkat pesat tetapi secara psikologis dan sosiologis mereka dianggap belum siap menjadi dewasa. Konflik yang terjadi antara berbagai perkembangan tersebut membuat mereka juga beresiko mengalami masalah kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi tersendiri (Widyastuti, 2012). Oleh karena itu kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi remaja perlu ditangani secara khusus dengan cara-cara yang ditunjukkan untuk menyiapkan mereka menjadi remaja (yang kelak menjadi orang tua) yang bertanggung jawab. Mereka bukan saja memerlukan informasi dan pendidikan, tetapi juga pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Pemberian informasi dan pendidikan tersebut harus dilakukan dengan menghormati kerahasiaan dan hak-hak privasi lain mereka. Masalah kesehatan seksual dan reproduksi adalah isu-isu seksual remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, penyakit menular melalui seks, dan HIV/AIDS, dilakukan pendekatan melalui promosi perilaku seksual yang bertanggung jawab dan reproduksi yang sehat, termasuk disiplin pribadi yang mandiri serta dukungan pelayanan yang layak dan konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur mereka. Hal-hal yang ada seputar kesehatan reproduksi remaja antara lain.
 1. Kesehatan Alat-Alat Reproduksi
 Masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi kesehatan alat-alat reproduksi ini menyentuh remaja perempuan juga remaja laki-laki. Masalah-  masalah yang dihadapi remaja perempuan antara lain adalah payudara mengeluarkan cairan, benjolan pada payudara, masalah seputar haid (nyeri haid yang tidak teratur), keputihan, dan infeksi saluran reproduksi. Selain itu juga diajukan pertanyaan-pertanyaan, seputar siklus haid, waktu terjadinya masa subur, masalah keperawanan dan masalah jerawat (Widyastuti, 2012).
 2. Hubungan dengan Pacar
 Persoalan-persoalan yang mewarnai hubungan dengan pacar adalah masalah kekerasan oleh pacar, tekanan untuk melakukan hubungan seksual, pacar cemburuan, pacar berselingkuh dan bagai mana menghadapi pacar yang pemarah. Tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah di lakukan pasangannya (Irianto, 2014).
3. Masturbasi
 Masturbasi atau onani adalah salah satu cara yang dilakukan jika seseorang tidak mampu mengendalikan dorongan seksual yang dirasakannya. Jika dibandingkan dengan melakukan hubungan seksual, maka onani dapat dikatakan mengandung resiko yang lebih kecil bagi pelakunya untuk menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan penyakit menular seksual. Bahaya onani adalah apabila dilakukan dengan cara tidak sehat misalnya menggunakan alat yang bisa menyebabkan luka atau infeksi. Onani juga bisa menimbulkan masalah bila terjadi ketergantungan/ketagihan, bisa juga menimbulkan perasaan bersalah (Irianto, 2014).
 4. Hubungan Seksual Sebelum Nikah
Para remaja berpacaran dewasa ini berkisar dari melakukan ciuman bibir, raba-raba daerah sensitif, saling menggesekkan alat kelamin (petting) sampai ada pula yang melakukan senggama. Perkembangan zaman juga mmpengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran para remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan remaja pada beberapa tahun yang lalu seperti berciuman dan bercumbu, kini sudah dianggap biasa. Bahkan, ada sebagian kecil dari mereka setuju dengan free sex. Perubahan dalam nilai ini, misalnya terjadi dengan pandangan mereka terhadap hubungan seksual sebelum menikah (Irianto, 2014).
5. Penyakit Menular Seksual
Hubungan seksual sebelum menikah juga berisiko terkena penyakit menular seksual seperti sifilis, gonorhoe (kencing nanah), herps sampai terinfeksi HIV.
6. Aborsi
Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak di inginkan adalah dengan melakukan tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan tindakan yang ilegal di Indonesia. Upaya sendiri untuk melakukan aborsi banyak dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu, dan lain-lain (Irianto, 2014).

Hak-Hak Reproduksi (skripsi dan tesis)

Hak-hak reproduksi menurut kesepakatan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi : 1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi 2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi 3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi 4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan 5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak 6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya 7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual 8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya 9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya 10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga  11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi 12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (Widyastuti, 2012).
Menurut BKKBN 2016, kebijakan teknis operasional di Indonesia, untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak reproduksi: 1. Promosi hak-hak reproduksi Dilaksanakan dengan menganalisis perundang-undangan, peraturan, dan kebijakan saat ini berlaku apakah sudah seiring dan mendukung hak-hak reproduksi dengan tidak melupakan kondisi lokal sosial budaya masyarakat. 2. Advokasi hak-hak reproduksi Advokasi dimaksudkan agar mendapat dukungan komitmen dari para tokoh politik tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM/LSOM, dan swasta. 3. KIE hak-hak reproduksi Dengan KIE diharapkan masyarakat semakin mengerti hak-hak reproduksi sehingga dapat bersama-sama mewujudkannya. 4. Sistem pelayanan hak-hak reproduksi

Perkembangan Kesehatan Reproduksi Remaja (skripsi dan tesis)

Masa remaja juga dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksi pun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja (BKKBN, 2011). Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut (Mappiare, 2012). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam. Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secara fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Ibu muda biasanya kemampuan perawatan pra-natal kurang  baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan (BKKBN, 2011). Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex) masalah kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar pernikahan, dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS (BKKBN, 2011)

Ruang Lingkup Kesehatan Repoduksi (skripsi dan tesis)

Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN, 2011) meliputi: 1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir 2. Kesehatan reproduksi remaja 3. Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS 4. Kesehatan reproduksi pada usia lanjut Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat serta bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk., 2012).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi (Taufan, 2010) yaitu: 1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya pengetahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, kurangnya peran orang tua dalam mendidik dan menawasi anak, dsb).  3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi). 4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual)

Perubahan Fisik Yang Mulai Menandai Kematangan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga  mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut. 1. Perubahan seks primer Perubahan seks primer ditandai dengan mulai berfungsinya alat-alat reproduksi yaitu ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki. 2. Perubahan seks sekunder Pada remaja putri yaitu pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuh rambut di ketiak dan sekitar kemaluan atau pubis. Pada remaja laki-laki yaitu terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot, tumbuhnya kumis, cabang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak (Kemenkes RI, 2010).

Pengertian Kesehatan Reproduksi (skripsi dan tesis)

Reproduksi berasal dari kata re yang artinya kembali dan kata produksi artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah pertumbuhan tulangtulang dan kematangan seksual yang berfungsi untuk reproduksi manusia, yang terjadi masa remaja. Kesehatan reproduksi menurut Kemenkes RI (2015) adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan repoduksi menurut International Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI adalah suatu keadaan sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi 10 bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Nugroho, 2010). Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi, maka setiap orang (khususnya remaja) perlu mengenal dan memahami tentang hak-hak reproduksi berikut ini. 1. Hak untuk hidup 2. Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan 3. Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi 4. Hak privasi 5. Hak kebebasan berpikir 6. Hak atas informasi dan edukasi 7. Hak memilih untuk menikah atau tidak, serta untuk membentuk dan merencanakan sebuah keluarga 8. Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan mempunyai anak 9. Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan 10. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan 11. Hak atas kebebasa berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik 12. Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan (Kemenkes RI, 2010)

Pengertian aktivitas fisik (skripsi dan tesis)

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi sehingga menyebabkan pembakaran energi. Energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik bervariasi menurut tingkat intensitas dan lama melakukan aktivitas fisik. Semakin berat dan semakin lama aktivitas fisik dilakukan, maka semakin tinggi energi yang diperlukan . Upaya menurunkan berat badan melalui aktivitas fisik umumnya hanya menurunkan berkisar 2-3%, sedangkan olahraga mempengaruhi kecepatan penurunan berat badan menurut frekuensi dan durasinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi (skripsi dan tesis)

Faktor yang mempengaruhi konsumsi panngan yang dimakan seseorang menurut Khomsan (2006), adalah faktor ekonomi dan harga, dan faktor sosial budaya dan religi. Faktor ekonomi dan harga dapat mempengaruhi secara langsung karena perbedaan pendapatan seseorang dapat mempengaruhi perubahan konsumsi mkananan yang dimakan. Faktor sosial budaya dan religi dapat mempengaruhi konsumsi makanan karena kebudayaan seseorang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi, kebudayaan juga menentukan makanan yang boleh dimakan atau makanan yang bersifat tabu  . Terdapat faktor lain yang mempengaruhi pola makan seseorang  , yaitu: (1) Presonal Preference, yakni pola makan atau konsumsi seseorang dapat dipengaruhi oleh kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap makanan tersebut. perasaan suka tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung pada asosiasinya terhadap makanan tersebut; (2) Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang, yang diartikan sebagai, rasa lapar merupakan sensasi yang kurang menyenangkan, karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan adalah sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Ada pula rasa kenyang yaitu perasaan puas karena telah memenuhi keinginan makan

Pengertian konsumsi makanan (skripsi dan tesis)

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan pada waktu tertentu. Mengkonsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi, magis, komunikasi, lambang status ekonomi, kekuatan dan kekuasaan . Asupan zat gizi pada orang dewasa lebih terfokus pada bagaimana memelihara berat badan yang sehat dan latihan fisik, menghindari berat badan yang berlebihan, dan melanjutkan untuk membangun kekuatan. Kebutuhan energi umum orang dewasa ditetapkan melalui batasan makan yang direkomendasikan dan tingkat aktifitas

Edukasi gizi (skripsi dan tesis)

Edukasi gizi menurut Fasli Jalal (2010) adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk menambah pengetahuan tentang gizi, membentuk sikap dan perilaku hidup sehat dengan memperhatikan pola makan sehari-hari dan faktor lain yang mempengaruhi makanan, serta meningkatkan derajat kesehatan dan gizi seseorang. Tujuan dari pemberian edukasi gizi adalah mendorong terjadinya perubahan perilaku yang positif yang berhubungan dengan makanan dan gizi8 . Bentuk dari kegiatan edukasi gizi salah satunya adalah penyuluhan. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan menurut Maulana (2007)9 adalah: (1) Mengenali masalah, masyarakat dan wilayah; (2) Menentukan prioritas penyuluhan; (3) Menentukan tujuan penyuluhan dengan mempertimbangkan tujuan yang jelas, realistis (dapat dicapai) dan dapat diukur; (4) Menentukan sasaran penyuluhan; (5) Menentukan isi penyuluhan; (6) Menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan; (7) Memilih alat peraga atau media penyuluhan;  (8) Menyusun rencana penilaian (evaluasi); (9) Menyusun rencana kerja atau rencana pelaksanaan

Karakteristik Siswa SD Usia 10-12 Tahun (skripsi dan tesis)

Anak usia SD umur 10-12 tahun merupakan individu yang sangat aktif dalam melakukan aktivitas fisik dan mengisi waktu luangnya. Mereka tidak bisa tinggal diam selalu bergerak setiap rangsangan dari sekelilingnya selalu dijawab dengan gerakan. Mereka selalu ingin mencoba sesuatu yang dilihatnya. Menurut Sukinta (1992: 43) karakteristik siswa MI/SD Usia 10-12 tahun adalah : a) pertumbuhan otot lengan tungkai makin bertambah b) Ada kesegaran mengenai badannya c) Anak laki-laki lebih menguasai permainan kasar d) Pertumbuhan tinggi dan berat tidak baik e) Kekuatan otot tidak menunjang pertumbuhan f) Waktu reaksi makin baik g) Perbedaan akibat jenis kelamin makinnyata h) Koordinasi makin baik i) Badan lebih sehat dan kuat j) Tungkai mengalami masa pertumbuhan yang lebih kuat bila diban dingkan dengan bagian badan atas. Karakteristi usia anak ini membutuhkan energi yang sangat banyak, energi yang dibutuhkan dproses dari zat gizi yang dikonsumsinya. Terpenuhinya sumber energi yang dan makin banyak gerak akan akan membuat pertumbuhan yang baik disamping dukungan faktor gizi.

Keterkaitan Antara Status Gizi dengan Kesegaran Jasmani (skripsi dan tesis)

Sebagai usaha menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam hal peningkatan kesehatan masyarakat, berbagai upaya dapat dilakukan yang bertiik pangkal pada bermacam bidang, berbagai jalur tetapi tujuannya sama. Salah satu cara adalah melakukan aktifitas fisik melalui latihan jasmani atau olahraga.sehubung dengan itu, maka pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan diberikan melalui SD sampai SLTA. Menurut Moelyono (1999: 35), seseorang yang memiliki kondisi gizi yang baik akan tampil aktif, giat bekerja, gembira, jarang sakit. Anak yang ada dalam kondisi kurang gizi pada umumnya lemas, lekas lelah, tidak bergairah, sering sakit dan biasanya kurang dapat melakukan hobinya kerena keadaan tubuhnya lemah. Dengan kata lain anak yang kondisi gizinya baik akan memiliki kecukupan energi yang dibuthkan untuk melakukan aktivitas termasuk di dalamnya aktivitas fisik

Tes Kesegaran Jasmani (skripsi dan tesis)

 Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya (psychological testing) yang dikutip oleh Anas Sudijono (2005: 66), yang dimaksud tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis dan tingkah laku individu. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah cara (yang dapat dipergunakan/prosedur yang dapt ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang 18 dibentuk pemberian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab atau perintah, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee. Di mana nilai tersebut dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Dalam mengukur tingkat kesegaran jasmani seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tes antara lain:
 a) Tes Kesegaran Jasmani Indonesia dari TK-SMA
 TKJI meliputi 5 butir yaitu lari cepat, angkat tubuh, angkat tubuh untuk putra dan gantung siku untuk putri, baring duduk, loncat tegak dan lari jauh. Di setiap tingkat jumlah proporsi tes TKJI dari TK-SMA berbeda-beda hal ini disesuaikan berdasarkan jenis tingkatan kelas atau umur. Sumber: TKJI Depdiknas.PPKJ.2010.
b) Harvard Step Tes Merupakan tes pengukuran dengan naik turun bangku selama 5 menit, digunakan untuk mengukur kardiorespirasi.
 c) Multi State Fitness Tes
 Merupakan tes yang menggunakan irama musik danpelaksanaannya yaitu iramanya secara bertahap dari tahap satu ketahap berikutnya frekwensinya semakin meningkat.
 d) Tes Cooper
 Merupakan tes lari selama 12 menit dimana dalam tes  cooper ini manggunakan istilah kapasitas aerobik karena prooogram standar penafsiran hasil tes disusun berdasarkan prediksi langsung terhadap VO2 maks.
e) Tes A.C.S.P.F.T
 Merupakan tes yang terdiri dari beberapa item yaitu lari cepat 40 meter, lompat jauh tanpa awalan, bergantuang siku tekuk, lari jauh 600 meter, shutle run 4 x 10 meter,sit up 30 detik tekuk togok ke mika Menurut Suryanto dkk dalam jurnal penelitian.
f) Tes Lari 1000 meter
 Intrumen dari tes kesegaran jasmani menurut Diknas PPKJ Tahun 2009 yaitu tes lari 1000 meter bagi usia 10-12 tahun dengan menggunakan norma penilaian

Faktor Yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani (skripsi dan tesis)

.

 Kesegaran jasmani yang baik sangat diperlukan oleh setiap orang. Dari komponen-komponen kesegaran jasmani menunjukkan bahwa kesegaran jasmani ternyata memiliki pengertian yang luas dan kompleks. Kesegaran jasmani yang dibutuhkan setiap orang berbeda, tergantung dari sifat tantangan sifat fisik yang dihadapi. Menurut http/www.afand.cybermq.com faktor-faktor yang mempengaruhi  kesegaran jasmani adalah: 1. Umur. Kebugaran jasmani anak-anak meningkat sampaimencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akanterjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh,kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajinberolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya. 2. Jenis Kelamin. Sampai pubertas biasanya kebugaran jasmani anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas anak-anak laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar. 3. Genetik. Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, haemoglobin/sel darah dan serat otot. Makanan.Daya tahan yang tinggi bila mengkonsumsi tinggi karbohidrat(60- 70%).Diet tinggi protein terutama untuk memperbesar otot dan untuk olahraga yang memerlukan kekuatan otot yang besar. 4. Rokok. Kadar CO yang terhisap akan mengurangi nilai VO2 maksimal, yang berpengaruh terhadap daya tahan, selain itu menurut penelitian Perkins dan Sexton, nicotine yang ada,dapat memperbesar pengeluaran energi dan mengurangi nafsu makan

Komponen Kesegaran Jasmani (skripsi dan tesis)

Ada beberapa komponen kesegaran jasmani dan itu sangat penting untuk diketahui karena komponen-komponen tersebut merupakan penentu baik buruknya tingkat kesegaran jasmani seseorang. Menurut Endang Rini S dkk (2008: 2) komponen kesegaran jasmani dikelompokkan menjadi: a. Komponen yang berhubungan dengan kesehatan, meliputi daya tahan paru dan jantung, kekuatan, daya tahan otot, kelentukan dan komposisi tubuh. b. Kesegaran yang berhubungan dengan ketrampilan, meliputi kecepatan, koordinasi, power, kelincahan, perasaan gerak. Menurut Djoko Pekik Irianto (2000: 40) kesegaran yang berhubungan dengan kesehatan memiliki empat komponen dasar, meliputi: a) Daya tahan paru jantung. b) Kekuatan dan daya tahan otot. c) Kelentukan. d) Komposisi tubuh.
 Menurut Abdul Kadir Ateng (1992: 66) komponen kebugaran jasmani terdiri atas kekuatan dan daya tahan otot, daya tahan respirasikardiovaskuler, tenaga otot, kelentukan, kecepatan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketepatan. Mengacu pada batasan kesegaran jasmani dan pendapat para pakar mengenai unsur yang terdapat dalam kesegaran jasmani maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen kesegaran jasmani adalah unsur-unsur yang dimiliki oleh jasmani dan mampu berfungsi dengan baik pula.Komponenkomponen tersebut bersifat saling melengkapi dan untuk meningkatkan kesegaran jasmani kita harus melatihnya. Dapat dikemukakan bahwa ada empat komponen penting yang minimal dapat meningkatkan kesegaran jasmani yaitu: a) Dayatahan kardiorespirasi Dayatahan kardiorespirasi adalah kapasitas system jantung, parudan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas sehari-hari dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Daya tahan jantung paru sangat penting untuk menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh jaringan otot yang sedang aktif sehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme tubuh. b) Daya tahan otot. Menurut Djoko Pekik Irianto (2000: 47) daya tahan otot adalah : “ kemampuan otot untuk melakukan serangkaian kerja dalam waktu lama”. c) Kekuatan otot. Kekuatan otot adalah tenaga, gaya atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Seseorang mungkin memiliki kekuatan pada bagian otot tertentu namun belum tentu memiliki pada bagian otot lainnya. 16 d) Kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Menurut Abdul Kadir Ateng (1992: 66) kecepatan adalah kemampuan individu untuk melakukan gerakan-gerakan yang berulang-ulang dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. e) Power/ daya ledak. Power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, denganusaha yang dikerahkan dalam waktu yang sependekpendeknya. Menurut Suharno dalam skripsi Murdiman(1995: 37) menyatakan daya ledak adalah kemampuan sebuah otot atau sekelompok otot untuk mengatasi beban dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Jadi dapat disimpulkan daya ledak merupakan kemampuan otot untuk melakukan usaha dalam waktu yang cepat.

