Normalitas (skripsi dan tesis)

 Normalitas merupakan asumsi yang paling mendasar dalam analisis multivariat yang membentuk suatu distribusi data pada suatu variabel matriks tunggal dalam menghasilkan distribusi normal. Apabila asumsi normalitas tidak dapat dipenuhi dan penyimpangan normalitas besar maka seluruh hasil uji statistik tidak valid. Menurut Ghozali & Fuad (2008: 37), normalitas dibagi menjadi dua yaitu (1) Univariate normality (normalitas univariat), (2) Multivariate normality (normalitas multivariat). Normalitas univariat dapat diuji menggunakan data ordinal maupun data continous. Uji normalitas multivariat hanya dapat dilakukan pada data continous. Apabila suatu data memiliki normalitas multivariat maka data tersebut pasti memiliki normalitas univariat. Tetapi apabila data normalitas univariat belum tentu data tersebut juga normalitas multivariat. Asumsi normalitas dapat diuji dengan nilai statistik z untuk skewness dan kurtosis

Dalam multivariate normality, LISREL menghasilkan 4 jenis chi-square beserta probabilitasnya yang berbeda yaitu Minimum Fit Function Chi-Square (C1), Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square (C2), Satorra-Bentler Scaled Chi-Square (C3), dan Chi-Square Corrected for Non-Normality (C4). Estimasi model berdasarkan asumsi normalitas yang terpenuhi akan menghasilkan 2 jenis Chi-Square, yaitu C1 dan C2. Sedangkan jika asumsi normalitas tidak terpenuhi dengan memberikan asymptotic covariance matrix akan menghasilkan 4 jenis Chi-Square yaitu C1, C2, C3, dan C4. C3 merupakan nilai chi-square setelah mengkoreksi timbulnya bias akibat tidak normalnya data. Menurut Curran et.al (1996) sebagaimana dikutip oleh Ghozali & Fuad (2008: 37) membagi jenis distribusi data menjadi tiga bagian antara lain (1) Normal, (2) Moderately non-normal, dan (3) Extremely non-normal. Ketiga distribusi data di atas dinilai berdasarkan nilai kurtosis dan skewness. Apabila nilai skewness kurang dari 2 dan nilai kurtosis kurang dari 7 maka data adalah normal. Sedangkan, jika nilai skewness berkisar antara 2 sampai 3 dan nilai kurtosis berkisar antara 7 sampai 21 maka data adalah Moderately nonnormal. Distribusi data termasuk sangat tidak normal (Extremely non-normal) apabila nilai skewness lebih besar daripada 3 dan nilai kurtosis lebih besar dari 21. Ketidaknormalitasan data tidak termasuk permasalahan serius. Hal itu dapat diatasi dengan program LISREL antara lain 27 (1) Menambahkan estimasi asymptotic covariance matrix. Hal itu akan mengakibatkan estimasi parameter beserta goodness of fit statistic akan dianalisis berdasarkan pada keadaan data yang tidak normal; (2) Mentransformasi data untuk data continous. Data ordinal tidak diperolehkan menggunakan transformasi data karena akan mengakibatkan data sulit diinterprestasikan; (3) Menggunakan metode estimasi selain Maximum Likelihood seperti Generalized Least Square (GLS) atau Weighted Least Square (WLS); dan (4) Bootstrapping dan Jackniffing yang merupakan metode baru yang mengasumsikan data di-“resampling” dan kemudian dianalisis. Menurut Ghozali & Fuad (2008: 250), ada dua asumsi mengenai ketidaknormalan data sebagai berikut (1) Mengasumsikan bahwa data yang tidak normal akan dijalankan berdasarkan pada keadaan normal seperti biasa (metode ML dan data disimpan dalam covariance matrix) atau dengan kata lain mengestimasi model yang salah karena data yang tidak normal. (2) Mengestimasi model dengan menggunakan metode ML, tetapi mengkoreksi standart error dan beberapa goodness of fit indices akibat ketidaknormalan distribusi data

Direct, Indirect dan Total Effect (skripsi dan tesis)

SEM secara diagram lintasan maupun model matematika menggambarkan hubungan pengaruh diantara variabel-variabel yang ada didalamnya. Secara umum, SEM dapat membedakan pengaruh ke pengaruh langsung (direct effects), tidak langsung (indirect effects), dan pengaruh keseluruhan (total effects). Pengaruh langsung terjadi apabila ada sebuah panah yang menghubungkan kedua variabel laten yang pengaruh ini dapat diukur dengan sebuah koefisien structural. Pengaruh tidak langsung terjadi ketika tidak ada panah langsung yang menghubungkan kedua variabel laten tetapi melalui satu atau lebih variabel laten lain sesuai dengan lintasan yang ada. Pengaruh keseluruhan merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan semua pengaruh tidak langsung yang ada

Confirmatory Factor Analysis (CFA) (skripsi dan tesis)

CFA model merupakan model pengukuran yang menunjukkan adanya sebuah variabel laten yang diukur oleh satu atau lebih variabel teramati. CFA adalah salah satu pendekatan utama dalam analisis faktor, dimana pendekatan lainnya adalah Exploratory Factor Analysis (EFA). CFA dan EFA memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu (1) EFA menunjukkan hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati tidak dispesifikasikan terlebih dahulu, EFA memiliki jumlah variabel laten tidak ditentukan sebelum analisis dilakukan, dan kesalahan pengukuran tidak boleh berkorelasi. (2) CFA membentuk model terlebih dahulu, jumlah variabel laten ditentukan oleh analisis, pengaruh suatu variabel laten terhadap suatu variabel teramati ditenetukan terlebih dahulu, beberapa efek langsung variabel laten terhadap variabel teramati dapat ditetapkan sama dengan nol atau suatu konstanta, kesalahan pengukuran boleh berkorelasi, kovarian variabel-variabel laten dapat diestimasi atau ditetapkan pada nilai tertentu, dan identifikasi parameter diperlukan. CFA memiliki dua jenis yaitu  a. First order confirmatory factor analysis First order confirmatory factor analysis merupakan gambaran hubungan antara variabel teramati yang mengukur variabel latennya secara langsung. b. Second order confirmatory factor analysis Second order confirmatory factor analysis merupakan gambaran model pengukuran yang terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel teramati sebagai indikator dari variabel terkait. Tingkat kedua menunjukkan hubungan antara variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua

Kesalahan yang terjadi dalam SEM (skripsi dan tesis)

Dalam SEM terdapat 2 jenis kesalahan yang sering terjadi dalam melakukan analisis yaitu
(1) Kesalahan Struktural Adanya kesalahan struktural karena variabel laten eksogen tidak dapat secara sempurna memprediksi variabel laten endogen. Dalam memperoleh hasil estimasi parameter yang konsisten, kesalahan struktural diasumsikan tidak berkorelasi dengan variabel-variabel eksogen dari model.

(2) Kesalahan Pengukuran Kesalahan pengukuran disebabkan oleh variabel-variabel manifest yang tidak dapat secara sempurna memprediksi variabel laten. Komponen kesalahan pengukuran yang terkait dengan variabel manifest X (variabel manifest yang terkait dengan variabel laten eksogen) diberi label (delta), sementara komponen kesalahan pengukuran yang terkait dengan variabel Y (variabel manifest yang terkait dengan variabel laten endogen) diberi label KSI1 𝜉 KSI2 𝜉 ETA1 (𝜂 ETA2 (𝜂 ETA3 (𝜂 ∅ 𝜎𝜉21 GAMMA11 𝛾 GAMMA12 𝛾 GAMMA32 𝛾 BETA21 𝛽 BETA31 𝛽 ZETA1 (𝜁 ZETA2 (𝜁 ZETA3 (𝜁 19 (epsilon).

Tahapan pemodelan SEM (skripsi dan tesis)

Ghozali & Fuad (2008: 8), mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 langkah, yaitu (1) Konseptualisasi Model Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis (berdasarkan teori) sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. X1 X2 X3 KSI1 (𝜉 LAMBDA X11 (𝜆𝑋 LAMBDA X21 (𝜆𝑋 LAMBDA X31 (𝜆𝑋 16 (2) Menyusun diagram alur (path diagram) Tahap ini akan memudahkan dalam memvisualisasi hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model diatas. Visualisasi model akan mengurangi tingkat kesalahan dalam pembangunan suatu model dalam LISREL. (3) Spesifikasi Model Tahap ini merupakan tahap ketiga dalam SEM, yaitu spesifikasi model dan menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi, analisis data tidak dapat dilakukan sampai tahap ini selesai. (4) Identifikasi Model Tahap ini harus dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah diperoleh. Jika dalam hal ini tidak dapat dilakukan, maka modifikasi model mungkin harus dilakukan untuk dapat diidentifikasi sebelum melakukan estimasi parameter. (5) Estimasi parameter Tahap ini, estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data karena program LISREL maupun AMOS berusaha untuk menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model (model-based covariance matrix) yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya (observed covariance matrix). Uji signifikan dilakukan dengan menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. (6) Penilaian model fit Tahap ini, suatu model dikatakan fit apabila kovarians matriks suatu model (model-based covariance matrix) adalah sama dengan kovarians matriks 17 data (observed). Model fit dapat dinilai dengan menguji berbagai indeks fit yang diperoleh dari LISREL (misal RMSEA, RMR, GFI, CFI, TLI, NFI, dan masih banyak lagi). (7) Modifikasi model Tahap ini, segala modifikasi (walaupun sangat sedikit), harus berdasarkan teori yang mendukung. Dengan kata lain, modifikasi model seharusnya tidak dilakukan hanya semata-mata untuk mencapai model yang fit. (8) Validasi silang model Tahap ini adalah tahap terakhir, yaitu menguji fit-tidaknya model terhadap suatu data baru (atau validasi sub-sampel yang diperoleh melalui prosedur pemecahan sampel). Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada langkah di atas. Dalam pemodelan SEM, data yang digunakan sebagai input adalah matriks kovarians dari data sampel (data empiris), yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan sebuah estimasi matriks kovarians populasi (Sahadi & Wibowo, 2013: 101)

Model dalam SEM (skripsi dan tesis)

Dalam model perhitungan SEM, terdapat dua jenis model yaitu

(1) Model Struktural Model struktural merupakan seperangkat hubungan antar variabel laten dan hubungan ini dapat dianggap linear, meskipun pengembangan lebih lanjut memungkinkan memasukkan persamaan non-linear. Dalam bentuk grafis, garis dengan satu kepala anak panah menggambarkan hubungan regresi dalam karakter Greek ditulis “gamma” untuk regresi variabel eksogen ke variabel endogen dan dalam karakter Greek ditulis “beta” untuk regresi satu variabel endogen ke variabel endogen lainnya, sedangkan garis dengan dua kepala anak panah menggambarkan hubungan korelasi atau kovarian yang dalam karakter Greek ditulis “phi” untuk korelasi antar variabel eksogen.

2)(skripsi dan tesis)

Model Pengukuran Model pengukuran merupakan bagian dari suatu model SEM yang biasanya dihubungkan dengan variabel-variabel laten dan indikator-indikatornya. Hubungan dalam model ini dilakukan lewat model analisis faktor konfirmatori atau confirmatory factor analysis (CFA) dimana terdapat kovarian yang tidak terukur antara masing-masing pasangan variabelvariabel yang memungkinkan. Model pengukuran ini dievaluasi sebagaimana model SEM lainnya dengan menggunakan pengukuran uji keselarasan. Proses analisis ini hanya dapat dilanjutkan jika model pengukuran valid. Pada model ini menghasilkan validitas konvergen

Kelemahan SEM (skripsi dan tesis)

Adapun beberapa kelemahan yang dimiliki SEM adalah sebagai berikut (1) SEM tidak digunakan untuk menghasilkan model namun untuk mengkonfirmasi suatu bentuk model. (2) Hubungan kausalitas diantara variabel tidak ditentukan oleh SEM, namun dibangun oleh teori yang mendukungnya. (3) SEM tidak digunakan untuk menyatakan suatu hubungan kausalitas, namun untuk menerima atau menolak hubungan sebab akibat secara teoritis melalui uji data empiris.   (4) Studi yang mendalam mengenai teori yang berkaitan menjadi model dasar untuk pengujian aplikasi SEM

Keunggulan SEM (skripsi dan tesis)

Menurut Narimawati & Sarwono (2007: 3), keunggulan-keunggulan SEM dibanding dengan regresi berganda antara lain (1) memungkinkan adanya asumsi-asumsi yang lebih fleksibel; (2) penggunaan analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis) untuk mengurangi kesalahan pengukuran dengan memiliki banyak indikator dalam satu variabel laten; (3) daya tarik interface pemodelan grafis untuk memudahkan pengguna membaca keluaran hasil analisis; (4) kemungkinan adanya pengujian model secara keseluruhan dari pada koefisien-koefisien secara sendiri-sendiri; (5) kemampuan untuk menguji model-model dengan menggunakan beberapa variabel terikat; (6) kemampuan untuk membuat model terhadap variabel-variabel perantara;   (7) kemampuan untuk membuat model gangguan kesalahan (error term); (8) kemampuan untuk menguji koefisien-koefisien diluar antara beberapa kelompok subjek; (9) kemampuan untuk mengatasi data yang sulit, seperti data time series dengan kesalahan autokorelasi, data yang tidak normal, dan data yang tidak lengkap

Spesifikasi Model SEM (skripsi dan tesis)

Langkah ini merupakan langkah dalam melakukan identifikasi terhadap permasalahan penelitian, sehingga hubungan antar variabel-variabel yang dihipotesiskan harus didukung oleh teori yang kuat. Spesifikasi model tersebut berdasarkan teori atau penelitian sebelumnya atau bisa juga dengan menggunakan diagram path. Langkah-langkah memperoleh model yaitu: 1) Spesifikasi model pengukuran, yaitu dengan cara: a) Mendefinisikan variabel laten yang ada dalam penelitian. b) Mendefinisikan variabel teramati. c) Mendefinisikan hubungan antara setiap variabel laten dengan variabel teramati yang terkait. 2) Spesifikasi model struktural Dengan cara mendefinisikan hubungan kausal di antara variabel laten. 3) Gambar diagram path dari model hybrid Model hybrid adalah bentuk umum dari SEM yang merupakan kombinasi model pengukuran dan struktural. Model hybrid mengandung variabel-variabel laten maupun variabel-variabel teramati yang terkait. 2.8 Identifikasi Tujuan dari dilakukannya identifikasi model yaitu untuk menentukan analisis dapat dilakukan lebih lanjut atau tidak, maka identifikasi model perlu dilakukan. Berikut ini kategori hasil identifikasi model dalam SEM yaitu: 1) Under-Identified, yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi lebih besar dari jumlah data yang diketahui. Nilai df pada model ini adalah kurang dari 0 (nol)/negatif. 2) Just-Identified, yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi sama dengan data yang diketahui. Nilai df pada model ini adalah 0 (nol). 3) Over-Identified, yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi lebih kecil dari jumlah data yang diketahui. Nilai df pada model ini adalah lebih dari 0 (nol)/positif. Analisis dalam SEM dapat dilakukan jika model yang diperoleh adalah OverIdentified dan SEM menghindari model Under-Identified agar data dapat dianalisis. Pada saat identifikasi kemungkinan diperoleh nilai unik untuk setiap parameter.

Jenis SEM (skripsi dan tesis)

Berikut ini jenis-jenis yang digunakan dalam model persamaan struktural: 1) Diagram Path Diagram path adalah representasi grafis dari sebuah model yang menggambarkan seluruh hubungan antara variabel-variabel yang ada di dalamnya. Variabelvariabel yang terdapat dalam diagram path adalah variabel teramati dan tidak mengandung variabel laten. Diagram path dibuat untuk mempermudah melihat hubungan yang ada pada model. 2) Confirmatory Factor Analysis (CFA) Analisis faktor konfirmatori atau Confirmatory Factor Analysis (CFA) dalam SEM merupakan model pengukuran sebuah variabel laten diukur oleh satu atau lebih variabel-variabel teramati. CFA didasarkan pada variabel-variabel teramati adalah indikator-indikator tidak sempurna dari variabel laten atau konstruk tertentu yang mendasarinya. Karakteristik dalam model CFA yaitu: a. Model dibentuk lebih dahulu. b. Jumlah variabel laten ditentukan oleh analisis. c. Pengaruh suatu variabel laten terhadap variabel teramati ditentukan lebih dahulu. d. Beberapa efek langsung variabel laten terhadap variabel teramati dapat ditetapkan sama dengan nol atau konstan. e. Galat pengukuran boleh berkorelasi. f. Kovarians variabel-variabel laten dapat diestimasi atau ditetapkan pada nilai tertentu. g. Identifikasi parameter diperlukan.

Galat Pengukuran (Measurement Error) (skripsi dan tesis)

Variabel teramati X dilambangkan dengan dilambangkan dengan delta dan variabel teramati Y epsilon. Matriks kovarians dari δ diberi tanda dengan huruf Yunani Θδ theta delta dan untuk matriks kovarians dari ε yaitu Θε theta epsilon. Galat pengukuran berpengaruh pada penduga parameter dan besar kecilnya varians. Hal ini dapat diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran.

Variabel SEM (skripsi dan tesis)

Variabel-variabel pada SEM masing-masing saling mempengaruhi. Variabelvariabel yang terdapat dalam SEM meliputi: 1) Variabel laten (Latent Variable) Dalam SEM variabel yang menjadi perhatian adalah variabel laten. Variabel laten atau konstruk laten adalah variabel yang tidak terukur secara langsung, sebagai contoh: perilaku, sikap, perasaan, dan motivasi. Variabel laten terdapat dua jenis, yaitu: a) Eksogen Variabel laten eksogen dinotasikan dengan huruf Yunani adalah ksi. Variabel bebas (independenet latent variable) pada semua persamaan yang ada pada SEM, dengan simbol lingkaran dengan anak panah menuju keluar. b)endogen Variabel laten endogen dinotasikan dengan huruf Yunani adalah eta. Variabel terikat (dependent latent variable) pada paling sedikit satu persamaam dalam model, dengan simbol lingkaran dengan anak panah menuju keluar dan satu panah ke dalam. Simbol anak panah untuk menunjukkan adanya hubungan kausal (ekor anak panah untuk hubungan penyebab dan kepala anak panah untuk variabel akibat). Pemberian nama variabel laten pada diagram lintasan bisa mengikuti notasi matematiknya (ksi atau eta) atau sesuai dengan nama dari variabel dalam penelitian.

Loyalitas Pengguna (Customer Loyality) (skripsi dan tesis)

Loyalitas pengguna merupakan tindakan seseorang terhadap loyalitasnya pada suatu objek tertentu yang diinginkannya. Objek tersebut dapat berupa merk, produk, atau toko (Rowles & Dawes dalam Dharmesta & Darsono, 2005). Loyalitas pengguna suatu barang sangat penting bagi suatu penyedia jasa dalam mempertahankan produk yang mereka jual ke pelanggannya.

Kepuasan Pengguna (Customer Satisfaction) (skripsi dan tesis)

Menurut Kotler (2000) kepuasan pengguna merupakan suatu perasaan seseorang suka atau kecewa yang dihasilkan dari membandingkan suatu produk yang dihasilkan dalam kaitan dengan harapannya. Kepuasan pengguna adalah suatu kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan pelanggan dan harapan (Boone & Kurtz, 1995). Maka dapat disimpulkan bahwa kepuasaan pengguna adalah mencangkup tentang membandingkan atau membedakan antara suatu harapan pelanggan terhadap produk dengan hasil atau kineja suatu produk.

Harapan Pengguna (Customer Expectation) (skripsi dan tesis)

Harapan pengguna suatu barang akan terus – menerus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Suatu perusahaan dituntut untuk melayani harapan pengguna demi tercapainya suatu kepuasan yang dapat dirasakan oleh pengguna. Menurut Gilbert (2003) dalam Semuel (2006), elemen dari harapan pengguna dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tangible adalah segala sesuatu yang betujuan untuk mewujudkan dan mendukung operasional suatu layanan jasa apapun ke pelanggan.
2. Realibility adalah kemampuan pengelola atau pelayanan jasa dalam mewujudkan, dan memberikan layanan jasa yang telah dijanjikan.
3. Responsiveness adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh pengelola atau layanan jasa secara tanggap untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan.
 4. Competence adalah kemampuan untuk menciptakan kepercayaan pada pelanggan dengan memberikan suatu jaminan pengetahuan kepada pengelola atau pelayanan jasa.
5. Emphaty adalah sikap peduli, perhatian, pengertian dari pengelola atau pelayanan jasa akan kebutuhan dan keinginan pelanggan

Model European Consumer Satisfaction Index (ECSI) (skripsi dan tesis)

Model ECSI merupakan model yang menjelaskan tentang indikator ekonomi untuk menganalisis dan mengukur kepuasan pelanggan (Bayol et. al, 2000). Michel Tenenhaus (2002), ECSI digunakan untuk mempermudah penyedia mengukur kepuasan pelanggan. Teori pada model ECSI yang disederhanakan terdiri dari 5 variabel laten yang saling berhubungan yaitu :
1 Citra (Image) Citra adalah bagaimana cara masyarakat atau publik menilai dan memandang suatu organisasi, perusahaan, seseorang,dll. Ada lima jenis citra yang dipaparkan Jefkins (2003) di buku Public Relation. Berikut lima jenis citra yang dipaparkan sebagai berikut :
1. Citra bayangan (mirror image), adalah citra dimana suatu organisasi terhadap anggapan dari pihak luar tentang organisasinya.
2. Citra yang berlaku (current image), adalah citra yang diyakini oleh pihak luar mengenai suatu organisasi.
 3. Citra harapan (wish image), adalah suatu citra dimana pemimpin organisasi menginginkan suatu pencapaian terhadap organisasinya agar bisa dikenal, dan diterima secara positif oleh publik.
4. Citra perusahaan (coorporate image), adalah citra dari suatu organisasi yang tidak hanya dinilai dari produk dan pelayanannya, tapi dinilai secara keseluruhan.
5. Citra majemuk (multiple image), adalah banyaknya jumlah anggota dari sebuah organisasi yang dapat memunculkan citra yang belum tentu sama dengan organisasi tersebut secara keseluruhan

Evaluasi Model GSCA (skripsi dan tesis)

Evaluasi terhadap model GSCA terdiri dari tiga tahap. Pertama evaluasi terhadap model pengukuran (outer model), kedua evaluasi terhadap model struktural (inner model), dan ketiga evaluasi terhadap overall goodness of fit model :
1 Model pengukuran (Outer Model)
 Convergent validity yaitu sejauh mana indikator dari konstruk tertentu konvergen (Hair et al., 2010 p.709) . Suatu variabel laten dinilai mempunyai convergent validity yang baik jika nilai loading factor lebih dari 0.70 dan signifikan. Discriminant validity yaitu sejauh mana suatu konstruk benar-benar berbeda dari konstruk lain (Hair et al., 2010 p.710). Discriminant validity model pengukuran dengan indikator reflektif dinilai dengan membandingkan nilai akar kuadrat dari average variance extracted (√ ) setiap variabel laten dengan 12 korelasi antara variabel laten bersangkutan dengan variabel laten lainnya dalam model. Nilai discriminant validity dikatakan baik, jika nilai akar kuadrat AVE tiap variabel laten lebih besar daripada nilai korelasi antara variabel laten lainnya dalam model (Fornell dan Lacker, 1981). AVE adalah koefisien yang menjelaskan varian di dalam indikator yang dapat dijelaskan oleh faktor umum.
 Dimana merupakan komponen loading factor, dan = var ( ). Pengukuran AVE dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibanding nilai composite reliability ( ) (Fornell & Lacker, 1981). Nilai AVE harus lebih besar dari 0,50. Composite reliability dapat digunakan untuk memeriksa seberapa baik suatu konstruksi diukur oleh indikatornya. Pengukuran sebuah variabel laten dapat dikatakan baik jika memiliki nilai composite reliability > 0,7 mempunyai reliabilitas yang tinggi.

