Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman. (skripsi dan tesis)

Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, lokasi kawasan perumahan yang layak adalah :

  1. Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)
  2. Tersedia air bersih
  3. Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunannya
  4. Mempunyai aksesibilitas yang baik
  5. Mudah dan aman mencapai tempat kerja
  6. Tidak berada dibawah permukaan air setempat
  7. Mempunyai kemiringan rata-rata

Adapun dasar-dasar perencanaan perumahan harus memperhatikan standar prasarana lingkungan perumahan. Seperti yang terdapat dalam buku Pelatihan Substantif Perencanaan Spasial tentang Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Pusbindiklatren Bappenas (Tahun 2003: 2-4), Standar prasarana lingkungan permukiman adalah:

  1. Jenis Prasarana Lingkungan

Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai utilities dan amenities atau disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih spesifik lagi, jenisjenis tersebut adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi, drainasi dan kesehatan lingkungan. Rumah harus memenuhi persyaratan rumah sehat. Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang “Kesehatan” ditegaskan, bahwa kesehatan lingkungan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dilakukan antara lain melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan perilaku yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.

  1. b. Ketentuan Besaran

Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atasa fasilitas tersebut. Secara normatif standart kebutuhan diukur per satuan jumlah penduduk tertentu sesuai dengan kebutuhannya.

– 1 TK untuk tiap 200 KK

– 1 SD untuk tiap 400 KK

– 1 Puskesmas Pembantu untuk tiap 3000 KK

– 1 Puskesmas untuk tiap 6000 KK.

Disamping besaran jumlah penduduk, dapat pula diturunkan dari jumlah unit rumah yang dilayani, satu satuan luas atau satuan wilayah administrasi yang dilayani. Misalnya 1 puskesmas per Kecamatan. Persyaratan lain dapat dilihat pada tabel II.1

Tabel II.1.Standar Minimal Komponen Fisik Prasarana Lingkungan Permukiman

No Komponen Kriteria Teknis Keterangan
1 Jaringan Jalan ·     Jarak minimum setiap rumah 100 m  dari jalan  kendaraan satu  arah dan 300 m dari jalan 2 arah. Pada prinsipnya, jaringan jalan harus mampu melayani kepentingan mobil kebakaran.
·     Lebar perkerasan minimum  untuk jalan 2 arah 4 m.
·     Kepadatan  jalan  minimal  50-100 m/ha untuk jalan 2 arah. Disamping itu, maksimal   15   menit jalan kaki harus terlayani oleh angkutan umum. Dimensi minimal pejalan  kaki sebanding        dengan lebar gerobag dorong/becak
·     Pedestrian yang diperkeras minimal berjarak 20 m,dengan perkerasan 1-3 m  
2 Air bersih (kran ·     Kapasitas  layanan minimum 201/org/hari Perehitungan kebutuhan  lebih  rinci mengenai kran umum didasarkantas jumlah pelanggan  PAM  dan kualitas air setempat.
umum) ·     Kapasitas  jaringan jaringan minimum 60 lt/org/hr
  ·     Cakupan layanan 20-50 kk/unit
  ·     Fire Hidrant dalam radius 60 m- 120 m
3 Sanitasi ·     Tangki septict individu, resapan individu Pada  prinsipnya, lingkungan harus bersih dari pencemaran limbah rumah tangga limbah rumah tangga
·     Tangki septict bersama, resapan bersama Mini IPAL
4 Persampahan §     Minimal jarak TPS/Transfer Pelayanan sampah sangat tergantung pada sistim penanganan lingkungan/sektor kota. Pada prinsipnya pelayanan  sampah yang dikelola lingkungan mampu  dikelola  oleh lingkungan yang yang
bersangkutan
·     Depo 15 menit perjalanan gerobag sampah
·     Setiap gerobag melayani 30 sampai 50 unit rumah
·     Pengelolaan sampah lingkungan ditangani masyarakat setempat.
5 Drainase ·     Jaringan drainasi  dibangun memanfaatkan  jaringan  jalan  dan badan air yang ada. Bentuk penangananya dapat merupakan bagian  dari  sistim jaringan  kota  atau sistim setempat
·     Dimensi    saluran    diperhitungkan atas dasar layanan (coverage area) blok/lingkungan bersangkutan.
·     Penempatan                          saluran memperhitungkan        ketersediaan lahan     (dapat     disamping     atau dibawah jalan).
·     Jika    tidak    tersambung    dengan sistim kota,harus disiapkan resapan setempat atau kolam retensi.

Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Dipusbindiklatren Bappenas (2003: 2-4)

Faktor-Faktor Penentu Pola Permukiman (skripsi dan tesis)

Menurut Amos Rapoport dalam bukunya House, Form and Culture (1996), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan suatu permukiman masyarakat vernakular maupun bangunan arsitektur vernakular antara lain :

  1. Iklim Dan Kebutuhan Tempat Tinggal

Iklim sangat berpengaruh pada arsitektur dan berbanding lurus dengan geografi. Namun iklim tidak mempengaruhi perubahan bentuk pada bangunan tapi menyesuaikannya terhadap lingkungan dan iklim sekitar.

  1. Material, Konstruksi, Dan Teknologi

Sudah lama kayu dan batu menjadi bagian material sebuah bangunan serta membentuk karakteristik bangunan tersebut, sikap budaya terhadap arsitektur sangat kuat dan populer dan banyak diterjemahkan dalam teori arsitektur.

  1.  Tapak

Sebuah tapak berperan penting dalam pembangunan dan perancangan sebuah arsitektur, pada masyarakat primitiv sebuah tapak didapatkan secara tidak langsung untuk membangun sebuah pemukiman.

  1. Ketahanan

Ketahanan pada suatu bangunan diperlukan untuk menjaga keseimbangan stuktur agar mampu bartahan dalam waktu yang panjang, pada umumnya masyarakat tradisional membangun rumah dengan bentuk struktur yang berbeda-beda sesuai iklim dan lingkungan.

  1. Ekonomi

Ekonomi suatu masyarakat adat pada dasarnya berbeda, tapi pada umumnya masyarakat vernakular di Indonesia adalah agraris yang memanfaatkan lahan untuk bidang persawahan, dan perkebunan untuk menopang ekonomi mereka.

  1. Kepercayaan

Kepercayaan suatu masyarakat tergantung lokasi dan kondisi serta budaya yang mempengaruhi masyarakat tersebut, pada umumnya kepercayaan masyarakat primitif atau vernakular tertuju pada suatu kondisi alam sekitarnya.

Pola Permukiman (skripsi dan tesis)

Bentuk pola permukiman yang lain dijelaskan oleh Sri Narni dalam Mulyati (1995) antara lain:

  1. Pola permukiman memanjang (linier satu sisi) di sepanjang jalan baik di sisi kiri maupun sisi kanan saja
  2. Pola permukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di sepanjang jalan
  3. Pola permukiman mengantong merupakan permukiman yang tumbuh di daerah seperti kantong yang dibentuk oleh jalan yang memagarnya
  4. Pola permukiman curvalinier merupakan permukiman yang tumbuh di daerah sebelah kiri dan kanan jalan yang membentuk kurva
  5. Pola permukiman melingkar merupakan permukiman yang tumbuh mengelilingi ruang terbuka kota.

Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah.

Struktur ruang permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan jaringan atau lintasan, yang muncul dalam suatu lingkungan binaan baik secara fisik ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek nyata dari identifikasi. Identitas kawasan tersebut terbentuk dari pola lingkungan, tatanan lingkungan binaan, ciri aktifitas sosial budaya dan aktifitas ekonomi yang khas (Amos Rapoport)

Permukiman tradisional memiliki pola-pola mengenai sifat dari persebaran permukiman sebagai suatu susunan dari sifat yang berbeda dalam hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persebaran permukiman. Terdapat kategori pola permukiman tradisional berdasarkan bentuknya yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

  1. Pola permukiman bentuk memanjang terdiri dari memanjang sungai, jalan, dan garis pantai
  2. Pola permukiman bentuk melingkar
  3. Pola permukiman bentuk persegi panjang
  4. Pola permukiman bentuk kubus.

Pola permukiman tradisional berdasarkan pada pola persebarannya juga dibagi menjadi dua, yaitu pola menyebar dan pola mengelompok.

  1. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya jalan besar, sedangkan orang-orang mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus
  2. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya
  3. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung
  4. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya.

Rumah merupakan bagian dari suatu permukiman.Rumah saling berkelompok membentuk permukiman dengan pola tertentu. Pengelompokan permukiman dapat berdasarkan :

  • Kesamaan golongan dalam masyarakat, misalnya terjadi dalam kelompok sosial tertentu antara lain komplek kraton, komplek perumahan pegawai
  • Kesamaan profesi tertentu, antara lain desa pengrajin, perumahan dosen, perumahan bank
  • Kesamaan atas dasar suku bangsa tertentu, antara lain Kampung Bali, Kampung Makasar, pemukiman suku bajo.