Pengertian Kesegaran Jasmani (skripsi dan tesis)

Pendidikan jasmani memiliki peranan yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana. Melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat membantu siswa memiliki kesegaran jasmani yang baik. Tingkat kesegaran jasmani yang dimiliki seseorang menjadi peranan penting dalam melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari. Tingkat kesegaran jasmani yang tinggi diperlukan oleh semua orang, termasuk anak usia sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/sederajat). Dengan memiliki tingkat kesegaran jasmani yang tinggi, siswa mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan waktu lebih lama dibanding siswa yang memiliki tingkat kesegaran jasmani yang rendah.
Menurut Djoko Pekik Irianto (2004: 2-3) kesegaran jasmani adalah “ Kemampuan seseorang untuk dapat melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkankelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktuluangnya.” Kesegaran digolongkan menjadi 3 kelompok  yaitu: 1. Kesegaran statis: keadaan seseorang yang bebas dari penyakit dan cacat atau disebut sehat. 2. Kesegaran dinamis: kemampuan seseorang untuk bekerja secara efisien yang tidak memerlukan ketrampilan khusus. Misalnya berjalan, berlari, melompat. 3. Kesegaran motorik: kemampuan seseorang untuk bekerja secara efisien yang menuntut ketrampilan khusus. Misalnya seorang pelari dituntut memiliki teknik berlari yang benar untuk memenangkan perlombaan. Menurut Mochamad Sajoto (1988: 43) menyatakan bahwa kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar, guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu diperlukan.
 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan tugas serta pekerjaan sehari-hari secara efisien dan efektif tanpa mengalami kelelahan yang berlebih, sehingga masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang dan keperluan mendadak. Dengan demikian kesegaran jasmani yang diperlukan setiap individu tidak sama tergantung pada kebutuhan dan tugas fisik yang dilakukannya. Semakin berat tugasnya semakin tinggi kesegaran jasmani yang harus dimiliki.

Pemeriksaan status gizi (skripsi dan tesis)

Status gizi adalah ekperesi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk fariabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatan. Menurut Djoko Pekik Iriyanto (2007: 65-66) pemeriksaan status gizi dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Pemeriksaan langsung Untuk mengetahui status gizi seseorang dapat dilakukan pemeriksaan langsung. 2) Pemeriksaan tidak langsung Selain pemeriksaan gizi secara langsung juga juga dilakukan pemeriksaan secara tidak langsung. Pengukuran untuk anak menggunakn indek berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) pada usia 6-17 tahun. Pengukuran status gizi dalam penelitian ini dihitung dengan membagi berat badan dalam gram dan tinggi badan dengan centi meter dikuadratkan. Hasil penghitungan tersebut kemudian dikonsultasikan pada tabel penelitian status gizi berdasarkan BB/TB (Winarto dalam Djoko Pekik Iriyanto, 2006: 19). Cara penghitungan ini dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Adapun 12 cara penelitiannya adalah dengan menghitung perosentase pencapaian BB standar berdasarkan tinggi badan

Macam-macam zat gizi dan pentingnya gizi lengkap bagi anak (skripsi dan tesis)

 Anak sekolah dasar kelas atas khususnya kelas V, VI berkisar pada usia 10-12 tahun. Pada usia ini, jika kesehatan tidak terganggu maka pertumbuhan badan sangat cepat. Agar kesehatan anak tetap terjaga maka anak diharuskan mengkonsumsi makanan yang lengka. Dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh anak untuk pertumbuhan yaitu berupa: karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air dan serat makanan. Menurut Djoko Pekik Iriyanto(2007)
 1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah satu atau beberapa senyawa kimia termasuk gula, pati dan serat. 2. Lemak Dalam tubuh
 lemak bermanfaat sebagai. • Sebagai sumber energi, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori. • Melarutkan fitamin sehingga dapat diserap oleh usus. • Memperlama rasa kenyang.
3. Protein
 Tubuh manusia memerlukan protein untuk menjalankan berbagai fungsi antara lain: • Membangun sel tubuh, ssemakin bertambahnya usia semakin bertambahnya jaringan baru seperti tulang dan otot. • Mengganti sel tubuh, sering jaringan atau sel rusak misalnya akibat cidra sehingga perlu protein sebagai pengganti sel-sel yangrusak tersebut. • Membuat air susu enzim dan hormon • Membuat protein darah. • Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
4. Vitamin Dalam tubuh, vitamin bekerja sebagai,biokatalisator yaitu bekerja sebagai pelancar reaksi-reaksi dalam tubuh.
 5. Mineral
Secara umum fungsi mineral dalam tubuh sebagai berikut: • Menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi. • Membantu fungsi organ, memelihara irama jantung, kontraksi otot. • Memelihara keteraturan metabolisme seluler
. 6. Air
Air merupakan komponen besar dalam setruktur tubuh manusia kurang lebih 60-70% berat badan orang dewasa berupa air, sehingga air sangat diperlukan oleh tubuh. Sebagai komponen yang paling besar air memiliki peranan yang sangat penting yaitu  • Sebagai transportasi zat-zat gizi, membuang sisa-sisa meta bolisme, hormon kesasaran. • Mengatur temperatur tubuh terutama selama aktifitas fisik • Mempertahankan keseimbangan volume darah

Hakikat gizi (skripsi dan tesis)

Zat gizi adalah zat yang di peroleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang berfungsi untuk proses-proses didalam tubuh. Menurut Asmira (1980: 9), zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh oleh tubuh dan berasal dari makanan, dikatakan bahwa kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi tidak dapat dipenuhi hanya satu atau dua makanan saja, karena pada umunya tidak ada satu bahan makanan yang mengandung gizi yang sangat lengkap. (Rizqie 2001: 1), Mengatakan zat gizi adalah setiap zat yang dicerna, diresap dan digunakan mendorong kelangsungan faal tubuh. Beberapa zat gizi dapat dibuat oleh tubuh sendiri dan sebagian besar lainnya harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari melalui makanan

Status Gizi Remaja (skripsi dan tesis)

Analisis darah dari NDNS tahun 1997 menemukan bahwa: a. 13 % anak laki-laki dan 27% anak perempuan mempunyai kadar ferritin serum rendah, yang menunjukkan cadangan zat besi yang rendah. b. Kadar darah vitamin C, folat, riboflavin, dan tiamin rendah. c. 8% anak laki-laki dan 11, 5% anak perempuan mempunyai kolesterol plasma di atas 5,2 mmol/L. d. Penggunaan garam meja berhubungan dengan peningkatan tekanan darah sistolik e. 10-25% mempunyai kadar plasma vitamin D rendah

Pola Makan Remaja (skripsi dan tesis)

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa dan melibatkan perubahan fisik dan emosionalnya, seiring bertambahnya kemandirian dan banyaknya pilihan pribadi. Makanan yang menjadi pilihan remaja berakibat pada asupan dan status gizi mereka. Remaja memilih makanan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : a. Kenyamanan, terutama saat makan di luar rumah b. Preferensi c. Selera d. Merek e. Mode dan tekanan atau pengaruh dari kelompok sebaya f. Ideologi pribadi, seperti pilihan untuk diet vegetarian g. Sibuk dengan pengendalian berat badan h. Memilih makanan yang kurang sehat sebagai perilaku untuk menentang orang tua dan solidaritas dengan teman sebaya i. Mengikuti diet tertentu untuk meningkatkan kemampuan olahraga (More, 2013: 389-392). Kebutuhan gizi pada remaja harus tercukupi, apabila tidak cukup maka akan menghambat perkembangan tulang, sehingga berdampak pada kekerdilan. Kekurangan gizi pada masa remaja juga dapat menghambat pubertas. Beberapa komponen gizi bagi remaja adalah sebagai berikut (More, 2013: 393-394): a. Vitamin Referensi vitamin untuk remaja pada dasarnya sama dengan orang dewasa, namun untuk niasin dan vitamin B6 harus lebih tinggi daripada kebutuhan orang dewasa.
Untuk remaja putri disarankan untuk mengkomsumsi makanan sebagai berikut : 1) ekstrak ragi 2) Biji-bijian, kacang buncis dan kacang polong 3) Jeruk dan jus jeruk 4) Sayur berwarna hijau b. Mineral Referensi untuk kalsium, fosfor dan zat besi lebih tinggi daripada untuk orang dewasa, sedangkan untuk magnesium pada remaja putri harus lebih tinggi dibanding untuk orang dewasa yang digunakan untuk masa pertumbuhan dan perkembangan remaja. c. Kalsium dan fosfor Kalsium dan fosfor dibutuhkan untuk pertambahan jaringan tulang. Asupan kalsium yang adekuat pada masa remaja dapat mencegah osteoporosis. Kepadatan tulang yang rendah dan tulang retak pada remaja putri mungkin bisa disebabkan karena kandungan fosfat yang 47 tinggi dalam minuman karbonasi yang diminum bersama diet rendah kalsium yang umumnya dilakukan remaja tanpa mengkonsumsi tiga porsi susu, keju dan/atau yogurt. d. Zat besi Zat besi merupakan nutrisi pokok selama pertumbuhan. Zat besi untuk anak laki-laki yang berumur 11-18 tahun disarankan sebanyak 11,3 mg/hari lebih tinggi daripada laki-laki yang berusia lebih mudah atau laki-laki dewasa. Sedangkan untuk anak perempuan yang berumur 11-18 tahun kadar zat besi lebih tinggi yaitu 14,8 mg/hari yang digunakan untuk menutupi kehilangan terkait saat menstruasi.
The National Diet and Nutrition Surveys (NDNS) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan nutrisi pada remaja yaitu (More, 213: 400-401) : a. Ngemil, yaitu salah satu pola makan yang biasa ditemui pada remaja, dimana biasanya remaja lebih banyak mengkonsumsi makanan berupa camilan kering sederhana daripada buah segar. b. Tingginya konsumsi makanan dan minuman ringan yang mengandung gula berlebih. c. Buruknya konsumsi buah dan sayuran, dimana banyak remaja makan di bawah porsi dalam satu hari d. Asupan makanan yang berbasis susu tidak adekuat, sejak usia 11 tahun dan hanya minum susu sedikit.  e. Diet teratur f. Tidak sarapan Selain faktor-faktor di atas, kurang gizi pada remaja juga disebabkan oleh (More, 2013:402-406): a. Obesitas, yaitu kelebihan berat badan di atas berat badan normal. b. Vegetarianisme. Pada dasarnya diet vegetarian tidak masalah, namun apabila tidak direncanakan dengan baik dan tidak seimbang, hasilnya malah tidak adekuat. c. Pelangsingan yang tidak semestinya. Pelangsingan yang tidak diawasi dan tidak perlu dilakukan bisa menyebabkan asupan mikronutrien yang rendah. d. Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan gangguan makan yang tidak tergolongkan e. Alkohol. Mengkonsumsi alcohol yang tinggi merupakan salah satu penyebab kekhawatiran kesehatan dan sosial remaja. Remaja belum mempunyai kemampuan yang tinggi dalam metabolism alcohol dibanding orang dewasa. Meminum alcohol secara regular dapat menyebabkan konsumsi energy yang tinggi, karena alcohol mempunyai kepadatan energy yang tinggi sehingga tidak menimbulkan nafsu makan

Karakteristik Siswa SMP (skripsi dan tesis)

Anak usia sekolah menengah pertama, berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Menurut Desmita (2010: 36) terdapat beberapa karakteristik siswa usia Sekolah Menengah Pertama yaitu: a. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan b. Mulai timbulnya cirri-ciri seks sekunder c. Kecenderungan ambivalensi, serta keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul,serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua. d. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa. e. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan f. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil g. Mulai mengembangkan standard dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial h. Kecenderungan minat dan pilihan karir relative sudah lebih jelas.
 Menurut Yusuf (2004: 26-27), masa usia Sekolah Menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena mempunyai sifat-sifat yang khas dan perannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Masa remaja terbagi lagi menjadi: a. Masa praremaja (remaja awal) Masa ini berlangsung dalam waktu yang relative singkat. Ditandai dengan sifat-sifat negatif dengan gejala seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pemisitik, dan lain sebagainya. Secara garis besar, sifat negatif tersebut terbagi menjadi negatif dalam berprestasi (jasmani maupun prestasi mental) dan negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat maupun dalam bentuk agresif. b. Masa remaja (remaja madya) Pada masa ini mulai timbul dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang mampu memahami dan menolongnya, teman yang bisa merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, juga mulai terbentuknya proses pendirian atau pandangan hidup. Selain itu, pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi dan memujanya dalam khayalan. c. Masa remaja akhir Selanjutnya adalah masa remaja akhir, pada masa ini sudah mampu menentukan pendirian hidupnya dan terpenuhi tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan mulai memasuki masa dewasa

Gaya Hidup Sehat (skripsi dan tesis)

Menurut Kotler seperti yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2009: 210), gaya hidup didefinisikan sebagai berikut: “Secara luas, gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya”. Menurut Silvy menyebutkan gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana orang tersebut mengelola keuangannya dan bagaimana mengelola waktu yang mereka miliki. Definisi lain menyebutkan bahwa gaya hidup sering dideskripsikan sebagai suatu kegiatan, minat dan pendapat seseorang serta lebih keperilaku seseorang yaitu bagaimana orang tersebut memanfaatkan uang dan waktunya serta bagaimana mengisi kehidupannya (Listyorini, 2012: 14).
 Mowen dalam Syaifulloh dan Sri (2013: 1167) menyebutkan bahwa gaya hidup adalah suatu pola yang menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana dia membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktunya. Bloch seperti yang dikutip oleh Wijaya (2013: 151) menyebutkan bahwa gaya hidup sehat merupakan orientasi pencegahan masalah kesehatan dan memaksimalkan kesejahteraan pribadi melalui pola konsumsi. Seseorang yang mempunyai gaya hidup sehat, cenderung untuk melakukan usaha-usaha yang sehat bagi tubuhnya misalnya dengan berolahraga, mengkonsumsi makanan natural dan menerapkan pola hidup yang seimbang. Selain itu, seseorang yang mempunyai gaya hidup sehat cenderung lebih mempertimbangkan semua kegiatan yang menunjang kesehatan (Wijaya, 2013: 151-152). Definisi lain menyebutkan bahwa gaya hidup sehat sebagai tindakan seseorang yang berkaitan dengan kesehatan yang diukur dengan indikator konsumsi makanan organic, perawatan kesehatan dan keseimbangan hidup. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya hidup sehat adalah gambaran mengenai perilaku seseorang yang meliputi bagaimana orang tersebut memanfaatkan waktu dan uang yang dimilikinya serta bagaimana cara ia menggunakan hidupnya dalam menjaga kesehatan tubuhnya. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi alcohol dan aktivitas fisik yang rendah. Penelitian ini akan memfokuskan pada aktivitas fisik.
 Irianto (2006: 7-10) menyebutkan bahwa untuk memperoleh tubuh yang bugar dan sehat harus memahami pola hidup sehat, yaitu: a. Makan Makanan merupakan setiap sustrat yang bisa diproses di dalam tubuh, terutama untuk membangun dan mendapatkan tenaga untuk kesehatan sel di dalam tubuh. Tidak semua makanan dapat memberikan kesehatan, terdapat beberapa kriteria makanan yang sehat, yaitu: 1) Mempunyai kuantitas yang cukup 2) Seimbang 3) Mempunyai kualitas yang cukup 4) Sehat/bersih 5) Makanan harus segar alami 6) Diutamakan kategori nabati 7) Memasak dengan tidak berlebihan 8) Penyajiannya yang teratur 9) Makanan disajikan sebanyak 5 kali (3 kali makanan utama dan 2 kali makanan selingan) 10) Minum air putih sebanyak 18 Liter setiap hari b. Istirahat Tubuh manusia mempunyai kemampuan kerja yang terbatas, sehingga tidak akan mampu bekerja sepanjang waktu tiada henti. Salah satu indikator keterbatasan fungsi tubuh adalah kelelahan. Oleh karena 43 itu, istirahat sangat diperlukan agar tubuh mempunyai waktu melakukan pemulihan, sehingga dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan nyaman. c. Berolahraga Olahraga adalah salah satu alternatif untuk memperoleh kebugaran tubuh, karena dengan berolahraga tubuh akan memperoleh manafaat seperti fisik, psikis dan sosial. Saat ini masyarakat sudah banyak yang menyadari pentingnya berolahraga, sehingga banyak ditemukan cara berolahraga yang dilakukan baik secara individual maupun berkelompok

Pengukuran Kebugaran Jasmani (skripsi dan tesis)

Tingkat kebugaran jasmani dalam penelitian ini diukur dengan indikator tes kesegaran jasmani Indonesia (TKJI) untuk anak sekolah, yang terdiri atas: 1) Lari 50/60 meter   2) Tes gantung angkat tubuh untuk putra, tes gantung siku tekuk untuk putri 3) Tes baring duduk selama 60 detik 4) Tes loncat tegak 5) Tes lari 1000 meter untuk putra dan 800 meter untuk putri (Ulfa dkk, 2017: 716)

Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani (skripsi dan tesis)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran jasmani seseorang adalah (Shomoro & Mondal, 2014) : 1) Umur
Tingkat kebugaran jasmani maksimal akan tercapai pada saat seseorang berusia 30 tahun.
2) Jenis Kelamin
Kebugaran jasmani laki-laki setelah mengalami pubertas akan lebih baik bila dibandingkan dengan perempuan, yang disebabkan perkembangan otot dan kekuatan otot yang semakin baik.
3) Merokok
Nikotin yang terdapat di dalam rokok akan meningkatkan pengeluaran energy dalam tubuh dan kadar karbondioksida, sehingga mempengaruhi daya tahan tubuh.
 4) Status Kesehatan
Gangguan fungsi pada tubuh seseorang akan mempengaruhi kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas. Oleh karena itu kesehatan seseorang juga akan mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani.
5) Aktivitas fisik
Olahraga adalah salah satu aktivitas fisik yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani karena energi yang digunakan dan dikeluarkan selama melakukan kegiatan sangat bermanfaat untuk tubuh.
 6) Obesitas
Penggunaan tenaga yang lebih banyak akan membuat kebutuhan oksigen jauh lebih besar yang akan memacu jantung untuk bekerja lebih keras.

