Pelaku Tindak Pidana (skripsi dan tesis)

“Subjek perbuatan pidana yang diakui oleh KUHP adalah manusia. Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku perbuatan pidana adalah manusia. Hal ini dapat dilihat pada rumusan delik dalam KUHP yang dimulai dengan kata-kata “barang siapa”. Kata “barang siapa” jelas menunjuk pada orang atau manusia, bukan badan hukum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam ketentuan umum KUHP Indonesia yang digunakan sampai saat ini, Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia”.  Masalah pelaku (dader) diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP. Untuk jelasnya, perlu dicermati pasal-pasal tersebut. Pasal 55 KUHP berbunyi sebagai berikut : (1) Dihukum sebagai pelaku suatu tindak pidana :1. mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu; 2. mereka yang dengan memberi, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. (2) Terhadap orang-orang yang disebutkan belakangan, hanyalah perbuatan yang dibujuk dengan sengaja yang diperhitungkan, beserta akibatakibatnya. Pasal 56 KUHP berbunyi : “Dipidana sebagai pembantu kejahatan : 1. mereka yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu. Berdasarkan rumusan pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP tersebut, terdapat lima peranan pelaku, yaitu : 1. Orang yang melakukan (dader or doer) 2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger) 3. Orang yang turut serta melakukan (mededader) 4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) 5. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige).18 Untuk memastikan siapa yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana nampaknya tidak terlalu sulit akan tetapi dalam kenyataannya pemastian itu tidaklah mudah, dan yang dimaksud dengan pelaku tindak pidana adalah orang yang memenuhi semua unsur delik sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang, baik unsur subjektif maupun unsur objektif. Umumnya pelaku dapat diketahui yaitu : 1. Delik formil, pelakunya adalah barang siapa yang telah memenuhi perumusan delik dalam Undang-Undang. 2. Delik materil, pelakunya adalah barang siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang dalam perumusan delik. 3. Delik yang memuat unsur kualitas atau kedudukan, pelakunya adalah barang siapa yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas sebagaimana yang dirumuskan. Misalnya, dalam kejahatan jabatan, pelakunya adalah pegawai negeri.

Dader dalam pengertian luas adalah yang dimuat dalam M.v.T. pembentukan pasal 55 KUHP, yang antara lain mengutarakan : “Yang harus dipandang sebagai dader itu bukan saja mereka yang telah menggerakkan orang lain untuk melakukan delik melainkan juga mereka yang telah menyuruh melakukan dan mereka yang turut melakukan”.  Pada delik-delik formal yakni delik-delik yang dapat dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya, yaitu setelah pelakunya itu melakukan suatu tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang ataupun segera setelah pelaku tersebut tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan oleh Undang-Undang, untuk memastikan siapa yang harus dipandang sebagai pelaku, memang tidak sulit orang tinggal menentukan siapa yang melakukan pelanggaran terhadap larangan atau keharusan yang telah disebutkan di dalam Undang-Undang.