Klasifikasi Permukiman (skripsi dan tesis)

  1. Permukiman Darurat

Jenis perkampungan ini biasanya bersifat sementara (darurat) dan timbulnya perkampungan ini karena adanya bencana alam. Untuk menyelamatkan penduduk dari bahaya banjir maka dibuatkan perkampungan darurat pada daerah/lokasi yang bebas dari banjir. Mereka yang rumahnya terkena banjir untuk sementara ditempatkan diperkampungan ini untuk mendapatkan pertolongan bantuan berupa makanan, pakaian dan obat obatan. Begitu pula ada bencana lainnya seperti adanya gunung berapiyang meletus dan lain lain.Daerah permukiman ini bersifat darurat tidak terencana dan biasanya kurang fasilitas sanitasi lingkungan sehingga kemungkinan penjalaran penyakit akan mudah terjadi.

  1. Permukiman tradisional

Perkampungan seperti ini biasanya penduduk atau masyarakatnya masih memegang teguh tradisi lama. Kepercayaan, kabudayaan dan kebiasaan nenek moyangnya secara turun temurun dianutnya secara kuat. Tidak mau menerima perubahan perubahan dari luar walaupun dalam keadaan zaman telah berkembang dengan pesat. Kebiasaan-kebiasaan hidup secara tradisional yang sulit untuk diubah inilah yang akan membawa dampak terhadap pengembangan dan pola penataan permukiman, kesehatan serta masalah sosial dan budaya lainnya.

  1. Permukiman kumuh (slum area)

Jenis permukiman ini biasanya timbul akibat adanya urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari kampung (pedesaan) ke kota. Umumnya ingin mencari kehidupan yang lebih baik. sulitnya mencari kerja di kota akibat sangat banyak pencari kerja, sedang tempat bekerja terbatas, maka banyak diantara mereka manjadi orang gelandangan. Di kota umumnya sulit mendapatkan tempat tinggal yang layak hal ini karena tidak terjangkau oleh penghasilan (upah kerja) yang mereka dapatkan setiap hari, akhirnya mereka membuat gubuk-gubuk sementara (gubuk liar)

  1. Permukiman untuk kelompok-kelompok khusus

Perkampungan seperti ini biasanya dibangun oleh pemerintah dan diperuntukkan bagi orang -orang atau kelompok-kelompok orang yang sedang menjalankan tugas tertentu yang telah dirancanakan . Penghuninya atau orang orang yang menempatinya biasanya bertempat tinggal untuk sementara, selama yang bersangkutan masih bisa menjalankan tugas. setelah cukup selesai maka mereka akan kembali ke tempat/daerah asal masing masing. contohnya adalah perkampungan atlit (peserta olah raga pekan olahraga nasional ) perkampungan orang -orang yang naik haji, perkampungan pekerja (pekerja proyek besar, proyek pembangunan bendungan, perkampungan perkemahan pramuka dan lain lain

  1. Permukiman baru.

Permukiman semacam ini direncanakan pemerintah dan bekerja sama dengan pihak swasta. Pembangunan tempat permukiman ini biasanya dilokasi yang sesuai untuk suatu pemukiman (kawasan permukiman). Dipermukiman seperti ini biasanya memiliki fasilias sarana dan prasarana yang memadai.

  1. Permukiman Transmigrasi

Jenis permukiman semacam ini di rencanakan oleh pemerintah yaitu suatu daerah permukiman yang digunakan untuk tempat penampungan penduduk yang dipindahkan (ditransmigrasikan) dari suatu daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang/kurang penduduknya. Ditempat ini mereka telah disediakan rumah, dan tanah garapan untuk bertani, bercocok tanam oleh pemerintah.

Teori Permukiman (skripsi dan tesis)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 bab 1,pasal 1, permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Sarana lingkungan permukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya,prasarana meliputi jaringan jalan raya, jaringan utilitas seperti : air bersih, air kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan listrik dan sistem pengelolaan sampah.

Sebuah permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara keseluruhan dapat dilihat dari elemen pembentuk pola permukiman.Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik saja tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan.

Menurut Doxiadis (1974) dalam Kuswatojo (2005), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu :

  1. Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai sumber daya seperti unsur fisik dasar.
  2. Manusia (antropos), Permukiman dipengaruhi oleh dinamika dan kinerja manusia
  3. Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum.
  4. Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur dimana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat melaksanakan kiprah kehidupannya.
  5. Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).

Revitalisasi Kawasan (skripsi dan tesis)

Menurut Piagam Burra dalam Surya (2009), revitalisasi adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya, dengan cara memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat (Jefrizon, 2012).

Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan).

Revitalisasi merupakan serangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai – nilai vitalitas yang strategis dan signifikan dari kawasan yang mempunyai potensi atau mengendalikan kawasan yang cenderung kacau. (Departemen Kimpraswil, 2002) Revitalisasi merupakan pemberdayaan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota. (Antariksa, 2009)

Revitalisasi kawasan merupakan suatu kegiatan yang kompleks sehingga perlu tahapan-tahapan agar terlaksana dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal sebagai berikut (Martokusumo, 2006):

  1. Intervensi fisik

Citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, sehingga intervensi fisik perlu dilakukan. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan utnuk menciptakan keadaan yang kondusif untuk mendoronng terjadinya penigkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi dilakukan melalui upaya yang meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas fisik bangunan, tata ruang hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (open space). Kondisi lingkungan binaan yang berkaitan isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting untuk diperhatikan.

  1. Rehabilitasi ekonomi

Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus didukung dan sekaligus didukung oleh rehabilitasi/pemulihan kegiatan ekonomi lokal. Kegiatan ekonomi lokal diharapkan mampu mendukung keberlanjutan ekonomi kawasan yang tentunya berdampak kepada nilai tambah suatu kawasan. Dalam konteks ini perlu dikembangkan fungsi-fungsi campuran (mixed use development) yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi (penyediaan lapangan kerja) dan sosial (vitalitas baru). Pemanfaatan kawasan secara produktif dapat membentuk mekanisme perawatan dan kontrol terhadap kelangsungan fasilitas dan infrastruktur kota.

  1. Rekayasa sosial/pengembangan institusional

Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar menciptakan beautiful place saja. Kegiatan rekayasa sosial atau pengembangan institusional mampu meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri. Untuk itu diperlukan pengembangan intitusi yang akuntabel seperti penggalangan kemitraan, diskusi lintas pelaku (stakeholders) dan perwujudan good urban governance.

Urban Design (Perancangan Kota) (skripsi dan tesis)

            Urban design pada dasarnya merupakan perancangan fisik dan ruang suatu kawasan termasuk mengenai aturan pengendaliannya yang di tunjukan untuk kepentingan umum.  Ruang-ruang yang berada diantara bangunan disebut juga lingkup urban design. Dalam aspek tata guna lahan, juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhinya yaitu zoning, dimana zoning diartikan merupakan suatu aturan legal yang mengatur peruntukan penggunaan lahan. Kevin Lynch (1984) dalam bukunya Good City Form dan Image of The Citydesign berhubungan dengan 3 elemen yaitu :pola aktivitas, pola sirkulasi dan pola daribentuk yang dapat mendukungnya. Sedangkan keseluruhan konfigurasi dan penampilan tata massa dan bentuk bangunan juga dapat diarahkan pada tema daerah yang akan dicapai tercapai kualitas citra (image) district.Perancangan kota adalah bagian dari rangkaian perencanaan kota yang mencakup penataan kota dari segi bentuk, penampilan, kinerja, estetika dari struktur fisik dan lingkungannya.

Hamid Shirvani (1985) Dalam bukunya “Urban Design Proces”urban design (perancangan kota) merupakan kelanjutan dari urban planning (perencanaan kota) sebab bagaimanapun hasil perencanaan kota belum selesai atau belum dapat dilaksanakan tanpa ada rancang desain dari rencana yang telah disusun. Urban design  memiliki tekanan pada penataan lingkungan fisik kota.

Elemenurban design  yang membentuk suatu kota (terutama pusat kota) menurut Hamid Shirvani(1985) :

  1. Land Use(Tata Guna Lahan)

Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual. Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk didalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah : pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

  1. Bentuk dan Massa Bangunan (Building form and massing)

Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur. Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu : Ketinggian Bangunan,kepejalan bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB),Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage), Garis Sempadan Bangunan (GSB), skala, material, tekstur, warna

  1. Sirkulasi dan Parkir

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya. Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.

  1. Ruang Terbuka

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, taman dan sebagainya. Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.

  1. Jalan Pejalan Kaki (Pedestrian)

Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas serta sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Dalam perancangannya, jalur pedestrian harus mempunyai syarat-syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada penggunanya.

  1. Aktivitas Pendukung

Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktifitas pendukung meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki, tapi juga harus mempertimbangkan fungsi elemen kota yang dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.

