Struktur Modal

Menurut Riyanto (2001), struktur modal merupakan perimbangan atau
perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
Struktur modal merupakan campuran atau proporsi antara hutang jangka panjang
dan ekuitas, dalam rangka mendanai investasinya (operating assets). Komposisi
dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa merupakan struktur
modal perusahaan yang akan mempengaruhi biaya modal secara keseluruhan
(Raharjaputra, 2009). Manajer harus mampu menghimpun dana secara efisien,
sehingga keputusan pendanaan mampu meminimalisirkan biaya modal yang harus
ditanggung perusahaan dan dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
Struktur modal dapat diukur dengan rasio perbandingan antara total hutang
terhadap total modal melalui (Debt to Equity Ratio) DER (Husnan, 2011).
Pemakaian DER dimaksudkan untuk mempermudah pengukuran karena struktur
modal tidak dapat diukur secara langsung (Sartono dan Sriharto, 1999). Semakin
besar DER maka semakin besar juga risiko yang harus dihadapi oleh perusahaan
karena pemakaian hutang sebagai sumber pendanaan yang murah dengan bunga
rendah dan jangka waktu fleksibel, sehingga hutang menjadi menguntungkan bagi
perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009), Modal adalah hal residual atas
asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Menurut Riyanto (2001)
modal sendiri pada dasarnya merupakan modal yang berasal dari pemiliknya dan
tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Modal juga
dapat diartikan sebagai dana yang dipinjam dalam jangka waktu tidak terbatas
dari pemegang saham.
Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahaan yang
dipertaruhkan untuk segala risiko baik risiko usaha maupun risiko-risiko kerugian
lain. Modal sendiri tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk pembayaran
kembali dalam setiap keadaan maupun tidak adanya kepastian tentang jangka
waktu pembayaran kembali modal sehingga tiap perusahaan harus mempunyai
jumlah minimum modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup
perusahaan. Modal yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam perusahaan
dan dapat diperhitungkan pada setiap saat untuk memlihara kelangsungan hidup
perusahaan dan melindungi perusahaan dari risiko kepailitan. Modal merupakan
sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk diinvestasikan pada aktiva tetap
yang bersifat permanen dan investasi-investasi yang menghadapi risiko kerugian
yang relatif kecil, karena suatu kerugian dari investasi tersebut dengan alas an
apapun merupakan tindakan membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup
suatu perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009), Utang adalah kewajiban
perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya
diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi. Menurut Riyanto (2001) hutang jangka panjang
merupakan hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari
sepuluh tahun. Hutang jangka panjang merupakan kewajiban keuangan yang
dalam melakukan pembayaran lebih dari satu tahun. Hutang jangka panjang ini
umumnya digunakan untuk membelanjai ekspansi atau modernisasi dari
perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah
besar (Riyanto, 2001).

PMK Nomor 169/PMK.010/2015

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 merupakan
peraturan perpajakan yang mengatur besarnya Debt Equity Ratio serta besarnya
biaya pinjaman yang dapat dibebankan oleh suatu perusahaan. Besarnya biaya
pinjaman yang terjadi akibat transaksi utang oleh perusahaan harus dihitung
setelah dilakukan perhitungan DER. Tujuan dari diterbitkannya PMK
169/PMK.010/2015 ini adalah untuk menekan praktik thin capitalization oleh
perusahaan-perusahaan dimana praktik ini menyebabkan penerimaan pajak bagi
negara rendah dikarenakan perusahaan memperoleh dana lebih dari pendanaan
utang. Hal ini tidak baik bagi negara, oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan
peraturan baru untuk menekan praktik ini. Harapan dengan adanya peraturan ini
penerimaan negara khususnya dari pajak akan mencapai target yang sudah
ditentukan negara dan akan membuat negara Indonesia lebih maju.

Pengaruh diversifikasi gender eksekutif terhadap penghindaran pajak

Eksekutif merupakan organ penting perusahaan yang bertanggung jawab
atas kendali seluruh operasi bisnis. Peranan eksekutif sangatlah krusial, karena itu
posisi ini memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi dibandingkan dengan
organ perusahaan yang lain. Hadirnya wanita dalam sususan eksekutif perusahaan
bukan hanya untuk menanggapi kesetaraan gender, melainkan juga memiliki
peran terhadap penghindaran pajak (Rahman & Cheisviyanny, 2020). Dalam
kajian teori nature, perbedaan sifat alami dari pria dan wanita akan memberikan
hasil yang berbeda dalam hal bertindak maupun merespon ketika dihadapi
masalah yang sama. Sehingga tujuan adanya keragaman gender pada posisi
eksekutif dapat menjadi bahan pertimbangan dalam hal respon yang berbeda antar
keduanya ketika pengambilan keputusan dan kebijakan apabila diterapkan di
perusahaan (Novita, 2016).
Diversifikasi gender eksekutif hubungannya dengan penghindaran pajak
yakni ditandai dengan kehadiran ada tidaknya wanita dalam posisi tersebut.
Dimana dengan sifat wanita yang penuh kehati-hatian dan cenderung menghindari
resiko dapat menurunkan risiko perusahaan serta mengurangi timbulnya keputusan
dan kebijakan yang merugikan perusahaan seperti praktik penghindaran pajak.
Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Winasis & Yuyetta (2017) serta
Lanis, et all (2017) menunjukkan keberagaman gender berpengaruh terhadap
penghindaran pajak. Sedangkan penelitian Oyenike & Olayinka (2016) menyatakan
sebaliknya bahwa tidak terdapat pengaruh antara keduanya

Pengaruh kompensasi eksekutif terhadap penghindaran pajak

Definisi kompensasi eksekutif adalah total seluruh imbalan yang diterima
oleh manajemen puncak (direktur, presiden, kepala divisi) sebagai pengganti jasa
yang telah mereka berikan dan untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi
karyawan (Fatimah et al., 2017). Dalam perspektif teori keagenan, mengatakan
bahwa dengan adanya ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information)
yang dimiliki oleh agent dan principal dapat mendorong masing-masing individu
bertindak egois demi mewujudkan kepentingan masing-masing. Dalam kondisi
tersebut agent akan bertindak oportunistik dengan menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui oleh principal, sehingga dengan mudah agent
dapat memanipulasi angka-angka akuntansi atau bahkan melakukan tax avoidance
secara ekstrim diluar rencana yang membahayakan masa depan perusahaan tanpa
sepengetahuan principal. Untuk menghilangkan masalah seperti itu, pemilik atau
pemegang saham selaku principal akan mengorbankan sumberdaya yang
dimilikinya dalam bentuk kompensasi yang diterima oleh eksekutif selaku agent.
Pemberian kompensasi ini merupakan langkah untuk menyelaraskan tujuan dan
kepentingan antara principal dan agent serta dianggap sebagai salah satu cara
untuk mendorong peningkatan kinerja agent. Dengan kompensasi yang tinggi,
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya agency problem serta mengurangi
tindakan yang menyimpang atau tindakan oportunistik yang dimiliki agent.
Kompensasi biasanya berupa gaji pokok, bonus dan opsi saham. Kompensasi
dapat memberikan efek jangka panjang dengan menggunakan bentuk insentif
jangka panjang berupa saham atau jangka pendek berupa kas (Amri, 2017).
Kompensasi eksekutif hubungannya dengan penghindaran pajak ialah
Ketika eksekutif (agent) telah menerima benefit berupa kompensasi, tentunya
mereka akan berharap profit perusahaan selalu tinggi. Dengan profit yang tinggi
tersebut tentu akan membuat beban pajak yang tinggi pula. Tentu membuat
eksekutif selaku agent berusaha dengan gigih untuk mengelola beban pajak
dengan menerapkan tax avoidance serta hal ini dilakukan untuk memperlihatkan
seberapa baik kinerja agent dihadapan principal. Hal inilah yang mengindikasikan
bahwa perusahaan yang memberikan paket kompensasi eksekutif yang tinggi
diprediksi melakukan praktik penghindaran pajak. Individu jika mendapat benefit
dari tindakan tersebut, ia akan melaksanakannya (Pratiwi et al., 2020). Sehingga
eksekutif sebagai pemimpin operasional perusahaan akan melaksanakan kebijakan
penghindaran pajak jika ia juga mendapatkan benefit terhadap tindakan tersebut.
Sehingga diperlukan upaya pelaksanaan efisiensi pajak perusahaan guna
menerima kompensasi yang tinggi tersebut. Dengan begitu pihak eksekutif
termotivasi untuk berani membuat keputusan dalam hal menerapkan kebijakan
penghindaran pajak di perusahaan (Pratiwi et al., 2020). Sejalan dengan
pernyataan tersebut penelitian yang dilakukan oleh Nugraha & Mulyani (2019)
dan Fatimah & dkk (2017) membuktikan bahwa kompensasi eksekutif
berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hasil tersebut bertolak belakang
dengan penelitian Putri & Indriani (2020) bahwa kompensasi eksekutif tidak
berpengaruh terhadap upaya penghindaran pajak.

Pengaruh fixed asset intensity terhadap penghindaran pajak

Dalam berjalannya perusahaan para manajer akan berusaha semaksimal
mungkin untuk bisa memuaskan para pemegang saham. Sehingga fokus
manajemen ialah berusaha untuk memaksimalkan laba perusahaan. Salah satu
solusi yang tepat ialah dengan meningkatkan jumlah aset tetap perusahaan.
Intensitas aset tetap mendeskripsikan proporsi banyaknya investasi perusahaan
terhadap aset tetap (Dharma & Ardiana, 2016). Implikasi teori agensi yakni
manajemen (agent) selaku pengelola perusahaan akan berusahaan memenuhi
keinginan (principal) untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan
penghematan pajak. Dengan begitu, manajemen selaku (agent) perlu memikirkan
kebijakan akuntansi yang seperti apa yang dapat digunakan untuk mewujudkan
permintaan tersebut tanpa melanggar peraturan perpajakan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan manajemen ialah memanfaatkan beban penyusutan yang melekat
pada aset tetap, dengan teknis mengalokasikan dana perusahaan yang menganggur
agar dapat diinvestasikan dalam bentuk aset tetap. Dimana peraturan perpajakan
mengakui peran dari beban depresiasi sebagai pengurang laba bersih, akibatnya
laba kena pajak perusahaan pun menjadi lebih rendah yang imbasnya pada pajak
terutang perusahaan yang semakin mengecil (Dharma & Ardiana, 2016).
Hubungan antara intensitas aset tetap dan penghindaran pajak terletak
pada saat perusahaan memiliki proporsi aset tetap yang mendominasi secara
keseluruhan total aset perusahaan. Pada buku akuntansi perpajakan Agoes
Sukrisno & Trisnawati (2013) menjelaskan bahwa dalam perpajakan mengakui
adanya beban depresiasi yang dapat menjadi pengurang pengenaan pajak. Dimana
semakin besar proporsi aset tetap perusahaan dari keseluruhan total aset,
menyebabkan beban depresiasi yang cukup tinggi. Akibatnya, beban pajak
perusahaan akan menurun dari nilai yang seharusnya. Hal ini berarti bahwa
perusahaan yang memiliki beban pajak yang rendah dikarenakan perusahaan
tersebut memiliki tingkat kepemilikan aset tetap yang tinggi. Sebaliknya
perusahaan yang memiliki beban pajak yang tinggi disebabkan karena perusahaan
tersebut memiliki tingkat kepemilikan aset tetap yang rendah. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa intensitas aset tetap dapat mempengaruhi jumlah kena
pajak karena adanya beban depresiasi atau beban penyusutan yang melekat pada
aset tetap sehingga memungkinkan untuk mendorong manajemen perusahaan
melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance). Pernyataan tersebut
sejalan dengan penelitian Purwanti & Sugiyarti (2017) dan Ervaniti, D & dkk
(2020) menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara intensitas aset tetap terhadap
tax avoidance. Berbeda dengan hasil penelitian Merkusiwati & Damayanthi
(2019) yang membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh intensitas aset tetap
terhadap upaya penghindaran pajak perusahaan

Pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran pajak

Perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak akan mencari berbagai
macam alternatif dalam bertransaksi yang dapat mengecilkan beban pajak. Salah
satu alternatif ialah penerapan Thin capitalization. Defini dari thin capitalization
adalah skema tax avoidance melalui loopholes ketentuan pajak dengan
merampingkan modal serta berpegangan pada hutang sebagai pendanaan yang
paling dominan dalam operasi bisnis perusahaan (Olivia & Dwimulyani, 2019).
Implikasi teori agensi yakni dijelaskan bahwa pemegang saham (principal) tentu
menginginkan beban pajak dapat ditekan serendah mungkin agar menghasilkan
laba yang optimal guna mendapatkan dividen yang semakin tinggi. Dengan
begitu, manajer secara rasional akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai
dengan kepentingannya (kompensasi) dan kepentingan principal yakni dengan
diterapkannya skema thin capitalization dalam upaya penghindaran pajak
perusahaan. Dimana praktik thin capitalization ini dapat menimbulkan insentif
pajak yang teknisnya dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan perlakuan dari
pendanaan utang dan pendanaan modal. Manajemen dapat memanfaatkan peran
bunga dari pendanaan utang sebagai pengurang beban pajak. Alhasil, beban pajak
terutang perusahaan menjadi lebih kecil dari seharusnya dan kinerja perusahaan
pun terlihat baik di hadapan pemilik atau pemegang saham (principal) sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan begitu, hal ini juga akan memberikan benefit
bagi manajemen selaku agent berupa kompensasi manajemen yang diterimanya
akan meningkat.
Praktik thin captalization sendiri hubungannya dengan penghindaran
pajak terletak pada saat perusahaan memiliki nilai hutang yang mendominasi
dalam sumber pendanaan aktivitas operasi perusahaan. Berdasarkan teori
perpajakan bahwa pengenaan pajak dapat dikurangkan dengan beban bunga yang
timbul dari hutang tersebut. Sehingga semakin tinggi nilai thin capitalization
maka semakin tinggi pula beban bunga yang harus dibayar, tentunya hal ini akan
menggerus laba perusahaan. Pada akhirnya akan mengecilkan beban pajak
terutang perusahaan (Jumailah, 2020). Dengan kata lain, ketika perusahaan
memiliki nilai hutang lebih besar dibandingkan modal dari ketentuan yang
berlaku, hal ini dapat mengindikasikan bahwa perusahaan itu mencoba untuk
melakukan penghindaran pajak. Sesuai dengan hasil penelitian Setiawan &
Agustina (2018) dan Prastiwi & Ratnasari (2019) yang menjelaskan ada pengaruh
yang signifikan antar keduanya. Namun hasil riset tersebut bertentangan dengan
penelitian Ismi & Linda (2016) dan Olivia & Dwimulyani (2019) yang
membuktikan bahwa praktik thin capitalization tidak berpengaruh terhadap upaya
mengecilkan pembayaran pajak

Pengaruh profitabilitas terhadap penghindaran pajak

Tujuan akhir dari semua pelaku usaha ialah memperoleh keuntungan
semaksimal mungkin dengan pengeluaran yang sangat minim. Sehingga dengan
menunjukkan perolehan keuntungan yang selalu stabil maupun meningkat akan
memberikan poin tambah bagi perusahaan terkait dengan kinerja tersebut. Salah
satu indikator pengukur kinerja perusahaan ialah profitabilitas (Optikasari &
Trisnawati, 2020). Untuk mengukur profitabilitas dapat menggunakan beberapa
rasio, salah satunya ROA. Berdasarkan peraturan perpajakan menyatakan bahwa
dasar pengenaan pajak berasal dari profit yang dihasilkan perusahaan. Sehingga
dengan semakin besar profit yang diperoleh perusahaan, maka semakin besar pula
pajak yang harus dibayar. Tentunya hal ini membuat agent (manajemen) tidak
akan senang dengan beban pajak perusahaan yang tinggi seiring dengan
meningkatnya laba perusahaan. Maka dari itu, perusahaan cenderung akan
melakukan penghindaran pajak ketika mengalami peningkatan profit. Hal
demikian akan berdampak pada berkurangnya kompensasi kinerja agent akibat
tergerus oleh pajak. Dengan kondisi seperti itu akan membuat agent termotivasi
untuk membayar pajak serendah mungkin. Sesuai dengan teori agensi yang
menyatakan bahwa manajemen selaku agent akan bersikap oportunistik apabila
menyangkut kepentingan pribadinya (kompensasi) dan berusaha mencari cara
agar kepentingan tersebut dapat terpenuhi. Hal ini bermakna bahwa manajemen
tentu berkeinginan mendapat peningkatan kompensasi melalui laba yang tinggi,
namun dengan laba yang tinggi mengakibatkan beban pajak yang tinggi pula yang
imbasnya pada semakin kecilnya laba perusahaan akibat tergerus untuk membayar
pajak. Sehingga manajemen berusaha untuk mencari beberapa cara agar
kepentingan tersebut dapat terpenuhi dengan tetap meningkatkan nilai perusahaan
di mata principal melalui tindakan penghindaran pajak.
Nilai ROA yang tinggi mengindikasikan kinerja perusahaan yang
semakin baik dalam hal mengasilkan laba operasi. Sehingga kaitan profitabilitas
dengan penghindaran pajak ialah ketika laba perusahaan semakin tinggi, maka
jumlah pajak yang akan dibebankan semakin tinggi pula. Tentunya hal ini tidak
diinginkan oleh perusahaan, sehingga muncullah indikasi bahwa semakin tinggi
nilai ROA yang diperoleh akan memotivasi perusahaan untuk melakukan upaya
penghindaran pajak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Olivia & Dwimulyani
(2019) dan Putri & Indriani (2020) yang menegaskan bahwa ROA berpengaruh
terhadap penghindaran pajak. Namun pada penelitian Merkusiwati & Damayanthi
(2019) pernyataan tersebut dibantahkan, dengan hasil bahwa ROA tidak memiliki
pengaruh terhadap penghindaran pajak.

Diversifikasi Gender Eksekutif

Peran eksekutif di dalam perusahaan sangat mempengaruhi berbagai
elemen mulai dari keputusan hingga kebijakan perusahaan (erat kaitannya dengan
perpajakan). Salah satu isu penting terkait dengan struktur dewan eksekutif
perusahaan ialah adanya diversitas gender (Rahman & Cheisviyanny, 2020).
Gender diversity ialah terdiversifikasinya komposisi gender eksekutif di dalam
perusahaan atau setidaknya memiliki satu dewan direksi wanita yang
mengindikasikan bahwa praktik penghindaran pajak dapat lebih efisien atau malah
meminimalkan potensi untuk melakukannya (Amri, 2017). Namun tak jarang
banyak streotype yang melekat pada kalangan masyarakat bahwa wanita penuh
dengan sisi emosional dan hanya dipandang sebagai supportive followers. Hal ini
yang membuat posisi wanita jauh dibawah kategori sebagai seorang pemimpin
sehingga posisi eksekutif yang diisi wanita sangatlah minim bahkan beberapa
tidak ada. Pada hakikatnya wanita dan pria memiliki sifat bawaan yang berbeda
dan sudah melekat pada masing-masing individu, sehingga proporsi perbandingan
pria dan wanita khususnya dalam sususan eksekutif perusahaan akan membawa
hasilnya berbeda baik dalam keputusan maupun kebijakan perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti & dkk (2008) menyatakan
bahwa wanita memiliki sikap kehati-hatian yang tinggi, cenderung menghindari
resiko dan lebih teliti dibandingkan pria. Terlihat bahwa wanita memiliki
perhatian lebih dan kejelian khusus dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu
dengan adanya kehadiran wanita dalam struktur eksekutif dapat membantu dalam
mengambil keputusan yang lebih tepat dengan resiko yang lebih rendah.
Diharapkan dapat memperkecil kecil kemungkinan dalam melakukan tindakan
penghindaran pajak yang mungkin beresiko bagi perusahaan. Pengukuran
diversifikasi gender dalam penelitian ini mengembangkan penelitian oleh Rahman
& Cheisviyanny (2020) yakni menggunakan rasio dimana membandingkan
jumlah eksekutif wanita dalam keseluruhan total jajaran eksekutif.

