Empat Keadaan dari Loyalty Customer

Nordman (2004) mendefinisikan empat keadaan dari loyalty customer.
Empat keadaan tersebut adalah:
a. Total behavioral loyalty.
b. Partial behavioral loyalty.
c. Partial behavioral disloyalty.
d. Total behavioral disloyalty.
Total behavioral loyalty didefinisikan sebagai penggunaan servis dari satu
penyedia jasa yang eksklusif secara kontinu. Total behavioral loyalty ini ditandai
dengan keberadaan kontrak servis yang mengatur segala servis yang digunakan
oleh pelanggan.
Partial behavioral loyalty didefinisikan sebagai penggunaan yang kontinu
dari sebagian (bukan semua) servis yang pernah diterima dari satu penyedia jasa.
Partial behavioral loyalty ini ditandai dengan keberadaan setidaknya satu kontrak
servis yang masih aktif walaupun satu atau lebih kontrak lain telah dibatalkan.
Partial behavioral disloyalty didefinisikan sebagai penghentian
penggunaan dari sebagian (bukan semua) servis yang pernah diterima dari satu
penyedia jasa. Partial behavioral disloyalty ini ditandai dengan keberadaan satu
atau lebih kontrak yang dihentikan atau diputus dan adanya pembelian servis dari
penyedia jasa yang berbeda.
Total behavioral disloyalty didefinisikan sebagai penghentian keseluruhan
servis yang pernah diterima dari satu penyedia jasa. Total behavioral disloyalty
ditandai dengan adanya pemutusan terhadap seluruh kontrak yang pernah dibuat.

Loyalitas (Loyalty)

Loyalitas konsumen adalah sebuah komitmen mendalam yang dipegang
teguh untuk melakukan pembelian berulang terhadap sebuah produk atau jasa
secara konsisten di masa yang akan datang, walaupun terdapat pengaruh-pengaruh
situasional dan usaha-usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan perilaku
berpindah (Oliver, 1997).
Dick & Basu (1994) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai hubungan
antara relative attitude dan repeat patronage. Loyalitas merujuk pada sebuah
sikap atau perilaku yang favorable terhadap sebuah merek dengan tambahan
melakukan pembelian yang berulang (Day, 1969).
Pendapat lain yang dikemukakan Jarvis & Wilcox (1977) mendefinisikan
loyalitas sebagai sebuah situasi dimana perilaku pembelian berulang ditemukan
berjalan bersama dengan ikatan secara psikologi (Jarvis & Wilcox, 1977); dan
intensi-intensi dan perilaku-perilaku untuk melakukan pembelian berulang (Peter
& Olson, 1990).
Jadi loyalitas adalah sebuah sikap favorable terhadap sebuah produk atau
jasa sehingga terjadi pembelian berulang secara konsisten di masa yang akan
datang dan mencegah pelanggan untuk beralih kepada produk atau jasa lainnya.
Morgan and Hunt (1994) dan Bendapudi and Berry (1997) mengemukakan
dua pendekatan dan menegaskan pentingnya menggunakan kedua perspektif
dalam mempelajari loyalitas. Dua pendekatan di dalam mempelajari hubungan
dan loyalitas pihak yang berhubungan yaitu:
a. Pendekatan ekonomi yakni melihat dari sisi cost dan benefit dari
keputusan untuk loyal/disloyal.
b. Pendekatan psikologis yakni melihat dari sisi kepuasan dan komitmen.

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Komitmen

Menurut Morgan & Hunt (1994) ada beberapa variabel yang
mempengaruhi komitmen, yaitu:
a. Pilihan produk (product choice).
b. Kemiripan produk (product familiarity).
c. Persepsi akan resiko (perceived risk).
d. Cost of switching.
e. Sunk cost.
Pilihan produk (product choice) berbicara mengenai jumlah alternatif yang
dimiliki oleh pelanggan. Menurut Alonso (2000), semakin banyak pilihan yang
mungkin terjadi, maka semakin tinggi tingkat kompleksitas dalam pemilihan
merek. Sehingga semakin banyak pilihan akan menyebabkan kemungkinan para
pelanggan untuk berkomitmen terhadap sebuah merek menjadi lebih kecil.
Kemiripan produk (product familiarity) menurut Alonso (2000) merujuk
pada tingkat pengetahuan yang dimiliki tentang suatu produk atau jasa. Asosiasi
yang menyiratkan hubungan antara kemiripan produk dan komitmen bahwa
kemiripan produk membuat pelanggan menjadi lebih tidak sensitif terhadap harga.
Perceived risk, diungkapkan oleh Erdem (1998), berbicara mengenai
kemungkinan para pelanggan mendapatkan sebuah produk atau jasa yang
berkualitas rendah. Hal ini disebabkan karena kekurangan informasi akan suatu
produk atau jasa karena beberapa atribut tidak benar-benar diungkapkan kepada
pelanggan sejak pertama kali.
Switching cost merupakan biaya dari modifikasi sebuah infrastruktur yang
telah ada. Shapiro & Varian (1998) menyatakan bahwa cara-cara untuk
mempertahankan para pelanggan adalah dengan meningkatkan switching cost.
Sunk cost merupakan biaya-biaya dari kehilangan investasi yang aktual.
Alonso (2000) berpendapat bahwa para pelanggan yang mengalami sunk cost
cenderung untuk mempersepsikan kualitas yang lebih baik pada pilihan aktual
mereka dan lebih berkomitmen pada hal tersebut

Penyebab Terjadinya Komitmen

Amine (1998) menghipotesiskan bahwa ada dua penyebab terjadinya
sebuah komitmen, yaitu:
a. Motif-motif kognitif (cognitive motives).
Motif-motif kognitif yang dimaksud seperti perceived risk atau
perceived variations dalam performa di antara merek-merek yang
bersaing. Proses kognitif memungkinkan para pelanggan untuk
mempertahankan perilaku pembelian secara konsisten selama
keuntungan-keuntungan yang menempel pada merek melebihi biaya
berpindah ke merek lainnya.
b. Alasan-alasan afektif (affective reasons).
Alasan-alasan afektif yang dimaksud seperti attachment atau perasaanperasaan emosional terhadap suatu merek. Proses afektif
memungkinkan para pelanggan untuk mempertahankan hubungan
dengan suatu merek, produk atau perusahaan dengan dasar affective
attachment kepada hal tersebut. Tujuan dari proses afektif adalah
untuk mengurangi kecenderungan para pelanggan untuk mensubstitusi
kepada merek lain dari merek yang biasa

Tiga Komponen Komitmen

Gundlach, Achrol & Mentzer (1995) berargumen bahwa komitmen
mempunyai tiga buah komponen, yaitu:
a. Sebuah komponen instrumental dimana hal tersebut merupakan sebuah
bentuk dari investasi.
b. Sebuah komponen attitudinal yang mungkin dapat dijelaskan sebagai
affective commitment atau psychological attachment.
c. Sebuah dimensi sementara yang mengindikasikan bahwa hubungan itu
nyata selama suatu waktu

Tiga Elemen dan Tiga Tipe Komitmen

Dalam literatur yang dikemukakan oleh Dwyer et al. (1992), ada tiga
elemen dari komitmen yaitu:
a. Komitmen adalah sesuatu yang bertahan. Hal itu melibatkan
pengertian secara implisit dan eksplisit bahwa patner akan tetap
melanjutkan untuk bekerja sama setelah transaksi yang terjadi
sekarang terselesaikan dan akan menghadapi hal-hal baru yang
mungkin muncul.
b. Komitmen merefleksikan suatu keinginan. Hal itu lebih berdasar pada
pilihan pribadi daripada kewajiban secara legal. Ketika patner yang
berkomitmen mungkin terikat oleh pengaturan-pengaturan kontrak
jangka pendek, mereka memilih untuk melanjutkan hubungan setelah
kewajiban-kewajiban legal terpenuhi.
c. Komitmen dikendalikan oleh nilai. Trading partners membentuk
hubungan jangka panjang apabila mereka percaya bahwa mereka akan
mendapatkan sebuah keuntungan jangka panjang dari pengaturan.
Fullerton (1999) secara empiris menunjukkan bahwa pengukuran dari tiga
tipe komitmen di dalam employment relationships dapat diadaptasi untuk
mengukur komitmen pelanggan terhadap suatu organisasi pada relationships
marketing. Tiga tipe komitmen yang dimaksud adalah affective, continuance dan
normative

Komitmen (Commitment)

Komitmen merujuk pada keinginan untuk mempertahankan sebuah
hubungan yang bernilai (Arnould et al., 2004). Komitmen adalah ketika lebih
banyak orang yang berdedikasi kepada sebuah kelompok dan memberi nilai pada
keanggotaannya, semakin termotivasi mereka dalam mengikuti kelompok tersebut
(Solomon, 2006).
Menurut Moorman et al. (1992), komitmen adalah sebuah keinginan yang
bertahan untuk menjaga sebuah hubungan yang bernilai. Sementara itu Dwyer &
Oh (1987) mendefinisikan komitmen dalam hubungan pembeli dan penjual
Universitas Indonesia
sebagai suatu eksistensi dari janji secara implisit atau eksplisit dari kelanjutan
hubungan antar patner.
Beberapa peneliti mendefinisikan komitmen sebagai suatu ikatan
psikologis pelanggan, loyalitas, keprihatinan terhadap kesejahteraan di masa yang
akan datang dan identifikasi dan kebanggaan memiliki asosiasi dengan organisasi
(Garbarino & Johnson, 1999).
Jadi komitmen adalah dedikasi dan keinginan yang bertahan dari
seseorang atau kelompok dalam mempertahankan hubungan pembeli dan penjual
sebagai kelanjutan hubungan antar patner yang bernilai

Keuntungan dari Terbentuknya Kepercayaan

Di dalam sebuah partnership, kepercayaan adalah sebuah variabel mediasi.
Kepercayaan dapat meningkatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut
(Morgan & Hunt, 1994):
a. Meningkatkan kerjasama/cooperation.
b. Meningkatkan terjadinya acquiescence.
c. Meningkatnya functionality dari conflict.
d. Menurunkan keinginan untuk pergi/prospensity to leave.
e. Menurunkan ketidakpastian/uncertainty.

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Kepercayaan

Bejou, Ennew & Palmer (1998) dan Milne & Boza (1998) mengatakan
bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepercayaan, yaitu kemiripan
suatu produk (product familiarity) dan komunikasi (communication) yang
merupakan tingkat pertukaran informasi di antara kelompok-kelompok.
Di lain pihak, Morgan & Hunt (1994) berpendapat bahwa variabelvariabel yang mempengaruhi kepercayaan adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai yang terbagi (shared values).
Shared values didefinisikan di dalam pernyataan-pernyataan yang
berhubungan dengan persepsi-persepsi dari individu bahwa mereka
membagi nilai-nilai yang sama dengan organisasi.
b. Komunikasi (communication).
Komunikasi mempunyai tiga subconstructs. Subconstructs tersebut
yaitu: frekuensi, relevansi dan timeliness sebuah komunikasi dari
organisasi kepada pelanggan.
c. Perilaku oportunistik (opportunistic behavior).
Perlu diketahui bahwa perilaku oportunistik mempengaruhi
kepercayaan secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ada persepsi
persepsi dari individu bahwa organisasi telah mengambil keuntungan
dari mereka di masa yang lampau.
Jadi beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kepercayaan adalah
kemiripan suatu produk, nilai-nilai yang terbagi, komunikasi dan perilaku
oportunistik (mempengaruhi tingkat kepercayaan secara negatif)

Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan didefinisikan sebagai keyakinan suatu kelompok dalam
reliabilitas dan integritas dari seorang patner (Arnould, Price & Zinkhan, 2004).
Definisi lain dari kepercayaan adalah pada saat seseorang mengharapkan hasil
yang positif dari seorang patner yang mempunyai integritas dan dapat diharapkan
secara menyakinkan (Morgan & Hunt, 1994).
Moorman, Zaltman & Deshpande (1992) mendefinisikan kepercayaan
sebagai kebersediaan untuk mengandalkan sesuatu pada sebuah patner dimana
seseorang berkeyakinan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Schurr & Ozane
(1985) mendefinisikan kepercayaan sebagai sebuah keyakinan bahwa janji dari
seorang patner dapat diandalkan dan sebuah kelompok akan memenuhi
kewajiban-kewajibannya dalam sebuah hubungan.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa kepercayaan adalah tingkat
keyakinan yang dipersepsikan pada reliabilitas dan kejujuran dari patner-patner
(Crosby, Evans & Cowles, 1990). Sementara menurut Garbarino & Johnson
(1999), kepercayaan telah diperlakukan sebagai dasar yang baik dalam
membangun hubungan yang stabil.
Pada kesempatan lain, Morgan & Hunt (1994) mengatakan bahwa
kepercayaan kepada seorang patner yang merupakan hasil dari keyakinan bahwa
kelompok tersebut reliable dan mempunyai tingkat integritas yang tinggi, yang
dapat diasosiasikan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Konsistensi.
b. Kompetensi.
c. Kejujuran.
d. Keadilan.
e. Tanggung jawab.
f. Kebersediaan untuk membantu.
g. Kebaikan hati.
Jadi kepercayaan adalah pada saat seorang patner yang memiliki
reliabilitas dan integritas diandalkan dan diharapkan untuk memenuhi kewajibankewajiban dalam sebuah hubungan yang stabil.

Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang sukses umumnya melakukan analisis
kepuasan pelanggan ini sebagai bagian yang integral dari bisnis mereka. Mereka
menggunakan statistik untuk menerjemahkan respon yang muncul menjadi
informasi yang berguna. Dengan intepretasi yang tepat dari hasil temuan
pengukuran kepuasan pelanggan ini, maka perusahaan bisa mendapatkan manfaat
dari pengukuran kepuasan pelanggan yang mereka lakukan, seperti
(www.spss.com):
a. Meningkatkan loyalitas pelanggan.
b. Bereaksi dengan cepat terhadap perusahaan yang terjadi di pasar.
c. Mengidentifikasi peluang-peluang dan mengambil keuntungan dari
peluang-peluang tersebut.
d. Memenangkan persaingan.
e. Mempertahankan atau memperbesar market share.
f. Meningkatkan pendapatan perusahaan.
Hasil temuan yang didapatkan dalam pengukuran kepuasan pelanggan
memberikan suatu peluang kepada perusahaan untuk (Cravens, 1996):
a. Pengembangan produk baru.
b. Melakukan peningkatan atau perbaikan produk yang sudah ada.
c. Melakukan peningkatan atau perbaikan dalam proses produksi.
d. Melakukan peningkatan atau perbaikan pemberian layanan jasa
tambahan/pendukung.

Tujuan Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Suatu pengukuran kepuasan pelanggan yang direncanakan dengan baik
bisa memberikan jawaban kepada perusahaan mengenai pertanyaan yang paling
penting bagi mereka, yaitu: Apakah pelanggan perusahaan merasa puas? Biasanya
perusahaan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan ini dengan tujuan
(www.spss.com):
a. Untuk memahami harapan (expectations) dan persepi (perceptions) dari
pelanggannya.
b. Untuk mengetahui seberapa baik perusahaan memuaskan harapan dan
keinginan dari pelanggannya tersebut.
c. Mengembangkan standar bagi jasa dan produk berdasarkan hasil temuan
dari survei ini.
d. Melihat trend yang sedang terjadi sehingga perusahaan dapat segera
melakukan tindakan yang sesuai.
e. Mengevaluasi akibat dari suatu perubahan dalam kebijakan perusahaan
atau produk maupun jasa yang diberikan.

Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Hoffman & Bateson (1997) mengemukakan bahwa terdapat berbagai
metode dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Secara umum, metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar,
yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran tidak langsung terdiri dari menelusuri dan memonitor
penjualan, catatan, keuntungan dan komplain pelanggan. Pengukuran secara tidak
langsung ini merupakan pendekatan pasif yang dilakukan perusahaan untuk
menentukan apakah persepsi pelanggan sesuai atau melebihi ekspektasinya.
Sedangkan pengukuran secara langsung merupakan pendekatan aktif yang
bisa dilakukan dengan menjalankan riset pasar (marketing research), dengan
metode-metode seperti survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey),
kunjungan ke pelanggan (customer visits), focus group discussion atau mystery
shoppers (Massnick, 1997).
Survei ini memberikan suatu hasil yang disebut Indeks Kepuasan
Pelanggan (Customer Satisfaction Index) yang menjadi standar kinerja perusahaan
dan patokan nilai yang harus tetap dijaga dan ditingkatkan oleh perusahaan
(Massnick, 1997).

Faktor yang Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan

Ada 5 faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan (Irawan,
2003), yaitu:
a. Kualitas produk.
Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa
dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah
performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain.
b. Kualitas pelayanan.
Komponen atau driver pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk
industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan
pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi
kualitas pelayanan ini sudah banyak dikenal seperti yang dikonsepkan oleh
ServQual yang meliputi 5 dimensi yaitu: reliability, responsiveness,
assurance, emphaty dan tangible. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan
seringkali mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan kualitas produk.
c. Faktor emosional.
Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self esteem
atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek
produk tertentu.
d. Harga.
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada
pelanggannya. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang
penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya.
e. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut

Kepuasan Sebagai Sebuah Konsep Konsumen

Konsep kepuasan sangat mendasar untuk konsumen individual, untuk
keuntungan perusahaan yang didukung melalui pembelian dan patronisasi, dan
untuk kestabilan struktur ekonomi dan politik. Semua entitas mengambil
keuntungan dari provisi dan penerimaan hasil memuaskan kehidupan, khususnya
di pasar. (Oliver, 1997).
Beberapa alasan yang mendasarinya dapat ditinjau dari empat buah
perspektif (Oliver, 1997):
a. Perspektif Konsumen.
Konsumen ingin untuk dipuaskan karena beberapa hal sebagai berikut:
• Kepuasan itu sendiri adalah sebuah keinginan akhir dari konsumsi dan
patronisasi; itu adalah sebuah pengalaman yang kuat dan
menyenangkan.
• Kepuasan menyingkirkan kebutuhan untuk mengambil tindakantindakan pembetulan atau mengalami konsekuensi dari sebuah
keputusan buruk.
• Kepuasan menyakinkan konsumen menjadi lebih ahli dalam
pengambilan keputusan.
b. Perspektif Perusahaan.
Banyak yang menemukan bahwa pengulangan proses pembelian adalah
penting untuk melanjutkan arus profitabilitas. Bahkan untuk produkproduk dengan interval pembelian yang panjang (contoh: peralatan rumah
tangga, mobil), kepuasan menjadi penting karena word of mouth dan
aktivitas-aktivitas dari berbagai organisasi pengawas, seperti lembaga
konsumen, yang menyelidiki laporan kepuasan dari waktu ke waktu.
c. Perspektif Industri.
Seluruh industri, termasuk perusahaan-perusahaan di sebuah industri, telah
lama menjadi subjek dari pengamatan mendalam untuk pengaruh baik atau
buruk terhadap konsumen. Secara jelas, sebuah konsekuensi dari
ketidakpuasan konsumen diarahkan langsung kepada industri adalah
regulasi dan biaya-biaya pelayanan seseorang. Hal ini menjadikan
kepuasan di seluruh industri menjadi fenomena yang dapat diukur sebagai
input untuk kebijakan atau regulasi.
d. Perspektif Sosial.
Penelitian mengenai kualitas kehidupan menyarankan cukup kuat bahwa
anggota masyarakat yang puas mempunyai kehidupan yang lebih baik,
baik itu dalam hal kesehatan, sosial dan mental, atau keuangan. Sulit untuk
membedakan arah dari pengaruh antara hasil kehidupan yang diinginkan
dan kualitas hidup yang diharapkan, kepuasan hidup terus menjadi sebuah
tujuan untuk pemerintah dan untuk individu di masyarakat

Kepuasan (Satisfaction)

Kepuasan adalah respon akan terpenuhinya ekspektasi konsumen. Itu
adalah sebuah pertimbangan bahwa fitur dari sebuah produk atau jasa
memberikan sebuah tingkat kenikmatan terpenuhinya ekspektasi konsumen.
(Oliver, 1997).
Seorang pelanggan yang puas adalah dimana seseorang tersebut menerima
nilai tambah secara signifikan dari supplier, tidak hanya tambahan produk-produk,
jasa-jasa atau sistem-sistem (Hanan & Karp, 1991).
Seroarang supplier pemuas adalah seseorang yang memberikan nilai
tambah secara signifikan kepada seorang pelanggan, tidak hanya tambahan
barang-barang atau jasa-jasa (Hanan & Karp, 1991).
Kepuasan pelanggan menurut Kotler (1997) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk
yang dirasakan dan yang diharapkannya. Sementara De young (1996)
menyarankan bahwa semakin individual taktik-taktik pemasaran yang digunakan,
semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan.
Jadi kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa saat sebuah produk
atau jasa memenuhi ekspektasi konsumen dimana terdapat nilai tambah yang
dirasakan oleh konsumen secara signifikan dan semakin individual taktik-taktik
pemasaran yang digunakan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen  

Menurut Parasuraman (Lupiyoadi (2013: 216), kualitas pelayanan
yaitu seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan
atas pelayanan yang mereka terima. Menurut Kotler dalam laksana (2012)
pengertian layanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen
didukung oleh hasil penelitian Merry Setia Putri, Setiyo Budiadi (2019)
tentang Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen Rumah
Makan Lombok Hijau Lamongan. Demikian juga penelitian oleh Agus
Riyanto (2015), yang menunjukkan bahwa Tangibles, Responsiveness,
Assurance dan Emphaty berpengaruh terhadap Kepuasan Konsumen

Pengaruh Harga terhadap Kepuasan Konsumen 

Menurut Kotler (2013) harga adalah jumlah uang yang harus dibayar
pelanggan untuk produk itu. menurut Alma (2014: 121), yaitu harga adalah
nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Pendapat Alma tersebut
mengambarkan bahwa harga sebagai suatu nilai dari barang yang dijual
dan barang tersebut diukur dalam bentuk uang..
Pengaruh Harga secara parsial terhadap Kepuasan Konsumen
tersebut seirama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asep
Jamaludin (2019) yang menyatakan bahwa harga berpengaruh terhadap
Kepuasan Konsumen

Pengaruh Ekspektasi terhadap Kepuasan Konsumen  

Menurut Mulyani dari Olson dan Dover (2014), ekspektasi atau
harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba
atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Hal ini terlihat pada hasil penelitian
Hardiyanti Pratiwi (2017) yang menunjukkan bahwa Ekspektasi yang
meliputi Kebutuhan pribadi (X1). Produk terakhir yang disantap (X2)
Perbandingan dengan produk sejenis lainnya (X3). Janji layanan secara
implisit (X4) Pengalaman masa lampau (X5) memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap Kepuasan Konsumen .

