Pengaruh Hubungan Politik terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Hubungan politik antara perusahaan dengan pemerintah terbukti memiliki beberapa
keuntungan bagi perusahaan. Menurut Francis et al., (2012) dalam Butje dan Elisa (2014)
hubungan politik yang dimiliki membuat perusahaan memperoleh perlakuan khusus, seperti
kemudahan dalam memperoleh pinjaman modal, risiko pemeriksaan pajak rendah yang membuat
perusahaan makin agresif dalam menerapkan tax planning yang berakibat pada menurunnya
transparasi laporan keuangan. Fisman (2001) dalam Stanley (2016) mengemukakan bahwa
hubungan politik dapat menjadi sumber daya perusahaan yang berharga bila diasosiasikan
dengan nilai reputasi dan fungsi proteksi yang dibangun karena adanya hubungan politik
tersebut.
Pernyataan Fisman (2001) diatas sejalan dengan Chaney (2011) dalam Fatimah (2012)
bahwa perusahaan yang memiliki koneksi politik merasa aman dari sanksi atau hukuman jika
melaporkan laporan keuangan dengan kualitas rendah. Dampaknya adalah perusahaan akan lebih
care less dalam hal menyajikan laporan keuangan yang berkualitas sehingga mengakibatkan
tingginya manajemen laba.

Pengaruh Kepemilikan Keluarga terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Menurut Fan dan wong (2002) dalam Adiarti (2015), bila mayoritas kepemilikan suatu
perusahaan berada di tangan keluarga akan menimbulkan pemegang saham pengendali keluarga
memiliki insentif untuk menurunkan kualitas laporan keuangan. Dalam hal ini, keluarga
memiliki kemampuan dan insentif untuk mengelola kebijakan pelaporan keuangan dan
menentukan bagaimana informasi ditampilkan kepada publik dimana pengarahan kebijakan ini
akan disesuaikan dengan kepentingan pribadinya.
Choi et al, (2007) dalam Adiarti (2015) mengemukakan bahwa sebagai pemegang saham
pengendali, pihak keluarga memiliki insentif untuk mengarahkan kebijakan yang memberikan
keuntungan pribadi dengan melakukan tindakan ekspropriasi terhadap pemegang saham nonpengendali. Terdeteksinya aktivitas ekspropriasi dapat memicu timbulnya intervensi baik dari
pemegang saham non pengendali, analyst, maupun regulator. Untuk menghindari risiko ligitasi
tersebut, keluarga melalui keleluasaan dalam menentukan jabatan dan anggota manajemen
perusahaan akan termotivasi untuk menutupi tindakan ekspropriasinya dengan menurunkan
kualitas pengungkapan laporan keuangan dan praktik manajemen laba.

 Pengukuran Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Metode yang digunakan untuk pendeteksian manajeme laba ini mengikuti model yang
dikembangkan oleh Jones (1991) yang dikenal sebagai (Modified Jones Model), yang merupakan
modifikasi dari Jones Model.
Menurut Sri Sulistyanto (2008:225) menyatakan bahwa “…Model Jones Modifikasi
(Modified Jones Model) merupakan modifikasi dari model Jones yang didesain untuk
mengeliminasi kecenderungan untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones
untuk menentukan destrectionary accrual ketika disrection melebihi pendapatan.”

Motivasi Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Zimmerman (1986) dalam Sulistyanto (2008:89), terdapat tiga hipotesis utama dalam
Positive Accounting Theory yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan motivasi
manajemen laba yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis
Menyatakan bahwa manajemen yang merencanakan untuk mendapatkan bonus
dalam jumlah besar akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat
meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Hal ini dikarenakan
indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola perushahaan cenderung
dikaitkan dengan besarnya pendapatan dan meningkatnya asset dari tahun
sebelumnya.
2. Debt (equity) hypothesis
Menyatakan ketika perusahaan memiliki rasio debt to equity yang besar, maka
pihak manajemen akan mengatur jumlah laba yang dihasilkan. Dalam konteks
perjanjian hutang, manajemen akan berusaha mengelola dan mengatur laba agar
kewajiban hutang yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda
hingga tahun berikutnya.
3. Political Cost Hypothesis
Menjelaskan bahwa dibandingkan dengan perusahaan kecil, maka perusahaaan
besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat menurunkan laba
yang dilaporkan. Hal ini berkaitan dengan regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah seperti tarif pajak progresif, atau kewajiban lain untuk turut serta
menjaga kelestarian lingkungan dalam program Corporate Social Responsibility.

Pengertian Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Manajemen laba didefinisikan oleh Healy dan Wahlen (1999) dalam Stanley (2016:15)
sebagai “… suatu hal judgemental tentang pengaturan transaksi untuk mengubah laporan
keuangan demi mengelabui stakeholder mengenai performa perusahaan yang ekonomis atau
untuk mempengaruhi kontrak yang bergantung pada angka akuntansi”.
Menurut Wasilah (2004) dalam Stanley (2016:16) manajemen laba merupakan “… proses
secara sadar dilakukan oleh manajemen, tetapi masih dalam batasan yang diijinkan oleh Standar
Akuntansi Keuangan untuk melaporkan laba pada tingkatan yang diinginkan”.
Manajemen laba menurut Scott (2012) dalam Stanley (2016:16) dapat dilihat dari dua
perspektif yaitu perspektif kontraktual dan perspektif pelaporan keuangan. Dari perspektif
kontraktual, manajemen laba berfungsi untuk melindungi perusahaan dari keadaan yang tidak
dapat diduga agar kontrak yang biasanya tetap dapat terus terjaga. Sedangkan dari perspektif
pelaporan keuangan, manajemen laba berfungsi untuk mempengaruhi harga saham, dimana
perusahaan dapat menciptakan kesan laba yang stabil dan bertumbuh atau sebaliknya untuk
menghindari kewajiban kepada pemerintah.
Roychowdhury (2006) dalam Adiarti (2015:24) mendefinisikan manajemen laba sebagai
“… penyimpangan dari aktivitas normal perusahaan yang bertujuan untuk mengelabui
sekumpulan stakeholder dalam menerjemahkan kinerja perusahaan”.
Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas dapat disimpul

Kualitas Laba (skripsi dan tesis)

Laporan keuangan berfungsi sebagai bentuk formal atas pertanggungjawaban manajemen
kepada pemilik perusahaan atas kinerja perusahaan selama periode fiscal. Dechow et al, (2010)
dalam Adiarti (2015:19) mengemukakan bahwa “… laporan keuangan pada hakikatnya harus
mampu menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode
berjalan”. Oleh karena itu, keandalan laporan keuangan dapat diukur dari relevansi informasi
yang disajikan terhadap pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang relevan adalah
ketika laporan tersebut dapat membuat pengguna laporan keuangan menghasilkan keputusan
yang berbeda. (Adiarti, 2015:20).
Pentingnya fungsi laporan laba untuk pengambilan keputusan inilah yang menjadi
pertimbangan baik dari perusahaan maupun pihak investor. Perusahaan harus mampu
melaporkan laba perusahaan sebagai cerminan dari kinerja perusahaan, dan pihak investor juga
harus mampu dalam menilai sebuah perusahaan dari laporan keuangan perusahaan tersebut.
Kualitas laba menjadi hal penting dalam pertimbangan ini.
Kualitas laba menurut Amilin (2008) dalam Handoyo (2011) dapat ditentukan dengan
“… mengacu pada nilai yang menunjukan seberapa besar laba tersebut dapat menghasilkan uang
kas”.
Sedangkan menurut Grahita (2001) dalam Handoyo (2011) laba akuntansi yang
berkualitas dapat didefinisikan sebagai “… laba yang mempunyai sedikit gangguan persepsi
didalamnya, dan dapat mencerminkan kinerja keuangan yang sesunggunya”.
Melanjutkan definisi di atas, Leisa Jang (2007) dalam Handoyo (2008) menyatakan
bahwa “… semakin besar gangguan persepsi yang terkandung dalam laba akuntansi, maka
semakin rendah kualitas laba akuntansi tersebut”.

Jenis-jenis Laba (skripsi dan tesis)

1. Laba kotor
Menurut Subramanyam (2005:120) laba kotor merupakan “… pendapatan dikurangi
harga pokok penjualan. Apabila hasil penjualan barang dan jasa tidak dapat menutupi
beban yang langsung terkait dengan barang dan jasa tersebut atau harga pokok
penjualan, maka akan sulit bagi perusahaan tersebut untuk bertahan.”
2. Laba operasi
Menurut Skousen (2004:243) laba operasi merupakan “…mengukur kinerja operasi
bisnis fundamental yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan didapat dari laba
kotor dikurangi beban operasi. Laba operasi menunjukan seberapa efisien dan efektif
perusahaan melakukan aktivitas operasinya.”
3. Laba sebelum pajak
Laba sebelum pajak menurut Subramanyam (2005:25) merupakan “…laba dari
operasi berjalan sebelum cadangan pajak penghasilan.”
4. Laba bersih
Laba bersih menurut Subramanyam (2005:25) merupakan “…laba dari bisnis
perusahaan yang sedang berjalan setelah bunga dan pajak.”

Pengertian Laba (skripsi dan tesis)

Subramanyam (2012:109) menyatakan bahwa laba merupakan “… ringkasan hasil bersih
aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan serta
informasi perusahaan yang paling diminati dalam pasar uang”.
Selanjutnya Mahmud M. Hanafi (2010:32) mengatakan bahwa laba merupakan “…
ukuran keseluruhan prestasi perusahaan yang diukur dengan menghitung selisih antara
pendapatan dan biaya”.
Sedangkan menurut Lailan Paradiba (2015) dalam Sri Ayu (2017:63) laba adalah “…
item laporan keuangan mendasar dan penting yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai
konteks”.
Harahap (2009:113) mengemukakan bahwa laba memiliki definisi “… kelebihan
penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi”.

Pengertian Agresivitas Pajak (skripsi dan tesis)

Frank et al.,(2009) dalam Stanley, (2016) Agresivitas pajak didefinisikan sebagai “…
tindakan yang dilakukan manajemen dalam mengurangi laba kena pajak melalui perencanaan
pajak dengan cara tax avoidance dan tax evasion.”
Perbedaan antara tax avoidance dan tax evasion terletak pada cara yang digunakan. Tax
avoidance dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah pajak dalam peraturan, sehingga sah di
depan hukum (Dyreng et al, 2008 dalam Stanley, 2016), contohnya wajib pajak berusaha untuk
membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran
interpretasi hukum pajak dan berusaha agar pembayaran pajak ditunda. Namun, tax evasion
dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum, contohnya wajib pajak sengaja tidak
melaporkan sebagian atau seluruh penghasilanya dalam SPT atau membebankan biaya-biaya
yang tidak seharusnya dijadikan pengurang penghasilan untuk tujuan meminimalkan beban
pajak. Dalam penelitian ini, penggunaan agresivitas pajak mengcau pada tax avoidance ataupun
perencanaan pajak yang tidak mengindikasikan aktivitas tidak patut.
Menurut Budiman dan Setiyono (2012) dalam Sri Ayu (2017:56) penghindaran pajak (tax
avoidance) merupakan “… usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi beban
pajak dengan tidak melanggar Undang-undang atau aturan lain yang berlaku.”
Penghindaran pajak menurut Bernard P. Heber dalam Nurmantu (2005:151) adalah “…
upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam Undang-undang
perpajakan, sehingga dapat membayar pajak lebih rendah.”
Menurut Hary graham dalam Siti Kurnia (2010:147) penghindaran pajak adalah “…
usaha yang dilakukan dengan memanfaatkan celah pajak namun yang tidak melanggar peraturan
peundang-undangan perpajakan.”
Sedangkan menurut Robert H. Anderson dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:147)
penghindaran pajak (tax avoidance) adalah “… cara mengurangi pajak yang masih dalam batas
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui
perencanaan perpajakan.”

Pengertian Agresivitas (skripsi dan tesis)

Agresivitas memiliki kata dasar agresi yang merupakan salah satu bentuk perilaku yang
dimiliki oleh setiap orang. Berkowitz (1993) dalam F.Podungge (2014) mengemukakan bahwa
secara umum agresi merupakan “… segala bentuk perilaku yang bertujuan untuk menyakiti
orang lain baik secara fisik maupun psikis.”
Baron dan Byrne (1994) dalam F. Podungge (2014) bahwa “… perilaku agresif adalah
perilaku individu yang berutujuan untuk melukai atau mencelekakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingah laku tersebut.”
Krahe, (1997) dalam Hanurawan, (2010:83) mengemukakan bahwa “… pengalaman
frustrasi seseorang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bertindak agresi mengarah
pada sumber-sumber eksternal yang menjadi sebab frustrasi dan keinginan itu akhirnya dapat
memicu timbulnya perilaku agresi secara nyata.”

Tata Cara Pemungutan Pajak (skripsi dan tesis)

Tata cara Pemunugutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:8):
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya
jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam
negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
d. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
 Wajib Pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
 Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
 Fiskus tidak ikut campur dan banyak mengawasi.
c. Withholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
memotong atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
 wewenang memotong atau memungut pajak yang tentang ada pada pihak
ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Pengertian Pajak (skripsi dan tesis)

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam Mardiasno (2016:1) mendefinisikan bahwa pajak
merupakan “… iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Waluyo (2011:2) menjelaskan bahwa pajak adalah “… prestasi yang dipaksakan sepihak
oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum)
tanpa adanya kontraprestasi da semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran.”
M.J.H Smeets dalam Sukrino Agoes (2014:6) mengemukakan bahwa pajak adalah “…
prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dipaksakan,
tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan secara individual; maksudnya untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.”
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata cara Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan pajak sebagai “… kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, denga tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarya kemakmuran rakyat.”

Pengertian Hubungan Politik (skripsi dan tesis)

Purwoto (2011:7) mengemukakan bahwa “… perusahaan berkoneksi politik ialah
perusahaan yang dengan cara-cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan
adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah.”
Faccio (2006:369) dalam Andriana dan Yeterina (2016) Menjelaskan bahwa
“…Perusahaan dapat dikatakan memiliki hubungan politik apabila paling tidak salah satu dari
pimpinan perusahaan, pemegang saham utama (orang yang memiliki setidaknya 10 persen hak
suara berdasarkan jumlah saham yang dimiliki), atau kerabat mereka pernah atau sedang
menjabat sebagai pejabat tinggi negara, anggota parlemen, atau pengurus partai yang menjadi
perwakilan di parlemen.”
Adhikari (2006:538) juga menjelaskan bahwa “… hubungan politik suatu perusahaan
dapat dilihat dari ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan.”

Pengertian Politik (skripsi dan tesis)

Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “Polis” yang artinya sama
dengan kota atau negara kota. Diambil dari kata polis tersebut timbul istilah lain yaitu polite
yang berarti warga negara dan Politicos yang berarti kewarganegaraan, dan selanjutnya orangorang Romawi mengambil isitilah tersebut serta menamakan pengetahuan tentang negara sebagai
kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan.
Politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tata sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Berikut
pengertian politik menurut beberapa ahli yaitu:
Menurut Ramlan Surbakti (1999:1) bahwa definisi politik adalah “… interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
nengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.”
Menurut F. Isjwara, (1995:42) poliitk adalah “… suatu perjuangan untuk memperoleh
kekuasaan atau sebagai teknik menjalankan kekuasaan.”
Menurut Kartini Kartono (1986:64) bahwa politik dapat diartikan “… sebagai aktivitas
perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan yang berlaku di tengah masyarakat.

Pengertian Hubungan (skripsi dan tesis)

Hubungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kontak atau ikatan
atau pertalian (keluarga, persahabatan, dan sebagainya). Dalam bahasa Inggris hubungan disebut
connection atau dalam bahasa Indonesia disebut koneksi. Koneksi menurut KBBI adalah
hubungan yang dapat memudahkan (melancarkan) segala urusan (kegiatan).
Menurut Tams Jayakusuma (2001:25), hubungan adalah “… suatu kegiatan tertentu yang
membawa akibat kepada kegiatan yang lain. Selain itu arti kata hubungan dapat juga dikatakan
sebagai proses, cara atau arahan yang menetukan atau menggambarkan suatu obyek tertentu
yang membawa dampak atau pengaruh terhadap obyek lainnya”.