Kompensasi Eksekutif

Keberhasilan kinerja perusahaan tentu tidak terlepas dari kinerja
pemimpin atau eksekutif yang mengelola perusahaan tersebut. Sehingga tak
jarang keputusan- keputusan yang sangat penting bagi perusahaan hanya
diputuskan oleh pihak manajemen puncak (eksekutif). Sehingga dalam
mempertimbangkan penerapan tax avoidance di perusahaan pasti pihak eksekutif
ikut andil dalam hal tersebut. Salah satu alasan pihak eksekutif berperan dalam
upaya dilakukannya penghindaran pajak di perusahaan ialah karena kompensasi
yang mereka terima. Definisi kompensasi eksekutif adalah total seluruh imbalan
yang diterima oleh manajemen puncak (Dewan Direksi dan Dewan Komisaris)
sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan dan untuk menarik,
mempertahankan, dan memotivasi karyawan (Fatimah et al., 2017). Kompensasi
biasanya berupa gaji pokok, bonus dan opsi saham yang ditujukan
Pihak eksekutif sebagai pemimpin operasional sebuah perusahaan akan
bersedia untuk membuat kebijakan penghindaran pajak hanya jika ia mendapat
keuntungan dari tindakan tersebut (Hanafi & Harto, 2014). Agar pelaksanaan
kebijakan penghindaran pajak tersebut dapat terlaksana sesuai dengan rencana
yang telah disusun perusahaan, maka pemberian kompensasi tinggi khususnya
untuk pihak eksekutif adalah salah satu cara terbaik sebagai upaya pelaksanaan
efisiensi pajak perusahaan. Dengan begitu, kompensasi eksekutif yang tinggi
merupakan bentuk apresiasi kepada pihak eksekutif terhadap upaya yang
dilakukannya untuk meminimalisir pembayaran pajak perusahaan. Pada akhirnya
akan eksekutif merasa sangat diuntungkan ketika menerima kompensasi yang
tinggi sehingga memutuskan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui
efisiensi pembayaran pajak. Dalam penelitian sebelumnya (Fatimah et al., 2017)
untuk mengukur variabel kompensasi eksekutif menggunakan nilai Logaritma
Natural dari total kompensasi yang diterima selama setahun oleh eksekutif
perusahaan (Dewan direksi dan Dewan komisaris)

Fixed Asset Intensity

Intensitas aset tetap menunjukan proporsi aset tetap dalam perusahaan
dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Proporsi ini mendeskripsikan
banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap (Dharma & Ardiana, 2016).
Sedangkan menurut pajak, Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 mendefinisi
aset tetap adalah harta berwujud yang dapat disusutkan dan terletak atau berada di
Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta memiliki masa
manfaat lebih dari satu tahun. Intensitas aset tetap juga dapat mempengaruhi
pembayaran pajak perusahaan. Pemilihan aset tetap sebagai media investasi bagi
perusahaan erat kaitannya dengan penghindaran pajak khususnya dalam hal
memperhitungkan beban depresiasi. Tak dapat dipungkiri bahwa hampir seluruh
aset tetap akan mengalami depresiasi atau penyusutan dalam laporan keuangan
perusahaan. Sementara itu biaya penyusutan ini adalah biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak perusahaan (Merkusiwati
& Damayanthi, 2019). Dengan begitu muncullah peluang untuk mengecilkan
beban pajak dengan mengandalkan besaran beban depresiasi aset tetap tersebut.
Dalam memperhitungan beban depresiasi wajib pajak harus konsisten
dalam menetapkan penggunaan metode penyusutan. Telah termuat dalam aturan
SAK-ETAP oleh IAI bahwa metode penyusutan yang dapat digunakan antara lain:
a. Metode garis lurus (straight line method) metode dengan pembebanan
yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residu tidak berubah.
b. Metode saldo menurun (declining balance method) pembebanan yang
menurun selama umur manfaat aset
c. Metode jumlah unit produksi (sum of the production method)
pembebanan berdasarkan penggunaan atau output yang diharapkan.
Dari ketiga metode penyusutan tersebut hanya terdapat dua metode saja yang
diperbolehkan dalam ketentuan perpajakan. kedua metode tersebut ialah metode
garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance
method). Pada buku akuntansi perpajakan oleh Agoes Sukrisno & Trisnawati
(2013) dijelaskan bahwa perpajakan tidak mengenal nilai residu. Hal ini terjadi
karena prinsip penyusutan dalam pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 adalah
skema pengalokasian biaya yang dikeluarkan untuk perolehan aset tetap selama
masa manfaat.
Akibat perbedaan perlakuan penyusutan dari segi akuntansi dan
perpajakan ini memunculkan celah yang dapat digunakan sebagai cara
penghematan pajak atau penghindaran pajak. Sehingga penting bagi perusahaan
untuk memilih metode penyusutan tepat agar dapat mengefisienkan beban pajak
terutang. Berdasarkan kebijakan perpajakan, beban depresiasi yang melekat pada
aset tetap akan mempengaruhi nominal pembayaran pajak perusahaan. Sehingga
berdampak pada semakin kecilnya laba kena pajak perusahaan yang
mengakibatkan penerimaan negara menjadi sangat minim (Dharma & Ardiana,
2016).

Thin Capitalization

Salah satu faktor utama pendorong praktik penghindaran pajak adalah
thin capitalization. Thin capitalization adalah upaya penghindaran pajak dengan
menjadikan hutang sebagai sumber pendanaan dominan bagi perusahaan di
bandingkan dengan modal (Olivia & Dwimulyani, 2019). Dengan pengakuan
beban bunga seperti itu akan berdampak pada laba kena pajak perusahaan
berkurang. Hal ini tentu akan berimbas pada penerimaan (pendapatan) negara
menjadi sangat minim. Beberapa negara telah membatasi struktur modal dengan
cara pembatasan hutang berbunga atau sering disebut dengan thin capitalization.
Peraturan Menteri Keuangan No.169/PMK.010/2015 tentang penentuan besarnya
perbandingan anatara hutang dan modal perusahaan untuk keperluan
penghitungan pajak penghasilan ditetapkan paling tinggi sebesar empat banding
satu (4:1).
Praktik penghindaran pajak dengan skema thin capitalization merupakan
hasil dari keputusan investasi perusahaan dengan memanfaatkan pendanaan utang
daripada pendanaan melalui modal ekuitas dalam mendanai kegiatan
operasionalnya (Olivia & Dwimulyani, 2019). Thin capitalization dapat menjadi
persoalan rumit dalam perpajakan karena adanya perbedaan perlakuan antara
investasi modal dengan investasi utang. Hal ini telah dijelaskan pada teori
perpajakan terkait dengan kewajiban pada buku Agoes Sukrisno & Trisnawati
(2013). Dikatakan bahwa dividen yang diterima oleh orang pribadi, akan
dikenakan pajak. Di sisi lain, dijelaskan bahwa bunga berperan sebagai pengurang
beban pajak.
Sehingga pengembalian modal dalam bentuk dividen akan terasa
merugikan bagi perusahaan karena akan dikenakan pajak. Sedangkan pada
investasi utang dapat menjadi solusi untuk melakukan pengecilan beban pajak.
Dimana hal ini dapat menimbulkan beban bunga yang perannya sebagai
pengurang beban pajak perusahaan. Dengan celah peraturan pajak seperti itu
memunculkan peluang bagi perusahaan untuk melakukan tax avoidance.

Profitabilitas

Tentunya tujuan utama semua pelaku bisnis ialah memperoleh laba atau
keuntungan yang maksimal. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut pastinya
pihak manajemen akan dituntut untuk memenuhi berbagai macam target termasuk
besarnya keuntungan yang akan dicapai pada setiap periodenya. Tingkat
keuntungan sebuah bisnis dapat diukur dengan rasio profitabilitas. Menurut
Kasmir (2012) rasio profitabilitas adalah rasio yang berguna untuk menilai tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dengan begitu, setiap
manajemen akan berusaha untuk menunjukkan performa yang terbaik khususnya
dari segi laba operasi. Profitabilitas sendiri tentu erat kaitannya dengan
penghindaran pajak. Karena berdasarkan peraturan perpajakan, dasar pengenaan
pajak merupakan laba yang diperoleh perusahaan pada tahun yang bersangkutan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keduanya menjadi indikator sebab akibat dari
keputusan penerapan praktik penghindaran pajak perusahaan.
Praktik penghindaran pajak merupakan salah satu konsekuensi yang
dipilih oleh pihak manajemen guna menunjukan kinerja keuangan yang baik
(profitabilitas). Ketika laba perusahaan mengalami peningkatan tentunya beban
kena pajak akan bergerak searah. Sehingga untuk menyiasati hal tersebut
manajemen melakukan upaya penghindaran pajak (Optikasari & Trisnawati,
2020). Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio, salah satunya ROA
(return on asset). ROA merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan
seberapa mampu perusahaan dalam menghasilkan tingkat keuntungan. Jika
semakin tinggi nilai yang ditunjukkan oleh ROA hal tersebut mengindikasikan
bahwa semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan dari
aktivitas bisnisnya (Olivia & Dwimulyani, 2019).

Penghindaran Pajak

Hampir seluruh perusahaan dalam menjalankan bisnisnya pasti
menginginkan satu hal yakni memperoleh profit semaksimal mungkin dengan
pengeluaran yang sangat minim. Salah satu pengeluaran yang memberatkan
perusahaan ialah beban pajak, di Indonesia peran pajak terbilang cukup besar
kontirbusinya terhadap APBN negara (Ervaniti et al., 2020). Akan tetapi, ada
kontradiksi terhadap beban pajak bagi keduanya yakni pemerintah berharap
dengan laba operasi yang tinggi pada perusahaan dapat menarik biaya pajak yang
tinggi pula untuk pembiayaan negara. Namun disisi lain perusahaan melihat biaya
pajak sebagai beban yang masih berat untuk dipenuhi, perusahaan berusaha untuk
mengoptimalkan laba operasi dengan menekan biaya seperti biaya pajak. Oleh
karena itu, akibat perbedaan kepentingan antara keduanya acapkali membuat
pelaksanaan pembayaran pajak tidak dapat berjalan semestinya (Nugraha &
Mulyani, 2019).
Ditambah lagi, sistem pembayaran pajak di Indonesia telah menerapkan
self assessment system dimana dengan sistem ini wajib pajak diberi peluang untuk
menentukan sendiri besaran beban pajak terutangnya. Penerapan self assessment
system dilakukan dengan pemberian kepercayaan kepada wajib pajak dalam
menghitung, membayar serta melaporkan jumlah beban pajak terutang. Penerapan
self assessment system ini seakan memberikan pintu yang lebar bagi wajib pajak
untuk meminimalkan beban pajak yang ditanggung (Wiratmoko, 2018).
Perusahaan ataupun wajib pajak lainnya akan berupaya memanfaatkan celah ini
untuk melakukan perencanaan pajak. Tax Planning adalah sebuah taktik yang
dilakukan wajib pajak untuk mendapatkan penghematan pajak (tax saving) yang
dapat dilakukan secara ilegal penggelapan pajak (tax evasion) maupun dengan
legal penghindaran pajak (tax avoidance). Dari sekian banyak wajib pajak tentu
tidak banyak yang ingin mengambil resiko dengan mempraktikkan perlawanan
ilegal atau tax evasion. Sehingga kebanyakan wajib pajak khususnya perusahaan
lebih mencari jalan yang lebih aman dengan mempraktikan upaya penghindaran
pajak (tax avoidance).
Dalam buku perencanaan pajak (Suandy, 2011) terdapat beberapa alasan
yang melatarbelakangi wajib pajak dalam melakukan penghematan pajak:
a. Besarnya jumlah pajak terutang yang harus ditanggung oleh wajib pajak.
Semakin besar pajak terutang yang ditanggung, perusahaan senderung
akan melakukan tax avoidance.
b. Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin mudah fiskus disuap apalagi
dengan nominal yang rendah mengakibatkan wajib pajak cenderung
melakukan tax avoidance.
c. Kemungkinan untuk ketahuan suatu pelanggaran terdeteksi tergolong
rendah, maka wajib pajak cenderung memilih melakukan tax avoidance.
d. Besar sanksi. Apabila sanksi yang dikenakan tergolong ringan akan
mengakibatkan wajib pajak mudah untuk melakukan tax avoidance.
Tax avoidance sendiri merupakan solusi paling aman yang dapat dipilih
wajib pajak. Hal itu karena pokok utama dalam penerapan tax avoidance ialah
mengurangi kewajiban pajak perusahaan dengan mengupayakan tindakan yang
tidak melanggar ketentuan yang ada, hanya dengan memanfaatkan celah-celah
dari peraturan perpajakan. Menurut wiratmoko (2018) Tax avoidance merupakan
sebagian dari banyaknya cara tax planning yang diterapkan perusahaan guna
memupuk tax saving dengan mengalihkan sumber daya yang ada demi
kepentingan pemegang saham, dimana seharusnya untuk kepentingan negara.

Teori Nature

Dalam kajian gender teori nature diperkenalkan oleh Carol Gilligan dan
Alice Rossi yang membelokkan konsep ke feminisme ke arah biological
essentialism sesudah tahun 1980-an yang ditandai dengan diterimanya kembali
konsep perbedaan peran dalam gender (Khuza’i, 2013). Teori ini menyatakan
bahwa perbedaan pria dan wanita adalah kodrat yang harus diterima dan tidak
dapat diubah. Perbedaan yang dimaksud salah satunya perbedaan biologis antara
pria dan wanita. Hal tersebut memberikan dampak berupa perbedaan tugas serta
peran untuk keduanya. Masing-masing baik pria maupun wanita memiliki tugas
dan tanggung jawab tersendiri (Rahman & Cheisviyanny, 2020). Dampak dari
perbedaan alami (kodrat) itu muncullah perbedaan bawaan berupa sifat maskulin
dan feminim yang melekat secara alami antar keduanya. Dimana pria
digambarkan sebagai orang yang lebih kuat, lebih aktif dan mendominasi
sebaliknya wanita dipandang sebagai orang yang lemah, kurang aktif dan sering
mengalah (Khuza’i, 2013). Akibat perbedaan gender ini tak jarang ditemui
fenomena yang memandang remeh beberapa gender serta berbedanya perlakuan
yang didapatkan. Sehingga dalam menyikapi perbedaan kita tidak perlu
menghilangkannya tetapi dapat disikapi dengan menghapus diskriminasi dan
menciptakan hubungan yang serasi.
Perbedaan yang dimaksud dari teori nature ialah bahwa perbedaan alami
(biologis) diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluriah (instinct)
serta perilaku. Dimana perbedaan antara karakter pria dan wanita akan
mempengaruhi sikap dan tindakan yang akan diambil. Perbedaan gender dalam
perilaku pengambilan risiko telah dieksplorasi secara ekstensif baik dalam
literatur psikologi dan ekonomi. Studi yang masih ada menunjukkan bahwa
wanita pada populasi umum lebih menghindari risiko daripada pria. Dikatakan
bahwa pria dan wanita akan memiliki pertimbangan dan tindakan yang berbeda
apabila dihadapi pada situasi yang sama. Dimana sifat bawaan wanita yang
cenderung lebih berhati-hati, menjunjung etika yang tinggi serta menghindari
risiko dapat mengecilkan peluang dilakukannya tindakan penghindaran pajak
(Rahman & Cheisviyanny, 2020). Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumastuti
& dkk (2008) menyatakan bahwa wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat
tinggi, sehingga cenderung menghindari risiko dan lebih teliti dibandingkan
dengan pria. Berbagai penelitian juga telah membuktikan pandangan tersebut
salah satunya dilakukan oleh Novita (2016). Hasil penelitian yang dilakukannya
menunjukkan bahwa eksekutif perempuan kurang agresif dalam hal penghindaran
pajak dibandingkan eksekutif laki-laki. Dengan kata lain, eksekutif pria lebih
berani dan agresif dalam melakukan penghindaran pajak dibandingkan dengan
eksekutif wanita. Sisi inilah yang membuat kehadiran wanita dalam jajaran dewan
eksekutif dapat dikatakan membantu meminimalisir tindakan yang sifatnya
opportunistik di perusahaan seperti tax avoidance.
Pada umumnya, dunia bisnis lebih didominasi oleh kaum pria daripada
wanita. Karena realitanya, wanita selalu menjadi warga kelas dua serta peran dan
posisinya selalu berada dibawah pria sebagai pendukung. Sangat jarang posisi
puncak diisi oleh gender wanita, kalaupun ada hal itu hanya dianggap sebagai
keberuntungan (Winasis & Yuyetta, 2017). Namun masa kini, streotype terkait
perbedaan gender sudah mulai memudar dan sudah terdapat berbagai penelitian
terkait gender. Sehingga apabila dengan adanya kehadiran wanita dalam posisi
puncak sebuah perusahaan akankah memberikan hasil yang berbeda. Dengan
demikian, kaitan teori nature dengan penghindaran pajak, yakni teori ini
menjelaskan perbedaan gender (biologis) antara pria dan wanita akan memiliki
pengaruh peran yang sifatnya instinct dan tindakan seperti halnya dengan
pengambilan keputusan di perusahaan. Sehingga mungkin memiliki implikasi
dalam upaya penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Harapannya dengan
sifat bawaan wanita yang cenderung lebih berhati-hati dan menghindari risiko
dapat meredam motivasi perusahaan untuk melakukan tax avoidance (Winasis &
Yuyetta, 2017)

Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (Agency Theory) dikemukakan oleh Michael C. Jensen
dan William H. Meckling pada tahun 1976. Agency Theory adalah hubungan atau
kontrak antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agent untuk
melakukan tugas dalam kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi
pengambilan keputusan dari principal kepada agent (Jumailah, 2020). Pada
perusahaan yang modalnya meliputi saham, pemegang saham bertindak sebagai
principal dan CEO sebagai agent. Sehingga konsep dari agency theory dijelaskan
dengan hadirnya posisi pemegang saham sebagai principal yang memperkerjakan
posisi CEO selaku agent untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham (principal). Keterkaitan atau hubungan diantara principal dan agen ini
khususnya dalam melaksanakan manajemen perusahaan hal ini sering disebut
dengan hubungan keagenan. Menurut Wiratmoko (2018) dalam penelitiannya
mendefinisikan bahwa “hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antar manajer
(agent) dengan pemegang saham (principal)”.
Dalam hubungan keagenan tersebut pihak manajemen selaku agent akan
berusaha melakukan dan mencapai apa yang diminta pemilik/pemegang saham
perusahaan selaku principal. Salah satunya, principal akan meminta agent untuk
melakukan pengefisienan pajak perusahaan guna mendapatkan keuntungan baik
untuk dirinya maupun agent. Akan tetapi, di dalam hubungan kontraktual seperti
itu telah terdapat dua kepentingan sekaligus pemisahan fungsi antara pemilik
selaku principal dan manajemen selaku agent yang mengelola perusahaan.
Keadaaan seperti ini tentu dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problem) yaitu terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) dan
terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Dalam hal ini agent bisa
dikatakan lebih banyak mengetahui informasi perusahaan dibandingkan principal.
Sehingga manajemen selaku agent dapat saja tidak mengungkapkan beberapa
informasi secara transparan kepada principal yang kemudian dapat menyebabkan
adanya moral hazard (Jensen & Meckling, 1976). Sedangkan untuk konflik
kepentingan, pada dasarnya konflik ini terjadi karena manusia memiliki sifat dasar
untuk memetingkan kepentingan diri sendiri (egois). Masing-masing dari mereka
memiliki kepentingan yang berbeda serta menginginkan tujuan itu terpenuhi
(Wiratmoko, 2018). Konflik kepentingan merupakan kondisi yang terjadi akibat
dari ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik.
Kaitan teori agensi dengan penelitian ini yaitu dengan terdapatnya
permasalah keagenan (agency problem) yang terjadi ketika pimpinan perusahaan
selaku principal menginginkan untuk melakukan penghematan pajak guna
mendapatkan keuntungan dengan cara menerapkan praktik penghindaran pajak
yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Akan tetapi hal tersebut, dapat meleset
dari rencana awal pelaksanaanya bahkan situasi terburuknya dapat melanggar
ketentuan perpajakan akibat dari tindakan oportunistik yang dimiliki manajemen
selaku agent. Meskipun langkah atau strategi ini dapat mengefisienkan beban
pajak yang dibayarkan oleh perusahaan, namun jika nantinya terdapat tindakan
yang melanggar peraturan perpajakan tentu akan membawa dampak buruk
terhadap perusahaan itu sendiri. Hal ini dilakukan pihak manajemen semata-mata
untuk mendapatkan keuntungan dirinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang
akan ditanggung perusahaan di kemudian hari. Dengan begitu perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai hal – hal yang memicu penerapan tindakan
penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Dimana tindakan
penghindaran pajak bukanlah sebuah kebetulan melainkan kebijakan yang
tentunya ada penyebab yang dapat memperbesar maupun memperkecil peluang
dilakukannya

Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan

Kebijakan dividen mencerminkan berapa besar proporsi dari laba perusahaan
dialokasikan untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen dan
disimpan sebagai laba ditahan. Menurut bird in the hand theory, investor dalam
menentukan keputusan investasinya cenderung lebih tertarik dengan perusahaan
yang memiliki tingkat Dividend Payout Ratio (DPR) yang tinggi, dibandingkan
capital gain tinggi yang dijanjikan di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan
dividen memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dibanding capital gain.
Kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen dapat mencerminkan nilai
perusahaan karena dividen yang tinggi merupakan orientasi investor dalam
melakukan investasi. Jika banyak investor yang tertarik untuk melakukan investasi
di perusahaan tersebut, harga saham di pasar akan meningkat yang diikuti dengan
nilai perusahaan yang juga meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roviqotus Suffah dan Akhmad
Riduwan (2016), Bayu Irfandi dan I.B. Panji Sedana (2015), Ria Esana dan Ari
Darmawan (2017), Asri Pawestri dan Ni Putu Ayu (2018), Nelly Agustina M.dan Ni
Ketut Purnawati (2018), Ni Kadek Puspita dan Ida Bagus (2019), dan Syilvia Sari
dan Aminar Sutra (2019) menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian Ratna Novita Sari (2017) dan
Lidya Martha et al. (2018) menunjukkan kebijakan dividen berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan.