Indikator Kualitas Layanan

Menurut Parasuraman, kualitas pelayanan yaitu seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang
mereka terima. Indikator Kualitas Layanan dalam penelitin ini bertolak
dari pendapat Pasuraman (dalam Lupiyoadi, 2013) yang meliputi:
1) Berwujud (Tangible)
2) Kehandalan (Reliability)
3) Ketanggapan (Responsiveness)
4) Jaminan dan Kepastian (Assurance)
5) Perhatian (Emphaty)

Komponen-komponen Kualitas Layanan

Kualitas layanan memiliki beberapa komponen didalamnya.
Menurut Pasuraman dalam Lupiyoadi (2013) ada lima komponen
yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas layanan jasa, yaitu :
1) Tangible (berwujud)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal.
2) Reliability (kehandalan)
Kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3) Responsiveness (ketanggapan)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan
yang tepat dan cepat kepada konsumen, dengan penyampaian
informasi yang jelas.
4) Assurance (jaminan dan kepastian)
Pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
konsumen kepada perusahaan.
5) Emphaty (perhatian)
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan
berupaya memahami keinginan konsumen

Kualitas Layanan

Supranto dan Nandan (2011) mengemukakan kualitas
layanan/jasa merupakan suatu cara perusahaan jasa agar tetap dapat
unggul bersaing adalah memberikan jasa dengan yang lebih tinggi
dengan pesaingnya secara konsisten. Kotler (2013) mengatakan
bahwa kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen
dan berakhir pada presepsi konsumen, presepsi konsumen tentang
kualitas layanan ke konsumen merupakan salah satu penentu
keberhasilan pemasaran.

Pengertian Kualitas Layanan

Secara umum layanan adalah bentuk pemberian layanan atau
servis yang diberikan kepada Konsumen. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan layanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang
lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan dan mengurus
apa yang diperlukan seseorang. Menurut Parasuraman Lupiyoadi,
kualitas pelayanan yaitu seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima

  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga, antara lain para ahli
seperti Alma (2014: 122) menyatakan : ”price policies” perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi:
1) Apa yang akan dituju misalnya untuk mencegah masuknya saingan
maka price policies ditetapkan berdasarkan harga pokok di tambah
laba tipis.
2) Penetrasi maksudnya untuk menerobos produk-produk baru,
pricpolicies dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu:
a) Produsen
b) Whole saler
c) Retailer

  Pengertian Harga

Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah
uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang
mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu produk. Kebijaksanaan harga perlu diperhatikan
perusahaan agar tercapai tujuan yang diinginkan, salah satunya
untuk mencapai keuntungan yang wajar dari penjualan yang dilakukan.
Kotler (2013) harga adalah jumlah uang yang harus dibayar
pelanggan untuk produk itu. Jadi, harga adalah nilai tukar konsumen
untuk mendapatkan suatu produk dan dimanfaatkan dalam memakai
atau menggunakan produk dan jasa.

Indikator Ekspektasi

Menurut Mulyani dari Olson dan Dover (2014), ekspektasi atau
harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba
atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Indikator dari variabel harapan
pelanggan pada penelitian ini mengacu pada Mulyani (2014), yang
meliputi:
1. Communications by
The Service Provider
Expectation
4. Past Experience
2. Price Paid
3. Similar
Experience
1) Kebutuhan pribadi
2) Produk terakhir yang digunakan/disantap
3) Perbandingan dengan produk sejenis lainnya
4) Janji layanan secara implisit
5) Pengalaman masa lampau

 Pengertian Ekspektasi

Kata ekspektasi berasal dari bahasa Inggris, expectation atau
expectancy. Bila diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia
berarti harapan atau tingkat harapan. Menurut Mulyani dari Olson dan
Dover (2014), ekspektasi atau harapan pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang
dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut.
Secara sederhana pengertian ekspektasi adalah harapan. Menurut
harapan berasal dari kata hope dan expectation. Hope dan expectation
adalah dua kata yang sering membuat kita bingung karena kesamaan
dalam konotasinya (Kurniansah, 2012).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen

Lupiyoadi (2011) menyebutkan lima faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan Kepuasan Konsumen , antara
lain:
1) Kualitas Produk
Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Produk dikatakan
berkualitas bagi seseorang, jika produk itu dapat memenuhi
kebutuhanya (Montgomery dalam Lupiyoadi, 2011). Kualitas produk
ada dua yaitu eksternal dan internal. Salah satu kualitas produk dari
faktor eksternal adalah citra merek.
2) Kualitas Layanan
Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan layanan yang
baik atau yang sesuai dengan harapan.
3) Emosional
Konsumen merasa puas ketika orang memuji dia karena
menggunakan merek yang mahal.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi
menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang
lebih tinggi.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan
atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk
atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

Pengertian Kepuasan Konsumen  

Kepuasan Konsumen adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas
penggunaan produk atau jasa, sama atau melebihi harapan yang
diinginkan (Yamit, 2011: 78). Kepuasan Konsumen adalah tingkat
kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakan dibandingkan dengan harapan yang diinginkan (Tjiptono,
2015: 24).
Dari definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa kepuasan
konsumen adalah membandingkan antara diharapkan dengan hasil yang
diberikan perusahaan dalam usaha memenuhi harapan konsumen.
Gaspers (dalam Nasution, 2015) mengatakan bahwa Kepuasan
Konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan
konsumen antara lain:
1) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang
dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi
dengan produsen produk.
2) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan
maupun pesaing-pesaingnya.
3) Pengalaman dari teman-teman.
Konsumen yang puas adalah konsumen yang merasa
mendapatkan nilai dari pemasok, produsen / penyedia jasa. Nilai dapat
berasal dari produk, layanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi,
seperti terpenuhinya ekdpektasi/harapan. Jika nilai dari konsumen
adalah harga yang murah, maka konsumen akan puas kepada produsen
yang memberikan harga yang kompetitif. Demikian pula jika nilai
tersebut bagi konsumen adalah kenyamanan, maka kepuasan akan
datang apabila layanan yang diperoleh benar-benar nyaman

Fasilitas Pelabuhan

Faktor fasilitas biasanya merupakan suatu faktor yang sangat menunjang
dalam usaha perusahaan memasarkan produk kepada konsumen pengguna barang
ataupun jasa. Adapun definisi fasilitas adalah segala hal yang dapat memudahkan
suatu produk untuk dipasarkan.Menurut Philip Kotler (2015). Fasilitas juga dapat
diartikan sebagai suatu bentuk pembelian manfaat dai perusahaan kepada
konsumen pengguna yang diberikan atas dasar pembayaran sejumlah uang.
Dengan kata lain, pada perusahaan jasa, fasilitas yang disediakan berupa alat-alat
yang dapat menunjang dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
konsumen.
Fasilitas biasa lainnya dipengaruhi oleh tingkat pelayanan,yang artinya
kenaikan atau penambahan fasilitas dalam suatu perusahaan akan menyebabkan
meningkatnya pelayanan. Fasilitas yang memadai dan lengkap merupakan suatu
daya tarik tersendiri bagi konsumen dalam menentukan pilihannya atau dalam
mengambil keputusan terhadap penggunaan suatu produk.Dan sebaliknya fasilitas
yang memadai yang tidak disesuaikan dengan pelayanan, mendorong ke arah
kegagalan perusahaan karena konsumen dapat mengurungkan niatnya untuk
membeli produk yang ditawarkan perusahaan.Fasilitas merupakan segala sesuatu
yang memudahkan konsumen dalam menggunakan jasa perusahaan tersebut.
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang memudahkan konsumen dalam
usaha yang bergerak di bidang jasa, maka segala fasilitas yang ada yaitu kondisi
fasilitas, kelengkapan, desain interior, dan eksterior serta kebersihan fasilitas
harus diperhatikan terutama yang berkaitan erat dengan apa yang dirasakan atau
didapat konsumen secara langsung.Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab
kalau tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing.
Hal ini akan menjadikan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan
menurunkan pendapatan perusahaan. Sedangkan menurut Kotler (2015)
mendefinisikan fasilitas yaitu segala sesuatu yang bersifat peralatan fisik dan
disediakan oleh pihak penjual jasa untuk mendukung kenyamanan konsumen.
Menurut Tjiptono (2016) desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya
dengan pembentukan presepsi pelanggan.Sejumlah tipe jasa, presepsi yang
terbentuk dari interaksi antara pelanggan dengan fasilitas berpengaruh terhadap
kualitas jasa tersebut di mata pelanggan. Faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap desain fasilitas jasa adalah sebagai berikut:
1. Sifat dan tujuan organisasi.
Sifat suatu jasa sering kali menentukan berbagai persyaratan desainnya.
Sebagai contoh desain rumah sakit perlu mempertimbangkan ventilasi yang
memadai, ruang peralatan medis yang representatif, ruang tunggu pasien yang
nyaman, kamar pasien yang bersih.Desain fasilitas yang baik dapat memberikan
beberapa manfaat, diantaranya perusahaan mudah dikenali dan desain interior bisa
menjadi ciri khas atau petunjuk mengenai sifat jasa didalamnya.
2. Ketersediaan tanah dan kebutuhan akan ruang atau tempat.
Setiap perusahaan jasa membutuhkan lokasi fisik untuk mendirikan
fasilitas jasanya. Dalam menentukan lokasi fisik diperlukan beberapa faktor yaitu
kemampuan finansial, peraturan pemerintah berkaitan dengan kepemilikan tanah
dan pembebasan tanah, dan lain – lain.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas desain sangat dibutuhkan apabila volume permintaan sering
berfluktuasi dan jika spesifikasi jasa cepat berkembang, sehingga resiko keuangan
relatif besar. Kedua kondisi ini menyebabkan fasilitas jasa harus dapat disesuaikan
dengan kemungkinan perkembangan di masa datang.
4.Faktor estetis.
Fasilitas jasa yang tertata rapi, menarik akan dapat meningkatkan sikap
positif pelanggan terhadap suatu jasa, selain itu aspek karyawan terhadap
pekerjaan dan motivasi kerjanya juga meningkat. Aspek-aspek yang perlu ditata
meliputi berbagai aspek. Misalnya tinggi langit–langit bangunan, lokasi jendela
dan pintu, bentuk pintu yang beraneka ragam, dan dekorasi interior.
5.Masyarakat dan lingkungan sekitar.
Masyarakat (terutama masalah sosial dan lingkungan hidup) dan
lingkungan disekitar fasilitas jasa memainkan peranan penting dan berpengaruh
besar terhadap perusahaan. Apabila perusahaan tidak mempertimbangkan faktor
ini, maka kelangsungan hidup perusahaan bisa terancam.
6.Biaya kontruksi dan operasi.
Kedua jenis biaya ini dipengaruhi desain fasilitas.Biaya kontruksi
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis bangunan yang digunakan.Biaya operasi
dipengaruhi oleh kebutuhan energi ruangan, yang berkaitan dengan perubahan
suhu

Kualitas Pelayanan

Menurut Wijaya (2018:61-64) salah satu faktor yang menentukan
kepuasan konsumen adalah kualitas layanan yang terdiri atas lima dimensi
kesenjangan pelayanan yang merupakan ketidaksesuaian antara presepsi
pelayanan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service ).
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiaannya dalam mengimbangi
harapan konsumen.
Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang
yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuaian
dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian
perbaikanberkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan
kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan.
Kotler dan Keller dalam Mar’ati dan Sudarwanto (2016) menjelaskan
bahwa Kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat. Tjiptono dalam Mar’ati dan Sudarwanto (2016)
menjelaskan bahwa kualitas layanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan
pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Kualitas layanan dapat dievaluasi dengan cara membandingkan kualitas yang
dialami atau diterima pelanggan perusahaan dengan layanan yang diharapkan.
Sedang Mardikawati dan Farida dalam Mar’ati dan Sudarwanto (2016)
menyatakan bahwa kualitas layanan adalah sifat dari penampilan produk atau
kinerja yang merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih
keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun
strategi untuk terus tumbuh. Kualitas layanan dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka
terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan
menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan, yang melibatkan
seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Mengacu pada pengertian kualitas
layanan tersebut maka konsep kualitas layanan adalah suatu daya tanggap dan
realitas dari jasa yang diberikan perusahaan. Kualitas pelayanan harus dimulai
dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti
bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi penyediaan jasa,
melainkan berdasarkan persepsi pelanggan. Kualitas layanan mengacu pada
penilaian-penilaian pelanggan tentang inti pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan
itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar masyarakat
sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan prima, mereka bukan
lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi mereka lebih senang
menikmati kenyamanan pelayanan. Oleh karena itu dalam merumuskan strategi
dan program pelayanan, organisasi harus berorientasi pada kepentingan
pelanggan dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya.
Sikap dan Layanan pihak Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi merupakan
kunci keberhasilan, juga usaha untuk menarik minat konsumen. Pelabuhan
Perikanan Nusantara Prigi dituntut untuk menekankan pelayanan yang berkualitas.
Menurut Philip Kotler (2015), pelayanan merupakan kegiatan atau
manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak terwujud dan tidak berakibat pula pada pemilikan sesuatu.
Menyadari akan pentingnya pelayanan kepada konsumen sebagai sarana yang
kompetitif,banyak perusahaan telah membentuk pelayanan kepada pelanggan.
Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relatif yaitu tergantung dari
perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada
dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain
1. Persepsi konsumen,
2. Produk (jasa),
3. Proses.
Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hampir selalu dapat
dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses
mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah proses itu
sendiri. Konsistensi kualitas jasa untuk ketiga orientasi tersebut dapat memberi
kontribusi pada keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari kepuasan pelanggan,
kepuasan karyawan, dan profitabilitas organisasi. Menurut John Sviokla, salah
satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada
para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan laba
perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan Zeithmal, Berry, dan
Parasuraman, (2017).
Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam
riset pemasaran adalah model Servqual yang dikembangkan oleh Parasuraman,
Zeithmal, dan Berry dan Parasuraman (2017) yaitu:
1. Berwujud (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan yang dapaty diandalkan keadaan lingkungan
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan, oleh pembeli
jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang), perlengkapan
dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2. Keandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan serta akurat dan terpercaya, Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
persepsi yang negatif dalam pelayanan.
4. Jaminan dan kepastian (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain
komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.
5. Empati (empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atas pribadi yang diberikan kepad para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan.
6. Menurut Parasuraman, et al (2015)ada tiga hal penting yang harus diperhatikan
dalam kualitas pelayanan, yaitu kualitas pelayanan sulit dievaluasi oleh
pelanggan dari pada kualitas barang, persepsi kualitas pelayanan dihasilkan.
7. Dari perbandingan antara kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang
diberikan secara nyata, evaluasi kualitas tidak semata-mata diperoleh dari hasil
akhir dari sebuah layanan, tapi juga mengikutsertakan evaluasi dari proses
layanan tersebut.
Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan pelanggan sesuai atau
bahkan melebihi harapan pelanggan, maka pelayanan tersebut dianggap
berkualitas dan memuaskan.Namun apabila pelanggan mendapati bahwa
pelayanan yang diterima itu tidak sesuai atau berada di bawah harapan pelanggan,
maka pelayanan dapat dianggap tidak berkualitas dan mengecewakan.

Pengertian Kepuasaan Pelanggan

Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya Kotler, (2015) atau diartikan bawa kepuasan merupakan fungsi dari
kinerja yang dirasakan (perceived performance) dan harapan (expectations).Jika
kinerja produk atau jasa lebih rendah dari harapan, konsumen akan merasa tidak
puas. Jika kinerja sesuai harapan maka konsumen akan merasa puas, jika kinerja
sampai melebihi harapan, maka konsumen akan merasa sangat puas (delighted).
Kepuasan konsumen merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan.
Jangka panjangnya adalah meningkatkan keuntungan yang ditentukan oleh
terpenuhinya kebutuhan dan keinginan konsumen secara memuaskan, karena dari
sini akan menimbulkan terjadinya penggunaan ulang dimasa yang akan datang.
Pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan
kinerja atau hasil yang dirasakan. Penilaian terhadap kepuasan konsumen dapat
dibedakan menjadi :
1. Positive disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih baik daripada hasil
yang diharapkan.
2. Simple confirmation, dimana hasil yang diterima sama dengan hasil yang
diharapkan.
3. Negative confirmation, dimana hasil yang diterima lebih buruk (rendah)
daripada hasil yang diharapkan.
Pada akhirnya konsumen yang merasa terpuaskan kebutuhan dan
keinginannya akan menindaklanjuti dengan :
1) Melakukan pembelian ulang (reselling) produk atau jasa.
2) Menyatakan hal baik perusahaan kepada orang lain
3) Kurang memperhatikan produk dan jasa pesaing.
4) Membeli produk yang lain dari perusahaan tersebut
Sedangkan konsumen yang merasa tidak terpuaskan dapat melakukan
tindakan-tindakan yang dikhawatirkan dapat merugikan perusahaan seperti :
1) Menghentikan pembelian produk dari perusahaan
2) Menyatakan keluhan perusahaan kepada orang lain
3) Membeli produk atau jasa lain pada perusahaan pesaing Sehingga kunci untuk
memuaskan konsumen adalah memenuhi atau melebihi pengharapan
konsumen mengenai kualitas jasa.
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis.
Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti
terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya
elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya
efisiensi dan produktivitas karyawan, Anderson Tjiptono, (2016).
Menurut Tjiptono (2016) pada umumnya program kepuasan pelanggan
meliputi kombinasi dari tujuh elemen utama, yakni :
1. Barang dan jasa berkualitas.
Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus
memliki produk berkualitas baik dan layanan prima.Paling tidak, standarnya harus
menyamai para pesaing utama dalam industri. Untuk itu berlaku prinsip “quality
comes first, satisfaction programs follow”. Biasanya perusahaan yang tingkat
kepuasan pelanggannya tinggi menyediakan tingkat layanan pelanggan yang
tinggi pula. Seringkali itu merupakan cara mereka menjustifikasi harga yang
lebih mahal.
2. Relationship Marketing
Keterlibatan langsung manajemen puncak dalam menangani keluhan
pelanggan juga sangat penting, karena bisa mengomunikasikan secara nyata
komitmen perusahaan dalam memuaskan setiap pelanggan. Selain itu para staf
layanan pelanggan harus diseleksi dan dipantau secara cermat guna memastikan
bahwa mereka benar-benar berorientasi pada pemuasan kebutuhan pelanggan
Kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas adalah upaya menjalin relasi
jangka panjang dengan para pelanggan. Asumsinya adalah bahwa relasi yang
8
kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan dapat
membangun bisnis ulangan (repeat business) dan menciptakan loyalitas
pelanggan.
Upaya menjalin relasi dengan pelanggan juga bisa gagal karena sebabsebab lain, seperti sebagian pelanggan menolak untuk tergantung kepada
pemasok tunggal, mungkin saja tidak ada manfaat timbal balik bagi perusahaan
dan pelanggan, dan sebagian pelanggan lebih menyukai fokus jangka pendek yang
semata-mata didasarkan pada harga murah.
3. Program promosi loyalitas
Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara
perusahaan dan pelanggan.Biasanya, program ini memberikan semacam
penghargaan khusus (seperti diskon, bonus, voucher) kepada pelanggan kelas
kakap atau pelanggan rutin (heavy users) agar tetap loyal pada produk dari
perusahaan bersangkutan.
4. Fokus pada pelanggan terbaik
Pelanggan terbaik bukan sekedar mereka yang termasuk heavy users.
Tentu saja mereka berbelanja banyak, namun kriteria lainnya menyangkut
pembayarannya yang lancar dan tepat waktu, tidak terlalu banyak membutuhkan
layanan tambahan (karena mereka telah sangat paham mengenai cara berinteraksi
dengan perusahaan), dan relatif tidak sensitif terhadap harga (lebih menyukai
stabilitas daripada terus – menerus berganti pemasok untuk mendapatkan harga
termurah)
5) Sistem penanganan komplain secara efektif
Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk.Perusahaan
harys memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkannya benar-benar
berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal.Baru setelah itu, jika ada masalah,
perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat sistem penanganan
komplain.Jadi jaminan kualitas haruis mendahului penanganan komplain.
Setiap orang yang bekerja mengharapkan dapat memperoleh kepuasan dari
tempat bekerjanya. Kepuasan akan mempengaruhi produktivitas yang sangat
diharapkan oleh seorang manajer, sehingga seorang manajer perlu memahami apa
yang harus dilakukan untuk menciptakan kepuasan kerja karyawan. Keterlibatan
langsung manajemen puncak dalam menangani keluhan pelanggan juga sangat
penting, karena bisa mengomunikasikan secara nyata komitmen perusahaan dalam
memuaskan setiap pelanggan.Selain itu para staf layanan pelanggan harus
diseleksi dan dipantau secara cermat guna memastikan bahwa mereka benar-benar
berorientasi pada pemuasan kebutuhan pelanggan.
Kepuasan konsumen menurut Kotler dan Keller dalam Mar’ati dan
Sudarwanto (2016) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul
karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap
ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak
puas, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas, dan jika kinerja
melebehi ekspektasi, pelanggan akan sangat puas atau senang. Tjiptono dalam
Farizal dan Prijati (2015), mengutip beberapa definisi kepuasan pelanggan
diantaranya :
1. Menurut Tse dan Wilton (2015), bahwa kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan adalah merupakan respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian atau
diskonformasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
yang dirasakan pemakainya.
2. Menurut Wilkie (2017), kepuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau
jasa.
3. Menurut Engel (2016), kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli,
dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih
memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi
terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah
ketidakpuasan.