Aspek-Aspek Kebugaran Jasmani (skrispi dan tesis)

 Lutan (2001: 63) seperti yang dikutip oleh Rismayanthi (2012: 32) menyebutkan bahwa terdapat dua aspek dalam kebugaran jasmani seseorang, yaitu
: 1) Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan  Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan ini mengandung empat unsur pokok, yaitu: a) Kekuatan otot dan daya tahan otot b) Daya tahan aerobic c) Fleksibilitas d) Komposisi tubuh
2) Kebugaran yang berkaitan dengan performa, mengandung unsurunsur sebagai berikut: a) Koordinasi b) Agility c) Kecepatan gerak d) Power e) Keseimbangan
 c. Komponen Kebugaran Jasmani
Menurut Irianto dalam Rismayanthi (2012: 32) mengelompokkan komponen kebugaran jasmani menjadi empat komponen, yaitu: 1) Daya tahan kardio respirasi adalah sanggup tidaknya sistem jantung, paru-paru dan pembuluh darah dalam menjalankan fungsinya secara optimal ketika melakukan kegiatan sehari-hari dalam waktu yang lama dan tidak disertai rasa lelah yang berarti. 2) Daya tahan jantung paru sangat penting dalam menunjang kerja otot, yaitu dengan cara mengambil oksigen dan menyalurkannya ke otot yang aktif.  3) Daya tahan otot dan kekuatan otot, daya tahan otot merupakan kemampuan otot dalam melaksanakan aktivitas kerja dalam waktu yang lama. Kekuatan otot merupakan kemampuan otot dalam melawan beban suatu usaha. 4) Kelenteruan, yaitu kemampuan persendian untuk bergerak melawan beban dalam suatu usaha. 5) Komposisi tubuh adalah perbandingan berat tubuh berupa lemak dengan tubuh tanpa lemak yang dinyatakan dalam persentase. Kumar dan Sudhakara (2018: 908) menjelaskan bahwa kebugaran jasmani meliputi beberapa komponen yaitu derajat kesehatan yang memadai, postur tubuh, fungsi organ vital yang baik, nutrisi dan kebiasaan kesehatan yang baik, yang didukung oleh daya tahan, kekuatan, stamina dan fleksibilitas. Guta (2017: 35) menyebutkan bahwa kebugaran jasmani meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan kardiovaskular, kekuatan, keseimbangan dan koordinasi.
 d. Macam-Macam Kebugaran Jasmani Menurut Irianto dalam Rismayanthi (2012: 32) menyebutkan bahwa kebugaran jasmani dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) Kebugaran statis, yaitu kondisi seseorang yang bebas dari penyakit dan cacat fisik. 2) Kebugaran dinamis, yaitu kemampuan seseorang untuk bekerja dengan efisien dan tidak membutuhkan keterampilan khusus. 3) Kebugaran motoris, yaitu kemampuan seseorang untuk bekerja secara efisien yang menuntut keterampilan khusus.

Definisi Kebugaran Jasmani

 Secara umum, kebugaran adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan kerja sehari-hari dengan efisien, dimana tidak menimbulkan kelelahan yang berlebihan sehingga masih bisa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan lain (Irianto, 2004: 2). Rusli Lutan dalam kutipan Rismayanthi (2012: 31) menyebutkan bahwa kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah mampu tidaknya seseorang dalam melakukan aktivitas fisik yang membutuhkan daya tahan dan fleksibilitas. Menurut Irianto seperti yang dikutip oleh Rismayanthi (2012: 31) menyebutkan secara umum kebugaran jasmani yaitu kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas sehari-hari dengan efisien tanpa adanya kelelahan yang berlebihan, sehingga bisa menikmati waktu luang yang dimilikinya.
Definisi lain menyebutkan kebugaran jasmani adalah mampu tidaknya seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa diikuti kelelahan dan masih bisa menikmati waktu luangnya serta masih bisa melaksanakan tugas yang tidak terduga (Sumarjo, dalam Rismayanthi, 2012: 31). 34 Guta (2017: 35) mendefinisikan kebugaran jasmani sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan semangat dan kewaspadaan tanpa merasa lelah dan masih mempunyai waktu luang dan energi untuk mengerjakan tugas yang tidak biasa dan keadaan darurat yang tidak bisa diduga. Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan tidak menimbulkan kelelahan yang berarti, sheingga tubuh masih mempunyai tenaga untuk mengatasi beban kerja tambahan atau berikutnya. Kumar dan Sudhakara (2018: 908) menyebutkan bahwa kebugaran jasmani pada umumnya diperoleh melalui latihan, nutrisi yang baik, dan istirahat yang cukup. Pada awalnya, istilah kebugaran jasmani diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanda adanya rasa lelah yang berarti. Kebugaran jasmani sebagai bagian dari kebugaran secara umum, diartikan sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian seseorang secara keseluruhan

Definisi Status Gizi (skripsi dan tesis)

Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari oragn-organ serta menghasilkan energi. Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau bentuk dari nutriture variabel tertentu (Supariasa, 2016: 20). Status gizi adalah suatu keadaan dimana ekspresi dari keadaan tersebut menimbulkan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan faktor indikator baikburuknya asupan makanan sehari-hari (Rismayanthi, 2012: 31). Menurut Almatsier (2010: 3), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan menggunakan zat-zat yang bergizi.
 Teori Habict, seperti yang dikutip oleh Waspadji dkk (2010: 92) mendefinisikan bahwa status gizi adalah sebagai berikut: Status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan karena adanya keseimbangan antara pemasukan gizi di satu pihak, serta pengeluaran oleh organisme di lain pihak yang terlihat melalui variabel-variabel tertentu, yaitu melalui suatu indikator status gizi. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan status gizi adalah suatu keadaan atau kondisi yang menunjukkan kondisi tubuh seseorang berdasarkan asupan makanan yang dikonsumsinya, apakah memenuhi zat-gizi atau tidak. Seseorang yang mempunyai status gizi optimal adalah kondisi seseorang dimana antara asupan zat gizi di dalam tubuhnya dengan kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuhnya seimbang (Waspadji dkk, 2010: 92). Seseorang yang mengalami kekurangan gizi atau kelebihan gizi disebut dengan malnutrisi. Supariasa (2016: 20) membagi malnutri menjadi empat bentuk, yaitu: 1) Undernutrition, yaitu suatu kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan pangan secara relative atau absolute selama periode tertentu. 2) Specific deficiency, yaitu suatu kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan zat gizi tertentu. 3) Overnutrition, yaitu suatu kondisi dimana seseorang mengalami kelebihan konsumsi pangan selama periode tertentu. 11 4) Imbalance, yaitu suatu kondisi dimana seseorang mengalami malnutrisi karena disproporsi zat gizi.

Nutrisi dan Kognitif (skripsi dan tesis)

Hubungan antara nutrisi dengan otak telah menjadi fokus dari banyak penelitian. Penelitian telah menunjukkan dampak asupan nutrisi terhadap fungsi otak. Pembawa pesan kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter telah dipelajari   dalam hubungannya dengan gizi. Growden dan Wurtman (1980) mengemukakan bahwa otak tidak bisa lagi dipandang sebagai organ otonom, bebas dari proses metabolisme lainnya di dalam tubuh; sebaliknya, otak perlu dipengaruhi oleh asupan nutrisi, konsentrasi asam amino dan kolin (dalam darah) yang merangsang otak untuk membentuk banyak neurotransmiter seperti serotonin, asetilkolin, dopamin, dan norepinefrin. Asupan nutrisi sangat penting untuk otak, yang fungsinya untuk membentuk asam amino dan kolin dalam jumlah yang tepat. Asam amino dan kolin merupakan dua molekul prekursor yang diperoleh dari darah yang dibutuhkan bagi otak untuk berfungsi secara normal. Hal ini tidak mengherankan jika apa yang kita makan langsung mempengaruhi otak (Colby-Morley,1981).
 Wood didalam Kretsch et al. (2001) menunjukkan kemungkinan lebih lanjut bahwa nutrisi memiliki peran dalam mempengaruhi fungsi kognitif. Penelitian telah dilakukan pada anak usia sekolah untuk melihat korelasi langsung antara gizi buruk dan prestasi sekolah yang menurun. Zat besi memainkan peranan penting dalam fungsi otak. Kretsch et al. mengutip hasil penelitian yang dilakukan pada pria berusia 27-47 dan terbukti bahwa zat besi mempengaruhi konsentrasi. Skor yang rendah pada tes konsentrasi sejalan dengan rendahnya zat besi yang ada dalam tubuh. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara zat besi dengan konsentrasi anak; anak-anak dengan anemia defisiensi besi terbukti memiliki konsentrasi yang rendah. Kretsch et al. juga menemukan bahwa zinc adalah zat nutrisi lain yang ikut berperan dalam fungsi kognitif, khususnya memori. Dalam tes fungsi mental, peneliti menemukan bahwa kemampuan responden untuk mengingat kata – kata sehari – hari melambat secara signifikan setelah tiga minggu mengurangi konsumsi zinc (Wood, 2001). Erickson (2006) menyebutkan lima zat nutrisi kunci, berdasarkan penelitian, diperlukan untuk menjaga agar otak berfungsi dengan baik. Keseluruhan zat ini dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Protein dapat ditemukan dalam daging, ikan, susu, dan keju. Protein digunakan untuk membentuk sebagian besar jaringan  tubuh, termasuk neurotransmitter pembawa pesan kimia yang membawa informasi dari satu sel otak ke sel-sel otak lainnya. Kurangnya protein, menyebabkan performa sekolah yang buruk dan menyebabkan anak-anak menjadi lesu, dan pasif, yang semuanya membantu mempengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak. Karbohidrat biasanya ditemukan dalam biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Karbohidrat dipecah menjadi glukosa (gula) sehingga dapat digunakan otak sebagai sumber energi. Mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan seseorang merasa lebih tenang dan santai karena zat kimia otak yang disebut serotonin. Serotonin dibuat dalam otak melalui penyerapan dan konversi triptofan. Tryptophan diserap dalam darah dan penyerapan ini ditingkatkan dengan karbohidrat (Erickson, 2006).
Erickson juga menyebutkan bahwa lemak membentuk lebih dari 60% dari bagian otak dan bertindak sebagai kontrol aspek parsial contohnya suasana hati. Asam lemak omega-3 sangat penting untuk meningkatkan kinerja otak dan kurangnya lemak ini dapat menyebabkan depresi, memori lemah, IQ rendah, ketidakmampuan belajar, dan disleksia. Makanan penting untuk memastikan asupan asam lemak Omega-3 adalah ikan tertentu dan kacang-kacangan (Erickson,2006). Erickson (2006) menyebut vitamin dan mineral sebagai zat penting untuk fungsi otak optimal. Yang paling penting adalah vitamin A, C, E, dan vitamin B kompleks. Mangan dan magnesium adalah dua mineral penting untuk fungsi otak; natrium, kalium dan kalsium berperan dalam transmisi pesan dan proses berpikir.

Pemeriksaan antropometri untuk Status Gizi (skripsi dan tesis)

 Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot, dan jaringan lemak (Hendarto, 2011). Antropometri saat ini telah digunakan untuk menilai status nutrisi, kesehatan, dan perkembangan dari anak (Srivastava, 2012).   Ada beberapa dasar pengukuran tinggi dan berat badan, berdasarkan buku Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik tahun 2011, ukuran – ukuran yang lazim digunakan dalam menilai tumbuh kembang anak, antara lain:
1. Tinggi badan
 Panjang badan diukur dengan menggunakan papan pengukur panjang untuk anak dibawah 2 tahun atau PB kurang dari 85 cm. Pengukuran panjang badan dilakukan oleh 2 orang pemeriksa. Pemeriksa pertama memposisikan sang bayi agar lurus dipapan pengukur sehingga kepala sang bayi agar lurus di papan pengukur sehingga kepala sang bayi menyentuh papan penahan kepala dalam posisi bidang datar. Pemeriksa kedua menahan agar lutut dan tumit sang bayi menempel dengan papan penahan kaki (Hendarto, 2011). Untuk anak yang dapat berdiri tanpa bantuan dan kooperatif, tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer, yang memiliki penahan kepala yang bersudut 90 terhadap stadiometer yang dapat digerakkan. Sang anak diukur dengan telanjang kaki atau dengan kaus kaki tipis dan dengan pakaian minimal agar pengukur dapat memeriksa apakah posisi anak tersebut sudah benar. Saat pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala menyentuh stadiometer, dan menatap kedepan pada bidang datar (Hendarto, 2011). 2. Berat badan
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat badan. Sampai anak berumur 24 bulan atau berdiri sendiri, maka digunakan timbangan bayi. Sebelum menimbang, timbangan dikalibrasi sehingga jarum menunjuk angka nol. Pada saat melakukan penimbangan, sebaiknya menggunakan pakaian seminimal mungkin. Berat badan dicatat dengan ketelitian 0,01 Kg pada bayi dan 0,1 Kg pada anak yang lebih besar (Hendarto, 2011)
 3. Lingkar kepala
Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita pengukur fleksibel yang tidak dapat diregangkan. Panjang lingkar sebaiknya diambil dari lingkar maksimum dari kepala, yaitu diatas tonjolan supraorbital dan melingkari oksiput. Saat pengukuran harus diperhatikan agar pita pengukur tetap datar pada permukaan kepala dan paralel di kedua sisi. Pengukuran dicatat dengan ketelitian sampai 0,1 cm (Hendarto, 2011)
. 4. Lingkar lengan atas (LILA)
 Untuk pengukuran LILA, anak harus berdiri tegak lurus dengan lengan dilemaskan disisi tubuh. Pita ukur yang fleksibel dan tidak dapat diregangkan diletakkan tegak lurus dengan aksis panjang dari lengan, dirapatkan melingkari lengan, dan dicatat dengan ketelitian sampai ke 0,1 cm. sebaiknya dilakukan 3 kali dan diambil nilai rata – ratanya (Hendarto, 2011).
 5. Tebal lipatan kulit triseps (TLK)
Dalam mengukur TLK, seorang anak harus dalam posisi tegak dengan lengan disisi tubuh. TLK diukur di pertengahan lengan atas, tepat ditengah otot triseps di lengan bagian belakang (diukur dan diberi tanda sebelumnya). Pengukur mencubit lemak dengan ibu jari dan jari telunjuk, sekitar 1 cm diatas titik tengah yang telah ditandai, dan dengan menempatkan caliper pada titik yang telah ditandai. Empat detik kemudian, caliper dilepaskan, hasil pengukuran diambil lalu caliper dilepaskan. Pengukuran sebaiknya dilakukan 3 kali, lalu diambil rata – ratanya (Hendarto, 2011).