2 Model Struktural (Inner Model) Model stuktural dievaluasi dengan melihat nilai koefisien parameter dan nilai t-statistik serta signifikansi koefisien parameter tersebut. Nilai t-statistik diperoleh dari hasil bootstrapsing dengan membagi nilai koefisien parameter  dengan nilai standar errornya. Jika nilai t-statistik > t tabel maka koefisien parameter yang diestimasi signifikan. Parameter Beta (), yaitu parameter pengaruh variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen dalam model struktural.
 Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free), tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (sampel minimum 30). Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai statistik uji t dengan ttabel. Kriteria uji dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antar variabel laten terhadap variabel laten lainnya, dimana hipotesis nol ditolak jika nilai statistik uji t > nilai ttabel.

Estimasi Parameter (skripsi dan tesis)

Diestimasinya parameter GSCA yang tidak diketahui V, W dan A sehingga nilai jumlah kuadrat (SS) dari semua residual , sekecil mungkin untuk semua observasi. Hal ini sama dengan meminimumkan kriteria kuadrat terkecil (least square). Dengan memperhatikan V, W dan A. Komponen didalam dan dinormalisasi untuk tujuan identifikasi, misalnya Persamaan   tidak dapat diselesaikan dengan cara analisis karena W dan A memiliki elemen nol atau elemen tetap lainnya.Untuk meminimumkan persamaandikembangkanlah algoritma Alternating Least Square (ALS) (Hwang & Takane, 2004)

Generalized Structured Component Analysis (GSCA) (skripsi dan tesis)

Generalized Structured Component Analysis (GSCA) dikembangkan oleh Heungsun Hwang, Hec Montreal dan Yoshio Takane pada tahun 2004. GSCA merupakan bagian dari SEM yang berbasis varian atau berbasis komponen. SEM berbasis varian atau komponen sering disebut sebagai soft modeling, SEM tidak didasari oleh banyak asumsi seperti data tidak harus berdistribusi normal X1 X2 X3 X1 X2 X3 Variabel Laten Variabel Laten   multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal,interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama). Metode GSCA digunakan untuk mengatasi kelemahan Partial Least Squares (PLS) yaitu PLS tidak meyelesaikan masalah secara global optimization untuk estimasi parameter, yang menunjukkan bahwa tidak memiliki satu kriteria tunggal secara konsisten untuk meminumkan atau memaksimumkan penentuan estimasi parameter model (Hwang and Takane, 2004). Sehingga PLS tidak memberikan solusi yang optimal dan sulit untuk menilai prosedur PLS, dapat dikatakan PLS tidak menyediakan overall goodness-fit dari model. Maka sulit untuk menentukan seberapa baik model sesuai dengan datanya dan sulit untuk membandingkan dengan metode alternatif akibat tidak ada ukuran goodness-fit model secara menyeluruh (Hwang&Takane, 2004)

Indikator Reflektif dan  Indikator Formatif (skripsi dan tesis)

Indikator Reflektif
Indikator reflektif merupakan variabel teramati dan dipandang sebagai
variabel yang dipengaruhi oleh variabel laten sesuai dengan konsep yang sama dan yang mendasarinya (Ghozali, 2008).
Indikator Formatif
Indikator formatif merupakan indikator-indikator yang membentuk atau
menyebabkan adanya penciptaan atau perubahan di dalam sebuah variabel laten (Wijanto, 2008, hal. 26).

Variabel-Variabel SEM (skripsi dan tesis)

Variabel laten merupakan variabel yang tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Variabel laten tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diwakili atau diukur oleh satu atau lebih variabel (indikator) (Hair et al., 2010:632). Sedangkan, variabel observasi atau manifest variable adalah variabel yang datanya harus dicari melalui penelitian lapangan misalnya melalui 7 instrumen-instrumen survey (Hair et al., 2010:635). Variabel observasi digunakan sebagai indikator dari variabel laten. Sehingga variabel laten bisa diukur secara tidak langsung melalui pengamatan pada variabel observasi. SEM mempunyai 2 jenis variabel laten yaitu variabel laten eksogen dan variabel laten endogen : 1. Variabel laten eksogen adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel laten lainnya. Dalam diagram jalur, variabel laten eksogen ditandai sebagai variabel yang tidak ada kepala panah yang menuju kearahnya dari variabel laten lainnya (Hair et al., 2010:637). Variabel laten eksogen dinotasikan dengan Ksi (ξ). 2. Variabel laten endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel laten lainnya. Dalam diagram jalur, variabel endogen ini ditandai oleh kepala panah yang menuju kearahnya dari variabel laten eksogen atau variabel laten endogen (Hair et al., 2010:637). Variabel laten endogen dinotasikan dengan Eta (η)

Structural Equation Modeling (SEM) (skripsi dan tesis)

Structural Equation Modeling (SEM) merupakan teknik dengan kombinasi dari analisis jalur (path) dan analisis regresi yang memungkinkan peneliti menguji secara simultan rangkaian hubungan yang saling terkait antara variabel terukur (measured variables) dan konstrak laten (latent constructs) (Hair et. al, 2010:634). Analisis SEM merupakan analisis multivariat yang bersifat kompleks, karena melibatkan sejumlah variable bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable) yang saling berhubungan membentuk sebuah model. Pada SEM tidak dapat dikatakan ada variabel bebas dan variabel terikat, karena sebuah variabel bebas dapat menjadi variabel terikat pada hubungan yang lain. SEM dapat dikategorikan menjadi 2 model yaitu model struktural dan model pengukuran. Model struktural yaitu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang ada diantara variabel-variabel laten. Sedangkan model pengukuran menggambarkan tentang hubungan antara variabel yang diamati (juga disebut indikator) dengan variabel laten yang mendasarinya (Kline, 1998)

KLASIFIKASI VARIABEL BERDASARKAN PROSES KUANTIFIKASI (skripsi dan tesis)

 

Variabel-variabel yang telah diidentifikasikan perlu diklasifikasikan, sesuai dengan jenis dan peranannya dalam penelitian. Klasifikasi ini sangat perlu untuk penentuan alat pengambilan data apa yang akan digunakan dan metode analisis mana yang sesuai untuk diterapkan.

Berkaitan dengan proses kuantifikasi data biasa digolongkan menjadi 4 jenis yaitu (a). Data Nominal, (b). Data Ordinal, (c). Data Interval dan, (d). Data ratio.  Demikianlah pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan dengan cara yang sama

  1. Variabel Nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses penggolongan; variabel ini bersifat diskret dan saling pilah (mutually exclusive) antara kategori yang satu dan kategori yang lain; contoh: jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan
  2. Variabel Ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu di bawahnya di beri angka 3 dan seterusnya. (ranking)
  3. Variabel Interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasaumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang  sama. Contoh: variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap sesuatu program dinyatakan dalam skor, penghasilan dan sebagainya.
  4. Variabel ratio,  adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak. (Drs. Sumadi Suryabrata .Metologi Penelitian. hal. 26-27)

PENGERTIAN VARIABEL (skripsi dan tesis)

Istilah variabel dapat diartikan bermacam – macam. Dalam tulisan ini variable diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabeL penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Kalau ada pertanyaan tentang apa yang akan di teliti, maka jawabannya berkenaan dengan variabel penelitian. Jadi variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Secara teoritis variabel dapat didefiisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai “Variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhady,1981). Dinamakan variabel karena ada variasinya.

Menurut Y.W Best yang disebut variabel penelitian adalah kondisi-kondisi atau serenteristik-serenteristik yang oleh peneliti  dimanupulasikan, dikontrol atau dioservasi dalam suatu penelitian. Sedang Direktorat Pendidikan Tinggii Depdikbud menjelaskan bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Dari kedua pengerian tersebut dapatlah dijelaskan bahwa variabel penelitian itu meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang kan diteliti.

Apa yang merupakan variabel dalam sesuatu penelitian ditentikan oleh landasan teoritisnya, dan ditegaskan oleh hipotesis penelitian. Karena itu apabila landasan teoritisnya berbeda, variabel-variebel penelitiannya juga akan berbeda. Jumlah variabel yang dijadikan objek pengamatan akan ditentukan oleh sofistikasi rancangan penelitiannya. Makin sederhana sesuatu rancangan penelitian, akan melibatkan variabel-variabel yang makin sedikit jumlahnya, dan sebaliknya.

Pembagian Variabel (skripsi dan tesis)

Variabel bisa dibagi berdasarkan: Perananan, cara pengukuran, dan bisa tidaknya diukur secara langsung.

Berdasarkan Fungsi/Peranannya dalam penelitian

Dalam penelitian kuantitatif, variabel yang telah didefinisikan secara operasional, biasanya dibagi menjadi variabel bebas (independent: aktif atau atribut), variabel terikat (dependent), dan variabel asing/ekstra/tambahan (extraneous) yang bukan merupakan subjek dari penelitian yang sedang dipelajari dan berada di luar pengamatan/kajian utama penelitian.  Pemahaman tentang variabel extraneous ini sangat penting, karena variabel ini bisa saja bersaing dengan variabel independent dan bisa mengacaukan/membingungkan dalam menjelaskan pola hubungan antara variabel independent dan variabel dependent. Oleh karena itu, dalam menentukan hubungan sebab akibat, kita seharusnya mengidentifikasi ada tidaknya variabel extraneous yang terbukti dapat mempengaruhi variabel dependent.  Apabila ada, maka variabel ekstraneous tersebut disebut dengan variabel confounding. Variabel Confounding sebaiknya di kontrol atau dimasukkan ke dalam model.  Apabila tidak, kita tidak akan yakin bahwa perubahan variabel dependent tersebut hanya disebabkan oleh variabel independent saja.

Variabel Independent (IV).

Variable independent adalah variabel yang merupakan penyebab atau yang mempengaruhi variabel dependent (DV) atau yang menyebabkan terjadinya variasi bagi variabel dependent (DV). Apabila variabel IV berubah, maka variabel DV juga akan berubah. Variable independent merupakan variable yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, variabel independent disebut juga sebagai peubah bebas dan sering juga disebut dengan variable bebas, stimulus, faktor, treatment, predictor, input, atau antecedent.

Variabel Dependent (DV).

Variable dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independent.  Variabel dependent, dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai peubah tak bebas, variabel terikat, tergantung, respons, variabel output, criteria, atau konsekuen.

Variabel ini merupakan fokus utama dari penelitian.  Variabel inilah yang nilainya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh dari variabel independent.  Nilainya bisa beragam dan tergantung pada besarnya perubahan variabel independent.  Artinya, setiap terjadi perubahan (penambahan/pengurangan) sekian kali satuan variabel independen, diharapkan akan menyebakan variabel dependen berubah (naik/turun) sekian satuan juga. Secara matematis, hubungan tersebut mungkin bisa digambarkan dalam bentuk persamaan Y = a + bX. Misalnya, Y = Hasil (ton) dan X = pupuk Urea (kg), maka setiap pupuk urea dinaikkan/atau diturunkan sebesar b (kg), maka hasil naik/turun sebesar b (ton) dan apabila tidak di berikan pupuk (b=0), maka hasilnya adalah sebesar a (ton).   Pola hubungan antara kedua variabel tersebut bisanya di kaji dalam penelitian asosiasi atau prediksi, biasanya diuji dengan menggunakan Analisis Regresi.  Berbeda dengan contoh pengaruh metode mengajar terhadap keberhasilan siswa, skala pengukuran variabel independentnya bukan merupakan variabel interval atau rasio, sehingga untuk melihat pengaruh dari variabel independet terhadap variabel dependent lebih tepat dengan menggunakan Analisis Varians (ANOVA).  Dengan Anova tersebut kita bisa menentukan ada tidaknya perbedaan diantara metode mengajar, dan apabila ada, kita bisa menentukan metode mengajar yang lebih baik atau terbaik.

Variabel Moderator

Variabel moderator merupakan variabel khusus dari variabel independent. Dalam analisis hubungan yang menggunakan minimal dua variabel, yakni satu variabel dependen dan satu atau beberapa variabel independen, adakalanya hubungan di antara kedua variabel tersebut dipengaruhi oleh variabel ketiga, yaitu faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model statistik yang kita gunakan. Variabel tersebut dinamakan dengan variabel moderator. Variabel moderator ini adalah variabel lain yang bisa memperkuat atau memperlemah hubungan antar variabel independen (bebas) dan variabel dependen (tak bebas). Dalam Analisis Varians (Anova), pengaruh dari variabel moderator ini bisa direfresentasikan sebagai pengaruh interaksi antara variabel independent (faktor) utama dengan variabel moderator (Baron and Kenny, 1986: p. 1174). Variabel ini bisa diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk mengetahui apakah keberadaannya akan mempengaruhi hubungan antara variable bebas dan variabel terikat.

Variabel Intervening/mediator.

Variabel independent dan moderator merupakan variable-variabel kongkrit. Variable tersebut dapat dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruhnya dapat dilihat atau diobservasi. Lain halnya dengan variable intervening, variable tersebut bersifat hipotetikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independent dan dependent yang sedang diteliti.

Penelitian yang melibatkan variabel intervening (mediator/mediating/mediasi/pengganggu) sangat umum dalam bidang sosiologi dan psikologi, seperti ilmu-ilmu perilaku dan penelitian non eksperimental lainnya. Untuk peneliti di bidang eksakta (terutama dalam penelitian eksperimental), mungkin tidak terlalu banyak yang mengenal atau melibatkan variabel ini, karena bersifat abstrak dan tidak bisa diukur (misterius, jangan dianggap serius.. :-)). Lihat saja pernyataan Tuckman (1988) berikut ini:

… an intervening variable is that factor that theoretically affect the observed phenomenon but cannot be seen, measure, or manipulate…”.

Banyak siswa, saya, bahkan sebagian peneliti yang masih kesulitan dalam membedakan antara variabel moderator dengan variabel pengganggu yang satu ini, intervening (mediator) maksudnya 🙂.

Variable intervening didefinisikan sebagai variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara Variabel independent dengan Variabel dependent, tetapi tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh variabel independent dan atau variable moderat terhadap gejala yang sedang diteliti (Tuckman, 1988).
Variabel ini merupakan variabel antara (penyela) yang terletak diantara Variabel independent dan Variabel dependent. Variabel ini bisa digunakan dalam menjelaskan proses hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, misalnya X → T → Y, dimana T adalah variabel intervening yang digunakan untuk menjelaskan pola hubungan antara IV dan DV.  Terminologi terakhir, yaitu sebagai variabel antara, konsiten dengan metodologi dan definisi dalam Analisis Struktural Equation Modelling (SEM)

Definisi Operasional (skripsi dan tesis)

Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi atau petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel.  Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.

Konsep-konsep yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang sudah kita anggap lebih operasional (variabel dan konstruk), biasanya belum sepenuhnya siap untuk diukur. Karena variabel dan konstruk tersebut memiliki alternatif dimensi yang bisa diukur dengan cara berlainan. Contoh tentang variabel usia/umur. Cara pengukuran variabel tersebut bisa saja berbeda, pertama mungkin Anda mengukur usianya langsung secara numerik, misalnya 4, 12.5, 18, 31 tahun dst, atau bisa saja Anda mengukur berdasarkan kategori, misalnya Balita (0-5 th), Anak-anak (5 – 14), Remaja (14 – 24), Dewasa (25 – 54), Tua (55-64), dan Lansia (>65) tahun.

Variabel dan Data (skripsi dan tesis)

Variabel berasal dari kata “vary” dan “able” yang berarti “berubah” dan “dapat”. Jadi, secara harfiah variabel berarti dapat berubah, sehingga setiap variabel dapat diberi nilai dan nilai itu berubah-ubah. Nilai tersebut bisa kuntitatif (terukur dan atau terhitung, dapat dinyatakan dengan angka) juga bisa kualitatif (jumlah dan derajat atributnya yang dinyatakan dengan nilai mutu).
Variabel merupakan element penting dalam masalah penelitian. Dalam statistik, variabel didefinisikan sebagai konsep, kualitas, karakteristik, atribut, atau sifat-sifat dari suatu objek (orang, benda, tempat, dll) yang nilainya berbeda-beda antara satu objek dengan objek lainnya dan sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannyaKarakteristik adalah ciri tertentu pada obyek yang kita teliti, yang dapat membedakan objek tersebut dari objek lainnya, sedangkan objek yang karakteristiknya sedang kita amati dinamakan satuan pengamatan dan angka atau ketegori (nilai mutu) tertentu dari suatu objek yang kita amati dinamakan variate (nilai). Kumpulan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran atau penghitungan suatu variabel dinamakan dengan data.

Karakteristik yang dimiliki suatu pengamatan keadaannya berbeda-beda (berubah-ubah) atau memiliki gejala yang bervariasi dari satu satuan pengamatan ke satu satuan pengamatan lainnya, atau, untuk satuan pengamatan yang sama, karakteristiknya berubah menurut waktu atau tempat. Apabila karakteristik setiap satuan pengamatan semuanya sama, tidak beragam, maka bukan lagi merupakan variabel, melainkan konstanta.

Contoh:

Apabila Anda sedang mempelajari sekelompok anak-anak, anak-anak di sana baru sebuah konsep, bukan variabel.  Apabila Anda tertarik untuk mengukur tinggi badannya, berat, usia, menentukan jenis kelamin, dan sebagainya,  berarti Anda sudah berbicara tentang variabel, karena nilainya bisa beragam dari anak ke anak. Untuk kepentingan penelitian, sebuah konsep bisa diubah menjadi satu atau beberapa variabel.

Misalnya saja tentang konsep anak-anak tadi, di antara sekian karakteristik yang bisa diukur, Anda lebih tertarik untuk menimbang beratnya, maka:

  • Konsep: adalah properti/karakteristik dari Anak-anak
  • Karakteristik: karakteristik yang sedang Anda amati adalah berat anak.
  • Variabel: karena berat setiap anak bisa bervariasi, maka berat merupakan variabel.
  • Satuan pengamatan: satuan pengamatannya adalah masing-masing Anak (setiap individu), dan
  • Nilai (variate/data)berat yang terukur dari setiap anak dinamakan variate (nilai).

Contoh kasus lain misalnya, jika Anda sedang mempelajari sekelompok tanaman tomat (konsep), variabel-variabel berikut mungkin menjadi pertimbangan Anda: tinggi, lebar, jumlah daun, dan jumlah buah, dan berat tomat.   Contoh variabel lainnya adalah warna mata, IQ, tingkat pendidikan, status sosial, metode mengajar, jenis pupuk, jenis varietas, jenis obat, semuanya adalah variabel karena karakteristiknya berbeda-beda.

Karakteristik dari suatu variabel harus beragam atau berubah-ubah. Sebaliknya, jika karakteristik semuanya sama, maka satuan pengamatan tersebut bukan lagi variabel, melainkan konstantaKonstanta adalah angka tertentu yang nilainya selalu tetap pada semua kondisi, misalnya kecepatan cahaya, gaya gravitasi, dsb. Namun demikian, suatu variabel bisa saja menjadi konstanta apabila nilainya di buat sama. Misalnya, jenis kelamin adalah variabel, namun apabila satuan pengamatan yang kita amati hanya dibatasi pada jenis kelamin perempuan saja, maka jenis kelamin berubah menjadi konstanta, karena nilainya sama pada semua kondisi

Cara Merumuskan Hipotesis (skripsi dan tesis)

              Cara merumuskan hipotesis  ialah dengan tahapan sebagai berikut: rumuskan hipotesis  penelitian, hipotesis operasional, dan hipotesis statistik.

              Hipotesis penelitian ialah hipotesis yang kita buat dan dinyatakan dalam bentuk kalimat dan didasarkan oleh asumsi.

Contoh 1: Hipotesis asosiatif

Rumusan masalah:

  • Adakah hubungan antara gaya kepemimpininan dengan kinerja pegawai?

Hipotesis penelitian:

  • Ada hubungan antara gaya kepemimpininan dengan kinerja pegawai

              Hipotesis operasional ialah mendefinisikan hipotesis secara operasional variabel-variabel yang ada di dalamnya agar dapat dioperasionalisasikan. Misalnya “gaya kepemimpinan” dioperasionalisasikan sebagai cara memberikan instruksi terhadap bawahan. Kinerja pegawai dioperasionalisasikan sebagai tinggi rendahnya pemasukan perusahaan. Hipotesis operasional dijadikan menjadi dua, yaitu hipotesis 0 yang bersifat netral dan hipotesis 1 yang bersifat tidak netral

              Maka bunyi hipotesis operasionalnya:

H0: Tidak ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi – rendahnya revenue perusahaan

H1: Ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi – rendahnya revenue perusahaan

              Hipotesis statistik ialah hipotesis operasional yang diterjemahkan kedalam bentuk angka-angka statistik sesuai dengan alat ukur yang dipilih oleh peneliti. Dalam contoh ini asumsi kenaikan revenue sebesar 30%, maka hipotesisnya berbunyi sebagai berikut:

H0: r= 0,3

H1: r ¹ 0,3

Contoh 2: Hipotesis deskriptif

Rumusan masalahnya: Berapa besar tingkat kenaikan suku bunga di Bank X?