Hubungan Emphaty dengan Kepuasan Konsumen

Emphaty merupakan kepedulian yang mencakup kemudahan
komunikasi, dan pemahaman terhadap kebutuhan konsumen dengan cara
mendengarkan kemudian memberi perhatian kepada tiap-tiap konsumen.
Dengan kata lain empati yaitu perhatian khusus atau individu terhadap
segala kebutuhan dan keluhan pelanggan, serta adanya komunikasi yang
baik antara penyedia jasa dengan konsumen. Terciptanya komunikasi yang
baik dari driver GO-JEK kepada konsumen. Driver yang perduli dengan
keselamatan konsumen berpengaruh dengan rasa puas dengan layanan yang
diberikan. Konsumen akan merasa senang dan nyaman dengan layanan GOJEK.
Hubungan empati dengan kepuasan konsumen mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap empati yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan
konsumen juga akan semakin tinggi. Dan sebaliknya jika persepsi
konsumen terhadap empati yang diberikan oleh perusahaan buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah

Hubungan Responsiveness dengan Kepuasan Konsumen

Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling
dinamis harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat
dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu
(Handi Irawan, 2009). Daya tanggap pada penelitian ini merupakan
kesigapan driver atau pihak GO-JEK dalam melayani konsumen. Ketika
mengalami masalah pada kendaraan yang digunakan GO-JEK seperti ban
bocor, dibutuhkan kesigapan dan daya tanggap driver untuk mengatasi
permasalan tersebut. Atau daya tanggap driver GO-JEK untuk menangani
respon permintaan dari para konsumen.
Hubungan daya tanggap dengan kepuasan konsumen mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap daya tanggap perusahaan maka kepuasan konsumen
juga akan semakin tinggi. Dan sebaliknya jika persepsi konsumen terhadap
daya tanggap buruk maka kepuasan konsumen juga akan semakin rendah.

Hubungan Reliability dengan Kepuasan Konsumen

Menurut Zeithaml. Et al (2006) Kehandalan adalah pemenuhan janji
pelayanan segera dan memuaskan dari perusahaan38. Pelayanan GO-JEK
sebagai bisnis transportasi mengantarkan konsumen ketempat tujuan yang
tepat dan cepat. Dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang
dijanjikan dan akurat serta memberikan informasi yang tepat kepada
konsumen.
Hubungan kehandalan dengan kepuasan konsumen mempunyai
pengaruh positif. Semakin baik persepsi konsumen terhadap kehandalan
perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan
sebaliknya jika persepsi konsumen terhadap kehandalan buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah

Hubungan Tangible dengan Kepuasan Konsumen

Bukti fisik yang baik akan mempengaruhi persepsi konsumen. Karena
suatu bentuk jasa tidak bisa dilihat, dicium ataupun diraba. Maka aspek
wujud fisik menjadi bagian penting sebagai alat ukur dari pelayanan. Pada
saat yang bersamaan, aspek bukti fisik mempengaruhi harapan konsumen,
karena bukti fisik yang baik maka harapan konsumen akan lebih tinggi.
Oleh karena itu, pihak GO-JEK dan driver harus memberikan bukti nyata
seperti melengkapi atribut kendaraan, menggunakan kendaraan dengan
kondisi baik atau mempermudah tampilan aplikasi GO-JEK.
Hubungan bukti fisik dengan kepuasan konsumen adalah wujud
fisik yang mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
Semakin baik persepsi konsumen dengan bukti fisik maka kepuasannya
akan meningkat dan menciptakan rasa loyal. Dan sebaliknya jika persepsi
konsumen terhadap bukti fisik buruk, maka kepuasan konsumen juga akan
semakin rendah

Kualitas Layanan

Kotler dan Keller (2010) menjelaskan bahwa Kualitas adalah
totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Lupiyoadi (2008) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan adalah faktor
yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan dimana
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada konsumen dan sebagai strategi perusahaan untuk mempertahankan
diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.
Tjiptono (2014) menjelaskan bahwa kualitas layanan berfokus pada
upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas layanan dapat dievaluasi dengan
cara membandingkan kualitas yang dialami atau diterima pelanggan
perusahaan dengan layanan yang diharapkan. Sedang Mardikawati dan
Farida (2013) menyatakan bahwa kualitas layanan adalah sifat dari
penampilan produk atau kinerja yang merupakan bagian utama strategi
perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik
sebagai pemimpin pasar ataupun strategi untuk terus tumbuh.
Dimensi SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman,
Zeithmal, dan Berry 1988 (dalam utami, 2010), ada sepuluh dimensi dari
kualitas jasa yang dapat diringkas menjadi lima dimensi, yaitu :
1. Bukti Langsung (Tangibles)
Bukti lansung meliputi penampakan dari fasilitas, Gedung, peralatan
dan penampilan. Sebuah perusahaan yang mempunyai fasiitas yang
lengkap serta Gedung yang memadai akan mempengaruhi evaluasi
konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diberikan perushaan
tersebut. Konsumen selalu mencoba untuk menilai suatu pelayanan
atau servis jasa sebelum mereka membeli dan tidak mampu untuk
melihat jasa itu sendiri, mereka akan menilai berdasarkan semua
benda-benda yang bersinergi dengan jasa itu sendiri
2. Keandalan (Reliability)
Kehandalan merupakan seberapa jauh penyedia jasa sanggup
memberikan pelayanan atau jasa sama seperti yang telah dijanjikan
secara akurat dan tepat. Reliability bukan hanya sangat penting untuk
masalah-masalah yang sangat besar, tapi seringkali jasa yang kecil pun
merupakan hal yang penting untuk konsumen dalam memberikan
evaluasi apakah suatu jasa berkualitas tinggi atau rendah. Akibat dari
pelayanan yang jelek , perusahaan akan menerima publikasi yang
negative dan hal itu menyebabkan berkurangya konsumen yang akan
membeli jasa tersebut.
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap menunjukkan kemauan dan komitmen dari penyedia jasa
untuk membantu pelanggan dalam memberikan jasa pada waktu yang
tepat. Daya tanggap bukan hanya menyangkut dari cepatnya suatu
pelayanan yang diberikan, tetapi juga kemauan dari penyedia jasa atau
karyawan dalam membantu konsumen.
4. Kepastian (Assurance)
Jaminan meliputi: Kompetensi, courtesy, credibility (kredibilitas) dan
security (keamanan). Kompetesni terdiri dari keahlian dan
pengetahuan dari para karyawan dalam memberikan pelayanan.
Courtesy meliputi kesopanan dan keramhan dari karyawan terhadap
konsumen. Kredibilitas menyangkut reputasi dari suatu perushaan.
5. Empati (Emphaty)
Empati meliputi: acces, communication, dan under standing customer.
Kemampuan berkomunikasi para karyawan untuk menjelaskan dengan
baik mengenai pelayanan yang disediakan akan memberikan dampak
positif dari penilaian konsumen. Yang perlu diperhatikan lagi adalah
mengerti keinginan konsumen, hal ini tidak boleh diremehkan

Faktor Utama Kepuasan Konsumen

Menurut Lupiyoadi (2013) dalam menentukan tingkat kepuasan,
terdapat lima factor utaman yang harus diperhatikan perusahaan,
yaitu:
1. Kualitas Produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas Pelayanan
Terutama untuk industry jasa, konsumen akan merasa puas bila
mereka mendapatkan pelayanan yang bak atau yang sesuai
dengan yang diharapkan.
3. Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan
produk dengan merk tertentu. Kepuasan yang diperoleh bukan
karena kualitas dari produk tetapi nilai social yang membuat
konsumen merasa puas terhadap merk tertentu.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi
kepada konsumennya.
5. Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk
atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Mengukur Kepuasan Konsumen

Pengukuran kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk mengetahui posisi dari perusahaan dibandingkan
pesaing dan pelanggan itu sendiri. Selain itu pengukuran kepuasan
pelanggan juga berguna untuk mengetahui letak dari kekurangan
perusahaan di persepsi pelanggan yang perlu untuk ditingkatkan.
Menurut Lovelock dan Wright (2007) pelanggan mengalami berbagai
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masingmasing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi
atau terlampaui. Menurut Kotler dalam Susanto (2000) terdapat empat
metode yag dapat dilakukan perusahaan untuk mengetahui tingkat
kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluh dan Saran
Perusahaan memberikan kesempatan serta fasilitas seluasluasnya bagi pelanggan untuk menyampaikan kritik, saran, dan
keluhan. Metode ini biasanya menggunakan fasilitas berupa kotak
saran ataupun layanan telepon customer service.
2. Survei Kepuasan Pelanggan
Metode survei merupakan salah satu metode yang umum
dlakukan terutama dalam penelitian. Metode survei bisa dilakukan
dengan telepon ataupun melakukan wawancara langsung dengan
pelanggan.
3. Ghost Shopping
Metode ghost shopping ini dilakukan dengan cara
memperkerjakan beberapa orag untuk berperan sebagai pembeli di
perusahaan pesaing. Tujuannya ada;ah untuk mngetahui tingkat
kepuasan pelanggan yang dirasakan si ghost shopper sehingga dapat
memprediksi kepuasan pelanggan yang sebenarnya.
4. Lost Customer Analysis
Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi pelanggan
yang telah beralih ke perusahaan lain. Harapannya pelanggan
tersebuut akan memberikan informasi mengapa dia beralih dan apa
kekurangan dari perusahaan disbanding pesaing

Dimensi-dimensi Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler dan Amstrong dalam Andrieani (2016) secara
keseluruhan dimensi-dimensi kepuasan, yaitu :
1, Kualitas yang dirasakan
Penentu Utama kepuasan konsumen yaitu kualitas atau kinerja.
Kualitas sangat mendasar bagi seluruh kegiatan ekonpmi karena dapat
menggambarkan dua komponen yaitu pengalaman dan konsumsi.
2. Nilai yang dirasakan
Nilai yang dirasakan adalah suatu tingkat manfaat yang
dirasakan oleh konsumen terhadap harga yang dibayar dengan
membandingkan manfaat yang dirasakan setelah konsumen melakukan
transaksi dengan penawaran yang diberikan oleh perusahaan berupa
produk atau jasa. Dengan ini konsumen dapat menggunakan
perimbangan untuk membandingkan produk atau jasa yang dirasa
memberi nilai tinggi dan yang rendah.
3. Harapan pelanggan
Harapan pelanggan merupakan tahap awal sebelum konsumen
merasakan nilai dan kualitas yang diberikan perusahaan. Konsumen
memiliki harapan sejauh mana penawaran perusahaan dalam produk
ataupun jasa. Konsumen mendapat informasi-informasi dari berbagai
sumber, selanjutnya memperkirakan perusahaan memiliki
kemampuan untuk terus memberikan kreatifitas di masa depan

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Kepuasan adalah ketika konsumen memenuhi kebutuhannya, hal
itu merupakan konsumen memberikan penilaian terhadap sebuah fitur
produk atau jasa, atau produk atau jasa itu sendiri. Hal itu merupakan
suatu kepuasan yang didapatkan kosumen yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan (Valerie A. Zeithaml, 2009)
Kotler dan Keller (2010) berpendapat bahwa kepuasan konsumen
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja
yang diharapkan (ekspektasi). Konsumen membentuk ekspektasi mereka
dari pengalaman sebelumnya, seperti mempertanyakan kepada rekan
atau teman yang sudah membeli atau menggunakan produk yang sudah
ditawarkan, serta informasi penawaran dari perusahaan tersebut. Apabila
perusahaan berekspektasi terlalu tinggi, maka konsumen akan kecewa.
Dan sebaliknya apabila ekspektasi yang ditawarkan oleh perusahaan
terlalu rendah, maka konsumen tidak akan tertarik dengan produk yang
ditawarkan.

Pengaruh Harga dan Kualitas produk secara simultan terhadap Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan pencapaian nyata yang harus dipenuhi oleh
produsen. Dalam rangka menciptakan kepuasan konsumen, produsen perlu
memahami faktor pendorong kepuasan. Salah satu faktornya harga dan kualitas
produk. Harga merupakan indikator penting dalam memasarkan sebuah produk.
dalam sebagian besar kasus, biasanya permintaan dan harga berbanding terbalik,
yakni semakin tinggi harga, semakin rendah permintaan terhadap produk (Kotler
dan Amstrong 2009). Oleh karena itu, penetapan harga yang tepat perlu mendapat
perhatian yang besar dari perusahaan. Sedangkan kualitas produk mencerminkan
semua dimensi penawaran produk yang memberikan manfaat bagi konsumen
(Tjiptono 2008). Jadi, kualitas produk yang sesuai dengan harapan konsumen
akan memberikan kepuasan.
Penelitian yang dilakukan Susanto (2013) menyatakan bahwa harga, kualitas
produk dan nilai pelangga berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan
konsumen rumah makan di purwokerto. Mahendra (2014) menyatakan bahwa
harga dan kualitas produk berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan
konsumen Honda Beat Kecamatan Trenggalek. Nandahapsari (2015) menyatakan
kualitas produk, harga dan kepercayaan berpengaruh secara simultan terhadap
kepuasan konsumen Catering Rosa Kediri. Rita et.al (2014) menyatakan bahwa
harga, kualitas produk dan kualitas pelayanan berpengaruh secara simultan
terhadap kepuasan konsumen café dan resto cabana Manado. Jessica et.al (2014)
menyatakan bahwa harga, kualitas produk dan promosi berpengaruh secara
simultan terhadap kepuasan pelanggan Kartu Prabayar Telkomsel.

Pengaruh Kualitas produk terhadap Kepuasan Pelanggan

Kualitas produk merupakan kemampuan dari suatu produk dalam
menjalankan fungsinya. Kualitas produk mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan kepuasan pelanggan karena kualitas produk dapat dinilai dari kemampuan
produk tersebut untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Hubungan kualitas
produk dengan kepuasan pelanggan tersebut ditegaskan pula oleh (Swasta 2008)
bahwa kualitas dari suatu produk ditentukan oleh pelanggan melalui karakteristik
yang ada pada suatu produk dan jasa, dimana puas dan tidaknya pelanggan
dipengaruhi oleh nilai yang didapat dengan mengkonsumsi suatu produk.
Semakin tinggi tingkat kualitas produk dalam memuaskan pelanggan, maka
akan menyebabkan kepuasaan pelanggan yang tinggi pula (Kotler dan Amstrong
2009). Mowen dan Minor (2002) berpendapat kualitas produk mempunyai
pengaruh yang bersifat langsung terhadap kepuasan pelanggan. Dengan
meningkatkan kemampuan suatu produk maka akan tercipta keunggulan bersaing
sehingga pelanggan menjadi semakin puas.
Penelitian yang dilakukan Prastyo (2011) menyatakan bahwa kualitas produk
dan harga berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Yulia (2015) menyatakan
bahwa kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
konsumen pada produk M2 Fashion Online Singaraja. Ardahana (2010)
menyatakan bahwa harga, kualitas produk dan lokasi berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan Bengkel Caesar Semarang. Loindong (2014) menyatakan
bahwa harga, kualitas produk dan lokasi berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan pada warung makan Lamongan di kota Manado. Nurnas (2015)
menyatakan bahwa harga, kualitas produk dan pengembangan produk
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan Mebel UD. Kartini Jepara
Nganjuk

Pengaruh Harga terhadap Kepuasan Pelanggan

Harga merupakan faktor pendorong kepuasan konsumen. Kesalahan
menetapkan harga jual akan berdampak pada persepsi pelanggan yang kurang
baik terhadap produk dan nama perusahaan. Anderson, fornell, Lehman (dalam
Bei dan Chiao 2001) dalam hasil penelitianya menegaskan bahwa harga
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan konsumen,
karena bila sewaktu-waktu konsumen mengevaluasi nilai dari produk yang
diperoleh konsumen biasanya berfikir mengenai harga. Harga yang tinggi
menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan atau mengurangi
pemborosan terhadap produk. Suatu produk yang memiliki kualitas adalah produk
yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai harapan konsumen bahkan
dapat melebihi apa yang diharapkan oleh konsumen sehingga konsumen puas.
Jika harga yang telah dibeli memenuhi harapan yang di inginkan konsumen, hal
ini akan menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Penelitian yang dilakukan Wibowo (2013) menyatakan bahwa harga, kualitas
layanan dan nilai pelanggan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada
Rumah Makan Di Kota Purwokerto. Rahma et.al (2012) menyatakan bahwa harga
berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen online shopping pada
Mahasiswi Univeristas Surabaya. Ardahana (2010) menyatakan bahwa harga,
kualitas produk dan lokasi berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Bengkel
Caesar Semarang. Nandahapsari (2015) menyatakan bahwa harga, kualitas produk
dan lokasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada Catering
Rossa Kediri. Hastuti (2013) menyatakan bahwa kualitas pelayanan dan harga
berpengaruh terhadap pelanggan Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia di
Kota Solo.

Dimensi Kualitas Produk

Menurut Orville, Larreche, dan Boyd (2005) mengungkapkan indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas produk, yaitu:
1) Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari
sebuah produk. Indikator pada Performance (kinerja), yaitu kinerja
produk sesuai dengan manfaat, kemudahan dan kenyaman dalam
menggunakan produk dan bahan pertimbangan konsumen.
2) Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin
besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar
pula daya tahan produk. Indikator pada Durability (daya tahan), yaitu usia
atau keawetan sebuah produk.
3) Conformance to Specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu
sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi
spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada
produk. Indikator pada Conformance to Specifications (kesesuaian dengan
spesifikasi), yaitu karakteristik desain produk dan karakteristik kualitas
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4) Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk
menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen
terhadap produk. Indikator pada Features (fitur), yaitu keistimewaan
tambahan produk dan kelengkapan sebuah produk yang sesuai dengan
manfaat.
5) Reliabilty (kehandalan), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja
dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil
kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.
Indikator pada Reliabilty (kehandalan), yaitu keberhasilan produk dalam
menjalankan fungsinya.
6) Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk
bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk. Indikator pada
Aesthetics (estetika), yaitu bentuk, desain dan warna yang ditawarkan
produk.
7) Perceived Quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari
penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena
terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan
informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi persepsi konsumen terhadap
produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.
Indikator pada Perceived Quality (kesan kualitas), yaitu penilaian
pelanggan (presepsi pelanggan) dan perasaan pelanggan dalam
menggunakan produk.
8) Serviceability, meliputi kecepatan dan kemudahan untuk direparasi, serta
kompetensi dan keramahtamahan staf layanan. Indikator pada
Serviceability, yaitu kemudahan dalam memperbaiki produk.
Kualitas produk merupakan kemampuan dari suatu produk dalam
menjalankan fungsinya. Kualitas produk mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan kepuasan pelanggan karena kualitas produk dapat dinilai dari
kemampuan produk tersebut untuk menciptakan kepuasan pelanggan.
Hubungan kualitas produk dengan kepuasan pelanggan tersebut ditentukan
oleh pelanggan melalui karakteristik yang ada pada suatu produk dan jasa,
dimana puas dan tidaknya pelanggan dipengaruhi oleh nilai yang didapat
dengan mengkonsumsi suatu produk.
Semakin tinggi tingkat kualitas produk dalam memuaskan pelanggan, maka
akan menyebabkan kepuasaan pelanggan yang tinggi pula (Kotler dan
Amstrong 2009). Mowen dan Minor (2002) berpendapat kualitas produk
mempunyai pengaruh yang bersifat langsung terhadap kepuasan pelanggan.
Dengan meningkatkan kemampuan suatu produk maka akan tercipta
keunggulan bersaing sehingga pelanggan menjadi semakin puas

Pengertian Kualitas Produk

Menurut Kotler dan Amstrong (2009) kualitas produk adalah kemampuan
sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan
durabilitas, reliabilitas, ketetapan, kemudahan pengoperasian dan reparasi
produk juga atribut produk lainnya. Menurut Mowen dan Minor (2002)
kualitas produk sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan barang
dan jasa. Isu utama dalam menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang
digunakan konsumen untuk mengevaluasinya. Bagian dari kebijakan produk
adalah perihal kualitas produk. Kualitas suatu produk baik berupa barang
maupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya.
Menurut David Garvin yang dikutip Vincent Gasperz (Umar 2001), untuk
menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi yaitu
performance, features, reliability, durability, servicebility, aesthetics,
conformance dan perceive performance. Dimensi berisifat universal sehingga
harus didefinisikan, diklarifikasikan, dan interprestasikan sesuai dengan
penggunannya, hanya yang cocok saja yang dipergunakan sesuai dengan
bentuk dan jenis produk dari perusahaan tersebut.
Mc Charty dan Perreault (2003) mengemukakan bahwa, produk
merupakan hasil dari produksi yang akan dilempar kepada konsumen untuk
didistribusikan dan dimanfaatkan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya.
Dengan melihat definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
adalah suat usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, dimana
suatu produk tersebut memiliki kualitas yang sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditentukan, dan kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah
karena selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah

Faktor yang Mempengaruhi Harga

Menurut Tjiptono (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi harga adalah
sebagai berikut:
1. Harga jual
Harga jual merupakan harga akhir yang ditetapkan produsen akan suatu
produk setelahadanya perhitungan semua biaya produksi.
2. Kesesuaian harga
Bahwa tinggi rendahnya harga ditetapkan perusahaan sesuai dengan
kualitas produk tersebut, sehingga konsumen akan mendapatkan manfaat yang
seimbang dengan jumlah uang yang dikeluarkan.
3. Perbandingan harga
Perbandingan mengenai harga yang ditetapkan perusahaan dengan
perusahaan lain dengan produk yang sejenis atau subtitusi sehingga konsumen
akan dapat menetapkan pilihannya terhadap beberapa alternatif produk
tersebut.