Pengkuran Kepemilikan Keluarga (skripsi dan tesis)

Kepemilikan keluarga didefinisikam sebagai “…presentase kepemilikan saham
perusahaan oleh anggota keluarga, dimana kepentingan keluarga teradap perusahaan akan
semakin besar seiring dengan peningkatan jumlah presentase saham tersebut.” Dalam penelitian
Adiarti (2015), kepemilikan keluarga diukur dengan cara menghitung presentase pengendali
akhir dan mengaitkan hubungan kekerabatan pada pengendali akhir.
Dalam penelitian Stanley (2016), perusahaan dianggap memiliki kepemilikan keluarga
apabila “…keseluruhan individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan 5%
ke atas yang wajib dicatat), kecuali perusahaan asing, perusahaan publik, negara, institusi
keuangan (seperti asuransi, dana pensiun, lembaga investasi, reksa dana) dan masyarakat yang
kepemilikan individu kurang dari 5% (tidak wajib dicatat).”
Chaney et al. (2011) dalam Adirati (2015) mendefinisikan perusahaan yang dimiliki
oleh keluarga sebagai suatu perusahaan yang “…kepemlikan terbesarnya adalah keluarga atau
terdapat kepemilikan dari seorang individu sebesar 20%.” Harijono (2013) dalam Sri Rezeki
(2015) menjelaskan kepemilikan keluarga dapat diukur dengan diukur dengan “…besarnya
jumlah saham individu ditambah jumlah saham perusahaan selain perusahaan publik,
pemerintah, manajemen, institusi lembaga keuangan dan kepemilikan asing.”

Struktur Kepemilikan Keluarga Indonesia (skripsi dan tesis)

La Porta et al. (1999) dalam Adiarti (2015) mengemukakan bahwa hampir sebagian
besar struktur kepemilikan perusahaan di luar negara Amerika Serikat memiliki struktur
kepemilikan terkonsentrasi. Terutama pada negara yang memiliki perlindungan investor yang
lemah. Penemuan ini dikonfirmasi oleh Clasessens et al. (2000) yang melakukan penelitian
terhadap struktur kepemilikan di 2.980 perusahaan terbuka di sembilan negara Asia Timur
dimana salah satunya adalah Indonesia. Claessens et al. (2000) mengidentifikasi struktut
kepemilikan dengan cara melakukan penghitungan hak arus kas dan hak kontrol yang ditelusuri
hingga mencapai kepemilikan ultimat. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa struktur
kepemilikan di Asia Timur memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi dimana control oleh
pemegang saham pengendali diperoleh melalui melalui struktur piramida. Selain itu Claessens et
al. (2000) juga menemukan bahwa 60 % dari perusahaan yang dikategorikan memiliki struktur
kepemilikan terkonsentrasi dikontrol oleh keluarga sebagai pemilik ultimat.
Claessens et al. (2000) menemukan bahwa diantara sembilan negara bagaian yang
menjadi sampel penelitiannya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pola
konsentrasi kepemilikan control terbesar dimana kepemilikan dan kontrol tersebut didominasi
oleh keliuarga. Terkonsentrasinya struktur kepemilikan di Indonesia dilatarbelakangi oleh
dianutnya civil law sebagai pendekatan sistem hukum. Bila dikaitkan dengan besaran rasio hak
kontrol terdapat hak arus kas, Indoenesia juga merupakan salah satu negara dengan rasio terbesar
setelah Jepang dan Singapura. Claessens et al (2000) juga mengemukakan bahwa Indonesia
memiliki mekaniseme rantai kepemilikan terbesar diantara delapan negara lainnya. Dominasi
kepemilikan piramida ini akan berimplikasi pada tingginya potensi praktik ekspropriasi di
Indonesia (Diyanty, 2012).
Penelitian terhadap perkembangan kepemilikan di Asia Timur dan Indonesia kembali
dilakukan oleh Carney dan Child (2013). Dalam hasil penelitiannya, dikemukakan bahwa
kepemilikan yang terkonsentrasi pada keluarga di Indonesia adalah sebesar 57,3% atau
mengalami penurunan sebesar 11,3% dari hasil penelitian Claessens et al. (2000) (Carney dan
Child, 2013 dalam Adiarti, 2015).
Fisman (2001) dalam Stanley (2016) mengemukakan bahwa stuktur kepemilikan
terkonsentrasi di Indonesia didominasi oleh keluarga semejak era kepemimpinan keluarga
Soeharto. Semenjak era kepemimpinan Soeharto, munculah grup bisnis yang dikendalikan oleh
keluarga seperti Bob Hasan (Grup Nusamba), Liem Sioe Liong (Grup Salim), dan Prajogo
Pangestu (Grup Barito Pacific). Setelah era kepemimpinan Soeharto berakhir, munculah namanama baru di dunia binsis Indonesia seperti Abu Rizal Bakrie (Grup Bakrie), Hary
Tanoesoedibyo (Grup Bhakti atau MNC group), keluarga Widjaja (Grup Sinarmas), Mu’min Ali
Gunawan (Grup Panin), keluarga Hartono (Grup Djarum), dan Mochtar Riady (Grup Lipo).

Pengertian Kepemilikan Keluarga (skripsi dan tesis)

Salah satu struktur kepemilikan yang sering dimiliki perusahaan adalah kepemilikan
individu yang biasanya dijabat oleh keluarga dalam istilah lain disebut kepemilikan keluarga.
Berikut definisi kepemilikan saham berdasarkan para ahli:
Chaney et al. (2011) dalam Adiarti (2015:36) mendefinisikan “…perusahaan yang
dimiliki oleh keluarga sebagai suatu perusahaan yang kepemlikan terbesarnya adalah keluarga
atau terdapat kepemilikan dari seorang individu sebesar 20%.”
Chi et al (2014) dalam Adiarti (2015:36) mendefinisikan “… suatu perusahaan di miliki
keluarga apabila suatu keluarga memiliki kepemilikan akhir sebesar 10% atau lebih dan keluarga
memiliki jabatan pada jajaran direksi atau dewan komisaris.”
Kepemilikan keluarga menurut Arifin (2003) dalam Siregar Utama (2008:42) adalah
“…meliputi perusahaan-perusahaan yang memiliki kepemilikan yang terdaftar di bursa
(kepemilikan > 5%) tidak termasuk pemerintah, lembaga keuangan, atau publik.”
Sedangkan menurut Claessens, et al, (2000) dalam Warsini dan Rossietta (2013)
kepemilikan keluarga dapat diukur dengan “…besarnya presentase kepemilikan individu
ditambah presentease kepemilikan perusahaan selain perusahaan publik, pemerintah,
manajemen, institusi lembaga keuangan dan kepemilikan asing.”

Jenis-jenis Saham (skripsi dan tesis)

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2016:6), ada beberapa jenis saham yaitu:
1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi
atas:
a. Saham biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen dan hak atas harta
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa
tidak mendatangkan hasil seperti ini dikehendaki oleh investor.
2. Dilihat dari cara pemeliharaannya, saham dibedakan menjadi:
a. Saham atas unjuk (bearer stock) artinya pada saham tersebut tidak tertulis
nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke
investor lain.
b. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan
jelas siapa pemiliknya, dan dimana cara peralihannya harus melalui
prosedur tertentu.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangangannya, maka saham dapat dikategorikan
menjadi:
a. Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu
perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri
sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar
dividen.
b. Saham pendapatan (income stock), yaitu saham biasa dari suatu emiten
yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata
dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.
c. Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu saham-saham dari
emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader
di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga
growth stock lesser known, yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai
leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock.
d. Saham spekulatif (spekulative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang
tidak bisa secra konsisten memperoleh penghasilan yang tinggi di masa
mendatang, meskipun belum pasti.

Pengertian saham (skripsi dan tesis)

Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang paling diminati investor karena
memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Menurut Sapto (2006:31) saham adalah “…surat
berharga yang merupakan instrument bukti kepemilikan atau penyertaan dari individu atau
institusi dalam suatu perusahaan.”
Menurut Husnan Suad (2008:29) saham merupakan “…secarik kertas yang menunjukan
hak pemodal yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut untuk memperoleh bagian dari prospek
atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang
memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.”
Selanjutnya, menurut Fahmi (2012:81) saham merupakan “…kertas yang tercantum
dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan, dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang telah
dijelaskan kepada setiap pemegangnya.”

Struktur Kepemilikan (skripsi dan tesis)

Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya
perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan yaitu memaksimalisasi nilai perusahaan. Berikut penulis mengemukakan beberapa
definisi kepemilikan saham yang dinyatakan oleh para ahli diantaranya:
Menurut Sugiarto (2009:59) struktur kepemilikan adalah “ …perbandingan jumlah saham
yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor.”
Menurut I Made Sudana (2011) struktur kepemilikan adalah “ …pemisahan antara
pemilik perusahaan dan manajer perusahaan, dimana pemilik atau pemegang saham adalah pihak
yang menyertakan modal kedalam perusahaan sedangkan manajer adalah pihak yang ditunjuk
pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam mengelola perusahaan.”
Menurut Kharis Raharjo (2016) dalam Rezky (2017) struktur kepemilikan adalah
“…proporsi kepemilikan manajemen, institusional, dan kepemilikan publik, dan strukur
kepemilkan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dengan
pemegang saham.”

Asimetri Informasi (skripsi dan tesis)

Menurut Jogiyanto (2010:387) asimetri informasi adalah “…kondisi yang menunujkan
sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memiliki.”
Sejalan dengan pengertian di atas, Suwarjono (2014:584) menyatakan bahwa asimetri
adalah “…kondisi dimana manajemen sebagai pihak yang lebih menguasai informasi
dibandingkan investor/kreditur.”
Selanjutnya Mamduh M. Hanafi (2014:217) mengemukakan bahwa asimetri adalah dimana
“…pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama
mengenai prospek dan risiko perusahaan, sedangkan pihak tertentu mempunyai informasi lebih
baik dibandingkan dengan pihak luar.”

Agency Theory (skripsi dan tesis)

 

Bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) terlebih untuk perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), seringkali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan dengan pemilik perusahaan. Disamping itu, untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, tanggung jawab pemilik hanya terbatas pada modal yang disetorkan. Artinya, apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka modal sendiri (ekuitas) yang telah disetorkan oleh para pemilik perusahaan mungkin sekali akan hilang, tetapi kekayaan pribadi pemilik tidak akan diikutsertakan untuk menutup kerugian tersebut (Husnan dan Pudjiastuti; 2006). Jensen dan Meckling (1976) dalam Efendi (2013) menjelaskan hubungan keagenan didalam teori agensi (Agency Theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi (Sugiarto; 2009).

Sedangkan menurut Halim (2005) masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraanya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal. Warsono (2009) menjelaskan bahwa terdapat cara-cara langsung yang digunakan pemegang saham untuk memonitor manajemen perusahaan sehingga membantu memecahkan konflik keagenan. Pertama, pemegang saham mempunyai hak untuk mempengaruhi cara perusahan dijalankan melalui voting dalam rapat umum pemegang saham. Hak voting pemegang saham merupakan bagian penting dari aset keuangan mereka. Kedua, pemegang saham melakukan resolusi dimana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan negosiasi terhadap manajer (mewakili perusahaan) berkenaan dengan isu-isu yang tidak memuaskan mereka. Pemegang saham juga mempunyai opsi divestasi (menjual saham mereka), divestasi mereprestasikan suatu kegagalan dari perusahaan untuk mempertahankan investor, dimana divestasi diakibatkan oleh ketidakpuasan pemegang saham atas aktivitas manajer. Manajemen laba didasari oleh adanya Agency Theory yang menyatakan bahwa setiap individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya. Konsep Agency Theory adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas dalam rangka memenuhi kepentingan principal. Eisenhardt (1989) dalam Darmawati (2005) berpendapat bahwa teori keagenan mampu mengatasi dua permasalahan dalam hubungan keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul ketika (a) adanya keinginan dan tujuan yang bertolak belakang antara principal dan agen, dan (b) kesulitan principal dalam memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen. Kedua, permasalahan pembagian resiko akibat perbedaan sikap principal dan agent.

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap CSR (skripsi dan tesis)

Indriyani (2016:87) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Perusahaan yang
besar akan mendapatkan tuntutan yang lebih banyak dari masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan CSR dan pengungkapannya. Hal ini dikarenakan
perusahaan besar lebih dikenal oleh publik dan melakukan kegiatan
operasional yang berdampak lebih luas terhadap masyarakat dan
lingkungan. Oleh sebab itu, semakin besar ukuran perusahaan maka akan
semakin luas pengungkapan CSR perusahaan.
Ukuran perusahaan (size) secara langsung mencerminkan tinggi
rendahnya aktivitas operasi atau suatu perusahaan. Pada umumnya,
semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula
aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran perusahaan juga dapat dikaitkan
dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran
perusahaan umumnya menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan
maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar.

Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR (skripsi dan tesis)

Andrayani (2016:84) mengemukakan bahwa umur perusahaan
memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, Perusahaan bukan
hanya beroperasi untuk meraih keuntungannya sendiri, namun harus
memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat dan memperhatikan
kepentingan masyarakat. Perusahaan yang telah lama didirikan cenderung
memiliki kesadaran untuk melakukan kegiatan CSR dan pengungkapannya
agar memperoleh kepercayaan dari pihak eksternal dan mampu bertahan
ditengah persaingan yang semakin kuat. Oleh sebab itu, semakin lama ukur
perusahaan maka akansemakin luas pengungkapan CSR perusahaan.
Umur perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan
mampu bersaing.Umur perusahaan sangat mempengaruhi laporan keuangan
perusahaan karena berkaitan dengan pengembangan dan pertumbuhan
perusahaan tersebut. Semakin lama usia perusahaan, semakin luas
hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sosial. Dengan semakin
luasnya hubungan dengan lingkungan sosial, maka usia perusahaan
memiliki hubungan konseptual yang kuat dengan semakin lamanya usia
perusahaan dengan pengungkapan CSR.

Konsep Piramida Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Hendrik Budi Untung (2017:17-18) dalam buku Corporate
Social Responsibility mengemukakan bahwa konsep piramida CSR
memberikan sebuah justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah
perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat disekitarnya.
CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik
dengan, tanggung jawab filantropis.
1. Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah make profit.
Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah
pondasi perusahaan, dan perusahaan harus memiliki nilai tambah
ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan terus hidup dan
berkembang.
2. Tanggung jawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan
harus taat hukum.
3. Tanggung jawab etis. Kata kuncinya: be ethical. Perusahaan
memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik,
benar, dan adil. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan
bagi perilaku organisasi perusahaan.
4. Tanggung jawab filantropis. Kata kuncinya: be good citizen.
Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan
berlaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberikan
kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan semua. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di
perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada
perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah
nonfiduciary responsibility.

Bentuk dan Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Hendrik Budi Untung (2017:14-15) dalam buku Corporate
Social Responsibility mengemukakan bahwa manfaat CSR
Perusahaan yang telah meyakini CSR sebagai suatu kewajiban bagi
perusahaan, maka dengan sendirinya perusahaan telah melaksanakan
investasi social. Sebagai investasi sosial maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan dalam bentuk manfaat yang akan diperoleh,
antara lain yaitu:
1. Meningkatkan profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih
kokoh, misalnya lewatefisiensi lingkungan.
2. Meningkatkan akuntabilitas, assessment dan komunitas investasi.
3. Mendorong komitmen karyawan. Karena mereka diperhatikan
dan dihargai.
4. Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas.
5. Mempertinggi reputasi dan corporate building.

Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Hendrik Budi Untung (2017:11-12) dalam buku Corporate
Social Responsibility mengemukakan bahwa Menurut Prince of
Wales Foundation ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi
Implementasi CSR. Pertama, menyangkut Human Capital atau
pemberdayaan manusia. Kedua, Environments yang berbicara tentang
lingkungan. Ketiga adalah Good Corporate Governance. Keempat,
Social Cohesion artinya dalam melaksanakan CSR jangan
menimbulkan kecemburuan sosial. Kelima, Economic Strength atau
memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi.

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Hendrik Budi Untung (2017:11-12) dalam buku Corporate
Social Responsibility mengemukakan bahwa dalam upaya mencapai
efektifitas implementasi tanggung jawab sosial perusahaan sedikitnya
ada empat model atau pola yang secara umum dilaksanakan di
Indonesia, yaitu :
a. Keterlibatan langsung.
Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial secara
langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan
atau grupnya. Modelini merupakan adopsi dari model yang lazim
diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya
perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi
yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan
c. Bermitra dengan pihak lain.
Pihak perusahaan melakukan kerja sama dengan lembaga sosial
atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas
atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
pelaksanaannya.
d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau medukung
suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi
pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah
pembangunan.
Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan yang
memiliki efektivitas yang tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku
usaha tidak lagi berperan hanya sebagai dermawan. Sikap seperti
ini berdampak negatif, yaitu melestarikan ketergantungan pada
uang kontribusi. Dalam konteks pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam
bentuk mitra kerja antara perusahaan dengan masyarakat setempat
dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Dalam melaksanakan aktivitas CSR tidak ada standar atau
praktek-praktek tertentu yang dianggap terbaik, setiap perusahaan
memiliki karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh
terhadap bagaimana mereka memandang tanggung jawab sosial.
Setiap perusahaan memiliki kondisi yang beragam dalam hal
kesadaran akan berbagai isu berkaitan dengan CSR serta seberapa
banyak hal yang telah dilakukan dalam hal mengimplementasikan
pendekatan CSR.
Meskipun tidak terdapat standar atau praktek-praktek tertentu
yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan aktivitas CSR, namun
kerangka kerja (framework) yang luas dalam pengimplementasian
CSR masih dapat dirumuskan, yang didasarkan pada pengalaman
dan juga pengetahuan dalam bidang-bidang seperti manajemen
lingkungan. Kerangka kerja ini mengikuti model “plan, do, check,
and improve” dan bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan
dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Hendrik Budi Untung (2017:11-12) dalam buku Corporate
Social Responsibility mengemukakan secara konseptual,
pengungkapan (discloure) merupakan bagian menyeluruh dari
laporan keuangan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah
akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk
seperangkat statement keuangan.
Seiring dengan ramainya masyarakat global terhadap produkproduk ramah lingkungan CSR diatur oleh Undang-Undang PT No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai tanggung jawab
sosial dan lingkungan yang kegiatan atau usahanya berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakannya. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mendukung terjadinya hubungan perusahaan
yang baik, seimbang, dan sesuaidengan lingkungan, nilai, norma dan
budaya masyarakat setempat

Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Corporate Social Responsibility (CSR) terdiri dari 3 (tiga)
prinsip utama menurut Crowther dan Aras (2008) dalam Suwandi
(2017:21-22) sebagai berikut :
a. Sustainability (Keberlanjutan)
Prinsip ini berkaitan dengan tindakan yang dilakukan sekarang
yang berdampak dimasa depan. Sumber daya yang jumlahnya
terbatas dan lambat laun akan habis jumlahnya di masa
mendatang. Pada saat tertentu, sumber daya alternatif
dibutuhkan hanya sekedar memenuhi fungsi dari sumber daya
yang ada saat ini. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan
kegiatan yang berkelanjutan untuk masa yang akan datang.
b. Accountability (Pertanggungjawaban)
Accountability atau pertanggungjawaban berkaitan dengan
pengakuan perusahaan dalam melakukan tindakan yang
memengaruhi lingkungan eksternal. Tentunya perusahaan harus
bertanggung jawab pada tindakan yang telah dilakukan. Prinsip
ini berdampak pada hitungan akibat efek dari tindakan yang
diambil perusahaan baik secara internal maupun eksternal. Lebih
kepada pelaporan terhadap stakeholders yang berhubungan dan
menjelaskan bagaimana kaitannya antara aktivitas yang
dilakukan terhadap stakeholders.
c. Transparancy (Transparan)
Transparency atau transparan merupakan sebuah prinsip yang
dinyatakan bahwa dampak eksternal harus dilaporkan secara
nyata tanpa disembunyikan. Prinsip ini berkaitan dengan kedua
prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) dan dapat
dikatakan sama dengan proses pengenalan tanggung jawab
terhadap efek yang dapat ditimbulkan oleh pihak luar atau sama
dengan proses transfer kekuatan kepada stakeholder.
Stakeholder juga dengan sadar dapat menjalankan dirinya
sebagai fungsi pengawasan karena organisasi melakukan prinsip
keterbukaan dalamsetiap kegiatan yang dilakukan perusahaan.

Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu perusahaan adalah
memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh
pemangku kepentingan yang diantaranya adalah konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan. Dalam
segala aspek operasional perusahaaan yang mencakup aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan. CSR berhubungan erat dengan
“pertumbuhan berkelanjutan” yakni suatu organisasi terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek
ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau dividen, tetapi juga harus
menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari
keputusan itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang
lebih panjang (Wikipedia, 2020).
Sudana (2015:25) mengemukakan bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan tanggung jawab sebuah organisasi perusahaan terhadap
dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatannya kepada
masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku transparan dan etis, yang sejalan dengan
konsep pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat,
dengan mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan
(stakeholders), sejalan dengan hukum yang berlaku dan norma
perilaku internasional.
Suwandi (2017:11) mengemukakan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan konsep yang telah dikenal luas
dikalangan pelaku usaha, masyarakat, konsep Corporate Social
Responsibility (CSR) terus berkembang dan semakin menarik minat
berbagai pihak. Dinamika yang berlangsung di antara para pemangku
kepentingan telah menyebabkan beragamnya perspektif yang
digunakan dalam memutuskan konsep Corporate Social
Responsibility (CSR).
Lamo (2015:17) mengemukakan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah bagian yang penting untuk dilaksanakan
karena kegiatannya selalu berhubungan dengan pemerintah dan
masyarakat sebagai stakeholders perusahaan. Supaya program
Corporate Social Responsibility (CSR) berkelanjutan, efektivitas,
efisien dan tepat sasaran baik kepada pemerintah maupun terhadap
masyarakat maka pelaksanaannya perlu dilakukan secara profesional
dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait.

Klasifikasi Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah memiliki klasifikasi ukuran perusahaan dibagi kedalam 4
(empat) kategori yaitu, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan
usaha besar. Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,
dan usaha besar menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 adalah
sebagai berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha peorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang- undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam undang- undang ini.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing
yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia”.
Kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memiliki
beberapa kategori yang dijelaskan pada Bab IV Pasal 6 sebagai
berikut:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
4. Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai
nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan
perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Definisi Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Prasetyorini (2013:186) mengemukakan bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasi besar
kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total
aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Ukuran perusahaan
dilihat dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat
dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Semakin besar total
aset yang dimiliki suatu perusahaan, semakin besar pula ukuran
perusahaan. Semakin besar aset maka semakin besar modal yang
ditanam, sementara semakin banyak penjualan, maka semakin banyak
juga perputaran hutang dalam perusahaan.
Fahmi (2014:79) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan
tergambar dalam signaling theory yang membahas tentang naik
turunnya harga di pasar seperti harga saham, obligasi dan sebagainya,
sehingga akan memberi pengaruh pada keputusan investor.
Tanggapan para investor terhadap sinyal positif dan negatif adalah
sangat mempengaruhi kondisi pasar, mereka akan bereaksi dengan
berbagai cara dengan menanggapi sinyal tersebut, seperti memburu
saham yang dijual atau melakukan tindakan dalam bentuk tidak
bereaksi seperti wait and see atau tunggu dan lihat dulu
perkembangan yang ada baru kemudian mengambil tindakan.
Ukuran perusahaan sangat bergantung pada besar kecilnya
suatu perusahaan yang juga berpengaruh terhadap struktur modal dan
sangat berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
pinjaman. Perusahaan besar dinilai lebih mudah mendapatkan
pinjaman karena nilai aset yang dijadikan jaminan lebih besar dan
tingkat kepercayaan bank lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang
kecil.
Halim (2015:125) mengemukakan bahwa semakin besar
ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal
asing juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar
membutuhkan dana yang besar pula untuk menunjang
operasionalnya, dan salah satu alternatif pemenuhnya adalah dengan
modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi

Definisi Umur Perusahaan (skripsi dan tesis)

Pradana dan Suzan (2016:15) mengemukakan bahwa umur
perusahaan menggambarkan lamanya suatu perusahaan didirikan dan
menjalankan usahanya. Umur perusahaan menunjukkan bahwa
perusahaan mampu bersaing dan memiliki kinerja yang baik.
Masyarakat akan memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai
suatu perusahaan yang telah lama didirikan. Perusahaan yang sudah
lama didirikan dapat dikatakan lebih profesional dalam
menyampaikan informasi karena dianggap lebih berpengalaman.
Selain itu, perusahaan yang telah lama didirikan cenderung memiliki
komitmen yang kuat dalam melakukan kegiatan CSR dan
pengungkapannya.
Andrayani (2016:2) mengemukakan bahwa umur perusahaan
menunjukkan berapa lama perusahaan tersebut dibentuk dan
beroperasi. Bahwa semakin lama perusahaan itu beroperasi maka
masyarakat akan lebih banyak mengetahui informasi tentang
perusahaan tersebut, bahwa persero memiliki umur yang tidak
terbatas, sesuai dengan asumsi kesinambungan usaha/going concern.
Artinya umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kesinambungan usahanya. Umur perusahaan
adalah layanan waktu hidup suatu perusahaan yang menunjukkan
bahwa perusahaan tetap eksis, mampu bersaing dalam dunia usaha
dan mampu mempertahankan kesinambungan usahanya serta
merupakan bagian dari dokumentasi yang menunjukkan tujuan dari
perusahaan tersebut.

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pertumbuhan Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Niresh dan Thirunavukkarasu (2014) “ukuran perusahaan adalah faktor
utama untuk menentukan profitabilitas dari suatu perusahaan dengan konsep yang
biasa dikenal dengan skala ekonomi”. Maksudnya skala ekonomi menunjuk
kepada keuntungan biaya rendah yang didapat oleh perusahaan besar karena dapat
menghasilkan produk dengan harga per unit yang rendah. Perusahaan dengan
ukuran besar membeli bahan baku (input produksi) dalam jumlah yang besar
sehingga perusahaan akan mendapat potongan harga (quantity discount) lebih
banyak dari pemasok. Jika keuntungan lebih besar, maka peluang perusahaan
untuk tumbuh juga makin besar.
Penelitian Fiala dan Hedija (2015) serta Anton (2016) berhasil
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel SIZE terhadap
pertumbuhan perusahaan. Penelitian Schimke dan Brenner (2011) menemukan
adanya pengaruh yang positif dari ukuran perusahaan dengan pertumbuhan
perusahaan namun ada perbedaan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil.

Pengaruh Pendanaan Eksternal Terhadap Pertumbuhan Perusahaan (skripsi dan tesis)

Weston dan Brigham (2008) menjelaskan bahwa rasio leverage bertujuan untuk
mengukur sejauh mana kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan dana
pinjaman. Suatu perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi menandakan
bahwa perusahaan tersebut banyak dibiayai oleh investor atau kreditur eksternal,
dan juga mengindikasikan adanya penggunaan dana eksternal (hutang) yang
tinggi. Penggunaan dana eksternal (hutang) tersebut jika tidak dikendalikan
dengan baik akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, seperti gangguan
likuiditas bagi perusahaan sebagai konsekuensi adanya beban tetap berupa bunga
dan angsuran hutang. Jika tidak dikelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin
akan mengganggu pertumbuhan perusahaan.
Penelitian Sumarna (2016) dan Anton (2016), menemukan adanya
pengaruh yang signifikan dari variabel leverage terhadap pertumbuhan
perusahaan. Penelitian Hartini (2012) dan Agustina (2016) menemukan pengaruh
yang positif dari keuangan eksternal terhadap pertumbuhan perusahaan.

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pertumbuhan Perusahaan(skripsi dan tesis)

Tujuan dari profitabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk meraup
laba yang memuaskan sehingga pemilik modal dan pemegang saham akan
melanjutkan penyediakan modal bagi perusahaan (Simamora, 2000).
Pertumbuhan merupakan perubahan total aktiva yang dimiliki perusahaan baik
naik maupun turun.
Tingginya aset yang dimiliki oleh perusahaan dapat berpengaruh terhadap
produktivitas dan efisiensi perusahaan. Jika produktivitas meningkat, maka
kesempatan perusahaan menghasilkan laba juga meningkat. Penelitian Prasetyo
dan Nuzula (2016) menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari
profitabilitas terhadap pertumbuhan perusahaan.
Penelitian Andriyani (2015) menemukan secara parsial profitabilitas
menunjukkan hanya ROA yang berpengaruh secara signifikan. Secara simultan,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua pengukuran proftabilitas (current
ratio, debt to asset ratio, tota asset turover dan return on asset) berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI.

Ukuran Perusahaan (SIZE) (skripsi dan tesis)

Menurut Yulia (2013) ukuran perusahaan (company size) secara umum dapat
diartikan sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Ukuran
perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan (asset) yang dimiliki
suatu perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala, yaitu dapat diklasifikasi
besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aset, log size,
nilai pasar saham dan lain-lain. Semakin besar suatu perusahaan, semakin banyak
pula alternatif pembelanjaan sumber daya yang dapat dipilih. Hal ini dikarenakan
perusahaan yang besar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman dari pihak
eksternal bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil (Adiningsih,
2013).
Menurut Niresh dan Thirunavukkarasu (2014) “ukuran perusahaan adalah
faktor utama untuk menentukan profitabilitas dari suatu perusahaan dengan
konsep yang biasa dikenal dengan skala ekonomi”. Maksudnya skala ekonomi
menunjuk kepada keuntungan biaya rendah yang didapat oleh perusahaan besar
karena dapat menghasilkan produk dengan harga per unit yang rendah.
Perusahaan dengan ukuran besar membeli bahan baku (input produksi) dalam
jumlah yang besar sehingga perusahaan akan mendapat potongan harga (quantity
discount) lebih banyak dari pemasok.
Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk mendapatkan
pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran
besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau
bertahan dalam industri. Astohar dan Setiawan (2009) menjelaskan bahwa jika
dilihat dari sisi kemampuan memperoleh dana untuk ekspansi bisnis, perusahaan
besar mempunyai akses yang besar ke sumber-sumber dana baik ke pasar modal
maupun perbankan, untuk membiayai investasinya dalam rangka meningkatkan
labanya.

Keuangan Eksternal (Leverage) (skripsi dan tesis)

Dalam teori struktur modal diketahui bahwa perusahaan akan berusaha untuk
mencukupi kebutuhan dana melalui dua sumber, yakni internal dan eksternal.
Sumber pendanaan internal adalah melalui laba ditahan, sedangkan sumber
pendanaan eksternal adalah melalui hutang (leverage) Husnan (2008).
Weston dan Brigham (2008) menjelaskan bahwa rasio leverage bertujuan
untuk mengukur sejauh mana kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan
dana pinjaman. Suatu perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi
menandakan bahwa perusahaan tersebut banyak dibiayai oleh investor atau
kreditur eksternal, dan juga mengindikasikan adanya penggunaan dana eksternal
(hutang) yang tinggi.