Hipotesis penelitian: Tingkat kenaikan suku bunga di Bank X  kurang dari  standar

Hipotesis operasional bunyinya:

o        H0 = Tingkat kenaikan suku bunga di Bank X   sama dengan standar

o        H1 = Tingkat kenaikan suku bunga di Bank X   tidak sama dengan standar

Hipotesis statistik

o                        H0: r = 5% (0,05)

o                        H1: r ¹ 5% (0,05)

Diasumsikan standar kenaikan sama dengan 5%.

Contoh 3: Hipotesis komparatif

Rumusan masalahnya:  Bagaimana sikap konsumen  di Bandung terhadap kenaikan tarif kereta api  dibandingkan dengan sikap konsumen di Yogyakarta

Hipotesis penelitian :  Ada perbedaan sikap konsumen  di Bandung terhadap kenaikan tarif kereta api  jika dibandingkan dengan sikap konsumen di Yogyakarta

Hipotesis operasional:

o            H0 = Tidak ada perbedaan  persentase antara sikap konsumen  di Bandung terhadap kenaikan tarif kereta api  dengan sikap konsumen di Yogyakarta

o            H1 = Ada perbedaan persentase antara sikap konsumen  di Bandung terhadap kenaikan tarif kereta api  dengan sikap konsumen di Yogyakarta

Hipotesis Statistik:

H0: r Bandung = r Yogyakarta

H1: : r Bandung ¹ r Yogyakarta

2.2.5 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu: tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05. Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud dengan tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi dimana sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis, yaitu:

  • H0 (hipotessis nol)  dan H1 (hipotesis alternatif)

Contoh uji hipotesis misalnya rata-rata produktivitas pegawai sama dengan 10 (μ x= 10), maka bunyi hipotesisnya ialah:

  • H0: Rata-rata produktivitas pegawai sama dengan 10
  • H1: Rata-rata produktivitas pegawai tidak sama dengan 10

Hipotesis statistiknya:

  • H0: μ x= 10
  • H1: μ x > 10 Untuk uji satu sisi (one tailed) atau
  • H1: μ x < 10
  • H1: μ x ≠ 10 Untuk uji dua sisi (two tailed)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam uji hipotesis ialah;

  • Untuk pengujian hipotesis kita menggunakan data sample.
  • Dalam pengujian akan menghasilkan dua kemungkinan, yaitu pengujian signifikan secara statistik jika kita menolak H0 dan pengujian tidak signifikan secara statistik jika kita menerima H0.
  • Jika kita menggunakan nilai t, maka jika nilai t yang semakin besar atau menjauhi 0, kita akan cenderung menolak H0; sebaliknya jika nila t semakin kecil atau mendekati 0  kita akan cenderung menerima H0

Jenis-Jenis Hipotesis (skripsi dan tesis)

            Secara garis besar ada dua jenis hipotesis didasarkan pada tingkat   abstraksi dan bentuknya.

            Menurut tingkat abstraksinya hipotesis dibagi menjadi:

  1. a) Hipotesis yang menyatakan adanya kesamaan-kesamaan dalam dunia empiris: hipotesis jenis ini berkaitan dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat umum yang kebenarannya diakui oleh orang banyak pada umumnya, misalnya “orang jawa halus budinya dan sikapnya lemah lembut”, “jika ada bunyi hewan tenggeret maka musim kemarau mulai tiba, “ jika hujan kota Jakarta Banjir”.  Kebenaran-kebenaran umum seperti di atas yang sudah diketahui oleh orang banyak pada umumnya,  jika diuji secara ilmiah belum tentu benar.
  2. b)  Hipotesis yang berkenaan dengan model ideal: pada kenyataannya dunia ini sangat kompleks, maka untuk mempelajari kekomplesitasan dunia tersebut kita memerlukan bantuan filsafat, metode, tipe-tipe yang ada. Pengetahuan mengenai otoriterisme akan membantu kita memahami, misalnya dalam dunia kepemimpinan, hubungan ayah dalam mendidik anaknya. Pengetahuan mengenai ide nativisme akan membantu kita memahami munculnya seorang pemimpin.
  3. c) Hipotesis yang digunakan untuk mencari hubungan antar variabel: hipotesis ini merumuskan hubungan antar dua atau lebih variabel-variabel yang diteliti. Dalam menyusun hipotesisnya, peneliti harus dapat mengetahui variabel mana yang mempengaruhi variabel lainnya sehingga variabel tersebut berubah.

Menurut bentuknya, hipotesis  dibagi menjadi tiga:

  1. a)  Hipotesis penelitian / kerja: hipotesis penelitia merupakan anggapan dasar peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini peneliti mengaggap benar hipotesisnya yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian hipotesis dengan mempergunakan data yang diperolehnya selama melakukan penelitian. Misalnya: Ada hubungan antara krisis ekonomi dengan jumlah orang stress
  2. b)    Hipotesis operasional: hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat obyektif. Artinya peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya, tetapi  juga berdasarkan obyektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu peneliti memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat obyektif dan netral atau secara teknis disebut hipotesis nol (H0). H0 digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian karena peneliti meyakini dalam pengujian nanti benar atau salahnya hipotesis penelitian tergantung dari bukti-bukti yang diperolehnya selama melakukan penelitian. Contoh:

H0: Tidak ada hubungan antara jumlah jam kerja dengan jumlah pegawai yang mengalami stress.

  1. c)    Hipotesis statistik: Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif). Misalnya: H0: r= 0; atau H0: p= 0

Pertimbangan dalam  Merumuskan Hipotesis (skripsi dan tesis)

            Dalam merumuskan hipotesis peneliti perlu pertimbangan- pertimbangan diantaranya:

  • Harus mengekpresikan hubungan antara dua variabel atau lebih, maksudnya dalam merumuskan hipotesis seorang peneliti harus setidak-tidaknya mempunyai dua variabel yang akan dikaji. Kedua variabel tersebut adalah variabel bebas dan variabel tergantung. Jika variabel lebih dari dua, maka biasanya satu variabel tergantung dua variabel bebas.
  • Harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna tidak boleh menimbulkan penafsiran lebih dari satu makna. Jika hipotesis dirumuskan secara umum, maka hipotesis tersebut tidak dapat diuji secara empiris.
  • Harus dapat diuji secara empiris, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data yang didapatkan secara empiris. Sebaiknya hipotesis jangan mencerminkan unsur-unsur moral, nilai-nilai atau sikap.

Pengertian Hipotesis (skripsi dan tesis)

Tidak semua jenis penelitian mempunyai hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang selanjutnya diuji kebenarannya sesuai dengan model dan analisis yang cocok. Hipotesis penelitian dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

Secara prosedur hipotesis penelitian diajukan setelah peneliti melakukan kajian pustaka, karena hipotesis penelitian adalah rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari kajian pustaka. Hipotesis merupakan jawaban jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.

Setelah masalah dirumuskan, maka langkah berikutnya ialah merumuskan hipotesis. Apakah hipotesis itu? Ada banyak definisi hipotesis yang pada hakikatnya mengacu pada pengertian yang sama. Diantaranya ialah hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti.

Menurut Prof. Dr. S. Nasution definisi hipotesis  ialah “pernyataan tentative yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya”.  (Nasution:2000)

Zikmund (1997:112) mendefinisikan hipotesis sebagai: “Unproven proposition or supposition that tentatively explains certain facts or phenomena; a probable answer to a research question”.  Menurut Zimund hipotesis merupakan proposisi atau dugaan yang belum terbukti yang secara tentative menerangkan fakta-fakta atau fenomena tertentu dan juga merupakan jawaban yang memungkinkan terhadap suatu pertanyaan riset.

 Korelasi antar Variabel (skripsi dan tesis)

Dikenal 3 macam Korelasi antar Variabel, yaitu :

  1. Korelasi Simetris

Korelasi Simetris terjadi bila antar dua variable terdapat hubungan, tetapi tidak ada mekanisme pengaruh – mempengaruhi ; masing – masing bersifat mandiri.

Korelasi Simetris terjadi karena :

  • Kebetulan.
  • Sama – sama merupakan akibat dari faktor yang sama (Sebagai akibat dari Variabel Bebas)
  • Sama – sama sebagai Indikator dari suatu konsep yang sama.
  1. Korelasi Asimetris

Korelasi Asimatris ialah Korelasi antara dua variable dimana variable yang satu bersifat mempengaruhi variable yang lain ( Variable Bebas dan Variable Terikat

  1. Korelasi Timbal Balik

Korelasi Timbal Balik adalah Korelasi antar dua variable yang antar keduanya saling pengaruh – mempengaruhi.

Pengukuran Variabel (skripsi dan tesis)

Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu :

  1. Skala Nominal

Skala Nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain.

Misalnya :

  • Jenis Kelamin : dibedakan antara laki – laki dan perempuan
  • Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
  • Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
  • Ras : dapat dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
  • Suku Bangsa : dpt dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.

Skala Nominal, variasinya tidak menunjukkan perurutan atau kesinambungan, tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah. Dalam Skala Nominal tidak dapat dipastikan apakah kategori satu mempunyai derajat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori yang lain ataukah kategori itu lebih baik atau lebih buruk dari kategori yang lain.

  1. Skala Ordinal

Skala Ordinal adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan.Skala Ordinal adalah himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan. Skala Ordinal adalah kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain.

Contoh :

  • Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
  • Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
  • Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III. Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III lebih berat daripada Stadium II.Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
  • Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju. Dsb.
  1. Skala Interval

Skala Interval Adalah Skala Data Kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb); tetapi Nilai Mutlaknya tidak dapat dibandingkan secara Matematis, oleh karena itu batas – batas Variasi Nilai pada Skala Interval bersifat arbiter (angka nolnya tidak absolute)

Contoh :

  • Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu/Temperatur sama sekali).
  • Tingkat Kecerdasan,
  • Jarak, dsb.
  1. Skala Ratio(Skala Perbandingan).

Skala Ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai NOL ABSOLUT ).

Misalnya :

  • Tinggi Badan : sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan hahwa : tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
  • Denyut Nadi : Nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan tidak ada sama sekali denyut nadinya.
  • Berat Badan
  • Dosis Obat, dsb.

Dari uraian di atas jelas bahwa Skala Ratio, Interval, Ordinal dan Nominal berturut – turut memiliki nilai kuantitatif dari yang Paling Rinci ke yang Kurang Rinci. Skala Ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki Skala Interval, Ordinal dan Nominal. Skala Interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki Skala Ordinal dan Nominal, sedangkan Skala Ordinal memiliki sifat yang dimiliki Skala Nominal.

Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya Transformasi Skala Ratio dan Interval menjadi Ordinal atau Nominal. Transformasi ini dikenal sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan metode statistik tertentu, terutama yang menghendaki skala data dalam bentuk Ordinal atau Nominal.

Sebaliknya, Skala Ordinal dan Nominal tidak dapat diubah menjadi Interval atau Ratio. Skala Nominal yang diberi label 0, 1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).

   Jenis-jenis Variabel penelitian (skripsi dan tesis)

Dalam terminologi Metodologik, dikenal beberapa macam variabel penelitian. Berdasarkan hubungan antara satu variabel satu dengan variabel yang lain, maka macam – macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi :

  1. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel ini sering disebut sebagai Variabel Stimulus, Predictor, Antecedent, Variabel Pengaruh, Variabel Perlakuan, Kausa, Treatment, Risiko, atau Variable Bebas. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Eksogen. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.

  1. Variabel Dependen (Variabel terikat)

Sering disebut sebagai Variabel Out Put, Kriteria, Konsekuen, Variabel Efek, Variabel Terpengaruh, Variabel Terikat atau Variabel Tergantung. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Indogen. Variabel Terikat merupakan Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut Variabel Terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas/variabel independent.

  1. Variabel Moderator

Variabel Moderator adalah variabel yang mempengaruhi (Memperkuat dan Memperlemah) hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat. Variabel Moderator disebut juga Variabel Independen Kedua.

  1. Variabel Intervening

Dalam hal ini Tuckman (1988) menyatakan “an intervening variable is that factor that theoretically affect the observed phenomenon but cannot be seen, measure, or manipulate”. Variabel Intervening adalah Variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan variabel Penyela/Antara yang terletak diantara Variabel Bebas dan Variabel Terikat, sehingga Variabel Bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya Variabel Terikat.

Contoh :

Tinggi rendahnya penghasilan akan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap umur harapan hidup. Di sini ada varaibel antaranya yaitu yang berupa Gaya Hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel moderator yaitu Budaya Lingkungan Tempat Tinggal.

  1. Variabel Kontrol

Variabel Kontrol adalah Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel Kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat membandingkan, melalui penelitian eksperimental.

Pada kenyataannya gejala-gejala sosial itu sering meliputi berbagai macam variabel yang saling terkait secara simultan baik variabel bebas, terikat, moderator, maupun intervening sehingga penelitian yang baik akan mengamati semua variabel tersebut. Akan tetapi, karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, peneliti seringkali hanya memfokuskan pada beberapa variabel yaitu variabel independen dan dependen. Akan tetapi dalam penelitian kualitatif hubungan anatar semua variabel tersebut akan diamati, hal ini diakrenakan dalam penelitian kualitatif berasumsi bahwa gejala itu tidak dapat diklasifikasikan, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (holistic)

Pengertian Variabel (skripsi dan tesis)

Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007) Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan Variabel sebagai berikut :

Menurut Hatch & Farhady (1981) variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.

Menurut Kerlinger (1973) variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji, produktifitas kerja, dll. Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang bervariasi.

Sedangkan menurut Kidder (1981) variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Menurut (Bhisma Murti (1996) variabel didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.

Menurut Sudigdo Sastroasmoro, variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek lainnya. Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007) mengungkapkan variabel sebagai konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variabel.

Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.

Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002) berpendapat variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.

Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, maka dapat dirumuskan definisi variabel penelitian adalah “suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”

Variabel penelitian memiliki beberapa kegunaan antara lain :

  • Untuk mempersiapkan alat dan metode pengumpulan data
  • Untuk mempersiapkan metode analisis/pengolahan data
  • Untuk pengujian hipotesis

Dalam pelaksanaan penelitian, sebaiknya variabel penelitian ditetapkan dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar variabel penelitian tersebut relevan dengan tujuan penelitian dan dapat diamati dan dapat diukur.

Dalam suatu penelitian, variebel perlu diidentifikasikan, diklasifikasikan dan didefinisikan secara operasional dengan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta dalam pengujian hipotesis.

Pengertian Variabel Intervening (skripsi dan tesis)

Menurut Tuckman (dalam Sugiyono, 2007) variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan variabel penyela / antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen.

“A mediating variable is one which specifies how (or the mechanism by which) a given effect occurs between an independent variable (IV) and a dependent variable (DV).” (Holmbeck, 1997, p. 599).

Dari definisi ini, intervening (mediator) dikatakan memberikan pengaruh di antara IV dan DV. Dapat merubah hasil, persamaannya adalah mediator variabel / variabel perantara, sulit untukj diantisipasi, dll. Dimananakah posisinya ?? yaitu di tengah.

Metode AHP (skripsi dan tesis)

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis sehingga dapat
memberikan suatu sistem kerja yang jelas. Metode yang dipakai dalam
pengolahan data adalah metode AHP, karena
1. AHP dapat mengarahkan proses pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi dan menimbang kriteria yang dipilih, menganalisis
data yang berhasil dikumpulkan dari kriteria tersebut dan tentunya
proses pengambilan keputusan dapat berlangsung lebih cepat dan
efisien (Saaty, 1991).
2. AHP mampu menciptakan suatu hasil yang representatif dengan
memadukan beberapa pendapat pakar. Dimana kualitas yang
dihasilkan tergantung pada ketepatan pemilihan pakar serta proses
penyusunan bobot yang dilakukan oleh peneliti.
3. Untuk memodelkan problema-problema tak terstruktur, baik dalam
bidang ekonomi, sosial, maupun sains manajemen.
4. Baik digunakan dalam memodelkan problema-problema dan
pendapat sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada telah
benar-benar dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan
dan dprioritaskan untuk dikaji.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan komponenkomponen tersebut secara berpasangan dengan nilai yang merupakan
skala komparasi yang dikeluarkan oleh Saaty (1991) sesuai dengan
penilaian sehingga membentuk matriks persegi (n x n). Dengan
menggunakan rumus matematika dalam proses hirarki analitik, data
hasil diolah untuk mengetahui konsistensi indeks dan konsistensi rasio
matrik pendapat individu. Jika matrik pendapat individu tersebut tidak
konsisten, maka dilakukan revisi pendapat setelah itu dilakukan
kembali pengolahan data hingga menghasilkan vektor prioritas sistem
untuk masing-masing alternatif.
Adapun langkah-langkah penggunaan metode AHP, yaitu pertama
menentukan tujuan dan memberi bobot bagi setiap kriteria. Kedua,
membuat pair-wise comparison. Ketiga, menentukan bobot relatif dari
setiap sub-kriteria pada setiap tingkat hirarki kriteria. Keempat,
menghitung tingkat bobot sub-kriteria. Kelima, menghitung
kekonsistenan dari hasil perhitungan.

Analisis SWOT (skripsi dan tesis)

Analisis SWOT kualitatif yang digunakan didasarkan pada
wawancara terbatas. Dalam SWOT dipetakan faktor internal yang terdiri
dari kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang terdiri dari
peluang dan ancaman. Setelah mengumpulkan semua informasi yang
berpengaruh terhadap kondisi program pengembangan karir, tahap
selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam
pemilihan alternatif strategi program pengembangan karir melalui talent
management. Alat yang digunakan adalah matrik SWOT (Tabel 3).
Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya.

matriks SWOT menghasilkan empat sel
kemungkinan strategi alternatif, yaitu:
1. Strategi S-O dibuat berdasarkan jalan pikiran yang ada yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang yang sebesar-besarnya.
2. Strategi S-T menggunakan kekuatan untuk menghindari atau
mengurangi dampak ancaman eksternal.
3. Strategi W-O diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi W-T berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta
menghindari ancaman.
Penentuan strategi yang dibangun melalui matriks SWOT memiliki 8
tahapan, yaitu:
1. Buat daftar peluang-peluang eksternal perusahaan.
2. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal perusahaan.
3. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal perusahaan.
4. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal perusahaan.
5. Cocokan kekuatan internal dan peluang eksternal dan catat hasilnya
dalam sel strategi SO
6. Cocokan kelemahan internal dan peluang eksternal dan catat hasilnya
dalam sel strategi WO
7. Cocokan kekuatan internal dan ancaman eksternal dan catat hasilnya
dalam sel strategi ST
8. Cocokan kelemahan internal dan ancaman eksternal dan catat
hasilnya dalam strategi WT

Analytical Hierarchy Process (AHP) (skripsi dan tesis)

Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty, seorang ahli matemtika dari univeristas Pittsburg, Amerika
Serikat, pada awal tahun 1970-an. AHP adalah metode pengambilan
keputusan yang termasuk dalam kategori complex decision (keputusan yang
pelik, rumit). AHP adalah alat bantu yang telah terbukti kemampuannya, dan
secara efektif dapat digunakan dalam complex decision process. Tidak hanya
itu AHP dapat mengarahkan proses pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi dan menimbang kriteria yang dipilih, menganalisis data
yang berhasil dikumpulkan dari kriteria tersebut, dan tentunya proses
pengambilan keputusan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien. AHP
merupakan metode yang memodelkan prioritas permasalahan yang tidak
terstruktur seperti dalam bidang ekonomi, sosial, dan ilmu-ilmu manajemen.
Saaty (1991) menyatakan terdapat tiga prinsip AHP, yaitu:
1. Penyusunan hirarki, yaitu memecahkan persoalan menjadi unsur-unsur
yang terpisah
2. Penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut
kepentingannya.
3. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan.
Tahapan paling penting dalam analisis adalah penilaian dengan teknik
komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap elemen-elemen pada
suatu tingkat hirarki. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik
dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lain berdasarkan skala komparasi yang telah ditetapkan . Tahap berikutnya adalah
melakukan sintesis terhadap hasil penilaian yang dilakukan untuk menentukan
elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah.

Metode Pemecahan masalah dengan menggunakan proses hirarki analitik
untuk menguraikan sistem yang komplek sehingga menjadi elemen-elemen
yang lebih sederhana. Menurut Saaty (1991), hirarki merupakan abstraksi
hubungan dan pengaruh antara elemen-elemen dalam struktur pada
keseluruhan sistem yang dipelajari. Abstraksi merupakan bentuk hubungan
antara elemen yang menggambarkan sistem secara keseluruhan.
Cara yang paling umum digunakan untuk menyusun hirarki adalah dengan
mempelajari literatur mengenai sistem yang dipelajari atau melakukan diskusi
dengan pihak atau orang yang berhubungan dengan sistem, karena pada
prakteknya tidak ada prosedur baku yang digunakan untuk menyusun hirarki.
Hirarki dalam metode ini, terdiri atas fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif
Keuntungan digunakannya hirarki dalam pemecahan masalah menurut
Saaty (1991) adalah:
1. Hirarki mewakili suatu sistem yang dapat menerangkan bagaimana
prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada
level bawahnya.
2. Hirarki memberikan informasi rinci mengenai struktur dan fungsi dari
sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai
aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi.
3. Sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki
dibandingkan dalam bentuk lain.
4. Bersifat stabil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur
yang telah tersusun baik tidak akan mengganggu penampilannya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) memasukkan pertimbangan dan
nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini tergantung pada imajinasi,
pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah, dan
tergantung pada logika, intuisi dan pengalaman untuk memberi pertimbangan.
Selanjutnya AHP menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen
dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan.
Saaty (1991) juga mengemukakan bahwa tahapan-tahapan proses dalam
AHP adalah menyusun hirarki, menetapkan prioritas dan prinsip konsistensi.
Penilaian dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan terhadap elemenelemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan dengan menggunakan skala pengkuran yang dapat membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi dalam bentuk pendapat (kualitatif) ke dalam bentuk nilai angka (kuantitatif).