Tata Ruang (skripsi dan tesis)

Tata ruang di artikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kaitan dengan keruangan. Tata ruang sebagai hal yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan ruang. Tata Ruang terkait dengan suatu penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan. Didalam tata ruang terdapat suatu distribusi dari tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Tata ruang merupakan penjabaran dari suatu produk perencanaan fisik ruang apakah itu ruang terbatas maupun ruang tak terbatas.

            Pada Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 bab1 pasal 1, tentang penataan ruang, tata ruang diartikan sebagai suatu wujud struktural dan pola ruang(terjadi secara alami). Wujudbentuk dan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.

Penataan ruang (Spatial Planning) adalah perencanaan, pemanfaatan ruang. Sedangkan rencana tata ruang (Spatial Plan) diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa arahan kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural mengambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu dari berbagai kegiatan kehidupan. Ruang/space adalah wadah tempat berlansungnya kehidupan yang menyangkut ruang daratan, ruang lautan, ruang udara, termasuk didalamnya tanah, air, udara beserta benda-benda serta sumber daya dan keadaan alam sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dengan berbagai kegiatannya serta berbagai makluk lainnya melakukan dan melaksanakan kehidupannya.

Ruang  dapat diciptakan dari adanya aktifitas dan perilaku baik secara ekonomi sosial dan budayadimana lebih menunjukan pada kondisidan keberadaan lingkungan permukiman. Dalam arsitekur, tidak hanya membayangkan sebuah bangunan sebagai masa padat tetapi juga sebagai ruang-ruang yang dibentuk oleh perletakan dari bangunan-bangunan yang ada. Ruang pada dasarnya terbentuk kerena adanya hubungan antara objek dan manusia yang melihatnya, sebagai satu kesatuan bentuk yang terbatas dan tidak terbatas.

            Urban space terbentuk dari dinding/facade bangunan dan lantai kota yang pada dasarnya dibedakan oleh karakteristik yang menonjol seperti kualitas yang melingkupi, kualitas pengolahan ruang, dan aktifitas yang berlangsung didalam ruang. Sedangkan menurut Rob Krier (1979) urban space dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

  1. Berbentuk linear, yaitu ruang terbuka umumnya hanya mempunyai batas disisi-sisinya misalnya berbatasan dengan pedestrian, jalan, bangunan dan sebagainya.
  2. Berbentuk Cluster, yaitu ruang terbuka yang mempunyai batas-batas disekelilingnya Misalnya (kompleks pertokoan)

Ruang terbuka berfungsi sebagai sarana sosial yang dipengaruhi oleh elemen-elemen fisik arsitektur sehingga tujuan urban design(perancangan kota)adalah menciptakan ruang publik sebagai tempat untuk bertemu dan berinteraksi. Perwujudan ruang terbuka untuk masyarakat umum ditunjukkan dalam kawasan kota juga dalam bangunan, dengan kata lain Urban Open Spaceterbentuk akibat dari fasade bangunan tertentu dan open space yang ada di dalam bangunan

            Suatu lingkungan merupakan hubungan saling ketergantungan yang menerus antara  elemen-elemen fisik dan manusia yang ada didalamnya, hubungan dan berjalan rapi dan memiliki pola tertentu. Hubungan ini dalam lingkungan fisik membentuk ruang, yang merupakan bagian yang paling mendasar di mana manusia akan saling dihubungkan didalam ruang dan oleh ruang. Pemahaman makna ruang bagi komunitas yang satu akan berbeda dengan komunitas yang lainnya.

            Pola tata ruang mengandung tiga elemen (Aunurrofieq, 1998 dalam Dwi Lenstari, 2003),yaitu :

  1. Ruang dengan elemen penyusunnya (bangunan dan ruang sekitarnya)
  2. Tatanan (formation) mempunyai makna komposisi, serta pola atau model dari suatu komposisi. Dengan demikian pembahasan pola tata ruang akan mencakup karakteristik ruang (jenis dan unsur pembentuknya)
  3. Dimensi ruang, orientasi, dan hubungan antar ruang merupakan model tata ruang pemukiman.

            Sehingga didalam perkotaan terdapat konsep yang terdiri dari ruang (space), kehidupan sehari-hari (everyday life), serta hubungan sosial. Disini nilai ruang bisa berbeda, hal ini disebabkan oleh hirarki ruang yang menunjukan perbedaan derajat kepentingan baik secara fungsional, formal maupun simbolik. Sistem tata ruang bisa tercipta dengan adanya besaran atau ukuran yang berbeda, bentuk yang unik dan lokasi (Ching, DK, 1996)

Pengertian Kawasan Tumbuh Cepat (skripsi dan tesis)

Kawasan tumbuh cepat merupakan bagian dari perkembangan wilayah. Berdasarkan klasifikasi wilayahnya kawasan tumbuh cepat termasuk dalam wilayah fungsional yaitu kawasan budidaya yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan produksi, jasa, dan pemukiman yang memberikan kontribusi penting bagi pengembangan ekonomi daerah, serta pengembangannya sangat berpengaruh terhadap tata ruang wilayah disekitarnya. Oleh karena itu kawasan tumbuh cepat merupakan kawasan yang perlu diprioritaskan pengembangannya dan penanganannya.

Menurut Blair dan Richardson dalam Tampubolon (2007) kawasan fungsional terkait dengan struktur hubungan antara pusat dengan wilayah sekitarnya. Secara rinci Blair dan Richardson mengelompokkan pengertian wilayah dalam tiga kategori pokok, yaitu :

1)   Konsep wilayah homogen (Homogeeous Region)

Wilayah homogen dicirikan oleh adanya karakteristik relative serupa atau kemiripan. Kemiripan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek seperti aspek sumberdaya alam (misal iklim, topografi, dan komoditas), sosial (agama, suku, kebudayaan, kelompok ekonomi) dan ekonomi (dari sektor ekonomi).

2)   Konsep wilayah fungsional (Nodal atau Polarized Region)

Region ini didefinisikan sebagai wilayah yang dihasilkan karena adanya internal flow, kontak dan saling ketergantungan, biasanya dari daerah-daerah yang terpolarisasi terhadap pusat yang dominan atau nodal, yaitu berdasarkan susunan (system) yang berhirarki dari suatu hubungan diantara simpul-simpul

3)   Konsep Wilayah administrasi (Administrative Region)

Wilayah administrasi dibentuk untuk kepentingan pengelolaan organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain. Batas wilayah secara geografis sangat jelas dilandasi keputusan politik dan hukum. Wilayah administrative sering dianggap lebih penting dari tipe lainnya, karena lebih sering digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan.

          Selain itu menurut Suhandojo (2000), kawasan tumbuh cepat termasuk dalam kawasan tertentu. Kawasan tertentu adalah kawasan yang dinilai mempunyai dampak penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan kriteria sebagi berikut :

1)   Mempunyai potensi sumberdaya yang besar pengaruhnya terhadap aspek ekonomi, demografi, politik dan hankam serta pengembangan wilayah sekitarnya

2)   Mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya

3)   Merupakan faktor yang mendorong kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah yang bersangkutan maupun wilayah sekitarnya

4)   Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh wilayah sekitarnya, baik dalam lingkup nasional maupun regional

5)   Mempunyai dampak terhadap kondisi politik dan pertahanan keamanan nasional serta regional

Penetapan kawasan tumbuh cepat mengandung tujuan untuk mendorong pertumbuhan atau perkembangan wilayah tersebut. Pertumbuhan wilayah dapat terjadi oleh karena wilayah memiliki kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh daerah lain (Perloff, H dan Wingo, L dalam Friedman J, 1964). Suatu wilayah dapat menjadi pusat pertumbuhan apabila didalam wilayah tersebut memiliki sektor unggulan yang mampu mengekspor produknya kedalam pasar yang lebih luas. Tujuan dari konsep tersebut adalah sebagai upaya percepatan peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas yang mendorong perluasan kesempatan kerja, untuk meningkatkan pendapatan dan tabungan masyarakat.

Untuk mendorong perkembangan kawasan tertentu seperti kawasan tumbuh cepat, maka perlu dilakukan perencanaan dan pengelolaan kawasan (Suhandojo dkk, 2000), Beberapa perencanaan yang perlu dikembangkan adalah :

1)   Penetapan rencana strategis kawasan

2)   Pengembangan spasial dan infrastruktur

3)   Pengembangan investasi

4)   Pengembangan kelembagaan

5)   Pengembangan sumberdaya manusia

Adapun pengelolaan kawasan tertentu dapat dilakukan dalam bentuk :

1)   Insentif fisik dalm bentuk pembangunan prasarana

2)   Insentif non fisik dalam bentuk kemudahan perijinan dan pemberian keringanan pajak

Dalam pengembangan suatu kawasan unsur sumberdaya manusia atau masyarakat mempunyai fungsi :

1)   Sebagai subyek yaitu pelaku pembangunan di kawasan khususnya dalam pengembangan usaha ekonomi, pertanian, industri, perdagangan dan jasa

2)   Sebagai obyek yaitu sebagi target peningkatan kesejahteraan melaui pengembangan kawasan

3)   Sebagi mitra pelaku pembangunan yaitu mitra pemerintah dalam melaksanakan pembanguna di kawasan.