Return on Equity (ROE) (skripsi dan tesis)

Return On Equity merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2010).
Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas
pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk
mengukur profitabilitas dari ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja
perusahaan semakin baik. Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut pandang
pemegang saham, rasio ini tidak memperhitungkan dividen maupun capital gain
untuk pemegang saham.
Keutamaan analisis profitabilitas menggunakan ROE adalah dapat
mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,
mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu, mengetahui besarnya laba
bersih sesudah pajak dengan modal sendiri dan mengetahui produktivitas dari
seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal
sendiri.

Profitabilitas (skripsi dan tesis)

Menurut Niresh dan Thirunavukkarasu (2014) “Profitabilitas adalah sejumlah uang perusahaan yang dapat dihasilkan dari sumberdaya apapun yang dimiliki perusahaan. Karena tujuan akhir dari setiap perusahaan adalah memaksimalkan profitabilitas”. Profitabilitas menurut Sartono (2010), didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Riyanto (2008), mengemukakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Penilaian profitabilitas setiap perusahaan berbeda, hal ini tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Profitabilitas digunakan sebagai alat ukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan. Perkembangan profitabilitas mempunyai peran penting dalam usaha   mempertahankan kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam waktu jangka panjang, sebab profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik atau tidak di masa yang akan datang. Setiap perusahaan diharapkan mempunyai profitabilitas yang selalu meningkat, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Tujuan analisis profitabilitas sebuah bank adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Adyani, 2011). Profitabilitas perusahaan dapat dianalisis dari neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Dari laporan neraca dan laporan laba rugi perusahaan tersebut akan ditentukan rasio-rasio keuangan yang akan menilai beberapa aspek dari operasional perusahaan. Profitabilitas dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu dengan jumlah modal atau aktiva perusahaan.

Pertumbuhan Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Steven dan Lina (2011) , pertumbuhan perusahaan adalah gambaran mengenai perkembangan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan (firm’s growth) adalah peningkatan atau penurunan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya (Supratiningrum, 2013). Menurut Brigham dan Houston (2010) pertumbuhan perusahaan adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan perusahaan perusahaan mencerminkan pertumbuhan sumber daya berupa aset yang dimiliki perusahaan dan diukur dari perbedaan nilai total aset setiap tahun Brigham dan Houston (2010). Pertumbuhan perusahaan menunjukkan alokasi investasi aset yang dilakukan perusahaan. Thanatawee (2013) menjelaskan bahwa kondisi pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu pertimbangan yang diperhatikan manajemen dalam membuat keputusan terkait kebijakan dividen. Perusahaan akan cenderung meningkatkan laba ditahan dan menurunkan tingkat pembayaran dividen kepada pemegang saham ketika dirasa terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan di masa mendatang untuk menghindari ketergantungan terhadap penggunaan sumber dana eksternal. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik (Safrida, 2008). Pertumbuhan perusahaan (Growth) yang semakin cepat dalam menghasilkan laba, maka akan semakin besar pengeluaran yang dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut, sehingga harus membatasi dividen supaya dapat menyimpan dana dalam perusahaan untuk investasi pertumbuhan (Zaipul, 2011).

Teori pertumbuhan perusahaan dan kemampuan perusahaan bertahan (skripsi dan tesis)

Evans (1987) mengemukakan teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan
perusahaan menurun akibat peningkatan umur perusahaan dan ukuran perusahaan.
Kemungkinan kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam industri akan
meingkat siring dengan meningkatnya umur dan ukuran perusahaan. Variabilitas
pertumbuhan perusahaan akan berkurang seiring bertambahnya umur perusahaan.
Teori yang dikemukakan oleh Evans (1987) tersebut menentang teori Gibrat yang
menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak dipengaruhi oleh ukuran
perusahaan. Adapun teori Evans (1987) tersebut merupakan kelanjutan dari
temuan Jovanovic (1982) yang menyatakan bahwa antara pertumbuhan
perusahaan dengan lamanya waktu perusahaan berdiri terdapat hubungan negatif.
Perbedaan antara Evans (1987) dengan Gibrat (1931) terletak pada jenis industri
yang diteliti, Gibrat menggunakan industri yang memproduksi barang homogen,
sedangkan Evans tidak.

The Gibrat’s Law (skripsi dan tesis)

The Gibrat’s Law merupakan teori tentang hubungan antara pertumbuhan
perusahaan dan ukuran perushaan yang bermula dari penelitian seorang pakar
ekonomi yang berkebangsaan Perancis, yakni Gibrat (1931). Gibrat menganalisa
ukuran perusahaan manufaktur yang ada di Perancis selama periode 1896-1921.
Teori Gibrat menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan sebuah
proses stokastik yang dihasilkan oleh beberapa variabel acak yang belum
terobservasi dan tidak bergantung pada ukuran perusahaan yang diamati pada
periode awal pengamatan. Jadi, dengan kata lain, Hukum Gibrat yang dikenal
sebagai Hukum proporsional dan juga menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan adalah berjalan acak, tidak tergantung ukuran perusahaan.

Pengaruh Pengungkapan Intellectual Capital terhadap Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

Peningkatan nilai perusahaan dapat terjadi apabila perusahaan secara sukarela
mengungkapkan intellectual capital. Intellectual capital atau modal intelektual
merupakan aset tak berwujud yang bersifat unik, karena setiap perusahaan memiliki
keunikan tersendiri. Menurut Jessika Oktavia S. Jacub (2012) pengungkapan
intellectual capital menjadi pendorong utama bagi penciptaan nilai perusahaan.
Tingkat pengungkapkan informasi yang tinggi akan mengarahkan investor untuk
merevisi penilaian mereka terhadap harga saham perusahaan dan meningkatkan
likuiditas sahamnya, serta menciptakan nilai institusi tambahan dan meningkatkan
ketertarikan para analisis akan surat berharga. Adapun menurut Wahyu Widarjo
(2011) pengungkapan modal intelektual yang makin tinggi akan memberikan
informasi yang kredibel atau dapat dipercaya, dan akan mengurangi kesalahan
investor dalam mengevaluasi harga saham perusahaan, sekaligus meningkatkan
kapitalisasi pasar. Kemudian menurut Maya Septiyuliana( 2016) Tingkat
pengungkapkan informasi yang tinggi akan mengarahkan investor untuk merevisi
penilaian mereka terhadap harga saham perusahaan dan meningkatkan likuiditas
sahamnya, serta menciptakan nilai institusi tambahan dan meningkatkan ketertarikan para
analisis akan surat berharga.

Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasi
merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan.Menurut Ana Lúcia
Ferreira (2012) menyatakan bahwa hubungan positif antara pengungkapan dan
profitabilitas dapat dibenarkan atas dasar dua argumen teoritis. Pertama, seperti yang
disarankan oleh teori keagenan, kinerja yang lebih tinggi membuat lebih mudah bagi
manajer untuk meyakinkan para pemegang saham tentang kemampuan manajerial me
Mereka cenderung menggunakan pengungkapan sukarela untuk memperoleh
kepercayaan dari investor, yang dapat tercermin dalam kompensasi yang lebih tinggi.
Kedua, perusahaan menguntungkan memiliki insentif untuk mengungkapkan
informasi lebih banyak untuk menyaring diri dari perusahaan yang kurang
menguntungkan. Selain itu, manajer perusahaan memiliki insentif untuk
menggunakan informasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi seperti kelanjutan
dari posisi mereka.. Menurut Rima Aprisa (2016) Perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi dapat menggunakan pengungkapan modal intelektual untuk
membedakannya dengan perusahaan lain yang kurang menguntungkan. Penelitian
yang dilakukan oleh Djoko Suhardjanto (2010) semakin tinggi tingkat profitabilitas
akan semakin lebih banyak mengungkapkan informasi sukarela ke publik. Karena
semakin besar dukungan finansial perusahaan akan semakin banyak pengungkapan
informasi termasuk intellectual capital disclosure. Profitabilitas memiliki pengaruh
yang positif terhadap pengungkapan perusahaan artinya semakin tinggi profitabilitas
perusahaan maka semakin banyak pula intellectual capital disclosure

Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

leverage yang tinggi menuntut perusahaan dalam penyampaian informasi
yang sebesar-besarnya terutama kepada pihak kreditur. Menurut Ihyaul Ulum
(2009:201) perusahaan dengan rasio leverage yag tinggi memiliki kewajiban untuk
memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang sehingga perusahaan akan
menyediakan informasi yang lebih komprehensif.
Penelitian yang dilakukan Klaudia Julindra dan Liana Susanto (2015)
menyatakan bahwa perusahaan yang memliki leverage yang tinggi akan cenderung
melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak yang membutuhkan
karena ingin dipandang bahwa perusahaan tersebut kredibel. Dengan demikian,
perusahaan dengan leverage yang tinggi akan cenderung mengungkapkan lebih banyak
tentang intellectual capital di dalam annual report dibandingkan perusahaan dengan
leverage yang rendah. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Ana Lúcia
Ferreira menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage tinggi akan cenderung
dikenakan biaya agensi yang lebih tinggi pula, untuk itu mereka berusaha mengurangi
biaya tersebut dan asimsetri informasi dengan cara mengungkapkan informasi kepada
kreditur. Selain itu menurut Soraya (2015) menyatakan leverage berpengaruh terhadap
pengungkapan intellectual capital

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

Semakin besar suatu perusahaan maka semakin tinggi pula pengungkapan
yang seharusnya perusahaan lakukan. Menurut Ihyaul Ulum (2009:200) Setidaknya
ada empat argument yang dapat menjelaskan mengapa perusahaan besar lebih
mungkin untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Pertama perusahaan besar lebih dimungkinkan mempunyai biaya
produksi informasi atau biaya kerugian persaingan lebih rendah daripada perusahaan
yang kecil. Kedua perusahaan besar dimungkinkan mempunyai dasar pemilikan yang
lebih luas, sehingga diperlukan lebih banyak pengungkapan karena tuntutan dari
pemegang saham. Ketiga, perusahaan besar lebih mungkin merekrut sumber daya
manusia dengan kualifikasi yang tinggi, yang diperlukan untuk menerapkan sistem
pelaporan yang canggih. Keempat, manajer perusahaan yang lebih kecil tampaknya
percaya bahwa semakin banyak informasi yang diungkapkan dapat membahayakan
potensi kompetitif perusahaan.
Perusahaan dituntut untuk mengungkapkan secara luas informasi tentang
perusahaannya. Dengan adanya pengungkapan informasi yang jelas tentunya akan
sangat berguna bagi pihak yang berkepentingan, terutama bagi investor. Selain itu,
tentunya akan sangat berguna bagi stakeholder guna prospek dalam menciptakan dan
mewujudkan nilai perusahaan yang tinggi dimasa yang akan datang.
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Iddiani Utomo Anis Chariri (2015).
Semakin besar suatu perusahaan menunjukkan semakin besar pula penilaian para
stakeholder pada perusahaan. Kemudian Penelitian yang dilakukan Rima Aprisa
(2016) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara positif terhadap
pengungkapan modal intelektual. Sealin itu Heni Oktaviani dan Wahidahwati (2014)
ukuran perusahaan merupakan prediktor yang mempengaruhi tingkat sosial ekonomis
yang juga besar terhadap lingkungannya, sehingga lebih menjadi sorotan
stakeholders. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk semakin banyak
mengungkapkan informasi, termasuk informasi tentang intellectual capital. Sehingga
menurut penelitian Annisa Iddiani Utomo Anis Chariri (2015), Rima Aprisa (2016),
Heni Oktaviani dah Wahidahwati (2014) bahwa ukuran perushaaan berpengaruh
terhadap pengungkapan intellectual capital.

Pengukuran Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

Rasio ini memberikan pemahaman bagi pihak manajemen perusahaan
terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan dampaknya pada masa yang
akan datang. Adapun jenis-jenis pengukuran rasio ini menurut Irham Fahmi
(2013:138) adalah sebagai berikut:
1. Earning per share (EPS)
2. Price Earning Ratio (PER) atau Rasio Harga Laba
3. Price Book Value (PBV)

Tujuan Memaksimumkan Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut I Made Sudana (2011:7) teori-teori dibidang keuangan memiliki satu
focus, yaitu meamksimalkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik perusahaan
(wealth of the stareholders). Tujuan Normatif ini dapat diwujudkan dengan
memaksimalkan nilai pasar perusahaan(market value of firm). Bagi perusahaan yang
sudah go public, memaksimalkan nilai perusahaan sama dengan memaksimalkan
harga pasar saham. Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai lebih tepat sebagai
tujuan perusahaan karena :
1. “Memaksimalkan nilai perushaaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari
semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham di masa yang
akan datang atau beroriantasi jangka panjang,
2. Mempertimbangkan factor risiko,
3. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pad arus kas daripada
sekedar laba menurut pengertian akuntansi,
4. Memaksimalkan nilai perusahan tidak mengabaikan tanggung jawab social”.

Definisi Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Agus Martono dan Harjito (2010: 34 ) nilai perusahana sebagai
berikut :
“Nilai perusahaan dapat dilihat dari nilai saham perusahaan yang
bersangkutan”.
Adapun menurut Irham Fahmi (2015:82) nilai perushaaan adalah :
“Rasio nilai pasar yaitu rasio yang menggambarkan kondisi yang terjadi di
pasar. Rasio ini mampu memberi pemahaman bagi pihak manajemen
perusahaan terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan
dampaknya pada masa yang akan datang”.
Kemudian menurt Agus Sartono (2012:9) nilai perusahaan adalah :
“Tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat ditempuh
dengan memaksimumkan nilai sekarang atau present value semua keuntungan
pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang dimiliki
meningkat”.
Menurut Maya Septiyuliana (2016) nilai adalaht :
“ Nilai perusahaan sering dikaitkan dengan harga saham. Semakin tinggi harga
saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan, bahwa dengan
memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham yang merupakan tujuan perusahaan”.

Faktor-faktor Pengungkapan Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

Perusahaan-perusahaan melakukan pengungkapan intellectual capital karena
berbagai alasan. Menurut Widjanarko (2006) dalam Heni Oktaviani dan Wahidahwati
(2014) lima alasan perusahaan-perusahaan melaporkan intellectual capital yaitu
sebagai berikut:
1. “Pelaporan intellectual capital dapat membantu organisasi merumuskan
strategi bisnis. Dengan mengidentifikasi dan mengembangkan intellectual
capital suatu organisasi untuk mendapatkan competitive advantage;
2. Pelaporan intellectual capital dapat membawa pada pengembangan indikatorindikator kunci prestasi perusahaaan yang akan membantu mengevaluasi
hasil-hasil pencapaian strategi;
3. Pelaporan intellectual capital dapat membantu mengevaluasi merger dan
akuisisi perusahaan, khususnya untuk menentukan harga yang dibayar oleh
perusahaan pengakuisisi;
4. Menggunakan pelaporan intellectual capital nonfinancial dapat dihubungkan
dengan rencana intensif dan kompensasi perusahaan. Alasan pertama sampai
dengan keempat, merupakan alasan internal dari perusahaan dalam
melaporkan intellectual capital;
5. Alasan ini merupakan alasan eksternal perusahaan yaitu mengkomunikasikan
pada stakeholder eksternal tentang intellectual property yang dimiliki
perusahaan”

Definisi pengungkapan intellectual capital (skripsi dan tesis)

Menurut Ihyaul Ulum (2009:148) Pengungkapan intellectual adalah: :
“Dapat dikatakan bahwa disclousure intellectual capital suatu laporan yang
dimaksud untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi penggunan yang dapat
memerintahkan persiapan laporan, sehingga dapat memenuhi seluruh
kebutuhan mereka”.
Kemudian pengungkapan intellectual capital lainnya menurut Ihayul Ulum
(2009:148) pengungkapan intellectual capital sebagai berikut :
“Disclosure intellectual capital dalam suatu laporan keuangan sebagai salah
suatu cara untuk mengungkapkan bahwa laporan tersebut menggambarkan
aktifitas perusahaan yang kredibel, terpadu ( kohesif) serta “true and fair”.
Menurut Klaudia Julindra dan Liana Susanto (2015) pengungkapan
Intellectual capital adalah :
“Pengungkapan adalah merupakan cara bagi suatu perusahaan untuk
menyampaikan informasi dalam bentuk annual report. Pengungkapan modal
intelektual berguna untuk memberikan informasi kepada stakeholder sumber
daya intelektual yang dimiliki oleh suatu perusahaan dan dapat meminimalkan
asimetri informasi”.