Pengaruh ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan

Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan dapat dicerminkan melalui total
aktiva. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menggambarkan ukuran
perusahaan yang besar juga. Dalam menentukan keputusan investasinya, investor
lebih menaruh perhatian lebih pada perusahaan yang berukuran besar. Pernyataan
tersebut sejalan dengan teori signal yang menganggap ukuran perusahaan yang besar
merupakan signal baik bagi para investor dalam menentukan keputusan investasinya.
Hal ini dikarenakan perusahaan yang berukuran lebih besar dianggap memiliki
kondisi yang lebih baik, karena pihak manajemen telah berhasil mengelola dan
mengembangkan perusahaan tersebut. Menurut Kenti Anjarwati et al. (2015),
perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh
pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar
memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan
dalam industri. Dengan memenangkan pesaingan dalam pasar, maka perusahaan
tersebut akan menarik perhatian investor dalam menentukan keputusan investasinya.
Banyaknya investor yang tertarik dengan perusahaan tersebut akan mengakibatkan
harga saham meningkat yang selaras dengan peningkatan nilai perusahaan.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh IGB Angga Pratama dan IGB
Wiksuana (2018), Kenti Anjarwati et al. (2015), dan Kevin Hestia dan I Ketut
Suryanawa (2019) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Sebaliknya, menurut penelitian I Nyoman Agus dan I
Ketut Mustanda (2017) dan Roviqotus Suffah dan Akhmad Riduwan (2016)
mengatakan bahwa ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai
perusahaan

Pengaruh thin capitalization terhadap nilai perusahaan

Thin capitalization merupakan salah satu bentuk penghindaran pajak (tax
avoidance) dengan menggunakan proporsi hutang yang lebih besar dalam struktur
modal perusahaan. Selayaknya tax avoidance, thin capitalization juga merupakan
tindakan yang legal karena tidak melanggar peraturan perpajakan. Thin
capitalization memanfaatkan celah yang ada dalam peraturan perpajakan, khususnya
perbedaan perlakuan atas pembayaran bunga dan pembayaran dividen. Dalam
peraturan perpajakan, pembayaran bunga atas hutang dapat dijadikan sebagai
pengurang penghasilan, sedangkan pembayaran dividen tidak dapat dijadikan
pengurang dan dikenakan pajak. Perbedaan perlakuan tersebut memengaruhi
perhitungan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan menghasilkan
keringanan pajak bagi perusahaan. Perusahaan dengan proporsi hutangnya yang
lebih besar dalam struktur modal juga memberikan signal positif. Besarnya jumlah
hutang yang dimiliki perusahaan mencerminkan bahwa perusahaan tersebut
dipercaya oleh pihak memberikan pinjaman. Sehingga, investor sebagai pihak
eksternal tidak ragu untuk melakukan investasi pada perusahaan terkait. Dengan
ketertarikan investor tersebut akan memengaruhi harga saham perusahaan
meningkat, yang mencerminkan nilai perusahaan juga meningkat.
Hal ini selaras dengan teori Modigliani Miller dengan pajak yang
menyatakan bahwa struktur modal yang terdiri dari hutang yang besar dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Menurut teori agensi, thin capitalization juga
berindikasi meningkatkan nilai perusahaan karena terdapat kesamaan tindakan dan
tujuan antara pemegang saham dan manajemen perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Menurut Elfira Rosa et al. (2018), thin capitalization akan
meningkatkan nilai perusahaan.

Nilai Perusahaan

Perusahaan sebagai sebuah organisasi didirikan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan tersebut dikelompokkan menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek, perusahaan ingin mengoptimalkan laba dengan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki, sedangkan dalam jangka panjang, perusahaan bertujuan
untuk mensejahterakan pemegang saham dan pemilik perusahaan dengan cara
meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Ross et al. (2010:165), nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai
wajar yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten yang bersangkutan.
Konsep dasar nilai perusahaan yaitu jumlah dari utang dan ekuitas berdasarkan nilai
pasar. Menurut Sartono (2008:43) nilai perusahaan diartikan sebagai harga yang
bersedia dibayar oleh calon investor seandainya suatu perusahaan akan dijual (harga
pasar). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan
merupakan persepsi investor terhadap perusahaan berdasarkan harga saham yang
menggambarkan kinerja manajemen dalam mengelola aktiva perusahaan, ketika harga
saham naik maka nilai perusahaan yang menggambarkan kinerja manajemen juga naik
sehingga nilai perusahaan yang tinggi akan memberikan sinyal kepada investor bahwa
perusahaan memiliki prospek dimana depan (Elfira Rosa et al., 2018).
Ajeng Widhiarti dan Sapari (2020) menjelaskan bahwa nilai perusahaan menjadi
tolak ukur utama pada tingkat kepercayaan investor baik untuk masa sekarang maupun
di masa yang akan datang karena nilai perusahaan merupakan salah satu faktor yang
dipertimbangkan oleh para investor untuk menanamkan modalnya. Oleh karena itu,
perusahaan bersaing untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan tujuan menarik
perhatian investor untuk melakukan investasi di perusahaan mereka.
Maiyarni (2014) menyatakan bahwa nilai perusahaan dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan sekumpulan
variabel yang dapat dikendalikan perusahaan, sedangkan faktor eksternal yang tidak
dapat dikendalikan perusahaan. Faktor internal terdiri dari profitabilitas, pembayaran
dividen, ukuran perusahaan dan pangsa pasar relatif. Faktor eksternal, meliputi tingkat
suku bunga, keadaan pasar modal dan pertumbuhan pasar (Asri Pawestri dan Ni Putu
Ayu, 2018).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai perusahaan.
Menurut Weston dan Copeland (2008) dalam Roviqotus dan Akhmad (2016) rasio
penilaian terdiri dari:
a. Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) mencerminkan banyak pengaruh yang kadangkadang saling menghilangkan yang membuat penafsirannya menjadi sulit.
Semakin tinggi resiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah
rasio PER. Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Harga pasar per saham
PER = ——————————
Laba per saham
b. Rasio Tobin’s Q
Tobin’s Q menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil
pengembalian dari setiap investasi inkremental. Tobin’s Q dihitung dengan
membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku
ekuitas perusahaan.
(EMV + D)
Q = ———————
(EBV + D)
Dimana :
Q = Nilai perusahaan
EMV = Nilai pasar ekuitas (closing price x jumlah saham beredar)
D = Nilai buku dari total hutang
EBV = Nilai buku dari total aktiva
c. Price to Book Value (PBV)
Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham
suatu perusahaan. Semakin tinggi Price to Book Value (PBV) berarti pasar
percaya akan prospek perusahaan tersebut.
Harga per lembar saham
PBV = ————————————-
Nilai buku per lembar saham

Kebijakan Dividen

Dalam Asri Pawestri dan Ni Putu Ayu (2018), menurut Rudangga (2016), kebijakan
dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan
ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Dalam Wijaya et al. (2010) penentuan kebijakan dividen harus dilakukan secara
tepat. Jika dividen yang akan diberikan terlalu tinggi, maka ekspansi perusahaan akan
terganggu. Sebaliknya, jika dividen yang akan diberikan terlalu rendah, minat investor
akan menurun. Oleh karena itu, penetapan kebijakan dividen yang tepat akan
memengaruhi peningkatan harga saham yang berdampak pada peningkatan nilai
perusahaan (Asri Pawestri dan Ni Putu Ayu, 2018).
Bagi investor kebijakan dividen merupakan sinyal dalam menilai kinerja suatu
perusahaan. Investor cenderung lebih menyukai dividen dibandingkan keuntungan
modal di masa depan karena dividen dianggap lebih pasti (Ratna Novita Sari, 2017)

Ukuran Perusahaan

Firm Size merupakan cerminan total dari aset yang dimiliki suatu perusahan.
Perusahaan sendiri dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu perusahaan berskala kecil dan
perusahaan berskala besar. Perusahaan yang berskala besar menunjukkan perusahaan
sedang bertumbuh sehingga memengaruhi profitabilitas perusahaan, profit yang
meningkat cenderung akan menarik minat investor yang kemudian membuat
permintaan saham perusahaan meningkat, sehingga harga saham perusahaan menjadi
melambung tinggi yang selanjutnya akan berimbas dengan tingginya nilai perusahaan
(IGB Angga Pratama dan IGB Wiksuana, 2018).
Menurut Badan Standarisasi Nasional dalam Sulistiono (2010), kategori ukuran
perusahan ada 3 macam, yaitu: (1) Perusahaan kecil, perusahaan yang dikategorikan
perusahaan kecil apabila perusahaan tersebut memiliki kekayaan bersih lebih dari
50.000.000,- dengan paling banyak 500.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat
usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300.000.000,- sampai dengan
paling banyak 2.500.000.000,-. (2) Perusahaan menengah, perusahaan dikategorikan
perusahaan menengah apabila perusahaan tersebut memiliki kekayaan bersih antara
500.000.000,- sampai paling banyak 10.000.000.000,- dan tidak termasuk bangunan
tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebuh dari 2.500.000.000,- sampai
dengan paling banyak 50.000.000.000,-. (3) Perusahaan besar, perusahaan dapat
dikategorikan perusahaan yang besar apabila memiliki kekayaan bersih lebih dari
10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari 50.000.000.000,- (Roviqotus dan Akhmad Riduwan, 2016).

Thin Capitalization

Thin capitalization menurut Anang Mury Kurniawan (2015:241)
adalah suatu skema penghindaran pajak dengan cara membuat struktur utang
jauh lebih besar dari modal. Munculnya thin capitalization diakibatkan oleh
adanya perbedaan perlakuan antara bunga sebagai return atas utang dengan
dividen sebagai return atas investasi saham dalam peraturan perpajakan.
Perbedaan tersebut terletak pada pembayaran bunga yang tergolong dalam
biaya dapat dikurangkan (deductible expense), sedangkan pembayaran
dividen tergolong dalam biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible
expense).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
169/PMK.010/2015 pasal 2 ayat (1) tentang Penentuan Besarnya
Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan
Perhitungan Pajak Penghasilan, besarnya perbandingan antara utang dan
modal ditetapkan paling tinggi sebesar 4 : 1.

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Bagi negara, perpajakan merupakan sumber pendapatan yang besar,
sedangkan bagi perusahaan perpajakan dianggap sebagai biaya yang menjadi
pengurang pendapatannya. Oleh karena itu, penghindaran pajak tidak jarang
dilakukan oleh perusahaan. Menurut Siti Khomsatun dan Dwi Martani (2015),
penghindaran pajak merupakan usaha untuk memanfaatkan peluang yang terdapat
dalam aturan dan perundangan pajak sehingga beban pajak maupun besarannya
dibayar lebih rendah.
Menurut OECD (1987) dalam Haqi Fadillah (2019), tax avoidance adalah
usaha wajib pajak untuk mengurangi pajak terutang. Upaya ini bisa jadi tidak
melanggar hukum (the letter of the law), tetapi sebenarnya bertentangan dengan
tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan. Dyreng, et al.(2008)
menyatakan bahwa perusahaaan menghindari pajak dengan menggunakan regulasi
yang kurang jelas dan memungkinkan adanya celah (loop holes) untuk memperoleh
manfaat pajak.

Perlawanan Terhadap Pajak

Kewajiban perpajakan yang dianggap sebagai beban oleh para Wajib Pajak
menyebabkan banyaknya masyarakat yang enggan membayar pajak dan melakukan
perlawanan terhadap pajak. Perlawanan terhadap pajak menurut Waluyo (2017:13)
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
– Perlawanan pasif
Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan
pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi.
– Perlawanan aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditunjukkan kepada pemerintah
(fiskus) dengan tujuan menghindari pajak.
Menurut Mardiasmo (2018:9) bentuk perlawanan aktif dibagi menjadi 2, yaitu:
 Penghindaran pajak (tax avoidance)
Usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang–
undang.
 Penggelapan pajak (tax evasion)
Usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang–
undang (menggelapkan pajak).

Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Pasal
(1) angka (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–
besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Waluyo (2017:2-3) terdapat pengertian pajak menurut beberapa ahli
juga. P. J. A Adriani mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan–
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran–pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah. Sedangkan
menurut Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma–norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang–barang dan jasa–jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Secara ekonomi, dalam Waluyo (2017:3-5) dikatakan bahwa pajak
merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera. Pelayanan yang diberikan pemerintah merupakan
sebuah kepentingan umum yang dananya berasal dari pajak yang dibayarkan
masyarakat, sehingga hasilnya akan diberikan kembali ke masyarakat. Sedangkan
dari sisi lain, yaitu sisi hukum, pajak telah diatur oleh berbagai peraturan
perundang–undangan yang menjadi dasar hukum dalam pungutan pajak.
Terdapat ciri–ciri yang melekat pada definisi pajak dalam Siti Resmi
(2017:2). Ciri–ciri tersebut diambil dari beberapa definisi sebelumnya, yaitu:
– Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang–undang serta
aturan pelaksanaannya.
– Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
– Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
– Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran–pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk
membiayai public investment

Teori Modigliani Miller

Teori Modigliani Miller (MM) merupakan awal mula munculnya teori struktur
modal modern yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton H. Miller pada
tahun 1958. Teori ini awalnya menyatakan bahwa struktur modal tidak memengaruhi
nilai perusahaan dengan asumsi pasar modal sempurna dan tidak ada pajak. Namun
setelah itu, MM menambahkan faktor pajak ke dalam teorinya karena teori MM tanpa
pajak sebelumnya dinilai tidak realistis.
Teori MM dengan pajak merupakan teori yang menjelaskan bahwa struktur modal
yang terdiri dari hutang yang besar dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut
Brigham and Ehrhardt (2011) dalam Elfira Rosa et al. (2018), manfaat pajak atas
penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan diperoleh dari beban bunga yang
dapat dijadikan sebagai beban atau pengurang laba. Hal ini tercerminkan dengan thin
capitalization yang juga melibatkan lebih besar hutang dalam struktur modalnya.

Bird in the Hand Theory

Teori bird in the hand dieksplorasi oleh Myron Gordon pada tahun 1956 dan John
Litner pada tahun 1962. Teori ini menjelaskan adanya hubungan antara nilai perusahaan
dengan kebijakan dividen yang diproksikan melalui Dividend Payout Ratio (DPR),
dimana biaya modal sendiri akan turun jika Dividend Payout Ratio tinggi. Hal ini
dikarenakan investor lebih menyukai dividen daripada capital gain sebagai imbal hasil
atas investasinya karena lebih pasti dan aman. Dalam teori ini, para investor berpendapat
bahwa satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara.
Burung di tangan tersebut mencerminkan kas ditangan dalam bentuk dividen.
Menurut Gordon dan Litner (1956) dalam Ni Kadek Puspita dan Ida Bagus Putra
(2019), teori ini menyatakan pihak eksternal (investor) lebih tertarik dengan dividen
tunai dibandingkan capital gain atau imbal hasil atas investasi yang telah dijanjikan di
masa depan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Hermuningsih dan Dewi (2009)
dalam Bayu Irfandi dan I.B. Panji Sedana (2015) yang menyatakan bahwa dividen
memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan capital gain.
Peningkatan dividen yang menjadi orientasi para investor akan menyebabkan
peningkatan harga saham yang juga akan memengaruhi meningkatnya nilai perusahaan.

Teori Keagenan

Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara
“principal” dan “agent”. Principal adalah pemegang saham dan pemilik perusahaan
yang memberikan wewenang kepada agent untuk mengelola perusahaan dan melakukan
pengambilan keputusan atas nama pemegang saham, sedangkan agent merupakan
manajemen perusahaan yang diberikan wewenang oleh principal. Dalam Elfira Rosa et
al. (2018), Jensen and Mecking (1976) menyatakan bahwa perusahaan merupakan
kumpulan kontrak antara pemegang saham dan manajemen untuk mengelola
penggunaan dan pengendalian sumber daya. Dalam kontrak tersebut, manajemen
didelegasikan untuk membuat keputusan terbaik untuk pemegang saham dan akan
menerima imbalan dari prinsipal atas kinerjanya.
Dalam teori keagenan terdapat asumsi bahwa agent dan principal memiliki
kepentingan yang berbeda, sehingga dapat menimbulkan konflik kepentingan di
antaranya. Sugiyono (2014) menyatakan dalam Kevin Hestia dan I Ketut Suryanawa
(2019) bahwa pemegang saham ingin memaksimalkan kesejahteraan dengan
profitabilitas yang meningkat terus menerus, sedangkan manajemen ingin memenuhi
kebutuhan ekonomi dan psikologisnya secara maksimal. Permasalahan keagenan dapat
timbul apabila terdapat perbedaan tujuan antara pihak pemegang saham dan manajemen
yang saling bertentangan. Meningkatnya nilai perusahaan dapat didorong oleh
keselarasan tujuan antara pemegang saham dan manajemen dalam menjalankan
kegiatan perusahaan.
Menurut Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Siti Khomsatun dan Dwi Martini
(2015), penghindaran pajak dalam bentuk thin capitalization yang dilakukan oleh
manajemen merupakan upaya efisiensi untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang
saham dan pemilik perusahaan.
Ukuran perusahaan dan dividen juga dapat dinilai sebagai tolak ukur kerja sama
antara prinsipal dan agen. Perusahaan yang berukuran besar mencerminkan keselarasan
tujuan antara agen dan prinsipal dalam mengelola dan mengembangkan perusahaan
tersebut. Perusahaan dengan tingkat dividen yang tinggi mencerminkan adanya
kesamaan dalam rangka untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan, yaitu
meningkatkan nilai perusahaan

Teori Sinyal

Teori sinyal (signalling theory) merupakan teori yang menjelaskan pentingnya
perusahaan untuk memberikan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan kepada
pihak eksternal (investor). Informasi tersebut dianggap sebagai sinyal yang akan
memberikan petunjuk mengenai prospek perusahaan ke depannya dan memengaruhi
keputusan investasi yang akan diambil oleh pihak eksternal (investor).
Menurut Ross (1997) dalam Elfira Rosa et al. (2018), pihak manajemen mempunyai
informasi tentang keadaan perusahaan yang lebih baik dibandingkan pihak eksternal
(investor). Ketidaksamaan informasi (asimetri informasi) dapat terjadi pada perusahaan
yang tidak memberikan informasi kepada pihak eksternal, sehingga perusahaan
sebaiknya memberikan sinyal kepada pihak eksternal dengan maksud untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya asimetri informasi.
Dengan adanya asimetri informasi, pihak eksternal akan lebih melindungi diri
dengan memberikan penilaian atas perusahaan yang cukup rendah (Ni Kadek Puspita
dan Ida Bagus Putra, 2019). Hal ini akan merugikan bagi perusahaan yang dinilai oleh
pihak eksternal lebih rendah dari yang seharusnya. Namun, sebaliknya akan
menguntungkan bagi perusahaan yang dinilai oleh pihak eksternal lebih tinggi dari yang
seharusnya. Oleh sebab itu, perusahaan akan memberikan sinyal kepada pihak eksternal
berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya untuk meminimalisir kemungkinan
ketidaksamaan informasi dan meningkatkan nilai perusahaan.
Dalam penelitian ini, thin capitalization, ukuran perusahaan, dan kebijakan dividen
yang menjadi alat untuk memberikan sinyal kepada pihak eksternal (investor) mengenai
kinerja perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Thin capitalization akan memengaruhi struktur modal perusahaan dan perpajakan
perusahaan. Perusahaan yang melakukan thin capitalization akan memperoleh laba
yang lebih besar karena bunga atas hutang yang dimiliki perusahaan dapat dijadikan
pengurang pendapatan. Bagi investor, hal ini merupakan sinyal baik karena dapat
meningkatkan pendapatan atas investasinya.
Perusahaan yang berukuran besar cenderung memiliki prospek yang lebih terjamin
dibandingkan dengan perusahaan yang masih berukuran kecil. Hal ini dikarenakan
pihak manajemen perusahaan sudah dapat mengembangkan perusahaannya sampai saat
ini. Ukuran perusahaan yang besar juga ditangkap investor sebagai sinyal baik dalam
mempertimbangkan keputusan investasinya.
Menurut Fauzi dan Suhadak (2015:3) dalam Ria Esana dan Ari Darmawan (2017)
menyatakan bahwa peningkatan pembayaran dividen dari perusahaan dianggap sebagai
good news (berita baik), dikarenakan hal ini menggambarkan posisi dan prospek
perusahaan dalam keadaan yang bagus. Hal ini akan ditanggapi dengan reaksi positif
dari investor yang akan meningkatkan nilai perusahaan.