Indikator Harga

Harga suatu barang atau jasa menjadi penentu bagi permintaan pasar.
Harga juga dapat mempengaruhi program pemasaran perusahaan atau
organisasi. Karena ini merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang dapat
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Nurhayati (2011) mengungkapkan
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1) Harga terjangkau.
2) Harga sesuai dengan kualitasnya.
3) Harga suku cadang murah.
4) Harga sesuai manfaat yang dirasakan.

Peran Harga

Harga mempunyai peranan penting secara makro (bagi perekonomian
secara umum) dan secara mikro (bagi konsumen dan perusahaan) (Tjiptono,
2004):
1) Bagi perekonomian, harga produk mempunyai pengaruh tingkat
perekonomian, karena harga berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor
produksi. Seperti tenaga kerja, tanah, modal, waktu dan kewirausahaan.
Tingkat upah yang tinggi menarik tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggi
menjadi daya tarik bagi investasi modal, dan seterusnya. Sebagai alokator
sumber daya, harga menentukan apa yang diproduksi (penawaran) dan siapa
yang akan membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).
2) Bagi konsumen, dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat
sensistif terhadap faktor harga (menjadikan harga sebagai satu-satunya
pertimbangan membeli produk) dan ada pula yang tidak. Mayoritas
konsumen agak sensitif terhadap harga, namun mempertimbangkan faktor
lain (seperti citra merek, lokasi, toko, layanan, nilai (value), fitur produk, dan
kualitas). Selain itu, persepsi konsumen terhadap kualitas harga seringkali
dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa kasus harga yang mahal dianggap
mencerminkan kualitas tinggi, terutama dalam kategori produk spesial.

Pengertian Harga

Kesetiaan Harga adalah jumlah rupiah yang bisa dibayar oleh pasar (Colin
2003). Dari sudut pandang pemasaran merupakan satuan moneter atau ukuran
lainnya (barang dan produk) yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau produk. Harga (price) adalah
jumlah uang yang dibebankan atau dikenakan atas sebuah produk atau produk.
dengan kata lain harga merupakan sebuah nilai yang harus ditukarkan dengan
produk yang dikehendaki konsumen (Swasta 2008). Sedangkan Menurut
Nitisusastro (2012) harga adalah suatu imbalan yang berupa pembayaran yang
diterima oleh produsen karena telah menyerahkan suatu produk barang atau
jasa kepada konsumen.
Harga merupakan satu-satunya elemen yang menghasilkan pendapatan
sedangkan elemen lain menimbulkan biaya. Harga merupakan salah satu
elemen yang paling flexsibel, harga dapat diubah dengan cepat. Namun ada
beberapa perusahaan yang tidak menangani penetapan harga yang terlalu
berorientasi biaya, harga kurang sering divariasi untuk mengambil keuntungan
dari perubahaan pasar, harga ditetapkan secara independen dan bukannya
sebagai unsur instrinsik dari strategi penentuan posisi pasar, serta harga kurang
cukup bervariasi untuk berbagai macam produk, segmen pasar, dan saat
pembelian (Kotler 2007).
Menurut Simamora (2001) harga adalah sejumlah nilai dipertukarkan untuk
memperoleh suatu produk. Biasanya harga dihitung dengan nilai uang.
Masalah terpenting dalam penetapan harga adalah menentukan harga yang
tepat, yaitu tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah di mata konsumen,
masih memberikan keuntungan bagi perusahaan dan tidak menjadi kelemahan
perusahaan di mata pesaing. Harga yang tinggi bisa saja masih terjangkau
konsumen dan ini jelas memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tetapi dalam
persaingan, ini bisa menjadi kelemahan perusahaan kalau pesaing mampu
membuat harga yang lebih rendah, terutama kalau pasar peka terhadap harga.
Berdasarkan beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa harga adalah
sejumlah nilai yang harus dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki
atau menggunakan suatu produk

Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon konsumen terhadap
ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang
dirasakan setelah pemakaian. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan
konsumen adalah presepsi konsumen mengenai pelayanan dan kepuasan
konsumen selain dipengaruhi oleh pelayanan juga ditentuan oleh kualitas
produk, nilai, harga dan faktor-faktor lainnya yang bersifat pribadi serta yang
bersifat situasi sesaat. Irawan (2008) adapun penjelasan dari semua faktor yang
mempengaruhi kepuasan konsumen adalah sebagai berikut:
1. Kualitas produk adalah driver kepuasan konsumen yang multi dimensi.
Konsumen akan puas dengan produk yang dibeli jika produk tersebut
berkualitas baik.
2. Harga, konsumen yang sensitif terhadap harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena mereka mendapatkan nilai yang tinggi.
3. Service quality adalah konsep pelayanan yang terdiri dari tangibles,
responsiveness, reliability, assurace, dan empathy.
4. Emotional factor adalah faktor yang berhubungan dengan gaya hidup
seseorang.
5. Biaya dan kemudahan adalah konsumen akan semakin puas dengan relatif
mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk dan pelayanan

Pengukuran Kepuasan Konsumen

Ada beberapa metode yang bisa digunakan perusahaan untuk mengukur
kepuasan konsumen (Kotler 2007), yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan menyediakan akses yang
mudah serta nyaman bagi para konsumen untuk menyampaikan saran, kritik,
pendapat dan keluhan mereka.
2. Pembeli bayangan (Ghost Shopping)
Yaitu dengan mempekerjakan beberapa ghost shopper yang berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan kemudian
menilai cara perusahaan melayani permintaan spesifik konsumen, menjawab
pertanyaan konsumen dan menangani setiap keluhan.
3. Analisis konsumen beralih (Lost Customer Analysis)
Sedapat mungkin perusahaan seharusnya menghubungi para konsumen yang
telah beralih ke perusahaan lain agar dapat memahami mengapa hal itu
terjadi dan agar dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan
selanjutnya. 4. Survey kepuasan konsumen
Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan secara langsung dari
pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap konsumenya.
Kepuasan pelanggan adalah batu penjuru bagi hubungan antara pemasaran
dan manajemen dan sumber keunggulan kompetititf bagi organisasi (Claycomb,
et.al 2002). Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan merupakan bagian dari
pengalaman pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan. Berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya pelanggan memiliki kecenderungan untuk
membangun nilai-nilai ekspetasi tertentu.
Nilai ekspetasi tersebut akan memberikan dampak bagi pelanggan untuk
melakukan pelanggan untuk melakukan perbandingan terhadap kompetitor dari
produk yang pernah dirasakannya. Secara langsung penilaian tersebut akan
mempengaruhi pandangan dan penilaian pelanggan terhadap perusahaan
kompetitor.

Indikator Kepuasan Pelanggan

Irawati dan Hery Syahrial (2015) mengungkapkan indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Terpenuhinya harapan pelanggan setelah membeli produk.
2. Perasaan puas (dalam arti puas terhadap penetapan harga dan kualitas
produknya.
3. Puas atas manfaat yang diberikan produk.

Manfaat Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan
dan bagi konsumen itu sendiri. Manfaat yang dapat diperoleh dari kepuasan
pelanggan menurut Tjiptono (2004) antara lain :
1) Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis.
2) Memberikan dasar yang lebih baik untuk pembelian ulang.
3) Dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen.
4) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan
bagi perusahaan.
5) Reputasi perusahaan menjadi baik.
6) Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Apa yang diharapkan dan diinginkan konsumen, merupakan faktor utama
yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam menyusun
rencana kebijakan dalam pemasaran yang akan dilakukan perusahaan

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Menurut Walker et.al (2001) kepuasan pelanggan dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan
dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Secara umum, kepuasan
pelanggan dapat dikatakan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang dari
perbandingan antara produk yang dibeli sesuai atau tidak dengan harapanya.
Menurut Oliver (2007) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kepuasan
pelanggan adalah bagian dari pemasaran dan memainkan peran penting
didalam pasar. Dalam setiap perusahaan, kepuasan pelanggan adalah hal yang
paling penting, karena jika konsumen merasa puas dengan pelayanan atau
produk itu, maka posisi produk atau jasa itu akan baik dipasar. Apa yang
diharapkan dan diinginkan oleh konsumen merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menyusun rencana kebijakan bagian
pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Menurut Mowen dan Minor (2002) Kepuasan pelanggan adalah
keseluruhan sikap yang ditunjukan konsumen atas barang atau jasa setelah
mereka memperoleh dan menggunakannya. Ini merupakan penelian evaluative
pasca pemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan
pengalaman menggunakan/mengkonsumsi barang atau jasa tersbut. Secara
menyeluruh perasaan konsumen mengenai pengalaman konsumsi akan
mempengaruhi evaluasi mereka atas produk secara independen dalam hal
kualitas produk aktual. Evaluasi pasca pembelian produk sangat erat
hubunganya dengan pengembangan perasaan puas atau tidak puas terhadap
proses pertukaran.
Etta dan Sopiah (2013) menyatakan kepuasan pelanggan merupakan
sejauh mana suatu tingkatan produk diprespsikan sesuai harapan pembeli. Jadi,
kepuasan konsumen diartikan sebagai suatu keadaan dimana harapan
konsumen terhadap suatu jasa dan produk sesuai dengan kenyataan yang
diterima oleh konsumen. Jika jasa atau produk tersebut jauh dari harapan, maka
konsumen akan kecewa, sebaliknya jika jasa atau produk tersebut memenuhi
harapan, maka konsumen akan merasa puas

Mengukur Kepuasan Konsumen

Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami tahap purna
beli, dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan atau tidak kepuasan
tertentu yang akan berpenagruh pada perilaku konsumen berikutnya. Jika
konsumen merasa puas maka akan memperlihatkan perilaku berikutnya yaitu
dengan melakukan pembelian ulang. Menurut Tjiptono (2012:148) untuk
mengukur kepuasan konsumen, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berpusat pada pelanggan atau konsumen
mempermudah para pelanggannya guna memasukkan saran dan
keluhan. Sejumlah perusahaan yang berpusat pada pelanggan
menyediakan nomer telepon bebas pulsa hot lines.
2. Survey kepuasan pelanggan
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa para pelanggan kecewa
pada satu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5 yang akan
mengadukan keluhan. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih
sedikit atau berpindah pemasok. Perusahaan yang tanggap mengukur
kepuasan pelanggan secara langsung melakukan survey secara berkala.
3. Belanja siluman (ghot shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon
pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami
sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius
itu bahkan dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu
menangani berbagai situasi. Para manajer itu sendiri harus keluar dari
kantor dari waktu ke waktu, masuk ke situasi penjualan di
perusahaannya dan di para pesaingnya dengan cara menyamar dan
merasakan sendiri perlakuan yang mereka terima. Cara yang agak mirip
dengan itu adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri
guna mengajukan pertanyaan dan keluhan dalam rangka melihat cara
menangani telepon.
Menurut Kotler dan Amstrong (2012:72) ada empat alat untuk melacak
dan mengukur kepuasan pelanggan, adalah sebagai berikut:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib
memberikan kesempatan seluas–luasnya bagi para pelanggan nya untuk
menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang
bisa digunakan bisa berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon
khusus bebas pulsa, website dan lain–lain.
2. Survey kepuasan pelanggan
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan
pelanggan menggunakan survey baik via pos, telepon, e-mail, maupun
wawancara langsung.
3. Belanja siluman (Ghost Shoping)
Ghost Shoping merupakan salah satu metode untuk memperoleh
gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjaakan
beberapa orang ghost shopper untuk berperan sebagai pelanggan
potensial jasa perusahaan dan pesaing.
4. Analisis pelanggan yang hilang
Perusahaan sepantasnya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli atau beralih pemasok agar dapat memahami hal ini
terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau
penyempurnaanselanjutnya.
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai alat atau cara untuk mengukur
kepuasan konsumen tersebut, dapat disimpulkan bahwa hanya ada satu perbedaan
diantara kedua pendapat ahli diatas yang mana dari salah satu pendapat ahli ada
yang menambahkan bahwa cara untuk mengukur kepuasan konsumen bisa dengan
analisis pelanggan yang hilang. Sedangkan ketiga poin sebelumnya sama yaitu
sistem keluhan dan saran, survey kepuasan pelanggan, belanja siluman (Ghost
Shoping). Menurut Tjiptono (2012:22) konsumen yang merasa tidak puas pun
akan berinteraksi dengan tindakan yang berbeda, ada yang mendiamkan saja dan
ada pula yang melakuakn komplain. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga kategori
tanggapan atau complain terhadap ketidakpuasan, yaitu:
1) Voice response yaitu usaha menyampaikan keluhan secara langsung
dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan,
maupun kepada distributornya.
2) Private response yaitu tindakan yang dilakukan antara lain
memperingati atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya
mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan yang
bersangkutan.
3) Third-party response yaitu tindakan yang dilakukan meliputi usaha
meminta ganti rugi secara hokum, mengadu lewat media massa, atau
secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instasi hokum dan
sebagainya.
Terciptanya kepuasan konsumen adalah salah satu upaya dari perusahaan
untuk dapat terus bertahan dan memenangkan persaingan dalam pasar yang ada.
Dengan terciptanya kepuasan konsumen akan semakin mempererat hubungan
antara perusahaan dengan konsumen.

Strategi Kepuasan Konsumen

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan. Beberapa strategi kepuasan pelanggan yang
dikemukakan oleh Tjiptono (2012:47) :
1. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing
Strategi di mana transaksi pertukaran antara pembeli dan penjual
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain,
penjual menjalin kemitraan dengan pembeli secara terus menerus.
2. Strategi superior customer service
Strategi ini menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada
pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber
daya manusia, dan usaha yang gigih agar tercipta suatu pelayanan yang
superior.
3. Strategi unconditional guarantees atau extraordinary guarantees.
Strategi ini adalah komitmen untuk memberikan kepuasan pada
pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme
penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Garansi
atau jaminan dirancang untuk meringankan risiko/kerugian pelanggan,
dalam hal pelanggan tidak puas terhadap barang atau jasa yang telah
dibayarnya.
4. Srategi penanganan keluhan yang efisien
Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah
seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk
perusahaan yang puas.
5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan
Meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan
pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan
pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship,
memberikan pelatihan kepada karyawan dan pihak manajemen.
6. Menerapkan Quality Function Develompment (QFD)
Quality Function Develompment (QFD) merupakan praktik
merancang suatu proses bagi tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan.
QFD berusaha menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi
apa yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan
melibatkan pelanggan dalam pengembangan produk sedini mungkin.

Manfaat Kepuasan Konsumen

Kepuasan pelanggan telah menjelma menjadi kewajiban bagi setiap
organisasi bisnis, peneliti pemasaran, eksekutif bisnis, bahkan politisi. Selain itu,
kepuasan pelanggan berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik. Menurut
Tjiptono (2012:41) kepuasan konsumen saat ini sangat penting, karena:
1. Daya Persuasif Word of Mouth (Gethok Tular)
Gethok tular dari pelanggan merupakan strategi untuk menarik
pelanggan baru.
2. Reduksi Sensitivitas Harga
Pelanggan yang merasa puas dan loyal terhadap suatu
perusahaan cenderung lebih jarang memerhatikan harga untuk setiap
pembelian individualnya. Dalam banyak kasus, kepuasan pelanggan
mengalihkan fokus pada harga, pelayanan, dan kualitas.
3. Kepuasan Pelanggan sebagai Indikator Kesuksesan Berbisnis di Masa
Depan.
Pada Hakikatnya kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka
panjang, karena dibutuhkan waktu yang cukup lama sebelum dapat
memperlihatkan reputasi atas layanan prima.
4. Manfaat Ekonomi Mempertahankan Pelanggan versus Menarik
Pelanggan Baru.
Menurut Lupiyoadi (2013:45) Kepuasan konsumen memberikan sejumlah
manfaat yang spesifik, antara lain :
1. Berdampak positif pada loyalitas pelanggan
2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui
pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling
3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya-biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dam layanan pelanggan.
4. Menekan volatilitas dan risiko berkenaan dengan prediksi aliran kas
masa depan.
5. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pelanggan untuk
membayar harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah
tergoda untuk beralih.
6. Pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap product-line extensions,
brand extensions, dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan.
7. Meningkatkan bargaining power relatif perusahaan terhadap jaringan
pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi.
Sedangkan menurut Chin Tiong Tan (2012: 25) kunci untuk
mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan, karena akan memberikan
beberapa manfaat diantaranya :
1. Membeli lebih banyak dan setia lebih lama.
2. Membeli jenis produk baru atau produk yang disempurnakan dari
perusahaan.
3. Menyampaikan pujian mengenai perusahaan dan produknya kepada
orang lain.
4. Kurang memperhatikan merek dan iklan pesaing, serta kurang sensitif
kepada harga.
5. Menawarkan gagasan barang/jasa kepada perusahaan.
6. Lebih murah biaya pelayanannya daripada pelanggan baru, karena
transaksinya sudah rutin.
Dari beberapa manfaat mempertahankan pelanggan yang telah dijelaskan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manfaat yang lebih dominan yang
terdapat diketiga pendapat ahli diatas adalah bahwa pelanggan yang merasa puas
dan loyal terhadap suatu perusahaan cenderung lebih jarang memerhatikan harga
untuk setiap pembelian individualnya. Dalam banyak kasus, kepuasan pelanggan
mengalihkan fokus pada harga, pelayanan, dan kualitas

Konsep Kepuasan Konsumen

Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan konsumen maupun ketidakpuasan
konsumen semakin besar. Persaingan yang semakin ketat, di mana banyak
produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen,
menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan
konsumen sebagai tujuan utama. Hal ini tercermin dari semakin banyaknya
perusahaan yang meyertakan komitmennya terhadap kepuasan konsumen dalam
penyertaan misinya maupun iklan. Semakin diyakini bahwa kunci utama
memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada
konsumen melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga
bersaing.
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para
konsumen yang merasa puas. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan
beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan
konsumen/pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi
pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi
perusahaan.
Yoeti (2012:40) membedakan tiga tingkat kepuasan konsumen, yakni :
1. Menemukan kebutuhan pokok pelanggan (The basic needs of the
customers)
2. Mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi harapan pelanggan, sehingga
mereka mau kembali datang pada perusahaan kita.
3. Selalu memperhatikan apa yang menjadi harapan pelanggan, lakukan
melebihi seperti apa yang diharapkan pelanggan. Pada tingkat ketigalah
kepuasan konsumen dapat tercapai.
Menurut Yoeti (2012:46), kepuasan pelanggan banyak ditentukan oleh
kualitas performa dari pelayanan di lapangan. Apabila pelayanan (service) tidak
sama atau sesuai dengan harapan (expectation) pelanggan, maka di mata
konsumen/pelanggan pelayanan yang diberikan dinilai jelek dan tidak
memuaskan. Oleh karena itu, kepuasan dapat diuraikan dengan persamaan:
Satisfaction = f (Performance-Expectation)
Persamaan ini menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu :
1. Performance < Expectation
Bila hal ini terjadi maka konsumen/pelanggan mengatakan
bahwa pelayanan yang diberikan jelek, karena harapan pelanggan tidak
terpenuhi atau pelayanannya kurang baik, belu memuaskan pelanggan.
2. Performance = Expectation
Bila keadaan ini terjadi maka bagi konsumen tidak ada
istimewanya, pelayanan yang diberikan belum memuaskan konsumen.
3. Performance > Expectation
Keadaan ini menggambarkan konsumen merasa senang/puas atas
pelayanan yang diberikan.

Dimensi Kualitas Produk

Menurut Tjiptono (2012), kualitas mencerminkan semua dimensi
penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan.
Kualitas suatu produk baik berupa barang atau jasa ditentukan melalui
dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk menurut Tjiptono (2012)
adalah:
1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi
dasar dari sebuah produk.
2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk
yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti.
Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka
semakin besar pula daya produk.
3. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu
sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk
memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak
ditemukannya cacat pada produk.
4. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk
menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan
konsumen terhadap produk.
5. Reliability (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan
bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu.
Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk
tersebut dapat diandalkan.
6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan
produk.
7. Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil
dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung
karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau
kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan.
8. Serviceability, meliputi kecepatan dan kemudahan untuk direparasi,
serta kompetensi dan keramahtamahan staf layanan.

Atribut Produk

Menurut Kotler dan Armstrong (2012) beberapa atribut yang
menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah:
1. Merek (Branding)
Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual
dan membedakannya dari produk pesaing. Pemberian merek
merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek
itu mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat produk itu
berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah
keberhasilan yang besar pada produk Kotler dan Armstrong (2012).
2. Pengemasan (Packing)
Pengemasan (packing) adalah kegiatan merancang dan
membuat wadah atau pembungkus suatu produk. Pengemasan
melibatkan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu
produk.
3. Kualitas Produk (Product Quality)
Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu
produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan
keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut
bernilai lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan
dapat menerapkan program ”Total Quality Manajemen (TQM)”.
Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total
adalah untuk meningkatkan nilai konsumen.

