Mekanisme sebenarnya baik patofisiologi, hemodinamika, maupun biokimia pada kasus DBD sejauh ini belum sepenuhnya diketahui (Sunarto, et al., 2004). Pelbagai hipotesis telah diajukan meski tak satupun yang telah dianggap cukup memadai dalam menjelaskan secara tuntas patogenesisnya. Hipotesis tersebut antara lain: imunopatologi, infeksi sekunder heterolog, Ag-Ab dan aktivasi komplemen, infection enhancing antibody, trombosit endotel, serta mediator dan apoptosis (Soegijanto, 2006; Kumar, et al., 2005).
Beberapa faktor dimaksud antara lain:
- Strain virus. Strain virus dihubungkan dengan tingkat infektivitas virus serta level viremia yang dimilikinya. Hal ini karena ditemukannya peningkatan kasus DBD pada bayi berusia dibawah satu tahun (Hapsari, 2006). Siregar [2005] menulis DEN-3 dilaporkan untuk Asia Tenggara sejak 1983; bahkan sejak 1960-an meski memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Soedarmo, 2005). Sugianto melaporkan DEN-3 merupakan 75% kasus, meskipun tidak bermakna dengan DEN-1 jika dihubungkan dengan kasus fatal. Dan meskipun viremia Dengue merupakan kejadian sesaat (self limited) dan hanya berhasil diisolasi dari 10-20% penderita, 80% kasus menunjukkan viremia masih berlangsung sampai dua hari setelah renjatan
- Karakteristik genetika host (Soegijanto, 2006).
- Usia penderita. Penderita DBD dengan usia di bawah 15 tahun (Centers for Disease Control and Prevention, 2003) terbanyak berusia di bawah 10 tahun memiliki derajat keparahan yang cenderung lebih tinggi. Makin muda usia penderita, untuk derajat beratnya penyakit, makin besar pula mortalitasnya (Sarwanto, 2001; Hapsari, 2006).
- Pasien dengan infeksi sekunder heterolog. Preeksistensi Ab-anti Dengue pada kasus postinfeksi primer atau Ab-maternal pada bayi sampai umur 2 bulan (Soegijanto, 2006).
Hipotesis yang banyak dianut adalah infeksi sekunder virus Dengue heterolog (the secondary heterologous infection/ sequential infection hypothesis) -dan setelahnya virulensi virus (Hassan dan Alatas, 2005; Soedarmo, 2005). Infeksi sekunder virus Dengue heterolog dimaksud diperkirakan jika terjadi rentang waktu 5 atau 6 bulan hingga 5 tahun sejak infeksi primer (Sunarto, et al., 2004; Hassan dan Alatas, 2005).
- Infeksi simultan oleh dua atau lebih serotipe virus dalam jumlah besar. Secara teoritis -dan telah ditemukan laporan- seorang penderita terinfeksi oleh empat serotipe virus secara simultan (Shepherd, 2007; Centers for Disease Control and Prevention, 2003).
- Status nutrisional pejamu, berkaitan dengan status gizi dan imunologis, risiko komplikasi maupun infeksi sekunder.
- Kondisi demografis setempat. Pada daerah endemik, risiko terhadap infeksi sekunder akan semakin besar. Termasuk kepadatan vektor nyamuk di suatu daerah (Siregar, 2005; Budhy, 2008).
- Kegagalan penanggulangan secara dini (Sugianto dan Samsi, 2002). Perdarahan intravaskuler menyeluruh ditandai dengan penurunan factor pembekuan dan trombositopenia– yang tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan spontan lanjutan yang makin masif.