Pengertian Metode Dzikir (skripsi dan tesis)

Menurut Al Munawir (2002) Kata dzikir dari segi bahasa berasal dari kata “dzakara-yadzkurudzikran” yang berarti menyebut, mengingat dan memberi nasihat. Dalam artian umum, dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya yang meliputi hampir semua bentuk ibadah dan perbuatan baik seperti tasbih, tahmid, shalat, membaca Al-Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari kejahatan. Dalam arti khusus, dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syarat-syaratnya (Ahmad Syafi’i, 2005). Dalam pernyataan Hawari (2002) maka Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat-sifatNya, pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, shalat, ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.

Menurut Askat (2002) Dzikir adalah segala sesuatu atau tindakan dalam rangka mengingat Allah SWT, mengagungkan asmaNya dengan lafal-lafal tertentu, baik yang dilafalkan dengan lisan atau hanya diucapkan dalam hati saja yang dapat dilakukan di mana saja tidak terbatas pada ruang dan waktu. Said Ibnu Djubair dan para ulama lainnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT, hal ini berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir, tapi semua aktifitas manusia yang diniatkan kepada Allah SWT. Sedangkan Imam Nawawi (2005) dalam kitab al-Adzkar berpendapat bahwa sesungguhnya keutamaan dzikir tidak terhingga, baik tasbih, tahmid, tahlil, takbir maupun kalimat yang lain, bahkan semua amal dalam rangka taat kepada Allah termasuk aktivitas dzikrullah. Menurut Atha’ majelis dzikir adalah majelis yang membahas halal haram, yaitu menerangkan tentang cara jual beli, shalat, puasa, talak dan haji serta masalah-masalah lain yang serupa.

Haryanto (dalam Abu Sangkan, 2010) dzikir sebenarnya merupakan salah satu bentuk meditasi transcendental. Ketika seseorang khusyuk, objek piker atau stimulasi tertuju pada Allah. Sedangkan menurut Zohar (Abu Sangkan, 2010) transenden merupakan sesuatu yang membawa kita mengatasi (beyond) masa kini, mengatasi rasa suka atau duka, bahkan mengatasi rasa diri kita saat ini.  Dzikir ialah mengingat nikmat-nikmat Tuhan. Lebih jauh, berdzikir meliputi pengertian menyebut lafal-lafal dzikir dan mengingat Allah dalam setiap waktu, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merasa yakin bahwa diri manusia selalu berada di bawah kehendak Allah dalam segala hal dan urusannya (AshShiddieqy, 2001).