Pengertian Kualitas Produk

Pengertian produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan,
atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
American Society for Quality Control mendefinisikan kualitas (quality)
sebagai keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu
produk (barang/jasa) dalam hal kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau tersirat. Kualitas suatu
produk (barang/jasa) adalah sejauh mana produk memenuhi spesifikasispesifikasinya (Lupiyoadi, 2013:144). Tingkat kepuasan pelanggan
sangat tergantung kepada mutu suatu produk. Suatu produk dikatakan
bermutu bagi seseorang kalau produk tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya (Supranto, 2013:14). Dan adapun produk yang berkualitas
adalah keseluruhan barang dan jasa yang berkaitan dengan keinginan
konsumen yang secara keunggulan produk sudah layak diperjualkan
sesuai harapan dari pelanggan.
Untuk mencapai kualitas produk yang diinginkan maka
diperlukan suatu standarisasi kualitas. Cara ini dimaksudkan untuk
menjaga agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang telah
ditetapkan sehingga konsumen tidak akan kehilangan kepercayaan
terhadap produk yang bersangkutan. Pemasar yang tidak memperhatikan
kualitas produk yang ditawarkan akan menanggung tidak loyalnya
konsumen sehingga penjualan produknya pun akan cenderung menurun.
Jika pemasar memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan
periklanan dan harga yang wajar maka konsumen tidak akan berpikir
panjang untuk melakukan pembelian terhadap produk (Kotler dan
Amstrong, 2012)

Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2012:70) dimensi kualitas pelayanan yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan adalah sebagai
berikut:
1. Bukti Langsung (tangible)
Tangible adalah faktor yang memengaruhi kepuasan
pelanggan dari segi visual (berhubungan dengan lingkungan fisik).
Tangible yang baik akan memengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat
yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber
yang memengaruhi harapan pelanggan. Meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, karyawan dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability)
Kemampuan untuk diandalkan dalam menunjukkan layanan
yang dijanjikan dengan tanggung jawab dan akurat kepada
pelanggannya. Reliability berarti perusahaan menepati apa yang
dijanjikan, baik mengenai pengantaran, pemecahan masalah dan
harga. Kemampuan memberiakn pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat dan memuaskan. Reliabilitas, meliputi dua aspek
utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dan sifat dapat
dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu
menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first
time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya,
menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang disepakati),
menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan
yang akurat.
3. Jaminan (assurance)
Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan bias menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya.
Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan
menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. Dimensi ini
mungkin menjadi bagian penting dari layanan dimana pelanggan
merasa aman (secure) dan terjamin, bahwa pelanggan akan dilayani
oleh karyawan yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang
baik tentang produk atau jasa yang dijual oleh produsen. Mencakup
pengetahuan, kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.
4. Daya tanggap (responsiveness)
Kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak membantu
tamu dan memberikan layanan yang tepat waktu. Responssivitas atau
daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat.
Beberapa contoh diantaranya: ketepatan waktu pelayanan,
pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi
kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat. Dimensi
ini menegaskan perhatian dan kecepatan waktu dalam hubungannya
dengan permintaan pelanggan, pertanyaan, komplain dan masalah
yang terjadi. Keinginan karyawan membantu konsumen dan
memberikan pelayanan dengan tanggap, cepat serta memuaskan.
5. Empati (empathy)
Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah
para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta
memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki
jam operasi yang nyaman. Kemampuan untuk mengerti keinginan
pelanggan, serta memperhatikan emosi atau perasaan pelanggan dan
juga tersedianya perhatian atau atensi untuk para pelanggan. Meliputi
kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan konsumen.
Dimensi kualitas pelayanan lainnya menurut Laksana (2012:90)
adalah sebagai berikut :
1. Tangibles (fasilitas fisik) meliputi tempat parkir, fasilitas gedung, tata
letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan
perlengkapan yang modern.
2. Credibility (kredibilitas) meliputi kepercayaan, keyakinan dan
kejujuran dalam pelayanan.
3. Competence (kompeten) meliputi keterampilan dan pengetahuan
pelayanan.
4. Access (akses) meliputi memberikan atau menyediakan keinginan
pelanggan dan pelayanan mudah dihubungi.
5. Reliability (reliabilitas) meliputi efektifitas informasi jasa,
penampilan barang pembuatan nota dan pencatatan nota.
25
6. Responsiveness (responsif) yaitu membantu dengan segera
memecahkan masalah.
7. Courtesy (kesopanan) meliputi kesopanan, penghargaan, bijaksana
dan keramahan pelayanan.
8. Communication (komunikasi) meliputi komunikasi yang baik dan
bisa mendengarkan pendapat konsumen.
9. Understanding the customer (memahami konsumen) yaitu mengerti
dan memahami kebutuhan dari konsumen.
10. Security (keamanan) yaitu memberikan rasa nyaman dan
membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pelanggan.
Sunarto (2013:200) mengidentifikasi tujuh dimensi dasar dari
kualitas pelayanan yaitu :
1. Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut
kunci yang diidentifikasi para konsumen.
2. Interaksi pegawai, yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati
yang ditunjukkan kepada masyarakat yang memberikan jasa atau
barang.
3. Keandalan, yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko.
4. Daya tahan, yaitu rantan kehidupan produk dan kekuatan umum.
5. Ketepatan waktu, yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau
diperbaiki, seberapa cepat produk informasi atau jasa diberikan.
6. Estetika, yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya
tarik penyajian jasa.
7. Kesadaran akan merek, yaitu dampak positif atau negatif tambahan
atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas
evaluasi pelanggan.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai dimensi kualitas
pelayanan dapat disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu
dengan memenuhi syarat agar sebuah pelayanan memungkinkan untuk
menimbulkan kepuasan pelanggan. Adapun dimensi-dimensi tersebut
yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy.
Hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen
dikemukakan oleh kotler dan Amstrong (2012:10) “customer satisfaction
is closely linked to quality in recent year, many companies have adapted
total quality management (TQM) program, designed to constantly
improve the quality of their products services and marketing process,
quality has a direct impact on product performance and hence on
costomer satisfaction”. Berdasarkan pendapat tersebut dijelaskan bahwa
terdapat hubungan langsung antara kualitas pelayanan dengan kepuasan
konsumen. Untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik maka
perlu dibina hubungan yang erat antar perusahaan, dalam hal ini adalah
karyawan dengan pemakai jasa tersebut.

Pengertian Kualitas Pelayanan

Swasta dan Handoko (2012:10), mengemukakan bahwa layanan
adalah kegiatan langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses
pengambilan keputusan pada masa persiapan dan penentuan kegiatan –
kegiatan tersebut. Goetsh dan Davis yang dikutip oleh Tjiptono
(2012:51) mendefinisikan kualitas sebagai berikut: “kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
alam dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Menurut
Lewis dan Booms (2012:34), “Kualitas pelayanan sebagai ukuran
seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
harapan pelanggan”. Menurut Yamit (2013), “Memiliki pandangan lain
dari kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata
pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik
pada pelanggan (excelent) dan tingkat mempertemukan harapan
konsumen (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan). Pelayanan
terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat dicapai secara
konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian
khusus standar kinerja pelayanan yang baik standar pelayanan internal
maupun eksternal.
Dari definisi kualitas pelayanan tersebut di atas disimpulkan
bahwa terdiri dari elemen-elemen, yaitu: Kualitas meliputi usaha
memenuhi kebutuhan, kualitas mencakup produk, jasa, manusia dan
lingkungan, kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Kualitas
pelayanan dikatakan baik apabila penyedia jasa memberikan pelayanan
yang sesuai dengan harapan konsumen. Demikian juga sebaliknya
kualitas pelayanan dikatakan tidak baik, apabila pelanggan memperoleh
pelayanan yang lebih rendah dari harapan mereka. Kualitas pelayanan
yang baik akan meningkatkan mutu dari suatu perusahaan di mata
konsumen. Apabila kualitas yang diberikan sudah sesuai dengan
keinginan dan harapan konsumen maka hal ini akan menambah tingkat
kepuasan konsumen terhadap suatu produk yang dipakai.

Jenis-Jenis Penetapan Harga

1. Penetapan harga per wilayah Geografis, yaitu melibatkan perusahaan
dalam pengambilan keputusan mengenai harga produk bagi
konsumen yang berada di berbagai tempat di seluruh negeri. Lima
strategi dalam penetapan harga per wilayah Geografis :
a. Penetapan harga FOB, penetapan harga dengan
memperhitungkan biaya (FOB origin pricing) angkutan
sampai ke geladak kapal, dari geladak kapal sampai ke
konsumen ditambah dengan ongkos angkutnya.
b. Penetapan harga seragam (uniform delivered pricing),
perusahaan menjual barang kepada konsumen dimanapun
berapa dengan harga plus biaya angkut yang sama besarnya.
c. Penetapan harga per wilayah (zone pricing), harga ditetapkan
oleh wilayah bersangkutan.
d. Harga bertitik patokan (basing-point pricing), penetapan
harga dimana penjual menunjuk suatu kota sebagai titik
patokan dan kemudian memberi semua pembeli dengan biaya
angkutan dari kota tersebut ke tujuan masing-masing, tanpa
melihat apakah barang yang dibeli benar-benar dikirim dari
kota tadi.
e. Penetapan harga termasuk angkutan (freig absorption
pricing), yaitu kesediaan penjual untuk dibebani seluruh atau
sebagian dari biaya angkutan, dengan maksud dapat
memasarkan barangnya pada pelanggan khusus atau pada
daerah tertentu yang diinginkan penjual.
2. Potongan harga dan imbalan khusus (price discount and allowances).
a. Potongan tunai (cash discount), yaitu pengurangan harga jual
bagi pembeli yang membayar hutangnya tepat atau
mendahului waktu yang telah ditentukan.
b. Potongan kuantitas (quantity discount), pengurangan harga
jual bagi pembeli yang telah membeli dalam jumlah besar.
c. Potongan kumulatif (cumulatif discount), yaitu potongan yang
diberikan atas dasar volume total pembelian yang dilakukan
pada suatu periode tertentu.
d. Potongan fungsional (functional discount), yaitu potongan
yang diberikan karena perantara menjalankan fungsi
perusahaan.
Disebut juga potongan dagang atau trade discount,
yaitu potongan yang diberikan oleh produsen kepada saluran
distribusinya bila mereka ikut berperan dalam penyimpanan,
penjualan dan pencatatan.
e. Potongan musiman (seasonal discount), merupakan
pengurangan harga bagi siapa saja yang membeli barang pada
musim-musim sepi. Potongan ini memungkinkan penjual
menjaga stabilitas produksinya selama periode itu.
f. Imbalan khusus (allowances), adalah imbalan yang diberikan
kepada siapa saja yang membeli barang baru dengan
membawa yang lama.
g. Promotion allowances, berupa potongan harga atau
pembayaran digunakan untuk memberi imbalan kepada dealer
yang berperan serta dalam iklan dan program promosi.
3. Penetapan harga promosi (promotional pricing), yaitu penetapan
harga di bawah daftar harga bahkan di bawah harga pokok, yang
dilakukan pada saat tertentu dalam rangka promosi. Terdiri dari :
a. Supermarket dan toko serba ada memasang harga yang miring
pada beberapa barang dan berfungsi sebagai tumbal (loss
leader) untuk menarik calon pembeli.
b. Pada musim-musim tertentu penjual memasang harga khusus
(special event price) untuk memikat pembeli lebih banyak
lagi.
c. Produsen kadang-kadang menawarkan potongan tunai (cash
discount) bagi konsumen yang membeli barang dari dealer
selama jangka waktu tertentu.
d. Potongan psikologis (psychological discount), merupakan
satu teknik harga yang tinggi dan menawarkan dengan harga
yang lain yang lebih rendah.
4. Penetapan harga diskriminasi (discriminatory pricing), terjadi bila
perusahaan menjual barang atau jasa yang berbeda-beda meskipun
perbedaan biaya produk tersebut tidak proposional dengan perbedaan
harga. Terdiri dari empat dasar penetapan harga diskriminasi :
a. Konsumen, yaitu pembayaran harga yang berbeda-beda bagi
konsumen yang berlainan.
b. Bentuk produk, produk yang sedikit berbeda dihargai
berlainan dan tidak proposional dengan perbedaan biayanya.
c. Tempat, produk yang didasarkan di tempat yang berbeda akan
ditawarkan dengan harga yang berbeda pula, walaupun biaya
untuk pemasaran di tempat-tempat tersebut tidak berbeda
sebesar perbedaan harga jual.
5. Penetapan harga produk baru (new-product pricing), yaitu penetapan
harga yang berbeda antara pada bauran produk asli yang dilindungi
oleh pihak paten dengan produk yang meniru produk yang sudah ada.
Terdiri dari :
a. Penetapan harga produk inovatif
Perusahaan yang sedang memperkenalkan suatu
inovatif yang dilindungi oleh paten dapat memilih metode :
penetapan harga untuk market skimming dan penetapan harga
untuk penetrasi pasar.
b. Penetapan harga pada produk baru tiruan.
Sebuah perusahaan yang merencanakan untuk
mengembangkan produk baru tiruan akan menghadapi
masalah penetapan produk, perusahaan tersebut harus
mengambil keputusan mengenai penempatan produk dari segi
harga jual dan mutu.
6. Penetapan harga dalam bauran produk
a. Penetapan harga line produk (product line pricing), yaitu
perusahaan yang mengembangkan line produk daripada satu
mata produk secara tersendiri.
b. Penetapan harga produk operasional (optional product
pricing), yaitu perusahaan yang menawarkan produk atau ciri
opsional di samping produk pokoknya.
c. Penetapan harga produk yang saling menarik (captive product
pricing), harga produk yang satu dapat menarik pembelian
barang yang lain.
d. Penetapan harga produk sampingan (by product pricing),
penetapan harga bagi produk sampingan di samping produk
pokok, agar lebih mampu bersaing di pasar.
7. Sebab-sebab perusahaan memprakarsai pemotongan harga
a. Kelebihan kapasitas
b. Merosotnya bagian pasar akibat makin ketatnya persaingan
c. Untuk mengunggulkan pasar melalui struktur biaya yang labih
rendah
Sebab-sebab perusahaan memprakarsai kenaikan harga
a. Adanya inflasi yang selalu berlanjut
b. Permintaan yang berlebih

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Harga

Menurut Laksana (2012:117) faktor-faktor yang memengaruhi
harga meliputi :
1. Demand for the product, perusahaan perlu memperkirakan
permintaan terhadap produk yang merupakan langkah penting dalam
penetapan harga sebuah produk.
2. Target share of market, yaitu market share yang ditargetkan oleh
perusahaan.
3. Competitive reactiones, yaitu reaksi dari pesaing.
4. Use of creams-skimming pricing of penetration pricing, yaitu
mempertimbangkan langkah-langkah yang perlu diambil pada saat
perusahaan memasuki pasar dengan harga yang tinggi atau dengan
harga yang rendah.
5. Other parts of the marketing mix, yaitu perusahaan perlu
mempertimbangkan kebijakan marketing mix (kebijakan produk,
kebijakan promosi dan saluran distribusi),
6. Biaya untuk memproduksi atau membeli produk.
7. Product line pricing, yaitu penetapan harga terhadap produk yang
saling berhubungan dalam biaya, permintaan maupun tingkat
persaingan.
8. Berhubungan dengan permintaan :
a. Cross elastisity positive (elastisitas silang yang positif), yaitu
kedua macam produk merupakan barang substitusi atau
pengganti.
b. Cross elasticity negative (elastisitas silang yang negatif), yaitu
kedua macam produk merupakan barang komplamenter atau
berhubungan satu sama lain.
c. Cross elasticity nol (elastisitas silang yang nol), yaitu kedua
macam produk tidak saling berhubungan.
9. Berhubungan dengan biaya, penetapan harga dimana kedua macam
produk mempunyai hubungan dalam biaya. Contoh : biaya produk
minyak kelapa turun, maka biaya produksi bungkil naik.
10. Mengadakan penyesuaian harga :
a. Penurunan harga, dengan alasan :
– Kelebihan kapasitas
– Kemerosotan pangsa pasar
– Gerakan mengejar dominasi dengan biaya lebih rendah
b. Mengadakan kenaikan harga, dengan alasan :
– Inflasi biaya yang terus-terusan di bidang ekonomi
– Permintaan yang berlebihan

Metode Penetapan Harga

1. Cost oriented pricing, adalah penetapan harga yang semata-mata
memperhitungkan biaya-biaya dan tidak berorientasi pada pasar.
Terdiri dari 2 macam :
a. Mark up pricing dan cost plus pricing, cara menetapkan harga
yang sama, yaitu menambahkan biaya per unit dengan laba
yang diharapkan. Mark up pricing digunakan dikalangan
pedagang pengecer sedangkan cost plus pricing digunakan
oleh manufactur.
b. Target pricing, yaitu suatu penetapan harga jual berdasarkan
target rate of return dari biaya total yang dikeluarkan
ditambah laba yang diharapkan pada volume penjualan yang
diperkirakan. Ini ditetapkan dalam jangka panjang.
Kelemahan metode ini (target pricing), tidak
memperhitungkan permintaan, yang dapat menunjukkan
berapa unit dapat dijual pada masing-masing tingkat harga.
Jadi apabila target tidak tercapai, maka laba yang akan
diharapkan tidak mencapai sebagaimana target semula.
2. Demand oriented pricing, penentuan harga dengan
mempertimbangkan keadaan permintaan, keadaan pasar dan
keinginan konsumen. Terdiri dari :
a. Perceived value pricing, yaitu berapa nilai produk dalam
pandangan konsumen terhadap yang dihasilkan perusahaan.
b. Demand differential pricing atau price discrimination, yaitu
penetapan harga jual produk dengan dua macam harga atau
lebih. Ini dapat didasarkan pada :
– Customer basis
– Product version basis
– Place basis
– Time basis
3. Competetion oriented pricing, menetapkan harga jual yang
berorientasi pada pesaing. Terdiri dari :
a. Going rate pricing, suatu penetapan harga dimana perusahaan
berusaha menetapkan harga setingkat dengan rata-rata
industri.
b. Sealed bid pricing, yaitu suatu penetapan harga didasarkan
pada tawaran yang diajukan oleh pesaing

Tujuan Penetapan Harga

Tujuan dari ditetapkannya harga adalah :
1. Profit maximalization pricing (maksimalisasi keuntungan), yaitu
untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
2. Market share pricing (penetapan harga untuk merebut pangsa pasar).
Dengan harga yang rendah, maka pasar akan dikuasai,
syaratnya :
a. Pasar cukup sensitif terhadap harga
b. Biaya produksi dan distribusi turun jika produksi naik
c. Harga turun, pesaing sedikit.
3. Market skimming pricing
Jika sekelompok pembeli yang bersedia membayar dengan
harga yang tinggi terhadap produk yang ditawarkan maka perusahaan
akan menetapkan harga yang tinggi walaupun kemudian harga
tersebut akan turun (memerah pasar). Syaratnya :
a. Pembeli cukup
b. Perubahan biaya distribusi lebih kecil dari perubahan
pendapatan
c. Harga naik tidak begitu berbahaya terhadap pesaing
d. Harga naik menimbulkan kesan produk yang superior.
4. Current revenue pricing (penetapan laba untuk pendapatan
maksimal)
Penetapan harga yang tinggi untuk memperoleh revenue yang
cukup agar uang Kas cepat kembali.
5. Target profit pricing (penetapan harga untuk sasaran)
Harga berdasarkan target penjualan dalam periode tertentu.
6. Promotional pricing (penetapan harga untuk promosi)
Penetapan harga untuk suatu produk dengan maksud untuk
mendorong penjualan produk-produk lain. Ada dua macam, yaitu :
a. Loss leader pricing, penetapan harga untuk suatu produk agar
pasar mendorong penjualan produk yang lainnya.
b. Prestice pricing, penetapan harga yang tinggi untuk suatu
produk guna meningkatkan image tentang kualitas.