Masalah gizi anak usia sekolah (skripsi dan tesis)

 Ada beberapa masalah gizi yang terjadi pada anak usia sekolah dalam buku Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan tahun 2012, antara lain:
1. Anemia defisiensi besi
 Keadaan ini terjadi, karena terlalu sedikit kandungan zat besi dalam makanan yang dikonsumsi terutama pada anak yang sering jajan sehingga mengendurkan keinginan untuk menyantap makanan lain (Adriani, 2012)
2. Penyakit Defisiensi Yodium
Salah satu gambaran penyakit kekurangan yodium adalah pembesaran kelenjer gondok yang disebut penyakit gondok oleh awam atau nama ilmiahnya struma simpleks (Adriani, 2012).
 3. Karies gigi  Karies gigi sering terjadi pada anak, karena terlalu sering makan cemilan yang lengket dan banyak mengandung gula. Karies yang terjadi pada gigi sulung memang tidak berbahaya, namun kejadian ini biasanya terus berlangsung sampai anak menjadi dewasa. Gigi yang berlubang akan menyerang gigi yang permanen bahkan sebelum gigi tersebut menembus gusi (Adriani, 2012).
 4. Berat badan berlebih (Obesitas)
Jika tidak teratasi, berat badan berlebih akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Sama seperti pada orang dewasa, kelebihan berat badan terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Berbeda dengan dewasa, berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertumbuhan berat selayaknya dihentikan atau diperlambat sampai proporsi berat badan terhadap tinggi badan kembali normal. Perlambatan ini dicapai dengan cara mengurangi makan dan memperbanyak olahraga (Adriani, 2012).
 5. Berat Badan Kurang
 Kekurangan berat yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kebiasaan yang buruk. Sama seperti masalah kelebihan berat, langkah penanganan harus didasarkan kepada penyebab serta kemungkinan pemecahannya (Adriani, 2012)

Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi (skripsi dan tesis)

A. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
 1) Pendapatan Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
 2) Pendidikan Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan status gizi baik (Suliha, 2001).
3) Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang hidup keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu – ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga (Markum, 1991).
4) Budaya Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).
B. Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
1) Usia Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
 2) Jenis Kelamin Jenis kelamin sepertinya mempengaruhi status nutrisi dari segi genetik (Felix, 2010).
3) Kondisi Fisik Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesadaran mereka yang buruk. Bayi dan anak – anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
 4) Infeksi Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986).

Definisi Gizi (skripsi dan tesis)

Gizi adalah asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan diet tubuh. Gizi baik adalah keseimbangan antara asupan makanan dan aktivitas fisik. Kurang gizi dapat menyebabkan kekebalan tubuh berkurang, peningkatan kerentanan terhadap penyakit, gangguan perkembangan fisik dan mental, serta mengurangi produktivitas (WHO, 2013). Gizi kurang didefinisikan sebagai asupan makanan yang tidak mencukupi dan menyebabkan terjadinya penyakit infeksi yang berulang. Dalam hal ini termasuk kurus untuk usia seseorang, terlalu pendek, dan kekurangan vitamin dan mineral (UNICEF, 2006). Gizi lebih didefinisikan sebagai asupan nutrisi yang berlebihan atau makanan yang berlebihan dimana akhirnya mempengaruhi kesehatan yang dapat berkembang menjadi obesitas, yang meningkatkan risiko gangguan kesehatan yang serius, termasuk penyakit jantung, hipertensi, kanker dan diabetes tipe 2 (UNITE FOR SIGHT, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya (Cakrawati, 2012). Status nutrisi berbanding lurus dengan kesehatan tubuh dari individu (Goon et al, 2011).

Faktor penyebab gizi buruk (skripsi dan tesis)

 WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).
 a. Konsumsi zat gizi
 Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Krisnansari d, 2010). Selain itu faktor kurangnya asupan makanan disebabkan oleh ketersediaan pangan, nafsu makan anak,gangguan sistem pencernaan serta penyakit infeksi yang diderita (Proverawati A, 2009).
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada anak-anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi kekebalan tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas dan atau kapasitas fungsional berkurang dari semua komponen seluler dari sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi (RodriquesL, 2011)
c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
 Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyaningsih F, 2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi (Notoadmodjo S, 2003). Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita (Nainggolan J dan Zuraida R, 2010).
 d. Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Ihsan M.Hiswani, Jemadi, 2012). Pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya (Oktavianis, 2016). http://repository.unimus.ac.id
 e. Pola asuh anak
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita dan pemeliharaan kesehatan (Siti M, 2015). Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan balita sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya (Istiany,dkk, 2007).
f. Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Gizi buruk dan infeksi kedua – duanya bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk (Suharjo, 2010). Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan memperbaiki status gizinya (Hidayat T, dan Fuada N, 2011).
 g. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada anak balita ( Supariasa IDN, 2012). Balita yang mempunyai orang tua dengan tingkat pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang dibanding dengan balita yang memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup (Persulessy V, 2013).
h. Ketersediaan pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung terjadinya status gizi kurang atau buruk (Roehadi S, 2013). Masalah gizi yang muncul sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, salah satunya timbul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumahtangga, yaitu kemampuan rumahtangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya (Sobila ET, 2009).
 i. Jumlah anggota keluarga
 Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang. Anak yang tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi. apabila anggota keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang, asupan makanan yang tidak adekuat merupakan salah satu penyebab langsung karena dapat menimbulkan manifestasi berupa penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak, oleh sebab itu jumlah anak merupakan faktor yang turut menentukan status gizi balita (Faradevi R, 2017).
 j. Sosial budaya
 Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi buruk (Arifn Z, 2015).

Definisi Gizi Buruk (skripsi dan tesis)

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) kurang dari -3 SD (Kemenkes, 2011). Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Wiku A, 2005

Sanitasi lingkungan Terhadap Status Gizi (skripsi dan tesis)

Menurut Behrman dan Deolalikar (1989), serta Strauss and Thomos (1995), rumah tangga merupakan fungsi pengguna yang menentukan dalam hal kesehatan dan status gizi masing-masing anggota keluarga. Teori lain yang ada saat ini menyatakan status gizi yang baik untuk usia pra sekolah bergantung pada keamanan rumah tangga, lingkungan yang cukup sehat dan perawatan kelahiran dan jumlah anak (ACC/SCN , 1992). Sekalipun demikian, status gizi tersebut tidak hanya hasil dari keiga faktor tersebut, tetapi juga interaksi antara ketiganya (Blau et al, 1996; Haddad et al, 1996; Smit and Haddad, 1999; ACC/ SCN/ IFPRI, 2000). Lingkungan dapat dikatakan sebagai suatu benda maupun suasana yang terbentuk akibat dari interaksi yang ada dialam tersebut. Lingkungan memiliki cakrawala yang sangat luas, sehingga untuk memudahkan pemahaman tentang lingkungan, seringkali diklasifikasikan sesuai kebutuhan. Lingkungan air, udara dan tanah merupakan lingkungan yang sangat dibutuhkan oleh manusia.Lingkungan biologis yang terdiri dari flora dan fauna juga merupakan lingkungan yang diperlukan manusia, meski memiliki efek positif dan negative untuk kesehatan manusia. Jika manusia tidak mampu memelihara lingkungan tersebut, maka akan dapat menimbulkan masalah kesehtan yang dapat bersifat langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung oleh karena lingkungan banyak mengandung bakteri atau kandungan lain yang tak sesuai dengan standar bagi kesehatan manusia. Sedangkan pengaruh tidak langsung dapat muncul sebagai dampak pendayagunaan, misalnya air industri yang menimbulkan pencemaran sehingga dapat mengganggu kesehatan. Penyakit dapat disebabkan oleh berbagai unsur fisis maupun biologis. Namun, sebagian besar penyakit dapat timbul dari perilaku dan adat kebiasaan yang menyimpang dari standar sehat. Hal tersebut dikarenakan ketidak tahuan atau ketidak pedulian masyarakat terhadap kesehatan, dan hasil akhirnya adalah pencemaran lingkungan, kesehatan yang terganggu sehingga muncul gangguan status gizi

Akses pelayanan kesehatan Terhadap Status Gizi (skripsi dan tesis)

Kategori pelayanan kesehatan yang berorientasi pada public lebih diarahkan secara langsung. Sarana transportasi menjadi pendukung dalam partisipasi seseorang dalam menggunakan layanan kesehatan.Kemudahan dalam mengakses lokasi atau tempat kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan menjadi penguat dalam partisipasi penggunaan layanan kesehatan (Ife & Tesoriero, 2008).Selain itu, jarak tempuh yang dicapai dari rumah dengan tempat pelayanan kesehatan juga menjadi perhatian seseorang dalam keaktifan memanfaatkan pelayanan kesehatan (Asdhany & Kartini, 2012). Hasil penelitian Maulana (2013) menunjukkan bahwa ibu yang aktif ke posyandu mempunyai status gizi balita yang tidak BGM (Bawah Garis 22 Merah) sebesar 90,16% dan ibu yang tidak aktif ke posyandu dengan status gizi BGM sebesar 77,08%. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa keaktifan mengikuti posyandu berhubungan dengan status gizi pada balita

Riwayat ASI Eksklusif Terhadap Status Gizi (skripsi dan tesis0

ASI Eksklusif dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi pada bayi secara eksklusif. Depkes RI (2004) menyatakan bahwa pemberian ASI Eksklusif tanpa makanan dan minuman melainkan air susu ibu saja dalam waktu nol sampai enam bulan. Setelah 6 bulan, bayi bisa diberikan makanan tambahan lain, sedangkan ASI sendiri sebaiknya diberikan sampai usia 2 tahun. Hasil penelitian Widyastuti (2007) menunjukkan bahwa status gizi pada balita berhubungan dengan ASI Eksklusif

Penyakit Infeksi Terhadap Status Gizi (skripsi dan tesis)

Penyakit infeksi dapat dikatakan sebagai proses alamiah karena akibat dari masalah gizi yang diakibatkan interaksi bakteri dengan lingkungan. Ketidakseimbangan faktor ini akan merubah proses metabolisme sehingga muncul penyakit. Tingkat kesakitan yang dimulai dari ringan sampai berat dapat menimbulkan sakit kronis, cacat bahkan kematian (Supariasa, 2002). 20 Penurunan nafsu makan dan adanya gangguan penyerapan dalam sauran pencernaan bisa diakibatkan karena adanya penyakit.Usia balita rentan terhadap penyakit infeksi dikarenakan penyempurnaan jaringan tubuh yang masih mengalami proses untuk membentuk pertahanan tubuh. Pada umumnya penyakit yang menyerang bayi maupun balita bersifat akut yaitu dapat terjadi secara mendadak dan timbulnya gejala sangat cepat.Status gizi dengan penyakit infeksi dikatakan hubungan sebab akibat, karena penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi begitupun sebaliknya (Supariasa, 2002). Kesehatan lingkungan sebagai suatu hal yang sangat perlu diperhatikan, karena faktor lingkungan ini dapat berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Penyakit infeksi misalnya diare atau ISPA akan dapat menyebabkan perubahan status gizi pada balita. Adapun ruang lingkup kesehatan lingkungan yang saat ini menjadi perhatian puskesmas sebagai salah satu program nya adalah kondisi rumah, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, pembuangan air limbah dan sanitasi tempat pengolahan makan (Depkes RI, 2010). Hasil penelitian Lestari (2015) yang dilakukan di Kendari dengan lokasi penelitian dipesisir pantai, menunjukkan bahwa gizi balita berhubungan dnegan penyakit infeksi. Sebagian besar balita yang menderita 21 penyakit infeksi akan mengalami malnutrisi karena kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang dalam tubuh

Asupan nutrisi (skripsi dan tesis)

Asupan nutrisi berkaitan dengan ketidakcukupan zat gizi yang diperoleh, apabila hal ini berlangsung lama makan terjadi penurunan berat badan. Terjadinya perubahan fungsi ditandai dengan ciri yang khas akan merubah struktur anatomi dengan munculnya tanda yang klasik (Supariasa, 2002). Masa balita sebagai masa yang paling penting dan memerlukan perhatian khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pemantauan dapat dilakukan melalui proses pengaturan pola makan yang baik. hal ini akan mempengaruhi kecukupan nutrisinya. Kurang gizi yang merupakan gangguan akibat kesalahan dalam memenuhi kebutuhan pangan secara kualitas maupun kuantitasnya. Penyediaan pangan yang kurang, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidakpahaman akan kebutuhan zat gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang khususnya balita. Pola makan anak 1-5 tahun terbentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan luar. Kebiasaan makan yang dipelajari lebih awal dalam keluarga akan lebih bertahan dibandingkan dengan lingkungan luar. Oleh sebab itu, masa balita merupakan waktu yang tepat untuk membentuk kebiasaan atau pola makan yang baik (Waladouw dkk, 2013).
 Kebiasaan makan antara satu keluarga berbeda dengan keluarga yang lain akibat dari perbedaan tempat tinggal, ketersediaan pangan, kondisi kesehatan anak, selera makan, kemampuan daya beli dan kebiasaan makan keluarga (Walalangi, dkk, 2015). Menurut Almatseir (2009), ikatan kimia yang membentuk zat gizi diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya dalam membentuk energi, memelihara jaringan dan mengatur metabolisme tubuh. Tubuh memerlukan zat-zat yang penting bagi tubuh. Karbohidrat sebagai sumber energi dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang dapat diperoleh dari golongan tepung seperti beras, kentang, dan kelompok gula. Kekurangan protein adalah KEP (Kurang Energi Protein) merupakan akibat yang dapat ditimbulkan apabila kekurangan protein.Zat makanan yang berupa protein juga dapat diperoleh melalui tumbuh-tumbuhan ataupun hewan.Kedua jenis protein tersebut berfungsi dalam me-regenerasi sel yang rusak, pembentukan enzim dan 18 hormon. Satu gram protein akan menghasilkan sekitar 4,1 kalori.
Tubuh yang kekurangan protein akan terserang penyakit busung lapar. Protein dapat ditemukan pada ikan, daging, telur, kedelai, dll. Selain itu, lemak juga merupakan sumber tenaga yang berfungsi dalam menghasilkan kalori.Zat makanan vitamin dan mineral juga diklasifikasikan menjadi larut dan tidak larut.Zat besi sebagai salah satu jenis dari mineral diperlukan tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit. Pembentukan jaringan, tulang, hormone, enzim, keseimbangan cairan dan proses pembekuan darah merupakan beberapa fungsi dari zat besi dalam tubuh. Selain itu, zat besi juga sebagai komponen penting dalam pernafasan yakni terbentuknya hemoglobin dalam mengikat oksigen pada sel darah merah. Asupan nutrisi balita yang disesuaikan dengan umur dan bentuk makanan yang dimakan menurut DepKes RI (2002), yaitu asi eksklusif pada umur 0-4 bulan, makanan lumat usia 4-6 bulan, makanan lembek usia 6-12 bulan dan makanan keluarga yaitusatu sampai satu setengah piring nasi/pengganti, dua sampai tiga potong lauk hewani, satu sampai dua potong lauk nabati, setengah mangkuk sayur, dua sampai tiga potong buah dan satu gelas susu usia 12-24 bulan. Adapun bentuk makanan yang dikonsumsi satu sampai tiga piring nasi/pengganti, dua sampai tiga potong lauk hewani, satu sampai dua potong lauk nabati, satu sampai satu setengah mangkuk sayur, dua sampai tiga potong buah-buahan dan satu sampai dua 19 gelas susu usia 24 bulan keatas. Makanan lumat yang dimaksud berupa makanan yang dihancurkan dan dibuat dari tepung, sedangkan makanan lunak yaitu dimasak dengan air yang lebih banyak dan tampak berair. Balita sebagai salah satu anggota keluarga yang sangat membutuhkan perhatian khusus setidaknya cukup makan perharinya untuk memenuhi kebutuhan dalam pertumbuhannya. Oleh sebab itu, keluarga membutuhkan pengetahuan lebih terkait penyediaan gizi yang baik di rumah.Pemerataan pembagian makanan dalam keluarga juga sangat diperlukan sehingga setiap anggota keluarga tercukupi kebutuhannya dan keanekaragaman makanan yang dikonsumsi juga perlu menjadi perhatian khusus (Indarti, 2016). Hasil penelitian Erni dkk (2008) terkait asupan zat gizi di suku anak dalam Provinsi Jambi menunjukkan hubungan yang erat asupan energy dan protein dengan status gizi balita dilihat dari BB/U, TB/U dan BB/TB.Hal ini berarti balita dengan asupan energy dan protein yang cukup, mempunyai status gizi yang baik