Jadi kawasan tumbuh cepat merupakan konsep yang terkait dengan fungsional suatu kawasan sebagi wilayah budidaya yang diutamakan perkembangannya melalui serangkaian perencanaan dan pengelolaan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan dan perkembangan tertentu yang sekaligus ditujukan sebagi faktor pendorong kesejahteraan sosial ekonomi masyarakatnya dan wilayah sekitarnya.

Perkembangan Kawasan (skripsi dan tesis)

Dalam penggunaan sehari-hari pengertian kawasan sering dipertukarkan dengan pengertian daerah dan wilayah. Istilah kawasan, daerah dan wilayah memang mempunyai persamaan meskipun juga mengandung perbedaan. Hal ini diungkapkan oleh Sinulingga (20015), bahwa dalam tujuan pengelompokan kesamaan kondisi (homogenity) istilah wilayah sering dipertukarkan dengan kawasan. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang dimaksud dengan kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

Pengertian perkembangan wilayah atau kawasan mengandung makna adanya perubahan kondisi kawasan yang menjadi lebih baik mencakup aspek perubahan fisik maupun non fisik. Perkembangan suatu kawasan dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar. Pengaruh dari dalam berupa rencana pengembangan dan perencanaan kota, regulasi atau kebijakan yang ditetapkan di daerah tersebut, pertumbuhan ekonomi, adanya kemudahan sarana prasarana yang ada. Sedangkan pengaruh dari luar berupa daya tarik daerah tersebut bagi daerah di sekitarnya seperti adanya pusat kegiatan perdagangan dan jasa serta kemudahan fasilitas (Yunus, 2005).

Menurut Sujarto (1991), terdapat tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan suatu wilayah, yaitu :

1)   Faktor manusia, yaitu menyangkut segi-segi perkembangan penduduk baik karena kelahiran maupun karena perpindahan tempat. Segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi.

2)   Faktor kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian dan kegiatan perhubungan regional yang lebih luas.

3)   Faktor pola pergerakan, yaitu sebagi akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatan dalam membentuk pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut.

Terkait dengan pergerakan manusia Charles Colby dalam Yunus (2005) menyebutkan tentang kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan di perkotaan melalui artikelnya yang berjudul “centrifugal and centripetal forces in urban geography”. Secara garis besar kekuatan dinamis dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1)   Kekuatan centrifugal (centrifugal forces) adalah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan dari bagian dalam suatu kota menuju ke bagian luar

2)   Kekuatan centripetal (centripetal forces) adalah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi yang berasal dari bagian luar menuju ke bagian perkotaan.

Kedua kekuatan tersebut terjadi karena adanya faktor pendorong (push factors) yang terdapat di daerah asal pergerakan (place of origin) dan faktor penarik (pull factors) yang terdapat di tempat tujuan pergerakan (place of destination).

Perbedaan kepentingan dalam pemanfaatan lahan berpotensi merubah bentuk pemanfaatan lahan yang selanjutnya mendorong perkembangan wilayah pada arah tertentu. Orientasi kepentingan masyarakat, memanfaatkan lahan untuk pemenuhan kebutuhan pribadi akan kebutuhan sosial ekonominya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, interaksi sosial dan rekreasi.

Orientasi kepentingan swasta, memanfaatkan lahan untuk keuntungan yang akan diperoleh dari nilai ekonominya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan produksi barang dan kegiatan jasa. Dengan demikian berlaku hukum ekonomi yaitu mencari lokasi yang paling menguntungkan.

Orientasi lembaga pemerintahan, memanfaatkan lahan untuk optimalisasi pelayanan umum. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pengembangan manusia, kegiatan dasar untuk pelayanan umum dan kegiatan untuk kesejahteraan. Tujuan yang diharapkan adalah terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pemanfaatan pelayanan umum.

Fokus pembangunan dan pengembangan wilayah pada umumnya diletakkan pada kota-kota pusat pertumbuhan yang merupakan titik awal dari suatu perkembangan. Perkembangan selanjutnya dilakukan melalui pusat-pusat perkembangan lainnya dengan mengikuti hierarki dalam suatu sistem pusat-pusat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah akan tercapai apabila didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sarana prasarana yang mampu membuka keterbelakangan daerah serta menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan dampak ekonomi seperti pengembangan sentra-sentra produksi unggulan dan penguatan simpul-simpul pertumbuhan (Poernomosidi, 1999).

Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan suatu wilayah beberapa pendekatan disampaikan oleh beberapa ahli. Pramudji (1985), mengembangkan ukuran baku untuk menentukan kriteria perkembangan perkotaan. Perkotaan merupakan salah satu ciri dari kemajuan suatu wilayah akibat perkembangan yang terjadi di wilayah atau kawasan yang bersangkutan. Unsur-unsur yang dipandang berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah meliputi unsur fisik dan non fisik. Unsur-unsur fisik meliputi :

1)   Jumlah penduduk

2)   Mata pencaharian penduduk

3)   Luas daerah terbangun (built up area)

4)   Keadaan bangunan-bangunan (perumahan penduduk, gedung perkantoran, balai pertemuan, pasar dan sebagainya)

5)   Keadaan “Public Utilities

6)   Potensi keruangan

Adapun unsur-unsur non fisik meliputi :

1)   Peranan dan fungsi kota dalam pengembangan wilayah

2)   Kedudukan dalam pemerintahan negara

3)   Heterogenitas kegiatan penduduk

4)   Sifat hubungan sesama warga masyarakat

Dengan demikian perkembangan kawasan merupakan suatu proses perubahan kawasan baik fisik maupun non fisik dari suatu keadaan tertentu akibat adanya aktivitas manusia baik aktivitas yang sengaja dilakukan untuk merubah kawasan melalui implementasi kebijakan-kebijakan maupun akibat adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Pengertian Wilayah Dan Kawasan (skripsi dan tesis)

Menurut Bintarto (1991), Wilayah adalah merupakan suatu bagian tertentu di permukaan bumi dengan batas atau karakteristik tertentu. Selanjutnya wilayah dapat diartikan sebagai permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah disekitarnya.

Suatu wilayah tidak hanya suatu sistem permukiman secara fungsional, tetapi merupakan suatu jaringan interaksi sosial, ekonomi dan fisik. Proses interaksi dibentuk oleh keterkaitan diantara permukiman-permukiman. Dengan demikian penduduk desa mendapatkan akses ke pelayanan, fasilitas infrastruktur dan aktifitas pelayanan ekonomi yang berada di Kota melalui keterkaitan ini penduduk desa menerima berbagai input yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas pertanian dan pemasaran barang-barang yang dihasilkannya (Rondinelli, 1985).

Keterkaitan antara permukiman-permukiman dalam suatu daerah dan diantara mereka dengan pusat-pusat yang berlokasi di daerah lain atau kota lain menurut Rondinelli (1984, 1985) meliputi :

1)   Keterkaitan fisik seperti jaringan jalan, hubungan transportasi, jaringan kereta serta saling ketergantungan secara ekologis.

2)   Keterkaitan ekonomi yang dicerminkan dalam pola dasar, aliran barang-barang mentah dan setengah jadi, aliran modal atau perdagangan, keterkaitan produksi antar industri, pola konsumsi dan pertokoan, aliran pendapatan dan komoditas.

3)   Keterkaitan gerakan penduduk yang mencakup pola migrasi temporer dan permanen, aliran perjalanan musiman, pola perjalanan menuju tempat kerja dan sebagainya.

4)   Keterkaitan teknologi yang dicerminkan dalm pola kunjungan interaksi kelompok sosial, pola masyarakat berdasarkan kekeluargaan.

5)   Keterkaitan penyediaan pelayanan yang mencakup lembaga keuangan, pendidikan, lembaga pelatihan, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi.

6)   Keterkaitan organisasional, administrasi dan politik yang mencakup hubungan struktural kepemerintahan, aliran anggaran pendanaan, prosedur dalam membuat keputusan baik formal maupun informal.

Adapun kawasan adalah sebutan untuk wilayah dalam batas yang ditetapkan berdasarkan fungsi tertentu, misaqlnya kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan pusat kota dan lain sebaginya (Sarosa, 1981). Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama atau budidaya.

Faktor-faktor Penyebab Perkembangan Kota (skripsi dan tesis)

Chapin (1979) berpendapat bahwa salah satu ciri perkembangan kota adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan kota dari penggunaan lahan non terbangun menjadi penggunaan lahan terbangun yang disebabkan oleh: (1). Perkembangan penduduk dan perkembangan ekonomi; (2). Sistem aktivitas, sistem pengembangan lahan dan sistem lingkungan.