Perbedaan Fraud dengan Tax Avoidance

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI,2012) fraud (kecurangan) adalah :
“Setiap tindakan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari
kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan
secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk
mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari
perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan
penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva
entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.
Sedangkan menurut Tunggal (2012:189) fraud merupakan penipuan di
bidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil aset atau
hak orang maupun pihak lain. Selanjutnya, menurut Hall (2011:113) dalam
bukunya “Principles of Accounting Information Systems” menyatakan bahwa
fraud adalah :
“Fraud denotes a false representation of material fact made by one party
to another party with the intent to deceive and induce the other party to
justifiably rely on the fact to his or her detriment”.
Adapun Tax Avoidance menurut Thomas Sumarsan (2012:6) merupakan
tindakan Wajib Pajak yang tidak secara jelas melanggar undang-undang,
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran pajak legal
dan aman dilakukan oleh wajib pajak, karena tidak bertentangan dengan peraturan
perpajakan yaitu dengan menggunakan metode dan teknik yang cenderung
memanfaatkan kelemahan (grey area) dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan itu sendiri, sehingga memaksimalkan pengurangan pajak pada
perusahaan tersebut (Pohan, 2013:23).
Dengan demikian, fraud merupakan serangkaian tindakan melawan hukum
yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan,
sedangkan tax avoidance merupakan tindakan yang memanfaatkan celah (grey
area) dalam undang-undang untuk mendapatkan keuntungan tanpa melawan
hukum

Kebijakan Anti Penghindaran Pajak

Adapun upaya pemerintah Indonesia untuk meminimalisir kasus
penghindaran pajak yaitu dengan mengeluarkan beberapa kebijakan Anti
Penghindaran Pajak seperti yang dimuat dalam laman klikpajak.id (2018)
diantaranya sebagai berikut:
1. Anti Thin Capitalization
Ketentuan anti Thin Capitalization merupakan upaya wajib pajak mengurangi
beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman, agar dapat membebankan biaya
bunga dan mengecilkan laba. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU PPh
dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.03/2015 yang
mengatur Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan
untuk Keperluan Penghitungan Pajak penghasilan (Debt to Equity Ratio).
2. Controlled Foreign Corporation (CFC) Rules
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 18 Ayat 2 UU PPh yang memuat aturan
mengenai kewenangan Menteri Keuangan menetapkan saat diperolehnya dividen
oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada Badan Usaha di luar
negeri yang tidak menjual saham di bursa efek paling rendah 50%.
3. Transfer Pricing
Ketentuan mengenai Transfer Pricing diatur dalam Pasal 18 Ayat 3 UU PPh.
Dalam pasal ini mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan
kembali besaran penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai
modal untuk menghitung besar Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang
memiliki hubungan istimewa.
4. Anti-treaty Shopping
Ketentuan mengenai anti treaty shopping diatur dalam PER-25/PJ/2010
tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara
Wajib Pajak dan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa diatur dalam PER32/PJ/2011 Ketentuan pertama hingga keempat merupakan Specific Anti
Avoidance Rule (SAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak atas transaksi.
Sedangkan ketentuan kelima merupakan General Anti Avoidance Rule (GAAR),
yaitu ketentuan pajak yang semata-mata dilakukan wajib pajak untuk tujuan
penghindaran pajak atau transaksi yang tidak memiliki substansi bisnis

Karakter Penghindaran Pajak

Komite urusan fiskal Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) menyebutkan ada tiga karakter penghindaran pajak yaitu
sebagai berikut:
1. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak
2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang-undang atau
menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, akan tetapi
bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.
3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para
konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak
dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin

Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

Menurut Thomas Sumarsan (2012:6) penghindaran pajak merupakan
tindakan Wajib Pajak yang tidak secara jelas melanggar undang-undang,
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Pajak merupakan kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2018;26). Penghindaran pajak legal dan aman
dilakukan oleh wajib pajak, karena tidak bertentangan dengan peraturan
perpajakan yaitu dengan menggunakan metode dan teknik yang cenderung
memanfaatkan kelemahan (grey area) dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan itu sendiri, sehingga memaksimalkan pengurangan pajak pada
perusahaan tersebut (Pohan, 2013:23)

Manfaat dan Tujuan Return On Equity

Menurut Kasmir (2015:198) Manfaat dari penggunaan Rasio Return On
Equity (ROE) yaitu :
1. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
2. Mengetahui produktivitas dari seluruh perusahaan yang digunakan baik modal
pinjaman maupun modal sendiri
3. Untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal sendiri maupun pinjaman.
Sedangkan Menurut Kasmir (2015:197), Tujuan penggunaan rasio Return
On Equity (ROE) bagi perusahaan maupun pihak luar perusahaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
2. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
pinjaman maupun modal sendiri.
3. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri maupun pinjaman

Return On Equity (ROE)

Menurut Kasmir (2015 : 204) menyatakan bahwa Return On Equity
merupakan rasio yang dapat diukur dengan membandingkan laba bersih sesudah
pajak dengan modal sendiri. Semakin tinggi nilai ROE berarti semakin efektif dan
efisien perusahaan memanfaatkan ekuitasnya. Jika nilai ROE suatu perusahaan
tinggi, maka hal tersebut akan menarik minat investor untuk berinvestasi
begitupun sebaliknya (Arihta et al., 2020).
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2016:82) menyatakan
bahwa Rasio Return On Equity (ROE) diukur dari keuntungan berdasarkan
ekuitas tertentu. Dapat disimpulkan bahwa Rasio Return On Equity (ROE)
merupakan rasio yang diukur dari tingkat kinerja perusahaan dalam menghasilkan
laba dari ekuitasnya.

Thin Capitalization

Menurut Kayis – Kumar (2019) Thin Capitalization Rules secara luas
dapat dikatakan sebagai mekanisme anti penghindaran yang membatasi tax base
erosion dari aktivitas cross-border intercompany. Sedangkan, menurut Taylor &
Richardson (2012) Thin Capitalization merupakan pembentukan struktur modal
dengan kombinasi kepemilikan utang yang lebih besar dari modal. Mekanisme
pembentukan struktur modal melalui mekanisme Thin Capitalization
menyebabkan berbagai dampak. Utang yang diberikan menimbulkan beban
bunga, dimana perlakuan bunga dalam perpajakan berbeda dengan pelakuan
dividen. Beban bunga dalam ketentuan perpajakkan diperkenankan sebagai
pengurang penghasilan (Buettner et al., 2012). Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan celah dan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak (Tax Avoidance ) melalui pemanfaatan bunga.
Dalam dunia internasional, beberapa negara telah mengatur aturan Thin
Capitalization ini yang disebut dengan Thin Capitalization Rule (TCR). Aturan ini
dapat menjadi solusi bagi masalah thin capitalization dengan membatasi jumlah
beban pengurang pajak (Buettner,et al.,2012). Dikutip dari laman onlinepajak.com (2020), di Indonesia upaya pemerintah untuk meminimalisir
perusahaan melakukan penghindaran pajak melalui skema thin capitalization ini
terdapat dari pasal 18 ayat 1 UU PPh yang menyebutkan dimana Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan
antara hutang dan modal perusahaan untuk keperluan perhitungan pajak. Adapun
besar perbandingan ini kemudian telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 169/PMK.010/2015 tentang penentuan besarnya perbandingan antara
utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan
(Debt to equity ratio). Besarnya perbandingan utang dan modal menurut ketentuan
tersebut maksimal sebesar 4:1

Faktor Pertimbangan dalam Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2017:294), secara umum faktor – faktor pertimbangan
dalam penetapan harga dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu faktor
internal perusahaan dan faktor eksternal.
(1) Faktor Internal Perusahaan
(a) Tujuan Pemasaran Perusahaan
Tujuan tersebut bisa berupa mempertahankan kelangsungan hidup
(survival) perusahaan, maksimisasi laba, aliran kas, atau Return On
Investment (ROI) saat ini, menjadi pemimpin pangsa pasar,
menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas produk, mengatasi
persaingan, melaksanakan tanggung jawab sosial, membantu
penjualan produk lainnya, mempertahankan loyalitas dan dukungan
para distributor, dan lain – lain.
(b) Strategi Bauran Pemasaran
Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran. Oleh
karena itu, harga wajib terintegrasi, konsisten, dan saling mendukung
dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk, distribusi, dan
promosi.
(c) Biaya
Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus
ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Oleh karena
itu, setiap perusahaan pasti menaruh perhatian besar pada aspek
struktur biaya (tetap dan variabel), serta jenis – jenis biaya lainnya.
(d) Pertimbangan Organisasi
Manajemen perlu memutuskan siapa di dalam organisasi yang harus
menetapkan harga. Setiap perusahaan menangani masalah penetapan
harga menurut caranya masing – masing. Pada perusahaan kecil,
umumnya harga ditetapkan oleh manajemen puncak. Pada
perusahaan besar, seringkali masalah penetapan harga ditangani oleh
divisi atau manajer suatu lini produk.
(2) Faktor Eksternal
(a) Karakteristik Pasar dan Permintaan
Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasar dan permintaan yang
dihadapinya, apakah termasuk pasar persaingan sempurna,
persaingan monopolistik, oligopoli, atau monopoli. Faktor lain yang
tidak kalah pentingnya adalah elestisitas permintaan, yang
mencerminkan sensitivitas permintaan terhadap perubahan harga.
(b) Persaingan
Menurut Porter dalam Tjiptono (2017:296), ada lima kekuatan
produk yang berpengaruh didalam persaingan sebuah industri, yaitu
persaingan dalam industri yang bersangkutan, produk substitusi,
pemasok, pelanggan, dan ancaman pendatang baru. Informasi –
informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis karakteristik
persaingan yang dihadapi antara lain :
i) Jumlah perusahaan dalam industri
Bila hanya ada satu perusahaan dalam industri, maka secara
teoretis perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan
harganya seberapa pun. Akan tetapi sebaliknya, bila industri
terdiri atas banyak perusahaan, maka persaingan harga terjadi.
Bila produk yang dihasilkan tidak terdiferensiasi, maka hanya
pemimpin industri yang leluasa menentukan perubahan harga
ii) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri
Bila perusahaan memiliki pangsa pasar yang besar, maka
perusahaan bersangkutan dapat memegang inisiatif perubahan
harga. Bila pangsa pasarnya kecil, maka hanya menjadi pengikut
harga
iii) Diferensiasi produk
Bila perusahaan berpeluang melakukan diferensiasi dalam
industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan
aspek penetapan harganya, bahkan sekalipun perusahaan itu kecil
dan banyak pesaing dalam industri
iv) Kemudahan untuk memasuki industri bersangkutan
Bila sebuah industri mudah untuk dimasuki, maka perusahaan
yang ada sulit mempengaruhi atau mengendalikan harga.
Sedangkan bila ada hambatan masuk ke pasar, maka perusahaan
– perusahaan yang sudah ada dalam industri tersebut dapat
mengendalikan harga
(c) Unsur – unsur Lingkungan Eksternal Lainnya
Grewal dan Levy dalam Tjiptono (2017:297), menambahkan satu
faktor pertimbangan lain yang tak kalah pentingnya, yaitu internet.
Semakin banyaknya konsumen yang mencari informasi dan
berbelanja secara online berdampak pada semakin sensitifnya
konsumen terhadap harga.

Dimensi Harga

Dimensi harga yang diadaptasi dari penelitian Amilia dan Asmara (2017)
menyatakan ada empat indikator yang dapat dijadikan pengukuran terhadap
harga, yaitu :
(1) Keterjangkauan harga
Harga yang terjangkau adalah harapan konsumen sebelum mereka
melakukan pembelian. Konsumen akan mencari produk-produk yang
harganya dapat mereka jangkau.
(2) Kesesuaian harga dengan kualitas produk
Untuk produk tertentu, biasanya konsumen tidak keberatan apabila harus
membeli dengan harga relatif mahal asalkan kualitas produknya
baik. Namun konsumen lebih menginginkan produk dengan harga
murah dan kualitasnya baik.
(3) Daya saing harga
Perusahaan menetapkan harga jual suatu produk dengan
mempertimbangkan harga produk yang dijual oleh pesaingya agar
produknya dapat bersaing di pasar.
(4) Kesesuaian harga dengan manfaat
Konsumen terkadang mengabaikan harga suatu produk namun lebih
mementingkan manfaat dari produk tersebut.

Tujuan Penetapan Harga

Tujuan penetapan harga yang diuraikan oleh Menurut Tjiptono (2017:291),
antara lain sebagai berikut :
(1) Tujuan Berorientasi Pada Laba
Tujuan ini dirancang untuk memaksimumkan harga dibandingkan harga
– harga para pesaing. Perusahaan upaya memasarkan produknya baik
barang maupun jasa pasti menginginkan laba yang maksimal
(2) Tujuan Berorientasi Pada Volume
Tujuan volume ini biasa harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat
mencapai target volume penjualan, nilai penjualan, atau pangsa pasar.
Tujuan ini banyak diterapkan oleh maskapai penerbangan, institusi
pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop yang rata –
rata berfokus kepada banyaknya konsumen bukan tingginya laba
(3) Tujuan Berorientasi Pada Citra
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius. Selain itu, harga murah dapat digunakan
untuk membentuk citra nilai tertentu, misalnya dengan memberikan
jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah disuatu wilayah
tertentu. Pada intinya, baik penetapan harga tinggi maupun harga murah
tujuan tersebut berusaha untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap
produk yang ditawarkan oleh perusahaan
(4) Tujuan Stabilisasi Harga
Bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya
harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari
terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalm industri – industri tertentu yang
produknya sangat terstandarisasi (misalnya, minyak bumi)
(5) Tujuan – tujuan Lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya
pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan
ulang, mendapatkan aliran kas secepatnya

Pengertian Harga

Menurut Tjiptono (2017:289), harga merupakan satuan moneter atau ukuran
lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh
hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.
Menurut Kotler dan Keller (2018:67), harga merupakan salah satu elemen
dari bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Berdasarkan beberapa
pengertian diatas dan disesuaikan dengan penelitian ini maka dapat disimpulkan
bahwa harga adalah jumlah dari nilai uang yang dibayar oleh pembeli kepada
penjual untuk memperoleh barang atau jasa yang diinginkan.

Dimensi Kualitas Produk

Menurut Kotler dan Keller (2018:8), dimensi produk adalah sebagai berikut :
(1) Bentuk (form)
Banyak produk dapat di diferensiasikan berdasarkan bentuk ukuran,
bentuk, atau struktur fisik produk.
(2) Fitur (feature)
Sebagian besar produk dapat ditawarkan dengan menvariasikan fitur
yang melengkapi fungsi dasar mereka.
(3) Kualitas Kinerja (performace quality)
Sebagian besar produk ditetapkan pada suatu kualitas yang berkaitan
dengan karakteristik utama yang dimiliki.
(4) Kualitas Kesesuaian (conformance quality)
Pembeli mengharapkan produk mempunyai kualitas kesesuaian yang
tinggi, yaitu tingkat dimana semua unit yang diproduksi identik dan
memenuhi spesifikasi yang dijanjikan.
(5) Ketahanan (durability)
Ukuran umur operasi harapan produk dalam kondisi biasa atau penuh
tekanan, merupakan atribut berharga untuk produk – produk tertentu.
(6) Keandalan (reliability)
Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk produk yang lebih dapat
diandalkan. Keandalan adalah ukuran probabilitas bahwa produk tidak
akan mengalami malfungsi atau gagal dalam periode waktu tertentu.
(7) Desain (design)
Totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan, rasa, dan fungsi produk
berdasarkan kebutuhan pelanggan

Pengertian Kualitas Produk

Menurut Kotler and Armstrong dalam Putro et al (2014), menyatakan
kualitas produk sebagai “The ability of a product to perform its functions. Its
includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of
operation and repair, and other valued attributes”. (Kualitas produk
berhubungan erat dengan kemampuan produk untuk menjalankan fungsinya,
termasuk keseluruhan produk, keandalan, ketepatan, kemudahan
pengoperasian dan perbaikan, dan atribut bernilai lainnya).
Berdasarkan informasi – informasi tersebut, dapat dipahami bahwa
kualitas produk merupakan karakteristik dari barang dan jasa yang
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, yang merupakan
gabungan dari keandalan, ketepatan, kemudahan, pemeliharaan dari suatu
produk.

Pengertian Produk

Menurut Kotler dan Keller (2018:4), mendefinisikan produk sebagai
segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu
keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara,
orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide.
Menurut Tjiptono (2017:231), produk merupakan segala sesuatu yang
dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli,
digunakan, dan/atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau
keinginan.
Berdasarkan definisi para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan dipasar untuk mendapatkan
perhatian, dibeli, dipergunakan, dikonsumsi dan untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan konsumen.

Strategi Kepuasan Pelanggan

Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha
keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu
perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang
membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia
Tjiptono (1997 ;40) ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih
dan meningkatkan kepuasan pelanggan :
1. Relationship Marketing yaitu strategi di mana transaksi pertukaran
antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah
penjualan selesai, dengan menjalin suatu kemitraan dengan pelanggan
secara terus menerus. Pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan
pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan.
2. Strategi Superior Costumer Service, yaitu menawarkan pelayanan
yang lebih baik dari pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar
kemampuan sumber daya manusia, dan usaha yang gigih agar dapat
tercipta suatu pelayanan yang superior. Manfaat dari pelayanan yang
lebih baik tersebut yaitu tingkat pertumbuhan yang cepat dan
besarnya laba yang diperoleh.
3. Strategi Unconditional Guarantenes, yaitu intinya memiliki
komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada
gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu
produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan
meningkatkan moativasi karyawan untuk mencapai tingkat kinerja
yang lebih baik dari sebelumnya.
4. Strategi penanganan keluhan yang efisien.
5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan
6. Menerapkan Quality Functional Development (QFD) yaitu praktik
untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan
pelanggan. QFD berusaha menterjemahkan apa yang dibutuhkan
pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi dengan melibatkan
pelanggan dalam proses pengembangan produk sedini mungkin.

Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kottler, et al (2004) dalam Tjiptono (2005 ; 210-214) ada
beberapa metode yang dapat dipergunakan oleh setiap perusahaan untuk
memantau kepuasan pelanggan yaitu :
1. Complaint and Sugestion System (Sistem keluhan dan saran)
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan
kesempatan yang luas dan nyaman bagi para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, kritik, pendapatan dan keluhan mereka.Media yang
bisa digunakan antara lain kotak saran, saluran bebas pulsa, website, dll.
2. Ghost Shoping (Pembeli Bayangan)
Metode ini dilakukan dengan mempekerjakan beberapa orang ghost
shoppersuntuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial
produk pesaing.Setelah itu mereka diminta untuk melaporkan temuantemuan mereka berupa kekuatan da kelemahan produk pesaing.
3. Lost costumer Analysis (Analisis Pelanggan yang Lari)
Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli atau yang telah berpindah ke pemasok lain agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya mengambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4. Costumer satisfaction surverys (Survey Kepuasan Pelanggan)
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara
langsung dan perhatian dan juga memberikan kesan positif bahwa
perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran
kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, di antaranya :
a. Directly Reported Satisfactionyaitu pengukuran dilakukan secara
langsung melalui pengajuan pertanyaan kepada pelanggan.
b. Derived Dissatisfaction yaitu pertanyaan yang diajukan menyangkut dua
hal utama berupa besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu
dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
c. Problem Analysis. Pelanggan yang dijadikan responden diminta
mengungkapkan dua hal pokoknya yaitu tentang masalah-masalah yang
mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan saran- saran perbaikannya.
d. Important-Performance Analysis. Responden diminta untuk merangking
berbagai elemen atau atribut penawaran berdasarkan derajat pentingnya.
Selain itu pelanggan juga diminta untuk merangking seberapa baik
kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen tersebut. Angka-angka
ini kemudian digunakan untuk menghitung indeks kepuasan pelanggan
dengan cara mengalikan antara tingkat kepuasan dengan derajat tingkat
kepentingan.

Kepuasan Pelanggan

Banyak perusahaan memfokuskan pada kepuasan tinggi karena para
pelanggan yang kepuasannya hanya biasa-biasa saja akan mudah untuk berubah bila
mendapat tawaran yang lebih baik.Mereka yang amat puas lebih sukar untuk
mengubah pilihannya.Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk
memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan
melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing.Kepuasan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi/kesannya kinerja (atau hasil) suatu produk dan
harapan-harapannya.kottler(2000 ; 42)
Menurut Mowen Minor kepuasan pelanggan adalah keseluruhan sikap
yang ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka memperoleh dan
menggunakannya. Sedangkan menurut Band 1991kepuasan pelanggan merupakan
suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan akan
dapat terpenuhi atau terlampaui melalui suatu transaksi yang akan mengakibatkan
terjadinya pembelian ulang.
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para
pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa
manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan pelanggannya menjadi harmonis,
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas
pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of- mouth)yang menguntungkan bagi pelanggan Tjiptono(2006 ; 24)
Adapun manfaat perusahaan memperhatikan kepuasan pelanggan
dikemukakan oleh fandy tjiptono dalam bukunya yang berjudul Strategi Bisnis
meliputi :
a. Reputasi perusahaan semakin positif di mata masyarakat pada umumnya dan
pelanggan pada khususnya
b. Mendorong loyalitas pelanggan
c. Memungkinkan terciptanya rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of- mouth)yang menguntungkan bagi perusahaan sehingga banyak membeli
d. Meningkatkan volume penjualan dan keuntungan
e. Hubungan harmonis
f. Mendorong setiap anggota organisasi untuk bekerja dengan tujuan serta
kebanggan yang lebih baik
g. Menekan biaya melayani pelanggan sebagai dampak familiaritas dan relasi
khusus dengan pelanggan
h. Terbukanya peluang melakukan penjualan silang (cross selling produk)
Dalam studinya mengenai loyalitas nasabah bank, Jones dan Saser
1995menemukan bahwa pelanggan yang menyatakan “completely satisfied”
cenderung 42% lebih mungkin untuk loyal dibandingkan mereka yang sekedar “satisfied”. Itulah sebabnya banyak pakar yang menegaskan hanya tingkat kepuasan
tertinggi (sangat puas) yang bisa dianggap sebagai tingkat kinerja yang bisa diterima.
Implikasinya, apabila hasil survei kepuasan pelanggan sebuah perusahaan
menunjukkan bahwa 10% pelanggannya “completely satisfied”, sementara 30%
“very satisfied” dan 40% “satisfied”, perusahaan bersangkutan tidak boleh berbangga
hati dan merasa aman bahwa 80% pelanggannya puas, namun justru mereka harus
waspada karena 90% pelanggannya tidak sepenuhnya puas dan mungkin beralih
merek atau pemasok Tjiptono (2005 ; 199) :
1. Contact theory
Teori ini berasumsi bahwa konsumen akan membandingkan kinerja
produk aktual dengan ekspetasi konsumen pra-pembelian. Apabila
kinerja aktual lebih besar atau sama dengan ekspetasi maka pelanggan
akan puas. Sebaliknya, jika kinerja aktual lebih rendah dibandingkan
ekspetasi, maka konsumen tidak akan puas.
2. Assimilation theory
Teori ini menyatakan evaluasi purnabeli merupakan fungsi positif dari
ekspetasi konsumen pra-pembelian.Karena fungsi diskomfirmasi secara
psikologis tidak enak dilakukan konsumen cenderung secara perseptual
mendistorsi perbedaan antara ekspetasi dan kinerja ke arah ekspetasi
awal.
3. Assimilation-contrast theory
Teori ini berpegangan bahwa terjadinya efek asimilasi atau efek kontras
merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang
diharapkan dengan kinerja aktual. Apabila kesenjangan besar, konsumen
akan memperbesar gap tersebut sehingga produk dipersepsikan lebih
baik atau lebih buruk dibandingkan kenyataannya. Namun, jika
kesenjangan tidak berlaku, Assimilation theory yang berlaku.
Menurut Bramson (2005;2) kepuasan pelanggan merupakan suatu konsep
yang mencakup 5 faktor :
1. Pengalaman konsumen dengan kepuasan utuh ketika melakukan
transaksi dengan anda
2. Kesediaan anda untuk mengembangkan hubungan dengan anda dan
dengan perusahaan anda
3. Kesediaan untuk menjadi pembeli setia
4. Kesediaan untuk merekomendasikan anda kepada orang lain
5. Penolakan untuk berpindah pada pesaing
Berdasarkan pengertian yang ada dapat disimpulkan, bahwa kepuasan
pelanggan merupakan kesetiaan konsumen terhadap perusahaan atau suatu produk
tertentu dengan disertai tindakan untuk membeli kembali dan konsumen bersedia
mengembangkan hubungan kembali.