Karakteristik Ibu (skripsi dan tesis)

a. Umur
 Umur bagi ibu hamil berkisar antara 20-35 tahun karena akan berdampak pada kondisi bayi yang akan dilahirkan. Apabila kurang dari 20 tahun keadaan ibu masih belum siap secara biologis berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi, sehingga lebih banyak untuk kebutuhan diri sendiri. Kondisi rahim maupun organ lainnya juga belum terbentuk secara sempurna.Hal ini dapat menjadi penghambat perkembangan janin. Adapun secara psikologis ibu dengan usia kurang dari 20 tahun memiliki emosi yang labil, sedangkan ibu dengan usia lebih dari 35 tahun memiliki kondisi kesehatan yang rentan terhadap penyakit sehingga berakibat terhambatnya pertumbuhan balita tersebut (UNICEF, 2002). Usia ibu berhubungan secara signifikan dengan status gizi menurut hasil penelitian Khotimah, dkk (2013). Namun Himawan (2006) berkata lain dalam penelitiannya, bahwaumur ibu tidak berhubungan dengan status gizi balita.
 b. Pendidikan
Pendidikan ibu merupakan factor utama dalam hal menyusun makan keluarga, pengasuhan maupun perawatan anak (Suhardjo, 2003). Peningkatan pendidikan wanita dapat menimbulkan kesadaran akan pengembangan diri dalam melakukan kegiatan sosial. Tuntutan kebutuhan akan ekonomi yang meningkat menimbulkan keharusan ibu akan pekerjaan terkait pendapatan dalam keluarga (Engle, 2000). Hasil penelitian Kristianti (2013), menjelaskan bahwa pendidikan ibu tidak ada kaitannya dengan status gizi, karena sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan tinggi sehingga cenderung memiliki pengetahuan yang luas dan mudah dalam menangkap informasi yang diterima. Namun, dalam penelitian Khaidir (2015) dengan menganalisis data Riskesdas 2010 menjelaskan bahwa status pekerjaan dapat berhubungan dengan status gizi balita.
 c. Pekerjaan
Pekerjaan erat kaitannya dengan pendapatan yang diperoleh. Hal yang muncul selain memperoleh materi yaitu penelantaran anak akibat dari kegiatan ibu di luar rumah. Pengasuhan dan keadaan gizi sejak bayiakan mempengaruhi masa-masa penting di usia 5 tahun kebawah. Penurunan berat badan tidak jarang terjadi pada balita karena perilaku ibu yang kurang mempersiapkan makan anak. Pekerjaan diluar rumah maupun didalam rumah akan berpengaruh terhadap kurangnya pemantauan ibu dalam konsumsi makan anaknya. Kristianti dalam penelitianya di Salomo Pontianak menyatakan jikapekerjaan ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan status gizi anak.Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan Himawan (2006) yakni ada kaitanpekerjaan dengan status gizi balita. d. Paritas Paritas dikategorikan tinggi apabila melahirkan anak ke-4 atau lebih. Dampak yang ditimbulkan pada ibu dengan paritas tinggi dan masih memberikan ASI pada anak sebelumnya, maka perhatian ibu akan lebih focus pada anak yang baru dilahirkan. Oleh karena itulah, pemberhentian ASI yang dilakukan pada anak sebelumnya akan menjadi faktor pendorong terjadinya gizi buruk (Sjahmien, 2003). Sejalan dengan penjelasan tersebut,  Himawan(2006) dalam penelitiannya juga menjelaskankaitan yang erat paritas ibu dengan status gizi balita.
e. Jumlah balita
Jumlah balita yang dilimili dalam keluarga akan mempengaruhi ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan dalam keluarga akan berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lain, dikarenakan perbedaan penghasilan. Status ekonomi yang rendah didukung oleh jumlah anak dalam keluarga yang besar akan memberikan peluang kepada anak tersebut untuk menderita gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang tumbuh dalam keluarga miskin berpeluang besar untuk mengalami gangguan status gizi. Sama halnya dengan anak yang paling kecil akan berpengaruh terhadap kekurangan pangan. Apabila anggota keluarga bertambah khususnya balita, maka pangan yang akan diterima oleh balita lainnya akan berkurang. Asupan nutrisi yang tidak seimbang mempengaruhi terjadinya penurunan berat badan. Oleh sebab itu, jumlah anak akan menentukan status gizi balita (Faradevi, 2011). Hasil penelitian Karundeng dkk (2015) menyatakan bahwa status gizi balita tidak dipengaruhi oleh jumlah anak dalam keluarga.Hal ini dikarenakan sebagian besar ibu sudah mempunyai pengalaman dalam merawat anak.Namun fenomena yang terjadi dalam penelitian ini, yaitu  masih ditemukannya jumlah anak yang kurang dari 3 tahun berstatus gizi kurang.

 f. Jarak kelahiran
 Jarak kelahiran tidak dapat dipisahkan dari paritas atau jumlah kelahiran. Paritas yang tinggi akan secara langsung berpengaruh pada jarak kelahiran yang semakin pendek.Seorang ibu paling tidak memerlukan sedikitnya 24 bulan untuk pemulihan setelah melahirkan.Adapun kemungkinan yang dapat terjadi adalah lahir premature atau bayi yang lahir dengan berat badan rendah (UNICEF, 2002). Berdasarkan hasil analisis penelitian Karundeng (2015), membuktikan adanya hubungan jarak kelahiran dengan status gizi balita. Namun penelitian ini menjelaskan ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya status gizi baik pada jarak kelahiran kurang dari 3 tahun.
 g. Status Perkawinan
Perkawinan menurut Soekanto (2000) merupakan ikatan yang sah antara seorang laki-laki dengan perempuan, sehingga timbul hak-hak dan kewajiban antara mereka.Ikatan lahir dan batin sebagai suami istri menjadi dasar dari status perkawinan.
h. Tingkat pengetahuan
Kurang gizi yang banyak didirita oleh balita dikatakan sebagai golongan rawan pada anak. Masa peralihan antara penyapihan dengan 16 waktu pertama makan akan dipengaruhi oleh pola pengasuhan ibu terkait asupan nutrisinya. Pengetahuan ibu terkait status gizi sangat berperan dalam menyiapkan bahan makanan yang akan dberikan, maupun kebiasaan pemberina makanan pada balita (Suhardjo, 2003). Hilmawan (2006) dalam hasil analisinya menyatakan jika pengetahuan ibu berhubungan dengan status gizi balit.Walaupun demikian, usaha untuk meningkatkan pengetahuan terkait status gizi tetap dilakukan melalui penyuluhan maupun kunjungan rumah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan petugas gizi ke masyaraka

Penilaian Status Gizi (skripsi dan tesis)

Status gizi dapat dinilai secara langsung melalui pemeriksaan ukuran tubuh manusia, metode klinis dengan melihat perubahan yang terjadi secara fisik pada tubuh seseorang, metode biokimia dengan pemeriksaan specimen yang diuji menggunakan laboratorium dan secara biofisik dengan melihat kemampuan fungsi jaringan.Adapun secara tidak langsung dapat dinilai melalui survey konsumsi makanan (supariasa, 2001). Penilaian status gizi didasarkan pada tiga kategori BB/U, TB/U dan BB/TB dengan mengkonversikan nilai berat badan dan tinggi badan kedalam Z-Score, menggunakan baku antropometri WHO (2006) . Dikatakan gizi kurang, pendek ataupun kurus jika nilai Z-Score (≥ 3,0 s.d <-2,0) dan gizi baik (≥ -2,0 s.d ≤2,0). Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi setiap orang, tergantung banyak hal salah satunya adalah usia. Balita membutuhkan zat gizi didasarkan pada kecukupan gizi (AKG) asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat sesuai kelompok umur dan rata-rata perhari diantaranya yaitu pada usia 0-6 bulan (550 kkal, 12 gr, 34gr dan 58 gr), usia 7-11 bulan (725 kkal, 18gr, 36gr dan 82gr), usia 1-3 tahun (1125kkal, 26gr, 44gr dan 155gr) dan pada usia 4-6 tahun (1600kkal, 35gr, 62gr dan 220gr) (Permenkes RI, 2013).

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (skripsi dan tesis)

 

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran keckupan rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuiakan dengan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi (Depkes, 2005b ). Angka Kecukupan Energi (AKE) merupakan rata-rata tingkat konsumsi energi dengan pangan yang seimbang yang disesuaikan dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik.
Angka Kecukupan Protein (AKP) merupakan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein agar tercapai semua populasi orang sehat disesuaikan dengan kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas fisik. Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola pangan yang baik berkisar antara 50-65% total energi, sedangkan kecukupan lemak berkisar antara 20-30% total energi (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi (skripsi dan tesis)

.1. Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang lebih semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan energi maka produktivitas kerja seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih lamban. Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik (Apriadji, 1986).
2. Frekuensi Makan Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak makanan yang dikonsumsi seseorang. Menurut Hui (1985), sebagian besar remaja melewatkan satu atau lebih waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling banyak dilewatkan, disusul oleh makan siang. Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka sedang dalam keadaan terburu-buru, menghemat waktu, tidak lapar, menjaga berat badan dan tidak tersedianya makanan yang akan dimakan. Melewatkan waktu makan dapat menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain (Brown et al, 2005). Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan bangsa dengan frekuensi makan sebanyak  tiga kali dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang banyak (Suyono, 1986).
3. Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangant diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik (Krummel & Etherton, 1996). Energi yang diperlukan oleh tubuh berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/ gram (Baliwati, 2004).
4. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001). Fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh. Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan protein seseorang (Baliwati, 2004)Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein berasal dari bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1999, menunjukkan secara nasional konsumsi protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah 48,7 gram sehari (Almatsier, 2001). Anjuran asupan protein berkisar antara 10 – 15% dari total energi (WKNPG, 2004).
5. Asupan Karbohidrat
 Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah (Djunaedi, 2001). Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacangkacangan dan gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras, singkong, ubi, jagung, taslas, dan sagu (Almatsier, 2001). Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka kecukupan karbohidrat sebesar 50-65% dari total energi. (WKNPG, 2004). WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka protein akan tetap berfungsi sebagai zat pembangun (Almatsier, 2001). Faktor-faktor…, Desy Khairina, FKMUI, 2008
.6. Asupan Lemak
 Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi terhadap kesehataan tubuh manusia (WKNPG, 2004). Konsumsi lemak paling sedikit adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak relatif lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan, maka akan mengurangi konsumsi makanan lain. Berdasarkan PUGS, anjuran konsumsi lemak tidak melebihi 25% dari total energi dalam makanan seharihari. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, seperti minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, jagung, dan sebagainya. Sumber lemak utama lainnya berasal dari mentega, margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2001).
7. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang tingggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mengurangi bahkan mencegah dari timbulnya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan (Apriadji, 1986). Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, akan mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi gizi, sehingga diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang sesuai dengan informasi yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WKNPG, 2004). Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan status gizi seseorang. Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu rumah tangga masih rendah (tamat SD dan tamat SMP). Pendidikan yang rendah sejalan dengan pengetahuan yang rendah, karena dengan pendidikan rendah akan membuat seseorang sulit dalam menerima informasi mengenai hal-hal baru di lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan gizi. Pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi sangat diperlukan oleh pembantu rumah tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi yang diperoleh dapat dipraktekkan dalam pekerjaan yang mereka lakukan.
8. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi, Pembantu rumah tangga mendapatkan gaji (pendapatan) yang masih di bawah UMR (Gunanti, 2005). Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang (Apriadji, 1986). Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan dengan pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya (Gesissler, 2005). Faktor-faktor…, Desy Khairina, FKMUI, 2008 26 Meningkatnya pendapatan perorangan juga dapat menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Kebiasaan makan seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan seseorang (Suhardjo, 1989). Meningkatnya pendapatan seseorang merupakan cerminan dari suatu kemakmuran. Orang yang sudah meningkat pendapatannya, cenderung untuk berkehidupan serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi seseorang dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak mengonsumsi makanan berkalori tinggi dapat menimbulkan kelebihan energi yang disimpan tubuh dalam bentuk lemak. Semakin banyak lemak yang disimpan di dalam tubuh dapat mengakibatkan kegemukan (Suyono, 1986).
9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuannya akan gizi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD, tentu memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan tamat SMA atau Sarjana. Tetapi, sebaliknya, seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang mendapatkan informasi mengenai gizi, baik melalui media iklan, penyuluhan, dan lain sebagainya. Tetapi, perlu diingat bahwa rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga, pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya (Apriadji, 1986). Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka. Zat gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan. Pengetahuan gizi dapat memberikan perbaikan gizi pada individu maupun masyarakat (Suhardjo, 1986).

Metode Pengukuran Konsumsi Makanan (skrispi dan tesis)

Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan data konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran konsumsi makanan, yaitu sebagai berikut :
1. Recall 24 jam (24 Hour Recall) Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall dilakukan pada saat wawancara dilakukan dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Wawancara menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas yang telah terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakanenggunaan URT (Ukuran Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa, 2001). Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat individu, sehingga sebaiknya responden memiliki ingatan yang baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang sebenarnya tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak cocok bila dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun dan di atas 70 tahun. Recall dapat menimbulkan the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan responden untuk melaporkan konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi lebih sedikit, sehingga kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak yang sebenarnya (Supariasa, 2001).
2. Food Record
 Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah makanan dan minuman dalam satu periode waktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan dapat dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (estimated food record) atau menimbang (weighed food record) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3. Food Frequency Questionnaire (FFQ)
 FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensiseseorang dalam mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat dilakukan selama periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman (Supariasa, 2001).
 4. Penimbangan makanan (Food Weighing)
 Metode penimbangan makanan dilakukan dengan cara menimbang makanan disertai dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi responden selama satu hari. Persiapan pembuatan makanan, penjelasan mengenai bahan-bahan yang digunakan dan merk makanan (jika ada) sebaiknya harus diketahui (Gibson, 2005).
5. Metode Riwayat Makan
Metode riwayat makan dilakukan untuk menghitung asupan makanan yang selalu dimakan dan pola makan seseorang dalam waktu yang relatif lama, misalnya satu minggu, satu bulan, maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3 komponen, yaitu wawancara recall 24 jam, memeriksa kebenaran recall 24 jam dengan menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi konsumsi sejumlah makanan, dan konsumsi makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan (Gibson, 2005)

Masalah Gizi Lebih (skripsi dan tesis)

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993). Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2 , sedangkan obesitas adalah ≥ 27,0 kg/m2 . Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anakanak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 1986).

Masalah Gizi Kurang (skripsi dan tesis)

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,  perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan (Sampoerno, 1992). Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2001). Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo, 1998). Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 1986).

Indeks Antropometri (skripsi dan tesis)

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia  harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur diatas  tahun. Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri dari :
1. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan tinggi badan (Gibson, 2005).
 2. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Penilaian Status Gizi (skripsi dan tesis)

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Penilaian Langsung
 a. Antropometri Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).

 b. Klinis Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). c. Biokimia Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004). d. Biofisik Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2001).

2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).

 b. Statistik Vital Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Faktor Ekologi Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001).

Pengertian Status Gizi (skripsi dan tesis)

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005). Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986). Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007). Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Apriadji, 1986).

Faktor yang mempengaruhi persepsi (skripsi dan tesis)

Disamping faktor-faktor teknis seperti : a) Kejelasan stimulus (suara yang jernih, gambar yang jelas), b) Kekayaan sumber stimulus (media multi-channel seperti audio-visual), persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor psikologis ini bahkan terkadang lebih menentukan bagaimana informasi/pesan/stimulus dipersepsikan. Menurut Muchlas (2005), sejumlah faktor di antaranya akan berpengaruh pada perbaikan atau mendistorsi persepsi kita. Faktor-faktor itu terletak pada pelaku persepsi, objek/target persepsi, dan dalam konteks situasi di mana persepsi itu dibuat. Kaitannya dengan pelaku persepsi, karakteristik pribadi dari masing-masing pelaku persepsi akan mempengaruhi interpretasi dari suatu target. Beberapa karakter pribadi yang dapat mempengaruhi persepsi di antaranya adalah sikap, motif, ketertarikan (interest), pengalaman masa lalu dan ekspektasi.

Faktor karakteristik pribadi yang sangat dominan adalah faktor ekspektasi dari si penerima informasi sendiri. Ekspektasi ini memberikan kerangka berpikir (perceptual set) atau  mental set tertentu yang menyiapkan seseorang untuk mempersepsikan dengan cara tertentu. Mental set ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :

  1. Ketersediaan informasi sebelumnya

Ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan sebelum materi tertentu. Informasi juga dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.

  1. Kebutuhan

Kebutuhan akan menentukan persepsi seseorang disebabkan karena keinginannya pada saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang baru saja makan.

Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut : emosi, impresi dan konteks.

  1. Emosi

Emosi akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya (menjadi figure) adalah emosinya tersebut. Contoh, seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.

  1. Impresi

Stimulus yang salient (menonjol), akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.

  1. Konteks

Faktor ini merupakan yang terpenting, karena konteks bisa secara sosial, budaya dan lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda (Rumah Belajar Persepsi, 2008 ; DeVito, 1995).

  1. Sifat-sifat persepsi

Mulyana (2008) menyatakan bahwa persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Sebagai contoh apa yang mudah menurut kita belum tentu mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas menurut orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Sifat-sifat persepsi akan mengambarkan bagaimana persepsi itu timbul

 

Menurut Walgito (2003), faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal atau faktor yang ada dalam diri individu dan faktor eksternal yang terdiri dari faktor stimulus itu sendiri serta faktor lingkungan di mana stimulus tersebut berlangsung. Faktor internal dan eksternal saling berinteraksi dalam menciptakan persepsi individu.

Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran atau sudah dapat dipersepsi oleh individu. Sebaliknya stimulus yang kurang kuat akan berpengaruh juga terhadap ketepatan persepsi.

Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi persepsi datang dari dua sumber yaitu yag berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi psikologis. Segi kejasmanian menyangkut kondisi fisik seseorang, sedangkan segi psikologis menyangkut pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan kerangka acuan seseorang.

Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi. Obyek yang sama dalam situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda pula.

Persepsi (skripsi dan tesis)

Persepsi adalah gambaran subyektif internal seseorang  tentang suatu hal pesepsi merupakan suatu proses yang didahului dengan pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stumulus oleh individu melalui alat serertopnya  secara terus menerus dan terjadilah proses psikologis (Walgito,2004). Menurut Maramis dalam Sunaryo (2004) persepsi adalah perbedaan antara suatu hal melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.

Kamus psikologi, mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima sehingga didapatkan pengalaman dari perasaan atau kepandaian setelah adanya rangsangan dari organ tubuh atau pikiran, dan dalam penilaiannya diperlukan ketajaman, kepandaian serta pengetahuan terhadap yang apa dinilainya (Dictionary information: Definition Perception, 2008). Persepsi merupakan penjabaran beberapa prinsip dari sensasi menjadi bentuk persepsi, di mana persepsi ini dibentuk karena adanya kedekatan posisi (proximity), kesamaan bentuk (similarity), kesinambungan pola (continuity) dan kesamaan arah gerak (common fate) (Carlson, 1997)

Kesimpulan dari semua definisi persepsi yang ada adalah, persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu berdasarkan realitas objektif dan pengaturan yang dimilikinya. Penilaian ini nantinya akan membentuk diri pribadi manusia, kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.

  1. Proses Persepsi

Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kedalaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya atau apa yang diraba.

Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran ini disebut proses psikologis. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2002; Sunaryo, 2004)

Proses persepsi menurut Luthan (1992) meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Walaupun persepsi mampu menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.