Uji Kecocokan Model Pada SEM (skripsi dan tesis)

Menurut Hair et al. (1998), SEM tidak mempunyai uji statistik tunggal terbaik yang dapat menjelaskan kekuatan dalam memprediksi sebuah model. Sebagai gantinya, peneliti mengembangkan beberapa kombinasi ukuran kecocokan model yang menghasilkan tiga perspektif, yaitu ukuran kecocokan model keseluruhan, ukuran kecocokan model pengukuran, dan ukuran kecocokan model struktural. Langkah pertama adalah memeriksa kecocokan model keseluruhan. Ukuran kecocokan model keseluruhan dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut: 1) Ukuran kecocokan mutlak (absolute fit measures), yaitu ukuran kecocokan model secara keseluruhan (model struktural dan model pengukuran) terhadap matriks korelasi dan matriks kovarians. Uji kecocokan tersebut meliputi: a. Uji Kecocokan Chi-Square Uji kecocokan ini mengukur seberapa dekat antara implied covariance matrix (matriks kovarians hasil prediksi) dan sample covariance matrix (matriks kovarians dari sampel data). Hipotesis yang digunakan adalah H0: Σ=Σ(θ) ; H1: Σ≠Σ (θ) , dengan 25 Σ adalah matriks kovarians sampel sedangkan Σ(θ) adalah matriks kovarians hasil prediksi dari model. Dalam prakteknya, P-value diharapkan bernilai lebih besar sama dengan 0,05 agar H0 dapat diterima yang menyatakan bahwa model adalah baik. Pengujian Chi-square sangat sensitif terhadap ukuran data. Yamin dan Kurniawan (2009) menganjurkan untuk ukuran sampel yang besar (lebih dari 200), uji ini cenderung untuk menolak H0. Namun sebaliknya untuk ukuran sampel yang kecil (kurang dari 100), uji ini cenderung untuk menerima H0. Oleh karena itu, ukuran sampel data yang disarankan untuk diuji dalam uji Chi-square adalah sampel data berkisar antara 100 – 200. b. Goodnees-Of-Fit Index (GFI) Ukuran GFI pada dasarnya merupakan ukuran kemampuan suatu model menerangkan keragaman data. Nilia GFI berkisar antara 0 – 1. Sebenarnya, tidak ada kriteria standar tentang batas nilai GFI yang baik. Namun bisa disimpulkan, model yang baik adalah model yang memiliki nilai GFI mendekati 1. Dalam prakteknya, banyak peneliti yang menggunakan batas minimal 0,9. c. Root Mean Square Error (RMSR) RMSR merupakan residu rata-rata antar matriks kovarians/korelasi teramati dan hasil estimasi. Nilai RMSR < 0,05 adalah good fit. d. Root Mean Square Error Of Approximation (RMSEA) RMSEA merupakan ukuran rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan dalam populasi. Nilai RMSEA < 0,08 adalah good fit, sedangkan Nilai RMSEA < 0,05 adalah close fit. e. Expected Cross-Validation Index (ECVI) Ukuran ECVI merupakan nilai pendekatan uji kecocokan suatu model apabila diterapkan pada data lain (validasi silang). Nilainya didasarkan pada perbandingan antarmodel. Semakin kecil nilai, semakin baik. f. Non-Centrality Parameter (NCP) NCP dinyatakan dalam bentuk spesifikasi ulang Chi-square. Penilaian didasarkan atas perbandingan dengan model lain. Semakin kecil nilai, semakin baik. 2) Ukuran kecocokan incremental (incremental/relative fit measures), yaitu ukuran kecocokan model secara relatif, digunakan untuk perbandingan model yang diusulkan dengan model dasar yang digunakan oleh peneliti. Uji kecocokan tersebut meliputi: 26 a. Adjusted Goodness-Of-Fit Index (AGFI) Ukuran AGFI merupakan modifikasi dari GFI dengan mengakomodasi degree of freedom model dengan model lain yang dibandingkan. AGFI ≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ AGFI ˂ 0,9 adalah marginal fit. b. Tucker-Lewis Index (TLI) Ukuran TLI disebut juga dengan non normed fit index (NNFI). Ukuran ini merupakan ukuran untuk pembandingan antarmodel yang mempertimbangkan banyaknya koefisien di dalam model. TLI≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ TLI ˂ 0,9 adalah marginal fit. c. Normed Fit Index (NFI) Nilai NFI merupakan besarnya ketidakcocokan antara model target dan model dasar. Nilai NFI berkisar antara 0 – 1. NFI ≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ NFI ˂ 0,9 adalah marginal fit. d. Incremental Fit Index (IFI) Nilai IFI berkisar antara 0 – 1. IFI ≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ IFI ˂ 0,9 adalah marginal fit. e. Comparative Fit Index (CFI) Nilai CFI berkisar antara 0 – 1. CFI ≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ CFI ˂0,9 adalah marginal fit. f. Relative Fit Index (RFI) Nilai RFI berkisar antara 0 – 1. RFI ≥ 0,9 adalah good fit, sedangkan 0,8 ≤ RFI ˂ 0,9 adalah marginal fit. 3) Ukuran kecocokan parsimoni (parsimonious/adjusted fit measures), yaitu ukuran kecocokan yang mempertimbangkan banyaknya koefisien didalam model. Uji kecocokan tersebut meliputi: a. Parsimonious Normed Fit Index (PNFI) Nilai PNFI yang tinggi menunjukkan kecocokan yang lebih baik. PNFI hanya digunakan untuk perbandingan model alternatif. b. Parsimonious Goodness-Of-Fit Index (PGFI) Nilai PGFI merupakan modifikasi dari GFI, dimana nilai yang tinggi menunjukkan model lebih baik digunakan untuk perbandingan antarmodel. c. Akaike Information Criterion (AIC) 27 Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik digunakan untuk perbandingan antarmodel. d. Consistent Akaike Information Criterion (CAIC) Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik digunakan untuk perbandingan antarmodel. e. Criteria N (CN) Estimasi ukuran sampel yang mencukupi untuk menghasilkan adequate model fit untuk Chi-squared. Nilai CN > 200 menunjukkan bahwa sebuah model cukup mewakili sampel data. Setelah evaluasi terhadap kecocokan keseluruhan model, langkah berikutnya adalah memeriksa kecocokan model pengukuran dilakukan terhadap masing-masing konstrak laten yang ada didalam model. Pemeriksaan terhadap konstrak laten dilakukan terkait dengan pengukuran konstrak laten oleh variabel manifest (indikator). Evaluasi ini didapatkan ukuran kecocokan pengukuran yang baik apabila: 1. Nilai t-statistik muatan faktornya (faktor loading-nya) lebih besar dari 1,96 (t-tabel). 2. Standardized faktor loading (completely standardized solution LAMBDA) ≥ 0,5 . Setelah evaluasi terhadap kecocokan pengukuran model, langkah berikutnya adalah memeriksa kecocokan model struktural. Evaluasi model struktural berkaitan dengan pengujian hubungan antarvariabel yang sebelumnya dihipotesiskan. Evaluasi menghasilkan hasil yang baik apabila: 1. Koefisien hubungan antarvariabel tersebut signifikan secara statistik (t-statistik ≥ 1,96). 2. Nilai koefisien determinasi (R2 ) mendekati 1. Nilai R2 menjelaskan seberapa besar variabel eksogen yang dihipotesiskan dalam persamaan mampu menerangkan variabel endogen.

Estimasi Model (Model Estimation) Pada SEM (skripsi dan tesis)

Pada proses estimasi parameter, penentuan metode estimasi ditentukan oleh uji Normalitas data. Jika Normalitas data terpenuhi, maka metode estimasi yang digunakan adalah metode maximum likelihood dengan menambahkan inputan berupa covariance matrix dari data pengamatan. Bollen (1989) diacu oleh Wijanto (2008) menyarankan beberapa alternatif ketika terjadi non-normality atau excessive kurtosis, yaitu : a. Mentransformasikan variabel sedemikian rupa sehingga mempunyai multinormalitas yang lebih baik dan menghilangkan kurtosis yang berlebihan b. Menyediakan penyesuaian pada uji statistik dan kesalahan standar biasa sedemikian sehingga hasil modifikasi uji signifikan dari scale free adalah secara asimptotis benar. c. Menggunakan bootstrap resampling procedures. d. Menggunakan estimator alternatif yang menerima ketidaknormalan dan estimator tersebut asymptotically efficient. Weighted Least Square (WLS) estimator adalah salah satu di antara metode tersebut

Identifikasi Model (Model Identification) Pada SEM (skripsi dan tesis)

 Untuk mencapai identifikasi model dengan kriteria over-identified model (penyelesaian secara iterasi) pada program LISREL dilakukan penentuan sebagai berikut: a. untuk konstrak laten yang hanya memiliki satu indikator pengukuran, maka koefisien faktor loading (lamda, λ ) ditetapkan 1 atau membuat error variance indikator pengukuran tersebut bernilai nol. b. untuk konstrak laten yang hanya memiliki beberapa indikator pengukuran (lebih besar dari 1 indikator), maka ditetapkan salah satu koefisien faktor loading (lamda, λ ) bernilai 1. Penetapan nilai lamda = 1 merupakan justifikasi dari peneliti tentang indikator yang dianggap paling mewakili konstrak laten tersebut. Indikator tersebut disebut juga sebagai variable reference.   Jika tidak ada indikator yang diprioritaskan (ditetapkan), maka variable reference akan diestimasi didalam proses estimasi model.

Spesifikasi Model (Model Spesification) Pada SEM (skripsi dan tesis)

Pada tahap ini, spesifikasi model yang dilakukan oleh peneliti meliputi: a. mengungkapkan sebuah konsep permasalahan peneliti yang merupakan suatu pertanyaan atau dugaan hipotesis terhadap suatu masalah. b. mendefinisikan variabel-variabel yang akan terlibat dalam penelitian dan mengkategorikannya sebagai variabel eksogen dan variabel endogen. c. menentukan metode pengukuran untuk variabel tersebut, apakah bisa diukur secara langsung (measurable variable) atau membutuhkan variabel manifest (manifest variabel atau indikator-indikator yang mengukur konstrak laten). d. mendefinisikan hubungan kausal struktural antara variabel (antara variabel eksogen dan variabel endogen), apakah hubungan strukturalnya recursive (searah, X →Y) atau nonrecursive (timbal balik, X ↔Y) . e. langkah optional, yaitu membuat diagram jalur hubungan antara konstrak laten dan konstrak laten lainnya beserta indikator-indikatornya. Langkah ini dimaksudkan untuk memperoleh visualisasi hubungan antara variabel dan akan mempermudah dalam pembuatan program LISREL

Vector Auto Reregressive (VAR (skripsi dan tesis)

metode analisis Vector Auto Reregressive (VAR) yang diperkenalkan pertama kali oleh Sims (1980) sebagai alternative terhadap model makro ekonometrika berdasarkan pendekatan struktural simultan. Brooks (2008, p.290) menjelaskan bahwa VAR adalah model ekonometrika yang merupakan pengembangan dari model univariate autoregressive. VAR adalah model sistem regresi dengan lebih dari satu variabel dependen yang mengalami pengembangan dengan memasukan struktur multivariate yaitu menyatukan model time series univariate dengan model persamaan simultan. Metode VAR untuk penelitian ini menggunakan asumsi semua variabel adalah endogen, namun tidak menutup adanya peran eksogen dalam VAR

Analisis Regresi Logistik Biner (skripsi dan tesis)

Menurut Jeffwu (1985) dalam Gantini (2005), model logistik merupakan
regresi yang saling dapat menggantikan satu dengan yang lain untuk
menganlisis peubah respon biner. Untuk itu, sering dibuat salah satu model
tanpa mempertimbangkan model lain yang mungkin akan menghasilkan model
yang lebih sesuai. Regresi logistik sering digunakan dalam menyelesaikan
masalah klasifikasi pada metode parametrik. Metode ini digunakan untuk
menggambarkan hubungan variabel dependen dengan variabel independen
bersifat kategori, kontinu atau kombinasi keduanya.
Ariyoso (2010) menjelaskan asumsi-asumsi dalam regresi logistik diantaranya:
a. Tidak mengasumsikan hubungan linier antar variabel dependen dan
independen.
b. Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 variabel).
c. Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama antar
kelompok variabel.
d. Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum dibutuhkan
hingga 50 sampel data untuk sebuah variabel prediktor.
Poedjiati (2008) mengemukakan bahwa regresi logit adalah prosedur
pemodelan yang diterapkan untuk memodelkan variabel respon (Y) yang
bersifat kategori berdasarkan satu atau lebih variabel prediktor (X) baik itu
yang bersifat kategori maupun kontinu. Dalam mengestimasi model regresi
dan pendugaan koefisien terdapat metode yang dapat digunakan yaitu metode
maximum likelihood, nonintractive weighted least square, dan discriminat
function anaysis.

tahapan dalam peramalan ARIMA-QR (skripsi dan tesis)

tahapan dalam penelitian yang dilakukan untuk peramalan ARIMA-QR: 1. Persiapan Data a. Membagi data menjadi 70% training set dan 30% testing set 2. Peramalan menggunakan ARIMA a. Identifikasi Model Pada tahap identifikasi model dilakukan pembuatan plot data time series. Kemudian dilakukan uji stasioner ragam dan uji stasioner rataan. Jika data belum stasioner dalam ragam, maka perlu dilakukan proses transformasi. Jika data belum stasioner terhadap mean, maka dilakukan proses differencing. Identifikasi model ARIMA dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi ACF maupun PACF dari data yang sudah stasioner untuk menentukan model awal (penentuan orde AR dan MA). b. Estimasi Parameter Parameter dikatakan signifikan jika memiliki nilai pvalue < α atau p-value < 0,05. Jika telah menemukan parameter yang sesuai, maka dilanjutkan dengan proses uji diagnosa c. Uji Diagnosa Uji diagnosa dapat dilakukan dengan membuat plot ACF dan PACF untuk residualnya. Uji diagnosa dapat dilihat dari nilai p pada correlogram q-statistic dan squared residual. Nilai p > 0,05 pada q-statistic menandakan bahwa residual atau sisaan bersifat random atau acak, yang berarti model dapat diterima. Nilai p > 0.05 pada squared residual menandakan bahwa sisaan bersifat homogen. Model yang telah memnuhi kriteria dapat digunakan untuk melakukan peramalan. d. Peramalan Setelah mendapatkan model terbaik dari hasil uji parameter dan uji diagnosa, maka proses selanjutnya adalah melakukan peramalan dengan menggunakan model tersebut.   3. Peramalan menggunakan metode Quantile Regression (QR) a. Menentukan quantile quantile yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.25, 0.50, dan 0.75. b. Menganalisis variabel Menganalisis variabel yaitu terkait variabel independen dan regressor (variabel bebas), termasuk menganalisis hubungan antar variabel. c. Mencari nilai prediksi d. Menghitung kesalahan peramalan 4. Analaisa Hasil dan penarikan kesimpulan Menganalisa dan membandingkan metode antara ARIMA saja dan metode campuran ARIMA-QR.

Time Series (skripsi dan tesis)

Metode analisis yang telah dibicarakan hingga sekarang analisis terhadap data mengenai sebuah karakteristik atau atribut (jika data itu kualitatif) dan mengenai sebuah variabel, diskrit ataupun kontinyu (jika dta itu kuantitatif) tetapi sebagaimana disadari banyak persoalan atau fenomenayang meliputi lebih dari sebuah variabel(Sudjana,1995). Pemodelan data deret waktu merupakan bagian yang cukup penting dalam berbagai riset. Masalah pemodelan deret waktu seringkali dikaitkan dengan ptroses peramalan suatu karakteristik tertentu pada periodeke depan dan untuk mengendalikam suatu proses atau mengenali pola perilaku sistem. Model analisis telah menyediakan suatu metode peramalan yang sederhana yang mampu .menggambarkan pola dan kecenderungan data deret waktu. Namun model tersebut akan mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi apabila perilaku data deret waktu tidak terlalu kompleks dan kondisis awal terpenuhi dengan baik

Forecasting (skripsi dan tesis)

Dalam melakukan analisis kegiatan usaha perusahaan haruslah diperkirakan apa yang akan terjadi dalam usaha yang akan datang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Martiningtyas (2004) dalam bukunya statistik bahwa kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang disebut peramalan atau forecasting.
Persamaan y=a+bx dapat digunakan untuk meramalkan respon nilai tengah pada x = X0. Dalam hal ini X0 tidak harus sama dengan nilai x yang lain. Persamaan itu dapat juga digunakan untuk meramalkan
nilai tunggal y0 bagi peubah acak bila x = Xo .Tentu saja kita dapat membayangkan bahwa galat peramalannya akan lebih tnggi pada peramalan nilai tunggal dibandingkan dengan peramalan nilai tengahnya. Pada gilirannya ini akan mempengaruhi panjang selang kepercayaan bagi nilai ramalan
tersebut(walpole,1993)

Regresi (skripsi dan tesis)

Regresi merupakan teknik statistika untuk menentukan
persamaan garis atau kurva dengan meminimumkan
penyimpangan antara data pengamatan dan nilai-nilai
dugaannya [9]. Secara luas, analisis regresi diartikan sebagai
suatu analisis ketergantungan antara variabel tergantung
(independent variable) kepada variabel bebas (dependent
variable). Analisis regresi diartikan sebagai analisis variabel
bebas dalam rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai
variabel tergantung dependent variable) dengan diketahuinya
nilai variabel bebas [10].

Box Jenkins (ARIMA) (skripsi dan tesis)

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) atau
Model Box-Jenkins merupakan salah satu teknik model
peramalan timeseries yang hanya berdasarkan perilaku data
variabel yang diamati. ARIMA memiliki sifat yang fleksibel
(mengikuti pola data), memiliki tingkat akurasi peramalan yang
cukup tinggi. Mengikuti pola data disini maksudnya adalah jika
data tidak stasioner, data tersebut dapat disesuaikan menjadi
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018) 2337-3520 (2301-928X Print) A134
data stasioner dengan melakukan differencing. Adapun
langkah-langkah yang harus diambil dalam menganalisis data
dengan teknik Box-Jenkins atau ARIMA adalah sebagai
berikut [8]:
Langkah 1. Identifikasi Model
Pada tahap ini, kita memilih model yang tepat yang bisa
mewakili deret pengamatan. Identifikasi model dilakukan
dengan:
a. Membuat plot data time series agar dapat
diketahuiapakah data mengandung trend, musiman,
outlier, variansi tidak konstan. Jika data time series tidak
stasioner maka data harus distasionerkan terlebih
dahulu. Jika data tidak stasioner dalam varians dan
mean, maka langkah pertama harus menstabilkan
variansinya.
b.Menghitung dan mencocokkan sampel ACF dan PACF
dari data time series yang asli. Sampel ACF dan PACF
dari data time series yang asli dapat digunakan untuk
menentukan tingkat differencing yang sebaiknya
digunakan.
c. Menghitung dan mencocokkan sampel ACF dan PACF
dari data time series yang telah ditransformasikan dan
didiferencing.
Langkah 2. Estimasi Parameter
Pada tahap ini, kita memilih taksiran model yang baik dengan
melakukan uji hipotesis untuk parameter.
Hipotesis :
H0 : parameter tidak signifikan
H1 : parameter signifikan
Level toleransi () = 5% = 0,05
Kriteria uji : Tolak H0 jika p-value <.
Langkah 3. Uji Diagnosis
Setelah mendapatkan estimator ARIMA, langkah
selanjutnya adalah memilih model yang mampu menjelaskan
data dengan baik. Caranya adalah dengan melihat apakah
residual bersifat random sehingga merupakan residual yang
relatif kecil. Jika tidak, maka harus kembali ke langkah pertama
untuk memilih model yang lain.
Langkah 4. Prediksi (Peramalan)
Setelah didapatkan model terbaik yang sesuai, maka langkah
selanjutnya adalah menggunakan model tersebut untuk
melakukan peramalan

Peramalan (skripsi dan tesis)

Peramalan adalah proses memperkirakan nilai di masa
mendatang dengan menggunakan data yang ada di masa
lampau. Data di masa lampau secara sistematis dikombinasikan
dan diolah untuk memperkirakan suatu nilai di masa
mendatang. Terdapat dua pendekatan untuk melakukan
peramalan, yaitu dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan
kuantitatif [7].
a. Metode peramalan kualitatif yang menggabungkan faktorfaktor seperti intuisi pengambilan keputusan, emosi,
pengalaman pribadi
b.Metode peramalan kuantitatif yang menggunakan satu atau
lebih model matematis dengan data masa lalu dan variabel
sebab akibat untuk meramalkan permintaan. Pada dasarnya
metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu model
deret waktu (time series), dan model kausal.
Metode peramalan kuantitatif juga dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu :
1) Model deret waktu/time series
Pada model ini, suatu variabel diramalkan berdasarkan
nilai variabel itu sendiri di periode sebelumnya
2) Model kausal/explanatory
Pada model ini, suatu variabel diramalkan berdasarkan
nilai dari satu atau lebih variabel lain yang berpengaruh.
Atau dengan kata lain model kausal adalah memasukkan
dan menguji variabel-variabel yang diduga akan
mempengaruhi variabel dependen. Model ini biasanya
menggunakan analisis regresi untuk menentukan mana
variabel yang signifikan mempengaruhi variabel
dependen. Selain menggunakan analisis regresi, model
kausal juga dapat menggunakan metode ARIMA atau
Box-Jenkins untuk mencari model terbaik yang dapat
digunakan dalam peramalan
Secara umum, dalam melakukan peramalan terdiri dari
beberapa tahapan khususnya jika menggunakan metode
kuantitatif [8].Tahapan tersebut adalah:
a) Mendefinisikan tujuan dari peramalan
b) Membuatdiagram pencar (Plot Data)
c) Memilih model peramalan yang tepat sesuai dengan
plot data
d) Melakukan peramalan
e) Menghitung kesalahan ramalan (forecast error)
f) Memilih metode peramalan dengan kesalahan yang
terkecil
g) Melakukan verifikasi peramalan

Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) (skripsi dan tesis)

Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) yang biasa disebut dengan metode Box-Jenkins merupakan metode yang dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1970 [1]. Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) adalah metode yang digunakan untuk peramalan jangka pendek. Penggunaan metode ARIMA dalam peramalan jangka pendek sangat tepat digunakan karena metode ARIMA memiliki ketepatan yang sangat akurat. Dan juga menentukan hubungan statistik yang baik antar variabel yang akan diramal dengan nilai yang digunakan untuk peramalan. Sedangkan untuk peramalan jangka panjang
ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya nilai peramalan akan cenderung konstan untuk periode yang cukup panjang.
Model Autoregresiive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan variabel independen dalam membuat peramalan. Nilai yang digunakan oleh ARIMA untuk peramalan yaitu menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk
menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat [4]. Kelompok model yang termasuk dalam metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) yaitu:
• Autoregressive (AR)
Model Autoregresive (AR) diperkenalkan pertama kali oleh Yule pada tahun 1926 dan kemudian dikembangkan oleh Walker pada tahun 1931. Asumsi yang dimiliki oleh model ini adalah data periode sekarang dipengaruhi oleh data pada periode sebelumnya. Disebut model Autoregressive dikarenakan pada model ini diregresikan terhadap nilai-nilai sebelumnya dari
variabel itu sendiri. Model Autoregressive dengan ordo p disingkat menjadi AR(p) atau ARIMA(p,0,0) [5].
Model :
Zt =μ +ϕ 1 Zt-1 + ϕ 2 Zt-2 + … + ϕ p Zt-p – at (1)
dimana,
Zt = deret waktu stasioner
μ = konstanta
Zt-p= variabel bebas
ϕ p = koefisien parameter autoregressive ke-p
at = sisaan pada saat ke-t
Model diatas disebut sebagai model Autoregressive (regresi diri sendiri) karena model tersebut mirip dengan persamaan regresi pada umumnya, hanya saja yang menjadi variabel independen bukan variabel yang berbeda dengan variabel dependen melainkan nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Zt) itu sendiri.
• Moving Average (MA)
Model Moving Average (MA) pertama kali diperkenalkan oleh Slutzky pada tahun 1973, dengan orde q ditulis MA (q) atau ARIMA (0,0,q) dan dikembangkan oleh Wadsworth pada tahun 1989 [5].
Model :
Zt = μ + at – θ1 at-1–… – θq at-q (2)
dimana,
Zt = deret waktu stasioner
μ = konstanta
at-1 = variabel bebas
θq = koefisien parameter moving average ke-q
at = sisaan pada saat ke-t
• Autoregressive Moving Average (ARMA)
Model Autoregressive Moving Average (ARMA) merupakan model gabungan dari Autoregresive (AR) dan Moving Average (MA). Dan model ini memiliki asumsi bahwa data periode sekarang dipengaruhi oleh data periode sebelumnya dan nilai sisaan dari periode sebelumnya [6]. Model :
Zt = μ +ϕ 1Zt-1+ … + ϕp Zt-p + at – θ1 at-1 – … – θq at-q (3)
dimana,
Zt = deret waktu stasioner
μ = konstanta
Zt-p = variabel bebas
ϕp = koefisien parameter autoregressive ke-p
at-1 = variabel bebas
θq = koefisien parameter moving average ke-q
at = sisaan pada saat ke-t
• Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) digunakan berdasarkan asumsi bahwa data deret waktuyang digunakan harus stasioner yang artinya rata-rata variasi dari data yang dimaksud adalah konstan. Namun, ada beberapa hal yang terjadi ketika suatu data tidak stasioner. Dalam mengatasi ketidakstasioneran data ini dilakukan proses differencing agar
data menjadi stasioner. Karena model Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Moving Average (ARMA) tidak mampu menjelaskan arti dari defferencing, maka digunakan model campuran yang disebut Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau ARIMA (p,d,q) sehingga menjadi lebih efektif dalam menjelaskan proses
differencing. Pada model campuran ini series stasioner merupakan fungsi linier dari nilai lampau beserta nilai sekarang dan kesalahan lampaunya.
Model :
Φp (B) Dd Zt = μ + θq (B) at (4)
dimana,
Φp = keofisien parameter autoregressive ke-p
θq = koefisien parameter moving average ke-q
B = operator backshift
D = differencing
μ = konstanta
at = sisaan pada saat ke-t
p = derajat autoregressive
d = tingkat proses differencing
q = derajat moving average

Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) (skripsi dan tesis)

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Averageadalah metode yang pertama kali dikembangkan oleh George Edward Pelham Box dan Gwilym Meirion Jenkins yaitu metode peramalan untuk menyelesaikan deret berkala untuk menganalisis runtun waktu. Metode ARIMA juga dikenal dengan sebutan metode Box-Jenkins. Data yang digunakan dalam peramalan menggunakan metode ARIMA adalah data stationer. Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu [1]:

  1. Model Autoregressive (AR)

Model Autoregressive (AR) menunjukkan bahwa nilai peubah  merupakan fungsi linier dari peubah  sebelumnya [2].

      2. Model Moving Average (MA)

Model Moving Average (MA) merupakan nilai deret waktu pada waktu t yang dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan unsur kesalahan terbobot pada masa lalu [3]. Sehingga model MA menunjukkan bahwa nilai peubah  dipengaruhi oleh sisaan pada periode sebelumnya [4].

      3. Model Campuran

  • Model Moving Average Moving Average (ARMA)

Model ini merupakan gabungan antara model Autoregressive (AR), dan Moving Average (MA). Model ARMA telah stasioner tanpa proses differencing (d = 0) yang dinotasikan dengan model ARIMA (p,0,q) atau ARMA(p,q).

  •  Model Moving Average Integrated Moving Average (ARIMA)

Jika data deret waktu tidak stasioner, maka model Box-Jenkins disebut model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Model dinotasikan dengan ARIMA(p,d,q).

TAHAPAN ARIMA (Box-Jenkins) (skripsi dan tesis)

Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah identifikasi model, pendugaan parameter model, pemeriksaan diagnosa dan penerapan model untuk peramalan

Model umum dan uji stasioneritas

Stasioneritas berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut atau tetap konstan setiap waktu. Untuk mengetahui stasioner tidaknya data dapat diamati dari time. Penggunaan model untuk peramalan. Pemeriksaan (uji) diagnosa estimasi parameter model indentifikasi model tentatif (sementara) dengan memilih (p,d,q). Rumuskan model umum dan uji stasioneritas data ya atau tidak. Series plot data tersebut, autocorrelation function data atau model trend linier data terhadap waktu.

Suatu data time series yang tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner, karena aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan data time series yang stasioner. Salah satu cara yang paling sering dipakai adalah metode pembedaan (differencing) yaitu menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih yang diperoleh dicek lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum stasioner maka dilakukan differencing lagi.

2) Identifikasi model

Setelah data time series yang akan diolah langkah berikutnya adalah penetapan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok. Jika data tidak mengalami differencing, maka d bernilai 0, jika data menjadi stasioner setelah differencing ke- 1 maka d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih dan menetapkan p dan qdapat dibantu dengan mengamati pola Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)

Kesalahan yang sering terjadi dalam penentuan p dan q bukan merupakan masalah besar pada tahap ini, karena hal ini akan diketahui pada tahap pemeriksaan diagnosa selanjutnya.

3) Pendugaan parameter model

Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter

tersebut:

Ø  Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residual).

Ø  Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian penghitungan dilakukan Box-Jenkins Computer Program untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.

4) Pemeriksaan diagnosa

Dalam pemeriksaan terhadap model ada beberapa metode yang bisa

dilakukan, antara lain adalah:

  1. Pengujian model secara keseluruhan (Overall F test) dan pengujian masing masing parameter model secara parsial (t-test), untuk menguji apakah koefisien model signifikan secara statistik atau tidak baik secara keseluruhan maupun parsial

b.Model dikatakan baik jika nilai error bersifat random, artinya sudah tidak mempunyai pola tertentu lagi. Dengan kata lain model yang diperoleh dapat menangkap dengan baik pola data yang ada. Untuk melihat kerandoman nilai error dilakukan pengujian terhadap nilai koefisien autokorelasi dari error, dengan menggunakan salah satu dari dua statistik

Pemilihan model terbaik

Untuk menentukan model yang terbaik dapat digunakan standard error estimate 

Model terbaik adalah model yang memiliki nilai standard error estimate (S) yang paling kecil. Selain nilai standard error estimate, nilai rata-rata persentase kesalahan peramalan (MAPE) dapat juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model yang terbaik yaitu:

6) Penggunaan model untuk peramalan

Jika model terbaik telah ditetapkan, maka model siap digunakan untuk peramalan. Untuk data yang mengalami differencing, bentuk selisih harus dikembalikan pada bentuk awal dengan melakukan proses integral karena yang diperlukan adalah ramalan time series asli. Notasi yang digunakan dalam ARIMA adalah notasi yang mudah dan umum. Misalkan model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)9 dijabarkan menjadi sebuah persamaan regresi yang lebih umum

Nilai et+1 tidak akan diketahui, karena nilai yang diharapkan untuk kesalahan random pada masa yang akan datang harus ditetapkan sama dengan nol. Akan tetapi dari model yang disesuaikan (fitted model) kita boleh mengganti nilai eet-8 dan et-9 dengan nilai nilai mereka yang ditetapkan secara empiris (seperti yang diperoleh setelah iterasi terakhir algoritma Marquardt). Tentu saja bila kita meramalkan jauh ke depan, tidak akan kita peroleh nilai empiris untuk “e” sesudah beberapa waktu, dan oleh sebab itu nilai harapan mereka akan seluruhnya nol. Untuk nilai pada awal proses peramalan, kita akan mengetahui nilai ZtZt-8Zt-9. Akan tetapi sesudah beberapa saat, nilai Z akan berupa nilai ramalan (forecasted value), bukan nilai-nilai masa lalu yang telah diketahui. Teknik peramalan dengan menggunakan ARIMA juga memberikan confidence interval. Jika peramalan dilakukan jauh ke depan, maka confidence interval umumnya juga akan makin melebar. Namun tidak demikian untuk confidence interval moving average model murni. Peramalan merupakan never ending process yang berarti jika data terbaru muncul, model perlu diduga dan diperiksa kembali.

KLASIFIKASI MODEL ARIMA (skripsi dan tesis)

Metode ARIMA dibagi kedalam tiga kelompok model time series linier, yaitu  autoregressive model (AR), moving average model (MA) dan model campuran yang memiliki karakteristik kedua model di atas yaitu autoregressive integrated moving average (ARIMA).

1) Autoregressive Model (AR)

Suatu persamaan linier dikatakan sebagai autoregressive model jika model tersebut menunjukkan 𝑍𝑡 sebagai fungsi linier dari sejumlah 𝑍𝑡 actual kurun waktu sebelumnya bersama dengan kesalahan sekarang. Bentuk model ini dengan ordo p atau AR (p) atau model ARIMA (p,d,0) secara umum adalah:

2) Moving Average Model (MA)

Berbeda dengan moving average model yang menunjukkan 𝑍𝑡 sebagai

fungsi linier dari sejumlah 𝑍𝑡 aktual kurun waktu sebelumnya, moving average

model menunjukkan nilai 𝑍𝑡 berdasarkan kombinasi kesalahan linier masa lalu

(lag).

Terlihat dari model bahwa 𝑍𝑡 merupakan rata-rata tertimbang kesalahan sebanyak q periode lalu yang digunakan untuk moving average model. Jika pada suatu model digunakan dua kesalahan masa lalu maka dinamakan moving average model tingkat 2 atau MA (2).

3) Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Sebuah model time series digunakan berdasarkan asumsi bahwa data time series yang digunakan harus stasioner yang artinya rata-rata variasi dari data yang dimaksud konstan. Tapi hal ini tidak banyak ditemui dalam banyak data time series yang ada, mayoritas merupakan data yang tidak stasioner melainkan integrated. Data yang integrated ini harus mengalami proses random stasioner yang seringkali tak dapat dijelaskan dengan baik oleh autoregressive model saja atau moving average model saja dikarenakan proses tersebut mengandung keduanya. Oleh karena itu campuran kedua model yang disebut autoregressive integrated moving average (ARIMA) menjadi lebih efektif menjelaskan proses itu. Pada model campuran ini series stasioner merupakan fungsi linier dari nilai lampau beserta nilai sekarang dan kesalahan lampaunya. Bentuk umum model ini adalah:

 

Proses autoregressive integrated moving average secara umum dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q), dimana:

Ø  p menunjukkan ordo/derajat autoregressive (AR)

Ø  d adalah tingkat proses differencing

Ø  q menunjukkan ordo/derajat moving average (MA).

     ARIMA (skripsi dan tesis)

Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau biasa disebut dengan metode Box-Jenkins. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, yang tidak membentuk suatu model struktural baik itu persamaan tunggal atau simultan yang bebasis kepada teori ekonomi atau logika, namun dengan menganalisis probabilistik atau stokastik dari data deret waktu (time series) dengan menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat dengan mengabaikan variabel independennya. Hal ini terjelaskan dengan prinsip dari metode ini yaitu “let the data speak for themselves”.
read more

Metode peramalan dengan menggunakan ARIMA dapat kita jumpai dalam peramalan ekonomi, analisis anggaran, kontrol terhadap proses dan kualitas, analisis sensus, perubahan struktur harga industri, inflasi, indeks harga saham, perkembangan nilai tukar terhadap mata uang asing dsb.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan ARIMA:

1) Merupakan model tanpa teori karena variabel yang digunakan adalah nilai-nilai lampau dan kesalahan yang mengikutinya.

2) Memiliki tingkat akurasi peramalan yang cukup tinggi karena setelah mengalami pengukuran kesalahan peramalan mean absolute error, nilainya mendekati nol.

3) Cocok digunakan untuk meramal sejumlah variabel dengan cepat, sederhana, akurat dan murah karena hanya membutuhkan data variabel yang akan diramal.

Model ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam indentifikasi terhadap suatu model yang ada. Model yang dipilih diuji lagi dengan data masa lampau untuk melihat apakah model tersebut menggambarkan keadaan data secara akurat atau tidak. Suatu model dikatakan sesuai (tepat) jika residual antara model dengan titik-titik data historis bernilai kecil, terdistribusi secara acak dan bebas satu sama lainnya.

Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan membandingkan distribusi koefisien-koefisien autocorrelation (otokorelasi) dari data time series tersebut dengan distribusi teoritis dari berbagai macam model.

Tahapan Metode ARIMA (Skripsi dan tesis)

Metode ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai model yang ada. Model sementara yang telah dipilih diuji lagi dengan data historis untuk melihat apakah model sementara yang terbentuk tersebut sudah memadai atau belum. Model sudah dianggap memadai apabila residual (selisih  hasil peramalan dengan data historis) terdistribusi secara acak, kecil dan independen satu sama lain. Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turur adalah : identifikasi model, estimasi parameter model, diagnostic checking, dan peramalan (forecasting).

a.   Identifikasi model

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa model ARIMA hanya dapat diterapkan  untuk deret waktu yang stasioner. Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah menyelidiki apakah data yang kita gunakan sudah stasioner atau belum. Jika data tidak stasioner, yang perlu dilakukan adalah memeriksa pada pembedaan beberapa data akan stasioner, yaitu menentukan berapa nilai d. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien ACF(Auto Correlation Function), atau uji akar-akar unit (unit roots test) dan derajat integrasi. Jika data sudah stasioner sehingga tidak dilakukan pembedaan terhadap data runtun waktu maka d diberi nilai 0.

Disamping menentukan d, pada tahap ini juga ditentukan berapa jumlah nilai lag residual (q) dan nilai lag dependen (p) yang digunakan dalam model. Alat utama yang digunakan untuk mengidentifikasi q dan p adalah ACF dan PACF (Partial Auto Correlation Funtion / Koefisien Autokorelasi Parsial), dan correlogram yang menunjukkan plot nilai ACF dan PACF terhadap lag.

Koefisien autokorelasi parsial mengukur tingkat keeratan hubungan antara Xt dan Xt-k sedangkan pengaruh dari time lab 1,2,3,…,k-1 dianggap konstan. Dengan kata lain, koefisien autokorelasi parsial mengukur derajat hubungan  antara nilai-nilai sekarang dengan nilai-nilai sebelumnya (untuk time lag tertentu), sedangkan pengaruh nilai variabel time lab yang lain dianggap konstan. Secara matematis, koefisien autokorelasi parsial berorde m didefinisikan sebagai koefisien autoregressive terakhir dari model AR(m)

Estimasi

Setelah menetapkan model sementara dari hasil identifikasi, yaitu menentukan nilai p, d, dan q, langkah berikutnya adalah melakukan estimasi paramater autoregressive dan moving average yang tercakup dalam model (Firmansyah, 2000). Jika teridentifikasi proses AR murni maka parameter dapat diestimasi dengan menggunakan kuadrat terkecil (Least Square). Jika sebuah pola MA diidentifikasi maka maximum likelihood atau estimasi kuadrat terkecil, keduanya membutuhkan metode optimisasi non-linier(Griffiths, 1993),  hal ini terjadi karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidak linieran parameter (Firmansyah, 2000). Namun, saat ini sudah tersedia berbagai piranti lunak statistik yang mampu menangani perhitungan tersebut sehingga kita tidak perlu khawatir mengenai estimasi matematis.

  1. Diagnostic Checking

Setelah melakukan estimasi dan mendapatkan penduga paramater, agar model sementara dapat digunakan untuk peramalan, perlu dilakukan uji kelayakan terhadap model tersebut. Tahap ini disebut diagnostic checking, dimana pada tahap ini diuji apakah spesifikasi model sudah benar atau belum. Pengujian kelayanan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara.

(1)   Setelah estimasi dilakukan, maka nilai residual dapat ditentukan. Jika nilai-nilai koefisien autokorelasi residual untuk berbagi time lag tidak berbeda secara signifikan dari nol, model dianggap memadai untuk dipakai sebagai model peramalan.

(2)  Menggunakan statistik Box-Pierce Q, yang dihitung dengan formula :

(3)  Menggunakan varian dari statistik Box-Pierce Q, yaitu statistik Ljung-Box(LB), yang dapat dihitung dengan :

Sama seperti Q statistik, statistik LB mendekati c2 kritis dengan derajat kebebasan m. Jika statistik LB lebih kecil dari nilai ckritis, maka semua koefisien autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol, atau model telah dispesifikasikan dengan benar. Statistik LB dianggap lebih unggul secara statistik daripada Q statistik dalam menjelaskan sample kecil.

(4) Menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Apabila suatu variabel tidak signifikan secara individu berarti variabel tersebut seharusnya dilepas dari spesifikasi model lain kemudian diduga dan diuji. Jika model sementara yang dipilih belum lolos uji diagnostik, maka proses pembentukan model diulang kembali. Menemukan model ARIMA yang terbaik merupakan proses iteratif.

  1. Peramalan (forecasting)

Setelah model terbaik diperoleh, selanjutnya peramalan dapat dilakukan. Dalam berbagai kasus, peramalan dengan metode ini lebih dipercaya daripada peramalan yang dilakukan dengan model ekonometri tradisional. Namun, hal ini tentu saja perlu dipelajari lebih lanjut oleh para peneliti yang tertarik menggunakan metode serupa.

Berdasarkan ciri yang dimilikinya, model runtun waktu seperti ini lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan sangat pendek, sementara model struktural lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan panjang (Mulyono, 2000 dalam Firmansyah, 2000)

Stasioneritas Data Dalam Arima (skripsi dan tesis)

     Data yang tidak stasioner memiliki rata-rata dan varian yang tidak konstan sepanjang waktu. Dengan kata lain, secara ekstrim data stasioner adalah data yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan. Selanjutnya regresi yang menggunakan data yang tidak stasioner biasanya mengarah kepada regresi lancung. Permasalahan ini muncul diakibatkan oleh variabel (dependen dan independen) runtun waktu terdapat tren yang kuat (dengan pergerakan yang menurun maupun meningkat). Adanya tren akan menghasilkan nilai R2 yang tinggi, tetapi keterkaitan antar variabel akan rendah (Firmansyah, 2000).

       Model ARIMA mengasumsikan bahwa data masukan harus stasioner. Apabila data masukan tidak stasioner perlu dilakukan penyesuaian untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Metode ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya.

         Untuk keperluan pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti autocorrelation function (correlogram), uji akar-akar unit dan derajat integrasi.

  1. Pengujian stasioneritas berdasarkan correlogram

Suatu pengujian sederhana terhadap stasioneritas data adalah dengan menggunakan fungsi koefisien autokorelasi (autocorrelation function / ACF). Koefisien ini menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Correlogram merupakan peta / grafik dari nilai ACF pada berbagai lag. Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah (Sugiharto dan Harijono, 2000:183) :

Untuk menentukan apakah nilai koefisien autokorelasi berbeda secara statistik dari nol dilakukan sebuah pengujian. Suatu runtun waktu dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autokorelasi untuk semua lag secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol hanya untuk berberapa lag didepan.

Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan dari nol apabila nilainya berada diantara rentang tersebut dan sebaliknya. Apabila koefisien autokorelasi berada diluar rentang, dapat disimpulkan koefisien tersebut signifikan, yang berarti ada hubungan signifikan antara nilai suatu variabel dengan nilai variabel itu sendiri dengan time lag 1 periode.

Pengertian ARIMA (skripsi dan tesis)

Teknik analisis data dengan metode ARIMA dilakukan karena merupakan teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan demikian ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat (Sugiarto dan Harijono, 2000). ARIMA seringkali ditulis sebagai ARIMA (p,d,q) yang memiliki arti bahwa p adalah orde koefisien autokorelasi, d adalah orde / jumlah diferensiasi yang dilakukan (hanya digunakan apabila data bersifat non-stasioner) (Sugiharto dan Harijono, 2000) dan q adalah orde dalam koefisien rata-rata bergerak(moving average).

Penaksiran Parameter Dalam Arima (skripsi dan tesis)

Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut: a. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residual). b. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.