Prinsip-prinsip kualitas pelayanan

Untuk dapat menyelenggarakan menejemen pelayanan dengan baik, kita
harus mengelola moment kritis pelayanan, berempati kepada konsumen dengan
cara membuat lingkaran pelayanan dan menghindari terjadinya gap. Selain itu ada
juga prinsip-prinsip manajemen pelayanan yang dapat dipakai sebagai bahan
acuan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1. Identifikasi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya
2. Sediakan pelayanan yang terpadu (one-stop-shop)
3. Membuat system yang mendukung pelayanan konsumen
4. Usahakan agar semua orang atau karyawan bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayanan
5. Layanilah keluhan konsumen secara baik
6. Terus berinovasi
7. Karyawan adalah sama pentingnya dengan konsumen
8. Bersikap tegas tetapi ramah terhadap konsumen
9. Jalin komunikasi dan interaksi khusus dengan pelanggan/nasabah
10. Selalu mengontrol kualitas Raminto dan winarsih(2008 ; 87)
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan antara lain(Adisaputro,2010:68):
1. Memonitor dan menganalisis penyebab pelanggan yang tidak lagi
membeli pada perusahaan.
2. Menemui pelanggan yang berhenti membeli dari kita atau berubah
membeli brand pesaing
3. Membentuk pembeli bayangan untuk berperan sebagai pembeli potensial
produk pesaing dan melaporkan baik kekuatan maupun kelemahan produk
kita maupun produk pesaing.
Ada beberapa cara mempertahankan pelanggan yaitu sebagai berikut
(Foster, 2002:45):
a. Memberikan iklan
b. Dengarkan pelanggan
c. Siap membantu setiap saat
d. Beri kesempatan pelanggan mengeluh
e. Respon keluhan pelanggan
f. Hormati pelanggan
Perusahaan tidak hanya ingin memperbaiki hubungan dengan mitranya
saja, tetapi juga dengan pelanggannya.Dahulu banyak perusahaan yang
menyepelehkan pelanggan. Pelanggan mereka tidak memiliki alternatif
pemasok, atau para pemasok sama buruk kualitas dan pelayanannya atau pasar
berkembang sedemikian pesat sehingga perusahaan tidak perlu pusing untuk
benar-benar memuaskan seluruh pelanggannya.
Baik konsumen maupun produsen sama-sama menikmati benefit dari
hubungan baik antara perusahaan dengan konsumen. Oleh karena itu,
hubungan yang baik tersebut bukan saja menjadi kepentingan organisasi
untuk mempertahankan kesetiaan konsumen, tetapi konsumen sendiri
memperoleh benefit dari hubungan jangka panjang.
Dalam kaitannya dengan kepuasan pelanggan kualitas layanan
memiliki beberapa dimensi tergantung pada konteksnya. Dalam kasus
pemasaran barang ada beberapa dimensi yang biasa digunakan yaitu:
1. kinerja (performance) : karakteristik operasi dasar dari suatu produk.
Misalnya kecepatan pengiriman paket titipan kilat.
2. Fitur (features) : karakteristik pelengkap khusus yang dapat menambah
pengalaman pemakaian produk. Contoh, minuman gratis selama
penerbangan pesawat.
3. Realibilitas yaitu probabilitas terjadinya kegagalan atau kerusakan produk
dalam periode tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan
semakin handal produk tersebut. 4. Konformasi (conformaance) yaitu tingkat kesesuaian produk dengan
standar yang telah ditetapkan. Misalnya ketepatan waktu keberangkatan
dan datangnya kereta api.

Dimensi Kualitas

Suatu barang dikatakan bermutu apabila dapat diandalkan, mudah diperbaiki,
dirawat, mudah dipakai, aman, menarik dari segi penampilan serta tahan
lama.Berbeda dengan mutu suatu jasa seperti pelayanan perbankan.Dalam hal ini
persepsi tentang mutu sangatlah rumit karena mutu disini sangat abstrak disamping
unsur-unsur teknis banyak pula aspek-aspek non teknis yang mewarnai persepsi itu.
Perkembangan terakhir ditemukan bahwa sepuluh dimensi kualitas tersebut
dapat disederhanakan menjadi lima dimensi kualitas jasa yaitu :reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, tangibility zeithaml(2000;188).
a. Reliability, yaitu menyajikan jasa sesuai dengan janji serta akurat dan
memuaskan.
b. Responsiveness,yaitu ketersediaan para karyawan untuk membantu
pelanggan dan menyajikan jasa dengan segera.
c. Assurance,yaitu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta sopan
santun karyawan dalam menyajikan jasa, aman dari bahaya, resiko,
keraguan, serta memiliki sifat dapat dipercaya.
d. Emphaty,meliputi kemudahan dalam interaksi, komunikasi, yang baik,
memberikan perhatian secara pribadi serta memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
e. Tangible,bukti secara fisik yaitu bukti yang ditunjukkan oleh fasilitas
fisik, peralatan yang digunakan, penampilan para karyawan penyaji jasa
material dan sarana komunikasi.
Tiap individu tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing- masing dapat saja melakukan penilaian terhadap pelayanan perbankan.
Penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevost tahun 1987 yang
dikutip oleh wijono (1990)telah berhasil membuktikan adanya perbedaan
dimensi tersebut, yang disebutkan bahwa:
Bagi pemakai jasa pelayanan perbankan, mutu pelayanan perbankan lebih
terkait pada dimensi ketanggapan petugas, memenuhi kebutuhan nasabah,
kelancaran, komunikasi petugas dalam melayani nasabah.
Namun, menurut Brady dan Cronin (2001)mereka menggambarkan
masing-masing dari tiga kualitas dalam subsidimensi langsung mengukur
masing-masing kualitas yaitu:
1. Kualitas interaksi yaitu kualitas yang berhubungan erat dengan
proses layanan itu disampaikan yaitu dilihat dari proses interaksi staff
penyedia layanan pelanggannya (gronroos,2000) dan proses interaksi
tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara bersikap, berprilaku
terhadap pelanggannya serta keahlian yang mereka miliki. Kualitas
interaksi digambarkan dalam tiga subdimensi yaitu :  Sikap yaitu kepribadianyang dimiliki oleh staff yang
menunjukkan keramahan terhadap pelanggan. Contohnya,
sikap dan kepribadian dari staff direstoran sangat
mempengaruhi pendapat pelanggan, staff disana sangat ramah.  Prilaku disini dimaksudkan dengan sifat yang baik dari staff
serta kemauan untuk dilayani.  Keahlian yaitu kemampuan staff dalam melaksanakan
pekerjaannya. Contahnya staf direstoran itu tahu akan
pekerjaannya dan memiliki pengetahuan yang bagus serta bias
menjawab pertanyaan para pelanggan dengan cepat.
2. Kualitas lingkungan fisik menurut Rust dan Oliver yaitu sebuah
kualitas yang ada didalam lingkungan dimana proses pelayanan itu
terjadi (Gronroos, 2000)dan kualitas ini digambarkan dalam tiga
subdimensi yaitu :  Kondisi lingkungan yaitu suatu kondisi yang dapat
memberikan kenyamanan yang berkenaan dengan aspek
nonvisual. Contohnya dari jauh, meja ditempat pelanggan
yangingin berdiri dari tempat duduk, ternyata kursi tidak bisa
didorong mundur karena dibelakangnya ada tamu lain yang
sedang duduk karena kondisi ruangan yang rapat dan sempit.  Faktor sosial yaitu jumlah dan tipe pelanggan lain yang berada
dalam lingkungan pelayanan. Seperti tentang prilaku mereka
contohnya tangisan bayi seorang pelanggan sangat menggangu
pelanggan lain.
3. Kualitas hasilyaituapa yang pelanggan dapatkan ketika proses
produksi service dan interaksi-interaksi antara pelanggan dengan
penyedia layanan selesai (gronroos,2000). Dan kualitas ini
digambarkan dalam tiga subdimensi yaitu :  Waktu tunggu yaitu pelanggan gunakan untuk menunggu kualitas
yang didapat.  Bentuk nyata yaitu segala yang berwujud.  Valensi yaitu ukuran tentang pengalaman yang didapat bisa baik
atau jelek.

Tingkat Kinerja

Tingkat kinerja menurut Tjiptono (2006;146) adalah kinerja aktual produk
yang dirasakan setelah pemakaiannya.Engel, dkk 1994 (Dalam
Tjiptono)mengungkapkan bahwa apabila kinerja actual produk memberikan hasil
sama atau melampaui harapan pelanggan maka pelanggan akan merasa puas atau
sebaliknya. Kotler(2000;45) mendefinisikan kinerja sebagai hasil yang dirasakan.
Apabila harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang akan diterimanya nilai dia membeli atau mengkonsumsi suatu
produk, maka kinerja merupakan persepsi pelanggan terhadap apa yang diterima
setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Muddie dan Angela (2006;151) menjelaskan ada lima faktor yang
menyebabkan kinerja actual produk buruk yaitu :
1. Pelanggan keliru mengkonsumsikan jasa yang diinginkan.
2. Kinerja karyawan perusahaan jasa yang buruk.
3. Pelanggan keliru menafsirkan signal (harga, positioning, dll).
4. Miskomunikasi rekomendasi mulut ke mulut.
5. Miskomunikasi penyedia jasa oleh pesaing

Tingkat Kepentingan

Tingkat kepentingan pelanggan menurut Rangkuty (2003 ;35) didefinisikan
sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang
akan dijadikan standard acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut. Zethaml,
dkk membuat suatu model konseptual mengenai tingkat kepentingan. Menurut model
tersebut, terdapat dua tingkatan pelanggan yaitu adequate service dan desired service.
Adecuate service (layanan adekuat) adalah tingkatan kinerja jasa minimal yang masih
dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan
tergantung pada alternatif yang tersedia. Desired service (layanan tersamar) adalah
tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang merupakan
gabungan dari kepercayaan kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan
harus diterimanya. Zona of tolerance (daerah toleransi) adalah daerah diantara
adequate service dan desired service yaitu daerah dimana variasi pelayanan yang
masih dapat diterima oleh pelanggan. Zona of tolerance dapat mengembang dan
menyusut, serta berbeda-beda untuk setiap individu, perusahaan, situasi dan aspek
jasa. Apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan berada dibawah adequate
service, pelanggan akan frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang
diterima pelanggan melebihi desired service, pelanggan akan sangat puas dan
terkejut. Desired servicedipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1. Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar. Pelanggan berharap
dilayani dengan baik karena dia melihat pelanggan lainnya dilayani
dengan baik serta dilayani dengan benar, dimana pelayanan yang benar
tergantung pada falsafah individu yang bersangkutan.
2. Kebutuhan perorangan. Pelayanan yang diharapkan pelanggan karena
kebutuhan pelayanan tersebut bersifat mendasar dan terkait dengan
kesejahteraan pelanggan.
3. Janji secara langsung. Pelayanan yang diharapkan pelanggan karena
pelanggan dijanjikan mendapatkan pelayanan seperti itu secara
langsung oleh pemberi/organisasi jasa.
4. Janji tidak langsung. Pelayanan yang diharapkan pelanggan karena
pelanggan memperoleh petunjuk yang berkaitan dengan pelayanan
tersebut sehingga dia menarik kesimpulan tentang pelayanan seperti
apa yang seharusnya diberikan. Petunjuk tersebut meliputi harga serta
peralatan pendukung pelayanan.
5. Pelayanan yang diperkirakan. Pelayanan minimal yang dapat diterima
pelanggan karena pelanggan telah memperkirakan akan mendapatkan
pelayanan seminimal itu. Pelayanan yang diperkirakan tersebut
cenderung merupakan perkiraan pelanggan atas transaksi individu dan
bukan keseluruhan hubungan dengan penyedia jasa

Kepuasan Nasabah

Kepuasan nasabah adalah persepsi nasabah bahwa harapannya telah
terpenuhi, diperoleh hasil yang optimal bagi setiap nasabah dan pelayanan perbankan
dengan memperhatikan kemampuan nasabah dan keluarganya, perhatian terhadap
keluarganya, perhatian terhadap kebutuhan nasabah sehingga kesinambungan yang
sebaik-baiknya antara puas dan hasil.Tjiptono dalam Noviyantie (2001) kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang- kurangnya memberikan hasil (outcome) sama dengan harapan pelanggan.
Ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan
pelanggan.
Bagi pelanggan, apa yang dihasilkan yaitu perusahaan baginya tidak begitu
penting. Pelanggan memikirkan apa yang akan dibelinya untuk memuaskan
kebutuhannya atas dasar pertimbangan bilai inilah selanjutnya akan menentukan
bentuk apa bisnis yang perlu dikembangkan.
Pelayanan pelanggan bermutu hanya bias dipahami dari sudut pandang
pelanggan. Kita harus merumuskan pelayanan bermutu melalui mata pelanggan.
Hanya bila pelanggan menganggap bahwa anda sebagai pelayanan telah memberikan
pelayanan pelanggan bermutu.William B.Martin,(2005)
MenurutKottler(2000 ; 35) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia terima dibandingkan
dengan harapannya. Nasabah baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan
perbankan yang mereka dapatkan sama atau melebihi dari apa yang mereka harapkan
dan perasaan kecewa nasabah akan timbul apabila kinerja yang diperolehnya tidak
sesuai dengan apa yang menjadi harapannya.
Kepuasan yang tinggi merupakan polis asuransi terhadap suatu yang salah,
yang tidak akan terhindarkan karena adanya keragaman yang terkait dengan produksi
jasa. Pelanggan jangka panjang dalam situasi ini akan lebih memanfaatkan karena
pengalaman positif sebelumnya, dan pelanggan yang puas akan kurang tertarik
dengan tawaran pesaing. Tidak mengherankan bahwa perusahaan telah terobsesi
dengan kepuasan pelanggan, mengingat hubungannya langsung dengan kesetiaan
pelanggan, pangsa pasar dan keuntungan.Lovelock.H.C,dkk (2005 ; 65)

Konsep Kualitas Pelayanan

Komponen jasa atau layanan memainkan peran strategik dalam setiap
bisnis, Tjiptono dan Chandra (2011:175).Pembelian sebuah barang sering
dibarengi dengan unsur jasa/layanan. Demikian pula sebaliknya, suatu jasa
sering diperluas dengan cara memasukan atau menambahkan produk fisik
pada penawaran jasa tersebut. Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles,
tidak dapat dilihat dan diraba sehingga pengguna hanya bisa dirasakan
melalui pengalaman langsung.Namun pelayanan mencakup hal – hal yang
tangibles, yang bisa dilihat dan diraba, berupa dimensi fisik dari pelayanan
itu sendiri.Suatu perusahaan dapat dikatakan meraih sukses ketika dilihat
dari faktor pelayanan pelanggan, oleh karena itu pelayanan yang baik sangat
mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu perusahaan.
Untuk mencapai dan menghasilkan suatu kualitas jasa yang sangat
baik, suatu perusahaan jasa haruslah mengerti dan mengimplementasikan
segala dimensi-dimensi kualitas jasa dengan tepat, karena para pelanggan
dalam menilai kualitas jasa suatu perusahaan, mereka menggunakan
persepsinya dengan melihat dan merasakan dimensi-dimensi kualitas jasa
yang ditawarkan suatu perusahaan. Servqual ini tidak hanya sekedar teori
semata namun bisa diaplikasikan secara nyata dalam dunia bisnis. Konsep
servqual banyak digunakan dalam industri jasa untuk memahami persepsi
target pelanggan tentang kebutuhan layanan mereka dan juga untuk
menyediakan pengukuran kualitas pelayanan organisasi. Servqual juga dapat
diterapkan secara internal untuk memahami persepsi karyawan terhadap
kualitas layanan dengan tujuan untuk mencapai perbaikan layanan.
Pada dasarnya metode ini melibatkan survei sampel dari pelanggan
sehingga mereka merasa kebutuhan layanannya dipahami.Dan untuk
mengukur persepsi mereka terhadap kualitas layanan bagi organisasi yang
bersangkutan. Pelanggan diminta untuk menjawab banyak pertanyaan dalam
setiap dimensi yang menentukan kepentingan relatif dari setiap atribut,
selanjutnya sebuah pengukuran ekspektasi kinerja yang akan berhubungan
dengan perusahaan “sangat baik”, dan kemudian sebuah pengukuran kinerja
untuk perusahaan yang bersangkutan. Hal ini memberikan penilaian terhadap
kesenjangan antara kinerja yang diinginkan dan aktual, bersama-sama
dengan peringkat pentingnya kriteria pelayanan.Hal ini memungkinkan
organisasi untuk memfokuskan sumber daya serta memaksimalkan biaya
kualitas layanan yang dikendalikan.
Sebagian besar pengguna akan setuju bahwa pemeriksaan yang
komprehensif dan menyeluruh tentang kebutuhan layanan dan kualitas
layanan memberikan pendekatan yang sangat berharga untuk meningkatkan
kualitas layanan. Servqual memberikan informasi rinci tentang persepsi
pelanggan tentang layanan (patokan yang ditetapkan oleh pelanggan sendiri),
kinerja tingkat seperti yang dirasakan oleh pelanggan, komentar dan saran
konsumen, kesan dari karyawan sehubungan dengan harapan pelanggan dan
kepuasan. Dimana Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.104)
mengungkapkan ada lima faktor paling dominan atau penentu kualitas jasa
dari konsep servqual yaitu :
1. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang
dijanjikan dengan handal dan akurat. Dalam arti luas, keandalan berarti
bahwa perusahaan memberikan janji-janjinya tentang penyediaan,
penyelesaian masalah dan harga.Apabila dikaitkan dengan bidang usaha
jasa ritel, maka karyawan yang handal adalah karyawan yang selalu
memberikan pelayanan maksimal dan membantu memenuhi kebutuhan
yang di cari konsumen dengan cepat dan tepat.
2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesadaran dan keinginan untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Dimensi ini
menekankan pada perhatian dan ketepatan ketika berurusan dengan
permintaan, pertanyaan, dan keluhan pelanggan.Bila dikaitkan dalam
bidang jasa ritel maka sebagai contohnya konsumen tidak harus
menunggu pelayanan yang lama dan kecepatan dalam menangani keluhan
dari konsumen.
3. Assurance (kepastian) yaitu pengetahuan, sopan santun, dan
kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan.
Dimensi ini mungkin akan sangat penting pada jasa layanan yang
memerlukan tingkat kepercayaan cukup tinggi dimana pelanggan akan
merasa aman dan terjamin. Contohnya seperti bank, asuransi, obat-obatan
dan broker.
4. Empathy (empati) yaitu kepedulian dan perhatian secara pribadi yang
diberikan kepada pelanggan. Inti dari dimensi empati adalah
menunjukkan kepada pelanggan melalui layanan yang diberikan bahwa
pelanggan itu special, dan kebutuhan mereka dapat dipahami.
5. Tangible (berwujud), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan,
pegawai, dan material yang dipasang. Dimensi ini menggambarkan wujud
secara fisik dan layanan yang akan diterima oleh konsumen. Oleh karena
itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan impresi yang positif
terhadap kualitas layanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan
harapan pelanggan yang terlalu tinggi.Hal ini meliputi lingkungan fisik
seperti exterior dan interior bangunan, penampilan personil yang rapi dan
menarik saat memberikan jasa. Contohnya dalam usaha ritel, maka
karyawannya memakai seragam yang rapi dan seluruh peralatan atau asset
pendukung seperti meja dan kursi sitting areatertata dengan rapi dan
bersih, rak penjualan bersih dan tertata rapi beserta poduct yang dijual,
kebersihan toilet, dan area sales penjualan yang bersih, wangi, dan suhu
ruangan dingin