Menurut Thoha (2008), ada beberapa subproses dalam persepsi antara lain:

 

  1. Stimulasi

Merupakan subproses pertama dalam persepsi. Stimulus yang dihadapi tersebut dapat berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh.

  1. Registrasi

Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim padanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat tersebut.

  1. Interpretasi

Sub proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang

  1. Umpan balik (feed back)

Merupakan sub proses terakhir dalam persepsi dan dapat mempengaruhi persepsi.

Aktifitas fisik (skripsi dan tesis)

Aktifitas fisik memerlukan energi diluar kebutuhan untuk metabolisme basal, Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan system penunjangnya. Selama aktifitas  otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen keseluruh   dan untuk  mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.salasatu level aktifitas fisik pada anak, terutama dalam konteks  sosial adalah jumah waktu yang dikeluarkan anak untk menonton TV dan main vidio game, Jumlah jam menonton televisi terbukti merupakan suatu prediktor yang kuat untuk trjadinya obesitas pada anak (Subarja, 2004)

Kegiatan fisik tak memiliki dampak mencolok pada indeks massa tubuh atau pada ukuran kegiatan fisik dan prilaku anak yang tak bergerak. Namun, dibandingkan anak-anak pemantau, anak yang mendapat campur-tangan memperlihatkan hasil lebih besar dalam keterampilan gerak dan motorik, yang, kata para peneliti itu, mungkin menempa keyakinan pada kemampuan fisik, sehingga bisa meningkatkan perbedaan dalam keikutsertaan masa depan dalam kegiatan fisik atau olahraga.

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : yaitu

  1. tingkat aktivitas dan olah raga secara umum;
  2. angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.

Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal.(Tambunan, 2002)

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori  secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan   otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

 

Perilaku makan (skripsi dan tesis)

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh pihak  luar. Faktor determinan prilaku manusia sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan berbagai faktor baik internal  maupun ekstrnal (Notoatmojo, 2007), secara garis besar  perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:  fisik, psikis dan sosial. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan erat, sehingga sulit ditarik garis yang tegas faktor yang   yang lebih berpengaruh pada perilaku manusia.

Menurut Green el al.  (2000) Perilaku dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:

  1. Persepsi (Perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama misalnya, seorang ibu memberikan makan pada anaknya
  2. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupkan  indikator  prilaku tingkat  dua, misalanya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, memulai dengan cara mencuci, memotong- motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya

  1. Mekanisme (mecanisme)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka iya sudah mencapai perilaku tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang selalu mencuci tangannya sebelum makan atau ketika akan memberi makan anaknya tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain  secara sadar  cuci tangan sendiri. Bertindak atas kesadaran sendri

  1. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu perilaku atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik . Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut, misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi dengan menggunakan bahan yang murah dan sederhana.

Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya pada diriseseorang, satu keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh wawasan dan cara pandang dan faktor lain yang berkaitan  dengan tindakan yang tepat . Jika ditelusuri lebih lanjut, system nilai  tindakan itu dipengaruhi oleh  pengalaman pada masa lalu  berkaitan dengan informasi tentang makanan dan gizi yang pernah diterimnya  dari berbagai sumber. Disisi lain, perilaku makan dipengaruhi pulah oleh wawasan   atau cara pandang seseorang terhadap masalah gizi.

Perilaku makan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan kebiasaan makan. kebiasaan makan merupakan sebagai cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengkomsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasari pada latar belakang sosial budaya setempat  (Den hertog dan van staveren, 1983)

Dari sudut pandang ilmu antropologi dan ilmu sosiologi mengenai perilaku makan individu dan system sosial keluarga menunjukan, bahwa faktor umum yang mempengaruhi perubahan adalah karena adanya perubahan sosial. Perilaku makan demikian kompleksnya  untuk  mencapai tujuan, perubahan yang dilakukan harus secara sosial dan besar-besaran. Literatur kedokteran yang ada pun tidak ada yang dengan tepat mencantumkan bagaimana cara terbaik untuk melakukan perubahan di bidang ini, dengan kata lain, masih dibutuhkan studi lebih lanjut di Indonesia tentang bagaimana mencegah obesitas sejak dini (Sanjur, 1982)

Menutup restoran cepat saji atau menertibkan tukang jajan di sekolah dasar tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan usaha dari pelbagai kalangan untuk melakukan perubahan yang benar-benar efektif, dari pemerintah, media massa, rakyat secara umum, sekolah, penyedia jasa kesehatan, peneliti, dan tentunya dari kalangan rumah alias orang tua.

Pemerintah sebagai penentu kebijakan berperan menetapkan aturan atau pembatasan makanan-makanan kurang sehat dengan kalori yang sangat tinggi serta berpotensi menimbulkan obesitas. Media massa memegang peranan yang amat luar biasa besar untuk mengkampanyekan bahayanya obesitas pada anak, di perkotaan Indonesia, trend ustadz atau pendeta sebagai guru sudah mulai tersingkir. Meskipun pengajian dan misa masih ramai pengunjung, tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat lebih patuh terhadap iklan dan tayangan televisi yang berlangsung hampir 24 jam sehari dengan kemasan yang sangat menarik. Gabungan pemerintah dan media massa untuk mendidik masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup sehat merupakan alat yang sangat baik untuk membuat perubahan.(Farmacia, 2009)

 

Dampak Obesitas (skripsi dan tesis)

Bukti-bukti saat ini  juga menunjukkan bahwa banyak anak-anak overweight memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti: hyperlipidemia, hipertensi, atau hyperinsulinemia. Obesitas  juga merupakan keadaan status nutrisi dengan penyebab multifaktor yang selalu dihubungkan dengan peningkatan risiko dan mortalitas beberapa penyakit seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, non insulin dependent diabetes mellitus,  sindroma metabolik dan kanker.

 1.Penyakit jantung dan stroke

Mereka dengan IMT paling sedikit 30 mempunyai 50-100% peningkatan resiko kematian dibandingkan mereka dengan IMT 20-25. Obesitas type buah apple mempunyai resiko hampir 3 kali untuk menderita penyakit jantung dibanding dengan berat badan normal. Meningkatnya lemak di daerah perut secara spesifik dihubungkan dengan kekuatan pembuluh darah aorta, yaitu pembuluh darah artery utama yang memberikan darah ke organ-organ tubuh.

   2.Tekanan darah tinggi

Hubungan  antara obesitas dengan  tekanan darah adalah kompleks dan mungkin menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan biologik. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat badan bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah.

   3.DM tipe2

Kebanyakan penderita DM tipe2 adalah obesitas dan pada kenyataanya memberikan kesan yang kuat bahwa penurunan berat badan dapat menjadi kunci  dalam mengontrol terhadap DM tipe2, yang mempunyai kelainan berupa ketidak mampuan menggunakan insulin didalam metabolisme glukosa. Keadaan ini sering disebut resistensi insulin dan juga di hubungkan dengan hipertensi dan kelainan pembekuan darah.walaupun mekanisme yang tepat hubungan antara obesitas dan DM tipe2 sama sekali belum jelas, tetapi sel2 lemak dapat melepaskan zat2 kimia tertentu yang menghambat kepekaan tubuh terhadap insulin.

 

     4.Sindroma metabolik

 

Tingginya prevalensi obesitas pada anak dari hari ke hari, para ilmuwan semakin serius memikirkan akibat buruk dari keadaan tersebut, yakni terjadinya sindrom metabolik. Definisi entitas sindrom metabolik ialah terdapatnya resistansi insulin diikuti dengan minimal tiga dari gejala berikut, hipertensi, perubahan metabolisme glukosa, dislipidemia, serta obesitas. Karenanya, bisa saja seorang anak mengalami obesitas tapi belum tentu masuk kategori sindrom metabolik.

Meskipun definisi sindrom metabolik sudah relatif jelas terdeskripsikan pada orang dewasa, untuk menentukan pada anak merupakan cerita lain. Berdasarkan definisi Cook seorang anak dikategorikan mengidap sindrom metabolik jika memenuhi komponen berikut, lingkar perut yang lebih besar dari persentil ke-90 pada kurva usia, jenis kelamin, dan etnis; gula darah puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl; tekanan darah yang lebih tinggi dari persentil ke-90 pada kurva usia dan tinggi badan; trigliserida puasa yang lebih besar dari 110 mg/dl; serta kolesterol HDL yang lebih rendah dari 40 mg/dl. Tentunya semua pemeriksaan ini sangat bersifat tersier dan tidak mudah dilakukan di semua rumah sakit di Indonesia (Fachry, 2009)

  1. Kanker

Obesitas dihubungkan dengan jenis kanker tertentu, dan beberapa ahli percaya bahwa kontrol berat badan yang efektif bagi anak2 dan dewasa dapat mengurangi kejadian kanker 30-40%. Obesitas dapat meningkatkan resiko kanker dalam hubungannya dengan kadar hormon yang tinggi yang disebut  ”Gount faktor”,  yang mana dalam merangsang pertumbuhan sel yang menybabkan kanker (Freedman, 2004)

 

Pengukuran obesitas (skripsi dan tesis)

Untuk mengukur obesitas anak yang perlu dilakukan adalah memastikan apakah anak  memiliki berat badan berlebih. Secara singkat, BB lebih dapat dilihat dengan memperhatikan KMS anak .  Apabila di atas garis hijau, maka kemungkinan anak.memiliki berat badan berlebih. Selanjutnya, lihatlah tinggi badan anak, dari WHO-NCHS, tidak ada klasifikasi overweight atau obesitas. Sehingga, indikator ini sulit dilihat secara objektif.

C

Presentil Klasifikasi
> 95 Obesitas
75-95 Overweight
25-75 Normal

Pengukuran antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar normal atau ideal. Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat, yang disebut  Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai berikut :

  BB (kg)

IMT = ————–

          TB x TB (m)

 Status Gizi Wanita Laki-laki
Normal 17 -23 18 –25
Kegemukan 23 – 27 25 – 27
Obesitas > 27 > 27

BB = Berat Badan, TB = Tinggi Badan

IMT yang normal antara 18 – 25. Seorang dikatakan kurus bila IMT nya  < 18 dan gemuk bila IMT nya > 25.  Bila IMT > 30 orang tersebut menderita obesitas dan perlu diwaspadai karena biasanya orang tesebut juga menderita penyakit  degeneratif seperti Diabetes Melitus, hipertensi, hiperkolesterol dan kelainan metabolisme lain yang memerlukan pemeriksaan lanjut  baik klinis atau laboratorium. Untuk mengetahui Berat Badan ideal dapat menggunakan rumus Brocca sebagai berikut :

BB ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100)

Batas ambang yang diperbolehkan adalah  + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan bila diatas 20% sudah terjadi obesitas.(Brocca,1992)

    Obesitas Anak (skripsi dan tesis)

Angka kejadian obesitas pada masa kanak-kanak  meningkat secara cepat  diseluruh dunia. Rata-rata penyebabnya adalah anak-anak menghbiskan lebih banyak  waktu  didepan TV, komputer atau perangkat video game dari pada bermain diluar ruangan. Ditambah dengan tipikal keluarga masa kini yang sangat sibuk dan biasanya hanya mempunyai sedikit waktu  untuk menyiapkan makanan sehari-hari. Edukasi nutrisi anak pada orang tua terus digencarkan, mengingat negeri Indonesia masih memiliki fenomena paradoks pediatrik yang unik,  jutaan anak mengalami malnutrisi, sementara di lain sisi jutaan anak pula yang mengalami obesitas.

Obesitas pada anak-anak secara khusus akan menjadi masalah karena berat ekstra yang dimiliki sianak  pada akhirnya akan menghantarkan nya pada masalah kesehatan yang biasanya dialami orang dewasa seperti diabetes,tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Obesitas pada anak juga secara otomatis meningkatkan angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Banyak hal yang – multi dimensional – yang menyebabkan anak menjadi obes, namun jalur metabolisme pada akhirnya akan menyebabkan imbalans energi, yakni ketidakseimbangan kalori yang masuk dengan kalori yang dihabiskan. DM tipe 2 yang sejak dulu menjadi langganan kaum tua, saat ini sudah menjamur merambah kalangan anak-anak (Aurora, 2007)

Anak yang obesitas, terutama apabila pembentukan jaringan lemaknya (the adiposity rebound) terjadi sebelum periode usia 5-7 tahun, memiliki kecenderungan berat badan berlebih saat tumbuh dewasa. Sama seperti orang dewasa, kelebihan berat badan anak terjadi karena ketidak seimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar; terlalu banyak makan, atau terlalu sedikit beraktivitas, atau pun keduanya. Akan tetapi, berbeda dengan orang dewasa, berat badan anak pada kasus obesitas tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertumbuhan berat badan sebaiknya dihentikan atau diperlambat sampai proporsi berat terhadap tinggi badan mencapai normal. Perlambatan ini dapat dicapai dengan cara mengurangi makan sambil memperbanyak olahraga.

Faktor Obesitas (skripsi dan tesis)

Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat   dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :

1.      Umur

Obesitas dapat terjadi pada semua umur, obesitas  sering  dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan

2.      Jenis kelamin

Jenis kelamin ikut berperan dalam timbulnya obesitas terutama obesitas lebih umum dijumpai pada wanita

3.      Genetik

Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam     sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula.  Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh.  Hal ini dimungkinkan karena pada saat  ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar (Tambunan, 2002).

Orang yang obes lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan. Menurut dr. Inayah Budiasti, ahli nutrisi dari RS Jakarta fenomena makan cepat saji merupakan sala satu penyebab utamanya. Makanan cepat saji mengandung energy yang sangat tinggi karena 40-50% adalah lemak.sementara kebutuhan tubuh akan lemak hanya sekitar  15% sebagian besar kebutuhan tubuh adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan Protein 20%  (Budiasti,  2004)

  1. Kurang Gerak/Olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : 1) tingkat aktivitas dan olah raga secara umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal (Tambunan,  2002)

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori  secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal.

  1. Pengaruh Emosional

Sebuah pandangan populer adalah bahwa obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan cinta kasih, seperti anak-anak makanan dianggap sebagai simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan makan adalah sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya.  Walaupun penjelasan demikian cocok pada beberapa kasus, namun sebagian orang yang kelebihan berat badan tidaklah lebih terganggu secara psikologis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Meski banyak pendapat yang mengatakan bahwa orang gemuk biasanya tidak bahagia, namun sebenarnya ketidakbahagiaan /tekanan batinnya lebih diakibatkan sebagai hasil dari kegemukannya. Hal tersebut karena dalam suatu masyarakat seringkali tubuh kurus disamakan dengan kecantikan, sehingga orang gemuk cenderung malu dengan penampilannya dan kesulitannya mengendalikan diri terutama dalam hal yang berhubungan dengan perilaku makan.

Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apa bila mereka tegang atau cemas, dan eksperimen membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang sangat mencekam; orang dengan berat badan yang normal makan dalam situasi yang kurang mencekam (McKenna,1999).

Dalam suatu studi yang dilakukan White (1977) pada kelompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka menyaksikan empat jenis film yang mengundang emosi yang berbeda, yaitu film yang tegang, ceria, merangsang gairah seksual dan sebuah ceramah yang membosankan. Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang dibanding setelah menonton film yang membosankan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang selera makan kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun film yang membosankan  (Tambunan, 2002)

      6.Lingkungan

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut  tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan (Tambunan, 2002) Aurora  (2007) berpendapat  bahwa lingkungan modern telah banyak mengurangi kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik, trasfortasi yang nyaman, komputer, pekerjaan rumah (PR) yang banyak, film, dan televisi, serta makanan cepat saji telah mendorong kebiasaan hidup yang santai dan malas.

Obesitas (skripsi dan tesis)

Obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kata obesitas berasal dari bahasa Latin yang berarti makan berlebihan, Soerasmo dan taufan (2002)  menyatakan saat ini obesitas atau gemuk didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Di Indonesia masih ada anggapan bahwa gemuk merupakan suatu simbol kemakmuran, kesehatan dan kewibawaan. Oleh karena itu, masih banyak dijumpai  individu yang sengaja membiarkan dirinya dalam ke-adaan obesitas. Sementara di negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, obesitas sudah dianggap sebagai suatu penyakit yang harus mendapat penanganan serius, mengingat dampaknya terhadap kesehatan (Syarif, 2002)

Di Indonesia berdasarkan data  RISKESDAS, (2007), (2008) dan WHO, (2005) laki-laki berumur lebih dari  15 tahun dengan lingkar perut di atas 90 cm atau perempuan dengan lingkar perut di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan 29% lebih tinggi dibanding laki-laki 7,7%. Menurut tipe daerah, obesitas sentral lebih tinggi di daerah perkotaan 23,6% dari pada daerah perdesaan 15,7%. Demikian juga semakin meningkat tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan, semakin tinggi prevalensi obesitas sentral.

Orang yang obes lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan. Menurut   Budiasti (2004) ahli nutrisi dari RS Jakarta fenomena makan cepat saji merupakan sala satu penyebab utamanya. Makanan cepat saji mengandung energy yang sangat tinggi karena 40-50% adalah lemak. sementara kebutuhan tubuh akan lemak hanya sekitar  15% sebagian besar kebutuhan tubuh adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan Protein 20%.