Orientasi Penetapan Harga

Menurut Laksana (2012:114) perusahaan menetapkan suatu harga
memiliki tiga maksud yaitu :
1. Berorientasi pada laba
a. Untuk mencapai target laba investasi laba penjualan bersih.
b. Untuk memaksimalkan laba
2. Berorientasi pada penjualan
a. Untuk meningkatkan penjualan
b. Untuk mempertahankan atau meningkatkan bagian pasar dan
penjualan
3. Berorientasi pada status quo
a. Untuk menstabilkan laba
b. Untuk menangkal persaingan

Pengertian Harga

Simamora (2012:45) harga ialah nilai uang yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan.
Harini (2012:60) harga merupakan nilai uang yang seseorang butuhkan
untuk memperoleh sejumlah produk dan pelayanan. Sementara
Lupiyoadi (2013:134) menyatakan bahwa harga merupakan uang yang
dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh jasa yang diinginkan
dengan membandingkan antara biaya dan manfaat yang diperoleh (The
Consumer’s costs and benefits). Biaya/costs antara lain: waktu dan
tenaga, dana pinjaman, pendapatan atau tabungan pribadi dan keluarga,
dan lain-lain. Sedangkan manfaat/benefits meliputi: prestise,
pengalaman, pemenuhan kebutuhan, kualitas, dan lain-lain. Konsumen
biasanya cenderung untuk mencari harga yang dapat memberikan nilai
dan kepuasan yang tinggi. Berdasarkan pengertian harga menurut para
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai uang yang
ditentukan secara global yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
mendapatkan suatu produk atau pelayanan jasa yang diinginkan.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler dan Amstrong (2012:45) menjelaskan: “The company can
increase customer satisfaction by lowering its price, or increasing its service, and
improving product quality”. Maksudnya, perusahaan dapat meningkatkan
kepuasan konsumen dengan jalan menjual produk dengan harga memadai, atau
meningkatkan layanan, dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Secara
implisit, pernyataan diatas menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
kepuasan konsumen ialah seperti berikut ini. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Yudha (2014:36) :
1) Harga
Harga merupakan keputusan yang paling mendasar diantara
program–program pemasaran yang lain, karena dalam setiap produk
maupun jasa mempunyai harga. Harga juga merupakan sejumlah uang
yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar
konsumen atas manfaat karena memiliki atau menggunakan produk.
2) Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan suatu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan internal dan eksternal pelanggan secara konsisten sesuai
prosedur. Dalam hal ini penyedia jasa dituntut untuk berusaha mengerti
apa yang diinginkan pelanggan, sehingga mempunyai harapan untuk
mendapatkan kualitas pelayanan yang baik.
3) Kualitas Produk
Kualitas produk merupakan kemampuan suatu produk untuk
melaksanakan fungsinya, termasuk keawetan, kemudahan pemakaian dan
diperbaiki, serta atribut bernilai lainnya.
Menurut Tjiptono (2012:225) Faktor-faktor yang sering digunakan dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk antara lain :
1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core
product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumen bahan bakar,
jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan
dalam mengemudi, dan sebagainya.
2) Ciri–ciri keistimewaan tambah (features) yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap.
3) Keandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) yaitu
sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar–standar
yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur
ekonomis penggunaan.
6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyaman, mudah
diperbaiki serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang
diberikan tidak hanya sebatas sebelum penjualan, tetapi juga selama
proses penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual,
yang mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang
dibutuhkan.
7) Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisik yang menarik, model/ desain, warna, dan sebagainnya.
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Lupiyoadi (2013:158) Ada lima faktor yang harus
dipertimbangkan untuk menentukan tingkat kepuasan yaitu :
1) Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas Pelayanan
Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila
mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.
3) Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum padanya bila menggunakan produk
dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan
yang lebih tinggi.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang relative murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi
kepada pelanggannya.
5) Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa
cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
Dari beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
faktor yang lebih atau paling sering muncul untuk memengaruhi tingkat kepuasan
konsumen ialah, harga, kualitas pelayanan dan kualitas produk

Pengertian Kepuasan

Menurut Kotler dan Keller (2013:139) kepuasan (satisfaction) adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan
kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.
Menurut Supranto (2012:233) menyatakan bahwa ”Kepuasan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan
dengan harapannya”. Menurut Tjiptono (2012:348) menyatakan bahwa
kepuasan konsumen berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti
terciptanya loyalitas konsumen, meningkatnya reputasi perusahaan, dan
meningkatnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan,
dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas karyawan.
Kepuasan konsumen merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang
sebagai hasil dari pertimbangan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan
yang diharapkannya (Harkinpal, 2012:15). Menurut Kotler dan Keller (2013:177)
Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja
yang diharapkan. Kepuasan konsumen menjadi salah satu tujuan esensial bagi
aktivitas bisnis, dipandang sebagai salah satu indikator terbaik untuk meraih laba
di masa yang akan datang, menjadi pemicu upaya untuk meningkatkan kepuasan
konsumen (Hasan, 2013:89). Pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup
perbedaan antara tingkat harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan, sehingga
dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen dapat dilihat dari sejauh mana
perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen bahkan melebihi harapan
konsumen tersebut. Sedangkan ketidakpuasan dapat dikatakan apabila harapanharapan tersebut tidak dapat terpenuhi.
Seorang konsumen yang berulang kali datang secara kontinu pada suatu
perusahaan maka dapat dikatakan bahwa konsumen tersebut merasa puas atas
kinerja yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Karena konsumen akan merasa
senang ketika keinginan atau harapan yang diinginkannya dapat tercapai oleh
kinerja yang diberikan oleh suatu perusahaan. Maka dari beberapa pengertian
kepuasan konsumen tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen
terjadi apabila perusahaan dapat memberikan pelayanan atau kinerja yang
berkualitas dimana kinerja yang diberikan tersebut dapat memenuhi harapan
ataupun keinginan dari setiap konsumen

Pengertian Konsumen

Sebelum memulai pembahasan lebih lanjut tentunya kita harus
terlebih dahulu mengetahui siapa itu konsumen. Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan pengertian pelanggan
(customer) Kotler dan Amstrong (2012:56) adalah semua individu dan rumah
tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi
pribadi. Menurut Griffin (2012:31) definisi pelanggan (customer) berasal dari
kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan
atau biasa dan mempraktikkan kebiasaan”. Harkinpal (2012:15) mengatakan
“customers are the purpose of what we do and rather than them depending on
us, we very much depend on them”. Dari beberapa definisi tersebut dapat
dikatakan bahwa konsumen adalah semua individu yang melakukan suatu
transaksi baik itu barang ataupun jasa untuk keperluan pribadinya. Seorang
konsumen mungkin membutuhkan barang atau jasa untuk keperluan
pribadinya namun dibalik itu semua perusahaan atau organisasi penyedia
barang atau jasa lah yang justru memerlukan para konsumen agar
perusahaannya dapat terus beroperasi.

Hubungan Citra Merek terhadap Kepuasan Konsumen

Secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk terhadap
ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, konsumen tidak akan
puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, konsumen akan puas. Jika kinerja
melebihi ekspektasi, pelanggan akan sangat puas atau senang. Penilaian konsumen
atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor, terutama jenis hubungan
loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan persepsi terhadap citra merek.
Konsumen sering membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah
produk dengan merek yang sudah mereka anggap positif.
Perusahaan yang berpusat pada konsumen berusaha menciptakan kepuasan
konsumen yang tinggi, tetapi bukan tujuan akhirnya. Jika perusuhaan
meningkatkan kepuasan konsumen dengan menurunkan harganya atau
meningkatkan pelayanannya mungkin laba akan menurun.
Menurut Sumarwan (2004: 139) tentang membentuk ekpektasi konsumen.
Ekspektasi berasal dari pengalaman pembelian masa lalu, nasihat teman dan
rekan, serta informasi dan janji pemasar dan pesaing. Jika pemasar meningkatkan
ekspektasinya terlalu tinggi, pembeli akan kecewa. Meskipun demikian, jika
perusahaan menetapkan ekspektasi terlalu rendah, perusahaan tidak akan menarik
cukup pembeli, meskipun perusahaan akan dapat memuaskan mereka yang
membeli.
Keputusan konsumen bersikap loyal atau tidak loyal merupakan akumulasi
dari banyak masalah kecil dalam perusahaan. Sekarang banyak perusahaan
berusaha menciptakan pengalaman konsumen bermerek.
Kotler dan Keller (2008: 259) merek mengidentifikasi sumber atau
pembuat produk dan memungkinkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab
atas kinerjanya kepada pabrikan atau distributor tertentu. Konsumen dapat
mengevaluasi produk yang sama secara berbeda tergantung pada bagaimana
pemerekan produk tersebut. Mereka belajar tentang persepsi terhadap citra merek
melalui pengalaman masa lalu dengan produk tersebut dan mana yang tidak.
Ketika hidup konsumen menjadi semakin rumit terburu-buru, dan kehabisan
waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan
mengurangi resiko adakah suatu yang berharga.
Persepsi terhadap citra merek juga melaksanakan fungsi yang berharga
bagi perusahaan. Pertama, persepsi terhadap citra merek menyederhanakan
penanganan atau penelurusan produk. Persepsi terhadap citra merek membantu
mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi. Persepsi terhadap citra merek
juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan melalui nama dagang
terdaftar dan kemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan rancangan milik hak
milik. Hak milik intelektual ini memastikan bahwa perusahaan dapat berinvenstasi
dengan aman dalam merek tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset
yang berharga.
Persepsi terhadap citra merek menandakan tingkat kualitas tertentu
sehingga pembeli puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Persepsi
terhadap cira merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat
diperkirakan bagi perusahaan, dan menciptakan penghalang yang mempersulit
perusahaan untuk memasuki pasar. Meskipun pesaing baru dapat meniru proses
manufaktur dan desain produk mereka tidak dapat dengan mudah menyesuaikan
kesan yang tertinggal lama di pikiran orang dan organisasi sekala bertahun-tahun
melalui pengalaman produk dan kegiatan pemasaran. Artinya, penetapan merek
dapat menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan kompetitif.
Penetapan merek (branding) adalah memberikan kekuatan persepsi
terhadap citra merek kepada produk dan jasa (Koller dan Ketler ,2008: 260).
Penetapan merek adalah tentang menciptakan perbedaan antar produk. Produsen
harus mengajarkan tentang siapa produk itu kepada konsumen dengan
memberikan namanya dan elemen merek lain untuk mengidentifikasi produk,
begitu pula dengan apa yang dilakukan produk dan mengapa konsumen harus
memperhatikan. Penetapan merek menciptakan struktur mental yang membantu
konsumen mengatur pengetahuan mereka tentang produk dan jasa dengan cara
yang menjelaskan pengambilan keputusan mereka, dan dalam prosesnya
memberikan nilai bagi perusahaan.
Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada
produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir,
merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa
pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan (Koller dan Ketler,
2008: 263).
Ekuitas merek bebasis pelanggan (customer based brand equity) adalah
pengarih diferensial yang dimiliki pengetahuan merek atas respon konsumen
terhadap pemasaran merek tersebut. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek
berbasis konsumen yang positif ketika konsumen bereaksi lebih terhadap produk
dan cara produk tersebut dipasarkan ketuka merek itu teridentifikasi,
dibandingkan ketika merek itu tidak teridentifikasi. Persepsi terhadap citra merek
mempunyai ekuitas merek berbasis konsumen yang negatif jika konsumen tidak
terlalu menyukai aktivitas pemasaran untuk merek itu dalam keadaan yang sama.
Pengetahuan merek (brand knowledge) terdiri dari semua pikiran,
perasaan, citra, pengalaman, keyakinan, dan yang berhubungan dengan merek.
Secara khusus, merek harus menciptakan persepsi terhadap citra merek yang kuat,
menyenangkan, dan unik dengan konsumen. Respon diferensial dari komsumen
yang membentuk ekuitas merek tercermin dalam persepsi, preferensi, dan perilaku
yang berhubungan dengan semua aspek pemasaran merek. Merek yang lebih kuat
menghasilkan pendapatan yang lebih besar.
Tantangan bagi produsen dalam membangun persepsi terhadap citra merek
yang kuat adalah memastikan bahwa konsumen memiliki jenis pengalaman yang
tepat dengan produk, jasa, dan program pemasaran mereka untuk menciptakan
pengetahuan merek atau persepepsi terhadap citra merek yang diinginkan.
Arnold (1996: 24) kesuksesan sebuah merek sangatlah berhubungan erat
dengan bagaimana persepsi terhadap citra merek itu menarik konsumen dari awal
ia dilemparkan ke pasaran. Bila persepsi terhadap citra merek sudah berhasil
mencapai titik alami dari penjualan pangsa pasar maka ia akan berperan cukup
besar dalam aktivitas promosi untuk menghasilkan perubahan perubahan besar.
Ini jelas menyakinkan bagi pemilik merek-merek yang sudah terkenal. Sukses
akan ditentukan pada waktu-waktu awal selama uji coba, dan akan ditentukan
oleh keseluruhan kepuasan. Ketimbang hanya menampilkan produk di balik
sebuah merek, atau namanya yang mudah diingat, atau kemasannya.
Menurut Kotler dan Keller (2008: 144) hubungan antara kepuasan
konsumen dengan persepsi terhadap citra merek tidaklah proporsional. Anggaplah
kepuasan konsumen diberi peringkat dari skala satu sampai lima. Pada tingkat
kepuasan konsumen yang paling bawah (tingka satu), konsumen tampaknya
mengabaikan perusahaan dan bahkan membicarakan hal-hal buruk tentang
perusahaan. Pada tingkat dua sampai empat, konsumen cukup puas tetapi masih
mudah beralih ketika ada tawaran yang lebih baik. Pada tingkat lima, pelanggan
sangat ingin membeli kembali dan bahkan menyebarkan berita baik tentang
perusahaan. Kepuasan atau kesenangan yang tinggi menciptakan ikatan emosional
dengan merek atau perusahaan, bukan hanya menciptakan preferensi rasional,
menjamin bahwa konsumen benar-benar mrasa puas.
Keputusan untuk membeli adalah urutan dari proses informasi dimana
konsumen menjadi sadar akan persepsi terhadap citra merek, pengumpulan
informasi, membangun perilaku, dan membelinya yang disebut dengan hubungan
monogami ( Arnold ,1996: 25). Yang menjadi hal penting dalam kesuksesan ialah
sifat alami merek tersebut, kesuksesan atau kegagalan itu ditentukan oleh sampai
sejauh mana komsumen merasa puas akan persepsi terhadap citra merek yang
digunakan

Aspek-aspek Persepsi Terhadap Citra Merek

Young dan Rubicam (2008: 265) berpendapat mengenai aspek-aspek
persepsi terhadap citra merek. Ada lima komponen pilar kunci atau aspek-aspek
dari persepsi terhadap citra merek:
a. Diferensiasi, mengukur tingkat sejauh mana merek dianggap berbeda dari
merek lain
b. Energi, mengukur arti momentum merek
c. Relevansi, mengukur cakupan daya tarik merek
d. Harga diri, mengukur seberapa baik merek dihargai dan dihormati
e. Pengetahuan, mengukur kadar keakraban dan keintiman konsumen dengan
merek
Ada enam aspek-aspek persepsi terhadap citra merek menurut Koller dan
Ketler (2008: 269) dalam menghadapi peluang dan keterbatasan:
a. Dapat diingat, seberapa mudah merek itu diingat dan dikenali.
b. Berarti, merek itu kredibel dan mengindikasikan kategori yang berhubungan
dengannya.
c. Dapat disukai, seberapa menarik estetika elemen merek.
d. Dapat ditransfer, merek dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru
dalam kategori yang sama atau berbeda.
e. Dapat disesuaikan, seberapa mudah merek itu disesuaikan dan diperbarui.
f. Dapat dilindungi, seberapa mudah merek itu dapat dilindungi secara hukum.
Menurut Arnold (1996: 14-15) agar merek mampu mempersembahkan
keunggulan kualitas, maka sebuah merek harus pula menyampaikan banyak
aspek-aspek dari persepsi konsumen dan permintaan. Mengingat kualitas
bukanlah suatu karakteristik fisik namun persepsi si konsumen sendiri, aspekaspek kriteria persepsi terhadap citra merek sebagai berikut:
a. Dilihat dari level produk, persepsi terhadap citra merek harus mampu
memberikan keuntungan fungsional untuk memenuhi kebutuhan pasar, juga
persaingan.
b. Perpepsi terhadap citra merek akan menawarkan keuntungan yang lebih besar
dibanding produk.
c. Keuntungan beragam yang ditawarkan sebuah merek haruslah konsisten satu
sama lain dan memberikan kesatuan karakter atau kepribadian.
d. Nilai-nilai yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan konsumen.
Farida (2009: 190) Berdasarkan kriteria aspek-aspek persepsi terhadap
citra merek suatu perusahaan dapat dinyatakan baik atau buruk bila mana dapat
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai kualitas manajeman yang baik.
b. Dapat diukur laba dari laba atau penghasilan yang diperolehnya.
c. Perhatian yang tinggi terhadap lingkungan, kualitas bahan mentah, dan tingkat
keamanan.
d. Mempunyai kesain baik dari sudut pandang karyawan.
e. Selalu melakukan pembaharuan (innovation).
f. Selalu berorientasi kepada keinginan-keinginan konsumen (market oriented).
g. Mempunyai konstribusi penting dalam perekonomian nasional.
h. Mempunyai kualitas barang dan jasa yang tinggi.
i. Aktif di dalam memberikan informasi mengenai aktivitas-aktivitas peruasahaan
kepada masyarakat.
Kesimpulan dari aspek-aspek yang telah dijabarkan mengenai persepsi
terhadap citra merek meliputi diferensiasi, energi, relevansi, harga diri, dan
pengetahuan. Kelima aspek ini harus dapat disampaikan dan dikomunikasikan
dengan efektif agar konsumen, pemasok, dan masyarakat umum baik yang
berkaitan langsung maupun tidak langsung dapat memahami dan menilainya

Pengertian Persepsi Terhadap Citra Merek

Menurut Kotler dan Keller (2008: 259 ) persepsi terhadap citra merek
mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsmen
untuk menuntut tanggung jawab atas kinerja dan produknya kepada perusahaan.
Konsumen dapat mengevaluasi produk secara berbeda tergantung pada bagaimana
pemerekan produk tersebut. Mereka belajar tentang merek melalui pengalaman
masa lalu dengan produk tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek
mana yang memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang tidak. Ketika hidup
konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru, dan kehabisan waktu,
kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan
mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga.
Persepsi terhadap citra merek juga melaksanakan fungsi yang berharga
bagi perusahaan.
a. Persepsi terhadap citra merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran
produk.
b. Persepsi terhadap citra merek membantu mengatur catatan persediaan dan
catatan akuntansi.
c. Persepsi terhadap citra merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada
perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek nilai produk.
d. Persepsi terhadap citra merek dapat dilindungi melalui nama dagang terdaftar,
proses manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten, dan kemasan dapat
dilindungi melalui hak cipta dan rancangan hak milik.
e. Hak milik intelektual memastikan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan
aman dalam merek tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset
yang berharga.
Persepsi terhadap citra merek menandakan tingkat kualitas tertentu
sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali.
Persepsi terhadap citra merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan
dapat diperkirakan bagi perusahaan, dan menciptakan penghalang yang
mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar. Persepsi terhadap citra merek
juga dapat diterjemahkan menjadi kesediaan konsumen untuk membayar harga
yang lebih tinggi. Meskipun pesaing dapat meniru proses manufakturing dan
desain produk, mereka tidak dapat dengan mudah menyesuaikan kesan yang
tertinggal lama di pikiran orang dan organisasi selama bertahun-tahun melalui
pengalaman produk dan kegiatan pemasaran. Artinya penetapan merek dapat
menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan kompetitif.
Persepsi terhadap citra merek tampaknya berfungsi sebagai indikator
pengganti mutu produk, dan kepentingannya nampak bervariasi dengan
kemudahan di mana kualitas dapat dinilai secara objektif. Jika sulit untuk menilai
kualitas, konsumen kadang akan merasakan tingkat resiko yang tinggi dalam
pembelian. Jadi, kepercayaan persepsi terhadap citra merek terkenal dengan
reputasi kualitas yang sudah lama dapat menjadi cara efektif untuk mengurangi
resiko (Blackwell, Miniard, dan Engel, 1995: 177).
Kegiatan berlangganan ditentukan baik oleh kriteria evaluasi konsumen
maupun persepsi mereka tentang atribut toko. Keseluruhan persepsi dirujuk
sebagai citra merek. Cara di mana sebuah merek di definisikan di dalam benak
konsumen sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran
cahaya atribut psikologis. Karena persepsi terhadap citra merupakan realitas yang
diandalkan oleh konsumen sewaktu membuat pilihan, maka pengukuran persepsi
terhadap citra merek merupakan alat yang esensial untuk para konsumen.
Arnold (1996: 1-2) berpendapat bahwa sebuah nama, istilah, atau desain
ataupun kombinasi dari keduanya, yang dimaksudkan untuk menandakan barang
atau pelayanan satu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakan
mereka dari kompetitor-kompetitor yang ada. Konsumen dihadapkan kepada
pilihan yang beragam, beberapa bentuk identifikasi penyalur menjadi sepotong
informasi penting dalam menentukan pembelian. Bagaimanapun juga, merekmerek telah tumbuh melampaui batas daru aspek mekanikal diferensiasi produk.
Berdasarkan dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa persepsi
terhadap citra merek adalah semacam anggapan tersendiri atau penilaian awal.
Persepsi terhadap citra merek mempunyai makna lebih luas dibandingkan dengan
produk, cukup luas untuk terus-menerus diperbarui dan digantikan hampir semua
aspek demi mempertahankan relevansi mereka di pasar.
Kesimpulan dari para ahli tentang pengertian persepsi terhadap citra merek
adalah sebagai representasi penilaian-penilaian konsumen, baik konsumen yang
potensial maupun konsumen yang kecewa, termasuk kelompok-kelompok lain
yang berkaitan dengan perusahaan seperti pemasok, agen maupun para investator.