Aspek sirkulasi sebagai penggerak awal perkembangan kota terbagi menjadi dua (Koestoer, 2001), yaitu:

  1. External Routs, yaitu sirkulasi kota yang pergerakannya disebabkan oleh pengaruh dari luar kota tersebut. Dalam hal ini pengaruh yang dimaksud adalah fungsinya sebagai kota industri dan perdagangan.
  2. Internal Routs, yaitu sirkulasi kota yang pergerakannya disebabkan jaringan jalan yang terdapat didalam kota tersebut.

Menurut Muta’ali (1997), perkembangan kota pada umumnya juga digerakkan oleh penyebab dari dalam (internal) dan penyebab dari luar (eksternal). Faktor penyebab dari dalam diantaranya adalah kondisi fisik/geografis kota, perkembangan ekonomi, perkembangan sosial, sedangkan penyebab dari luar diantaranya adalah daya tarik yang kuat dari kota/wilayah lain di sekitarnya.

Proses Perkembangan Kota (skripsi dan tesis)

Kota sebagai perwujudan geografis dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan. Kebutuhan ruang ini selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota, gejala pengambil-alihan lahan non urban oleh penggunaan lahan urban didaerah pinggiran kota disebut invasion, sedangkan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut urban sprawl, Koestoer (2001). Lebih jauh, Koestoer (2001) menjelaskan secara garis besar ada tiga ekspresi keruangan atau pertumbuhan fisik, yaitu:

  1. Pola penjalaran memanjang (ribbon development), yaitu pembangunan yang tidak merata disemua bagian kotanya, melainkan penjalarannya yang cepat terjadi disepanjang jalur transportasi menuju kota.
  2. Pola penjalaran konsentris (concentric development) adalah perkembangan kota yang terjadi secara merata disegala sisi dari permukiman yang sudah ada. Pola ini membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak.
  3. Pola penjalaran meloncat (leap frog development) adalah pertumbuhan fisik kota yang terjadi secara sporadis ke semua daerah pinggiran kotanya. Pertumbuhan ini mengakibatkan terganggunya proses produksi pertanian karena terjadi konversi lahan pertanian yang meloncat-loncat.

Pertumbuhan kota yang semakin besar telah memunculkan satu fenomena yang dikenal sebagai mega urban. Menurut Chenery dkk (1991) dalam konteks Asia, pertumbuhan kota besar dan proses terbentuknya desa-kota memainkan peranan yang penting dalam wujudnya wilayah mega urban. Proses terbentuknya wilayah mega urban diawali dengan adanya dua kota yang terhubungkan oleh jalur transportasi yang efektif. Selanjutnya sebagai konsekuensi transportasi yang efektif, wilayah koridor kedua kota besar tersebut turut berkembang, yang pada akhirnya mewujudkan kesatuan perkotaan yang luas. Dengan demikian, wilayah yang termasuk dalam mega urban yang sesuai dalam struktur ruang diatas tersebut adalah:

  1. Kota besar.
  2. Wilayah pinggiran kota.
  3. Desa yang terletak disepanjang koridor yang menghubungkan kedua kota.

Selain itu disebutkan oleh Chenery dkk (1991) bahwa wilayah yang disebut mega urban atau desa kota mempunyai 6 bentuk utama, yaitu:

  1. Bercirikan jumlah penduduk yang besar dari dalam lahan padi yang sempit.
  2. Umumnya bercirikan peningkatan kegiatan non pertanian dari dalam yang sebelumnya merupakan daerah pertanian yang luas.
  3. Wilayah desa kota umumnya ditunjukkan dengan kelancaran dan mobilitas penduduk yang tinggi. Ketersediaan sarana transportasi yang mudah menyebabkan pergerakan antara jarak yang jauh dapat dilakukan dengan mudah.
  4. Wilayah desa kota yang terlihat dari percampuran penggunaan lahan seperti lahan pertanian kawasan industri, perdagangan dan penggunaan lahan lainnya.
  5. Bentuk lain dari wilayah desa kota adalah meningkatnya partisipasi wanita sebagai tokoh pertanian.
  6. Wilayah mega urban biasa disebut invisible or grey area oleh pemerintah karena sulit bagi pemerintah menegakkan aturan akibat cepatnya perubahan struktur ekonomi.

Pengertian Kota (skripsi dan tesis)

Kota sebagai objek studi merupakan hal yang menarik bagi berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga banyak sekali ragam definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Koestoer (2001) menjelaskan pengertian kota sebagai suatu permukiman yang mempunyai bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai sarana prasarana serta fasilitas yang relatif memadai guna melayani kebutuhan penduduknya.

Pengertian kota menurut Koestoer (2001) dibedakan menjadi 6 kelompok yaitu:

  1. Secara Yuridis Administratif, kota merupakan suatu wilayah yang ditetapkan berstatus kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Secara Morfologi, kota dicirikan oleh tata guna lahan non agraris dan building coverage lebih besar daripada guna lahan agraris dan vegetarian coverage, pola jalan yang kompleks dan satuan permukiman yang kompak.
  3. Tinjauan dari jumlah penduduk, kota merupakan aglomerasi penduduk dalam jumlah tertentu yang mampu menumbuhkan fungsi-fungsi perkotaan dan tinggal pada suatu daerah permukiman yang teratur.
  4. Tinjauan dari kepadatan penduduk, kota diartikan sebagai suatu daerah yang mempunyai kepadatan dalam jumlah minimal tertentu dan menempati ruang tertentu yang teratur.
  5. Tinjauan gabungan antara kelompok jumlah penduduk dan kriteria tambahan, tinjauan ini muncul karena adanya kelemahan tinjauan 3-4 diatas.

Berbagai tinjauan gabungan yang dimaksud antara lain:

  1. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk.
  2. Jumlah penduduk dan struktur mata pencaharian.
  3. Jumlah penduduk dan fasilitas.
  4. Jumlah penduduk dan jarak antara rumah.
  5. Tinjauan atas dasar organic region atau hubungan fungsional antara berbagai sektor dalam suatu wilayah, kota didefinisikan sebagai tempat atau daerah tempat terjadinya pemusatan kegiatan yang beraneka-ragam dari suatu sistem yang luas.

Selanjutnya Sujarto (1998) melengkapi pendapat Koestoer (2001) dengan mengemukakan tinjauan tambahan baru berupa tinjauan secara sosiologis, kota didefinisikan sebagai wilayah yang dikaitkan dengan batasan dengan adanya sifat heterogen penduduknya serta budaya urban yang telah mewarisi budaya desa.

Menurut Ilhami (1990), sebagian besar terjadinya kota adalah berawal dari desa yang mengalami perkembangan yang pesat. Faktor yang mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi seperti menjadi industri dan perdagangan, pusat persilangan, pemberhentian kereta api, terminal bis dan sebagainya.

Pengertian kota menurut Dickinson dalam Jayadinata (1992) adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumah-rumah yang mengelompok atau merupakan permukiman terpusat. Suatu kota yang tidak terencana berkembang dipengaruhi keadaan fisik sosial. Kota juga dikenali dengan jumlah penduduknya. Di Indonesia yang disebut kota jika suatu kawasan memiliki 20.000 jiwa. Adapun menurut Muta’ali (2006), kota merupakan suatu jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistik. Arias (1997) menyatakan bahwa ciri-ciri kota adalah produk dari berbagai faktor seperti topografi, sejarah, motif ekonomi, budaya manusia serta aneka kesempatan dan bahwa ciri-ciri tersebut tidak pernah statis melainkan berubah mengikuti tawaran waktu dan ruang.

Dengan berbagai definisi itu dapat dikatakan bahwa pengertian kota adalah suatu tata guna lahan yang mempunyai kepadatan bangunan dan perkembangan penduduk tinggi, sebagian besar produk yang dihasilkan adalah bidang jasa atau produk sekunder.

Istilah “perkotaan” dinyatakan oleh Chenery (1978) dalam Arias (1997) sebagai perkotaan secara fisik yang menyangkut luas wilayah, kepadatan penduduk dan tata guna tanahnya yang non agraris. Sementara itu Muta’ali (2006) mengidentifikasikan istilah kota dengan city dan daerah perkotaan dengan urban. Daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern dapat dikatakan sebagai daerah perkotaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Muta’ali (2006) yang menyatakan bahwa daerah perkotaan sebagai kota secara fisik dimana komunitas fisiknya adalah area-area terbangun yang sangat berdekatan yang meluas kepusatnya ke daerah pinggiran kota. Senada dengan Muta’ali, Arias (1992) menyatakan bahwa daerah perkotaan merupakan wilayah inti dan sekitarnya yang berpengaruh dan mempengaruhi kota inti tersebut. Wilayah tersebut bisa melampaui batas administrasinya, dengan melihat kenampakan areal terbangun yang telah menampakkan ciri perkotaan.