Manfaat Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Esisenberg (1996) membagi senam hamil menjadi empat tahap dimana setiap tahapnya mempunyai manfaat tersendiri bagi ibu hamil. Tahap dan manfaat senam hamil yaitu:

  1. Senam Aerobik

Merupakan aktifitas senam berirama, berulang dan cukup melelahkan, dan gerakan yang disarankan untuk ibu hamil adalah jalan-jalan. Manfaat dari senam aerobik ini adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dalam otot, merangsang paru-paru dan jantung juga kegiatan otot dan sendi, secara umum menghasilkan perubahan pada keseluruhan tubuh terutama kemampuan untuk memproses dan menggunakan oksigen, meningkatkan peredaran darah, meningkatkan kebugaran dan kekuatan otot, meredakan sakit punggung dan sembelit, memperlancar persalinan, membakar kalori (membuat ibu dapat lebih banyak makan makanan sehat), mengurangi keletiham dan menjadikan bentuk tubuh yang baik setelah persalinan.

  1. Kalestenik

Latihan berupa gerakan-gerakan senam ringan berirama yang dapat membugarkan dan mengembangkan otot-otot serta dapat memperbaiki bentuk postur tubuh. Manfaatnya adalah meredakan sakit punggung dan meningkatkan kesiapan fisik dan mental terutama mempersiapkan tubuh dalam menghadapi persalinan.

  1. Relaksasi

Merupakan latihan pernapasan dan pemusatan perhatian. Latihan ini bisa dikombinasikan dengan katihan kalistenik. Manfaatnya adalah menenangkan pikiran dan tubuh, membantu ibu menyimpan energi untuk ibu agar siap menghadapi persalinan.

  1. Kebugaran Panggul (biasa disebut kegel)

Manfaat dari latihan ini adalah menguatkan otot-otot vagina dan sekitarnya (perinial) sebagai kesiapan untuk persalinan, mempersiapkan diri baik fisik maupun mental.

Beberapa manfaat senam hamil lainnya yaitu :

  1. Menguasai teknik pernapasan.

Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan.

  1. Memperkuat elastisitas otot.

Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir.

  1. .Mengurangi keluhan.

Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.

  1. .Melatih relaksasi.

Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan.

  1. Menghindari

Senam ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan.

Sebenarnya senam hamil juga bisa dilakukan sendiri di rumah. Namun senam ini harus dilakukan secara teratur, dengan kondisi yang tenang dan menggunakan pakaian yang longgar.

Tujuan Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Mochtar (1998) membatasi tujuan senam hamil menjadi tujuan secara umum dan khusus, tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Pertama, tujuan umum senam hamil adalah melalui latihan senam hamil yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan persendian yang berperan dalam mekanisme persalinan, mempertinggi kesehatan fisik dan psikis serta kepercayaan pada diri sendiri dan penolong dalam menghadapi persalinan dan membimbing wanita menuju suatu persalinan yang fisiologis. Kedua, tujuan khusus senam hamil adalah memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, otot-otot dasar panggul, ligamen dan jaringan serta fasia yang berperan dalam mekanisme persalinan, melenturkan persendian-persendian yang berhubungan dengan proses persalinan, membentuk sikap tubuh yang prima sehingga dapat membantu mengatasi keluhan-keluhan, letak janin dan mengurangi sesak napas, menguasai teknik-teknik pernapasan dalam persalinan dan dapat mengatur diri pada ketenangan.

Pengertian Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Senam hamil adalah suatu bentuk latihan guna memperkuat dan mempertahankan elastisitas dinding perut, ligament-ligament, otot-otot dasar panggul yang berhubungan dengan proses persalinan (FK. Unpad, 1998).

 

Pembagian Tahap Persalinan (skripsi dan tesis)

  1. Kala I

Ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloddy show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar danterbuka.

  1. Kala II

Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :

  1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.
  2. Fase aktif, berlangsung selama 3 jam dan dibagi atas 3 subfase.
  • Periode akselersi, berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
  • Periode dilatasi maksimal (steady), selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
  • Periode deselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
  1. Kala III

Setelah bayi lahir kontraksi rahim beristirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, berisi plasenta yang menjadi tebal 2 x sebelumnya. Berapa saat kemudian datang his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 15 menit seluruh plasenta terlepas didorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan diatas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100 – 200 cc.

  1. Kala IV

Adalah kala pengawasan 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pospartum.

 

Pengertian Persalinan Spontan (skripsi dan tesis)

Persalinan adalah peristiwa keluarnya bayi yang sidah cukup bulan diikuti dengan keluarnya plasenta dan selaput janin. Menurut Benson dan Pernolls, persalinan adalah proses normal yang terkoordinasi dengan tenaga yang berasal dari kontraksi uterus yang efektif dan fisiologis (tidak dipacu) yang menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks secara progrsif sehingga terjadi detenis atau penurunan bagian terendah janin dan pengeluaran bayi serta plasenta (Benson dan Pernolss cit Tamlicha, 1999)

Menurut FK UNPAD terdapat tiga macam persalinan yaitu persalinan spontan, persalinan buatan dan persalinan anjuran. Persalinan spontan yaitu apabila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir . persalinana  uatan yaitu apabila persalinan dibantu dengan tenaga dari laur misalnya ekstrasi, dengan forcep atau dilakukan operasi sectio caesarea. Sedangkan persalinan anjuran yaitu suatu eprsalinan yang pada umumnya terjadi pada bayi sudah cukup besar untuk hiudp di luar teteapi tidak demikian bersarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Kadang-kadang persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin (FK UNPAD 1993)

Namun pada pelaksanaan, belum ada keseragaman penentuan lamanya waktu persalinan normal. Penetapan batas waktu persalinan normal oleh banyak ahli mempunyai pertimbangan yang sama yaitu berdasarkan resiko terjadinya morbiditas pada ibu dan kesudahan persalinan (outcome). Dengan adanya perbedaan sarana, keadaan lingkungan, social ekonomi dan ras; batasan waktu persalinan normal yang ditetapkan oleh para ahli menjadi beragam.

Cohen dan Friedman menetapkan bahwa lama persalinan normal tidak melebihi 20 jam pada pirigravida dan 12 jam multigravida. Oxorn (1980) menetapkan 24 jam baik pada pada pirigravida dan multigravida. Greenhill (1995) hanya memberikan batasn kala I pada 13 jam pada primigravida dan 8 jam pada multigravida, sedangkan Russel (1976) memberikan batasan kala I kurang dari 12 jam baik pada primigravida maupun pada multigravida. Friedman (1981) menetapkan batasan lama persalinan normal kala I tidak melebihi 23 jam pada primigravida dan 16 jam pada multigravida

Berhubungan batas waktu persalinan yang masih beragam maka pada penelitian ini batasan waktu yang dipakai adalah yang ditetapkan oleh IFGO (International Federation of Gynecology and Obstretics). Partus lama ialaha persalina yang melebihi 18 jam yang secara universal sudah diterima (berdasarkan lama persalinana kala I).

Faktor-faktor yang sebelumnya dapat diidentifikasi secara jelas pada pengamatan kelangsungan persalinan adalah factor yang menyebabkan obstruksi jalan lahir sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi kontrakfilitas uterus dapat dideteksi sebelumnya (Greenhill, 1995; Friedman, 1991).

Perilaku Kesehatan (skripsi dan tesis)

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah fektor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum: 1974). Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui upaya yang saling betentangan. Masing-masing upaya tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan melalui (Notoatmodjo, 2007):

  1. Tekanan (Eforcement)

Upaya agar masyarakat mengubah perilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya enforcement ini bisa dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan (low enforcement), instruksi-instruksi, tekanan-tekanan (fisik atau nonfisik), sanksi-sanksi, dan sebagainya. Pendekatan atau cara ini biasanya menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku baru ini tidak langgeng (sutainabel), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan(Notoatmodjo, 2007).

  1. Pendidikan (Education)

Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat, akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersi. Namun demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan (Notoatmodjo, 2007).

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:

  • Faktor predisposisi (Predisposing faktor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntukan anti tetanus), karena suntukan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

  • Faktor pemungkinan (Enambling factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tampat periksa kehamilan, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

 

  • Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintahan daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan.

Oleh sebab itu, intervensi pendidikan (promosi) hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ke-3 faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni predisposing, reinforcing and enabling cause in educational diagnosis and evaluation.

Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (hereditas), maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti pada bagan Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan atau promosi Kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Pengawasan Sanitasi Tempat Umum (skripsi dan tesis)

Tujuan dari pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain:

  1. Untuk memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala.
  2. Untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum.

Ada beberapa jenis-jenis tempat umum, antara lain:

  1. Hotel
  2. Kolam renang
  3. Pasar
  4. Salon
  5. Panti Pijat
  6. Tempat wisata
  7. Terminal
  8. Tempat ibadah

Syarat-syarat dari sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:

  1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum
  2. Harus ada gedung dan tempat yang permanent
  3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
  4. Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dll)

Aspek penting dalam penyelenggaraan sanitasi tempat-tempat umum yaitu:

  1. Aspek teknis/hukum (persyaratan H dan S, peraturan dan perundang-undangan sanitasi).
  2. Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang : kebiasan hidup, adat istiadat, kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi,dll.
  3. Aspek administrasi dan management, yang meliputi penguasaan pengetahuan tentang cara pengelolaan STTU yang meliputi: Man, Money, Method, Material, dan Machine.

Secara spesifik ada beberapa ruang lingkup sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:

  1. Penyediaan air minum (Water Supply)
  2. Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (wastes disposal meliputi sawagerefuse, dan excreta)
  3. Higiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation)
  4. Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Contruction)
  5. Pengawasan Vektor (Vector Control)
  6. Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution)
  7. Higiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation)

Kegiatan yang mendasari sanitasi tempat-tempat umum (STTU), yaitu:

  1. Pemetaan (monitoring)

Pemetaan (monitoring) adalah meninjau atau memantau letak, jenis dan jumlah tempat-tempat umum yang ada kemudian disalin kembali atau digambarkan dalam bentuk peta sehingga mempermudah dalam menginspeksi tempat-tempat umum tersebut.

  1. Inspeksi sanitasi

Inspeksi sanitasi adalah penilaian serta pengawasan terhadap tempat-tempat umum dengan mencari informasi kepada pemilik, penanggung jawab dengan mewawancarai dan melihat langsung kondisi tempat umum untuk kemudian diberikan masukan jika perlu apabila dalam pemantauan masih terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan pembenahan.

  1. Penyuluhan

Penyuluhan terhadap masyarakat (edukasi) terutama untuk menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari TTU.

Pengertian sanitasi tempat-tempat umum (skripsi dan tesis)

Sanitasi merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (http://www.who.int). Menurut Notoatmodjo (2003), sanitasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan terbebas dari ancaman penyakit.Tempat-tempat umum merupakan suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakuikan kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar, maupun tidak. Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana banyak orang berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-hari.Sanitasi tempat-tempat umum adalah: suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum tersebut yang mengakibatkan timbul menularnya berbagai jenis penyakit, atau Sanitasi tempat-tempat umum merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan tempat-tempat yang sering digunakan untuk menjalankan aktivitas hidup sehari-hari agar terhindar dari ancaman penyakit yang merugikan kesehatan.

Pengertian Mahasiswa Keperawatan (skripsi dan tesis)

Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai seseorang yang sedang dalam proses belajar serta terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu jenjang perguruan tinggi tertentu seperti universitas, sekolah tinggi, institute, akademi, dan politeknik, (Hartaji, 2012: 5). Mahasiswa dalam kamus Bahasa Indonesia (KBI) didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia Online, kbbi.web.id)

Definisi lain dari mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta atau lembaga lain yang sederajat dengan perguruan tinggi. (Siswoyo, 2007: 121). Mahasiswa dianggap memiliki kecerdasan dalam berpikir, tingkat intelektualitas yang tinggi, serta perencanaan yang baik dalam bertindak. Berpikir kritis serta bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa.

Mahasiswa keperawatan adalah seseorang yang dipersiapkan untuk dijadikan perawat profesional di masa yang akan datang.Perawat profesional wajib memiliki rasa tanggung jawab atau akuntabilitas pada dirinya, akuntabilitas merupakan hal utama dalam praktik keperawatan yang profesional dimana hal tersebut wajib adapada diri mahasiswa keperawatan sebagai perawat di masamendatang (Black, 2014). Seorang mahasiswa merupakan golongan akademis dengan intelektual yang terdidik dengan segala potensiyang dimiliki untuk berada di dalam suatu lingkungan sebagai agen perubahan. Mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang besar untuk dapat memecahkan masalah dalam bangsanya, maka dari itu mahasiswa bertanggung jawab dan mempunyai tugas dalam hal akademis ataupun organisasi (Oharella, 2011)

  1. Kode Etik Mahasiswa Kepetawatan

Koeswadji dalam Praptianingsih (2008) mengatakan bahwa kode etik dapat ditinjau dari empat segi, yaitu segi arti, fungsi,isi dan bentuk :

1)      Arti kode etik atau etika adalah pedoman perilaku bagi pengemban profesi. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang berisikan hak dan kewajiban yang didasarkan moral dan perilaku yang sesuai dan atau mendukung standar profesi.

2)      Fungsi kode etik adalah sebagai pedoman perilaku bagi para pengemban profesi, dalam hal in perwat, sebagai tenaga kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan dan atau kode etik juga sebagai norma etik yang berfungsi sebagaai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik yang terjadi.

3)      Isi kode etik berprinsip dalam upaya pelayanan kesehatan adalah prinsip otonomi yang berkaitan dengan prinsip veracity, non-maleficence, beneficence, confidentiality dan justice.

4)      Bentuk kode etik keperawatan indonesia sendiri adalah Keputusan Musyawarah Nasional IV Persatuan Perawat Nasional Indonesia pada tahun 1989 tentang pemberlakuan kode etik keperawatan.

Menurut Nasrullah (2014), konsep etik keperawatan menegaskan bahwa perawat harus mempunyai kemampuan yang baik, berfikir kritis dan rasional, bukan emosional saat membuat keputusan etis. Apabila terjadi konflik antara prinsip dan aturan dalam keperawatan maka teori- teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan. Terdapat beberapa teori terkait prinsip kode etik keperawatan, diantaranya :

1)      Teleologi yaitu suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi yang menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal serta ketidakbaikan sekecil-kecilnya..

2)      Deontologi yaitu teori yang berprinsip pada aksi atau tindakan serta tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Hal ini dikarenakan setiap tindakan mengakhiri hidup khususnya calon bayi merupakan tindakan yang buruk secara moral.

3)      Keadilan (justice) yaitu teori yang menyatakan bahwa mereka yang setara harus diperlakukan setara, sedangkan yang tidak setara harus diperlakukan tidak setara sesuai dengan kebutuhan mereka.

4)      Otonomi adalah setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan sesuai dengan rencana yang mereka pilih. Akan tetapi, pada teori ini mengalami terdapat masalah yang muncul dari penerapannya yakni adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang mempengaruhi banyak hal seperti halnya kesadaran, usia dan lainnya.

5)      Kejujuran (veracity) merupakan dasar terbentuknya hubungan saling percaya antara perawat serta pasien. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan data pasien atau informasi penting terkait pasien tanpa sepertujuan pasien.

6)      Ketaatan (fidelity) adalah pada dasarnya ketaatan berprinsip pada tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan bersama antara perawat dan pasien serta keluarga pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan dan memberikan perhatian.

Technology Acceptance Model (TAM) (skripsi dan tesis)

Salah satu ukuran kesuksesan implementasi adalah tingkat pencapaian yang diharapkan dari pengguna teknologi informasi. Pengguna sistem mencerminkan penerimaan teknologi oleh penggunanya (Venkatesh, 2000 dalam Shih, 2004). Technology Acceptance Model (TAM) telah menjadi dasar bagi penelitian di masa lalu dalam sistem informasi yang berhubungan dengan prilaku, niat dan pengguna teknologi informasi (Davis et al., 1989, dalam Shih, 2004)

Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan oleh Davis (1989) dengan bersandar pada Theory of Reasoned Action (TRA). Model TRA mengemukakan bahwa perilaku individu didorong oleh niat perilaku di mana niat perilaku merupakan fungsi dari sikap individu terhadap perilaku dan norma subjektif  yang melingkupi kinerja perilaku. Dengan kata lain, menyatakan bahwa yang perilaku dan niat untuk berperilaku adalah fungsi dari sikap seseorang terhadap perilaku dan persepsi mereka tentang perilaku.

Sementara itu, TAM mengusulkan bahwa manfaat yang dirasakan dan kemudahan  penggunaan teknologi yang dirasakan adalah prediktor dari sikap pengguna terhadap penggunaan teknologi, niat perilaku berikutnya dan penggunaan aktual. Persepsi kemudahan penggunaan juga dinilai untuk mempengaruhi kegunaan teknologi.

TAM berfokus pada sikap terhadap pemakai teknologi informasi, dimana pemakai mengembangkannya berdasarkan persepsi manfaat dan kemudahan dalam pemakaian teknologi informasi. Sasaran dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah penjelasan dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer yang umum. TAM kurang umum dibandingkan dengan TRA. TAM didesain hanya untuk perilaku penggunaan computer (computer usage behavior), namun karena menggabungkan berbagai temuan yang diakumulasi dari riset-riset dalam beberapa dekade, maka TAM sesuai sebagai modelling penerimaan computer (Davis, 1989).

Tujuan inti dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah gambaran yang mendasari pengaruh faktor-faktor ekstenal terhadap kepercayaan (belief) internal, sikap dan tujuan. TAM diformulasikan dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mendasar seperti yang disarankan oleh riset-riset sebelumnya yang menyalurkan faktor kognitif dan afektif dari penerimaan komputer dan menggunakan TRA sebagai dasar teoritis untuk model hubungan teoritis diantara variabel-variabel tersebut. TRA digunakan sebagai dasar teoritis untuk menentukan hubungan sebab akibat antara dua kunci belief (kepercayaan)yaitu (1) perasaan kegunaan (useful), dan (2) perasaan kemudahan (ease of use ) dari penggunaan terhadap sikap pemakai dan tujuan perilaku adopsi komputer sesungguhnya. Kedua kunci belief tersebut relevan untuk perilaku penerimaan komputer (Park, S.Y., 2009).