Faktor-faktor Kepuasan Konsumen

Menurut Ratnasari dan Aksa (2011: 117) untuk menentukan tingkat
kepuasan konsumen, faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan
adalah:
a. Kualitas produk, konsumen akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan, pada industri jasa, adalah mutlak bahwa konsumen akan
merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan
yang konsumen harapkan.
c. Emosional, konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa
orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu, sehingga membuatnya mengalami tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial
atau self-esteem yang membuat konsumen menjadi puas terhadap suatu merek
tertentu.
Menurut Tjiptono dan Candra (207: 209) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan konsumen:
a. Produk, layanan produk yang baik dan memenuhi selera serta harapan
konsumen. Produk dapat menciptakan kepuasan konsumen. Dasar penilaian
terhadap pelayanan produk ini meliputi: jenis produk, mutu atau kualitas
produk dan persediaan produk.
b. Harga, merupakan bagian yang melekat pada produk yang mencerminkan
seberapa besar kualitas produk tersebut. Dasar penilaian terhadap harga
meliputi tingkat harga dan kesesuaian dengan nilai jual produk, variasi atau
harga terhadap produk.
c. Promosi, dasar penelitian promosi mengenai informasi produk dan jasa
perusahaan dalam usaha mengkomunikasikan manfaat produk dan jasa tersebut
pada konsumen sasaran. Penelitian dalam hal ini meliputi iklan produk dan
jasa, diskon barang dan pemberian hadiah-hadiah.
d. Lokasi, tempat merupakan bagian dari atribut perusahaan yang berupa lokasi
perusahaan dan konsumen. Penilaian terhadap atribut lokasi meliputi lokasi
perusahaan, kecepatan dan ketepatan dalam transportasi.
e. Pelayanan karyawan, merupakan pelayanan yang diberikan karyawan dalam
usaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam usaha memuaskan
konsumen. Dasar penilaian meliputi kesopanan, keramahan, kecepatan dan
ketepatan.
f. Fasilitas, bagian dari atribut perusahaan yang berupa perantara guna
mendukung kelancaran operasional perusahaan yang berhubungan dengan
konsumen. Dasar penilaian meliputi penataan barang, tempat penitipan barang,
kamar kecil dan tempat ibadah.
g. Suasana, merupakan faktor pendukung, karena apabila perusahaan
mengesankan maka konsumen mendapatkan kepuasan tersendiri. Dasar
peniliaian meliputi sirkulasi udara, kenyamanan dan keamanan.
Menurut Cravens (1996: 8) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
konsumen meliputi:
a. Sistem pengiriman
Memindahkan produk dari produsen ke konsumen atau pemakai akhir dalam
bisnis biasanya meliputi saluran distribusi dari para pemasok, pabrika, dan para
perantara.
b. Performa produk dan jasa
Performa dan keunggulan suatu produk dan jasa sangatlah penting dalam
mempengaruhi kepuasan konsumen.
c. Persepsi terhadap citra merek
Para eksekutif bisnis mengakui bahwa citra atau merek perusahaan yang baik
merupakan keunggulan bersaing yang mempengaruhi tingkat kepuasan
konsumen dari sudut positif.
d. Hubungan harga-nilai
Pembeli mengininkan nilai yang ditawarkan merek susai dengan harga yang
diberikan, oleh karenanya terdapat hubungan yang menguntungkan antara
harga dan nilai.
e. Persaingan
Kelemahan dan kekuatan para pesaing juga mempengaruhi kepuasan
konsumen dan merupakan peluang untuk memperoleh keunggulan bersaing.
Tjiptono (2008: 25) Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa,
atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor.
Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu
produk manufaktur amtara lain meliputi:
a. Kinerja (performance)
Karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli,
misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat
diangkut,dan kemudahan dan kenyuamanan dalam mengemudi.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features)
Karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan
eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, dan power
steering.
c. Keandalan (reliability)
Kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya
mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak.
d. Keseuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)
Sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standaar yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi,
seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil
sedan.
e. Daya tahan (durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Faktor
ini mencakup umur teknisi maupun ekonomis penggunaan mobil. Umumnya
daya tahan mobil buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan
Jepang.
f. Serviceability
Meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamaan, mudah direparasi, serta
penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas
hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna
jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang
dibutuhkan.
g. Estetika
Daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang
menarik, model/desain yang artistik, dan warna.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Persepsi terhadap citra merek dan reputasi produk serta tanggung jawab
perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli
akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan
kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun
negara pembuatnya.
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible,
konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut:
a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
b. Keandalan (reliability), yaitu memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat, dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau
keraguan.
e. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Kesimpulan dari aspek-aspek kepuasan konsumen dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan struktur dalam faktor pendorong perilaku kepuasan
konsumen. Namun, walaupun strukturnya berbeda pengaruh yang mendukung
perilaku tentang kepuasan konsumen meliputi sistem pengiriman, performa
produk dan jasa, citra merek, hubungan harga dan nilai, dan persaingan

Aspek-aspek Kepuasan Konsumen

Menurut Ratnasari dan Aksa (2011: 120) mengkonfigurasi ke dalam lima
dimensi perilaku sebagai berikut:
a. Loyalty (kesetiaan kepada perusahaan).
b. Switch (keinginan berganti produk).
c. Willingness to pay more (kemauan untuk membayar lebih harga produk).
d. External response to problem (respon ke eternal bila menghadapi masalah).
e. Internal response to problem (respon ke perusahaan bila menghadapi masalah).
Parasuraman dalam Ratnasari dan Aksa (2011: 120) membuat analisis faktor yang
menjadi pendorong (battery) perilaku konsumen yang didesain untuk mewakili
lima kategori perilaku seperti di atas. Battery dikelompokkan kedalam empat
kategori yaitu:
a. Komunikasi dari mulut ke mulut.
b. Keinginan membeli.
c. Sensitivitas terhadap harga.
d. Perilaku pengaduan.
Menurut riset yang dilakukan Zeithaml dalam Lupiyoadi (2013: 240)
aspek-aspek perilaku kepuasan konsumen meliputi:
a. Loyalitas (loyalitas).
b. Beralih (switch).
c. Membayar lebih (pay more).
d. Respon eksternal (external response).
e. Respon internal (internal response).
Dalam menganalisis hubungan antara konsumen-produk, penting pula
dipertimbangkan ciri-ciri kepuasan konsumen terhadap kualitas produk. Sejumlah
ciri tersebut diketahui mempengaruhi keberhasilan suatu produk terhadap merek
yang dijualnya untuk menciptakan kepuasan konsumen. Olson dan Petter (2016,
194) menjabarkan aspek-aspek kepuasan konsumen sebagai berikut:
a. Kecocokan, merujuk kepada sejauh mana sebuah produk sesuai dengan afeksi,
kognisi, dan perilaku konsumen saat ini. Hal-hal lain yang boleh sama, sebuah
produk yang tidak membutuhkan perubahan penting dalam nilai dan
kepercayaan konsumen atau perilaku pembelian dan penggunaannya,
kemungkinan besar akan dicoba oleh konsumen.
b. Keterujian, merujuk kepada sejauh mana sebuah produk dapat diuji secara
terbatas atau dipecah menjadi beberapa kuantitas kecil untuk uji coba yang
tidak mahal. Hal-hal lain yang boleh sama, sebuah produk yang memfasilitasi
uji coba tanpa harus membeli atau uji coba dengan membeli terbatas lebih
besar kemungkinannya akan memengaruhi konsumen untuk mencoba produk
tersebut.
c. Keteramatan, adalah sejauh mana produk atau pengaruhnya dapat dirasakan
oleh panca indera konsumen. Produk baru yang dikenal oleh semua orang dan
sering dibicarakan lebih besar kemungkinannya untuk cepat dipakai.
d. Kecepatan, merujuk kepada seberapa cepatkah konsumen merasakan manfaat
produknya. Karena banyak konsumen berorientasi kepada kepuasan langsung
daripada tertunda, produk yang mampu memberikan manfaat lebih cepat
daripada nanti memiliki probabilitas besar untuk setidak-tidaknya dicoba oleh
konsumen.
e. Kesederhanaan, merujuk kepada sejauh mana kemudahan produk untuk
dimengerti dan digunakan oleh konsumen. Hal-hal yang boleh sama, sebuah
produk yang tidak membutuhkan perakitan rumit dan pelatihan konsumen yang
ekstensif lebih besar peluangnya untuk dicoba.
f. Keuntungan kompetitif, adalah sejauh mana sebuah barang memiliki
kompetitif yang berkelanjutan melebihi kelas-kelas produk, bentuk-bentuk
produk, dan merek-merek lainnya. Tidak disangsikan bahwa keuntungan relatif
merupakan ciri khas produk yang paling penting, bukan hanya untuk
mendapatkan uji coba melainkan juga untu mendorong pembelian berlanjut
dan mengembangkan kesetiaannya terhadap citra merek.
g. Simbol produk, merujuk kepada arti produk atau merek bagi konsumen,
pengalaman konsumen ketika membeli dan menggunakannya. Periset
konsumen menyadari, ada produk tertentu yang memiliki ciri simbolis, bahwa
konsumsi produk bersimbolis itu lebih tergantung pada makna sosial dan
psikologis daripada utilitas fungsionalnya.

Pengertian Kepuasan Konsumen

Menurut Peter dan Olson (2016: 184) kepuasan konsumen adalah konsep
yang paling menentukan dalam pemikiran pemasaran dan riset konsumen. Secara
teori, konsumen yang merasa puas dengan produk, jasa, atau merek, kemungkinan
besar akan terus membelinya dan memberitahukan kepada yang lain perihal
tersebut. Bila tidak puas, kemungkinan besar konsumen akan berganti produk atau
merek dan mengadukan kepada produsen barang, pengecer, dan konsumen lain.
Sumarwan (2011: 387) mengungkapkan bahwa, teori yang menjelaskan
kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah The Expectancy
Disconfirmation Model, yang mengemukakan bahwa harapan konsumen sebelum
pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang
dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki
harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance).
Produk akan berfungsi sebagai berikut:
a. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai
diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka
konsumen akan merasa puas.
b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai
konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan
rasa puas, dan produk atau merek tersebut pun tidak mengecewakan konsumen.
Konsumen akan memiliki perasaan netral.
c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai
diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi buruk,
tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan kekecewaan,
sehingga konsumen merasa tidak puas.
Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut
seharusnya berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adalah standar
kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang
sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan
konsumen (actual performance) sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap
kualitas produk tersebut.
Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti hanya
sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap
konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternatif
pasca pembelian atau pasca konsumsi. Proses ini bisa juga dapat disebut sebagai
proses evaluasi alternatif tahap kedua. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi
adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang
telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen
akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang
dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan
mengkonsumsi ulang produk tersebut (Sumarwan ,2002: 329). Teori yang
menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah
the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan
konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh
konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Produk berfungsi lebih baik dari yang
diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi positif. Jika ini terjadi,
maka konsumen akan merasa puas, produk berfungsi seperti yang tidak
diharapkan, inilah yang disebut sebagai konfirmasi sederhana. Produk tersebut
tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut tidak mengecewakan konsumen.
Konsumen akan memiliki perasaan netral. Produk berfungsi lebih buruk dari yang
diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi negatif. Produk yang
berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan
kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas.
Woodside dalam Utama (2003: 8) menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi
ketidaksesuaian diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau
norms kinerja lainya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya. Engel dalam Utama (2003: 8) mengungkapkan bahwa kepuasan
konsumen merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang
kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan konsumen,
sedangkan Kotler dalam Utama (2003: 8) menandaskan bahwa kepuasan
konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan harapannya.
Kepuasan didefinisikan disini sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa
suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Singkatnya, alternatif tersebut setidaknya bekerja sebaik yang anda harapkan.
Ketidakpuasan tentu saja adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara
negatif. Tekanan konsumerisme dan penghinaan publik yang semakin besar untuk
kualitas produk yang jelek telah membawa topik ini ke garis terdepan dalam
penelitian konsumen dalam dasawarsa terakhir (Engel, Blackwell, dan Miniard,
1995: 210)

Pengertian GAP

Gap dikenal dengan suatu kesenjangan. Dalam hal ini kualitas jasa
yang diberikan sangat mempengaruhi kepuasan dari pelanggan sebuah
perusahaan. Namun ada beberapa gap atau kesenjangan yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan.
Kesenjangan-kesenjangan yang ada antara lain:
1. Gap 1 (Knowledge Gap)
Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen. Gap ini
berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspetasi
pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa
kemungkinan penyebabnya antara lain adalah informasi yang
didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat,
interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi
pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, dan buruknya aliran
informasi ke atas dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen.
2. Gap 2 (Standards Gap)
Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spessifikasi kualitas jasa. Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas
jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap
ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain yaitu tidak adanya
standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan yang buruk, dan
kurang penetapan tujuan utama yang jelas dalam organisasi.
3. Gap 3 (Delivery Gap)
Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini
berarti bahwa spesisfikasi kualitas jasa tidak terpenuhi oleh kinerja
dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Penyebabnya antara
lain yaitu spesifikasi kualitas terlalu rumit dan kaku, kurang
terlatihnya karyawan, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya
korporat yang ada, dan manajemen operasi jasa yang buruk.
4. Gap 4 (Communications Gap)
Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini
berarti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi
pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada
para pelanggan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
yaitu perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan
operasi jasa dan kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran
eksternal dan operasi jasa.
5. Gap 5 (Service Gap)
Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap
ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan
jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah
konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively confirmed
quality) dan masalah kualitas, komunikasi gethok tular yang
negative, dampak negative terhadap citra korporat dan kehilangan
pelanggan

Service Quality (Servqual)

Kolaborasi antara tiga pakar terkemuka kualitas layanan,
A.Parasuraman, Leonard L.Berry dan Valerie A.Zeithmal dimulai pada
tahun 1983, Reputasi dan kontribusi ketiga pakar ini dimulai dari paper
konseptual mereka berjudul “A Conceptual Model Of Service Quality
And Implication For Future Research” yang dipublikasikan di Journal
of Marketing Dalam artikel tersebut Parasuraman,dkk, mengemukakan
konsep 5 kesenjangan kualitas layanan (five service quality gaps) yang
berpotensi menjadi sumber masalah kualitas layanan (Fandy, Tjiptono,
2008).
Instrument Servqual bermanfaat dalam melakukan analisa gap.
Karena biasanya terjadi dan pelanggan berdampak serius terhadap
persepsi atau kualitas layanan. Gap-gap yang biasanya terjadi dan
berpengaruhi terhadap kualitas pelayanan meliputi:
a. Kesenjangan 1 (Gap-1) merupakan kesenjangan antara harapan
pelanggan dan persepsi manajemen perusahaan salah mengerti
apa yang menjadi harapan para pelanggan perusahaan.
b. Kesenjangan 2 (Gap-2) adalah kesenjangan antara persepsi
manajemen perusahaan dengan spesifikasi mutu pelayanan.
Kesenjangan itu terjadi sebagai akibat kesalahan penterjemahan
persepsi manajemen perusahaan yang tepat atas harapan para
pelanggan perusahaan ke dalam bentuk spesifikasi mutu
pelayanan, tetapi tidak tepat dalam menetapkan standar
pelaksanaan yang spesifik
c. Kesenjangan 3 (Gap-3) adalah kesenjangan anatara spesifikasi
mutu pelayanan dan pemberian pelayanan kepada pelanggan.
Keberadaan kesenjangan tersebut diakibatkan oleh
ketidakmampuan sumber daya manuasia untuk memenuhi standar
mutu pelayanan.
d. Kesenjangan 4 (Gap-4) adalah kesenjangan pemberian pelayanan
kepada pelanggan dan komunikasi eksternal. Kesenjangan
tersebut terbentuk karena perusahaan ternyata mampu memenuhi
janji-janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui
berbagai bentuk promosi.
e. Kesenjangan 5 (Gap-5), kesenjangan antara harapan pelanggan
dan kenyataan pelayanan yang diterima. Kesenjangan tersebut ada
sebagai akibat tidak terpenuhnya harapan pelanggan. Diantara
lima kesenjangan, kesenjangan kelima adalah yang terpenting dan
kunci untuk menghilangkan kesenjangan tersebut adalah dengan
menghilangkan kesenjangan ke-satu hingga kesenjangan ke-4

Probability Sampling

Probability Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih untuk menjadi anggota sampel. Teknik ini antara lain sebagai
berikut:
1. Simple random sampling
2. Proportionate stratified random sampling
3. Disproportionate stratified random sampling
4. Cluster sampling (Area sampling)

Dimensi Pokok Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2011:198) terdapat
lima dimensi pokok dalam kualitas pelayanan sebagai berikut:
1. Reliabilitas (reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa melakukan
kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu
yang disepakati.
2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Berhubungan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk
membantu para konsumen dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (Assurance)
Perilaku karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan
rasa aman bagi para konsumennya. Jaminan juga berarti bahwa para
karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan
atau masalah konsumen.
4. Empati (Empathy)
Menyatakan bahwa perusahaan memahami masalah para
konsumennya dan bertindak demi kepentingan konsumen, serta
memberikan perhatian personal kepada para konsumen dan
memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik (Tangible)
Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, peralatan/perlengkapan
yang lengkap, dan material yang digunakan perusahaan bersih, serta
penampilan dari karyawan rap

Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Lewis dan Booms (1983) yang dikutip oleh Tjiptono (2011:180)
kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan
mampu sesuai dengan ekspetasi konsumen. Berdasarkan definisi ini, kualitas
layanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen sesuai dengan ekspetasi konsumen.
Tjiptono dalam Sunyoto (2012) mengatakan bahwa kualitas atau mutu
dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai
ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya
setidaknya sama dengan yang diingkan dan diharapkan oleh konsumen.
Menurut Sunyoto (2012), “Mutu pelayanan berpusat pada upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan konsumen, yaitu adanya
kesesuaian antara harapan dengan persepsi manajemen, adanya kesesuaian
antara persepsi atas harapan konsumen dengan standar kerja karyawan, adanya
kesesuaian antara standar kerja karyawan dengan pelayanan yang diberikan
dengan pelayanan yang dijanjikan dan adanya kesesuaian antara pelayanan yang
diterima dengan yang diharapkan dengan konsumen”

Karakteristik Pelayanan

Kotler (2013:37) mengemukakan bahwa jasa atau layanan memiliki empat
karakteristik utama yaitu:
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa atau layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik.
Bila barang merupakan suatu objek, benda, material yang bisa
dilihat, disentuh dan dirasa dengan panca indra, maka jasa atau
layanan justru merupakan suatu perbuatan, tindakan, pengalaman,
proses, kinerja (performance) atau usaha yang sifatnya abstrak. Bila
barang dapat dimiliki, maka jasa/layanan cenderung hanya dapat
dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-ownership). Jasa juga
bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang
konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia
mengalami atau mengkonsumsinya sendiri.
2. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual,
baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu,
baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat
yang sama. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan
ciri khusus dalam pemasaran jasa layanan bersangkutan. Keduanya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa/layanan bersangkutan.
Hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas staff
layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses tidaknya jasa
atau layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan organisasi
dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja,
system kompensansi, pelatihan, dan pengembangan karyawan secara
efektif.
3. Variability
Layanan sangat bervariasi. Kualitas tergantung pada siapa yang
menyediakan mereka dan kapan dan dimana kualitas layanan
disediakan. Ada beberapa penyebab variabilitas layanan dimana jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersama-sama sehingga
membatasi control kualitas. Permintaan yang tidak tetap membuat
sulit untuk memberikan produk yang konsisten dan tetap selama
permintaan tersebut berada dipuncak. Tingginya tingkat kontak antar
penyedia layanan dan tamu, berarti bahwa konsistensi produk
tergantung pada kemampuan penyedia layanan dan kinerja pada saat
yang sama. Seorang tamu dapat menerima pelayanan yang sangat
baik selama satu hari dan mendapat pelayanan dari orang yang sama
keesokan harinya.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Perishability berarti bahwa jasa atau layanan adalah komoditas
yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang
di waktu yang akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan.
Permintaan jasa juga bersifat fluktuasi dan berubah, dampaknya
perusahaan jasa seringkali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu
perusahaan jasa merancang strategi agar lebih baik dalam
menjalankan usahanya dengan menyesuaikan permintaan dan
penawaran

Pengertian Pelayanan

Aktivitas, manfaat maupun kepuasan merupakan bentuk pelayanan yang
pada dasarnya tidak berwujud. Hal ini diungkapkan Gronroos yang dikutip oleh
Tjiptono (2011:17) menyatakan bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri
atas serangkaian aktivitas intangible (tidak berwujud) yang biasanya (namun
tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara konsumen dengan karyawan
jasa, sumber daya fisik, barang, atau sistem penyedia jasa yang disediakan
sebagai solusi atas masalah konsumen. Dari definisi ini, dapat dikatakan bahwa
pelayanan merupakan aktivitas yang diberikan kepada konsumen dan pada
dasarnya tidak berwujud, disediakan sebagai solusi atau masalah konsumen.
Layanan merupakan kegiatan yang ditawarkan oleh penyedia jasa kepada
konsumen, bisa berupa benda dan objek lainnya, hal ini ditulis oleh Lovelock
dan Wirtz (2011:37) yang menyatakan Layanan adalah kegiatan ekonomi yang
ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Seringkali berbasis waktu,
kinerja membawa hasil yang diingkan ke penerima, benda atau asset lainnya
adalah tanggung jawab pembeli.
Menurut Sunyoto (2012) terdapat beberapa pengertian jasa di antaranya
adalah jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas); proses – proses,
dan unjuk kerja yang yang intangible. Jasa dari sisi penjualan dan konsumsi
secara kontras dengan barang: baranng adalah suatu objek yang tangible yang
dapat diciptakan dan dijual atau digunakan setelah selang waktu tertentu.
Jasa adalah intangible (seperti kenyamanan, hiburan, kecepatan,
kesenangan, dan kesehatan) dan perishable (jasa tidak mungkin disimpan
sebagai persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan) jasa
diciptakan dan dikonsumsi secara simultan.
Sunyoto (2012) menyatakan bahwa dalam jasa selalu ada aspek interaksi
antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak– pihak yang terlibat
tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, akan tetapi jasa
adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas– aktivitas tersebut tidak
terwujud. Dari beberapa definisi diatas penulis menimpulkan bahwa jasa
merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan kepada pihak lain dalam waktu itu
juga karena jasa tidak dapat disimpan dan tidak berwujud

Pengertian kualitas

Kualitas merupakan salah satu kunci dalam memenangkan persaingan
dengan pasar. Ketika perusahaan telah mampu menyediakan produk berkualitas
maka telah membangun salah satu fondasi untuk menciptakan kepuasan
pelanggan.
Menurut Goetsch dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2012:152),
kualitas dapat diartikan sebagai “kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan”. Berdasarkan definisi ini, kualitas adalah hubungan
antara produk dan pelayanan atau jasa yang diberikan kepada konsumen dapat
memenuhi harapan dan kepuasan konsumen.
Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
(Abubakar & Siregar, 2010) Tjiptono dan Sunyoto (2012) mengatakan bahwa
kualitas merupakan: “sebuah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”
Sunyoto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu ukuran untuk
menilai bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang
dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah
memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang
diinginkan

Harapan dan Persepsi ( Kepuasan Pelanggan)

