Whistleblowing merupakan suatu tindakan pelaporan yang dilakukan oleh seseorang atas adanya dugaan kecurangan, perbuatan yang melanggar hukum atau perbuatan lain yang tidak etis yang terjadi dalam suatu organisasi kepada pihak internal seperti pemimpin organisasi atau pihak eksternal yang dapat mengambil tindakan atas kecurangan tersebut (Lestari dan Yaya, 2017). Tindakan pelaporan tersebut tentunya harus didukung dengan adanya bukti, informasi yang jelas terkait kecurangan yang dilaporkan. Selanjutnya, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Indonesia juga mengemukakan bahwa whistleblowing dilakukan dengan dasar itikad baik dan bukan merupakan keluhan pribadi terhadap kebijakan suatu perusahaan. Menurut Lestari (2017) whistleblowing dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu : a. Whistleblowing internal Whistleblowing internal merupakan pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi kepada pihak lain yang memiliki otoritas lebih tinggi seperti pimpinan dalam organisasi tersebut. Pelaporan whistleblowing internal ini biasanya dilakukan karena anggota organisasi menemukan kecurangan yang mungkin dapat merugikan organisasi tersebut. b. Whistleblowing eksternal Whistleblowing eksternal merupakan pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi atas tindakan kecurangan yang terjadi dalam organisasi tersebut kepada publik atau pihak lain diluar organisasi. Pelaporan ini biasanya dilakukan karena tidak adanya tindak lanjut yang dilakukan organisasi atas whistleblowing internal yang dilakukan. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 whistleblower adalah pelapor tindak pidana yakni orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada pengeak hukum mengenai tindak pidanan yang akan, sedang, atau telah terjadi. Menjadi seorang whistleblower bukan perkara mudah, dibutuhkan niat atau keinginan yang kuat dalam diri individu tersebut untuk melakukan whistleblowing. Niat whistleblowing dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor yang dapat berasal dari internal maupun eksternal serta dapat menjadi pendorong maupun sebaliknya. Dalam sebuah Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa niat adalah bentuk keinginan atau kehendak yang muncul dari dalam hati untuk melakukan atau menyampaikan sesuatu. Suatu niat akan muncul disebabkan karena adanya tiga faktor yang dijelaskan dalam teori perilaku terencana antara lain : 1) Adanya sikap, yaitu suatu perasaan atau bentuk penilaian seseroang secara positif atau negatif terhadap sesuatu, 2) Adanya norma subyektif atau pengaruh persepsi orang lain yang ada disekitar individu sehingga memengaruhinya untuk berperilaku dan 3) Persepsi kontrol atas perilaku, yaitu kemampuan individu dalam mengontrol dirinya atau keyakinan individu atas dirinya saat akan berperilaku (Khanifah, 2017).