Musiman dan Model ARIMA (skripsi dan tesis)

Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman, seseorang harus melihat pada autokorelasi yang tinggi. Untuk menangani musiman, notasi umum yang singkat adalah: ARIMA (p,d,q) (P,D,Q) S Dimana (p,d,q) = bagian yang tidak musiman dari model (P,D,Q) = bagian musiman dari model S = jumlah periode per musim

Stasioneritas dan Nonstasioneritas Dalam ARIMA (skripsi dan tesis)

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala yang stasioner. Stasioneritas berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data Tahap 1 : Identifikasi Tahap 2 : Penaksiran dan Pengujian Tahap 3 : Penerapan Rumuskan kelompok modelmodel yang umum Penetapan model untuk sementara Penaksiran parameter pada model sementara Pemeriksaan diagnosa (apakah model memadai) Gunakan model untuk peramalan tidak ya berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut pada pokoknya tetap konstan setiap waktu. Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner dengan melakukan differencing. Yang dimaksud dengan differencing adalah menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih yang diperoleh dicek lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum stasioner maka dilakukan differencing lagi. Jika varians tidak stasioner, maka dilakukan transformasi logaritma

Prinsip Dasar ARIMA (skripsi dan tesis)

Prinsip Dasar ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya akan cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang. Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent)

Pengukuran Kesalahan Prakiraan (skripsi dan tesis)

2.6.1 Rata-rata kesalahan (average/mean error)
Kesalahan atau error menunjukkan besar selisih antara nilai aktual
dengan nilai yang diramalkan, et = Xt – Ft . Maka nilai kesalhan dapat
bernilai positif ataupun negatif. Bernilai negatif apabila nilai prakiraan
melebihi dari nilai aktual dan bernilai positif apabila nilai prakiraan
lebih kecil dari yang aktual.
Namun mean error sulit untuk menentukan kesalahan error secara
keseluruhan, karena penjumlahan nilai positif dan negatif akan saling
melemahkan dan dapat menambah kesalahan.
2.6.2 Mean Absolute Deviation (MAD)
Berbeda dengan mean error, pada mean absolute deviation nilai
kesalahan dari prakiraan dengan aktual diubah kedalam nilai mutlak
positif. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya nilai positif dan
negatif yang akan saling melemahkan atau menambah perhitungan
kesalahan pada penjumlahan dengan begitu akan didapat berapa besar
nilai penyimpangan dari hasil prakiraan.
2.6.3 Mean Percentage Error (MPE) dan Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) MPE adalah rata-rata dari presentase kesalahan (selisih nilai
aktual dan prakiraan).
Sedangkan MAPE juga merupakan nilai rata-rata kesalahan, namun
memberikan nilai absolute pada selisih nilai aktual dengan nilai hasil
prakiraan. MAPE merupakan nilai indikator yang biasa digunakan
untuk menunjukkan performance atau keakuratan pada hasil proses
prakiraan.

Model Seasonal ARIMA (Autoregressive integrated moving average)

Pemodelan ARIMA merupakan metode yang fleksibel untuk
berbagai macam data deret waktu, termasuk untuk menghadapi
fluktuasi data musiman. Secara umum, model seasonal ARIMA
dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q)(P,D,Q) s
, yaitu dengan (p,d,q) bagian tidak musiman dari model, (P,D,Q) bagian musiman
dari model dan s merupakan jumlah periode per musim.
Penerapan metode ARIMA adalah dengan menggunakan
pendekatan metode Box-Jenkins, yaitu tahapan-tahapan yang
diperlukan dalam menentukan parameter ARIMA serta pengujiannya
sebelum akhirnya digunakan sebagai model prakiraan selama
beberapa waktu ke depan. Tahapan dalam pnegolahan diuraikan sebagai berikut:

  1. Tahap Identifikasi
    Tahap identifikasi merupakan suatu tahapan yang digunakan
    untuk mencari atau menentukan nilai p,d dan q dengan bantuan
    autocorrelation function (ACF) atau fungsi autokorelasi dan partial
    autocorrelation function (PACF) atau fungsi autokorelai parsial.
    2. Tahap Estimasi
    Tahap berikutnya setelah p dan q ditentukan adalah dengan
    mengestimasi parameter AR dan MA yang ada pada model. Estimasi ini
    bisa menggunakan teknik kuadrat terkecil sederhana maupun dengan
    metode estimasi tidak linier. Pada tahap estimasi ini, teknik perhitungan
    secara matematis relatif kompleks, sehingga pada umumnya para peneliti
    menggunakan bantuan software yang menyediakan fasilitas
    perhitungannya seperti Minitab, SPSS dan EViews .
    3. Tahap Tes Diagnostik
    Model yang telah melewati uji signifikasi parameter dalam tahapn
    estimasi, kemudian akan dilakukan uji diagnostik untuk meyakinkan
    apakah spesifikasi modelnya telah benar. Jika residualnya ternyata white
    noise , maka modelnya sudah baik. Bila residualnya tidak white noise
    maka modelnya dapat dikatakan tidak tepat dan perlu dicari spesifikasi
    yang lebih baik. Untuk melakukan uji diagnostik, tahapannya adalah:
    a. Estimasi model ARIMA (p,d,q)
    b. Hitung residual dari model tersebut
    c. Hitung ACF dan PACF dari residual
    d. Uji apakah ACF dan PACF signifikan. Bila ACF dan PACF tidak
    signifikan, ini merupakan indikasi bahwa residual merupakam white
    noise yang artinya model telah cocok.
    4. Tahap Prakiraan
    Tahap prakiraan ini dilakukan setelah modelnya lolos tes
    diagnostik. Prakiraan ini sesungguhnya merupakan penjabaran dari
    persamaan berdasarkan koefisien-koefisien yang didapat, sehingga kita
    dapat menentukan kondisi di masa yang akan datang.

Autoregressive integrated moving average (ARIMA) (skripsi dan tesis)

ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins.
ARIMA sangat baik ketepatannya untuk prakiraan jangka pendek,
sedangkan untuk prakiraan jangka panjang ketepatan prakiraannya
kurang baik. Biasanya akan cenderung mendatar/konstan untuk
periode yang cukup panjang. ARIMA dapat diartikan sebagai
gabungan dari dua model, yaitu model autoregressive (AR) yang di
integrasikan dengan model Moving Average (MA). Model ARIMA
umumnya dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q). P adalah derajat
proses AR, d adalah orde pembedaan dan q adalah derajat proses
MA (Nachrowi, 2006).
Model ARIMA adalah model yang secara penuh mengabaikan
independen variabel dalam membuat prakiraan. ARIMA
menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen
untuk menghasilkan prakiraan jangka pendek yang akurat. ARIMA
cocok jika observasi deret waktu (time series) secara statistik
berhubungan satu sama lain (dependent).

Auto Corelation Function (ACF) dan Partial Auto Corelation Function (PACF) (skripsi dan tesis)

Identifikasi model untuk pemodelan data deret waktu memerlukan
perhitungan perhitungan dan penggambaran dari hasil fungsi autokorelasi
(ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF). Hasil perhitungan ini
diperlukan untuk menentukan model ARIMA yang sesuai, apakah ARIMA
(p,0,0) atau AR (p), ARIMA (0,0,q) atau MA (q), ARIMA (p,0,q) atau
ARMA (p,q), ARIMA (p,d,q). Sedangkan untuk menentukan ada atau
tidaknya nilai d dari suatu model, ditentukan oleh data itu sendiri. Jika
bentuk datanya stasioner, d bernilai 0, sedangkan jika bentuk datanya tidak
stasioner, nilai d tidak sama dengan 0 (d > 0).
Korelasi merupakan hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya. Nilai korelasi dinyatakan oleh koefisien yang nilainya bervariasi
antara +1 hingga -1. Nilai koefisien tersebut menyatakan apa yang akan
terjadi pada suatu variabel jika terjadi perubahan pada variabel lainnya.
Nilai koefisien yang bernilai positif menunjukkan hubungan antar variabel
yang bersifat positif, yakni jika satu variabel meningkat nilainya, variabel
lainnya juga akan meningkat nilainya. Sedangkan nilai koefisien yang
bernilai negatif menunjukkan hubungan antar variabel yang bersifat
negatif, yakni jika satu variabel meningkat nilainya, variabel lainnya akan
menurun nilainya, dan sebaliknya. Bila suatu koefisien bernilai nol, berarti
antar variabel-variabel tersebut tidak memiliki hubungan, yakni jika terjadi
peningkatan/penurunan terhadap suatu variabel, variabel lainnya tidak
akan terpengaruh oleh perubahan nilai tersebut.
Koefisien autokorelasi memiliki makna yang hampir sama dengan
koefisien korelasi, yakni hubungan antara dua/lebih variabel. Pada
korelasi, hubungan tersebut merupakan dua variabel yang berbeda pada
waktu yang sama, sedangkan pada autokorelasi, hubungan tersebut
merupakan dua variabel yang sama dalam rentang waktu yang berbeda.
Autokorelasi dapat dihitung menggunakan fungsi autokorelasi (Auto
Correlation Function). Fungsi autokorelasi digunakan untuk melihat
apakah ada Moving Average (MA) dari suatu deret waktu, yang dalam
persamaan ARIMA direpresentasikan oleh besaran q. Besar nilai q
dinyatakan sebagai banyaknya nilai ACF sejak lag 1 hingga lag ke-k
secara berurut yang terletak di luar kepercayaan Z. Jika terdapat sifat MA,
q pada umumnya bernilai 1 atau 2, sangat jarang ditemui suatu model
dengan nilai q lebih dari 2.
Nilai d, sebagai derajat pembeda (differencing) untuk menentukan
stasioner atau tidaknya suatu deret waktu, juga ditentukan dari nilai ACF.
Bila ada nilai-nilai ACF setelah time lag ke-k untuk menentukan nilai q
berada di luar selang kepercayaan Z, maka deret tersebut tidak stasioner,
sehingga nilai d tidak sama dengan nol (d > 0), biasanya antara 1 dan 2,
sedangkan bila nilai-nilai ACF tersebut berada dalam selang kepercayaan
Z, maka deret tersebut dapat dibilang stasioner, sehingga nilai d sama
dengan 0 (d = 0).
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara
Yt dan Yt-k ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) dihilangkan.
Seperti ACF, nilai PACF juga berkisar antara +1 dan -1. PACF pada
umumnya digunakan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya sifat AR
(autoregressive), yang dinotasikan dengan besaran p. Jika terdapat sifat
AR, pada umumnya nilai PACF bernilai 1 atau 2, jarang ditemukan sifat
AR dengan nilai p lebih besar dari 2. Untuk menentukan besar nilai p yang
menyatakan derajat AR, diperlukan perbandingan nilai PACF pada selang
kepercayaan Z. Nilai p dinyatakan dengan banyaknya nilai PACF sejak lag
1 hingga lag ke-k yang terletak di luar selang kepercayaan secara berturutturut.

Moving Average (MA) (skripsi dan tesis)

Model lain dari model ARIMA adalah moving average yang
dinotasikan dalam MA (q) atau ARIMA (0,0,q) yang ditulis dalam
persamaan berikut :
Ž t = at – θ1 at-1 – θ2 at-2 – – … – θq at-q
Sumber: Box-Jenkins, 2008
Keterangan:
θq = parameter Moving Average
et = White noise / error atau unit residual
e t-1 – e t-2 – e t-3 – … – e t-q = selisih nilai aktual dengan nilai prakiraan
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai Žt tergantung nilai
error sebelumnya dari pada nilai variabel itu sendiri. Untuk melakukan
pendekatan antara proses autoregressive dan moving average diperlukan
pengukuran autokorelasi antara nilai berturut-turut dari Žt sedangkan model
moving average mengukur autokorelasi antara nilai error atau residual.
Contoh untuk model moving average apabila nilai q= 2, θ 1 = 0.5 dan θ 2 =
-0.25, model prakiraan q = 2 atau MA untuk Žt adalah Žt = 0.5e t-1 – 0.25 at-2
dimana at adalah nilai acak yang tidak dapat diprediksi oleh model.

Autoregressive Model (AR) (skripsi dan tesis)

Model autoregressive dengan ordo AR (p) atau model ARIMA (p,0,0)
dinyatakan sebagai berikut :
Ž t = Ø1 Ž t-1 + Ø2 Ž t-2 + … + Øp Ž t-p +at
Keterangan:
Øp = parameter autoregressive ke-p
at = White Noise nilai kesalahan pada saat t
Ž t-p = independen variabel
Sumber: Box-Jenkins, 2008
Variabel independen merupakan deretan nilai dari variabel yang sejenis
dalam beberapa periode t terakhir. Sedangkan at adalah eror atau unit
residual yang menggambarkan gangguan acak yang tidak dapat dijelaskan
oleh model. Perhitungan autoregressive dapat dilakukan dalam proses
sebagai berikut:
1. Menentukan model yang sesuai dengan deret waktu.
2. Menentukan nilai orde p (menentukan panjangnya persamaan yang
terbentuk)
3. Mengestimasikan nilai koefiensi autoregressive Ø1, Ø2, Ø3, ….. , Øk
Setelah mendapatkan model yang sesuai, maka model dapat
digunakan untuk memprediksi nilai ramal di masa mendatang. Sebagai
contoh bila didapatkan nilai p= 2 dan Ø1 = 0.6, Ø2 = 0.35, Ø3 = -0.26,
maka model autorgressive adalah sebagai berikut.
Ž t = 0.6 X t-1 + 0.35X t-2 – 0.26X t-3 + at
Model tersebut digunakan sebagai persamaan matematis untuk
menentukan nilai Ž t prediksi yang akan datang

Istilah Dalam Analisis Deret Waktu (skripsi dan tesis)

Ada beberapa istilah yang sering ditemui dalam analisis deret waktu atau
time series analysis :
1. Stasioneritas, berarti tidak ada kenaikan atau penurunan data, yang
merupakan asumsi yang sangat penting dalam suatu analisa deret
waktu. Bila tidak terdapat perubahan pada tren deret waktu maka dapat
disebut stasioner. Maksudnya, rata-rata deret pengamatan di sepanjang
waktu selalu konstan. Apabila suatu data tidak stasioner maka
diperlukan differensiasi pada data tersebut. Yang dimaksud
Differensiasi disini adalah menghitung perubahan atau selisih nilai data
yang diobservasi. Bila data masih belum stasioner maka perlu
didifferensiasi lagi hingga stasioner.
2. Autocerrelation Function (ACF), merupakan korelasi antar deret
pengamatan suatu deret waktuyang disusun dalam plot setiap lag.
3. Partial Autocerrelation Function (PACF), merupakan korelasi antar
deret pengamantan dalam lag-lag pengamatan yang mengukur keeratan
antar pengamatan suatu deret waktu.
4. Cross corelation, untuk mengukur korelasi antart deret waktu, tetapi
korelasi yang diukur adalah korelasi dari dua deret waktu.
5. Proses white noise, merupakan proses stasioner suatu data deret waktu
yang didefinisikan sebagai deret variabel acak yang independen, tidak
berkorelasi, identik, dan terdistribusi.
6. Analisis trend, analisis ini digunakan untuk menaksir model trend
suatu data deret waktu. Ada beberapa model analisis tren, antara lain
model linier, kuadratik, eksponensial, pertumbuhan atau penurunan,
dan model kurva S. Analisis tren digunakan apabila deret waktu tidak
ada komponen musiman.

Model Time Series Analysis (skripsi dan tesis)

Model time series adalah pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variable atau kesalahan masa lalu. Tujuan model
time series seperti itu adalah menemukan pola dalam deret data historis dan
mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. (Makridakis, 1995)
Ketika sebuah deret waktu digambarkan atau diplot, akan terlihat suatu
pola-pola tertentu. Pola-pola tersebut dapat dijelaskan oleh banyaknya
kemungkinan hubungan sebab-akibat. Beberapa pola dari data deret waktu
adalah sebagai berikut:
1. Pola acak (random) atau pola horizontal, dihasilkan oleh banyak
pengaruh independen yang menghasilkan pola non-sistematik dan tidak
berulang dari beberapa nilai rataan. Pola acak terjadi karena data yang
diambil tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus sehingga pola
menjadi tidak menentu dan tidak dapat diperkirakan secara biasa.
2. Pola tren (trend), peningkatan atau penurunan secara umum dari deret
waktu yang terjadi selama beberapa periode tertentu. Trend disebabkan
oleh perubahan jangka panjang yang terjadi disekitar faktor-faktor yang
mempengaruhi data deret waktu. Pola perkembangan data ini membentuk
karakteristik yang mendekati garis linier. Gradien yang naik atau turun
menunjukkan peningkatan atau pengurangan nilai data sesuai dengan
waktu.
3. Pola musiman (seasonal), dihasilkan oleh kejadian yang terjadi secara
musiman atau periodik (contoh: iklim, liburan, kebiasaan manusia).
Suatu periode musim dapat terjadi tahunan, bulanan, harian dan untuk
beberapa aktivitas bahkan setiap jam. Pola ini terbentuk karena adanya
pola kebiasaan dari data dalam suatu periode kecil sehingga grafik yang
dihasilkan akan serupa jangka waktu tertentu berulang-ulang.
4. Pola siklis, biasanya dihasilkan oleh pengaruh ekspansi ekonomi dan
bisnis dan kontraksi (resesi dan depresi). Pengaruh siklis ini sulit
diprakirakan karena pengaruhnya berulang tetapi tidak periodik. Pola ini
masih terus dikembangkan dan diteliti lebih lanjut pemodelannya
sehingga dapat diperoleh hasil yang tepat.
5. Pola autokorelasi, nilai dari sebuah deret pada satu periode waktu
berhubungan dengan nilai itu sendiri dari periode sebelumnya. Dengan
autokorelasi, ada suatu korelasi otomatis antar pengamatan dalam sebuah
deret. Autokorelasi merupakan hasil dari pengaruh luar dalam skala besar
dan pengaruh sistematik lainnya seperti trend dan musiman.

Jenis data (skripsi dan tesis)

Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka
(S. Arikunto, 2006). Ada beberapa jenis pembagian data menurut J. Supranto,
diantaranya:
1. Menurut Sifatnya
a. Data kualitatif, ialah data yang tidak berbentuk angka. Misalnya penjualan
merosot, produksi meningkat (tanpa menunjukkan angkanya), para
karyawan suatu perusahaan resah, pasaran tekstil sepi, dia orang kaya,
harga daging mahal, rakyat suatu negara makmur, keamanan mantap,
tertib, harga stabil, dan lain sebagainya.
b. Data kuantitatif, ialah data yang berbentuk angka. Misalnya produksi beras
30 juta ton, produksi minyak naik 10%, karyawan yang resah hanya 5%,
kekayaan orang tersebut bernilai Rp 850.000.000,00 , harga daging per kg
Rp 2000, pendapatan per kapita penduduk suatu negara US $6000 per
tahun, penjualan mencapai 500 juta, dan sebagainya.
2. Menurut sumber data
a. Data internal, ialah data yang menggambarkan keadaan dalam suatu
organisasi (misalnya : suatu perusahaan, departemen, negara). Data
internal suatu perusahaan meliputi data tenaga kerja, data keuangan, data
peralatan/mesin, data kebutuhan bahan mentah, data produksi, data hasil
penjualan ; suatu departemen antara lain meliputi : data kepegawaian data
peralatan, data keuangan dan lain sebagainya; suatu negara meliputi data
penduduk, data pendapatan nasional, data keuangan negara, data
konsumsi, data eksport dan import, data investasi dan lain sebagainya.
Pada dasarnya data internal meliputi data input dan output suatu
organisasi, sebab suatu organisasi yang dibentuk pasti bertujuan untuk
menghasilkan produksi dan jasa (output). Pimpinan atau kepala suatu
organisasi harus mengelola input secara efisien dan efektif untuk
mencapai output yang optimum.
b. Data eksternal, ialah data yang menggambarkan keadaan di luar suatu
organisasi. Kehidupan suatu perusahaan misalnya dipengaruhi oleh faktorfaktor yang berasal baik dari dalam maupun dari luar perusahaan tersebut.
Data menggambarkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
kehidupan perusahaan antara lain daya beli masyarakat, selera masyarakat,
konsumsi listrik masyarakat, saingan dari barang sejenis baik dari impor
maupun produksi domestik, perkembangan harga, dan keadaan
perekonomian pada umumnya. Juga kehidupan suatu negara dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian yang terjadi di luar negara tersebut seperti krisis
moneter, krisis energi, perang teluk, dan sebagainya.
3. Menurut cara memperolehnya
a. Data primer, ialah data yang dikumpulkan langsung dari obyeknya dan
diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan. Misalnya data
konsumsi listrik oleh PLN, suatu perusahaan mendatangi para ibu rumah
tangga menanyakan tentang banyaknya permintaan sabun, tapal gigi, dan
lain sebagainya. Departemen perdagangan mengumpulkan harga langsung
dari pasar, biro pusat statistik mengumpulkan data industri langsung
mendatangi perusahaan kemudian mengolahnya.
b. Data sekunder, ialah data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau
perusahaan dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Suatu
departemen atau perusahaan memperoleh data penduduk, pendapatan
nasional, indeks harga konsumen dari biro pusat statistik dan data
perbangkan dari Bank Indonesia.
4. Menurut waktu pengumpulannya
a. Data cross section, ialah data yang dikumpulkan pada suatu waktu
tertentu untuk menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Misalnya
pendapatan nasionl tahun 1991 menggambarkan keadaan pendapatan
tingkat nasional pada tahun 1991, produksi dan penjualan suatu
perusahaan tahun 1992 menggambarkan keadaan produksi dan penjualan
tahun 1992, data beban listrik area Semarang 2014 yang menyatakan
konsumsi listrik secara total di daerah Semarang pada tahun 2014 dan
lain sebagainya.
b. Data berkala (time series), ialah data yang dikumpulkan dari waktu ke
waktu untuk menggambarkan perkembangan/pertumbuhan. Data
produksi semen Cibinong dari tahun 1974 s/d 1992 , data pemakaian
listrik dari tahun 2010 s/d 2014 menggambarkan perkembangan tingkat
konsumsi listrik selama 4 tahun.

Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi Perbankan (skripsi dan tesis)

Hadad et.al (2003) dalam P. Prapanca (2012) menyebutkan bahwa
konsep-konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubuungan input
dan output dalam tingkah laku institusi keuangan pada metode
parametrik dan non-parametrik adalah (i) pendekatan produksi (the
production approach), (ii) pendekatan intermediasi (the intermediation
approach) dan (iii) pendekatan aset (the assets approach).
Pendekatan produksi (the production approach) melihat institusi
keuangan sebagai produser dari akun deposit dan kredit pinjaman,
mendefinisikan output sebagai jumlah dari akun-akun tersebut atau dari
transaksi-transaksi yang terkait. Pendekatan intermediasi (the
intermediation approach) memandang sebuah institusi keuangan sebagai
intermediator, yaitu merubah dan mentransfer aset-aset finansial dari
unit-unit surplus ke unit-unit defisit. Pendekatan aset (the assets
approach) memperlihatkan fungsi primer sebuah institusi keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans) dimana output benar-benar
mendefinisikan dalam bentuk aset-aset. Pendekatan aset mengukur
kemampuan perbankan dalam menanamkan dana dalam bentuk kredit,
surat-surat berharga dan alternatif aset lainnya sebagai output. Sedangkan
input diukur dari harga tenaga kerja, harga dana dan harga fisik modal.
Menurut Berger & Humphrey (1997) dalam F. Maharani (2012)
terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menghitung efisiensi oleh
sebuah institusi keuangan, yaitu: (i) production approach (ii)
intermediation approach. Production approach merupakan suatu
pendekatan dengan aktivitas utama suatu institusi keuangan adalah
menghasilkan dan memproduksi jasa-jasa bagi para nasabahnya.Kinerka
institusi keuangan tersebut bagi pada nasabahnya adalah melakukan
transaksi dan memproses dokumen-dokumen seperti aplikasi kredit,
laporan kredit, cek atau instrumen pembayaran lainnya. Inilah yang
diukur sebagai input. Sedangkan output dalam pendekatan ini diukur dari
jumlah dan tipe transksi serta dokumen yang di proses pada periode
tertentu. Intermediation approach diartikan sebagai aktivitas utama suatu
intitusi keuangan, yaitu sebagai intermediator antara investor dengan
savers.
Menurut Wahab, Hosen dan Muhari (2014) konsep pengukuran
efisiensi dapat dilihat baik dengan fokus pada sisi input (input oriented)
maupun fokus pada sisi output (output oriented). Kedua pendekatan ini
analog dengan konsep primal dan dual dalam teknik operations research,
sehingga keduapendekatan ini secara konsisten akan menghasilkan
kesimpulan yang samatentang efisiensi relatif sebuah perusahaan
terhadap sekawannya. Berikut iniadalah ikhtisar tentang kedua
pendekatan ukuran efisiensi tersebut (Abidin dan Endri, 2009):
1. Pendekatan Input
Pendekatan sisi input menunjukkan berapa banyak kuantitas input bias
dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang
sama. Untuk pendekatan sisi input diasumsikan sebuah perusahaan
menggunakan dua jenis input, yaitu x1 dan x2, untuk memproduksi satu
jenis output (y) dengan asumsi constant returns to scale (CRS). Asumsi
constant returns to scale (CRS) maksudnya adalah jika kedua jenis input,
x1 dan x2, ditambah dengan jumlah persentase tertentu maka output juga
akan meningkat dengan persentase yang sama

2. Pendekatan Output
Pendekatan sisi output berlawanan dengan pendekatan sisi input,
pendekatan sisi output menunjukkan berapa banyak kuantitas output
dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama.
Asumsikan sebuah perusahaan dengan 2 jenis output (y1 dan y2) dan 1
jenis input (x) dengan asumsi constant returns to scale (CRS).

Model DEA (skripsi dan tesis)

a. Model CCR (Charnes, Cooper, and Rhodes)
Menurut Casu & Molyneux (2003) dalam P. Prapanca (2012) model
ini digunakan jika berasumsi bahwan perbandingan terhadap input
maupun output suatu perusahaan tidak mempengaruhi produktivitas
yang mungkin dicapai, yaitu Constant Return to Scala (CRS). Model
ini terdiri dari fungsi tujuan yang berupa maksimisasi jumlah output
dari unit yang akan diukur produktivitas relatifnya dan selisih dari
jumlah output dan input dari semua unit yang akan diukur
produktivitas relatifnya. Sedangkan Purwanto & Ferdian (2006)
dalam F. Maharani (2012) menyatakan bahwa model ini relatif lebih
tepat digunakan dalam menganalisis kinerja pada perusahaan
manufaktur

b. Model BCC (Banker, Charnes, and Cooper)

Model ini digunakan jika kita berasumsi bahwa perbandingan terhadap input maupun output suatu perusahaan akan mempengaruhi produktivitas yang mungkin dicapai, yaitu VRS (Variable Returns to Scale). Pendekatan ini relatif lebih tepatdigunakan dalam menganalisis efisiensi kinerja pada perusahaan jasa termasuk bank

Definisi DEA (skripsi dan tesis)

Menurut Kanungo (2004) pada Haqiqi (2015) DEA merupakan
metode berdasarkan program linier yang digunakan untuk
membandingkan efisiensi dari beberapa unit. Adapun menurut Avkiran
(1999), dalam F. Maharani (2012) dengan mendefinisikan DEA sebagai
teknik untuk mengukur efisiensi yang mampu untuk mengungkap
hubungan yang tepat antara input dan output yang beragam, yang
sebelumnya tidak dapat diakomodasi melalui analisis rasio secara
tradisional.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
DEA merupakan metode program linear yang digunakan untuk
mengukur efisiensi yang mampu mengungkap hubungan secara tepat
antara input dan output yang beragam.
Metode DEA adalah sebuah metode frontier non parametric yang
menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan
rasio outputdan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah
populasi. Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingkat
efisiensi dari decision-making unit (DMU) atau banyak disebut juga
sebagai unit kegiatan ekonomi (UKE) relatif terhadap bank yang sejenis
ketika semua unit-unit ini berada pada atau dibawah “kurva” efisien
frontier-nya. Jadi metode ini digunakan untuk mengevaluasi efisiensi
relatif dari beberapa objek (benchmarking kinerja).Pendekatan DEA
lebih menekankan kepada melakukan evaluasi terhadap kinerja
DMU.Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap
efisiensi relatif dari DMU yang sebanding. Selanjutnya DMU-DMU yang
efisien tersebut akan membentuk garis frontier. Jika DMU berada pada
garis frontier,maka DMU tersebut dapat dikatakan relatif efisien
dibandingkan dengan DMU yang lain dalam peer groupnya. Selain
menghasilkan nilai efisiensi masing-masing DMU, DEA juga
menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak
efisien
Terdapat tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi
dengan DEA (Insukindro et al., 2000 dalam B. Zahroh, 2015):
1. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna
untuk mempermudah perbandingan antar unit ekonomi yang sama.
2. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.
3. Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan
tingkat efisiensinya.
Keuntungan lainnya adalah bahwa DEA dapat melihat sumber
ketidakefisienan dengan ukuranpeningkatan potensial (potential
improvement) dari masing-masing input (Hadad et al. 2003 dalam A.
Noor Pratiwi 2013). DEA menghitung efisiensi teknis untuk seluruh
unit. Skor efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada
tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya di dalam sampel.Setiap unit
dalam sampel dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif
dan nilainya antara 0 hingga 1, dimana satu menunjukkan efisiensi
yang sempurna (Hadad et al., 2003).

Konsep Efisiensi (skripsi dan tesis)

Menurut (Hadad et.al 2003) dalam Ruddy Trisantoso (2010) Efisiensi
merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoriti merupakan salah
satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh kinerja organisasi. Kemampuan
menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah
merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Efisiensi dalam dunia
perbankan merupakan salah satu parameter kinerja yang cukup populer
sehingga lazin digunakan karena dapat memberikan jawaban atas berbagai
kesulitan dalam menghitung berbagai ukuran kinerja sebagaimana
disebutkan diatas.
Adapun konsep dalam mendefinisikan hubungan input-output pada A.
Noor Pratiwi (2014) dan juga seperti pada Hadad et al. (2003), menjelaskan
bahwa perilaku lembaga keuangan dapat melalui beberapa pendekatan,
antara lain:
a. Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan melihat
bahwa institusi keuangan sebagai produsen simpanan (deposit
account) dan juga pinjaman kredit (loans). Pendekatan ini
mendefinisikan output adalah penjumlahan dari keduanya dari
berbagai transaksi-transaksi terkait, sedangkan input-inputnya adalah
biaya tenaga kerja, pengeluaran modal untuk aset-aset tetap (fixed
assets), serta pengeluaran-pengeluaran lainnya yang bersifat material.
b. Pendekatan intermediasi (Intermediation Approach), yaitu
memperlakukan institusi keuangan sebagai lembaga yang
menjalankan fungsi intermediasi, dengan mengubah dan mentransfer
berbagai aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit.
Dalam pendekatan ini, biaya tenaga kerja, pengeluaran modal, dan
pembayaran bunga simpanan dikategorikan sebagai input-input,
sedangkan pinjaman kredit dan investasi pada instrumen keuangan
(financial investment) sebagai output-outputnya.
c. Pendekatan aset (Asset Approach), pendekatan ini hampir sama
dengan pendekatan intermediasi, namun dengan lebih memperlakukan
institusi keuangan adalah lembaga yang menjalankan fungsi utama
sebagai pencipta pinjaman kredit (loans).
Menurut Hadad et al (2003) dalam Prapanca (2012) menyatakan
bahwa pengukuran efisiensi bank dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan. Pertama, menggunakan pendekatan parametrik seperti
Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free Approach
(DFA) Pendekatan kedua, menggunakan pendekatan non-parametrik yaitu
Data Envelopment Analysis (DEA).
Efisiensi menjadi salah satu ukuran yang sangat penting dalam
menilai kinerja suatu perusahaan. Menurut Berger dan Mester (1997) pada
F. Maharani (2012) efisiensi industri perbankan dapat ditinjau dari sudut
pandang mikro maupun makro.Dari perspektif mikro, dalam suasana
3
persaingan yang semakin ketat sebuah bank agar bisa bertahan dan
berkembang harus efisien dalam kegiatan operasinya. Bank-bank yangtidak
efisien, besar kemungkinan akan exit dari pasar karena tidak mampu
bersaing dengan kompetitornya, baik dari segi harga (pricing) maupun
dalam hal kualitas produk dan pelayanan. Bank yang tidak efisien akan
kesulitan dalam mempertahankan kesetiaan nasabahnya dan juga tidak
diminati oleh calon nasabah dalam rangka untuk memperbesar customerbasenya.
Sementara dari perspektif makro, industri perbankan yang efisien
dapat mempengaruhi biaya intermediasi keuangan dan secara keseluruhan
stabilitas sistem keuangan.Hal ini disebabkan peran yang sangat strategis
dari industri perbankan sebagai intermediator dan produsen jasa-jasa
keuangan.
Dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi, kinerja perbankan akan
semakin lebih baik dalam mengalokasikan sumber daya keuangan dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi

Tahapan Umum Menggunakan SEM (skripsi dan tesis)

Tahapan dalam menggunakan SEM secara garis besar, adalah sebagai berikut (Jogiyanto, 2011): 1. Spesifikasi model, yaitu membangun model yang sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian dengan landasan teori yang kuat. 2. Estimasi parameter bebas, yaitu komparasi matrik kovarian yang merepresentasi hubungan antar variabel dengan mengestimasinya ke dalam model yang paling sesuai. Parameter untuk mengukur kesesuaian model adalah maximum likelihood, weighted least squares atau asymptotically distribution-free methods. 3. Assessment of fit, yaitu eksekusi estimasi kesesuaian model dengan menggunakan parameter anatara lain : Chi-Square (ukuran dasar kesesuaian model yang secara konseptual merupakan fungsi dari ukuran sampel dan perbedaan antara matrik kovarian yang diobservasi dengan matrik kovarian model), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), Standarized Root Mean Residual (SRMR), and Comparative Fit Index (CFI). 4. Modifikasi model, yaitu mengembangkan model yang diuji di awal untuk meningkatkan goodness-of-fit (GOF) model. Peluang untuk mengembangkan model tergantung besarnya degree of freedom dari model. Namun, pengembangan model harus mempertimbangkan dasar teori, tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan alasan/argument statistis. 5. Interpretasi dan komunikasi, yaitu interpretasi hasil pengujian statistika dan pengakuan bahwa konstruk yang dibangun berdasarkan model yang paling sesuai. Namun, hasil tersebut dapat dicapai ketika desain riset dibangun secara cermat sehingga dapat membedakan hipotesis rival. 6. Replikasi dan validasi ulang, yaitu kemampuan model yang dimodifikasi untuk dapat direplikasi dan divalidasi ulang sebelum hasil penelitian diinterpretasi dan dikomunikasikan

Pemodelan SEM-PLS (skripsi dan tesis)

Diagram lintasan (path diagram) dalam SEM digunakan untuk menggambarkan model SEM agar lebih jelas dan mudah dimengerti. Notasi dan simbol dalam SEM serta variabel-variabel yang berkaitan perlu diketahui untuk dapat menggambarkan diagram jalur sebuah persamaan, kemudian hubungan diantara model-model tersebut dimasukkan ke dalam model persamaan struktural dan model pengukuran.

\Evaluasi model PLS dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengevaluasi outer model dan inner model. Outer model merupakan model pengukuran untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Inner model merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan antar variabel laten

Metode SEM-PLS (skripsi dan tesis)

SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistika untuk menguji dan mengestimasi hubungan kausal dengan mengintegrasikan analisis faktor dan analisis jalur (Wright dalam Jogiyanto, 2011). SEM dapat berbasis varian dan kovarian. SEM berbasis varian adalah SEM yang menggunakan varian dalam proses iterasi atau blok varian antar indikator atau parameter yang diestimasi dalam satu variabel laten tanpa mengkorelasikannya dengan indikator-indikatornya yang ada divariabel laten lain dalam satu model penelitian (Jogiyanto, 2011). Salah satu SEM berbasis varian yang mulai banyak digunakan adalah PLS. Analisis Partial Least Square (PLS) adalah teknik statistika multivariat yang melakukan pembandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen berganda (Jogiyanto, 2011). PLS adalah salah satu metoda statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel penelitian kecil, adanya data yang hilang (missing values), dan multikolinearitas (Field dalam Jogiyanto, 2011). SEM-PLS mampu menganalisis variabel yang tidak dapat diukur langsung. Variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dalam SEM-PLS disebut variabel laten atau konstruk yang harus diukur dengan indikator. SEM-PLS bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat, apakah ada hubungan atau pengaruh antar konstruk tersebut (Dwipradnyana dkk, 2017). SEM–PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel lebih besar dari 250 sampel dan tidak mensyaratkan asumsi data berdistribusi normal (Sholihin dan Ratmono, 2013).

Partial Least Square (PLS) (skripsi dan tesis)

Pendekatan PLS dikembangkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dan statistika bernama Herman Ole Andreas Wold. Pada tahun 1974, Wold memperkenalkan PLS secara umum dengan menggunakan algorithm NIPALS (nonlinear iterative partial least squares) yang berfokus untuk maximize variabel eksogen (X) untuk menjelaskan variance variabel endogen (Y) dan menjadi metoda alternatif untuk OLS regresi. Menurut Wold dibandingkan dengan 16 pendekatan lain dan khususnya metoda estimasi Maximum Likelihood, NIPALS lebih umum oleh karena bekerja dengan sejumlah kecil asumsi zero intercorrelation antara residual dan variabel. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Fornell dan Bookstein (1982) bahwa PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan oleh SEM berbasis covariance yaitu improper solutions dan factor indeterminacy. Partial Least Squares merupakan metoda analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus berdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Wold, 1985). Pada dasarnya Wold mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas data (Wold, 1985). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Chin, 1998). Sebagai teknik prediksi, PLS mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan sehingga pendekatan estimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator dan menghindarkan masalah factor indeterminacy. PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary Least Squares) maka persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan menghindarkan masalah untuk model yang bersifat non-recursive (model yang bersifat timbal-balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM berbasis covariance. Sebagai alternatif analisis covariance based SEM, pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi komponen (Chin, 1998). CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari PLS adalah prediksi. Oleh karena PLS lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi yang terbatas, persoalan misspecification model tidak terlalu berpengaruh terhadap estimasi parameter. Algoritma dalam PLS adalah untuk mendapatkan the best weight 17 estimate untuk setiap blok indikator dari setiap variabel laten. Setiap variabel laten menghasilkan komponen skor yang didasarkan pada estimated indicator weight yang memaksimumkan variance explained untuk variabel dependen (laten, observed atau keduanya) (Yamin dan Kurniawan, 2011). Kelebihan dalam PLS antara lain (1) algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator dengan variabel latennya yang bersifat refleksif namun juga bisa dipakai untuk hubungan formatif, (2) PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel yang relatif kecil, (3) dapat digunakan untuk model yang sangat kompleks, (4) dapat digunakan ketika distribusi skew (Yamin dan Kurniawan, 2011). PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif, hal ini tidak mungkin dijalankan dalam CB-SEM karena akan terjadi unidentified model. Oleh karena algorithm dalam PLS menggunakan analisis series ordinary least square, maka identifikasi model bukan masalah dalam model rekursif dan juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu dari pengukuran variabel. Lebih jauh algorithm dalam PLS mampu mengestimasi model yang besar dan komplek dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator. Namun, metode PLS juga memiliki kekurangan yakni distribusi data tidak diketahui sehingga tidak bisa menilai signifikansi statistik. Kelemahan pada metode partial least square ini bisa diatasi dengan menggunakan metode resampling atau bootstrap (Ghozali, 2011).

Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) (skripsi dan tesis)

Analisis faktor konfirmatori atau CFA adalah salah satu diantara metode statistik multivariat yang digunakan untuk menguji dimensionalitas suatu konstruk atau mengkonfirmasi apakah model yang dibangun sesuai dengan yang dihipotesiskan oleh peneliti. Model yang dihipotesiskan terdiri dari satu atau lebih variabel laten yang diukur oleh indikator-indikatornya. Dalam CFA, variabel laten dianggap sebagai variabel penyebab (variabel bebas) yang mendasari variabelvariabel indikator (Ghozali, 2011). Variabel-variabel dalam CFA terdiri dari variabel yang dapat diamati atau diukur langsung disebut variabel manifes (manifest variable) dan variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara langsung disebut dengan variabel laten (latent variable), yang dapat dibentuk dan dibangun dengan variabel-variabel yang dapat diukur (variabel indikator). Dalam CFA biasanya tidak mengasumsikan arah hubungan, tapi menyatakan hubungan korelatif atau hubungan kausal antar variabel. Sehingga dapat dikatakan bahwa CFA digunakan untuk mengevaluasi pola-pola hubungan antar variabel, apakah suatu indikator mampu mencerminkan variabel laten, melalui ukuran-ukuran statistik.

Analisis Jalur (Path Analysis) (skripsi dan tesis)

Analisis jalur (path analysis) merupakan suatu teknik statistika yang bertujuan untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada model regresi berganda jika variabel prediktornya mempengaruhi variabel respon tidak secara langsung tetapi juga secara tidak langsung. Analisis jalur digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah mendukung teori, yang sebelumnya atau  telah dihipotesiskan oleh peneliti mencakup kaitan struktural hubungan kausal antar variabel terukur. Subyek utama dalam analisis jalur adalah variabel-variabel yang saling berkorelasi. Dengan analisis jalur, semua pengaruh baik langsung (direct effect) maupun tak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total couse effect) pada suatu faktor dapat diketahui. Dalam perkembangannya, analisis jalur ini dilakukan dalam kerangka pemodelan SEM

Istilah dan Notasi dalam SEM (skripsi dan tesis)

 

Terdapat beberapa istilah dan notasi yang sering digunakan pada SEM, berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai istilah-istilah dalam SEM (Ghozali, 2011):
a. Variabel laten atau construct atau unobserved variables merupakan variabel yang tidak dapat diukur melalui observasi secara langsung namun memerlukan beberapa indikator untuk dapat mengukurnya.

b. Variabel indikator atau manifest variables atau observed variable adalah variabel yang dapat diukur dan diamati secara langsung, variabel indikator/manifes digunakan untuk mengukur sebuah variabel laten.

c. Variabel eksogen adalah variabel yang tidak dipengaruhi variabel lain, ditunjukkan dengan tidak ada tanda panah yang mengarah pada variabel tersebut. Variabel eksogen dinotasikan dengan simbol  (ksi) yang merupakan penduga atau penyebab untuk variabel lainnya dalam suatu model persamaan struktural. Jika terdapat dua variabel eksogen yang saling berkorelasi, ditunjukkan dengan gambar tanda panah dua arah (nonrecursive) yang menghubungkan kedua variabel tersebut.
d. Variabel endogen, dinotasikan dengan simbol  (eta) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya (independent variable) dalam suatu model penelitian. Variabel endogen ditunjukkan dengan adanya tanda panah yang mengarah pada variabel tersebut.
e. Variabel antara yang ditunjukkan dengan adanya tanda panah yang mengarah dan meninggalkan suatu variabel, sedangkan variabel terikat hanya memiliki tanda panah yang mengarah ke variabel tersebut. f. Model struktural atau disebut juga dengan inner model adalah model yang menggambarkan hubungan-hubungan antara variabel laten. Sebuah hubungan diantara variabel laten serupa dengan sebuah persamaan regresi linier diantara variabel laten tersebut.
g. Model pengukuran (measurement model) atau outer model adalah model yang menghubungkan variabel indikator dengan variabel laten.
 h. Loading factor dinotasikan dengan simbol  (lambda) adalah nilai yang menyatakan hubungan-hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Faktor loading memiliki nilai diantara -1 sampai dengan 1 seperti korelasi. i. Indikator reflektif adalah indikator yang menjelaskan bahwa variabel laten merupakan pencerminan dari indikator-indikatornya. Pada indikator reflektif, kesalahan pengukuran (error) adalah pada tingkat indikator dan disimbolkan dengan  (epsilon) atau  (delta). j. Indikator formatif adalah indikator yang menjelaskan bahwa variabel laten dibentuk atau disusun oleh indikatornya. Sehingga seolah-olah variabel laten dipengaruhi oleh indikator-indikatornya. Pada indikator formatif kesalahan pengukuran berada pada tingkat variabel laten dan dinotasikan oleh  (zeta)

Jenis kesalahan dalam SEM (skripsi dan tesis)

Jenis kesalahan dalam SEM ada dua, yaitu: a. Kesalahan struktural (structural error) yaitu kesalahan pada model struktural dan disebut dengan error atau noise. b. Kesalahan pengukuran (measurement error) yaitu kesalahan pada model pengukuran.