Pengertian Profitabilitas (skripsi dan tesis)

Menurut Agus Sartono (2012:122) profitabilitas adalah:
“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan
demikian bagi investor jangka panjang akan akan sangat berkepentingan
denan analisis profitabilitas ini Misalnya bagi pemegang saham akan melihat
keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen”.
Menurut Kasmir (2015:196) profitabilitas adalah :
“Profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan
dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya dalah penggunaan rasioni
menunjukan efisiensi perusahaan”.
Menurut Martono dan Agus Harjito (2014:19) pengertian profitabilitas adalah:
“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari
modal yang digunakan untuk menghasilkan data tersebut”.
Kemudian profitabilitas menurut Samryn (2013 :417) adalah sebagai berikut :
“Profitabilitas adalah suatu model analisis yang berupa perbandingan data
keuangan sehingga informasi keuangan tersebut menjadi lebih berarti”.
Adapun profitabilitas menurut Mahduh Hanafi dan Abdul Halim (2009:83)
adalah:
“Profitabilitas yaitu mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu”.

Tujuan dan Manfaat Rasio Leverage (skripsi dan tesis)

Menurut Kasmir (2015:153) terdapat beberapa tujuan perusahaan
menggunakan rasio leverage yaitu :
1. “Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak
lainnya (kreditor),
2. Untuk menilai keammpuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga),
3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal,
4. Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang,
5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva,
6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan utang jangka panjang,
7. Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih, terdapat sekian
kalinya modal sendiri yang dimiliki, dan
8. Tujuan lainnya”.
Sementara itu menurut Kasmir (2015:154) manfaat rasio leverage adalah sebagai
berikut :
1. “Untuk menganalisa kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban
kepada pihak lainnya,
2. Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman dan bunga),
3. Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal,
4. Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang,
5. Untuk menganalissi seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap
pengelolaan aktiva,
6. Untuk menganalissi atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang diajdikan jaminan utang jangka panjang,
7. Untuk menganalisis berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih ada
terdapat sekian kalinya modal sendiri, dan
8. Manfaat lainnya”.

Definisi Leverage (skripsi dan tesis)

Menurut Agus Sartono (2012:120) leverage sebagai berikut :
“Financial leverage menunjukan proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti
menggunakan modal sendiri 100%”.
Adapun menurut Kasmir (2015:151) leverage adalah:
“Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan
dalam mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan
dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perushaaan dibubarkan (dilikuidasi)”.
kemudian menurut Irham Fahmi (2015:72) leverage adalah:
“ Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai
dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan
perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage
(utang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan
sulit untuk melepaskan beban utang tersebut”.

Jenis-jenis Pengukuran perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Yogiyanto (2007 :282) pengukuran perusahan adalah sebagai
berikut:
“Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran
aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva”.
Menurut Harahap (2007 :23) pengukuran ukuran perusahaan adalah :
“Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari rata-rata total
aktiva (total asset) perusahaan. Penggunaan total aktiva berdasarkan
pertimbangan bahwa total aktiva mencerminkan ukuran perusahaan dan
diduga mempengaruhi ketepatan waktu”.
Menurut I Gusti Ngurah Gede Rudangga dan Gede Merta Sudiarta (2016 ):
“Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total asset yang di miliki oleh
perusahaan. Dalam ukuran perusahaan terdapat tiga variabel yang dapat
menentukan ukuran perusahaan yaitu total asset, penjualan, dan kapitalisasi
pasar. Karena variabel itu dapat menentukan besarnya suatu perusahaan”.
Size= Log Total Aktiva
Menurut Taliyang (2011) dalam Lina (2013) Ukuran perusahaan diukur
dengan menggunakan logaritma natural total asset. Skala pengukurannya adalah skala
rasio skala Rasio.
Pengukuran variable ukuran perusahaan adalah sebagai berikut :
Ukuran Perusahaan = Ln Total Aktiva
Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa untuk menentukan ukuran
perusahaan digunakan dengan ukuran aktiva yang diukur sebagai logaritma dari total
aktiva

Klasifikasi Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Klasifikasi ukuran perushaan menurut UU No. 20 Tahun 2008 dibagi kedalam
4 (empat) kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar.
Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar
menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 (Satu ) adalah sebagai berikut:
1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menajdi bagian
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang
memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perushaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau
Swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi
di Indonesia”.

Definisi Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Brigham & Houston (2010:4) ukuran perusahaan adalah sebagai
berikut :
“Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan
yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total penjualan, jumlah laba,
beban pajak dan lain-lain”.
Menurut Hartono (2008:14) ukuran perusahaan (firm size) adalah sebagai
berikut :
“besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva/ besar harta
perusahaan dengan menggunakan perhitungan nilai logaritma total aktiva”.
Kemudian ukuran perusahaan menurut Torang (2012:93) adalah :
“Ukuran organisasi adalah menentukan jumlah anggota yang berhubungan
dengan pemilihan cara pengendalian kegiatan dalam usaha mencapai tujuan”.
Kemudian menurut Consoladi et al. dalam Heni Oktaviani (2014)
mengatakan bahwa:
“ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kinerja sosial perusahaan karena
perusahaan yang besar mempunyai pandangan yang lebih jauh, sehingga lebih
berpartisipasi dalam menumbuhkan kinerja sosial perusahaan”.

Leverage (skripsi dan tesis)

Leverage merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan
pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan
kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan. Teori
agensi juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antara leverage perusahaan
dengan pengungkapan laporan tahunan perusahaan (Istanti, 2009).
Makmum 2002, leverage merupakan perbandingan antara dana-dana
yang dipakai untuk membelanjai atau membiayai perusahaan atau perbandingan
antara dana yang diperoleh dari ekstern perusahaan (dari kreditur-kreditur)
dengan dana yang disediakan pemilik perusahaan.
Menurut Jensen dan Meckling (dalam Istanti, 2009), bahwa terdapat suatu
potensi untuk menstransfer kekayaan dari debtholder kepada pemegang saham
dan manajer pada perusahaan yang mempunyai tingkat ketergantungan utang
sangat tinggi, sehingga menimbulkan cost agency yang tinggi.
Perusahaan yang memiliki proporsi utang yang tinggi dalam struktur
modalnya akan menanggung biaya keagenan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang proporsi hutangnya kecil. Untuk mengurangi cost agency
tersebut, manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih banyak informasi
yang diharapkan dapat semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya
tingkat laverage (Jensen dan Meckling, dalam Marwata 2001)

Komisaris Independen (skripsi dan tesis)

Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan (Pedoman Komisaris Independen).
Keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena didalam
praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang
mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas)
serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang
menggunakan dana masyarakat didalam pembiayaan usahanya (Istanti, 2009).
Semakin besar komisaris independen, maka semakin luas informasi yang
diungkap karena peran dan tugas manajer korporasi dapat optimal seiring dengan
pengawasan yang baik dari komisaris independen

Konsentrasi Kepemilikan (skripsi dan tesis)

Konsentrasi kepemilikan adalah sejumlah saham perusahaan yang tersebar
dan dimiliki oleh beberapa pemegang saham yang nantinya pihak manajemen
berkewajiban melaporkannya untuk beberapa kepentingan antara lain : perbaikan
kebijakan perusahaan di masa mendatang dan pengambilan keputusan oleh
pemegang saham RUPS (Istanti, 2009). Jansen dan Meckling (dalam Istanti,
2009) menyatakan bahwa manajer perusahaan yang tingkat kepemilikannya
terhadap perusahaan tersebut tinggi, maka kemungkinan untuk melakukan diskresi
atau ekspropriasi terhadap sumber daya perusahaan akan berkurang. Masalah
agensi dapat memburuk apabila presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh
manajer sedikit.
Menurut Herdinata (2008), tingginya concentration ownership dapat
diasumsikan bahwa tingginya konsentrasi kepemilikan saham akan ditemui pada
kondisi dimana hak milik tidak mampu dilindungi oleh negara. Dengan tidak
adanya perlindungan dari negara, maka pengendali perusahaan akan mendapatkan
kekuasaan (power) melalui voting right dan isentif (melalui tingginya cash flow
right). Kekuasaan itu berguna mempengaruhi negosiasi dan pelaksanaan kontrakkontrak perusahaan terhadap para stakeholder, termasuk pemegang saham
minoritas, para manajer, para supplier, tenaga kerja, kreditior, konsumen, dan
pemerintah sehingga informasi yang diungakap lebih luas.
Darmawati (2006), menyebutkan dengan semakin terkonsentrasinya
kepemilikan perusahaan, maka pemegang saham mayoritas akan semakin
menguasai perusahaan dan semakin berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan. Shleifer dan Wolfenzon (dalam Darmawati 2006), menyatakan bahwa
dengan lemahnya sistem hukum atau proteksi terhadap investor, maka konsentrasi
kepemilikan menjadi alat yang lebih penting untuk mengatasi masalah-masalah
keagenan.

Umur Perusahaan (skripsi dan tesis)

Umur perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis, mampu bersaing
dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian (Yularto dan
Chariri, 2003 dalam Istanti, 2009). Dengan mengetahui umur perusahaan, maka
akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive. Semakin
panjang umur perusahaan akan memberikan pengungkapan informasi keuangan
yang lebih luas dibanding perusahaan lain yang umurnya lebih pendek dengan
alasan perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan
laporan tahunan (Wallace, et al dalam Istanti 2009).
Widiastuti 2002, menyatakan bahwa umur perusahaan dapat menunjukkan
bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Menurut Mawarta, 2001
perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan yang lebih mendalam
tentang kebutuhan konstitusinya akan informasi mengenai perusahaan. Oleh
karena itu, perusahaan yang lebih tua akan cenderung mengungkapkan informasi
yang lebih lengkap, termasuk pengungkapan modal intelektual, karena
pengungkapan informasi yang rinci dapat memberikan nilai tambah bagi
perusahaan sehingga dapat menarik perhatian masyarakat luas. Namun
sebaliknya, menurut Barnes dan Walker, 2006 (dalam Li et al, 2008) perusahaan
yang umur listingnya di bursa efek lebih muda akan berupaya untuk mendapatkan
tambahan modal dengan semakin banyak mengungkapkan informasi perusahaan
termasuk intellectual capital. Dapat diartikan bahwa perusahaan yang berumur
lebih tua memiliki informasi yang lebih luas dan lebih berpengalaman dalam
pengungkapan laporan keuangan, sehingga perusahaan dapat tetap eksis dan tetap
dapat bersaing dengan perusahaan yang umurnya masih muda.

Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya suatu perusahaan.
Sudarmadji dan Sularto (2007), besarnya ukuran perusahaan dapat dinyatakan
dalam total aktiva, total penjualan dan kapitalisasi pasar. Perusahaan yang
memiliki total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula
ukuran perusahaan itu. Dari ketiga pengukuran, nilai aktiva relatif lebih stabil
dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar dan total penjualan dalam
pengukuran ukuran perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi pula tuntutan
terhadap keterbukaan informasi dibandingkan dengan ukuran perusahaan yang
lebih kecil. Dengan mengungkapkan informasi lebih banyak, perusahaan mencoba
mengisyaratkan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip manajemen
perusahaan dengan baik (Good Corporate Governance). Meningkatnya
pengungkapan informasi akan mengurangi asimetri informasi. Biaya agensi
timbul karena kepentingan yang bertentangan dari pemegang saham, manajer dan
pemilik hutang (Martson, dalam Istanti 2008).
Purnomosidi 2006, menyatakan ukuran perusahaan digunakan sebagai
variabel independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar
melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha
dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang. Meckling dalam Sutanto
2010, dalam agency theory menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya
keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil, sehingga konsekuensinya
perusahaan besar didorong untuk mengungkapkan lebih banyak tentang informasi
voluntary, seperti modal intelektual, untuk mengurangi biaya keagenan yang
dikeluarkan.
Ukuran perusahaan yang besar menunjukkan perusahaan mengalami
perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat (Sujoko dan Soebiantoro, 2007), di samping itu juga mendapat sorotan
publik yang lebih dibanding perusahaan kecil (Cooke dalam Sutanto 2010),
sehingga perusahaan besar dimungkinkan lebih banyak memiliki modal
intelektual dan akan lebih banyak mengungkapkan informasi mengenai modal
intelektual di dalam laporan tahunan. Perusahaa besar lebih sering diawasi oleh
para kelompok stakeholder yang berkepentingan dengan bagaimana manajemen
mengelola modal intelektual yang dimiliki seperti pekerja, pelanggan, dan
organisasi pekerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan modal intelektual (skripsi dan tesis)

Purnomosidhi (2005), menyebutkan bahwa praktik pengungkapan modal
intelektual pada perusahaan publik di BEJ dipengaruhi ukuran perusahaan,
leverage dan kinerja modal intelektual.
1. Ukuran perusahaan menggambarkan semakin besar ukuran perusahaan,
semakin tinggi pula tuntutan terhadap keterbukaan informasi dibandingkan
perusahaan yang lebih kecil.
2. Leverage berkaitan dengan bagaimana perusahaan didanai untuk
menghilangkan keraguan pemegang obligasi tentang jaminan keamanan dana
mereka. Semakin besar perusahaan, semakin tinggi tingkat leverage, semakin
tinggi pula tuntutan pada perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang
lebih luas dibanding perusahaan yang tingkat leveragenya lebih rendah.
3. Kinerja modal intelektual yang tinggi memberi isyarat tentang kemampuannya
dalam value creation di masa datang yang lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan yang kinerja modal intelektual lebih rendah.
Suhardjanto dan Wardhani (2010), menemukan bahwa praktik
pengungkapan modal intelektual perusahaan dipengaruhi ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage dan length of listing on BEI.
1. Ukuran perusahaan, Freedman dan Jaggi (2005), menemukan bahwa semakin
besar perusahaan akan semakin banyak aktivitas dan semakin tinggi tingkat
pelaporan termasuk tingkat pengungkapan modal intelektual.
2. Profitabilitas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas akan
semakin lebih banyak mengungkapkan informasi ke publik.
3. Lenght of listing on BEI perusahaan yang umur listingnya muda berupaya
untuk mendapatkan tambahan modal dengan semakin banyak mengungkapkan
informasi perusahaan termasuk tingkat pengungkapan modal intelektual
dibanadingkan perusahaan yang lebih lama listing di bursa efek

Pengungkapan Modal Intelektual (skripsi dan tesis)

Modal intelektual sekarang ini dianggap sebagai faktor kesuksesan bagi
suatu organisasi dan karenanya akan semakin menjadi perhatian dalam kajian
strategi organisasi dan strategi pembangunan. Di abad ini, komunitas bisnis
seluruh dunia sepakat bahwa knowledge asset menjadi sangat penting dalam
pengkreasian nilai perusahaan dari pada faktor produksi fisik (Saleh et al, 2007).
Pengungkapan modal intelektual dapat dikatakan sebagai laporan modal
intelektual atau intellectual capital statement. Intellectual statement melaporkan
aktivitas perusahaan melaporkan sumber dalam mengelola pengetahuan
(knowledge management). Perusahaan melaporkan sumber daya yang dimilki
yang terkombinasi menjadi kemampuan, yang membuat perusahaan mampu
melakukan sesuatu (Sihotang dan Winata, 2008)
Pengungkapan modal intelektual merupakan suatu cara yang penting untuk
melaporkan sifat alami dari nilai tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible
assest tersebut adalah modal intelektual yang telah menjadi fokus perhatian dalam
berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun
akuntansi (Petty dan Gutri, 2000).
Sawarjuwono (2003), menyatakan Badan akuntansi internasional seperti
International federation of Acountants (IFAC), Intertational Accounting Standard
Committee (IASC), Society of Management Accountants of Canada (SMAC) juga
sedang melakukan pengujian terhadap kerangka kerja pengelolaan dan pelaporan
modal intelektual perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan porsi
pengungkapan setiap elemen modal intelektual, dimana 30% indikator digunakan
untuk mengungkapkan human capital, 30% organizational capital (internal
structure) dan 40% customer capital (external structure). Disamping hal-hal
diatas, riset Guthrie dan Petty (2000) menunjukkan bahwa:
1. Pengungkapan modal intelektual lebih banyak (95%) disajikan secara terpisah
dan tidak ada yang disajikan dalam angka atau kuantitatif. Hal ini mendukung
pandangan yang selama ini kuat yaitu aktiva tidak berwujud atau modal
intelektual sulit untuk dikuantifikasikan.
2. Pengungkapan mengenai modal eksternal lebih banyak dilakukan oleh
perusahaan. Tidak terdapat pola tertentu dalam laporan-laporan tersebut. Halhal yang banyak diungkapkan menyebar diantara ketiga elemen modal
intelektual.
3. Pelaporan dan pengungkapan modal intelektual dilakukan masih secara
sebagian dan belum menyeluruh.
4. Secara keseluruhan perusahaan menekankan bahwa modal intelektual
merupakan hal penting untuk menuju sukses dalam menghadapi persaingan
masa depan. Namun hal itu belum dapat diterjemahkan dalam suatu pesan
yang solid dan koheren dalam laporan tahunan.