Definisi Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapakan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan, Tjiptono (2011:59).Jadi dapat diambil kesimpulan segala bentuk
aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan harus sesuai dengan ekspetasi serta
meningkatkan keunggulan suatu pelayanan untuk memenuhi keinginan dan
harapan serta kepuasan pelanggan. Kualitas atau mutu dalam industri jasa
pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang
berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya
sama dengan yang diingkan dan diharapkan oleh konsumen, Tjiptono dalam
Sunyoto (2012).“Mutu pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan konsumen, yaitu adanya kesesuaian antara harapan
dengan persepsi manajemen, adanya kesesuaian antara persepsi atas harapan
konsumen dengan standar kerja karyawan, adanya kesesuaian antara standar
kerja karyawan dengan pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang
dijanjikan dan adanya kesesuaian antara pelayanan yang diterima dengan
yang diharapkan dengan konsumen”. Menurut Sunyoto (2012).
Berdasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan merupakan suatu penyajian produk atau jasa yang sesuai dengan
standar perusahaan dan diupayakan dalam penyampaian produk dan jasa
tersebut sama dengan apa yang diharapkan konsumen atau bahkan melebihi
ekspetasi kosumen.
Gummeson yang dikutip oleh Tjiptono (2012:201) mengidentifikasi sumber
kualitas yang menentukan kualitas pelayanan yaitu:
1. Production Quality
Menjelaskan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh kerjasama antara
departemen produksi/operasi dan departemen pemasaran.
1. Delivery Quality
Menjelaskan bahwa kualitas pelayanan dapat ditentukan oleh janji
perusahaan terhadap konsumen.
2. Desain Quality
Menjelaskan bahwa kualitas pelayanan ditentukan sejak pertama kali
jasatersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
3. Relationship Quality
Menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh relasi
professionaldan sosial antara perusahaan dan stakeholder (konsumen,
pemasok,perantara, pemerintah, dan karyawan)

Karakteristik Pelayanan

Kotler (2013:37) mengemukakan bahwa jasa atau layanan memiliki
empat karakteristik utama yaitu:
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa atau layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila
barang merupakan suatu objek, benda, material yang bisa dilihat, disentuh
dan dirasadengan panca indra, maka jasa atau layanan justru merupakan
suatu perbuatan,tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau
usaha yang sifatnyaabstrak. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa/layanan
cenderung hanya dapatdikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (nonownership).Jasa juga bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang
konsumen jasa tidak dapat menilaihasil dari sebuah jasa sebelum ia
mengalami atau mengkonsumsinya sendiri.
2. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, barudi
konsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian
diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Interaksi
antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran
jasa layanan bersangkutan. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari
jasa/layanan bersangkutan. Hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan
ini,efektivitas staff layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses
tidaknya jasa atau layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan
organisasi dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja,
system kompensansi, pelatihan, dan pengembangan karyawan secara efektif.
3. Variability
Layanan sangat bervariasi. Kualitas tergantung pada siapa yang
menyediakanmereka dan kapan dan dimana kualitas layanan disediakan.Ada
beberapa penyebab variabilitas layanan dimana jasa diproduksi dan
dikonsumsi secara bersama-sama sehingga membatasi kontrol kualitas.
Permintaan yang tidak tetap membuat sulit untuk memberikan produk yang
konsisten dan tetapselama permintaan tersebut berada dipuncak. Tingginya
tingkat kontak antara penyedia layanan dan tamu, berarti bahwa konsistensi
produk tergantung pada kemampuan penyedia layanan dan kinerja pada saat
yang sama. Seorang tamudapat menerima pelayanan yang sangat baik
selama satu hari dan mendapatpelayanan dari orang yang sama keesokan
harinya.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Perishability berarti bahwa jasa atau layanan adalah komoditas yang
tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu
yang akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan. Permintaan jasa juga
bersifatfluktuasi dan berubah, dampaknya perusahaan jasa seringkali
mengalamimasalah sulit.Oleh karena itu perusahaan jasa merancang strategi
agar lebih baik dalam menjalankan usahanya dengan menyesuaikan
permintaan dan penawaran.
Leonard L.Berry dikutip oleh Tjiptono dalam Sunyoto (2012)
mengemukakan ada 3(tiga) karakteristik pelayanan, yaitu:
1. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible
than tangible)
2. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu ( simultaneous production
and consumption).
3. Kurang memiliki standart dan keseragaman (less standardized and
uniform)

Definisi Pelayanan

Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan
persaingan yang sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan
pelanggan. Pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan
perusahaan supaya mampu bertahan dan tetap mendapatkan kepercayaan
pelanggan. Pelayanan merupakan segala kegiatan yang dibutuhkan untuk
menerima, memproses menyampaikan, dan memenuhi pesanan pelanggan
untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan, Payne
(2008:219). Kualitas layanan suatu perusahaan haruslah terus dipertahankan
dan ditingkatkan karena pelanggan mengharapkan mendapat suatu pelayanan
yang baik bahkan melebihi yang mereka harapkan sehingga pelanggan akan
puas terhadap perusahaan jasa tersebut.
Aktivitas, manfaat maupun kepuasan merupakan bentuk pelayanan
yang pada dasarnya tidak berwujud. Pelayanan merupakan proses yang
terdiri atas serangkaian aktivitas intangible (tidak berwujud) yang biasanya
(namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara konsumen dengan
karyawan jasa, sumber daya fisik, barang, atau sistem penyedia jasa yang
disediakan sebagai solusi atas masalah konsumen. Hal ini diungkapkan
Gronroos yang dikutip oleh Tjiptono (2011:17). Dari definisi ini, dapat
dikatakan bahwa pelayanan merupakan aktivitas yang diberikan kepada
konsumen dan pada dasarnya tidak berwujud, disediakan sebagai solusi atau
masalah konsumen.Layanan merupakan kegiatan yang ditawarkan oleh
penyedia jasa kepada konsumen, bisa berupa benda dan objek lainnya,
layanan adalah kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak
kepada pihak lain, hal ini ditulis oleh Lovelock dan Wirtz (2011:37).
Seringkali berbasis waktu, kinerja membawa hasil yang diingkan ke
penerima, benda atau asset lainnya adalah tanggung jawab pembeli.
Terdapat beberapa pengertian jasa di antaranya adalah jasa itu
sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) proses – proses, dan unjuk kerja
yang yang intangible, Sunyoto (2012).Jasa dari sisi penjualan dan konsumsi
secara kontras dengan barang. Barang adalah suatu objek yang tangible yang
dapat diciptakan dan dijual atau digunakan setelah selang waktu tertentu.Jasa
adalah intangible (seperti kenyamanan, hiburan, kecepatan, kesenangan, dan
kesehatan) dan perishable (jasa tidak mungkin disimpan sebagai persediaan
yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan) jasa diciptakan dan
dikonsumsi secara simultan. Dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara
pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak – pihak yang terlibat
tidak selalu menyadari, Sunyoto (2012). Jasa juga bukan merupakan barang,
akan tetapi jasa adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas – aktivitas
tersebut tidak terwujud.Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa jasa merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan kepada pihak lain
dalam waktu itu juga karena jasa tidak dapat disimpan dan tidak berwujud

Manfaat Kualitas

Menurut Edvarsdsson dalam buku Tjiptono dan Chandra (2011:171-
173), produktivitas biasanya selalu dikaitkan dengan kualitas dan
profitabilitas. Meskipun demikian ketiga konsep tersebut memiliki
penekanan yang berbeda-beda:
1. Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya, yang
seringkali diikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi modal. Fokus
utamanya terletak pada produksi/operasi.
2. Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan.
Fokusutamanya adalah customer utility.
3. Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasil
(uncome),biaya, dan modal yang digunakan.
Perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan
kualitasyang bersifat customer – driven yang akan memberikan keunggulan
harga dan customer value. Customer value merupakan kombinasi dari
manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan
suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu.Jika kualitas yang
dihasilkan superior dan pangsa pasar yangdimiliki besar, maka
profitabilitasnya terjamin.
Manfaat superior meliputi:
1. Loyalitas pelanggan yang besar
2. Pangsa pasar lebih besar
3. Harga saham yang lebih tinggi
4. Harga jual produk / jasa lebih tinggi
5. Produkvitas yang lebih besar

Definisi Kualitas

Definisi kualitas sendiri adalah “Quality is the totality of features and
characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated
or implied needs”, Kotler dan Keller (2009, p.169). Dari penjelasan di atas
bisa disimpulkan bahwa kualitas adalah keseluruhan dari fitur dan
karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh
pelanggan, Wijaya (2011:11).Artinya, kualitas didasarkan pada pengalaman
aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau jasa yang diukur
berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut

Indikator fasilitas

Menurut Tjiptono (2014, h.318) indikator fasilitas ada enam, yaitu :
1. Pertimbangan/perencanaan spasial
2. Perencanaan ruangan
3. Perlengkapan/perabotan
4.Tata cahaya dan warna
5. Pesan-pesan yang disampaikan secara grafis
6. Dan unsur pendukung

Definisi Fasilitas

Fasilitas adalah segala sesuatu yang berupa benda maupun uang yang
dapat memudahkan serta memperlancar pelaksanaan suatu usaha(Sam :
2012). Fasilitas merupakan penampilan,kemampuan sarana prasarana dan
keadaan lingkungan sekitarnya dalam menunjukkan eksistensinya kepada
eksternal yang meliputi fasilitas fisik(gedung) perlengkapan dan peralatan.
Yang termasuk fasilitas dapat berupa alat, benda-benda, perlengkapan, uang,
ruang tempat kerja, Menurut Lupioadi dkk. (2008).
Dalam organisasi perusahaan baik jasa maupun produk, banyak hal
yang harus diperhatikan. Salah satu faktor yang menjadi perhatian pimpinan
organisasi perusahaan adalah fasilitas. Fasilitas merupakan salah satu bagian
penting dalam organisasi baik organisasi komersial maupun organisasi
nonkomersial. Fasilitas adalah segala sesuatu yangdapat mempermudah
upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan (Zakiah
Daradjat). Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan
memperlancar pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda-benda maupun
uang(Suryo Subroto). Lebih luas lagi tentang pengertian fasilitas, fasilitas
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan,
memperlancar pelaksanaan suatu usaha (Suhaisimi Arikonto). Fasilitas juga
merupakan alat untuk membedakan antara perusahaan yang satu dari pesaing
yang lainnya(Supriyanto 2012). Untuk menunjang aktivitas perusahaan,
maka dibutuhkan berbagai jenis dan bentuk fasilitas untuk memperlancar
kerjadi suatu perusahaan. Semakin kompleks dan rumit proses kerja, maka
fasilitas kerja yang digunakan menjadi semakin banyak dan kompleks juga.
Dalam fasilitas kerja terdapat berbagai karekteristik(Lupioadi 2008).
Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan fisik untuk memberikan
kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas, sehingga
kebutuhan-kebutuhan pengunjung dapat terpenuhi selama melakukan
aktivitas, Menurut Sulastiyono (2011:98).Fasilitas merupakan segala sesuatu
yang sengaja disediakan oleh penyedia jasa untuk dipakai serta dinikmati
oleh konsumen untuk bertujuan memberikan tingkat kepuasan yang
maksimal. Fasilitas merupakan segala sesuatu yang bersifat peralatan fisik
disediakan oleh pihak penjual jasa untuk mendukung kenyamanan konsumen
(Kotler, 2009 :45).
Fasilitas merupakan sumber daya fisik yang harus ada sebelum suatu
jasa di tawarkan kepada konsumen, Menurut tjiptono(2014, h.317). Fasilitas
merupakan sesuatu yang penting dalam usaha jasa, oleh karena itu fasilitas
yang ada yaitu kondisi fasilitas, design interior dan eksterior serta
kebersihan harus di pertimbangkan terutama yang berkaitan erat dengan apa
yang dirasakan konsumen secara langsung. Persepsi yang diperoleh dari
interaksi pelanggan dengan fasilitas jasa berpengaruh terhadap kualitas jasa
tersebut dimata konsumen.

Strategi Bauran Promosi

Berdasarkan buku Prinsip-Prinsip Pemasaran,Kotler dan Armstrong
(2008:137 )pemasar dapat memilih dari dua strategi bauran promosi dasar
yaitu promosi dorong dan promosi tarik. Strategi dorong lebih melibatkan
untuk “mendorong” produk melalui sarana pemasaran kepada konsumen
akhir. Penjualan personal dan promosi dagang termasuk dalam strategi
dorong ini. Sedangkan untuk strategi tarik, produsen mengarahkan kegiatan
promosinya kepada konsumen akhir untuk membujukmereka agar membeli
produk. Iklan dan promosi konsumen termasuk dalam strategi tarik ini. Jadi
dapat ditarik kesimpulan, apabila strategi tarik iniefektif dan berjalan sesuai
rencana, maka konsumen akan meminta produkdari anggota saluran, yang
kemudian meminta produk dari produsen. Dalam hal merancang strategi
bauran promosi, perusahaan mempertimbangkan banyak faktor ketika
merancang strategi bauran promosi mereka, termasuk jenis produk/pasar.
Setelah menetapkan anggaran dan bauran promosi adabeberapa langkah
untuk mengintegrasikan bauran promosi, yaitu :
1. Menganalisis tren secara internal dan eskternal yang dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melaksanakan suatu
bisnis
2. Mengaudit saku pembelanjaan komunikasi keseluruhan organisasi
3. Mengenali semua titik sentuh pelanggan untuk perusahaan dan
mereknya
4. Membentuk tim dalam perencanaan komunikasi
5. Menciptakan tema nuansa, dan kualitas yang cocok, pada semua media
komunikasi
6. Menciptakan ukuran kinerja yang berlaku bagi semua elemen
komunikasi
7. Menunjuk seorang direktur yang bertanggung jawab atas
usahakomunikas

Jenis-Jenis Promosi

Lima sarana promosi utama menurut Kotler dan Amstrong (2008:117)
adalah :
1. Periklanan (advertising)
Semua bentuk terbayar presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang,
atau jasa dengan sponsor tertentu.Tujuan periklanan adalah tugas
komunikasi tertentu yang dicapai dengan pemirsa sasaran tertentu selama
periode waktu tertentu, Menurut Kotler dan Amstrong (2008:151).Tujuan
dari periklanan itu bisa di golongkan berdasarkan tujuan utama yaitu
menginformasikan, membujuk, atau mengingatkan. Periklanan yang
informatif sering digunakan ketika perusahaan mencoba untuk
memperkenalkan kategori produk baru. Dalam hal ini, tujuannya adalah
membangun permintaan utama. Beberapa periklanan persuasif atau
periklanan yang membujuk menjadi periklanan yang komparatif, dimana
perusahaan secara langsung atau tidak langsung membandingkan mereknya
dengan competitor.Dan yang terakhir, periklanan pengingat membantu
memelihara hubungan pelanggan dan membuat konsumen terus memikirkan
produk tersebut.
2. Promosi penjualan ( sales promotion )
Insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan
produk atau jasa. Menurut Kotler dan Armstrong ( 2008:206 ) banyak sarana
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan penjualan, yaitu:
2.1 Alat promosi konsumen
Meliputi sampel produk, kupon, pengembalian tunai, harga khusus,
premi, barang khusus iklan, undian, serta permainan.
2.2 Alat promosi dagang
Membujuk penjual perantara untuk menjual merek, memberikan
ruang rak, mempromosikan merek itu dalam iklan, dan pada akhirnya
menawarkannya kepada konsumen.Beberapa alat promosi dagang yang
biasanya di gunakan oleh produsen adalah kontes, diskon langsung dari
harga resmi, barang-barang gratis yang berupa kemasan ekstra yang
ditujukan kepada penjual perantara yang membeli kuantitas tertentu.
2.3 Alat promosi bisnis
Alat promosi penjualan yang digunakan untuk menghasilkan arahan
bisnis, mendorong pembelian, menghargai pelanggan, dan memotivasi
wiraniaga. Disini perusahaan memfokuskan diri pada dua alat tambahan
promosi bisnis utama yaitu konvensi dan pameran dagang.Perusahaan
yang menjual produk mereka memperlihatkan produk mereka di pameran
dagang.
3. Hubungan masyarakat (public relations)
Membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan untuk
mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang
baik, dan menangani atau menghadapi rumor, berita,dan kejadian yang tidak
menyenangkan. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:169) departemen
hubungan masyarakat bisa melaksanakan satu atau semua fungsi berikut :
3.1 Hubungan pers : menciptakan dan menempatkan informasi berharga
di media berita untuk menarik perhatian pada seseorang, produk atau
jasa
3.2 Publisitas produk : mempublikasikan produk tertentu
3.3 Kegiatan masyarakat : membangun dan mempertahankanhubungan
nasional dan komunitas lokal
3.4 Melobi : membangun dan mempertahankan hubungan dengan
pembuat peraturan
3.5 Hubungan investor : mempertahankan hubungan dengan pemegang
saham dan pihak lainnya dalam komunitas keuangan
3.6 Pengembangan : hubungan masyarakat dengan donor atau anggota
organisasi untuk mendapatkan dukungan financial.
4. Penjualan personal ( personal selling )
Presentasi pribadi oleh wiraniaga perusahaan untuk tujuan
menghasilkan penjualan dan membangun hubungan pelanggan.Penjualan
personal adalah salah satu profesi yang paling tua di dunia. Orang-orang
yang melakukan penjualan mendapat banyak sebutan yaitu wiraniaga,
manajer distrik, account executive, agen, konsultan penjualan, dll. Menurut
Kotler dan Armstrong (2008:182). Banyak perusahaan menggunakan
penjualan personal karena dapat berfungsi sebagai jembatan antara
perusahaan dan pelanggannya.Dalam banyak kasus, penjualan personal
mewakili dua majikan yaitu penjual dan pembeli.
5. Pemasaran langsung ( direct marketing)
Hubungan langsung dengan konsumen individual yang ditargetkan
secaracermat untuk memperoleh respons segera dan membangun hubungan
pelanggan yang langgeng. Penggunaan surat langsung, telepon, televisi,
respons langsung, e-mail, Internet, dan sarana lain untuk berkomunikasi
secara langsung dengan konsumen tertentu. Menurut Kotler dan Armstrong
(2008:222) terdapat dua manfaat dari pemasaran langsung baik dari pihak
pembeli maupun pihak penjual. Bagi pembeli, pemasaran langsung bersifat
menyenangkan, mudah dan pribadi. Pembeli bisnis bisa belajar mengenai
produk dan jasa tanpa terikat waktu dengan siwiraniaga. Pemasaran
langsung bersifat interaktif dan segera, dimana pembeli dapat berinteraksi
dengan penjual melalui telepon atau di situs Web penjual untuk menciptakan
informasi yang tepat.Bagi penjual pemasaran langsung merupakan sarana
yang kuat untuk membangun hubungan pelanggan. Dengan menggunakan
database pemasaran, pemasar mampu untuk menargetkan kelompok
individual kecil dan mempromosikan produk mereka secara pribadi. Selain
itu pemasaran langsung juga menawarkan alternatif biaya yang rendah,
efisien dan cepat untuk menjangkau pasar dari si penjual.

Tujuan Promosi Penjualan

Tujuan promosi menurut Kotler dan Amstrong (2008:205) yaitu :
1. Mendorong pembelian pelanggan jangka pendek atau meningkatkan
hubungan pelanggan jangka panjang
2. Mendorong pengecer menjual barang baru dan menyediakan lebih
banyak persediaan
3. Mengiklankan produk perusahaan dan memberikan ruang rak yang
lebih banyak
4. Untuk tenaga penjualan, berguna untuk mendapatkan lebih banyak
dukungan tenaga penjualan bagi produk lama atau baru atau
mendorong wiraniaga mendapatkan pelanggan baru.
Dapat disimpulkan tujuan kegiatan promosi yang di lakukan berfungsi
untuk menyebarluaskan informasi dan mendapatkan perhatian, menciptakan
dan menumbuhkan keinginan konsumen untuk membeli produk yang di
tawarkan, oleh sebab itu harus diusahakan bagaimana mempengaruhi
berfikir konsumen akhir meyakinkan pembeli. Sedangkan kata promosi
harus baik dan menarik, sehingga memberi kesan bahwa pembeli tidak
menghendaki produk yang lain selain produk yang di tawarkan kepadanya.

Promosi

Promosi adalah arus informasi atau persuasif satu arah yang dibuat untuk
mengarah seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran
dalam pemasaran. Promosi merupakan fungsi komunikasi dari perusahaan yang
bertanggung jawab menginformasikan dan membujuk/mengajak pembeli, Babin
(2011: 27). Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran. Promosi merupakan cara khusus dari iklan pribadi, promosi penjualan
dan hubungan masyarakat yang dipergunakan perusahaan untuk tujuan iklan dan
pemasarannya. Hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang
dimaksut dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk dan mengingatkan pasar sasaran
atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada
produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan, Tjiptono(2008:219). “Bauran
promosi (promotion mix) juga disebut bauran komunikasi pemasaran (marketing
communication mix) perusahaan merupakan paduan spesifik iklan, promosi penjualan,
hubungan masyarakat, penjualan personal, dan sarana pemasaran langsung yang
digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif
dan membangun hubungan pelanggan.”
Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat
penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk(Hamdani dalam
Sunyoto, 2013: 19). Dengan kegiatan promosi yang dilakukan, perusahaan akan
berusaha membujuk calon konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu produk
atau jasa yang di tawarkan, dalam hal ini perusahaan melakukan komunikasi dengan
konsumen. Promosi diperlukan untuk memperkenalkan, memberikan informasi, serta
membentuk image dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan

Pengaruh kepuasaan pelanggan

Bagi perusahaan yang berpusat kepada konsumen, kepuasaan
konsumen merupakan tujuan dan sarana pemasaran, dewasa ini perusahaan
harus lebih baik lagi memperhatikan tingkat kepuasaan konsumennya
karena internet menyediakan sarana bagi konsumen untuk menyebarkan
berita buruk dengan cepat dan juga berita baik ke seluruh dunia, Kotler
(2009). Dengan menggambarkan kejadiaan dan tindakan yang salah atau
tidak benar yang dilakukan oleh perusahaan, hal ini akan mendorong
ketidakpuasaan dan protes dari konsumen. Perusahaan yang meraih
peringkat kepuasaan konsumen yang tinggi memastikan pasar sasaran
mereka mengetahuinya.Setelah peringkat kepuasaan tersebut diketahui,
maka pelanggan juga akan merasakan tingkat kepuasaan yang lebih lagi.
Terciptanya kepuasaan konsumen dapat memberikan beberapa
manfaat, diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan
jadi lebih harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan
terciptanya loyalitas konsumen dan membentuk suatu rekomendasi dari
mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan
jadi lebih baik dimata konsumen, dan laba yang di peroleh menjadi
meningkat.