Perasaan kegunaan didefinisikan sebagai prospek kemungkinan subyektif pemakai yang menggunakan sistem aplikasi khusus, yang akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi. Perasaan kemudahan dari penggunaan diartikan sebagai tingkat dimana sasaran yang diharapkan pengguna membebaskan diri dari serangkaian usaha-usaha tertentu (Park, S.Y., 2009).

Sama dengan TRA, TAM mempostulatkan bahwa penggunaan komputer ditentukan oleh tujuan perilaku, namun perbedaannya adalah bahwa tujuan perilaku ditinjau secara bersama-sama ditentukan oleh sikap individu terhadap penggunaan sistem dan perasaan kegunaan. Hubungan antara penggunaan sistem dan tujuan perilaku yang digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak langsung bentuk-bentuk tujuan individu untuk melakukan tindakan yang positif. Hubungan antara perasaan kegunaan dan tujuan perilaku didasarkan pada ide bahwa dalam penyusunan organisasi, orang-orang membentuk tujuan-tujuan terhadap perilakunya yang diyakini akan meningkatkan kinerjanya. Hal ini karena kinerja yang meningkat merupakan instrumen untuk mencapai berbagai reward yang terletak di luar pekerjaan itu sendiri, seperti peningkatan gaji dan promosi (Vroom, dalam Goodhue dan Thompson, 1995).

Persepsi pemakai menjadi hal yang penting dalam suatu sistem. Pengetahuan pemakai meliputi dua hal, yaitu komputer dan kemahiran untuk menerapkan sistem secara efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan mereka. Jadi, persepsi-persepi pengguna akan kemampuan diri terkait dengan teknologi komputer maupun tugas pokok yang memungkinkan mempengaruhi persepsi mereka tentang sistem dan niat mereka untuk menggunakan, seperti yang diharapkan oleh pengembang sistem.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masrom (2006) tentang  TAM dan  elearning, konstruk yang diteliti dibatasi hanya pada 4 konstruk utama, yaitu persepsi kemudahan penggunaan elearning (perceived ease of use), persepsi kemanfaatan elearning (perceived usefulness), sikap terhadap penggunaan elearning (attitude toward using), dan minat/ keinginan untuk menggunaka elearning (behaviour intention to use). Di dalam model variabel dari luar (external variables) seperti karakteristik pengguna (user characteristics) dan karakteristik sistem (sistem characteristic) tidak diteliti karena kontribusinya dalam TAM dianggap tidak signifikan, sehingga dapat diabaikan meskipun mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap penerimaan teknologi (Milchrahm, 2003). Sedangkan variabel penggunaan nyata (actual usage) juga dihilangkan karena dalam penelitian Masrom tidak ada keinginan dengan segera untuk menguji dan mengetahui anteseden persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunan (Masrom, 2006).

Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan yang menyediakan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan manajemen Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya. Menurut Sutanto (2009), SIMPUS adalah program sistem informasi kesehatan daerah yang memberikan informasi tentang segala keadaan kesehatan masyarakat di tingkat puskesmas mulai dari data diri orang sakit, ketersediaan obat sampai data penyuluhan kesehatan masyarakat.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, SIMPUS pun dikembangkan melalui sistem komputerisasi dalam suatu perangkat lunak (software) yang bekerja dalam sebuah sistem operasi. SIMPUS ini aplikasinya berbasis web, dengan bahasa program PHP, database MySQL, spek jaringan menggunakan Local Area Network (LAN), spek komputer untuk server processor cor i3, RAM 2GB, sedangkan client dual core, RAM 1GB dan dikembangkan dengan kemampuan multi user dengan tujuan agar seluruh pegawai dapat menggunakannya di jaringan lokal. Di dalam sistem ini akan selalu ditambahkan beberapa fungsi baru yang tidak disediakan pada sistem sebelumnya atau pengembangan. Perubahan terbanyak adalah pada isi atau format laporan yang diperlukan, yang menyesuaikan kebutuhan instansi vertikal maupun horizontal.

Tambahan fungsi pengaman dan pembagian hak akses pengguna terhadap sistem dilakukan agar setiap pengguna login terlebih dahulu sebelum dapat mengakses sistem. Pembagian hak akses bertujuan untuk menambah tingkat keamanan. Administrator memiliki akses untuk melakukan perubahan sistem, sedangkan pengguna (user) biasa hanya dapat membaca data yang ditampilkan sistem. Dalam Data Flow Diagram ( DFD ) dari SIMPUS juga terlihat bagaimana komponen-komponen sebuah sistem aliran data, mulai darimana data berasal sampai dengan penyimpanan dari data tersebut, dimana diharapkan RME yang dilakukan dapat dipakai untuk interkoneksi antar Puskesmas.

Pada tahun 2005 SIMPUS mulai dikenalkan oleh pemerintah untuk dilaksanakan di instansi-nstansi kesehatan, bahkan di Puskesmas. Versi yang lama yaitu versi 1.0 sampai versi 1.9, pada tahun 2011 telah mengalami pembaruan menjadi versi 2.0. SIMPUS versi 2.0 ini telah memiliki keunggulan 5 (lima) multi, yaitu: 1) Multi user: maksudnya usernya bisa lebih dari satu, pada satu komputer. jadi satu komputer bisa digunakan pada beberapa orang dan menggunakan  user name masing- masing. Tepat digunakan pada ruangan yang komputernya sedikit dan mengerjakan perkerjaan bersamaan, misalnya ruang obat, tidak perlu 1 orang satu komputer, jikalau petugasnya lebih dari satu, mereka dapat berbagi komputer, karena masing- masing cuma perlu melihat resep. tetapi masing-masing tetap tercatat siapa yang mengerjakan resep tersebut. 2) Multi tempat: software ini dipakai di puskesmas yang memiliki beberapa puskesmas pembantu, polindes, ponkesdes, masing masing saling berbagi informasi tetapi punya stok sendiri-sendiri tanpa mempengaruhi yang lain. 3)  Multi computer: SIMPUS memang didesain untuk banyak computer, walaupun bisa di gunakan hanya dengan satu komputer. Komputer yang banyak tersebut akan mengumpulkan datanya ke satu database, sehingga akan mudah dalam hal penyimpanan dan pemeliharaan.  4) Multi ruangan: SIMPUS telah lama dipakai mulai dari ruang loket, poliklinik, laboratorium, ruang obat.  5) Multi shift: mulai versi 2.0 ini SIMPUS telah dilengkapi dengan multi shift, mulai shift pagi, shift siang dan shift malam.

Latar Belakang penggunaan SIMPUS (Sutanto, 2009):

  1. Belum  adanya  ke-validan  data  mengenai  orang  sakit,  penyakit,  bumil,dll  dalam  wilayah suatu puskesmas.
  2. Memperbaiki pengumpulan data di Puskesmas, guna laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
  3. Memasuki Era Otonomi Daerah, mutlak diperlukan Informasi yang tepat, akurat dan upto date berkenaan  dengan  data  orang  sakit,  ketersediaan  obat,  jumlah  ibu  hamil,masalah imunisasi  dll.

Maksud dan Tujuan SIMPUS (Sutanto, 2009):

  1. Mengumpulkan data dari tiap Puskesmas baik data orang sakit, bayi lahir, ibu hamil, ketersediaan obat, penyuluhan kesehatan masyarakat, dll
  2. Menghasilkan Informasi up to date tentang kondisi kesehatan di suatu Puskesmas dari jumlah orang sakit sampai ketersediaan obat  sehingga dapat digunakan sebagai data  awal dalam pengambilan kebijaksanaan bagi pimpinan.
  3. Membantu kelancaran administrasi dan Manajemen Puskesmas dalam penyusunan laporan mengenai kondisi kesehatan di Puskesmas masing-masing.
  4. Memudahkan pekerjaan administrasi Puskesmas dalam membuat laporan harian maupun bulanan.

       Kendala-kendala implementasi SIMPUS di Puskesmas yang secara umum sering dijumpai antara lain:

  1. Kendala di bidang Infrastruktur

Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk pemakaian sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak pelaporan-pelaporan yang harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai pengganti mesin ketik semata. Selain itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah tertentu sudah biasa menjalani pemadaman listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi terganggu. Dari segi keamanan, banyak gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi puskesmas kehilangan perangkat komputer

  1. Kendala di bidang Manajemen

Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja yang khusus menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini nantinya akan menjadi masalah untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-data yang akan ada, baik dari segi pengolahan dan pemeliharaan data, maupun dari segi koordinasi antar bagian.

  1. Kendala di bidang Sumber Daya Manusia

Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf puskesmas yang belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan operasional komputer didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi dengan pemakaian komputer oleh staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang sebenarnya.

Puskesmas-puskesmas di Kabupaten Bantul, memanfaatkan sistem komputerisasi dalam SIMPUS, belum seluruh unit pelayanan terintegrasi secara komputerisasi mulai dari loket pendaftaran sampai kamar obat. Apabila sudah terintegrasi secara komputerisasi, maka semuanya akan menuju pada data pelaporan yang diperlukan, termasuk dikembangkan laporan data imunisasi, laporan penyakit, dan data ibu hamil, Short Message Service (SMS) gateway, pendaftaran melalui SMS serta interkoneksi antar Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Untuk accounting belum dilaksanakan karena ada kebijakan pelayanan Puskesmas gratis di Puskesmas-puskemas Kabupaten Bantul.

Rumah Sakit (skripsi dan tesis)

Rumah Sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan Gawat inap, Gawat jalan, Gawat Darurat dan pelayanan tindakan medik lain serta dapat sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan sarana penelitian.

      Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

      Menurut UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan, maka pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan:

  1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
  2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
  3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
  4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

Selain itu rumah sakit juga merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Pembangunan rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan. Dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit, penyelenggaraannya harus memperhatikan standar yang disesuaikan dengan kelas/ tipe rumah sakit yaitu:

  1. Standar Manajemen

Rumah sakit merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk mencapai indikator kinerja kesehatan yang ditetapkan daerah. Oleh karena itu, rumah sakit harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

  1. Standar Pelayanan
  2. Pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik, seperti pelayanan medik penyakit dalam, dedah, kebidanan dan kandungan serta kesehatan anak.
  3. Pelayanan medik spesialistik lainnya seperti poli mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, kesehatan jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, dan orthopedi.
  4. Pelayanan medik sub spesialistik seperti pelayanan medik umum yang tidak tertampung oleh pelayanan medik spesialistik yang ada.
  5. Pelayanan penunjang medic seperti Radiologi, Laboratorium, Anestesi, Gizi, Farmasi, Rehabilitasi medik.
  6. Pelayanan keperawatan.
  7. Pelayanan administrasi dan umum.

      Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit, yaitu Rumah Sakit Pemerintah (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan Rumah Sakit Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis rumah sakit yang kedua adalah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker dan sebagainya). Jenis Rumah Sakit yang ketiga adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), Rumah Sakit kelas C, dan Rumah Sakit kelas D.

      Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Rumah sakit kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Obesitas Pada Anak (Konsultasi Skripsi dan Tesis)

Angka kejadian obesitas pada masa kanak-kanak  meningkat secara cepat  diseluruh dunia. Rata-rata penyebabnya adalah anak-anak menghbiskan lebih banyak  waktu  didepan TV, komputer atau perangkat video game dari pada bermain diluar ruangan. Ditambah dengan tipikal keluarga masa kini yang sangat sibuk dan biasanya hanya mempunyai sedikit waktu  untuk menyiapkan makanan sehari-hari. Edukasi nutrisi anak pada orang tua terus digencarkan, mengingat negeri Indonesia masih memiliki fenomena paradoks pediatrik yang unik,  jutaan anak mengalami malnutrisi, sementara di lain sisi jutaan anak pula yang mengalami obesitas.

 Obesitas pada anak-anak secara khusus akan menjadi masalah karena berat ekstra yang dimiliki sianak  pada akhirnya akan menghantarkan nya pada masalah kesehatan yang biasanya dialami orang dewasa seperti diabetes,tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Obesitas pada anak juga secara otomatis meningkatkan angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Banyak hal yang – multi dimensional – yang menyebabkan anak menjadi obes, namun jalur metabolisme pada akhirnya akan menyebabkan imbalans energi, yakni ketidakseimbangan kalori yang masuk dengan kalori yang dihabiskan. DM tipe 2 yang sejak dulu menjadi langganan kaum tua, saat ini sudah menjamur merambah kalangan anak-anak (Aurora, 2007)

Anak yang obesitas, terutama apabila pembentukan jaringan lemaknya (the adiposity rebound) terjadi sebelum periode usia 5-7 tahun, memiliki kecenderungan berat badan berlebih saat tumbuh dewasa. Sama seperti orang dewasa, kelebihan berat badan anak terjadi karena ketidak seimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar; terlalu banyak makan, atau terlalu sedikit beraktivitas, atau pun keduanya. Akan tetapi, berbeda dengan orang dewasa, berat badan anak pada kasus obesitas tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertumbuhan berat badan sebaiknya dihentikan atau diperlambat sampai proporsi berat terhadap tinggi badan mencapai normal. Perlambatan ini dapat dicapai dengan cara mengurangi makan sambil memperbanyak olahraga.

Faktor Obesitas (Konsultasi Skripsi dan Tesis)

Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat   dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :

1.      Umur

Obesitas dapat terjadi pada semua umur, obesitas  sering  dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan

2.      Jenis kelamin

Jenis kelamin ikut berperan dalam timbulnya obesitas terutama obesitas lebih umum dijumpai pada wanita

3.      Genetik

Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam     sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula.  Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh.  Hal ini dimungkinkan karena pada saat  ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar (Tambunan, 2002).

Orang yang obes lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan. Menurut dr. Inayah Budiasti, ahli nutrisi dari RS Jakarta fenomena makan cepat saji merupakan sala satu penyebab utamanya. Makanan cepat saji mengandung energy yang sangat tinggi karena 40-50% adalah lemak.sementara kebutuhan tubuh akan lemak hanya sekitar  15% sebagian besar kebutuhan tubuh adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan Protein 20%  (Budiasti,  2004)

  1. Kurang Gerak/Olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : 1) tingkat aktivitas dan olah raga secara umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal (Tambunan,  2002)

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori  secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal.

  1. Pengaruh Emosional

Sebuah pandangan populer adalah bahwa obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan cinta kasih, seperti anak-anak makanan dianggap sebagai simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan makan adalah sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya.  Walaupun penjelasan demikian cocok pada beberapa kasus, namun sebagian orang yang kelebihan berat badan tidaklah lebih terganggu secara psikologis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Meski banyak pendapat yang mengatakan bahwa orang gemuk biasanya tidak bahagia, namun sebenarnya ketidakbahagiaan /tekanan batinnya lebih diakibatkan sebagai hasil dari kegemukannya. Hal tersebut karena dalam suatu masyarakat seringkali tubuh kurus disamakan dengan kecantikan, sehingga orang gemuk cenderung malu dengan penampilannya dan kesulitannya mengendalikan diri terutama dalam hal yang berhubungan dengan perilaku makan.

Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apa bila mereka tegang atau cemas, dan eksperimen membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang sangat mencekam; orang dengan berat badan yang normal makan dalam situasi yang kurang mencekam (McKenna,1999).

Dalam suatu studi yang dilakukan White (1977) pada kelompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka menyaksikan empat jenis film yang mengundang emosi yang berbeda, yaitu film yang tegang, ceria, merangsang gairah seksual dan sebuah ceramah yang membosankan. Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang dibanding setelah menonton film yang membosankan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang selera makan kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun film yang membosankan  (Tambunan, 2002)

      6.Lingkungan

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut  tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan (Tambunan, 2002) Aurora  (2007) berpendapat  bahwa lingkungan modern telah banyak mengurangi kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik, trasfortasi yang nyaman, komputer, pekerjaan rumah (PR) yang banyak, film, dan televisi, serta makanan cepat saji telah mendorong kebiasaan hidup yang santai dan malas.

 

Pengertian Obesitas (konsultasi skripsi dan tesis)

Obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kata obesitas berasal dari bahasa Latin yang berarti makan berlebihan, Soerasmo dan taufan (2002)  menyatakan saat ini obesitas atau gemuk didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

        Di Indonesia masih ada anggapan bahwa gemuk merupakan suatu simbol kemakmuran, kesehatan dan kewibawaan. Oleh karena itu, masih banyak dijumpai  individu yang sengaja membiarkan dirinya dalam ke-adaan obesitas. Sementara di negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, obesitas sudah dianggap sebagai suatu penyakit yang harus mendapat penanganan serius, mengingat dampaknya terhadap kesehatan (Syarif, 2002)

      Di Indonesia berdasarkan data  RISKESDAS, (2007), (2008) dan WHO, (2005) laki-laki berumur lebih dari  15 tahun dengan lingkar perut di atas 90 cm atau perempuan dengan lingkar perut di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan 29% lebih tinggi dibanding laki-laki 7,7%. Menurut tipe daerah, obesitas sentral lebih tinggi di daerah perkotaan 23,6% dari pada daerah perdesaan 15,7%. Demikian juga semakin meningkat tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan, semakin tinggi prevalensi obesitas sentral.

         Orang yang obes lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan. Menurut   Budiasti (2004) ahli nutrisi dari RS Jakarta fenomena makan cepat saji merupakan sala satu penyebab utamanya. Makanan cepat saji mengandung energy yang sangat tinggi karena 40-50% adalah lemak. sementara kebutuhan tubuh akan lemak hanya sekitar  15% sebagian besar kebutuhan tubuh adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan Protein 20%.