Menurut Tjiptono (1996), harapan pelanggan dapat didefinisikan
sebagai perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya
bila ia membeli atau mengkonsumsikan suatu produk atau jasa. Menurut Olsen
dan Dover (Dalam Zethaml et.al, 1993), harapan pelanggan didefinisikan
sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk,
yang dijadikan standar atau acuan dalam nilai kinerja produk tersebut. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa harapan pelanggan merupakan suatu nilai
kegunaan yang dipikirkan dalam suatu jasa ataupun produk sebelum digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan atas suatu kualitas
layanan menurut Parasuraman et.Al antara lain:
1. Personal Need
Kebutuhan yang disarankan mendasar bagi kesejahteraan seseorang
sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan
fisik, sosial, dan psikologi.
2. Situational Factors
Terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa
yang berada diluar kendali penyediaan jasa.
3. Perceived Service Alternatives
Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan
perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa
alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan
semakin besar.
4. Enduring Service Intesifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong
pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini
meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi
seseorang tentang jasa, yaitu bagaimana ia ingin dilayani dengan baik
dan pelayanan yang benar.
5. Past Experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau
diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu.
6. Transitory Service Alternatives
Merupakan faktor individual bersifat sementarayang meningkatkan
pelangga terhadapt jasa.
7. Self Perceived Service Role
Adalah persepsi pelanggan tetap sikap atau derajat keterlibatannya
dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya.
8. Explicit Service Promise
Merupakan pertanyaan perusahaan tentang jasa kepada pelanggan. ini
bisa berupa iklan.
9. Impicit Service Promise
Menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberkan
kesimpulan tentang jasa yang akan diberikan dengan bagaimana cara
penyampaiannya.
10. Worth Of Mounth
Merupakan pertanyaan yang disampaikan orang lain selain organisasi
kepada pelanggan.
Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses pelanggan dalam memilih,
mengatur dan menginterpretasikan semua menjadi berarti dan merupakan
gambaran secara serasi terhadap dunia sekelilingnya. Selain itu persepsi
pelanggan terhadap kualitas layanan dapat dikatakan sebagai penilaian
menyeluruh atas keunggulan suatu jasa, yang artinya pelanggan tidak
mengevaluasi kualitas layanan semata-mata hanya berdasarkan kepada
kepada hasil akhir dari servis tetapi mereka juga memperhatikan proses dari
pelaksanaan service

Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Hill, Brierley & MaDougall yang dikutip oleh Tjiptono (2012:319),
kepuasan pelanggan merupakan ukuran kinerja “produk total” sebuah
organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan (customer
requirements). Prinsip dasar yang melandasi pentingnya pengukuran kepuasan
pelanggan adalah “doing best what matters most to customers” (melakukan
aspek– aspek yang terbaik, terpenting bagi pelanggan).
Kotler, Et, Al – yang dikutip oleh Tjiptono (2011:314), empat metode
untuk mengukur kepuasa pelanggan:
a) Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan
kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelangganya
guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media
yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi –
lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati konsumen),
kartu komentar (yang diisi langsung maupun yang dikirim via post
kepada perusahaan), saluran telephone khusus bebas pula, website, dan
lain – lain. Informasi – informasi yang diperoleh melalui metode ini
dapat memberikan ide – ide baru dan masukan yang berharga kepada
perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap
dan cepat untuk mengatasi masalah – masalah yang timbul.
b) Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk
berperan atau berpura – pura sebagai pelanggan potensial produk
perusahaan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staff
penyedia jasa dan menggunakan produk atau jasa perusahaan.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta
melaporkan temuan – temuannya berkenaan dengan kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost
shoppers diminta mengamati secara seksama dan menilai cara
perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik konsumen,
menjawab pertanyaan konsumen dan menangani setiap keluhan.
c) Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para konsumenya yang telah berhenti membeli
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal
tersebut terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan
selanjutnya. Bukan hanya interview saja yang diperlukan, tetapi
pemantauan customer lost rate juga penting, dimana peningkatan
customer lost rate menunjukan kegagalan perusahaan dalam memuaskan
konsumennya.
d) Survey kepuasan konsumen
Sebagian besar riset kepuasan konsumen dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Survei melalui pos, telepon, email,
websites maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan feedback secara langsung dari konsumen
serta memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian
terhadap konsumennya

Dimensi Kepuasan Pelanggan

Hal yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dapat dilihat dari
ukuran atau dimensi kepuasan pelanggan menurut Kotler (2011), yaitu:
1. Tetap setia
Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi setia atau loyal.
Konsumen yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan
mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang
sama.
2. Membeli produk yang ditawarkan
Keinginan untuk membeli produk atau makanan lain yang ditawarkan
karena adanya keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan
menghindari pengalaman yang buruk.
3. Merekomendasikan produk
Kepuasan merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi dari
mulut ke mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif.
Hal ini dapat berupa rekomendasi kepada calon konsumen yang lain
dan mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan
yang menyediakan produk.
4. Bersedia membayar lebih
Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai patokan kepuasan,
ketika harga lebih tinggi konsumen cenderung berfikir kualitas
menjadi lebih tinggi juga.
5. Memberi masukan
Walaupun kepuasan sudah tercapai, konsumen selalu menginginkan
yang lebih lagi, maka konsumen akan memberi masukan atau saran
agar keinginan mereka dapat tercapai

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler (1997:10). Kepuasan pelanggan berkait erat dengan
mutu, mutu mempunyai dampak langsung pada prestasi produk, dan demikian
kepuasan pelanggan. Untuk mengetahui masalah kepuasan konsumen tentang
kualitas pelayanan yang akan diterima oleh konsumen terlebih dahulu harus
didapat suatu pengertian mengenai arti kepuasan itu sendiri. Kepuasan
merupakan suatu respon afeksi atau emosi seseorang terhadap sesuatu hal.
Kepuasan konsumen merupakan kebutuhan dasar yang dapat digambarkan
sebagai suatu hal yang menyenangkan. Rasa puas akan muncul jika dorongan
tersebut tidak disalurkan maka akan muncul rasa tidak puas. Seiring dengan
kemajuan perkembangan teknologi, tuntutan konsumen akan layanan yang
berkualitas semakin meningkat. Dahulu konsumen membeli suatu produk atau
jasa hanya berdasar pada kebutuhan saja. Sekarang ini konsumen lebih bersifat
menuntut serta lebih memperhatikan masalah kualitas.
Menurut Rahmayanty (2010:32) pelanggan adalah orang yang sudah
pernah atau telah membeli dan menggunakan suatu produk barang atau jasa
pada suatu perusahaan (Rudi Salim, 2015)

Metode ServQual

Di antara berbagai model pengukuran kualitas pelayanan, servqual
merupakan metode yang paling banyak digunakan. Karena frekuensi
penggunaannya yang tinggi, servqual dipandang memenuhi syarat validitas secara
statistik (Brysland dan Curry, 2001).
Metode servqual terdiri atas lima dimensi kualitas pelayanan, sebagai
berikut (Juwaheer, 2004):
1. Reliability (keandalan), merujuk kepada kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan handal.
2. Assurance (jaminan), merupakan karyawan yang sopan dan berpengetahuan
luas yang memberikan rasa percaya serta keyakinan.
3. Tangibles (bukti terukur), menggambarkan fasilitas fisik, perlengkapan, dan
tampilan dari personalia serta kehadiran para pengguna.
4. Empathy (empati), mencakup kepedulian serta perhatian individual kepada
para pengguna.
5. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan
serta memberikan perhatian yang tepa

Konsep Pengukuran Kepuasan

Menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (1996) terdapat empat metode untuk
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem keluhan dan saran, artinya setiap perusahaan yang berorientasi pada
pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan
jasanya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka.
2. Survei kepuasan pelanggan, artinya kepuasan pelanggan dilakukan dengan
menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara
pribadi. Dengan melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus juga memberikan tanda
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:
a. Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran dilakukan secara
langsung melalui pertanyaan, seperti sangat tidak puas, tidak puas, netral,
puas, dan sangat puas.
b. Derived dissatisfaction, yaitu pertanyaan yang menyangkut besarnya
harapan pelanggan terhadap atribut.
c. Problem analysis, artinya pelanggan yang dijadikan responden untuk
mengungkapkan dua hal pokok, yaitu:
1) Masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran
dari perusahaan,
2) Saran-saran untuk melakukan perbaikan.
d. Importance-performance analysis, artinya dalam teknik ini responden
dimintai untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan
pentingnya elemen.
3. Ghost shopping, artinya metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan
beberapa orang (Ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian
Ghost shopper menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan
kelemahan jasa perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka
dalam pembelian jasa tersebut.
4. Lost customer analysis, artinya perusahaan menghubungi para pelanggannya
yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok dan diharapkan
diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebu

Pemasaran Jasa

Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa jasa merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Sedangkan
menurut Kotler (2002), mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kegiatan
yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, pada dasarnya bersifat intangible
(tidak berwujud) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi dapat
disimpulkan bahwa jasa bukanlah barang, tetapi suatu aktifitas yang tidak dapat
dirasakan secara fisik dan membutuhkan interaksi antara satu pihak ke pihak lain.
Kotler (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat karakteristik jasa, antara
lain:
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, dan didengar
sebelum membeli.
2. Inseparability (tidak dipisahkan)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari pengguna jasa itu, baik pengguna jasa itu
adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan pada rak-rak
penjualan dan dapat dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan.
3. Variability (keanekarupaan)
Jasa sangat beraneka rupa karena tergantung siapa yang menyediakannya dan
kapan serta dimana disediakan. Seringkali pengguna jasa menyadari akan
keanekarupaan yang besar ini, sehingga pengguna jasa akan membicarakan
dengan pengguna yang lain sebelum memilih satu penyedia jasa.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak dapat disimpan untuk penjualan
atau penggunaan di kemudian hari. Sifat jasa yang tidak tahan lama tidak akan
bermasalah apabila permintaan tetap atau teratur, karena jasa-jasa sebelumnya
dapat dengan mudah disusun terlebih dahulu, apabila permintaan berfluktuasi,
permintaan jasa akan dihadapkan pada berbagai masalah sulit. Pemasaran jasa
tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat
intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat
diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan
penyedia jasa sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera. Hal
ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara
konsumen dan penyedia jasa adalah penting untuk mewujudkan produk
(Rangkuti, 2002). Berdasarkan klasifikasi Organisasi Perdagangan Dunia
(World Trade Organization-WTO), ruang lingkup klasifikasi bisnis jasa
meliputi (Rambat Lupiyoadi, 2006):
a. Jasa bisnis,
b. Jasa komunikasi,
c. Jasa konstruksi dan jasa teknik,
d. Jasa distribusi,
e. Jasa pendidikan,
f. Jasa lingkungan hidup,
g. Jasa keuangan,
h. Jasa kesehatan dan jasa sosial,
i. Jasa kepariwisataan dan jasa perjalanan,
j. Jasa rekreasi, budaya dan olahraga,
k. Jasa transportasi,
l. Jasa lain-lain

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Produk atau jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk
membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 2001). Semakin
berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh
pelanggan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat
menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Pelanggan yang puas akan
terus melakukan pembelian pada badan usaha tersebut. Demikian pula sebaliknya
jika tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan pelanggan pindah pada produk atau
jasa lain. Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan (Kotler, 2005). Dengan demikian, harapan pelanggan
melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat
dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan,
umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa
yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian
dahulu, komentar teman dan janji dari perusahaan tersebut. Harapan-harapan
pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin
bertambahnya pengalaman pelanggan. Menurut Tjiptono (2006) kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evolusi
ketidaksesuaian (disinformation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual jasa yang dirasakan bahwa pada persaingan yang semakin ketat ini,
semakin banyak penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga hal ini menyebabkan setiap badan
usaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan
utama. Badan usaha dapat mengetahui kepuasan dari para konsumennya melalui
umpan balik yang diberikan oleh konsumen kepada badan usaha tersebut sehingga
dapat menjadi masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi serta
peningkatan kepuasan pelanggan. Sehingga dapat diketahui pada saat pelanggan
komplain. Hal ini merupakan peluang bagi badan usaha untuk dapat mengetahui
kinerja dari badan usaha tersebut. Dari komplain tersebut, badan usaha dapat
memperbaiki dan meningkatkan layanan sehingga dapat memuaskan konsumen
yang belum puas. Biasanya konsumen mempunyai komitmen yang besar pada
badan usaha yang menanggapi komplain darinya

Kualitas Layanan

Perkembangan perusahaan menciptakan persaingan yang ketat. Berbagai
cara dilakukan agar dapat memperoleh pelanggan dan mempertahankannya. Salah
satu strategi yang dipakai perusahaan untuk bisa memenangkan persaingan adalah
dengan kualitas layanan yang baik. Pelanggan tertarik membeli sebuah produk
atau jasa karena kualitas layanan yang baik.
Menurut (Fandy Tjiptono dan Gregorius chandra, 2016) menyatakan bahwa
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Menurut
Kotler dalam (Fandy Tjiptono dan Gregorius chandra, 2016) mengungkapkan ada
terdapat lima faktor dominan atau penentu kualitas pelayanan jasa, kelima faktor
dominan tersebut diantarnya yaitu:
1. Berwujud (Tangible)
Yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi
yang baik.
2. Empati (Empathy)
Yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan
perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Misalnya karyawan harus mencoba
menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari
solusi segera, agar selalu terjaga hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa
peduli yang tulus. Dengan cara perhatian yang diberikan para pegawai dalam
melayani dan memberikan tanggapan atas keluhan para konsumen.
3. Cepat tanggap (Responsiveness)
Yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan
dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan
konsumen. Dengan cara keinginan para pegawai dalam membantu dan
memberikan pelayanan dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan
dengan cepat dan benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap
konsumen, kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen.
4. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan,
terpercaya dan akurat, serta konsisten. Contoh dalam hal ini antara lain,
kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang terbaik, kemampuan
pegawai dalam menangani kebutuhan konsumen dengan cepat dan benar,
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan
harapan konsumen.
5. Kepastian (Assurance)
Yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. Contoh
dalam hal ini antara lain, pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam
menjalankan tugasnya, pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan
kepercayaan kepada konsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang baik

Citra Destinasi

Menurut Echtner dan Brent Ritchie dalam (Kurniawan, 2014) Destination
image secara sederhana mengacu pada impresi terhadap suatu tempat atau
persepsi seseorang terhadap suatu area tertentu. atas dasar ini, maka tidak ada
komponen yang bersifat baku guna mengukur destination image suatu tempat atau
kota. Menurut Echtner dan Brent Ritchie dalam (Kurniawan, 2014) destination
image meliputi berbagai hal yang bersifat paling umum sampai pada hal-hal yang
menyangkut psikologis yang mendasarkan pada keunikan, features, event,
perasaan atau aura.
Menurut Lopes (2011), mendefinisikan konsep citra destinasi sebagai
ekspresi dari semua pengetahuan obyektif, prasangka, imajinasi dan pikiran
emosional seorang individu atau kelompok tentang lokasi tertentu. Kemudian
Kotler, Haider dan Rein dalam (Lopes, 2011), mendefinisikan citra sebagai
jumlah dari semua keyakinan, ide dan kesan bahwa seseorang terkait dengan
sebuah destinasi. Destinasi wisata mencakup segala sesuatu yang ada di daerah,
baik masyarakatnya, industri lain, dan hal lainnya yang dapat menjadi bagian dari
pengalaman destinasi, kekhasan lokal yang dapat dinikmati wisatawan meskipun,
bukan bagian dari ekonomi wisata secara khusus (Hanif, A. Kusumawati, 2016).
Citra/ image sebuah destinasi merupakan persepsi yang terbentuk dari
berbagai informasi yang diterima oleh wisatawan. Setiap tempat tujuan pariwisata
mempunyai citra tertentu yang mengandung keyakinan, kesan, dan persepsi
tentang sebuah destinasi, (Destari, 2017). Menurut Echtner dan Brent Ritchie
dalam (Kurniawan, 2014) bahwa atribut-atribut yang digunakan untuk mengukur
destination image meliputi 34 komponen, dimana komponen ini yang merupakan
atribut dari obyek wisata mulai dari atribut yang bersifat fungsional sampai atribut
yang bersifat psikologis.

Kepuasan Konsumen (Pengunjung)

Perusahaan dituntut untuk memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga
perusahaan harus jeli melihat pergeseran kebutuhan dan keinginan yang sangat
cepat berubah. Pembeli akan mempertimbangkan kepuasan berdasarkan harapan
dan harga yang harus dibayar. Harapan dan harga harus beriringan agar
menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut Kotler dalam buku (Sunyoto, 2013),
kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
(kinerja atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Konsumen dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan umum
yaitu kalau kinerja di bawah harapan, konsumen akan merasa kecewa tetapi jika
kinerja sesuai dengan harapan pelanggan akan merasa puas dan apabila kinerja
bisa melebihi harapan maka pelanggan akan merasakan sangat puas senang atau
gembira. Menurut Lovelock dan Wirtz yang dikutip oleh (Fandy Tjiptono dan
Gregorius Chandra, 2016) Kepuasan adalah suatu sikap yang diputuskan
berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Sangat dibutuhkan penelitian untuk
membuktikan ada atau tidaknya harapan sebelumnya yang merupakan bagian
terpenting dalam kepuasan.
Sedangkan menurut (Fandy Tjiptono, 2015), kepuasan pelanggan adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya.
Jadi menurut beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
adalah suatu hasil dari perbandingan antara harapan dan kinerja yang didapat, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan harapan konsumen agar
perusahaan bisa memenuhi harapan tersebut.
Menurut Ujang Sumarwan (2011) menerangkan teori kepuasan dan
ketidakpuasan konsumen terbentuk dari model diskonfirmasi ekspektasi, yaitu
menjelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasaan konsumen merupakan dampak
dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pembelian dengan
sesungguhnya yang diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tersebut. Harapan
pelanggan saat membeli sebenarnya mempertimbangkan fungsi produk tersebut
(product performance). Fungsi produk antara lain:
1. Produk dapat berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, disebut
diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Bila hal ini terjadi maka
pelanggan akan merasa puas.
2. Produk dapat berfungsi seperti yang diharapkan, disebut konfirmasi
sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberi rasa puas
dan produk tersebut tidak mengecewakan sehingga pelanggan akan memiliki
perasaan netral.
3. Produk dapat berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, disebut
diskonfimasi negatif (negatif disconfirmation). Bila hal ini terjadi maka akan
menyebabkan kekecewaan, sehingga pelanggan merasa tidak puas

Kepuasan Konsumen

Kepuasan konsumen secara umum merupakan suatu tanggapan perilaku
konsumen berupa evaluasi hasil beli terhadap suatu barang atau jasa yang
dirasakannya (kinerja produk) dibandingkan dengan harapan konsumen.
Kepuasan konsumen adalah perasaan suka atau tidak seseorang terhadap
suatu produk setelah membandingkan prestasi produk tersebut dengan harapannya
(Kotler dan Keller, 2012). Kepuasan konsumen adalah suatu sikap yang diputuskan
berdasarkan pengalaman yang didapatkan (Lovelock dan Wirtz, 2011).
Kepuasan konsumen sudah menjadi konsep utama dalam teori maupun
praktik pemasaran, adapun salah satu destinasi esensial bagi kegiatan
bisnis.Kepuasan konsumen berkontribusi pada sejumah aspek krusial, seperti
terciptanya loyalitas konsumen, peningkatan reputasi perusahaan, meningkatnya
efisiensi dan produktivitas karyawan. Definisi lain kepuasan konsumen merupakan
pilihan purnabeli, di mana persepsi terhadap kinerja pilihan produk atau jasa yang
dipilih memenuhi harapan sebelum pembelian (Tjiptono, 2006).
Kepuasan dapat diartikan sebagai perbandingan antara persepsi konsumen
dengan hasil pengalaman yang dirasakan terhadap produk yang bersangkutan,
yakni berupa perasaaan pelanggan setelah mencocokkan antara harapan dengan
kinerja aktual perusahaan, bilamana kinerja perusahaan jauh lebih rendah dari
harapan konsumen, konsumen tidak puas, namun bilamana kinerja melebihi
harapan konsumen maka konsumen merasa puas, konsumen yang puas cenderung
akan loyal dan akan memberikan informasi mengenai produk kepada orang lain
tentang pengalaman baik maupun pengalaman yang dirasakan (Kotler, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen (Lupoyoadi, 2013):
1. Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi
mereka menunjukan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Harga, produk dengan kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberi nilai yang tinggi kepada
konsumennya.
3. Kualitas pelayanan, konsumen akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Faktor Emosional, konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan
keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila
menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung
mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang
diperoleh. Bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang
membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu

Kualitas Produk

Kualitas merupakan alat ukur tingkat kepuasan konsumen sepenuhnya.
Suatu produk atau jasa dikatakan berkualitas apabila perusahaan mampu
memberikan dan memenuhi yang diharapkan dan diinginkan oleh konsumen atas
suatu produk atau jasa, karena kualitas memiliki makna yang berbeda-beda bagi
setiap orang maka kualitas harus memiliki standaryang telah ditentukan oleh
perusahaan. Kualitas produk merupakan fokus utama dalam perusahaan dalam
meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen
yang melebihi atau paling tidak sama dengan kualitas produk dari pesaing. Untuk
lebih jelasnya definisi kualitas produk menurut para ahli sebagai berikut :
1. Kualitas produk adalah kemampuan suatu barang untuk memberikan hasil
atau kinerja yang sesuai bahkan melebihi dari apa yang diinginkan
pelanggan (Kotler dan Keller, 2012).
2. Kualitas produk adalah sejauh mana produk memenuhi spesifikasi-
spesifikasinya (Lupiyoadi dan Hamdani, 2012).
3. Kualitas produk (product quality) adalah karakteristik produk dan jasa yang
bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
yang dinyatakan atau diimplikasikan (Kotler dan Armstrong , 2008)