Mengukur Kepuasan Konsumen

Tingkat kepuasaan konsumen selalu didasarkan pada upaya peniadaan
atau paling sedikit upaya penyempitan gap antara keadaan yang diinginkan
dalam hal ini berarti harapan dengan keadaan yang dihadapi (perceived).
Menurut Kotler dan Keller (2009), terdapat sejumlah metode untuk
mengukur tinggi tidaknya kepuasaan konsumen terhadap suatu perusahaan.
Beberapa metode yang dapat dilakukan dengan mudah antara lain adalah
survey berkala, mengamati tingkat kehilangan konsumen, dan
mempekerjakan konsumen misterius.
1. Survey berkala
Survey berkala mampu melacak kepuasaan konsumen secara langsung
dan juga mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat pembelian
kembali dan kemungkinan atau kesediaan responden untuk
merekomendasikan suatu perusahaan dan merek kepada orang lain.
2. Tingkat kehilangan konsumen
Pengukuran tingkat kehilangan konsumen dapat dilakukan dengan
mengamati secara langsung kepada konsumen yang merupakan konsumen
tetap.Pencegahan yang dapat dilakukan kepada konsumen yang tidak lagi
datang ke perusahaan kita adalah dengan menghubungi konsumen tersebut.
3. Konsumen misterius
Konsumen misterius merupakan seseorang yang berperan sebagai
pembeli potensial dan melaporkan titik kuat dan titik lemah yang di
alaminya dalam berbelanja produk di perusahaan tersebut ataupun saat
berbelanja di perusahaan competitor.
Teknik pengukuran kepuasaan pelanggan harus dilakukan oleh setiap
perusahaan, bahkan bukan hanya oleh perusahaan sendiri, melainkan di
perusahaan competitor juga. Hal ini disebabkan oleh karena walaupun
perusahaan kita memiliki tingkat kepuasaan pelanggan sebanyak 80%, hal
tersebut tidak akan baik apabila tingkat kepuasaan konsumen perusahaan
pesaing 90%.

Dimensi Kepuasan Konsumen

Hal yang dapat mempengaruhi kepuasaan konsumen dapat dilihat dari
ukuran atau dimensi kepuasaan konsumen menurut kotler (2011), yaitu :
1. Tetap setia
Konsumen yang cenderung terpaksa akan menjadi setia atau loyal.
Konsumen yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan
mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama.
2. Membeli produk yang di tawarkan
Keinginan untuk membeli produk atau makanan lain yang di tawarkan
karena adanya keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan
menghindari pengalaman yang buruk.
3. Merekomendasikan produk
Kepuasan merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi dari
mulut ke mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif. Hal ini
dapat berupa rekomendasi kepada calon konsumen yang lain dan
mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan yang
menyediakan produk.
4. Bersedia membayar lebih
Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai patokan kepuasaan,
ketika harga lebih tinggi konsumen cenderung berfikir kualitas menjadi lebih
tinggi juga.
5. Memberi masukan
Walaupun kepuasan sudah tercapai, konsumen selalu menginginkan
yang lebih lagi, maka konsumen akan memberi masukan atau saran agar
keinginan mereka dapat tercapai

Kepuasan Konsumen

Dalam memenuhi kepuasan konsumen, perusahaan memang di tuntut
kejeliannya untuk mengetahui pergeseran kebutuhan dan keinginan konsumen yang
hampir setiap saat berubah. Pembeli akan bergerak setelah membentuk persepsi
terhadap nilai penawaran dibandingkan dengan harapannya.
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan (kinerja atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya,
Menurut Kotler dalam buku sunyoto (2013, p.35). Konsumen dapat mengalami salah
satu dari tiga tingkat kepuasaan umum yaitu kalau kinerja di bawah harapan,
konsumen akan merasa kecewa tetapi jika kinerja sesuai dengan harapan pelanggan
akan merasa puas dan apabila kinerja bisa melebihi harapan maka pelanggan akan
merasakan sangat puas senang atau gembira. Banyak tokoh yang mendefinisikan
tentang kepuasan konsumen, kepuasan konsumen adalah respon atau reaksi terhadap
ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja actual yang
dirasakansetelah penggunaan atau pemakaian, menurut Rangkuti (2011:31).
Kepuasan pelanggan adalah, “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or
disappointmen that result from comparing a product’s perceived performance (or
outcome) to their expectations”.menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.104).
Menurutnya kepuasaan didefinisikan sebagai perasaan pelanggan yang puas atau
kecewa yang dihasilkan dari membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk
(atau hasil) dengan ekspektasi pelanggan. Dari penjelasan teori diatas, maka kunci
untuk memberikan kepuasaan pada konsumen adalah berusaha mengetahui terlebih
dahulu apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Pada dasarnya, kepuasan
dan ketidakpuasan konsumen atas produk atau jasa akan berpengaruh pada pola
perilaku selanjutnya (Lupiyoadi, 2013:231). Apabila konsumen merasa puas, mereka
akan memnunjukkan besarnya kemungkinan kembali membeli produk atau jasa yang
sama. Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik
atas produk atau jasa yang telah mereka gunakan kepada orang lain.

Empat Tahap Loyalitas

Loyalitas dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu (Oliver, 1997):
a. Cognitive Loyalty.
Konsumen mengetahui semua basis informasi yang tersedia mengenai
segala hal yang menyangkut merek dan keuntungan yang didapat.
b. Affective Loyalty.
Konsumen berencana akan mengulangi membeli suatu produk atau jasa
yang sama.
c. Conative Loyalty.
Konsumen memiliki keinginan yang kuat dan memiliki keterlibatan yang
tinggi sebagai motivasi untuk membeli kembali produk atau jasa yang
sama.
d. Action Loyalty.
Loyalitas dapat bertahan dengan tidak hanya melalui motivasi yang kuat
tetapi juga karena adanya keinginan untuk terus melakukan segala hal
yang mungkin untuk terus membeli produk dengan merek yang
dipercayainya.

Empat Kategori Loyalitas

Dick & Basu (1994) membuat sebuah tabel silang yang membagi loyalitas
pelanggan ke dalam empat kategori yaitu:
a. Loyalty.
b. Latent Loyalty.
c. Spurious Loyalty.
d. No Loyalty.
Latent loyalty terjadi ketika perilaku loyal tidak/kurang terlihat walaupun
relative loyalty tinggi. Hal ini bisa diakibatkan oleh berbagai hal antara lain:
norma sosial, orientasi pelanggan terhadap harga, maupun upaya untuk mencegah
pelanggan untuk beralih.
Spurious loyalty merupakan keadaan dimana pelanggan melakukan
pembelian berulang (behavior loyalty tinggi) namun tidak memiliki dukungan
sikap yang kuat terhadap produk. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal antara
lain: kemiripan, terikat kontrak, atau ketidakadaan pesaing atau penyedia alternatif
lainnya.
No loyalty merujuk kepada keadaan dimana pelanggan memiliki sikap
relatif (relative attitude) yang rendah dan tidak adanya perilaku loyal (behavioral
loyalty).
Tujuan dari organisasi mencapai pelanggan yang loyal yang berada pada
bagian kategori loyalty. Organisasi ingin memiliki pelanggan yang memiliki
dukungan sikap yang kuat terhadap produk bukan hanya berdasarkan harga,
kontrak ataupun ketidakadaan pesaing

Pengukuran Loyalitas

Dick & Basu (1994) mengatakan bahwa pengukuran terhadap loyalitas
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kategori berikut:
a. Pengukuran perilaku/behavioral (berdasarkan perilaku kasat mata atau
pengakuan terhadap perilaku dimasa lalu).
b. Pengukuran sikap/attitudinal (berdasarkan pernyataan-pernyataan
preferensi tindakan yang mungkin dilakukan).
Pendekatan behavioral memfokuskan pada pengamatan loyalitas melalui
perilaku seperti repeated buying, dan tidak menghiraukan proses kognitif yang
sebetulnya mendasari perilaku tersebut; pendekatan sikap memfokuskan pada
sikap, dimana brand loyalty dianggap suatu komitmen psikologis sehingga aspek
perilaku yang mengikutinya dapat diabaikan (Dick & Basu, 1994).
Jadi untuk mengukur loyalitas tidak hanya berdasarkan perilaku saja tetapi
juga memperhatikan sikap karena sikap tersebut mendasari terjadinya perilaku
pelanggan. Oleh karena itu pengukuran loyalitas dapat diukur dengan
menggunakan pendekatan yang memperhatikan pendekatan behavioral dan
pendekatan attitudinal.

Empat Keadaan dari Loyalty Customer

Nordman (2004) mendefinisikan empat keadaan dari loyalty customer.
Empat keadaan tersebut adalah:
a. Total behavioral loyalty.
b. Partial behavioral loyalty.
c. Partial behavioral disloyalty.
d. Total behavioral disloyalty.
Total behavioral loyalty didefinisikan sebagai penggunaan servis dari satu
penyedia jasa yang eksklusif secara kontinu. Total behavioral loyalty ini ditandai
dengan keberadaan kontrak servis yang mengatur segala servis yang digunakan
oleh pelanggan.
Partial behavioral loyalty didefinisikan sebagai penggunaan yang kontinu
dari sebagian (bukan semua) servis yang pernah diterima dari satu penyedia jasa.
Partial behavioral loyalty ini ditandai dengan keberadaan setidaknya satu kontrak
servis yang masih aktif walaupun satu atau lebih kontrak lain telah dibatalkan.
Partial behavioral disloyalty didefinisikan sebagai penghentian
penggunaan dari sebagian (bukan semua) servis yang pernah diterima dari satu
penyedia jasa. Partial behavioral disloyalty ini ditandai dengan keberadaan satu
atau lebih kontrak yang dihentikan atau diputus dan adanya pembelian servis dari
penyedia jasa yang berbeda.
Total behavioral disloyalty didefinisikan sebagai penghentian keseluruhan
servis yang pernah diterima dari satu penyedia jasa. Total behavioral disloyalty
ditandai dengan adanya pemutusan terhadap seluruh kontrak yang pernah dibuat.

Loyalitas (Loyalty)

Loyalitas konsumen adalah sebuah komitmen mendalam yang dipegang
teguh untuk melakukan pembelian berulang terhadap sebuah produk atau jasa
secara konsisten di masa yang akan datang, walaupun terdapat pengaruh-pengaruh
situasional dan usaha-usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan perilaku
berpindah (Oliver, 1997).
Dick & Basu (1994) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai hubungan
antara relative attitude dan repeat patronage. Loyalitas merujuk pada sebuah
sikap atau perilaku yang favorable terhadap sebuah merek dengan tambahan
melakukan pembelian yang berulang (Day, 1969).
Pendapat lain yang dikemukakan Jarvis & Wilcox (1977) mendefinisikan
loyalitas sebagai sebuah situasi dimana perilaku pembelian berulang ditemukan
berjalan bersama dengan ikatan secara psikologi (Jarvis & Wilcox, 1977); dan
intensi-intensi dan perilaku-perilaku untuk melakukan pembelian berulang (Peter
& Olson, 1990).
Jadi loyalitas adalah sebuah sikap favorable terhadap sebuah produk atau
jasa sehingga terjadi pembelian berulang secara konsisten di masa yang akan
datang dan mencegah pelanggan untuk beralih kepada produk atau jasa lainnya.
Morgan and Hunt (1994) dan Bendapudi and Berry (1997) mengemukakan
dua pendekatan dan menegaskan pentingnya menggunakan kedua perspektif
dalam mempelajari loyalitas. Dua pendekatan di dalam mempelajari hubungan
dan loyalitas pihak yang berhubungan yaitu:
a. Pendekatan ekonomi yakni melihat dari sisi cost dan benefit dari
keputusan untuk loyal/disloyal.
b. Pendekatan psikologis yakni melihat dari sisi kepuasan dan komitmen.

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Komitmen

Menurut Morgan & Hunt (1994) ada beberapa variabel yang
mempengaruhi komitmen, yaitu:
a. Pilihan produk (product choice).
b. Kemiripan produk (product familiarity).
c. Persepsi akan resiko (perceived risk).
d. Cost of switching.
e. Sunk cost.
Pilihan produk (product choice) berbicara mengenai jumlah alternatif yang
dimiliki oleh pelanggan. Menurut Alonso (2000), semakin banyak pilihan yang
mungkin terjadi, maka semakin tinggi tingkat kompleksitas dalam pemilihan
merek. Sehingga semakin banyak pilihan akan menyebabkan kemungkinan para
pelanggan untuk berkomitmen terhadap sebuah merek menjadi lebih kecil.
Kemiripan produk (product familiarity) menurut Alonso (2000) merujuk
pada tingkat pengetahuan yang dimiliki tentang suatu produk atau jasa. Asosiasi
yang menyiratkan hubungan antara kemiripan produk dan komitmen bahwa
kemiripan produk membuat pelanggan menjadi lebih tidak sensitif terhadap harga.
Perceived risk, diungkapkan oleh Erdem (1998), berbicara mengenai
kemungkinan para pelanggan mendapatkan sebuah produk atau jasa yang
berkualitas rendah. Hal ini disebabkan karena kekurangan informasi akan suatu
produk atau jasa karena beberapa atribut tidak benar-benar diungkapkan kepada
pelanggan sejak pertama kali.
Switching cost merupakan biaya dari modifikasi sebuah infrastruktur yang
telah ada. Shapiro & Varian (1998) menyatakan bahwa cara-cara untuk
mempertahankan para pelanggan adalah dengan meningkatkan switching cost.
Sunk cost merupakan biaya-biaya dari kehilangan investasi yang aktual.
Alonso (2000) berpendapat bahwa para pelanggan yang mengalami sunk cost
cenderung untuk mempersepsikan kualitas yang lebih baik pada pilihan aktual
mereka dan lebih berkomitmen pada hal tersebut

Penyebab Terjadinya Komitmen

Amine (1998) menghipotesiskan bahwa ada dua penyebab terjadinya
sebuah komitmen, yaitu:
a. Motif-motif kognitif (cognitive motives).
Motif-motif kognitif yang dimaksud seperti perceived risk atau
perceived variations dalam performa di antara merek-merek yang
bersaing. Proses kognitif memungkinkan para pelanggan untuk
mempertahankan perilaku pembelian secara konsisten selama
keuntungan-keuntungan yang menempel pada merek melebihi biaya
berpindah ke merek lainnya.
b. Alasan-alasan afektif (affective reasons).
Alasan-alasan afektif yang dimaksud seperti attachment atau perasaanperasaan emosional terhadap suatu merek. Proses afektif
memungkinkan para pelanggan untuk mempertahankan hubungan
dengan suatu merek, produk atau perusahaan dengan dasar affective
attachment kepada hal tersebut. Tujuan dari proses afektif adalah
untuk mengurangi kecenderungan para pelanggan untuk mensubstitusi
kepada merek lain dari merek yang biasa

Tiga Komponen Komitmen

Gundlach, Achrol & Mentzer (1995) berargumen bahwa komitmen
mempunyai tiga buah komponen, yaitu:
a. Sebuah komponen instrumental dimana hal tersebut merupakan sebuah
bentuk dari investasi.
b. Sebuah komponen attitudinal yang mungkin dapat dijelaskan sebagai
affective commitment atau psychological attachment.
c. Sebuah dimensi sementara yang mengindikasikan bahwa hubungan itu
nyata selama suatu waktu

Tiga Elemen dan Tiga Tipe Komitmen

Dalam literatur yang dikemukakan oleh Dwyer et al. (1992), ada tiga
elemen dari komitmen yaitu:
a. Komitmen adalah sesuatu yang bertahan. Hal itu melibatkan
pengertian secara implisit dan eksplisit bahwa patner akan tetap
melanjutkan untuk bekerja sama setelah transaksi yang terjadi
sekarang terselesaikan dan akan menghadapi hal-hal baru yang
mungkin muncul.
b. Komitmen merefleksikan suatu keinginan. Hal itu lebih berdasar pada
pilihan pribadi daripada kewajiban secara legal. Ketika patner yang
berkomitmen mungkin terikat oleh pengaturan-pengaturan kontrak
jangka pendek, mereka memilih untuk melanjutkan hubungan setelah
kewajiban-kewajiban legal terpenuhi.
c. Komitmen dikendalikan oleh nilai. Trading partners membentuk
hubungan jangka panjang apabila mereka percaya bahwa mereka akan
mendapatkan sebuah keuntungan jangka panjang dari pengaturan.
Fullerton (1999) secara empiris menunjukkan bahwa pengukuran dari tiga
tipe komitmen di dalam employment relationships dapat diadaptasi untuk
mengukur komitmen pelanggan terhadap suatu organisasi pada relationships
marketing. Tiga tipe komitmen yang dimaksud adalah affective, continuance dan
normative

Komitmen (Commitment)

Komitmen merujuk pada keinginan untuk mempertahankan sebuah
hubungan yang bernilai (Arnould et al., 2004). Komitmen adalah ketika lebih
banyak orang yang berdedikasi kepada sebuah kelompok dan memberi nilai pada
keanggotaannya, semakin termotivasi mereka dalam mengikuti kelompok tersebut
(Solomon, 2006).
Menurut Moorman et al. (1992), komitmen adalah sebuah keinginan yang
bertahan untuk menjaga sebuah hubungan yang bernilai. Sementara itu Dwyer &
Oh (1987) mendefinisikan komitmen dalam hubungan pembeli dan penjual
Universitas Indonesia
sebagai suatu eksistensi dari janji secara implisit atau eksplisit dari kelanjutan
hubungan antar patner.
Beberapa peneliti mendefinisikan komitmen sebagai suatu ikatan
psikologis pelanggan, loyalitas, keprihatinan terhadap kesejahteraan di masa yang
akan datang dan identifikasi dan kebanggaan memiliki asosiasi dengan organisasi
(Garbarino & Johnson, 1999).
Jadi komitmen adalah dedikasi dan keinginan yang bertahan dari
seseorang atau kelompok dalam mempertahankan hubungan pembeli dan penjual
sebagai kelanjutan hubungan antar patner yang bernilai

Keuntungan dari Terbentuknya Kepercayaan

Di dalam sebuah partnership, kepercayaan adalah sebuah variabel mediasi.
Kepercayaan dapat meningkatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut
(Morgan & Hunt, 1994):
a. Meningkatkan kerjasama/cooperation.
b. Meningkatkan terjadinya acquiescence.
c. Meningkatnya functionality dari conflict.
d. Menurunkan keinginan untuk pergi/prospensity to leave.
e. Menurunkan ketidakpastian/uncertainty.

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Kepercayaan

Bejou, Ennew & Palmer (1998) dan Milne & Boza (1998) mengatakan
bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepercayaan, yaitu kemiripan
suatu produk (product familiarity) dan komunikasi (communication) yang
merupakan tingkat pertukaran informasi di antara kelompok-kelompok.
Di lain pihak, Morgan & Hunt (1994) berpendapat bahwa variabelvariabel yang mempengaruhi kepercayaan adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai yang terbagi (shared values).
Shared values didefinisikan di dalam pernyataan-pernyataan yang
berhubungan dengan persepsi-persepsi dari individu bahwa mereka
membagi nilai-nilai yang sama dengan organisasi.
b. Komunikasi (communication).
Komunikasi mempunyai tiga subconstructs. Subconstructs tersebut
yaitu: frekuensi, relevansi dan timeliness sebuah komunikasi dari
organisasi kepada pelanggan.
c. Perilaku oportunistik (opportunistic behavior).
Perlu diketahui bahwa perilaku oportunistik mempengaruhi
kepercayaan secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ada persepsi
persepsi dari individu bahwa organisasi telah mengambil keuntungan
dari mereka di masa yang lampau.
Jadi beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kepercayaan adalah
kemiripan suatu produk, nilai-nilai yang terbagi, komunikasi dan perilaku
oportunistik (mempengaruhi tingkat kepercayaan secara negatif)

Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan didefinisikan sebagai keyakinan suatu kelompok dalam
reliabilitas dan integritas dari seorang patner (Arnould, Price & Zinkhan, 2004).
Definisi lain dari kepercayaan adalah pada saat seseorang mengharapkan hasil
yang positif dari seorang patner yang mempunyai integritas dan dapat diharapkan
secara menyakinkan (Morgan & Hunt, 1994).
Moorman, Zaltman & Deshpande (1992) mendefinisikan kepercayaan
sebagai kebersediaan untuk mengandalkan sesuatu pada sebuah patner dimana
seseorang berkeyakinan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Schurr & Ozane
(1985) mendefinisikan kepercayaan sebagai sebuah keyakinan bahwa janji dari
seorang patner dapat diandalkan dan sebuah kelompok akan memenuhi
kewajiban-kewajibannya dalam sebuah hubungan.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa kepercayaan adalah tingkat
keyakinan yang dipersepsikan pada reliabilitas dan kejujuran dari patner-patner
(Crosby, Evans & Cowles, 1990). Sementara menurut Garbarino & Johnson
(1999), kepercayaan telah diperlakukan sebagai dasar yang baik dalam
membangun hubungan yang stabil.
Pada kesempatan lain, Morgan & Hunt (1994) mengatakan bahwa
kepercayaan kepada seorang patner yang merupakan hasil dari keyakinan bahwa
kelompok tersebut reliable dan mempunyai tingkat integritas yang tinggi, yang
dapat diasosiasikan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Konsistensi.
b. Kompetensi.
c. Kejujuran.
d. Keadilan.
e. Tanggung jawab.
f. Kebersediaan untuk membantu.
g. Kebaikan hati.
Jadi kepercayaan adalah pada saat seorang patner yang memiliki
reliabilitas dan integritas diandalkan dan diharapkan untuk memenuhi kewajibankewajiban dalam sebuah hubungan yang stabil.

Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang sukses umumnya melakukan analisis
kepuasan pelanggan ini sebagai bagian yang integral dari bisnis mereka. Mereka
menggunakan statistik untuk menerjemahkan respon yang muncul menjadi
informasi yang berguna. Dengan intepretasi yang tepat dari hasil temuan
pengukuran kepuasan pelanggan ini, maka perusahaan bisa mendapatkan manfaat
dari pengukuran kepuasan pelanggan yang mereka lakukan, seperti
(www.spss.com):
a. Meningkatkan loyalitas pelanggan.
b. Bereaksi dengan cepat terhadap perusahaan yang terjadi di pasar.
c. Mengidentifikasi peluang-peluang dan mengambil keuntungan dari
peluang-peluang tersebut.
d. Memenangkan persaingan.
e. Mempertahankan atau memperbesar market share.
f. Meningkatkan pendapatan perusahaan.
Hasil temuan yang didapatkan dalam pengukuran kepuasan pelanggan
memberikan suatu peluang kepada perusahaan untuk (Cravens, 1996):
a. Pengembangan produk baru.
b. Melakukan peningkatan atau perbaikan produk yang sudah ada.
c. Melakukan peningkatan atau perbaikan dalam proses produksi.
d. Melakukan peningkatan atau perbaikan pemberian layanan jasa
tambahan/pendukung.

Tujuan Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Suatu pengukuran kepuasan pelanggan yang direncanakan dengan baik
bisa memberikan jawaban kepada perusahaan mengenai pertanyaan yang paling
penting bagi mereka, yaitu: Apakah pelanggan perusahaan merasa puas? Biasanya
perusahaan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan ini dengan tujuan
(www.spss.com):
a. Untuk memahami harapan (expectations) dan persepi (perceptions) dari
pelanggannya.
b. Untuk mengetahui seberapa baik perusahaan memuaskan harapan dan
keinginan dari pelanggannya tersebut.
c. Mengembangkan standar bagi jasa dan produk berdasarkan hasil temuan
dari survei ini.
d. Melihat trend yang sedang terjadi sehingga perusahaan dapat segera
melakukan tindakan yang sesuai.
e. Mengevaluasi akibat dari suatu perubahan dalam kebijakan perusahaan
atau produk maupun jasa yang diberikan.

Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Hoffman & Bateson (1997) mengemukakan bahwa terdapat berbagai
metode dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Secara umum, metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar,
yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran tidak langsung terdiri dari menelusuri dan memonitor
penjualan, catatan, keuntungan dan komplain pelanggan. Pengukuran secara tidak
langsung ini merupakan pendekatan pasif yang dilakukan perusahaan untuk
menentukan apakah persepsi pelanggan sesuai atau melebihi ekspektasinya.
Sedangkan pengukuran secara langsung merupakan pendekatan aktif yang
bisa dilakukan dengan menjalankan riset pasar (marketing research), dengan
metode-metode seperti survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey),
kunjungan ke pelanggan (customer visits), focus group discussion atau mystery
shoppers (Massnick, 1997).
Survei ini memberikan suatu hasil yang disebut Indeks Kepuasan
Pelanggan (Customer Satisfaction Index) yang menjadi standar kinerja perusahaan
dan patokan nilai yang harus tetap dijaga dan ditingkatkan oleh perusahaan
(Massnick, 1997).

Faktor yang Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan

Ada 5 faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan (Irawan,
2003), yaitu:
a. Kualitas produk.
Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa
dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah
performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain.
b. Kualitas pelayanan.
Komponen atau driver pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk
industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan
pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi
kualitas pelayanan ini sudah banyak dikenal seperti yang dikonsepkan oleh
ServQual yang meliputi 5 dimensi yaitu: reliability, responsiveness,
assurance, emphaty dan tangible. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan
seringkali mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan kualitas produk.
c. Faktor emosional.
Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self esteem
atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek
produk tertentu.
d. Harga.
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada
pelanggannya. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang
penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya.
e. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut

Kepuasan Sebagai Sebuah Konsep Konsumen

Konsep kepuasan sangat mendasar untuk konsumen individual, untuk
keuntungan perusahaan yang didukung melalui pembelian dan patronisasi, dan
untuk kestabilan struktur ekonomi dan politik. Semua entitas mengambil
keuntungan dari provisi dan penerimaan hasil memuaskan kehidupan, khususnya
di pasar. (Oliver, 1997).
Beberapa alasan yang mendasarinya dapat ditinjau dari empat buah
perspektif (Oliver, 1997):
a. Perspektif Konsumen.
Konsumen ingin untuk dipuaskan karena beberapa hal sebagai berikut:
• Kepuasan itu sendiri adalah sebuah keinginan akhir dari konsumsi dan
patronisasi; itu adalah sebuah pengalaman yang kuat dan
menyenangkan.
• Kepuasan menyingkirkan kebutuhan untuk mengambil tindakantindakan pembetulan atau mengalami konsekuensi dari sebuah
keputusan buruk.
• Kepuasan menyakinkan konsumen menjadi lebih ahli dalam
pengambilan keputusan.
b. Perspektif Perusahaan.
Banyak yang menemukan bahwa pengulangan proses pembelian adalah
penting untuk melanjutkan arus profitabilitas. Bahkan untuk produkproduk dengan interval pembelian yang panjang (contoh: peralatan rumah
tangga, mobil), kepuasan menjadi penting karena word of mouth dan
aktivitas-aktivitas dari berbagai organisasi pengawas, seperti lembaga
konsumen, yang menyelidiki laporan kepuasan dari waktu ke waktu.
c. Perspektif Industri.
Seluruh industri, termasuk perusahaan-perusahaan di sebuah industri, telah
lama menjadi subjek dari pengamatan mendalam untuk pengaruh baik atau
buruk terhadap konsumen. Secara jelas, sebuah konsekuensi dari
ketidakpuasan konsumen diarahkan langsung kepada industri adalah
regulasi dan biaya-biaya pelayanan seseorang. Hal ini menjadikan
kepuasan di seluruh industri menjadi fenomena yang dapat diukur sebagai
input untuk kebijakan atau regulasi.
d. Perspektif Sosial.
Penelitian mengenai kualitas kehidupan menyarankan cukup kuat bahwa
anggota masyarakat yang puas mempunyai kehidupan yang lebih baik,
baik itu dalam hal kesehatan, sosial dan mental, atau keuangan. Sulit untuk
membedakan arah dari pengaruh antara hasil kehidupan yang diinginkan
dan kualitas hidup yang diharapkan, kepuasan hidup terus menjadi sebuah
tujuan untuk pemerintah dan untuk individu di masyarakat

Kepuasan (Satisfaction)

Kepuasan adalah respon akan terpenuhinya ekspektasi konsumen. Itu
adalah sebuah pertimbangan bahwa fitur dari sebuah produk atau jasa
memberikan sebuah tingkat kenikmatan terpenuhinya ekspektasi konsumen.
(Oliver, 1997).
Seorang pelanggan yang puas adalah dimana seseorang tersebut menerima
nilai tambah secara signifikan dari supplier, tidak hanya tambahan produk-produk,
jasa-jasa atau sistem-sistem (Hanan & Karp, 1991).
Seroarang supplier pemuas adalah seseorang yang memberikan nilai
tambah secara signifikan kepada seorang pelanggan, tidak hanya tambahan
barang-barang atau jasa-jasa (Hanan & Karp, 1991).
Kepuasan pelanggan menurut Kotler (1997) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk
yang dirasakan dan yang diharapkannya. Sementara De young (1996)
menyarankan bahwa semakin individual taktik-taktik pemasaran yang digunakan,
semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan.
Jadi kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa saat sebuah produk
atau jasa memenuhi ekspektasi konsumen dimana terdapat nilai tambah yang
dirasakan oleh konsumen secara signifikan dan semakin individual taktik-taktik
pemasaran yang digunakan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen  

Menurut Parasuraman (Lupiyoadi (2013: 216), kualitas pelayanan
yaitu seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan
atas pelayanan yang mereka terima. Menurut Kotler dalam laksana (2012)
pengertian layanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen
didukung oleh hasil penelitian Merry Setia Putri, Setiyo Budiadi (2019)
tentang Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen Rumah
Makan Lombok Hijau Lamongan. Demikian juga penelitian oleh Agus
Riyanto (2015), yang menunjukkan bahwa Tangibles, Responsiveness,
Assurance dan Emphaty berpengaruh terhadap Kepuasan Konsumen

Pengaruh Harga terhadap Kepuasan Konsumen 

Menurut Kotler (2013) harga adalah jumlah uang yang harus dibayar
pelanggan untuk produk itu. menurut Alma (2014: 121), yaitu harga adalah
nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Pendapat Alma tersebut
mengambarkan bahwa harga sebagai suatu nilai dari barang yang dijual
dan barang tersebut diukur dalam bentuk uang..
Pengaruh Harga secara parsial terhadap Kepuasan Konsumen
tersebut seirama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asep
Jamaludin (2019) yang menyatakan bahwa harga berpengaruh terhadap
Kepuasan Konsumen

Pengaruh Ekspektasi terhadap Kepuasan Konsumen  

Menurut Mulyani dari Olson dan Dover (2014), ekspektasi atau
harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba
atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Hal ini terlihat pada hasil penelitian
Hardiyanti Pratiwi (2017) yang menunjukkan bahwa Ekspektasi yang
meliputi Kebutuhan pribadi (X1). Produk terakhir yang disantap (X2)
Perbandingan dengan produk sejenis lainnya (X3). Janji layanan secara
implisit (X4) Pengalaman masa lampau (X5) memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap Kepuasan Konsumen .

Indikator Kualitas Layanan

Menurut Parasuraman, kualitas pelayanan yaitu seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang
mereka terima. Indikator Kualitas Layanan dalam penelitin ini bertolak
dari pendapat Pasuraman (dalam Lupiyoadi, 2013) yang meliputi:
1) Berwujud (Tangible)
2) Kehandalan (Reliability)
3) Ketanggapan (Responsiveness)
4) Jaminan dan Kepastian (Assurance)
5) Perhatian (Emphaty)

Komponen-komponen Kualitas Layanan

Kualitas layanan memiliki beberapa komponen didalamnya.
Menurut Pasuraman dalam Lupiyoadi (2013) ada lima komponen
yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas layanan jasa, yaitu :
1) Tangible (berwujud)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal.
2) Reliability (kehandalan)
Kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3) Responsiveness (ketanggapan)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan
yang tepat dan cepat kepada konsumen, dengan penyampaian
informasi yang jelas.
4) Assurance (jaminan dan kepastian)
Pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
konsumen kepada perusahaan.
5) Emphaty (perhatian)
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan
berupaya memahami keinginan konsumen

Kualitas Layanan

Supranto dan Nandan (2011) mengemukakan kualitas
layanan/jasa merupakan suatu cara perusahaan jasa agar tetap dapat
unggul bersaing adalah memberikan jasa dengan yang lebih tinggi
dengan pesaingnya secara konsisten. Kotler (2013) mengatakan
bahwa kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen
dan berakhir pada presepsi konsumen, presepsi konsumen tentang
kualitas layanan ke konsumen merupakan salah satu penentu
keberhasilan pemasaran.

Pengertian Kualitas Layanan

Secara umum layanan adalah bentuk pemberian layanan atau
servis yang diberikan kepada Konsumen. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan layanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang
lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan dan mengurus
apa yang diperlukan seseorang. Menurut Parasuraman Lupiyoadi,
kualitas pelayanan yaitu seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima

  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga, antara lain para ahli
seperti Alma (2014: 122) menyatakan : ”price policies” perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi:
1) Apa yang akan dituju misalnya untuk mencegah masuknya saingan
maka price policies ditetapkan berdasarkan harga pokok di tambah
laba tipis.
2) Penetrasi maksudnya untuk menerobos produk-produk baru,
pricpolicies dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu:
a) Produsen
b) Whole saler
c) Retailer

  Pengertian Harga

Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah
uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang
mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu produk. Kebijaksanaan harga perlu diperhatikan
perusahaan agar tercapai tujuan yang diinginkan, salah satunya
untuk mencapai keuntungan yang wajar dari penjualan yang dilakukan.
Kotler (2013) harga adalah jumlah uang yang harus dibayar
pelanggan untuk produk itu. Jadi, harga adalah nilai tukar konsumen
untuk mendapatkan suatu produk dan dimanfaatkan dalam memakai
atau menggunakan produk dan jasa.

Indikator Ekspektasi

Menurut Mulyani dari Olson dan Dover (2014), ekspektasi atau
harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba
atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Indikator dari variabel harapan
pelanggan pada penelitian ini mengacu pada Mulyani (2014), yang
meliputi:
1. Communications by
The Service Provider
Expectation
4. Past Experience
2. Price Paid
3. Similar
Experience
1) Kebutuhan pribadi
2) Produk terakhir yang digunakan/disantap
3) Perbandingan dengan produk sejenis lainnya
4) Janji layanan secara implisit
5) Pengalaman masa lampau

 Pengertian Ekspektasi

Kata ekspektasi berasal dari bahasa Inggris, expectation atau
expectancy. Bila diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia
berarti harapan atau tingkat harapan. Menurut Mulyani dari Olson dan
Dover (2014), ekspektasi atau harapan pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang
dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut.
Secara sederhana pengertian ekspektasi adalah harapan. Menurut
harapan berasal dari kata hope dan expectation. Hope dan expectation
adalah dua kata yang sering membuat kita bingung karena kesamaan
dalam konotasinya (Kurniansah, 2012).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen

Lupiyoadi (2011) menyebutkan lima faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan Kepuasan Konsumen , antara
lain:
1) Kualitas Produk
Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Produk dikatakan
berkualitas bagi seseorang, jika produk itu dapat memenuhi
kebutuhanya (Montgomery dalam Lupiyoadi, 2011). Kualitas produk
ada dua yaitu eksternal dan internal. Salah satu kualitas produk dari
faktor eksternal adalah citra merek.
2) Kualitas Layanan
Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan layanan yang
baik atau yang sesuai dengan harapan.
3) Emosional
Konsumen merasa puas ketika orang memuji dia karena
menggunakan merek yang mahal.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi
menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang
lebih tinggi.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan
atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk
atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

Pengertian Kepuasan Konsumen  

Kepuasan Konsumen adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas
penggunaan produk atau jasa, sama atau melebihi harapan yang
diinginkan (Yamit, 2011: 78). Kepuasan Konsumen adalah tingkat
kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakan dibandingkan dengan harapan yang diinginkan (Tjiptono,
2015: 24).
Dari definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa kepuasan
konsumen adalah membandingkan antara diharapkan dengan hasil yang
diberikan perusahaan dalam usaha memenuhi harapan konsumen.
Gaspers (dalam Nasution, 2015) mengatakan bahwa Kepuasan
Konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan
konsumen antara lain:
1) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang
dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi
dengan produsen produk.
2) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan
maupun pesaing-pesaingnya.
3) Pengalaman dari teman-teman.
Konsumen yang puas adalah konsumen yang merasa
mendapatkan nilai dari pemasok, produsen / penyedia jasa. Nilai dapat
berasal dari produk, layanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi,
seperti terpenuhinya ekdpektasi/harapan. Jika nilai dari konsumen
adalah harga yang murah, maka konsumen akan puas kepada produsen
yang memberikan harga yang kompetitif. Demikian pula jika nilai
tersebut bagi konsumen adalah kenyamanan, maka kepuasan akan
datang apabila layanan yang diperoleh benar-benar nyaman

Fasilitas Pelabuhan

Faktor fasilitas biasanya merupakan suatu faktor yang sangat menunjang
dalam usaha perusahaan memasarkan produk kepada konsumen pengguna barang
ataupun jasa. Adapun definisi fasilitas adalah segala hal yang dapat memudahkan
suatu produk untuk dipasarkan.Menurut Philip Kotler (2015). Fasilitas juga dapat
diartikan sebagai suatu bentuk pembelian manfaat dai perusahaan kepada
konsumen pengguna yang diberikan atas dasar pembayaran sejumlah uang.
Dengan kata lain, pada perusahaan jasa, fasilitas yang disediakan berupa alat-alat
yang dapat menunjang dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
konsumen.
Fasilitas biasa lainnya dipengaruhi oleh tingkat pelayanan,yang artinya
kenaikan atau penambahan fasilitas dalam suatu perusahaan akan menyebabkan
meningkatnya pelayanan. Fasilitas yang memadai dan lengkap merupakan suatu
daya tarik tersendiri bagi konsumen dalam menentukan pilihannya atau dalam
mengambil keputusan terhadap penggunaan suatu produk.Dan sebaliknya fasilitas
yang memadai yang tidak disesuaikan dengan pelayanan, mendorong ke arah
kegagalan perusahaan karena konsumen dapat mengurungkan niatnya untuk
membeli produk yang ditawarkan perusahaan.Fasilitas merupakan segala sesuatu
yang memudahkan konsumen dalam menggunakan jasa perusahaan tersebut.
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang memudahkan konsumen dalam
usaha yang bergerak di bidang jasa, maka segala fasilitas yang ada yaitu kondisi
fasilitas, kelengkapan, desain interior, dan eksterior serta kebersihan fasilitas
harus diperhatikan terutama yang berkaitan erat dengan apa yang dirasakan atau
didapat konsumen secara langsung.Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab
kalau tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing.
Hal ini akan menjadikan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan
menurunkan pendapatan perusahaan. Sedangkan menurut Kotler (2015)
mendefinisikan fasilitas yaitu segala sesuatu yang bersifat peralatan fisik dan
disediakan oleh pihak penjual jasa untuk mendukung kenyamanan konsumen.
Menurut Tjiptono (2016) desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya
dengan pembentukan presepsi pelanggan.Sejumlah tipe jasa, presepsi yang
terbentuk dari interaksi antara pelanggan dengan fasilitas berpengaruh terhadap
kualitas jasa tersebut di mata pelanggan. Faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap desain fasilitas jasa adalah sebagai berikut:
1. Sifat dan tujuan organisasi.
Sifat suatu jasa sering kali menentukan berbagai persyaratan desainnya.
Sebagai contoh desain rumah sakit perlu mempertimbangkan ventilasi yang
memadai, ruang peralatan medis yang representatif, ruang tunggu pasien yang
nyaman, kamar pasien yang bersih.Desain fasilitas yang baik dapat memberikan
beberapa manfaat, diantaranya perusahaan mudah dikenali dan desain interior bisa
menjadi ciri khas atau petunjuk mengenai sifat jasa didalamnya.
2. Ketersediaan tanah dan kebutuhan akan ruang atau tempat.
Setiap perusahaan jasa membutuhkan lokasi fisik untuk mendirikan
fasilitas jasanya. Dalam menentukan lokasi fisik diperlukan beberapa faktor yaitu
kemampuan finansial, peraturan pemerintah berkaitan dengan kepemilikan tanah
dan pembebasan tanah, dan lain – lain.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas desain sangat dibutuhkan apabila volume permintaan sering
berfluktuasi dan jika spesifikasi jasa cepat berkembang, sehingga resiko keuangan
relatif besar. Kedua kondisi ini menyebabkan fasilitas jasa harus dapat disesuaikan
dengan kemungkinan perkembangan di masa datang.
4.Faktor estetis.
Fasilitas jasa yang tertata rapi, menarik akan dapat meningkatkan sikap
positif pelanggan terhadap suatu jasa, selain itu aspek karyawan terhadap
pekerjaan dan motivasi kerjanya juga meningkat. Aspek-aspek yang perlu ditata
meliputi berbagai aspek. Misalnya tinggi langit–langit bangunan, lokasi jendela
dan pintu, bentuk pintu yang beraneka ragam, dan dekorasi interior.
5.Masyarakat dan lingkungan sekitar.
Masyarakat (terutama masalah sosial dan lingkungan hidup) dan
lingkungan disekitar fasilitas jasa memainkan peranan penting dan berpengaruh
besar terhadap perusahaan. Apabila perusahaan tidak mempertimbangkan faktor
ini, maka kelangsungan hidup perusahaan bisa terancam.
6.Biaya kontruksi dan operasi.
Kedua jenis biaya ini dipengaruhi desain fasilitas.Biaya kontruksi
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis bangunan yang digunakan.Biaya operasi
dipengaruhi oleh kebutuhan energi ruangan, yang berkaitan dengan perubahan
suhu