Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan (skripsi dan tesis)

Menurut Anderson terdapat tiga tipe evaluasi kebijakan dimana tipe-tipe tersebut masing-masing didasarkan pada pemahaman evaluator terhadap evaluasi. Tipetipe tersebut adalah :

a) Tipe pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.

b) Tipe kedua, evaluasi memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program tertentu.

c) Tipe ketiga, tipe evaluasi kebijakan yang sistematis.

Ketiga tipe tersebut merupakan tipe-tipe evaluasi. Kemudian pada setiap tipe tersebut masing-masing tipe memiliki konsekuensi serta fokus apa yang akan menjadi kajian dalam evaluasi suatu kebijakan. Selain itu pendapat lainnya dari Dunn (dalam Nugroho, 2012:729) tipe-tipe evaluasi terdiri:

1. Efektivitas

2. Efisiensi

3. Kecukupan

4. Perataan

5. Responsivitas

6. Ketepatan

Implementasi secara administratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian perasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini mempunyai ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik karena walupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua namun tingkat konfliknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. Mengutip dari Nugroho yang mengembangkan model implementasi dari Matland dikembangkan menjadi empat pilah model implementasi kebijakan. Kebijakan yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama atau berkenaan dengan hidup-mati atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini pemerintahan yang sah dapat dengan dipaksakan, sehingga masuk dalam kelompok directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan dengan pendekatan manajemen, dalam arti didelegasikan kepada berbagai aktor 16 kelembagaan yang ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan pemerintahan hingga lembaga masyarakat., baik nirlaba maupun pelaba. Kebijakan yang bersifat atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai resiko yang tinggi jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model guided dengan pendekatan pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif. Masuk dalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang mendasar. Selanjutnya yang perlu dicermati adalah siapa aktor implementasi kebijakan berikut digambarkan pilihan pelaksana kebijakan. Pelaksana kebijakan senantiasa diawali dari aktor negara atau pemerintah sebagai agensi eksekutif. Namun demikian, kita dapat melihat bahwa ada empat pilihan aktor implementasi yang sesungguhnya, yaitu: 1. Pemerintah, meliputi kebijakan-kebijakan yang masuk dalam kategori directed atau berkenaan dengan eksistensi negara bangsa. Kebijakan ini disebut dengan eksistensial driven policy. Pertahanan, keamanan, penegakkan keadilan, dan sebagainya. Meskipun masyarakat dilibatkan, perannya sering kali dikategorikan sebagai periferal. 2. Pemerintah pelaku utama, masyarakat pelaku pendamping. Kebijakankebijakan yang government driven policy. Disini termasuk pelayanan KTP dan Kartu Keluarga yang melibatkan jaringan kerja non-pemerintah di tingkat masyarakat. 3. Masyarakat pelaku utama, pemerintah pelaku pendamping. Kebijakankebijakan yang social driven policy. Disini termasuk kegiatan pelayanan publik yang dilakukan oleh masyarakat, yang mendapat subsidi dari 17 pemerintah. Termasuk di antaranya panti-panti sosial, yayasan kesenian, hingga sekolah-sekolah non-pemerintah.

4. Masyarakat sendiri, yang dapat disebut people (private) driven policy.

Termasuk didalamnya kebijakan pengembangan ekonomi yang dilaksanakan oleh masyarakat melalui berbagai kegiatan bisnis. Selain itu dalam evaluasi juga terdapat evaluasi implementasi.

Seperti yang dikemukakan Nugroho (2012:706). Menurut Nugroho yang mengembangkan teori dari Matland pada dasarnya ada lima tepat yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan:

1. Implementasi efektif dalam hal kebijakan yang sudah tepat.

Ketepatan kebijakan ini dapat diindikatorkan dengan sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya adalah, how excellent is the policy. Sisi kedua kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga atau indikator ketiga adalah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakannya.

2. Implementasi yang tepat kedua atau yang efektif berkenaan dengan tepat pelaksanaannya.

Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerja sama antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan. Kebijakan yang efektif menurut tepat pelaksanaannya ini berkaitan dengan siapa penjalan atau pelaksana kebijakan ini, bagaimana wewenang dan kejelasannya.

3. On the street siap menjadi pelaksana kebijakan.

Tepat ketiga adalah tepat target. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindah dengan intervensi lain atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kebijakan di Indonesia untuk income generating diwarnai dengan banyaknya kebijakan pemberian kredit bersubsidi oleh berbagai departemen yang akhirnya overlapping dan saling mematikan di lapangan. Kedua, apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diinvertensi, ataukah tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target dalam kondisi menolak. Ketiga, apakah intervensi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan lama dengan hasil sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.

4. Tepat keempat adalah tepat lingkungan.

Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan, yaitu interaksi di antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksanaan kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Calista (dalam Nugroho, 2012:708) menyebutnya sebagai variabel endogen yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenan dengan komposisi jejaring dan berbagai organisasi yang terlibat dengan kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat dan implementasi setting yang berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring (networking) yang berkenan dengan implementasi  kebijakan. Lingkungan kedua adalah lingkungan eksternal kebijakan yang disebut Calista (dalam Nogroho, 2012:709) variabel eksogen, yang terdiri atas public opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi, interperetive instutions yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekanan dan kelompok kepentingan dalam menginterpratasikan kebijakan dan implementasi kebijakan individualis, yakni individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

5. Tepat kelima adalah tepat proses.

Secara umum, implementasi kebijakan publik terdiri atas tiga proses yaitu:

a. Policy acceptence, di sini publik memahami kebijakan sebagai sebuah aturan main yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

b. Policy adoption, di sini publik menerima kebijakan sebagai aturan main yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

c. Strategic readiness, di sini publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan di sisi lain birokrat Beberapa pendapat para ahli peneliti lebih tertarik pada tipe evaluasi Dunn.

Dunn menilai evaluasi dari segi efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, resposibilitas, dan ketepatan. Namun pada penelitian ini dari karakteristik evaluasi Dunn peneliti hanya mengambil satu karakteristik evaluasi yang dianggap cocok  digunakan dalam penelitian kebijakan PPDB Jalur Bina Lingkungan yaitu: ketepatan.