Komponen Modal Intelektual (skripsi dan tesis)

Sawarjuwono (2003), menyatakan bahwa modal intelektual terdiri dari tiga
elemen utama yaitu:
1. Human Capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah
sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang
sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya
pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam
suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan
kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam
perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan
mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
Brinker (dalam Purnomosidhi, 2005) memberikan beberapa karakteristik
dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training programs,
credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning
programs, individual potential and personality.
2. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)
merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi
proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha
karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional
perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen
dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang
individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika
organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka modal
intelektual tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang
ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
3. Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan) merupakan
komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata.
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis atau association
network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang
berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari
pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang
bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah
maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari
berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai
bagi perusahaan tersebut.
Menurut Guthrie et al (dalam Boedi 2008) menjelaskan kerangka kerja
yang lebih mendetail dengan sepuluh kategori modal intelektual dan 58 komponen
modal intelektual, serta menelaah dan meneliti keberadaan literatur mengenai
modal intelektual untuk menggambarkan bentuk komponen dari informasi modal
intelektual tersebut

Definisi Modal Intelektual (skripsi dan tesis)

Definisi modal intelektual sendiri telah diperdebatkan dengan seru diantara
para ahli didalam literatur. Laporan keuangan digunakan untuk tujuan umum
(general purpose annual reporting) sebagai dasar dapat dikatakan bahwa tingkat
pengungkapan modal intelektual dapat dipandang sebagai suatu laporan yang
dimasukkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pengguna, hal itu
dipersiapkan untuk pelaporan sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan
mereka (Abeysekera, 2006).
Dalam PSAK Nomor 19 tahun 2009 tentang aset tak berwujud, telah
disebutkan bahwa modal intelektual merupakan kategori intangible asset. Namun
beberapa intangible asset seperti goodwill, yaitu merk dagang yang dihasilkan
dalam perusahaan tidak boleh diakui sebagi intangible asset. Oleh karena itu,
pengungkapan informasi mengenai modal intelektual atau intellectual capital
bersifat sukarela, mengingat PSAK Nomor 19 belum mengatur tentang modal
intelektual baik dari cara pengidentifikasiannya maupun dari segi pengukurannya.
Kriteria untuk memenuhi definisi intangible assets antara lain dapat diidentifikasi,
adanya pengendalian sumber daya dan adanya manfaat ekonomis masa depan.
Menurut Williams (2001) modal intelektual adalah informasi dan
pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai.
Definisi ini menekankan pada kemampuan modal intelektual dalam menciptakan
nilai. Mouritsen (dalam Purnomosidhi 2006) berpendapat bahwa modal
intelektual merupakan masalah pengetahuan organisasi yang luas dan bersifat unik
bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan secara terus menerus
beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah. Sementara itu, Kooistra dan
Zijlstra (dalam Purnomosidhi, 2006) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang
dimiliki organisasi terdapat baik dalam tataran individual maupun organisasional.
Pada tataran individual, modal intelektual mencakup pengetahuan, keterampilan
dan bakat. Sebaliknya pada tataran organisasional, modal intelektual meliputi
database, teknologi, metode-metode, prosedur-prosedur, dan budaya
organisasional.
Menurut Istanti (2009) modal intelektual adalah suatu konsep yang dapat
memberikan sumber daya berbasis pengetahuan baru dan mendeskripsikan aktiva
tak berwujud yang jika digunakan secara optimal memungkinkan perusahaan
untuk menjalankan strateginya dengan efektif dan efisien. Dengan demikian
modal intelektual merupakan pengetahuan yang memberikan informasi tentang
nilai tak berwujud perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan
keunggulan bersaing. Sedangkan, menurut Sangkalan (dalam Istanti 2009) modal
intelektual sebagai intellectual material, yang meliputi pengetahuan, informasi,
kekayaan intelektual dan pengalaman yang dapat digunakan secara bersamaan
untuk menciptakan kekayaan (wealt). Dapat diartikan bahwa modal intelektual
merupakan informasi dan pengetahuan mengenai sumber daya yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan apabila dikelola secara maksimal, maka
perusahaan akan memiliki suatu keunggulan kompetitif dan mampu berdaya saing
dengan para kompetitornya.

Legitimacy Theory (skripsi dan tesis)

Menurut pandangan teori legitimasi, organisai secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Organisasi berusaha untuk memastikan bahwa aktifitas yang dilakukan oleh organisasi diterima oleh pihak luar (Deegan, 2004 dalam Widarjo 2011). Teori ini berdasar pada pernyataan bahwa terdapat sebuah kontrak sosial antara organisasi dengan lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan usahanya. Purnomosidhi, 2006 menyatakan menurut teori ini perusahaan berusaha memastikan bahwa kegiatan operasinya masih dalam batas-batas ikatan dan norma masyarakat tempat perusahaan bekerja. Dengan demikian perusahaan akan melaporkan dengan sukarela aktivitas tertentu yang dilakukan jika manajemen menganggap jika aktivitas tersebut menjadi perhatian masyarakat disekitarnya. Kontrak sosial tersebut menggambarkan setumpuk harapan masyarakat tentang bagaimana seharusnya perusahaan beroperasi.  Menurut Deegan (dalam Widarjo 2011) kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan harapan masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi melaksanakan operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun berubah seiring berjalannya waktu, maka hal ini menuntut perusahaan untuk tanggap terhadap lingkungan dimana mereka beroperasi. Pandangan teori legitimasi menyatakan bahwa dalam menjalankan operasinya, organisasi harus sejalan dengan nilai-nilai masyarakat. Hal ini dapat dicapai melalui pengungkapan dalam laporan keuangan (Gutrie, 2006 dalam Boedi, 2008). Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh perusahaan untuk menunjukkan perhatian manajemen perusahaan terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Teori legitimasi menempatkan persepsi dan pengakuan masyarakat sebagai faktor yang mendorong organisasi untuk mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan (Boedi, 2008).

Stakeholder Theory (skripsi dan tesis)

Berdasarkan teori stakeholder, menyatakan bahwa semua stakeholder
mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai aktifitas perusahaan yang
mempengaruhi mereka. Teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi
jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini juga
menjelaskan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela (voluntary)
mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial, dan intelektual
mereka melebihi permintaan wajibnya untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya
atau yang diakui oleh stakeholder. Salah satu cara memuaskan keinginan
stakeholder dapat berupa pengungkapan informsai-informasi sukarela (voluntary
disclosure) yang dibutuhkan oleh stakeholder (Deegan dalam Widarjo, 2011).
Merurut Ulum et al., 2008 teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi
para stakeholder yang dianggap powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang
menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan atau tidak
mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan. Teori stakeholder ini
membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder dan melakukan
pengelolaan dengan lebih efektif diantara keberadaan hubungan-hubungan di
lingkungan suatu perusahaan. Tujuan dari teori ini adalah untuk mendorong
manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitas-aktivitas
perusahaannya dan meminimalisir kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya
inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika
korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan dalam perusahaan.
Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau
masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki
hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun
komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki
birokrasi yang mengatur jalanya perusahaan dalam sebuah negara yang harus
ditaati oleh perusahaan melalui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah
menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara perusahaan dengan pemerintah
(Istanti, 2009).

Agency Theory (skripsi dan tesis)

Teori Agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemilik
modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Teori agensi
mendasarkan hubungan kontrak antara pemilik (principal) dan manajer (agent)
sulit tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (conflict of
interest). Jensen dan Meckling dalam Istanti 2008, mengemukakan bahwa teori
keagenan membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang
(principal), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak lain disebut
principal. Principal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agen
untuk melakukan suatu jasa atas nama principal, sementara agent adalah yang
diberi mandat. Dengan demikian, agent bertindak sebagai pihak yang
berkewenangan mengambil keputusan, sedangkan principal adalah pihak yang
mengevaluasi informasi (Lestari, 2010).
Govindarajan 2003, menyatakan satu elmen kunci teori keagenan adalah
bahwa principal dan agent mempunyai perbedaan preferensi dan tujuan. Teori
agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka.
Para agen diasumsikan menerima kepuasan bukan saja dari kompensasi keuangan
tetapi juga dari syarat-syarat yang terlibat dari hubungan agensi, seperti
kemurahan jumlah waktu luang, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja yang
fleksibel. Principal hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah dari
investasi mereka dalam perusahaan.
Menurut Eisenhaard (dikutip oleh Arifin 2005) teori keagenan dilandasi
oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu, pertama asumsi tentang sifat manusia, dimana
lebih menekankan bahwa manusia memiliki; sifat self interest, bounded
rationality, risk aversion. Kedua, asumsi tentang keorganisasian, adanya konflik
antar anggota organisasi; efisiensi sebagai kriteria produktivitas; adanya
asymmetric information antara principal dan agent. Ketiga, asumsi tentang
informasi adalah informasi dipandang sebagai barang komoditi yang
diperjualbelikan.
Tujuan dari teori keagenan adalah, pertama untuk meningkatkan
kemampuan individu (baik principal maupun agent) dalam mengevaluasi
dilingkungan perusahaan dimana suatu keputusan harus diambil (The Belief
Revision Role). Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah
diambil untuk memudahkan pengalokasian hasil antara principal dan agent sesuai
dengan peerrsetujuan dalam kontrak kerja (The Performance Evaluation Role).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Istanti (2009) menyatakan bahwa
masalah agensi dapat memburuk apabila presentase saham perusahaan yang
dimiliki oleh manajer sedikit. Jensen dan Meckling menitik beratkan pada utilitas
hutang sebagai substitusi dari kepemilikan manajerial, yang bertujuan untuk
mengurangi konflik agensi antara stakeholders (pemegang saham) dengan
manajemen, perbedaan kepentingan antara agent dan principal dalam agensi teori
disebut konflik asimetri informasi. Konflik asimetri informasi yaitu informasi
yang tidak seimbang karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
principal dan agent. Permasalahan asimetri informasi timbul akibat adanya
kesulitan dari pihak pemilik untuk mengawasi dan melakukan kontrol terhadap
pihak manajer. Konflik asimetri informasi dapat diminimalisir dengan cara
melakukan pelaporan dan pengungkapan mengenai perusahaan kepada pemilik
sebagai wujud transparansi dari aktivitas manajemen kepada pemilik. Pelaporan
dan pengungkapan mengenai perusahaan merupakan salah satu tanggungjawab
dari manajemen sejalan dengan berkembangnya isu mengenai corporate
governance. Bentuk pelaporan dan pengungkapan modal intelektual atau
intellectual capital merupakan satu wujud tanggungjawab manajemen atas prinsip
transparasi dalam good corporate governance.

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kualitas Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

Penerapan Good Corporate Governance dalam sebuah perusahaan
mencakup semua stakeholder yang ada dan mampu meningkatkan kualitas
kinerja dari perusahaan. Good Corporate Governance mampu meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang
baik. Pengaruh yang ditimbulkan Good Corporate Governance terhadap
Kualitas Laporan Keuangan memiliki dampak yang cukup besar. Elemen
Good Corporate Governance yang terdiri dari Dewan Komisaris, Komite
Audit, dan Kepemilikan Saham Institusional merupakan suatu elemen
penting dalam penyusunan laporan keuangan. Dewan Komisaris dan Komite
Audit mengawasi kinerja perusahaan dalam penyusunan rencana kinerja
perusahaan sampai pada pengawasan kinerja perusahaan agar sesuai dengan
rencana yang telah dibuat dan seluruh target dapat tercapai. Besaran saham
yang dimiliki oleh institusi lain mampu memperlihatkan kualitas perusahaan
dalam hal pendanaan yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi.

Pengaruh Leverage Keuangan terhadap Kualitas Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

Leverage Keuangan menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk
membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan, semakin besar
risiko yang dihadapi investor, sehingga investor akan meminta tingkat
keuntungan dividen yang diharapkan lebih tinggi. Kemampuan perusahaan
untuk memiliki utang yang tinggi mampu menaikkan modal dalam
perusahaan. Semakin besar utang yang dimiliki perusahaan, modal dalam
perusahaan juga akan semakin besar, namun risiko terhadap pengembalian
utang juga akan lebih besar. Risiko yang tinggi dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi, namun dapat pula menghasilkan kerugian yang
tinggi. Tingginya Leverage Keuangan yang dimiliki perusahaan dapat
meningkatkan risiko kerugian bagi perusahaan, sehingga Kualitas Laporan
Keuangan dapat menurun. berdasarkan penjelasan di atas, diduga terdapat
pengaruh negatif Leverage Keuangan terhadap Kualitas Laporan Keuangan.

Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kualitas Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

Suatu perusahaan yang telah lama berkiprah dalam dunia bisnis akan
memiliki pengalaman untuk lebih menarik investor dan memiliki
kemampuan untuk mempercantik laporan keuangan perusahaan. Semakin
lama umur suatu perusahaan dalam menjalankan bisnis, maka perusahaan
akan semakin handal dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan
standar yang telah diterapkan. Perusahaan yang telah lama beroperasi
memiliki pengalaman yang baik dalam penyusunan laporan keuangan yang
berkualitas. Tenaga kerja yang bekerja dalam waktu yang lama memiliki
ketrampilan menyusun laporan keuangan yang lebih berkualitas.
Berdasarkan penjelasan di atas, diduga terdapat pengaruh positif Umur
Perusahaan terhadap Kualitas Laporan Keuangan

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

Nilai total aset yang digunakan dengan dasar bahwa besarnya nilai total
aset mencerminkan harta atau kekayaan yang dimiliki perusahaan. Dapat
diasumsikan semakin besar nilai total aset maka semakin besar Ukuran
Perusahaan. Perusahaan yang lebih besar akan lebih baik dalam pelaporan
keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang lebih sedikit
total aset atau lebih kecil ukurannya. Perusahaan dengan kategori besar
memiliki karyawan yang lebih baik dari segi keterampilan karena proses
seleksi yang ketat. Perusahaan besar memiliki banyak karyawan berkualitas
yang mampu melengkapi kinerja karyawan satu sama lain, sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang baik. Tanggungjawab perusahaan
kepada seluruh stakeholder lebih besar sehingga kemungkinan untuk
memanipulasi kecil, karena risiko yang terlalu besar. berdasarkan penjelasan
di atas, diduga terdapat pengaruh positif Ukuran Perusahaan terhadap
Kualitas Laporan Keuangan.

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pertumbuhan Laba (skripsi dan tesis)

Ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang dapat menunjukan
kondisi perusahaan. Ukuran perusahaan disinyalir sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dwimulyani, Susi dan Shirley (2007) menyatakan bahwa,
“ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba”. Penentuan ukuran
perusahaan ini berdasarkan kepada total aset perusahaan. Perusahaan yang lebih
besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan pertumbuhan
laba dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini dilakukan karena fluktuasi laba yang
besar memnunjukan risiko yang besar dalam investasi sehingga mempengaruhi
kepercayaan investor terhadap perusahaan. Namun hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yohanas, Wendy (2014) menyatakan, “ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba”.

Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Pertumbuhan Laba (skripsi dan tesis)

Umur perusahaan adalah lamanya suatu perusahaan berdiri, apakah
perusahaan telah lama atau baru berdiri. Secara teoristis perusahaan yang telah
lama berdiri diasumsikan akan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi
daripada perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan yang telah lama berdiri akan
meningkatkan labanya karena adanya pengalaman dari manajemen sebelumnya
dalam mengelola usahanya, sehingga perusahaan yang telah lama berdiri memiliki
dorongan untuk melakukan pertumbuhan laba. Namun hal ini bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilianti, Ayu (2014) menyatakan, “umur
perusahaan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba”

Struktur Modal (skripsi dan tesis)

Struktur modal biasanya diukur dengan leverage karena untuk mengetahui
seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang perusahaan. Menurut
Harahap (2009:306), “Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa
jauh perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan
perusahaan yang digambarkan oleh ekuitas”. Rasio ini digunakan untuk melihat
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban totalnya. Semakin tinggi angka
rasio total utang atau total aktiva maka semakin beresiko. Dengan kata lain rasio
leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Debt to Equity Ratio (DER).
Menurut Kasmir (2014:157) Debt to Equity Ratio adalah :
Rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari
dengan cara membandingkan antara seluruh utang. Termasuk utang lancar
dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana
yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan atau
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
untuk jaminan utang.
Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin
rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka panjang. Menurut Kasmir (2014:158) :
Debt to Equity Ratio merupakan financial leverage yang dipertimbangkan
sebagai variabel keuangan karena secara teoristis menunjukan rasio suatu
perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian pertumbuhan laba.
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang membandingkan utang
perusahaan dengan total ekuitas.

Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Ukuran perusahaan (size) adalah skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai
pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya size hanya terbagi dalam 3 kategori
yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan
perusahaan kecil (small firm). Penentuan size ini didasarkan kepada total aset
perusahaan.
Menurut Riyanto (2008:313), “Besar kecilnya perusahaan dilihat dari
besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva”. Menurut Scott dalam
Torang (2012:93), “Ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang
mengukur tuntunan pelayanan atau produk organisasi”. Sedangkan Mallert dalam
Kusnia (2013:33) mendefenisikan, “Ukuran organisasi adalah seperangkat
kebijaksanaan yang ditetapkan dengan baik yang harus dilaksanakan oleh
perusahaan yang bersaing secara global”.
Prasetyantoko (2008:257) mengemukakan, “Untuk melakukan pengukuran
terhadap perusahaan, aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan,
semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut semakin besar”. Selanjutnya,
Yogiyanto (2007:282) menyatakan, “Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur
besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total
aktiva”.

Umur Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Umur perusahaan merupakan hal yang dipertimbangkan investor
dalam menanamkan modalnya, umur perusahaan mencerminkan perusahaan tetap
survive dan menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat
mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian.
Menurut Rosyati dan Sabeni dalam Handono (2010:47) mengemukakan
bahwa :
Perusahaan yang sudah lama berdiri, kemungkinan sudah mempunyai
banyak pengalaman. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak
informasi yang diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Dengan
demikian akan mempengaruhi adanya informasi asimetri dan memperkecil
ketidakpastian di masa mendatang.
Sedangkan Amelia J (2007) mengemukakan bahwa:
Pengukuran umur perusahaan yaitu Umur perusahaan diukur berdasarkan
lama berdirinya perusahaan dengan menghitung jumlah tahun sejak
perusahaan tersebut berdiri sampai tahun perusahaan listing sebagaimana
yang akan dilakukan pada penelitian ini.
Umur perusahaan menunjukan seberapa lama perusahaan mampu bertahan.
Semakin lama umur perusahaan, maka semakin banyak informasi yang telah
diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut.investor secara khusus akan
lebih percaya terhadap perusahaan yang sudah terkenal dan lama berdiri
dibandingkan dengan perusahaan yang relatif baru.

Pertumbuhan Laba (skripsi dan tesis)

Fokus utama laporan keuangan adalah laba. Laba merupakan hasil operasi
suatu perusahaan dalam satu periode akuntansi. Informasi laba ini sangat berguna
bagi pemilik, investor. “Laba yang mengalami peningkatan merupakan kabar
baik (good news) bagi investor, sedangkan laba yang mengalami penurunan
merupakan kabar buruk (bad news) bagi investor” (Wijayati, 2005).
Salvatore (2001:70) menyatakan, “Laba yang tinggi merupakan tanda
bahwa konsumen menginginkan output industri lebih banyak”. Laba yang tinggi
memberikan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan output dan lebih
banyak perusahaan yang akan masuk ke industri tersebut dalam jangka panjang
Menurut Simorangkir (1993) dalam Hapsari (2003) pertumbuhan laba yaitu
perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Pertumbuhan
laba yang baik mengisyaratkan bahwa perusahaan mempunyai keuangan yang
baik yang pada akhirnya akan meningkatan nilai perusahaan, karena biasanya
dividen yang akan dibayar di masa yang akan datang sangat bergantung pada
kondisi perusahaan. Dengan demikian, mengetahui pertumbuhan laba yang
diperoleh perusahaan sangat penting bagi pemakai laporan keuangan karena
dengan mengetahui pertumbuhan laba, mereka dapat menentukan apakah terdapat
peningkatan atau penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan.
Menurut Hanafi (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan laba dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
1) Besarnya perusahaan.
2) Umur perusahaan.
3) Tingkat Leverage.
4) Tingkat penjualan.
5) Perubahan laba masa lalu.
Namun begitu pertumbuhan laba juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
luar seperti adanya peningkatan harga akibat inflasi dan adanya kebebasan
manajerial (manajerial discreation) yang memungkinkan manajer memilih
metode akuntansi dan membuat estimasi yang dapat meningkatkan laba.
Perusahaan dengan laba bertumbuh dapat memperkuat hubungan antara
besarnya atau ukuran perusahaan dengan tingkatan laba yang diperoleh. Dimana
perusahaan dengan laba bertumbuh akan memiliki jumlah aktiva yang besar
sehigga memberikan peluang lebih besar didalam menghasilkan profitabilitasnya.
Prediksi pertumbuhan laba sering digunakan oleh investor, kreditur dan
pemerintah untuk memajukan usahanya. Laba bersih yang digunakan dalam
penelitian ini adalah laba bersih setelah pajak

Pengaruh Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Menurut Tiswiyanti (2012) komisaris independen adalah anggota
dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan
komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali serta bebas dari
hubungan bisnis yang mempengaruhi kemampuannya dalam bertindak
independen, komisaris independen diproksinya dengan menggunakan
indicator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dengan seluruh anggota dewan komisaris perusahaan.
Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam
pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait (Naftalia dan
Marsono, 2017).
Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan
kontraktual antara agent dan principal. Berdasarkan teori agensi, komisaris
independen merupakan pihak yang dapat mempengaruhi kemampuan
untuk bertindak independen dan mampu dalam mengawasi agen atau
manajemen dalam perusahaan demi kepentingan perusahaan. Komisaris
independen sangatlah penting dan berpengaruh dalam meminimalisir
manajemen laba didalam perusahaan, dimana semakin tinggi tingkat
komisaris independen dalam perusahaan semakin baik untuk mengawasi
manajer dalam melakukan tindak kecurangan, sebaliknya apabila semakin
sedikit tingkat dewan komisaris independen dalam perusahaan semakin
lemah pula pengawasan terhadap praktek kecurangan yang dilakukan
manajer (Amelia dan Hernawati, 2016).
Penelitian oleh Amelia dan Hernawati (2016) menyatakan bahwa
komisaris independen yang dipilih secara langsung oleh pemegang saham
guna untuk bertindak independen dalam mengawasi aktivitas manajer
dalam melaporkan keuangan, dengan demikian tindakan manajemen laba
dalam perusahaan dapat diminimalisir. Reviani dan Djoko (2012)
menyatakan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, karena komisaris independen yang baik dalam
perusahaan mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi didalam
perusahaan.

Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau
tidaknya perusahaan mempengaruhi investor untuk membuat keputusan.
Profitabilitas dapat dikatakan sebagai rasio yang menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba berdasarkan aset
tertentu, karena semakin banyak aset yang dimiliki perusahaan, semakin
tinggi tingkat laba yang diperoleh (Aprina dan Khairunnisa, 2015).
Teori keagenan menyatakan adanya pemisahan fungsi antara agen
dan prinsipal. Pemisahan fungsi tersebut menimbulkan konflik keagenan
yang mengakibatkan prinsipal kesulitan dalam mengawasi dan
mengendalikan manajer, sehingga manajer mempunyai kekuasaan penuh
untuk mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingannya. Perusahaan
yang dapat memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan
dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta
meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu,
manajemen perusahaan dalam praktiknya dituntut harus mampu untuk
memenuhi target yang telah ditetapkan.
Penelitian oleh Ulya dan Khairunnisa (2015) berpendapat bahwa
semakin besar profitabilitas perusahaan maka semakin besar perusahaan
melakukan praktik manajemen laba, karena semakin tinggi profitabilitas
maka kinerja dan kemampuan perusahaan dalam mengasilkan laba juga
tinngi. Penelitian Prasetya dan Rahardjo (2013) juga berpendapat semakin
besar tingkat profitabilitas perusahaan maka perusahaan akan semakin
mengalami fluktuatif pendapatan yang menyebabkan ketidakstabilan
perusahaan dalam memperoleh pendapatan, sehingga semakin besar
profitabilitas perusahaan maka semakin besar manajer perusahaan
melakukan praktik manajemen laba untuk menjaga kestabilan perusahaan
dalam suatu pengambilan keputusan

Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Leverage merupakan tingkat sejauh mana sekuritas dengan utang
digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. perusahaan dengan
Leverage yang lebih tinggi akan menghadapi risiko yang lebih tinggi
sehingga para investor akan menginginkan return yang semakin besar
(Fauziyah dan Isroah, 2017). Leverage merupakan rasio antara total
kewajiban dengan total asset. Kebijakan hutang merupakan salah satu
alternatif pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal.
Hutang yang dipergunakan secara efektif dan efisien akan meningkatkan
nilai dari suatu perusahaan (Tala dan Karamoy, 2018).
Menurut teori agensi, agen dan principal akan berusaha
memaksimalkan kepuasan pribadi mereka masing-masing. Perusahaan
yang memiliki leverage tinggi akan memiliki resiko lebih besar besar yang
dihadapi, sehingga pemilik akan meminta tingkat keuntungan yang
semakin tinggi agar perusahaan tersebut tidak terancam di likuidasi
(Gunawan et al., 2015). Hal tersebut memungkinkan manajer perusahaan
untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi dengan memindahkan laba
yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode sekarang.
Penelitian oleh Mariana (2016) berpendapat bahwa perusahaan
memiliki hutang yang tinggi dan untuk menutupi semua resiko yang
terjadi, perusahaan cenderung melakukan manajemen laba. Naftalia dan
Marsono (2017) berpendapat sama bahwa leverage yang tinggi yang
disebabkan kesalahan manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan
atau penerapan strategi yang kurang tepat dari pihak manajemen karena
kurangnya pengawasan yang menyebabkan leverage yang tinggi akan
meningkatkan tindakan oppurtunistic seperti manajemen laba yang
bertujuan untuk mempertahankan kinerjanya di mata pemegang saham dan
publik.

Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Menurut Zen dan Herman (2007) umur perusahaan adalah umur sejak
awal perusahaan didirikan hingga perusahaan mampu menjalankan
operasinya. Perusahaan yang telah lama berdiri akan dipercaya oleh
penanam modal (investor) daripada perusahaan yang baru berdiri, karena
perusahaan yang telah lama berdiri diasumsikan akan dapat menghasilkan
laba yang lebih tinggi daripada perusahaan yang baru berdiri. Akibatnya
perusahaan yang baru berdiri akan kesulitan dalam memperoleh dana di
pasar modal dan mengharuskan mereka untuk mengandalkan modal
sendiri.
Teori keagenan mengimplikasikan manajer sebagai pengelola
perusahaan mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi internal
perusahaan dan prospek perusahaan dibanding pemilik perusahaan
(principal). Informasi yang diberikan agen tidak mencerminkan keadaan
perusahaan yang sesungguhnya, karena adanya perbedaan kepentingan
antara manajer dan pemilik perusahaan. Oleh karena itu, umur perusahaan
yang semakin tinggi akan lebih mudah dalam mempengaruhi informasi
laba, dengan informasi laba yang baik maka dapat memudahkan
perusahaan dalam menarik stakeholders.
Penelitian oleh Amelia dan Hernawati (2016) berpendapat bahwa
umur perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba, karena
semakin lama jangka waktu operasional suatu perusahaan, semakin banyak
pengalaman yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dan sumber daya
manusia yang dimiliki semakin ahli dalam mengatur dan mengelola beban
pajaknya sehingga kecenderungan untuk melakukan tax avoidance
semakin tinggi. Hal tersebut sependapat dengan Dewinta dan Setiawan
(2016) bahwa perusahaan dengan jangka waktu operasional lebih lama
juga akan membuat perusahaan lebih ahli dalam mengatur pengelolaan
pajaknya yang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya sehingga
akan lebih mudah untuk melakukan manajemen laba

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Menurut Pagalung (2011) ukuran perusahaan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi praktik manajemen laba. Ukuran perusahaan
adalah nilai yang memberikan gambaran besar atau kecilnya sebuah
perusahaan dengan proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili
ukuran perusahaan adalah jumlah karyawan, total asset, jumlah penjualan,
dan kapitalisasi pasar (Reviani dan Djoko, 2012).
Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara
manajer (agent) dengan investor (principal). Jensen dan Meckling (1976)
berpendapat bahwa jika kedua kelompok agen dan prinsipal tersebut
adalah orang-orang yang berupaya untuk memaksimalkan utilitasnya,
maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan
selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan principal. Oleh karena itu
perusahaan dengan ukuran yang semakin besar akan lebih mampu
meyakinkan prinsipal bahwa perusahaan itu dapat memberikan
kepentingan yang diharapkan oleh prinsipal (investor).
Penelitian Amelia dan Hernawati (2016) berpendapat bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba, karena semakin
besar ukuran perusahaan, kecenderungan untuk memakai dana eksternal
juga semakin besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki
kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dananya
adalah dengan menggunakan dana eksternal yaitu dengan menggunakan
utang. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan kecenderungan untuk
menggunakan utang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dananya dari
pada perusahaan kecil (Riyanto, 2010). Semakin besar ukuran perusahaan
biasanya semakin tinggi tingkat penjualan yang berkontribusi pada laba
sehingga semakin besar pula perusahaan melakukan praktik manajemen
laba (Ulya dan Khairunnisa, 2015).

Komisaris Independen (skripsi dan tesis)

Menurut Rahmawati (2013) mengatakan bahwa, komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki
hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan atau
pemegang pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen. Fungsi komisaris independen
dalam perusahaan yaitu untuk membantu merencanakan strategi jangka
panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas
implementasi strategi tersebut (Purwantini, 2011). KNKG (2006)
menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris
yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya
dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata (Ismanto & Manda,
2018)demi kepentingan perusahaan.
Keberadaan komisaris independen juga diatur dalam ketentuan
peraturan pencatatan efek bursa efek jakarta (BEJ) nomor I-A tentang
ketentuan umum pencatatan efek bersifat ekuitas di bursa yang berlaku
sejak tanggal 1 juli 2000. Dewinta dan Setiawan (2016) menyatakan bahwa
perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris independen
dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30%
dari jumlah seluruh anggota komisaris.
Pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif,
perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut (KNKG, 2006):
a. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian
sementara.

Profitabilitas (skripsi dan tesis)

Menurut Harahap (2011) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada
seperti kegiatan pejualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang,
dan sebagainya. Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba selama satu periode waktu tertentu. Profitabilitas
merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari
keuntungan (Kasmir, 2013). Perusahaan memiliki tujuan akhir yang ingin
dicapai yaitu memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping
hal-hal lainnya. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang
ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik,
karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru.
Oleh karena itu, manajemen perusahaan dalam praktiknya dituntut harus
mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan (Amelia dan
Hernawati, 2016). Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi
kinerja suatu perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode
tertentu pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu (Dewinta
dan Setiawan, 2016).
Menurut Khumairoh et.al., (2016) profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva atau dengan modal (ekuitas). Dalam hal ini dapat
dijelaskan untuk mengetahui profitabilitas suatu perusahaan adalah sangat
penting bagi investor maupun kreditor. Menurut Tala dan Karamoy (2018)
profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan
keputusan perusahaan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya
mendapat perhatian penting, karena untuk dapat berjalannya suatu
perusahaan, perusahaan tersebut harus berada dalam keadaan yang
menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan (profit), maka sulit untuk
perusahaan menarik modal dari luar.

Leverage (skripsi dan tesis)

Leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan
utang (Kustiyaningrum et.al., 2016). Sedangkan menurut Fauziyah dan
Isroah (2017) bahwa leverage merupakan tingkat sejauh mana sekuritas
dengan utang digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan.
Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan
karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang
ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan
sulit untuk melepaskan beban utang tersebut, karena itu sebaiknya
perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan
dari mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang
(Astuti, et.al., 2017).
Leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan oleh
perusahaan. Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total
asset. Kebijakan hutang merupakan salah satu alternatif pendanaan
perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Hutang yang
dipergunakan secara efektif dan efisien akan meningkatkan nilai dari suatu
perusahaan (Tala dan Karamoy, 2018)). Leverage adalah penggunaan aset
dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya
tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan
potensial pemegang saham (Sartono, 2008). Leverage adalah suatu tingkat
kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang
mempunyai beban tetap (hutang dan atau saham istimewa) dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan untuk memaksimisasi kekayaan pemilik
perusahaan. Menurut Lee (2013) bahwa leverage mengukur besarnya
aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Semakin tinggi nilai rasio ini
menunjukkan semakin tingginya resiko pada kreditur berupa
ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya.
Menurut Nurminda et.al., (2017) leverage merupakan ukuran besarnya
hutang yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai total aset. Analisa
(2011) menggambarkan leverage sebagai kemampuan perusahaan untuk
membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya.
Leverage yang semakin besar menunjukkan risiko investasi yang besar
pula.

Umur Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Bestivano (2013) umur perusahaan merupakan waktu yang
dimiliki oleh perusahaan dimulai sejak berdiri hingga waktu yang tidak
terbatas. Umur perusahaan mencerminkan perusahaan tetap survive dan
menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil
kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Umur perusahaan
digunakan untuk mengukur pengaruh lamanya perusahaan beroperasi
terhadap kinerja perusahaan (Savitri, 2014). Perusahaan yang telah lama
berdiri telah memiliki reputasi dan berusaha mempertahankannya dan telah
memiliki kemampuan untuk meminimalkan biaya dan meningkatkan
kualitas dalam produksi dari pengalamnnya, sehingga perusahaan akan
lebih mampu menghasilkan laba (Yunietha dan Palupi, 2017).
Umur perusahaan yaitu seberapa lama perusahaan tersebut berdiri
dan dapat bertahan di BEI. Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama
perusahaan untuk tetap eksis dan mampu bersaing di dalam dunia usaha
(Dewinta dan Setiawan, 2016). Menurut Santioso dan Chandra (2012)
bahwa umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
mengatasi kesulitan dan hambatan yang dapat mengancam kehidupan
perusahaan sehingga semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin
mampu perusahaan tersebut meningkatkan kepercayaan investor.
Perusahaan dengan umur yang lebih tua mungkin lebih mengerti
informasi-informasi apa saja yang seharusnya diungkapkan dalam laporan
tahunan sehingga perusahaan akan mengungkapkan informasi-informasi
yang memberikan pengaruh positif bagi perusahaan tersebut (Santioso dan
Chandra, 2012).

Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

Menurut Agustia dan Suryani (2018) ukuran perusahaan adalah suatu
skala di mana dapat diklasifikasikan besar dan kecilnya perusahaan dengan
berbagai cara, diantaranya yaitu total aktiva, log size, penjualan, dan
kapitalisasi pasar. Suatu perusahaan yang lebih besar dimana sahamnya
tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam
memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya
dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Semakin besar ukuran
perusahaan kecenderungan untuk menggunakan utang lebih besar untuk
memenuhi kebutuhan dananya daripada perusahaan kecil (Riyanto, 2010).
Menurut Brigham dan Houston (2010), ukuran perusahaan adalah
sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total
penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain. Menurut Astuti et.al.,
2017) ukuran perusahaan sangat mempengaruhi terjadinya manajemen laba
karena semakin besar suatu perusahaan harus mampu memenuhi
ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Ukuran perusahaan
akan mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan. Perusahaan
cenderung akan memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan
perusahaan yang lebih kecil, tambahan dana tersebut bisa diperoleh dari
penerbitan saham baru atau penambahan hutang.
Menurut Butar dan Sudarsi (2012) bahwa besar kecilnya perusahaan
akan mempengaruhi praktik manajemen laba. Perusahaan dengan size
besar mempunyai insentif yang besar untuk melakukan praktik manajemen
laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, oleh karena itu perusahaan
besar akan menghindari kenaikan laba secara drastis supaya terhindar dari
kenaikan pembebanan biaya oleh pemerintah. Sebaliknya penurunan laba
secara drastis memberikan sinyal bahwa perusahaan dalam masa krisis.
Perusahaan yang berukuran besar mempunyai berbagai kelebihan
dibanding perusahaan berukuran kecil. Kelebihan tersebut yang pertama
adalah ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Kedua, ukuran perusahaan
menentukan kekuatan tawar menawar (bargaining power) dalam kontrak
keuangan. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan
return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih
banyak laba (Sawir, 2004).
Klasifikasi ukuran perushaan menurut Undang-Undang No. 20, tahun
2008 pasal 1 (satu) dibagi kedalam 4 (empat) kategori yaitu:
a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
b. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menajdi bagian langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria
usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perushaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.
d. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional
milik Negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang
melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia

Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi
kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan
keuangan serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai
angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa
(Wiryadi dan Sebrina, 2013). Scott dan William (2012) mengartikan
manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose
accounting policies from a set (for example, GAAP)”. Dari definisi tersebut
manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Menurut
Amelia dan Hernawati (2016) manajemen laba merupakan sebuah
kebijakan akuntansi yang dipilih manajer untuk mempengaruhi laba.
Akibat penyalahgunaan kebijakan tersebut kini praktek manajemen laba
sudah menjadi hal yang wajar karena pihak manajer akan melakukan
praktek tersebut apabila kondisi keuangan perusahaan mereka mengalami
penurunan yang besar. Ada alasan dasar mengapa manajer melakukan
manajemen laba, jadi manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan
akuntansi tertentu oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara
alamiah untuk mencapai pelaporan laba tertentu.
Menurut Sulistyanto (2008) metode untuk melakukan manajemen
laba dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu pemilihan metode
akuntansi, penerapan metode akuntansi, kapan menerapkan metode
akuntansi dan pemilihan waktu.
a. Pilihan metode akuntansi. Prinsip akuntansi memberikan kebebasan
kepada penggunanya untuk memilih metode dan prosedur akuntansi
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Prinsip akuntansi
memberikan kebebasan dalam mengganti metode akuntansi asalkan
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
b. Penerapan metode akuntansi. Setelah memilih metode akuntansi
selanjutnya manajer membuat kebijakan bagaimana cara
menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Penerapan
metode akuntansi ini bisa dilakukan untuk mengatur agar laba
perusahaan lebih tinggi atau rendah dari laba yang sesungguhnya.
c. Waktu menerapkan metode akuntansi. Manajer memiliki kebebasan
dalam hal kapan dan bagaimana suatu transaksi dan peristiwa
akuntansi di ungkapkan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh
manajer.
d. Pemilihan waktu. Pemilihan waktu juga dapat mempengaruhi laba
perusahaan. Manajer dapat menggunakan metode ini ketika investasi
berupa research and developtment, pariwara, pemeliharaan yang diakui
sebagai biaya periodik

Teori Keagenan (Agency Teori) (skripsi dan tesis)

Teori keagenan (agency theory) pertama kali dikemukakan oleh
Jehnsen dan Meckling (1976). Teori ini berawal dari adanya pemisahan
dan pengendalian perusahaan yang berdampak pada munculnya konflik
antara agen dan prinsipal. Hubungan keagenan didefinisikan sebagai
hubungan antara satu orang atau lebih prinsipal dengan agen untuk
melakukan tindakan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian
kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling,
1976).
Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara
pemilik dan pengelola dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
problems). Masalah tersebut yaitu ketidak sejajaran kepentingan antara
pemegang saham atau prinsipal (principal) dengan manajer atau agen
(agent). Jensen dan Meckling (1976) memandang baik prinsipal maupun
agen berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan diri sendiri, sehingga
ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik prinsipal. Konflik ini tidak terlepas dari kecenderungan manajer
untuk mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan
pihak lain.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal).
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal,
sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Di dalam hubungan
keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal)
memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan
yang terbaik bagi prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya keagenan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam biaya, yaitu biaya pengawasan
(monitoring cost), biaya kewajiban (bonding cost), dan kerugian residu
(residual loss). Biaya pengawasan adalah biaya yang timbul dan
ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk
mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Sementara bonding
cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan
mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk
kepentingan prinsipal.
Menurut Wibowo (2016) perbedaan kepentingan antara principal
(pemegang saham) dan agent (manajer) dapat menimbulkan suatu
informasi asymetri (kesenjangan informasi). Masing-masing pihak akan
mementingkan dan memperbesar keuntungan sendiri. Masalah keagenan
dapat terjadi karena adanya asymmetric information antara pemilik dan
manajer, yaitu kondisi saat salah satu pihak memiliki informasi yang tidak
dimiliki oleh pihak lainnya. Asymmetric information dibedakan menjadi
dua tipe yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection
adalah satu atau lebih pihak untuk transaksi bisnis atau transaksi potensial
mempunyai keuntungan informasi lebih dari pihak lain. Sedangkan moral
hazzard adalah satu atau lebih pihak pada transaksi bisnis atau transaksi
potensial dapat mengamati kegiatan mereka dalam pemenuhan transaksi
tapi pihak lain tidak dapat. Menurut Wibowo (2016), Masalah ini muncul
karena pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan
karakteristik perusahaan-perusahaan besar.
Brigham dan Daves (2010) menyatakan bahwa salah satu tujuan
perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham
atau steakholders. Tujuan bisa dicapai apabila tanggung jawab pengelolaan
perusahaan diserahkan kepada para profesional, dikarenakan para pemilik
modal memiliki banyak keterbatasan, dengan menyerahkan pengelolaan
perusahaan tersebut kepada pada profesional, diharapkan mereka dapat
menutup keterbatasan yang ada. Para profesional ini disebut dengan
manajer atau agen. Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan,
yaitu pemegang saham untuk membuat keputusan, dalam hal ini
menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut dengan teori
agen (agency theory).

Macam – macam Respon Sistem Pengendalian Proses (skripsi dan tesis)

Suatu sistem pengendalian dikatakan stabil, apabila nilai process variable
berhasil mendekati set point, walaupun diperlukan waktu untuk itu. Keadaan
stabil itu dapat dicapai dengan respon yang overdamped atau yang
underdamped. Kedua respon itu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing
– masing. Pada respon yang underdamped, jelas bahwa koreksi sistem
berjalan lebih cepat dari respon yang overdamped. Tetapi tidak berarti bahwa
underdamped lebih bagus dari overdamped. Ada proses yang membutuhkan
respon yang lambat (overdamped) dan ada pula proses – proses yang
membutuhkan respon yang cepat (underdamped).
Kebutuhan tersebut ditentukan oleh sifat proses dan kualitas produk
yang dikehendaki. Sistem pengendalian tidak pernah menghendaki sistem yang
tidak stabil, seperti sustain oscillation, apalagi yang undamped. Pada respon sustain
oscillation, process variable tidak pernah sama dengan set point. Process variable
naik turun di sekitar set point seperti roda sepeda yang sedang berputar. Oleh
karena sifat inilah, sustain oscillation juga disebut cycling. Pada respon undamped,
process variable berisolasi dengan amplitudo yang semakin besar. Process
variable semakin lama semakin mendekati set point, dan pada keadaan itu control
valve akan terbuka tertutup secara bergantian. Akibatnya terciptalah keadaan
yang sangat berbahaya seperti yang terjadi pada feed back positif. Keadaan
sustain oscillation dengan amplitudo kecil di sebagian proses dapat ditolelir
sebentar demi untuk penyetelan control unit (tuning). Namun keadaan undamped
tidak dapat ditolelir dalam keadaan bagaimanapun juga. Kedua keadaan tidak
stabil di atas adalah keadaan yang paling tidak dikehendaki dalam sistem
pengendalian.

Definisi Fluida (skripsi dan tesis)

Fluida adalah suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan
bentuknya secara continue/terus-menerus bila terkena tekanan/gaya geser
walaupun relatif kecil atatu bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir, kata fluida
mencakup zat cair, gas, air, dan udara karena zat-zat ini dapat mengalir.
Sebaliknya batu dan benda2 keras (seluruh zat-zat padat tidak dapat dikategorikan
sebagai fluida karena zat-zat tersebut tidak bisa mengalir secara continue). ( Irma,
2013 )

Sistem Pengendalian Proses (skripsi dan tesis)

Sistem adalah kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersamasama dan melakukan suatu sasaran tertentu, sedangkan pengendalian diartikan
sebagai mengekang dan menguasai. Jadi sistem pengendali proses adalah sistem
pengendalian suatu parameter dari berbagai macam proses. Didalam suatu proses
banyak parameter yang harus dikendalikan. Diantaranya yaitu suhu ( temperature ),
aliran ( flow ), tekanan ( pressure ) dan sebagainya terutama pada bidang teknik
kimia. ( Affi Nur Hidayah, 2012 )
Gabungan serta kerja alat – alat pengendalian otomatis itulah yang
dinamakan sistem pengendalian proses (process control system). Sedangkan
semua peralatannya yang membentuk sistem pengendalian disebut instrumentasi
pengendalian proses (process control instrumentation). Kedua hal terdsebut
berhubungan satu sama lain, namun keduanya mempunyai hakikat yang berbeda.
Ilmu process control instrumentation lebih terfokus pada penjelasan kerja alat
sedangkan process control system lebih terpusat pada kerja sistem tersebut. (Frans
Gunterus, 1994)

BASCOM-AVR (skripsi dan tesis)

BASCOM-AVR adalah salah satu software yang dapat digunakan untuk
memprogram mikrokontroler AVR. BASCOM-AVR merupakan software IDE
(integrated development environment), karena dalam software tersebut telah
dilengkapi dengan text (source code) editor dan compiler.
Dan sesuai dengan namanya, bahasa yang digunakan oleh BASCOMAVR (Basic Compiler-AVR) adalah bahasa BASIC. Jadi struktur pemograman
dasar dari software ini tidak ada perbedaanya dengan Visual Basic, Turbo Basic,
dll.