Dimensi dan Mobilitas Kebutuhan Hunian (skripsi dan tesis)

2.1.1   Dimensi dan Mobilitas Kebutuhan Hunian

Turner (1968) mengemukakan 4 macam dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal yakni :

  1. Dimensi lokasi, mengacu pada tempat – tempat tertentu yang oleh seseorang dianggap cocok untuk tempat tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupannya. Sebagai contoh, seseorang pada struktur ekonomi menengah ke bawah akan lebih memilih lokasi tempat tinggal yang dekat dengan lingkungan kerjanya agar menimimalisir biaya transportasi.
  2. Dimensi perumahan, berkaitan dengan penguasaan (tenure) yang erat kaitannya dengan pemilihan karakteristik tempat tinggalnya. Semakin tinggi tingkat penguasaan maka akan semakin flexible pula pilihan atribut tempat tinggalnya. Aspek penguasaan pada umumnya bergerak paralel pada tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya. Seseorang yang berpenghasilan rendah misalnya, akan memilih menyewa atau mengontrak rumah saja daripada memilikinya dikarenakan adanya kebutuhan primer yang lebih dianggap mendesak untuk dipenuhi.
  3. Dimensi siklus kehidupan, membahas tahap – tahap seseorang menapaki kehidupannya. Dimensi ini serupa dengan teori yang diungkapkan oleh Maslow (1970), dimana terdapat lima hirarki kebutuhan yakni,

 

Seseorang harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan primernya dalam hal ini kebutuhan fisiologis manusia sebelum beranjak kepada tingkatan – tingkatan kebutuhan tertinggi. Berdasarkan gambar 2.1, dijelaskan tentang tahapan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya yang menurut Turner berbanding lurus dengan penghasilannya. Secara umum, semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang maka semakin tinggi pula tingkatan kebutuhan yang akan dipenuhinya. Lebih lanjut Turner (1968) menyimpulkan tiga kebutuhan dasar manusia yakni opportunity (kesempatan), identity (identitas), dan security (keamanan).   

  1. Dimensi penghasilan, menekankan pembahasannya pada besar kecilnya penghasilan yang diperoleh persatuan waktu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penghasilan seseorang, maka semakin tinggi pula prioritas dari kebutuhan perumahan dan siklus kehidupan yang diperolehnya. Oleh karena itu, Turner (1972) mengkaitkan hubungan antara penghasilan dengan prioritas kebutuhannya sebagai berikut :

 

Dlam dimensi siklus kehidupan, dimensi lokasi, dan dimensi perumahan terdapat korelasi yang sangat erat. Seseorang dengan penghasilan yang rendah cenderung memprioritaskan kebutuhan dasar (opportunity) tanpa melihat keamanan dan status sosialnya sehingga prioritas dalam bertempat tinggalpun cenderung memilih untuk menyewa tempat tinggal yang kualitas fisiknya terbilang kurang memadai. Dari segi lokasipun, seseorang dengan tingkat penghasilan yang rendah lebih memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan sesamanya. Lain halnya dengan seseorang yang penghasilannya tinggi dimana prioritas kebutuhan utamanya yakni meningkatkan strata sosial di masyarakat. Seseorang pada tahap ini cenderung ingin memiliki tempat tinggal yang secara kualitas fisiknya modern.

Untuk menilik pada klasifikasi objek yang berkaitan dengan dimensi kebutuhan tempat tinggal, maka dilakukan pembagian golongan penduduk berdasarkan strata sosial yang berkenaan dengan lama bertempat tinggal di suatu wilayah. Dengan asumsi bahwa semakin lama seseorang menetap di sesuatu wilayah, maka semakin mantap posisi pekerjaannya sehingga semakin tinggi pula tingkat penghasilannya. Turner (1968) mengemukakan tiga golongan yakni :

  1. Bridgeheaders, golongan yang baru bertempat tinggal di suatu daerah yang dengan segala keterbatasannya belum mampu mengangkat dirinya ke jenjang sosial ekonomi yang lebih tinggi.
  2. Consolidators, golongan yang agak lama tinggal di suatu daerah yang telah mapan terhadap posisi pekerjaannya.
  3. Status seekers, golongan yang telah lama tinggal di suatu daerah yang telah mapan dalam hal kemampuan ekonominya. Kemampuan ekonomi tersebut mengubah perilaku seseorang dimana ia menginginkan pengakuan dalam status sosial oleh lingkungan sosialnya.

 

Seseorang dalam golongan bridgeheaders pada umumnya termasuk pada golongan kategori penghasilan rendah sehingga kemampuan ekonominya belum mampu untuk membangun rumah sendiri. Oleh karena lokasi pekerjaan pada umumnya terletak di pusat kota, maka golongan ini cenderung lebih senang tinggal di lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya dengan maksud supaya pengeluaran untuk transportasi dapat dihemat.

Seiring dengan berjalannya waktu, golongan bridgeheaders yang telah mapan dari segi kemampuan ekonominya kemudian memasuki pada jenjang consolidators. Dalam jenjang ini, pemilihan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerjanya akan turun skala prioritasnya karena dirasa tempat tinggal di pusat kota sudah tidak memberikan kenyamanan. Golongan ini mulai mengalihkan perhatiannya pada daerah pinggiran kota yang menurutnya menjanjikan kenyamanan bertempat tinggal. Hal ini wajar, karena penghasilannya sudah cukup tinggi sehingga mampu mengusahakan untuk membeli alat transportasi pribadi.

Dengan meningkatnya kemapanan ekonomi seseorang, kebutuhan hunian pun sudah tidak lagi berdasar pada sisi perlindungan. Pandangan tempat tinggal bagi golongan lanjut yakni status seekers, mulai menapaki fungsi hunian sebagai alat investasi. Pada tahap ini, seseorang akan lebih cenderung untuk membeli rumah yang mewah dari segi kualitas fisiknya dengan jumlah yang banyak. Hal ini merupakan upayanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih dan pengakuan dari segi status sosial di lingkungan masyarakatnya.

Kebutuhan Hunian (skripsi dan tesis)

Hunian atau tempat tinggal secara umum disebut permukiman dan secara khusus disebut sebagai bangunan rumah. Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal baik di daerah bersuhu dingin maupun daerah bersuhu udara panas sebagai tempat perlindungannya. Dalam Undang – Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, dijelaskan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sementara itu Sa’idah (1999) berpendapat bahwa rumah (hunian) selain menjadi tempat berlindung, juga mempunyai peranan lain yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses penghidupan manusia. Kebutuhan hidup ini sesuai dengan peradaban manusia yang semakin tinggi tidak saja terbatas pada kebutuhan untuk mempertahankan diri tetapi juga meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi nilainya, misalnya kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan meningkatkan sumber pendapatan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bahwa hunian sebagai sarana dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan yakni :

  1. Secara fisik, sebagai shelter atau tempat berlindung dari cuaca dan ancaman nyawa manusia yang tidak dihendaki.
  2. Secara ekonomi, sebagai investasi atau modal bagi pemiliknya. Rumah sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis dan untuk kegiatan berekonomi.
  3. Secara sosial, sebagai tempat bersosialisasi serta pemenuhan kepuasan dalam pencerminan taraf hidup di lingkungan sosialnya.
  4. Secara psikologis, sebagai sarana edukasi dan pemenuhan cita rasa estetika.

PERGESERAN GUNA LAHAN (skripsi dan tesis)

Menurut Lestari (2009) mendefinisikan perubahan atau pergeseran guna lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh:

  1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.
  2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan.
  3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering.
  4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan hidup yang lebih baik. Menurut Irawan (2005), ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

  1. Faktor Eksternal.

  Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. Pertumbuhan perkotaan didorong oleh pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan yang ada baik dari kelahiran maupun urbanisasi, hal ini menyebabkan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal juga akan meningkat sementara lahan perkotaan sangatlah terbatas. Selain itu, pertumbuhan perekonomian kota seperti kebutuhan penyediaan fasilitas umum, maupun infrastrutur untuk bisnis dan perdagangan juga samakin membutuhkan ketersediaan lahan yang besar.

  1. Faktor Internal.

Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Kebutuhan sosial ekonomi masyarakat petani semakin tinggi sehingga seringkali kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dari usaha pertanian saja dan pada akhirnya hanya dapat dipenuhi dengan cara menjual lahan pertanian yang mereka miliki dan beralih profesi ke non pertanian.

  1. Faktor Kebijakan

  Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. Pemrintah harus membuat kebihakan yang dapat menyeimbangkan kebutuhan lahan dan kebutuhan pangan masyarakat.

Perubahan penggunaan lahan tersebut juga bukannya tanpa ada sebab, terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Bourne, 1982), yaitu:

  1. Perluasan batas kota;
  2. Peremajaan pusat kota;
  3. Perluasan jaringan infrastruktur khususnya jaringan transportasi;
  4. Tumbuh dan hilangnya pemusatan aktivitas tertentu.

Dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, factor-faktor tersebut antara lain manusia, aktivitas, serta lokasi kegiatan (Catanese, 1986:317).

Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak di pinggiran kota yang mulai berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek akan menghasilkan keuntungan yang tinggi.

Hubungan antara ketiga faktor tersebut sangat berkaitan sehingga dapat disebut sebagai siklus perubahan penggunaan lahan. Dari hubungan dinamik ini akan timbul bentuk aktivitas yang akan menimbulkan beberapa perubahan (Bintarto, 1989: 73-74). Beberapa perubahan yang akan terbentuk adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan Lokasi (Locational Change)
  2. Perubahan Perkembangan (Developmental Change)
  3. Perubahan Tata Laku (Behavioral Change)

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN (skripsi dan tesis)

1.

Sosial ekonomi yaitu lingkungan yang terdiri dari manusia baik secara individu maupun kelompok yang saling berhubungan, sehingga terbentuklah komunitas- komunitas sosial dan kegiatan-kegiatan perekonomian. Komunitas sosial dan kehidupan ekonomi akan sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan kehidupan dimana manusia tersebut berada. Kualitas lingkungan sosial ekonomi yang baik yaitu jika kehidupan manusia yang ada di lingkungan tersebut secara ekonomi terpenuhi, tidak kekurangan pangan dan sandang, memiliki rumah, berpendidikan, merasa aman dan nyaman, terpenuhinya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Semua kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi dengan cara mereka harus memiliki pekerjaan dan pendapatan yang tepat dan memadai (Sunarko, 2007).

Sementara itu, menurut Soekanto (2002), sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat yang berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubungannya dengan sumberdaya. Kondisi sosial ekonomi masyarakat akan selalu mengalami perubahan, melalui proses sosial dan interaksi sosial yaitu suatu proses hubungan dan saling mempengaruhi, yang terjadi antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok

Pembangunan dan penataan lingkungan buatan akan berdampak pada aspek Sumber Daya Alam (SDA) baik air, udara dan tanah. Semua itu akan memberikan dampak pada aspek sosial, baik perubahan ke arah negatif maupun ke arah positif. Namun sebagian besar perubahan yang ditimbulkan dari berubahnya lingkungan alam dan buatan telah memberikan perubahan sosial ke arah negatif (Reksohadiprodjo, 1997).

Akibat dari perubahan kualitas lingkungan alam, manusia sebagai makhluk yang berada di dalamnya akan memberikan reaksi penyesuaian diri. Reaksi tersebut diawali dengan stress yang mana aspek ini diakibatkan oleh suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang. Ada dua macam tindakan manusia dalam menghadapi stress ini, pertama adalah tindakan langsung dan yang kedua adalah penyesuaian mental. Migrasi atau berpindah tempat adalah contoh tindakan langsung akibat perubahan lingkungan.

Menurut Roucek dan Warren aspek sosial ekonomi pada suatu masyarakat umumnya dipengaruhi oleh aspek lingkungan alam dimana masyarakat tersebut berdomisili. Aspek sosial ekonomi memberikan gambaran mengenai tingkat pendapatan masyarakat, jenis atau keragaman mata pencaharian yang ditekuni, aspek perumahan serta hubungan atau interaksi antara individu maupun kelompok masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Aspek sosial ekonomi seseorang dapat ditentukan lewat kegiatan ekonomi yang dilakukan, jumlah pendapatan yang diperoleh, jenis pekerjaan yang ditekuni, pendidikan formal, pemilikan barang dan pemilikan rumah.

Menurut Hagul (1985) pendekatan sosial ekonomi pembangunan terbatasi atas tiga berdasarkan manusianya, yaitu: Universitas Sumatera Utara

  1. The Trickle Down Theory, yaitu suatu pendekatan program percepatan pembangunan dan hasilnya dinikmati baik secara langsung atau tidak oleh masyarakat.
  2. Basic Needs Approach, yaitu pendekatan yang meliputi upaya secara langsung menanggulangi masalah kebutuhan pokok misalnya: Gizi, kesehatan, kebersihan, pendidikan, dll.
  3. Development From Within, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri serta membangun sesuai tujuan yang mereka kehendaki.

Selanjutnya Reksohadiprodjo (1997) mengemukakan bahwa pembangunan kota akan mempunyai dampak social ekonomi yang bernilai positif maupun negatif. Berbagai masalah kota muncul seperti kemiskinan akibat terbatasnya mata pencaharian dan tingkat pendapatan, masalah kesehatan yang akan berakibat terhadap produktivitas, masalah pendidikan yang akan berakibat terhadap sumber daya manusia, masalah lingkungan hidup yang akan berakibat terhadap daya dukung kota.

Salah satu konsep tentang dampak suatu pembangunan infrastruktur jalan bertolak dari pemikiran bahwa masyarakat itu dipandang sebagai suatu bagian dari ekosistem. Perubahan dari salah satu subsistem akan mempengaruhi subsistem yang lain. Di dalam masyarakat terdapat tiga subsistem yang saling interaktif yakni (Sudharto P. Hadi, 2005):

  1. sistem social,

Secara sosial pembangunan infrastruktur transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya (Prapti, 2015): a) Pelayanan untuk perorangan atau kelompok, b) Pertukaran atau penyampaian informasi, c) Perjalanan untuk bersantai, d) Memendekkan jarak, e) Memencarkan penduduk Di samping itu ada manfaat lain

  1. sistem ekonomi,

J’afar M. (2007) menyatakan bahwa, infrastruktur memiliki peranan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan jangka pendek menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi dan jangka menengah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas sektor-sektor terkait. Infra- struktur sepertinya menjadi jawaban dari kebutuhan negara- negara yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan membantu penanggulangan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, mendukung tumbuhnya pusat ekonomi dan meningkatkan mobilitas barang dan jasa serta merendahkan biaya aktifitas investor dalam dan luar negeri

  1. sistem fisik atau lingkungan fisik.

Meskipun membawa dampak positif, pembangunan infrastruktur jalan juga membawa dampak negatif diantaranya (Kementrian Pekerjaan Umum RI, 2010): 1. Berkurangnya lahan produktif pertanian. 2. Adanya pengurangan luasan lahan terbuka hijau. 3. Rusaknya lingkungan hidup di sekitar pembangunan infrastruktur jalan.

Dampak muncul ketika terdapat aktivitas: proyek, program atau kebijaksanaan yang akan diterapkan pada suatu masyarakat. Bentuk intervensi ini (karena aktivitas biasanya selalu datang dari luar masyarakat) mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem (masyarakat). Pengaruh itu bisa positif, bisa pula negatif (Sudharto P. Hadi, 2005)

PERKEMBANGAN KOTA (skripsi dan tesis)

1.

Batas fisik kota selalu mengalami perubahan, sehingga batas fisik kota tidak selalu berada didalam batas administrasi kota. Northam dalam Yunus (1994) mengatakan terdapat tiga macam kemungkinan hubungan antara eksistensi batas fisik kota dengan batas administrasi kota, yaitu

  1. Batas fisik kota yang ditunjukkan areal terbangun berada jauh diluar batas administrasi kota (Under Bound City).
  2. Batas fisik kota berada didalam batas administrasi kota (Over Bounded City).
  3. Batas fisik kota berimpitan dengan batas administrasi kota (True Bounded City).

Menurut Branch (1995) beberapa unsur yang mempengaruhi perkembangan kota, antara lain: keadaan geografis, lokasi site, fungsi kota, sejarah, serta kebudayaan yang melatar belakanginya. Sedangkan pertumbuhan kota lebih cenderung dianalisis dari pertumbuhan penduduk perkotaan. Semua unsur tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi, dan dalam tampilan fisik tercermin dari bentukan fisik perkotaan yang mengalami fungsi – fungsi tertentu. Keadaan topografi dan perkembangan sosial ekonomi akan mengakibatkan perkembangan pola kota yaitu:

  1. Pola menyebar, pada keadaan topografi yang seragam dan kegiatan ekonomi yang homogen di suatu wilayah akan menyebabkan perkembangan dengan pola menyebar.
  2. Pola sejajar, terjadi akibat adanya perkembangan kota mengikuti jalur jalan, lembah, sungai, atau pantai.
  3. Pola merumpun, berkembang karena adanya sumberdaya alam tertentu yang menonjol.

Sedangkan menurut Jayadinata (1999), pola – pola perkembangan kota yang terdapat di atas lahan yang bertopografi datar dapat menjadi bentuk – bentuk radial menerus, radial tidak menerus, gridion menerus, radial menerus atau linear menerus. Kota terbentuk dari berbagai aspek yaitu aspek fisik, ekonomi, sosial, serta kebudayaan. Perkembangan aspek – aspek tersebut secara otomatis akan mempengaruhi perkembangan kota satu dengan lainnya tidak sama, ada kota yang tumbuh pesat namun adapula yang sulit berkembang. Hal ini disebabkan setiap kota memiliki ciri atau kondisi aspek yang beragam satu sama lainnya. Dengan didasari perkembangan tersebut suatu kota memiliki pendorong maupun penarik perkembangan yang beragam pula.