Jenis model dalam SEM (skripsi dan tesis)

Jenis model dalam SEM ada dua, yaitu: a. Model struktural (structural model/inner model) yaitu model yang menggambarkan hubungan-hubungan diantara varibel laten yang membentuk persamaan simultan. b. Model pengukuran (measurement model/outer model) yaitu model yang menjelaskan hubungan sebuah variabel laten dengan variabel manifes dalam bentuk analisis faktor

Jenis variabel dalam SEM (skripsi dan tesis)

. Jenis variabel dalam SEM ada dua, yaitu: a. Variabel laten (unobserved variabel atau latent variable) yaitu variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat direpresentasikan oleh satu atau lebih variabel manifes/indikator. Menurut Kuntoro (2006), variabel laten ada dua macam, yaitu variabel laten endogen atau variabel terikat dan variabel laten eksogen atau variabel bebas, digambarkan dalam bentuk lingkaran/elips, dinotasikan dengan  (small ksi) untuk variabel laten eksogen dan  (small eta) untuk variabel laten endogen. b. Variabel teramati (observed variable atau measurement variable) yang sering juga disebut dengan indikator/variabel manifes (manifest variabel) yaitu variabel yang dapat diamati secara empiris melalui kegiatan survei atau sensus (Hair dkk, 1995). Variabel manifest juga terbagi menjadi dua, yakni variabel manifes eksogen/independen dan variabel manifes endogen/dependen, digambarkan dalam bentuk kotak/persegi empat, dinotasikan dengan Yi untuk indikator yang berhubungan dengan variabel laten endogen dan Xi untuk indikator yang berhubungan dengan variabel laten eksogen (Kuntoro, 2006).

Structural Equation Modeling (SEM) (skripsi dan tesis)

Structural Equation Modeling (SEM) merupakan metode statistika yang menggabungkan beberapa aspek yang terdapat pada analisis jalur dan analisis faktor konfirmatori untuk mengestimasi beberapa persamaan secara simultan (Ferdinand, 2002). Definisi tentang SEM lainnya dikemukakan oleh Wijayanto (2008) yang menyatakan bahwa SEM adalah metode pengembangan dari analisis multivariat yang berpangkal pada analisis faktor, analisis komponen utama, analisis kovarian, dan analisis korelasi. SEM memiliki kemampuan lebih dalam menyelesaikan permasalahan yang melibatkan banyak persamaan linier dengan menghasilkan model pengukuran dan sekaligus model struktural. Berbeda dengan regresi berganda, dimana pada umumnya model regresi merupakan hubungan sebab-akibat antar variabel-variabel yang teramati, sedangkan pada SEM hubungan sebab-akibat yang dispesifikasikan terjadi antar variabel-variabel laten. Model regresi lebih condong kepada eksplanatori, sedangkan pada SEM walaupun ada unsur eksplanatori namun secara empiris lebih sering dimanfaatkan sebagai model konfirmatori (Wardono, 2009). Proses estimasi parameter dalam model struktural SEM, salah satunya dapat menggunakan struktur kovarians yang lebih sering dikenal dengan istilah Model Struktur Kovarians (MSK) atau Covariance Based SEM (CB-SEM) dan lebih populer dikenal dengan model LISREL (Linier Structural Relationships). SEM  berbasis kovarians mengasumsikan bahwa variabel-variabel pengamatan adalah kontinyu yang berdistribusi normal multivariat serta mensyaratkan jumlah sampel yang besar (Afifah, 2014).

Analisis Faktor Dalam SEM (skripsi dan tesis)

 Analisis faktor merupakan teknik interdependen yang memiliki tujuan utama untuk mendefinisikan struktur dasar diantara variabel-variabel pengamatan dalam suatu analisis. Dengan kata lain, analisis faktor bertujuan untuk meringkas atau mereduksi variabel-variabel pengamatan menjadi bentuk dimensi baru yang merepresentasikan variabel utama (faktor). Berdasarkan tujuannya, analisis faktor dibedakan menjadi dua yaitu exploratory/penyelidikan atau confirmatory/ penegasan (Hair, Black, Babin dan Anderson, 2010).

1. Exploratory Factor Analysis (EFA), pendekatan yang bertujuan untuk menyelidiki faktor-faktor yang terkandung dalam variabel-variabel pengamatan tanpa penentuan teori pengukuran yang mengaturnya. Metode statistika yang termasuk dalam kategori EFA adalah Analisis Cluster dan Analisis Faktor.
2. Confirmatory Factor Analysis (CFA), pendekatan yang sudah memiliki teori pengukuran yang mengatur hubungan antara variabel-variabel pengamatan Problem Penelitian Apakah analisis eksploratory/confirmatory? Confirmatory Structural Equation Modeling Exploratory Tipe Analisis Faktor Pengelompokan variabel/observasi? Observasi Variabel Analisis Cluster Analisis Faktor  dan faktor-faktor yang diberikan dalam suatu penelitian dengan tujuan untuk melakukan penegasan suatu teori pengukuran yang diberikan dalam rangka membandingkan teoritis dengan hasil empiris/pengamatan.
Metode statistika yang termasuk dalam kategori CFA adalah Structural Equation Model (SEM) (Hair, dkk., 2010). Baik pada EFA maupun CFA, suatu variabel laten merupakan suatu faktor sebagai refleksi dari indikator-indikator. Dikatakan demikian karena indikatorindikator tersebut dipandang sebagai variabel-variabel yang dipengaruhi oleh konsep yang mendasarinya disebut sebagai faktor. Tingkat reflektifitas yang menghubungkan antara faktor dengan setiap indikator disebut dengan faktor loading.

PLS Prediction Oriented Segmentation (PLS-POS) (skripsi dan tesis

Menurut Becker dkk (2013) bahwa banyak kasus yang memiliki heterogenitas yang tidak teramati dapat menyamarkan beberapa hubungan yang berbeda antara konsep laten dalam suatu model kausal. Penelitian baru-baru ini telah menerapkan teknik kelas laten untuk mengevaluasi model jalur PLS. Oleh karena itu, perlu diterapkan beberapa jenis segmentasi berbasis respon laten yang memungkinkan adanya identifikasi heterogenitas yang tidak teramati.
Di antara teknik terbaru yang ada, metode hill-climbing  (misalnya Becker dkk, 2013) adalah salah satu contoh sangat baik karena pengukurannya menggunakan pendekatan distribusi bebas untuk SEM-PLS. Metode POS tidak menggunakan indeks apapun seperti BIC, AIC atau CAIC untuk memilih jumlah segmen terbaik. PLS-POS merupakan salah satu metode segmentasi yang berorientasi pada prediksi hubungan antar konstruk dan secara khusus dikembangkan untuk melengkapi pemodelan jalur pada PLS. Metode ini mengikuti pendekatan clustering yang menempatkan observasi secara deterministik dalam kelompok dan menggunakan ukuran jarak untuk menempatkan ulang observasi ke dalam kelompok yang lebih tepat untuk meningkatkan kekuatan prediksi model R2 dari variabel laten endogen. Kelebihan dari PLS-POS antara lain yaitu merupakan pendekatan berbasis nonparametrik yang bebas dari asumsi distribusi, serta mampu mengungkap heterogenitas pada model struktural dan model pengukuran. Selain itu juga dapat diaplikasikan pada semua model jalur tanpa memperhatikan jenis model pengukuran, distribusi data, ukuran sampel, ukuran segmen relatif, multikolinearitas, maupun kompleksitas model struktural (Becker dkk, 2013). Metode PLS-POS juga dapat mendeteksi heterogenitas pada model reflektif jika terdapat heterogenitas pada model struktural, yaitu jika heterogenitas pada model pengukuran reflektif merupakan sumber dari heterogenitas yang ada pada model struktural. Berikut ini merupakan algoritma dalam PLS-POS. 1. Membentuk segmentasi awal untuk memulai algoritma 2. Menghitung estimasi PLS kelompok tertentu untuk model jalur 3. Menentukan hasil dari kriteria objektif 4. Membentuk daftar calon observasi untuk dilakukan penempatan ulang 5. Meningkatkan hasil segmentasi 23 6. Jika maksimum jumlah iterasi atau kedalaman pencarian maksimum telah tercapai, proses berhenti. Jika tidak,kembali ke langkah ke 2. Ulangi sampai tahap berhenti. 7. Menghitung estimasi model jalur PLS kelompok tertentu dan memberikan hasil akhir segmentasi. Kriteria objektif yang dimaksud dalam PLS-POS adalah memaksimalkan jumlah nilai R2 variabel laten endogen. Sesuai dengan tujuan algoritma PLS, fokus dari PLS-POS adalah memaksimalkan prediksi dari setiap kelompok dengan cara meminimumkan jumlah residual kuadrat variabel laten endogen pada model jalur PLS. Oleh karena itu, kriteria objektif diwakili oleh penjumlahan dari nilai R2 setiap kelompok yang didefinisikan dan dihitung secara eksplisit di dalam algoritma PLS-POS. Setiap penempatan observasi pada PLS-POS meyakinkan peningkatan kriteria objektif karena berdasar pada pendekatan hill climbing. Kriteria objektif ini cocok untuk diaplikasikan pada semua model jalur PLS, terlepas dalam model tersebut melibatkan pengukuran reflektif maupun pengukuran formatif. Ukuran jarak total yang digunakan dalam PLS-POS, yaitu (Becker, 2013)

Pengelompokan dan Heterogenitas Dalam PLS SEM (skripsi dan tesis)

Salah satu perhatian penting dalam penerapan SEM-PLS aadalah segementasi atau pengelompokan.Tujuan pengelompokan  adalah membentuk observasi ke dalam kelompok dengan karakteristik yang sama atau serupa sehingga mampu meningkatkan kekuatan prediksi model. Prosedur segmentasi melibatkan pemeriksaan homogenitas atau heterogenitas pada pengamtan. Namun studi terdahulu dalam SEM sering mengasumsikan bahwa data yang dikumpulkan dari observasi telah homogeny atau dengan kata lain suatu model dengan nilai parameter yang sam cukup mempresentasikan seluruh observasi (Trujilo, 2009). Bagaimanapun, asumsi homogenitas ini sering tidak realistis dan diragukan karena data dikumpulkan dari observasi dengan latar belakang dan karakteristik beragam, seperti gender, kelompok umur, tingkat pendidikan, kultur budaya, status perkawinan, dan sebagainya Mengasumsikan homogenitas pada data dapt mendorong analisis membuat keputusan yang tidak akurat, keliru dan menghasilkan kesimpulan yang lemah. Oleh karena itu perlu mengasumsikan adanya heterogenitas pada populasi terkait perbedaan karakteristik setiap observasi (Trujilo, 2009). Dengan asumsi heterogenitas, berimplikasi bahwa terdapat lebih dari satu set estimasi parameter untuk dapat memberikan gambaran yang tepat terhadapa fenomena penelitian. Becker dkk (2013) menyatakan bahwa mengabaikan adanya heterogenitas tidak teramati dapat menimbulkan kerugian yang besar terhadap hasil estimasi PLS. Selain estimasi parameter bersifat bias, beberapa akibat lain seperti: a. Koefisien jalur yang tidak signifikan pada level kelompok (local group) menjadi signifikan pada level keseluruhan sampel yang mengkombinasikan kelompok b. Perbedaan tanda pada estimasi parameter antar kelompok termanifestasi pada hasil yang non signifikan pada level keseluruhan sampel c. Variansi yang dapat dijelaskan model (R2 dari variabel endogen) menurun. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi bias pada estimasi parameter dan menghindarkan 21 kesalahan yang ditimnulkan karena mengabaikan heterogenitas tidak teramati pada model jalur PLS antara lain FIMIX-PLS, REBUS –PLS, dan PLS-POS (Becker dkk, 2013)

Evaluasi Model Struktural atau Inner Model (skripsi dan tesis)

Ada beberapa tahap untuk mengevaluasi model struktural.
a. Melihat signifikansi hubungan antara konstrak/variabel laten. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jalur (path coefficient) yang menggambarkan kekuatan hubungan antara konstrak/variabel laten. Untuk melihat signifikansi path coefficient dapat dilihat dari nilai t-test (critical ratio) yang diperoleh dari proses bootstrapping (resampling method).
b. Nilai R2 yang menunjukkan besarnya variabilitas variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen. Chin (1998) menjelaskan kriteria batasan nilai R2 ini dalam tiga klasifikasi, yaitu nilai R2 0.67, 0.33, dan 0.19 sebagai subtansial, moderat, dan lemah. Nilai R2 merupakan kuadrat dari korelasi antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen.
c. Q-Square Predictive Relevance (Q2 ) digunakan untuk validasi kemampuan prediksi model d
 Apabila nilai Q2 > 0 dan semakin mendekati nilai 1, maka dapat dikatakan bahwa model struktural fit dengan data atau memiliki prediksi yang relevansi (Ghozali, 2011).

Evaluasi Model SEM-Partial Least Square (PLS) (skripsi dan tesis)

Evaluasi model dalam PLS meliputi dua tahap, yaitu evaluasi outer model dan evaluasi inner model. a) Evaluasi Model Pengukuran atau Outer Model Model pengukuran atau outer model bertujuan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. 1. Validitas Konvergen (Convergent Validity) Convergent validity digunakan untuk mengukur besarnya korelasi antara variabel laten dengan variabel indikator pada model pengukuran refleksif. Dalam evaluasi convergent validity dapat dinilai berdasarkan korelasi antara item score dengan construct score. Suatu kolerasi dapat dikatakan memenuhi convergent validity apabila memiliki nilai loading factor sebesar lebih besar dari 0,5 – 0,6 Ghozali (2011) serta nilai Thitung > pada α tertentu, pada penelitian ini menggunakan α =5%. 2. Discriminant Validity Discriminant Validity dari model pengukuran dengan tipe indikator refleksif dihitung berdasarkan nilai cross loading dari variabel indikator terhadap masing-masing variabel laten. Jika kolerasi antara variabel laten dengan setiap variabel indikator lebih besar daripada korelasi dengan variabel laten lainnya, maka variabel laten tersebut dapat dikatakan memprediksi indikatornya lebih baik dari pada variabel laten lainnya. 3. Pengujian Reliabilitas Composite Reliability atau reliabilitas komposit merupakan blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan ukuran internal consistency. Composite reliability dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Bootstrap pada SEM-Partial Least Square (PLS) (skripsi dan tesis)

SEM-PLS tidak berasumsi bahwa data distribusi normal. Sehingga pada SEM-PLS berlaku metode bootstrap yaitu metode statistika nonparametrik untuk mengestimasi parameter suatu distribusi, varians sampel, dan menaksir tingkat kesalahan (Davison dan Hinkley 1997). Pada proses bootsrap, dilakukan pengambilan sampel secara resampling with replacement untuk mendapatkan kesalahan standar untuk pengujian hipotesis. Metode bootstrap telah dikembangkan oleh Efron (1979) sebagai alat untuk membantu mengurangi ketidakandalan yang berhubungan dengan kesalahan penggunaan distribusi normal dan penggunaannya. Boostrap membuat pseudo data (data bayangan) dengan menggunakan informasi dari data asli dengan memperhatikan sifat-sifat data asli, sehingga data bayangan memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan data asli. Metode resampling pada partial least square dengan sampel kecil   menggunakan bootstrap standard error untuk menilai level signifikansi dan memperoleh kestabilan estimasi model pengukuran dan model struktural dengan cara mencari estimasi dari standard error (Chin, 1998).

Structural Equation Model (skripsi dan tesis)

Partial Least Square (SEMPLS) Partial Least Squares merupakan satu metode penyelesaian SEM, yang sering disebut sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus berdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen. Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Wold dalam Ghozali, 2011). PLS memiliki kelebihan antara lain (1) algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator dengan variabel latennya yang bersifat refleksif namun juga bisa dipakai untuk hubungan formatif, (2) PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel yang relatif kecil, (3) dapat digunakan untuk model yang   sangat kompleks, (4) dapat digunakan ketika distribusi skew atau tidak normal (Yamin dan Kurniawan, 2011). PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif, hal ini tidak mungkin dijalankan dalam CB-SEM karena akan terjadi unidentified model. Oleh karena algorithm dalam PLS menggunakan analisis series ordinary least square, maka identifikasi model bukan masalah dalam model rekursif dan juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu dari pengukuran variabel. Lebih jauh algorithm dalam PLS mampu mengestimasi model yang besar dan komplek dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator. Namun, metode PLS juga memiliki kekurangan yakni distribusi data tidak diketahui sehingga tidak bisa menilai signifikansi statistik. Kelemahan pada metode partial least square ini bisa diatasi dengan menggunakan metode resampling atau bootstrap

Analisis Jalur (Path Analysis) (skripsi dan tesis)

Analisis jalur (path analysis) merupakan suatu teknik statistika yang bertujuan untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada model regresi berganda jika variabel prediktornya mempengaruhi variabel respon tidak secara langsung tetapi juga secara tidak langsung (Rutherford dalam Sarwono, 2007). Model analisis jalur digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh seperangkat variabel eksogen terhadap variabel endogen. Analisis jalur digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah mendukung teori, yang sebelumnya telah dihipotesiskan oleh peneliti mencakup kaitan struktural hubungan kausal antar variabel terukur. Subyek utama dalam analisis jalur adalah variabel-variabel yang saling berkorelasi. Dengan analisis jalur, semua pengaruh baik langsung (direct effect) maupun tak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total couse effect) pada suatu faktor dapat diketahui. Dalam perkembangannya, analisis jalur ini dilakukan dalam kerangka pemodelan SEM.

Komponen-komponen dalam SEM (skripsi dan tesis)

Komponen-komponen dalam SEM secara umum adalah sebagai berikut:

 1. Jenis variabel dalam SEM ada dua, yaitu:
a. Variabel laten (unobserved variable atau latent variable) yaitu variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat direpresentasikan oleh satu atau lebih variabel manifes/indikator. Variabel laten ada dua macam, yaitu variabel laten endogen atau variabel terikat (  ) dan variabel laten eksogen (  ) atau variabel bebas.
b. Variabel teramati (observed variable atau measurement variable) yang sering juga disebut dengan indikator/variabel manifes (manifest variabel) yaitu variabel yang dapat diamati secara empiris melalui kegiatan survei atau sensus (Hair, dkk, 2007). Variabel manifes juga terbagi menjadi dua, yaitu variabel manifes eksogen yang bersifat independen dinotasikan dengan X dan variabel manifes endogen yang bersifat dependen dinotasikan dengan Y.
Model Pengukuran Model Struktural
 2. Jenis model dalam SEM ada dua, yaitu:
a. Model struktural (structural model/inner model) yaitu model yang menggambarkan hubungan-hubungan diantara varibel laten yang membentuk persamaan simultan. b. Model pengukuran (measurement model/outer model) yaitu model yang menjelaskan hubungan variabel laten dengan indikator-indikator dalam bentuk analisis faktor

. 3. Jenis kesalahan dalam SEM ada dua, yaitu: a. Kesalahan struktural (structural error) yaitu kesalahan pada model struktural dan disebut dengan error atau noise, dilambangkan dengan  (zeta) dimana variabel laten eksogen yang tidak dapat memprediksi sempurna variabel laten endogen b. Kesalahan pengukuran (measurement error) yaitu kesalahan pada model pengukuran. Kesalahan pengukuran merupakan nilai/ ukuran kesalahan akibat variabel indikator tidak dapat mengukur variabel laten secara sempurna dan dibedakan berdasarkan variabel indikator eksogen yang dilambangkan dengan (delta) dan variabel indikator endogen yang dilambangkan dengan (epsilon). (Wijayanto, 2008)

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) (skripsi dan tesis)

SEM adalah metode statistika multivariat yang banyak digunakan untuk mengatasi masalah dasar dalam pengambilan keputusan dalam ilmu-ilmu sosial dan perilaku dan berkembang 8 dalam disiplin ilmu lainnya, yaitu melalui pengukuranpengukuran yang melibatkan variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga memerlukan variabel indikator sebagai variabel yang dapat diukur (Wijayanto, 2008). SEM mampu menguji model persamaan structural yang merupakan hubungan antara variabel laten endogen dan variabel laten eksogen. Selain itu dapat digunakan untuk menguji model pengukuran yaitu hubungan antara variabel indikator dengan variabel laten yang menunjukkan besarnya korelasi antara indikator dengan variabel laten yang dijelaskannya (Hidayat, 2010). Pemodelan dengan melibatkan banyak variabel yang tidak dapat diukur secara langsung serta menjelaskan hubungan kausal yang bersifat kompleks tidaklah mudah dan diperlukan metode statistika yang dapat menyelesaikan sistem persamaan secara komprehensif

Statistika Deskriptif (skripsi dan tesis)

Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan, dideskripsikan atau disimpulkan baik secara numerik (misal menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik) untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna (Walpole,1992). Dalam statistika deskriptif terdapat dua ukuran, yaitu ukuran pemusatan data dan ukuran penyebaran data. Ukuran pemusatan data dapat berupa rata-rata, median, modus, kuartil bawah, dan kuartil atas. Hasil ukuran pemusatan data dapat dijadikan pedoman untuk mengamati karakter dari sebuah data. Sedangkan ukuran penyebaran data digunakan untuk menentukan seberapa besar nilai-nilai data berbeda atau bervariasi dengan nilai pusatnya, atau seberapa besar data tersebut menyimpang dari nilai pusatnya. Ukuran penyebaran data terdiri dari jangkauan (range), variasi, dan standar deviasi (Walpole,1992).

Structural Equation Modeling (SEM) (skripsi dan tesis)

Structural Equation Modeling (SEM) merupakan metode analisis multivariat yang dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan hubungan linier secara simultan antara variabel pengamatan (indikator) dan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (variabel laten). Variabel laten merupakan variabel tak teramati (unobserved) atau tak dapat diukur (unmeasured) secara langsung, melainkan harus diukur melalui beberapa indikator. Terdapat dua tipe variabel laten dalam SEM yaitu endogen () dan eksogen (ξ).

Asumsi Dalam Analisis Jalur (skripsi dan tesis)

Asumsi yang digunakan dalam analisis jalur yaitu:

1. Hubungan antar variabel linier

2. Sifat aditif

3. Skala pengukuran minimal interval

4. Hubungan sebab akibat (landasan teoritis)

5. Syarat lainnya sama dengan persyaratan untuk multiple regresi