Apabila dicermati, berkembangnya suatu kawasan tidak akan terlepas dari berkembangnya pusat kota. Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan proses perkembangan kawasan kota, yaitu:

  1. Proses Perkembangan Fisik Wilayah

Proses ini adalah proses perkembangan fisik wilayah ke arah “mengkota”. Perubahan bentuk fisik wilayah ini tentunya terjadi pada wilayah yang secara administrasi dekat dengan kota.

  1. Proses Aglomerasi Penduduk

Proses perkembangan penduduk di suatu kawasan pusat kota sangat dipengaruhi oleh aglomerasi penduduk yang memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupannya dan mendapat akses yang lebih mudah untuk menjangkau pusat kota.

  1. Proses Urbanisasi Penduduk

Aktivitas identik dengan manusia, sehingga semakin banyak aktivitas mengindikasikan banyaknya manusia yang ada di kawasan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan proses urbanisasi, karena disuatu kawasan terdapat sebuah pusat aktivitas baru yang menyebabkan orang-orang berdatangan kedalam kawasan tersebut.

  1. Pemanfaatan Lahan dengan Kepadatan Tinggi

Adanya minat yang tinggi dari masyarakat untuk bermukim di lahan perkotaan menjadikan perluasan wilayah perkotaan secara fungsional di wilayah pinggiran menjadi solusinya. Akan tetapi perlu dicermati pula bahwa keseimbangan wilayah harus tetap terjaga antara wilayah perkotaan dan non-perkotaan agar kontinuitas wilayah dapat berjalan dalam waktu yang panjang. Berkaitan dengan hal tersebut maka wilayah perkotaan juga harus bisa dibatasi, salah satu caranya adalah dengan memaksimalkan lahan secara vertikal. Perluasan bangunan tidak lagi dilakukan melebar, namun memanfaatkan ruang kosong yang ada diatas.

PENGERTIAN JALAN TOL (skripsi dan tesis)

1

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, utamanya untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, mendefinisikan jalan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. Sementara itu, menurut statusnya jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan nasiomal, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.

Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, menyebutkan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Sedangkan tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan dan kelayakan investasi.

Adapun tujuan dari adanya tariff tol yaitu untuk pengembalian investasi, pemeliharaan dan pengembangan jalan tol itu sendiri. Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk :

  1. memperlancar lalu lintas di daerah berkembang,
  2. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi,
  3. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan, dan
  4. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan

Teori Pusat Kegiatan Banyak (skripsi dan tesis)

            Menurut Harris and Ulmann pada tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pusat kegiatan tidak selalu berada pada posisi di tengah-tengah suatu wilayah (center). Lokasi-lokasi keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh factor jarak dari CBD sehingga membentuk persebaran zona-zona yang teratur namun berasosiasi dengan sejumlah faktor yang akan menghasilkan pola-pola keruangan yang khas. Dimana wilayah yang tercakup adalah

  1. Central business district
  2. Wholesale light manufacturing
  3. Low class residential
  4. Medium class residential
  5. High class residential
  6. Heavy manufacturing
  7. Outlying business district
  8. Residential suburb
  9. Industrial suburb

Teori Poros (skripsi dan tesis)

Menurut babcock pada tahun 1932, Teori ini mendasarkan penggunaan lahan pada peranansektor transportasi. Keberadaan jalur transportasi akan menyebabkan distorsi padapola konsentris, sehingga daerah yang dilalui oleh jalur transportasi akan memilikiperkembangan fisik yang berbeda dengan daerah yang tidak dilalui oleh jalur transportasi. dimana wilayah yang tercakup adalah

  1. Pusat Kegiatan (CBD)
  2. Transistion Zone: Major Roads
  3. Low Income Housing: Railways
  4. Middle Income Housing

Teori Sektor (skripsi dan tesis)

Secara konsepsual, model teori sector yang di kembangakan oleh Hoyt, dalam beberapa hal masih menunjukan persebaran zona – zona konsentrisnya. Terlihat jelas bahwa yang menghubugkan pusat kota ke bagian –bagian yang lebih jauh di beri peran yang besar dalam pembentukan pola struktur internal kotanya.

             Keterangan :

  1. CBD ( Daerah Pusat Kegiatan )

Deskripsinya sama dengan zona pertama dalam teori konsentris.

  1. Woleshale Light Manufacturing

Apa bila dalam teori konsentris, zona 2 berada pada lingkaran konsentris, berbatasan langsung dengan zona 1 maka pada teori sector zona ke 2 pula seperti taji ( wedge ) dan menjari kea rah luar menembus lingkaran – lingkaran konsentris sehingga gambaran konsentris mengabur adanya.

  1. Pemukiman Kelas Rendah

Zona ini adalah suatu zona yang di huni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah.

  1. Pemukiman Kelas Menengah

Zona ini menurut Hoyt memang agak menyimpang khususnya dalam pembentukan sektornya. Tidak seperti zona 2, 3 dan 5 dimana sifat radiating sector yang sangat mencolok.

  1. Pemukiman Kelas Tinggi

Zona 5 ini merupakan tahap terakhir dari pada residential mobilelity penduduk kota. Daerah ini menjanjikan kepuasan, kenyamanan bertempat tinggal.

Teori Ketinggian Bangunan (skripsi dan tesis)

Menurut bergel, (1995) mengusulkan untuk memperhatikan variable ketinggian bangunan. Variable ini memang menjadi perhatian yang cukup besar untuk negara – negara maju, karena menyangkut antara hak seorang untuk menikmati sinar matahari, hak seorang untuk menikmati keindahan alam dari tempat  tertentu batas kepadatan bangunan, kepadatan penghuni dan pemanfaatan lahan dengan aksesbilitas yang tinggi.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada daerah pusat kegiatan harga lahan sangat mahal, aksesbilitas sangat tinggi dan ada kecendrungan membangun struktur perkotaan secara vertical. Oleh karena pada hakikatnya, ruang yang menikmati aksesbilitas paling tinggi yang sesungguhnya adalah pada ground floor maka ruang –ruangnya akan di tempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

Pada ruang yang  terletak pada tingkat yang lebih tinggi, walaupun berada pada pusat kota ( aksesbilitas tertinggi secara horizontal, namun karena letaknya paling atas menjadi menurun nilai akesbilitasnya ) dan mungkin hanya akan laku bila di peruntukan untuk tempat tinggal sementara.

Teori Konsentris (skripsi dan tesis)

Menurut E.W. Burgess dalam analisisnya pada tahun 1925 di kota Chicago dengan analogi dari dunia hewan dimana suatu daerah akan di dominasi oleh suatu spesies tertentu. Seperti halnya dalam wilayah perkotaan akan terjadi pengelompokan tipe dalam penggunaan lahan tertentu. Pembagian wilayah dalam teori kosentris

  1. Daerah pusat kegitan/ Central

Dareah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, social budaya, ekonomi dan teknologi.

  1. Daerah peralihan/ Transisi Zone

Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya antara lain karena adanya pengaruh fungsi yang berasal dari zona pertama sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman seperti gudang, kantor dll sangat mempercepat terjadinya kemunduran dan penurunan mutu lingkungan permukiman.

  1. Zona perumahan para pekerja yang bebas

Zona ini paling banyak di tempati oleh perumahan pekerja – pekerja baik perkerja pabrik, industry dan sebagainya.

  1. Zona permukiman yang lebih baik

Zona ini di huni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah ke atas, walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik namun mereka mengusahakan sendiri dengan bisnis kecil-kecilan, para professional, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas permukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan pada tepat tinggal di rasakan pada zona ini.

  1. Zona penglaju

Zona ini di huni oleh para pekerja yang jarak tempat tinggalnya cukup jauh dari tempat bekerjanya.

Teori Konsentris Burgess memiliki beberapa kelemahan antara lain:

  1. Pada kenyataannya gradasi antar zona tidak terlihat dengan jelas.
  2. Bentuk daerah pusat kegiatan kebanyakan memiliki bentuk yang tidak teratur.
  3. Perkembangan kota cenderung mengikuti rute strategis.
  4. Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan.
  5. Area perumahan menengah kebawah tidak selalu berada di area pusat kota.

Pengertian Lahan (skripsi dan tesis)

Lahan adalah suatu daratan / permukaan tanah yang dapat di manfaatkan oleh manusia untuk keberlangsungan kehidupan. Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Tata guna lahan dan pengembangan lahan dapat meliputi :

a.Kota, merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.

b.Kawasan perkotaan (urban), merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

c.Wilayah, merupakan sebuah daerah yang memiliki batasan yang jelas sesuai dengan pengamatan administrative pemerintah.

d.Kawasan, merupakan daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat tinggal, pertokoan, industri, dan sebagainya.

e.Perumahan, merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal.

f.Permukiman, merupakan lingkungan tempat tinggal berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan.