Indikator Kepemimpinan


Indikator–indikator kepemimpinan menurut Kartono (2013: 189)
diantaranya:
a. Kemampuan analitis
Kemampuan menganalisa situasi yang dihadapi secara teliti, matang,
dan mantap, merupakan prasyarat untuk suksesnya kepemimpinan
sesorang.
b. Ketrampilan berkomunikasi
Dalam memberikan perintah, petunjuk, pedoman, nasihat, seorang
pemimpin harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi.
c. Keberanian
Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi ia perlu
memiliki keberanian yang semakin besar dalam melaksanakan tugas.
d. Kemampuan mendengar
Bisa untuk mendengarkan pendapat dari bawahan sehingga bawahan
tidak hanya diberi tugas saja akan tetapi dengarkanlah apa pendapat dari
bawahanya
e. Ketegasan
Ketegasan dalam menghadapi bawahan dan menghadapi
ketidaktentuan sangat penting bagi seorang pemimpin.

Fungsi Kepemimpinan


Menurut Naim & Asma (2019: 98) Pemimpin memiliki fungsi yang
sangat penting dalam sebuah organisasi, bail untuk keberadaan dan juga
kemajuan organisasi tersebut. Pada dasarnya, fungsi kepemimpinan
memiliki 2 aspek yaitu:
a. Fungsi Administratif
Yang dimaksud dengan fungsi Administratif adalah pengadaan
formula kebijakan administrasi di dalam suatu organisasi dan
menyediakan segala fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai Top Manajemen
Fungsi sebagai Top Manajemen adalah fungsi pemipin dalam
aktivitas pembuatan Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Commanding, dan Controlling.
Sedangkan menurut Hadari Nawawi dalam Naim & Asma (2019: 98)
Beberapa fungsi kepemimpinan adalah:
a. Fungsi Instruktif
Pemimpin berperan sebagai komunikator yang menentukan apa (isi
perintah), bagaimana (cara melakukan), bilamana (waktu pelaksanaan),
dan di mana (tempat mengerjakan) agar keputusan dapat diwujudkan
secara efektif. Dengan kata lain, fungsi orang yang dipimpin hanyalah
utuk melaksanakan perintah pemimpin.
b. Fungsi Konsultif
Pemimpin menggunakan fungsi konsulatif sebagai cara
berkomunikasi dua arah dalam upaya menetapkan sebuah keputusan
yang membutuhkan pertimbangan dan konsultasi dari orang yang
dipimpinnya.
c. Fungsi Partisipasi
Pemimpin bisa melibatkan anggotanya dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam melaksanakannya.
d. Fungsi Delegasi
Pemimpin dapat melimpahkan wewenangnya kepada orang lain,
misalnya membuat dan menetapkan keputusan. Fungsi delegasi adalah
bentuk kepercayaan seorang pemimpin kepada seseorang yang diberikan
pelimpahan wewenang untuk bertanggung jawab.
e. Fungsi Pengendalian
Pemimpin bisa melakukan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan, terhadap kegiatan para anggotanya.

Kepemimpinan


Aktivitas manusia secara bersama-sama senantiasa memerlukan
kepemimpinan. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan
mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai
keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan
konseptual.

  1. Pengertian Kepemimpinan
    Menurut Yukl dalam Usman (2019: 9) yang menyatakan
    kepemimpinan adalah proses memengaruhi oranglain, untuk memahami dan
    menyetujui kebutuhan yang harus dipenuhi dan cara menindaknya, serta
    proses memfasilitasi individu dan kelompok agar berusaha mencapai tujuan
    bersama.
    Sedangkan menurut Kartono (2013: 187) Kepemimpinan ialah satu
    bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu
    mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna
    mencapai tujuan bersama.
    Sedangkan menurut Hutahaean (2021: 2) Kepemimpinan adalah suatu
    bentuk dominasi yang disengaja atau disadari oleh kemampuan pribadi yang
    mampu mendorong atau mengajak kepada orang lain dalam melakukan
    sesuatu berdasarkan atas penerimaan oleh kelompoknya dan mempunyai
    keahlian yang khusus secara tepat bagi situasi yang khusus.

Peran Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia


Perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya. Perubahan tersebut telah
menggeser fungsi-fungsi manajeman sumber daya manusia yang selama ini
hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan dengan
perekrutan pegawai staffing, coordinating yang dilakukan oleh bagian
personalia saja.
Menurut Bukit et al. (2017: 16-18) saat ini manajeman sumber daya
manusia berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi
yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk
bersama-sama mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki
fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi, dengan kata lain
fungsi sumber daya manusia lama menjadi lebih bersifat strategik. Oleh
karenanya Manajemen sumber daya manusia mempunyai kewajiban untuk
memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di
lingkungan bisnis, harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan
memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis akibat
informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen
sumber daya manusia tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam
melaksanakan fungsinya di dalam organisasi.
Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya sumber daya
manusia dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi
sumber daya manusia bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi
perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan
pembuatan keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi sumber daya
manusia maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh
keberhasilan.
Tingkat integrasi antara perencanaan strategis dengan fungsi-fungsi
sumber daya manusia terwujud dalam 4 (empat) macam hubungan :
a. Hubungan Administrasi
Disini manajer puncak dan manajer fungsional yuang lainnya
menganggap fungsi sumber daya manusia relatif tidak penting dan
memandang manusia bukan sebagai keterbatasan maupun aset
perusahaan dalam pengambilan keputusan bisnis.
b. Hubungan Satu Arah
Terdapat hubugan skuensial antara perencanaan strategis dengan
fungsi-fungsi sumber daya manusia. Fungsi sumber daya manusia
merancang program dan sistem untuk mendukung tujuan strategis
perusahaan. Jadi sumber daya manusia bereaksi terhadap inisiatif
strategis tetapi tidak memiliki pengaruh, karena meskipun sudah
dianggap penting namun belum dianggap sebagai mitra bisnis yang
strategis.
c. Hubungan Dua Arah
Ditandai dengan hubungan resiprokal dan saling ketergantungan
antara perencanaan strategi dengan sumber daya manusia. Fungsi
sumber daya manusia dipandang penting dan dapat dipercaya. sumber
daya manusia berperan dalam penentuan arah strategis perusahaan dan
sudah dijadikan mitra strategis.
d. Hubungan Integratif
Ditandai oleh hubungan yang dinamis dan interaktif antar fungsifungsi sumber daya manusia dan perencanaan strategis. Di sini manajer
sumber daya manusia dipandang sebagai sebenar-benarnya mitra bisnis
staregis dan dilibatkan dalam keputusan strategis.

Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia


Mutu sumber daya manusia tidak lepas dari kerja karyawan yang
professional, sehingga diharapkan supaya mutu sumber daya manusia yang
besar timbul pada kalangan professional yang mempunyai kemampuan yang
digunakan buat memperhitungkan serta membentuk citra diri mereka.
Keberhasilan sesuatu organisasi didetetapkan oleh manajemen sumber daya
manusia yang terus menjadi bermutu. Ini merupakan tantangan untuk
manajemen sumber daya manusia dalam mengalami keragaman sumber
daya manusia yang terus menjadi bertambah.
Menurut Kaswan (2012: 8) lebih spesifik mengatakan bahwa
Tantangan-tantangan merupakan kekuatan yang mempengaruhi individu,
komunitas, bisnis, dan masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu mengisyaratkan
bahwa sejumlah tindakan harus dilakukan organisasi untuk menangani
ketidakpastian dan turbulensi yang ada dilingkungan.
Menurut Sutrisno (2012: 11) Kesulitan yang dihadapi oleh
manajemen sumber daya manusia dimasa depan tentu tidak akan sama lagi
dengan kondisi masa lampau. Kesulitannya adalah bagaimana menciptakan
organisasi yang semakin beragam dan menuntut pengelolaan yang semakin
efisien, efektif, dan produktif

Fungsi dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Sutrisno (2012: 9-11) Manajemen sumber daya manusia
mempunyai peran penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia
dalam suatu organisasi ataupun perusahaan. Kegiatan sumber daya manusia
merupakan bagian proses manajemen sumber daya manusia yang paling
sentral, dan merupakan suatu rangkaian dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Sutrisno (2012: 9-11) kegiatan manajemen sumber daya
manusia akan berjalan lancar, apabila memanfaatkan fungsi-fungsi
manajemen.
Fungsi manajemen yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan
ketenagakerjaan, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif
dan efisien, dalam membantu terwujudnya tujuan.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi, dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi.
c. Pengarahan dan pengadaan
Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar
dapat kerja sama dengan bekerja efektif dan efisien. Sedangkan
pengarahan dilakukan oleh pemimpin yang dengan tugasnya akan
memberikan arahan kepada pegawai agar mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik.
d. Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan mengendalikan pegawai agar
dapat menaati peraturan organisasi atau perusahaan sesuai dengan apa
yang direncanakan.
e. Pengembangan
Pengembangan adalah merupakan suatu proses peningkatan
keterampilan sebuah teknis, teoritis, kemudian konseptual, serta moral
seorang pegawai melalui pendidikan, wawasan dan pelatihan yang
diberikan khusus perusahaan kepada pegawai.
f. Kompensasi
Kompensasi merupakan pemberian balas jasa langsung berupa uang
atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan oleh
organisasi.
g. Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah merupakan kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan suatu organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja
sama yang serasi dan saling menguntungkan untuk perusahaan dan
seorang pegawai.
h. Pemeliharaan
Merupakan kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik,
mental, dan loyalitas, agar para pekerja atau karyawan tetap dapat bekerja
sama hingga pension.
i. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya
manusia yang paling penting dan paling utama yang merupakan sebuah
kunci terwujudnya suatu tujuan organisasi, karena tanpa adanya sifat
kedisiplinan ini maka akan sulit bagi suatu perusahaan dan untuk
mewujudkan suatu tujuan tersebut maka untuk mencapainyapun akan
terasa sulit.
j. Pemberhentian
Pemberhentian merupakan putus hubungan kerja seseorang dari
suatu organisasi. Pemberhentian ini dapat disebabkan oleh keinginan
pegawai maupun keinginan organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting
dalam menentukan sebuah keputusan yang dapat mengatur atau
mengembangkan sumber daya manusia dengan harapan memiliki karyawan
yang profesional, dengan melakukan rekrutmen karyawan, proses seleksi, dan
pengklasifikasian keahlian sesuai dengan kemampuan masing-masing seorang
individu.

  1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
    Menurut Ajabar (2020: 4) Manajemen sumber daya manusia adalah
    proses memberdayakan atau memaksimalkan anggota organisasi sehingga
    mampu mencapai tujuan organisasi tersebut secara efektif dan efisien.
    Menurut Sihotang dalam Sinambela (2016: 8) Pada Hakikatnya,
    MSDM merupakan gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia
    sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat dominan pada setiap
    organisasi. Oleh sebab itu, MSDM adalah keseluruhan proses perencanaan,
    pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan
    pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi,
    pengemangan, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan SDM untuk
    tercapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan pemerintah
    dan organisasi yang bersangkutan.
    Menurut Sinambela (2016: 8) Manajemen sumber daya manusia
    adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup
    pegawai, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk
    menunjang aktivitas organisasi atau organisasi demi mencapai tujuan yang
    telah ditentukan.
    Sedangkan menurut Sutrisno (2012: 6) lebih spesifik mengatakan
    bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan kegiatan
    perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan
    Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mencapai tujuan baik secara
    individu maupun organisasi.

Tahapan Pengendalian Kualitas


Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil
produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Suyadi
Prawirosentono (2007;72), terdapat beberapa standar kualitas yang bisa
ditentukan oleh perusahaan dalam upaya menjaga output barang hasil produksi
diantaranya:

  1. Standar kualitas bahan baku yang akan digunakan.
  2. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
    melaksanakannya).
  3. Standar kualitas barang setengah jadi.
  4. Standar kualitas barang jadi.
  5. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir tersebut
    sampai ke tangan konsumen.
    Dikarenakan kegiatan pengendalian kualitas sangatlah luas, untuk itu
    semua pengaruh terhadap kualitas harus dimasukkan dan diperhatikan. Secara
    umum menurut Suyadi Prawirosentono (2007;74), pengendalian atau pengawasan
    akan kualitas di suatu perusahaan manufaktur dilakukan secara bertahap meliputi
    hal-hal sebagai berikut:
  6. Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku, bahan
    baku penolong dan sebagainya), kualitas bahan dalam proses dan kualitas
    produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan komposisinya.
  7. Pemeriksaan atas produk sebagai hasil proses pembuatan. Hal ini berlaku
    untuk barang setengah jadi maupun barang jadi. Pemeriksaan yang
    dilakukan tersebut memberi gambaran apakah proses produksi berjalan
    seperti yang telah ditetapkan atau tidak.
  8. Pemeriksaan cara pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen.
    Melakukan analisis fakta untuk mengetahui penyimpangan yang mungkin
    terjadi.
  9. Mesin, tenaga kerja dan fasilitas lainnya yang dipakai dalam proses
    produksi harus juga diawasi sesuai dengan standar kebutuhan. Apabila
    terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi agar produk yang
    dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan

Faktor-faktor Pengendalian Kualitas


Menurut Douglas C. Montgomery (2001:26) dan berdasarkan beberapa
literatur lain menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian
kualitas yang dilakukan perusahaan adalah:

  1. Kemampuan proses
    Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan
    proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam
    batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
  2. Spesifikasi yang berlaku
    Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
    ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen
    yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat
    dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi
    yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses
    dapat dimulai.
  3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
    Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk
    yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian
    yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada di bawah
    standar yang dapat diterima.
  4. Biaya kualitas
    Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam
    menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang
    positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
    a. Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
    Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya
    kerusakan produk yang dihasilkan.
    b. Biaya Deteksi / Penilaian (Detection / Appraisal Cost)
    Adalah biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk atau jasa
    yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas
    sehingga dapat menghindari kesalahan dan kerusakan sepanjang proses
    produksi.
    c. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
    Merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan
    persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirim ke
    pihak luar (pelanggan atau konsumen).
    d. Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Cost)
    Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai dengan
    persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan
    kepada para pelanggan atau konsumen.

Tujuan Pengendalian Kualitas


Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210)
adalah:

  1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
    ditetapkan.
  2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
  3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
    menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
  4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
    Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
    bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
    yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah
    mungkin.
    Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi,
    karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi.
    Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan
    yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena semua
    kegiatan produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang dan jasa
    yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana
    penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan serendah-rendahnya.

Pengertian Pengendalian Kualitas


Menurut Sofjan Assauri (1998:25), pengendalian dan pengawasan adalah:
Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi
yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi
penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai.
Sedangkan menurut Vincent Gasperz (2005:480), pengendalian adalah:
Control can mean an evaluation to indicate needed corrective responses, the act
guilding, or the state of process in which the variability is atribute to a constant
system of chance couses.
Jadi pengendalian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah
sesuai dengan yang direncanakan.
Selanjutnya pengertian pengendalian kualitas dalam arti menyeluruh adalah
sebagai berikut :
Pengertian pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210) adalah :
Pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu / kualitas dari
barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah
ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.
Menurut Vincent Gasperz (2005:480), pengendalian kualitas adalah:
“Quality control is the operational techniques and activities used to fulfill
requirements for quality”.

Pengendalian Kualitas


Dengan semakin banyaknya perusahaan yang berkembang di Indonesia
dewasa ini, maka bagi manajemen, kualitas produk menjadi lebih penting dari
sebelumnya. Persaingan yang sangat ketat menjadikan pengusaha semakin
menyadari pentingnya kualitas produk agar dapat bersaing dan mendapat pangsa
pasar yang lebih besar. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat
mewujudkan terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta
menjaga konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan
menerapkan sistem pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses
yang dijalani.
Dalam menjalankan aktivitas, pengendalian kualitas merupakan salah satu
teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada
saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan
produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk
berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan
direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas
yang telah sesuai.

Manajemen Kualitas


Pada dasarnya manajemen kualitas (Quality Management) didefinisikan
sebagai suatu cara meningkatkan performasi terus-menerus (Contionus
Performance Improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap
area fungsional dari suatu modal yang tersedia. (Quality Vocabulary)
mendefinisikan manajemen kualitas sebagai aktivitas dari suatu fungsi manajemen
secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan
tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti :

  1. Penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta
    penerapannya yang disebut perencanaan kualitas (Quality Planning).
  2. Teknik-teknik dan aktifitas operasional yang digunakan untuk memenuhi
    persyaratan kualitas disebut pengendalian kualitas (Quality Control).
  3. Semua terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan
    didemontrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk
    akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu disebut jaminan kualitas
    (Quality Assurance).
    Manajemen kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai versi, namun pada
    dasarnya manajemen kualitas berfokus pada perbaikan terus-menerus untuk
    memenuhi kepuasaan pelanggan dengan berorientasi pada proses yang
    mengintegrasikan semua sumber daya manusia, pemasok-pemasok (supplier) dan
    para pelanggan (costumers) di lingkungan perusahaan (corporate environment).
    Dimana menejemen kualitas diperlukan perencanaan kualitas yang
    meliputi pengembangan produk, sistem dan proses yang dibutuhkan untuk
    memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.
    Langkah-langkah yang dibutuhkan menurut The Jaran Trilogy adalah :
  4. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.
  5. Mengidentifikasikan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
    kebutuhan pelanggan.
  6. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
    kebutuhan pelanggan.
  7. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
    menghasilkan keistimewaan tersebut.
  8. Menyebarkan rencana kepada level operasional.

Kualitas


Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas,
relatif, berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi dari kualitas memiliki
banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terutama jika dilihat dari
sisi penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta
dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Konsumen
dan produsen itu berbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda pula sesuai
dengan standar kualitas yang dimiliki masing-masing. Begitu pula para ahli dalam
memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena mereka
membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Oleh karena itu definisi kualitas
dapat diartikan dari dua perspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen.
Namun pada dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai kesesuaian,
keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang diharapkan oleh
konsumen. Adapun pengertian kualitas menurut American Society For Quality
yang dikutip oleh Heizer & Render (2006:253):
”Quality is the totality of features and characteristic of a product or service that
bears on it’s ability to satisfy stated or implied need.”
Artinya kualitas / mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dari produk
atau jasa yang berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas
maupun yang tersembunyi. Para ahli yang lainnya yang bisa disebut sebagai para
pencetus kualitas juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian
kualitas, diantaranya adalah:
Joseph Juran mempunyai suatu pendapat bahwa ”quality is fitness for use” yang
bila diterjemahkan secara bebas berarti kualitas (produk) berkaitan dengan
enaknya barang tersebut digunakan (Suyadi Prawirosentono, 2007:5).
M. N. Nasution (2005:2-3) menjelaskan pengertian kualitas menurut beberapa ahli
yang lain antara lain:
Menurut Crosby dalam buku pertamanya “Quality is Free” yang mendapatkan
perhatian sangat besar pada waktu itu (1979:58) menyatakan, bahwa kualitas
adalah “conformance to requirement”, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditentukan.
W. Edwards Deming (1982:176) menyatakan, bahwa kualitas adalah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar.
Menurut Suyadi Prawirosentono (2007:5), pengertian kualitas suatu produk
adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat
memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang
yang telah dikeluarkan”.

Penyebab Kegagalan Total Quality Management (TQM)


Apabila suatu perusahaan menerapkan TQM dengan cara yang sama seperti
mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, maka usaha tersebut tidak
akan berhasil karena TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh
yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional,
komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Menurut Tjiptono dan Diana (2003), beberapa kesalahan yang sering dilakukan
antara lain:

  1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
    Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya
    dimulai dari pihak manajemen di mana mereka harus terlibat secara
    langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut
    didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji)
    maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.
  2. Team mania.
    Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua
    karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim,
    paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia
    maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap
    perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi
    pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara
    menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan
    perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil.
    Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim,
    maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
  3. Proses penyebarluasan (deployment)
    Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara
    bersamaan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam
    seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain).
    Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para
    manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena
    usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan,
    pengembangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.
  4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
    Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming,
    pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan
    prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak ada satu pun
    pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakarpakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok
    untuk segala situasi. Bahkan pakar kualitas mendorong organisasi untuk
    menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka
    masing-masing.
  5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
    Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama
    beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka.
    Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat
    para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan
    waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahanperubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan
    waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap
    peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
  6. Empowerment yang bersifat prematur.
    Banyak perusahaan yang kurang memahami makna pemberian
    empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa karyawan
    telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan,
    maka para karyawan tersebut dapat menjadi self-directed dan
    memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak
    tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan.
    Oleh karena itu sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan
    yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu

Manfaat Total Quality Management (TQM)


Menurut Nasution (2005), manfaat yang akan diperoleh perusahaan melalui
penerapan TQM yang baik antara lain:

  1. Meningkatkan moril atau semangat kerja karyawan.
  2. Meningkatkan efisiensi proses kerja.
  3. Meningkatkan produktivitas.
  4. Mengurangi persaingan yang tidak sehat antar karyawan dan
    meningkatkan inovasi dan kreativitas karyawan.
  5. Meningkatkan mutu barang atau jasa itu sendiri.
  6. Menurunkan biaya.
  7. Meningkatkan kepuasan pelanggan.
  8. Meningkatkan keuntungan/laba perusahaan.

Komponen Total Quality Management (TQM)


Ada sepuluh karakteristik TQM yang dikembangkan oleh Goetsch dan
Davis dalam Nasution (2005) dimana komponen TQM yang harus diperhatikan
dalam menjalankan program pengelolaan kualitas dengan baik adalah sebagai
berikut:
a. Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun eksternal merupakan
driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang
disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan
besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan
yang berhubungan dengan produk atau jasa.
b. Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan
eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan
tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa
yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada
setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya
berdasarkan perspektif “Bagaimana kita dapat melakukannya dengan
lebih baik?” bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka
berlaku prinsip „good enough is never good enough‟.
c. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM terutama
untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang
didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan
dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
d. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis.
Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena
itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan
perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
e. Kerja Sama Tim
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional sering kali
diciptakan persaingan antardepartement yang ada dalam organisasi
tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi, persaingan
internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan
energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas,
yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing perusahaan pada
lingkungan eksternal.
f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan prosesproses terntentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu,
sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas
yang dihasilkannya dapat makin meningkat.
g. Pendidikan dan Pelatihan
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata tehadap
pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Mereka beranggapan
bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga
terampil siap pakai. Jadi, perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan
memberikan pelatihan sekedarnya kepada para karyawannya. Kondisi
seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak
berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi
dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisai yang
menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang
fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus
belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses
yang tidak ada akhrinya dan tidak mengenal batas usia. Dengan
belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan
keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
h. Kebebasan yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur
yang sangat penting untuk dapat meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat.
Dalam hal ini, karyawanlah yang melakukan standarisasi proses dan
mereka pula yang mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar
bersedia mengikuti prosedur standar tersebut.
i. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus
memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat
diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini
tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara
pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi
kerja.
j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting
dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekadar melibatkan
karyawan, melainkan juga melibatkan mereka dengan memberikan
pengaruh yang sungguh berarti. Usaha untuk melibatkan karyawan
membawa dua manfaat utama, yaitu untuk meningkatkan
perencanaaan dan pengambilan keputusan, serta meningkatkan rasa
memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan
orang-orang yang harus melaksanakannya.

Prinsip Utama Total Quality Management (TQM)


Menurut Hensler dan Brunell dalam Tjiptono dan Diana (2003), ada 4
prinsip utama dalam TQM yaitu:

  1. Kepuasan Pelanggan
    Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas.
    Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi
    tertentu tetapi kualitas ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan
    pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek (harga,
    keamanan, dan ketepatan waktu) sehingga segala aktivitas harus
    dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan.
  2. Respek Terhadap Setiap Orang
    Karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai,
    oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan
    baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim
    pengambil keputusan.
  3. Manajemen Berdasarkan Fakta
    Setiap keputusan yang diambil manajemen didasarkan pada data,
    bukan sekedar pada perasaan.
  4. Perbaikan Berkesinambungan.
    Agar dapat sukses, perusahaan perlu melaksanakan perbaikan
    berkesinambungan yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan,
    melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan rencana, dan
    melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh

Pengertian Total Quality Management (TQM)


Menurut Santosa dalam Tjiptono dan Diana (2003), TQM merupakan
sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
perusahaan. Tujuan utama dari TQM adalah perbaikan yang dilakukan secara
terus menerus untuk mendapatkan hasil yaitu memperoleh kinerja yang baik
(Tjiptono dan Diana, 2003). Dalam hal ini, TQM diharapkan dapat memberikan
peningkatan kepuasan pelanggan melalui perbaikan secara terus menerus dan
tetap konsisten baik dalam melayani pelanggan.

Sejarah Perkembangan Manajemen Kualitas


Kualitas telah dikenal sejak berabad-abad tahun yang lalu ketika bangsa
Mesir mengukir batu-batu yang digunakan untuk menyusun piramida. Menurut
Ariani (2008), pada jaman modern fungsi kualitas berkembang melalui beberapa
tahap yaitu:

  1. Inspeksi (Inspection)
    Konsep kualitas modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok kualitas
    yang utama adalah bagian inspeksi. Selama produksi para inspektur
    mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Bagian inspeksi ini tidak
    independen, biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini menyebabkan
    perbedaan kepentingan.
  2. Pengendalian Kualitas (Quality Control)
    Pada tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian
    pengendalian kualitas. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militer
    yang bebas cacat. Hal ini harus dapat diantisipasi selama proses produksi.
    Tanggung jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control yang
    independen. Bagian ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian
    pabrik. Para pemeriksa kualitas dibekali dengan perangkat statistika seperti
    diagram kendali dan penarikan sampel
  3. Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
    Rekomendası yang dihasilkan dari teknik-teknik statistik sering kali tidak
    dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada. Pengendalian
    kualitas (quality control) berkembang menjadi penjaminan kualitas (quality
    assurance). Bagian penjaminan kualitas difokuskan untuk memastikan proses
    dan kualitas produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis
    kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan kualitas. Penjamınan
    kualitas bekerja sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab
    penuh terhadap kualitas kinera masing-masing bagian.
  4. Manajemen Kualitas (Quality Management)
    Penjaminan kualitas bekerja berdasarkan status quo, schingga upaya yang
    dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian kualitas, tetapi
    sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Oleh karena itu, untuk
    mengantisipasi persaingan, aspek kualitas harus selalu dievaluasi dan
    direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen
    kualitas.
  5. Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Management)
    Dalam perkembangan manajemen kualitas ternyata bukan hanya fungsi
    produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kualitas. Dalam
    hal ini tanggung jawab terhadap kualitas tidah cukup hanya dibebankan
    kepada suatu bagian tertentu tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh
    individu di perusahaan. Pola inilah yang disebut Total Quality Management.
  6. Organisasi Belajar (Learning Organization)
    Learning organization menggunakan filosofi continuous quality improvement
    dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan karena untuk memberikan
    yang terbaik bagi pelanggan perusahaan harus mampu mengelola
    pengetahuan yang dimiliki.
  7. World-Class Organization
    Konsep ini berkembang mulai abad ke 20 dimana teknologi informasi sudah
    dikenal luas. Oleh sebab itu dalam perkembangannya konsep dan filosofi ini
    dibarengi dengan konsep e-learning

Pengertian Manajemen Kualitas


Menurut Gaspersz dalam Ariani (2008), manajemen kualitas dapat
dikatakan sebagai “semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan
yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan dan tanggung jawab, serta
mengimplementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas”. Dalam
penerapannya, aktivitas dan fungsi manajemen tersebut harus diawasi untuk
mempertahankan tingkat keunggulan yang diinginkan seperti penetapan kebijakan
mutu, membuat dan merencanakan mutu, jaminan dan kontrol kualitas serta
peningkatan kualitas. Kualitas yang diawasi tidak hanya sebatas kualitas produk
dan jasa yang dihasilkan melainkan kualitas perusahaan secara menyeluruh
meliputi kualitas karyawan yang bekerja sampai kualitas perusahaan di mata
konsumen. Manajemen kualitas juga digunakan untuk menanamkan kesadaran
kualitas terhadap seluruh proses dalam sebuah perusahaan dimana dibutuhkan
partisipasi dari seluruh anggota untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan
tersebut.

Konsep Kualitas pada Industri Jasa


Perkembangan bidang usaha saat ini tidak hanya bergerak pada bidang
industri manufaktur, melainkan juga pada industri jasa. Pengukuran kualitas
pada industri jasa sulit dilakukan karena biasanya tidak tampak. Menurut
Gaspersz (2002), karakteristik unik dalam suatu industri jasa atau pelayanan
yang sekaligus membedakannya dari barang yang lain yaitu:

  1. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output).
  2. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar.
  3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam persediaan, tetapi dapat dikonsumsi
    dalam produksi.
  4. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses
    pelayanan.
  5. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.
  6. Pelanggan sekaligus merupakan input bagi proses pelayanan yang
    diterimanya.
  7. Keterampilan personil “diserahkan” atau “diberikan” secara langsung
    kepada pelanggan.
  8. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal.
  9. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang
    memberikan pelayanan.
  10. Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya.
  11. Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan.
  12. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subjektif.
  13. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.
  14. Pilihan penetapan harga lebih rumit.

Pentingnya Kualitas


Kualitas menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah perusahaan. Ada
tujuh alasan perlunya kualitas bagi sebuah perusahaan yang dikemukakan oleh
Russel dan Taylor dalam Ariani (2008) yaitu:

  1. Repurtasi Perusahaan
    Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan suatu produk atau jasa
    yang berkualitas akan mendapat predikat sebagai perusahaan yang
    mengutamakan kualitas. Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi tersebut
    dikenal oleh masyarakat luas dan mendapatkan nilai “lebih” di mata
    masyarakat.
  2. Penurunan Biaya
    Dalam paradigma lama, untuk menghasilkan produk berkualitas selalu
    membawa dampak pada peningkatan biaya. Suatu produk yang berkualitas
    selalu identik dengan harga mahal. Sementara paradigma baru mengatakan
    bahwa untuk menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas perusahaan
    atau organisasi tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi karena sudah
    berorientasi pada kepuasan pelanggan
  3. Peningkatan Pangsa Pasar
    Pangsa pasar akan meningkat bila minimalisasi biaya tercapai, karena
    organisasi atau perusahaan dapat menekan harga, walaupun kualitas tetap
    menjadi yang paling utama.
  4. Pertanggungjawaban Produk dan Jasa
    Semakin meningkatnya persaingan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan
    menuntut perusahaan atau organisasi untuk selalu bertanggung jawab dalam
    memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan sehingga diperlukan standar
    yang bukan hanya standar sistem manajemen kualitas melainkan standar
    kualitas produk dan jasa.
  5. Dampak Internasional
    Bila mampu menawarkan produk atau jasa yang berkualitas selain di pasar
    lokal maka produk dan jasa yang ditawarkan juga akan dikenal dan diterima
    pasar internasional. Hal ini akan menimbulkan kesan yang baik terhadap
    perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk atau menawarkan jasa
    yang berkualitas. 
  6. Penampilan Produk dan Jasa
    Kualitas akan membuat produk atau jasa dikenal sehingga membuat
    perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk atau menawarkan jasa
    juga dikenal dan dipercaya masyarakat luas. Hal ini membuat tingkat
    kepercayaan pelanggan atau masyarakat akan bertambah sehingga
    perusahaan akan lebih dihargai.
  7. Kualitas yang Dirasakan
    Persaingan sekarang bukan lagi masalah harga melainkan kualitas produk
    dan jasa yang dihasilkan. Hal inilah yang mendorong konsumen untuk mau
    membeli produk atau barang dengan harga tinggi namun juga berkualitas
    tinggi. Oleh karena itu, yang dimaksud kualitas bukan hanya kualitas produk
    atau jasa itu sendiri melainkan kualitas secara menyeluruh (total quality)

Pengertian Kualitas


Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam dunia bisnis maupun
non bisnis dimana baik buruknya kinerja suatu perusahaan dapat diukur dari
kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kualitas didefinisikan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu, derajad,
atau mutu. Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, walaupun
sebenarnya pengertiannya tidak jauh beda antara yang satu dengan yang lain.
Beberapa pengertian mengenai kualitas menurut para ahli yaitu:

  1. Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991) dalam Ariani (2008),
    kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang
    kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara
    tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang
    tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan
    terlebih dahulu.
  2. Tjiptono (2004), mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian untuk digunakan
    (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan
    pelanggan.
  3. Sunyoto (2012), kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu
    barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau
    dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas
    apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan
  4. Kotler (2005), beranggapan bahwa kualitas adalah keseluruhan sifat suatu
    produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
    memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat
  5. Menurut Goetsch dan Davis (2005), kualitas merupakan suatu kondisi
    dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan
    lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.

Kinerja Organisasi


Di dalam kinerja organisasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu finansial
dan non finansial. Pengukuran dari segi finansial dapat dilihat dari
pertumbuhan pendapatan, laba bersih, rasio laba terhadap pendapatan, dan
pengembalian aset. Sedangkan pengukuran dari segi non finansial dapat
dilihat dari investasi dalam R & D, kemampuan membangun profil
perusahaan yang bersaing, pengembangan produk baru, pengembangan
pasar, dan orientasi pasar (Salaheldin, 2008).
Peraturan pada kualitas dan produktivitas ditegakkan oleh sistem nilai
yang mendalam terhadap pasar, yaitu membuat komitmen untuk menjamin
output yang dihasilkan benar-benar diterima oleh konsumen. Orientasi pasar
berarti perhatian penuh dicurahkan pada faktor-faktor penting seperti
kualitas produk, biaya yang wajar, penyampaian hasil secara baik kepada
pelanggan, dan lain-lain (Hardjosoedarmo, 1996).
Perubahan kualitas akan dapat meningkatkan keuntungan melalui
penjualan. Dengan merespon selera pasar atau konsumen kualitas dapat
dibentuk sesuai dengan permintaan (Tampubolon, 2004). Kualitas yang
dapat memenuhi permintaan pasar atau konsumen dapat membentuk nilai
yang tinggi terhadap produk yang dihasilkan. Penciptaan nilai yang tinggi
atas produk yang dihasilkan nantinya akan dapat mengubanh anggapan
pasar.
Menurut Tampubolon (2004), di dalam pengukuran keuangan
khususnya return of asset, terdapat beberapa metode pengukuran yang
diterapkan oleh perusahaan, antara lain sebagai berikut :
a. Payback Method, adalah metode evaluasi ukuran investasi dengan
mengkalkulasi periode pengembalian investasi
b. Net Present Values Method (NPV), adalah hasil dari pemotongan
cash flow dari pengembalian investasi berdasarkan nilai bersih
sekarang yang dijaring dari pemasukan dan pengeluaran kas
c. Internal Rate of Return (IRR), adalah tingkat bunga hasil perolehan
dari sejumlah pengeluaran yang dinilai sebagai penerimaan dalam
nilai sekarang. IRR merupakan kompensasi pengembalian investasi
yang dihitung dari laba bersih (return of invesment) atau ROI setiap
tahun, yang dikurangkan pada total investasi
d. Break Event Point (BEP), adalah perencanaan kapasitas yang
digunakan untuk menentukan jumlah output yang harus dihasilkan
agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

Faktor strategik


Didalam Faktor Strategik terdiri dari komitmen manajemen puncak,
budaya organisasi, kepemimpinan, perbaikan berkelanjutan, tujuan dan
kebijakan kualitas dan benchmarking (Salaheldin, 2008). Dalam
mengimplementasikan manajemen kualitas, dibutuhkan adanya transformasi
kultural dalam organisasi. Dan transformasi kultural dalam organisasi hanya
dapat dimulai dari pimpinan puncak yang menguasai sistem dan prosesnya
(Hardjosoedarmo, 1996).
Kebanyakan kegagalan dalam implementasi manajemen kualitas
disebabkan oleh pimpinan puncak yang tidak secara aktif memimpin
gerakan manajemen kualitas atau bahkan justru menentangnya. Berikut
merupakan beberapa praktek-praktek dari manajemen puncak yang
menyebabkan kegagalan implementasi manajemen kualitas menurut
Hardjosoedarmo (1996) :
a. Ketidak-acuhan.
b. Ketidak-tahuan.
c. Kekhawatiran..
d. Jauh dari anggota organisasi.
e. Tidak mempunyai kualitas kepemimpinan.

Pengertian Manajemen Mutu


Menurut Hardjosoedarmo (2004), TQM atau manajemen mutu terpadu
dijelaskan sebagai penerapan dari metode kuantitatif dan pengetahuan
kemanusiaan untuk :
1) Memperbaiki produk dan jasa yang menjadi masukan
organisasi
2) Membenahi semua proses penting dalam organisasi
3) Membenahi upaya memenuhi kebutuhan konsumen produk
dan jasa pada masa sekarang dan di waktu yang akan datang.
Gasperz (2002) menyatakan bahwa sistem manajemen mutu
merupakan sekumpulan tata cara yang terdokumentasi dan praktek-praktek
standar untuk manajemen sistem yang bertujuan untuk menjamin kesesuaian
dari suatu proses dan produk (barang/jasa) terhadap kebutuhan atau
persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan atau
organisasi. Sistem manajemen mutu mendefinisikan bagaimana organisasi
menerapkan praktek-praktek manajemen mutu secara konsisten untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar.
Tampubolon (2004) menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu
adalah tanggungjawab pihak perusahaan untuk memberikan yang maksimal
dan terbaik bagi konsumennya. Penekanannya yakni untuk secara kontinu
melakukan perubahan secara berkelanjutan.

Tujuan Manajemen Kualitas


Seluruh organisasi tentunya mempunyai arah dan keinginan terhadap
output yang dihasilkannya. Suatu keinginan atau harapan tersebut antara lain
yakni dari segi internal organisasi yaitu hasil produk yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan dari segi eksternal
organisasi yaitu mampu memenuhi harapan pelanggan. Pada umumnya
organisasi atau perusahaan menerapkan manajemen kualitas dengan maksud
agar semua proses yang terjadi pada perusahaan berjalan sesuai dengan yang
direncanakan sebelumnya. Penyimpangan serta kesalahan yang terjadi dapat
teridentifikasi jika perusahaan telah menerapkan manajemen kualitas,
sehingga penyebab dari penyimpangan tersebut dapat segera diketahui dan
akan dapat diambil langkah untuk melakukan perbaikan. Menurut
Tampubolon (2004) perusahaan mempunyai tujuan dalam menerapkan
manajemen kualitas yakni untuk membangun keberhasilan dengan melalui
pembedaan produk dan jasa, efisien (biaya yang rendah) dan merespon selera
pasar dan konsumen. Membangun kualitas merupakan jalan untuk
menciptakan profitabilitas bagi perusahaan (Heizer dalam Tampubolon,
2004).
Menurut Nasution (2005) hasil dari manajemen kualitas yang berupa
produk yang baik dapat memberikan laba bagi perusahaan yang dapat berasal
dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah,
dimana gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan. Prawirosentono (2007) menyatakan bahwa terdapat dua tujuan
perusahaan dalam menerapkan manajemen kualitas, yaitu:
1) Produk akhir yang dihasilkan mempunyai spesifikasi sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditetapkan
2) Agar dapat berjalan dengan efisien mengenai biaya desain
produk, biaya inspeksi, dan biaya proses produksi.

Pengertian Manajemen Kualitas


Manajemen kualitas adalah aspek-aspek dari fungsi manajemen
secara keseluruhan yang menetapkan dan menjalankan kebijakan mutu suatu
perusahaan atau organisasi. Dalam rangka mencukupkan kebutuhan
pelanggan dan ketepatan waktu dengan anggaran yang hemat dan ekonomis,
seorang manajer terutama manajer proyek harus memasukkan dan
mengadakan pelatihan mengenai manajemen kualitas. Total Quality
Management merupakan sistem manajemen yang menyangkut kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992). Definisi lainnya TQM
diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah
holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas,
dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993).
Menurut Feigenbaum mutu adalah produk komposit total dan layanan
karakteristik pemasaran, teknik manufaktur, dan pemeliharaan di mana
produk dan jasa yang digunakan akan memenuhi harapan pelanggan.
Terdapat empat hal penting dalam Feigenbaum ini, yaitu : (1) kualitas harus
didefinisikan dalam hal kepuasan pelanggan, (2) kualitas adalah multidimensi
dan harus didefinisikan secara komprehensif, dan (4) karena terjadi
perubahan kebutuhan dan harapan pelanggan, maka mutu adalah dinamis.

Kualitas


Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan yaitu
kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas
adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan
konsumennya. Oleh sebab itu, organisasi atau perusahaan perlu mengenal
konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan serta keinginannya.
Ada berbagai macam definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya
definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau
pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak
dikenal antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Ishikwa (1943) ”kualitas untuk memperbaiki kinerja
organisasi dengan cause and effect diagram yang digunakan untuk
mendiagnosis quality problem”.
b. Menurut Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan
atau manfaatnya”.
c. Menurut Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability,
maintainability, dan cost effectiveness”.
d. Menurut Deming (1982) “kualitas harus bertujuan memenuhi
kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.
e. Menurut Garvin (1987) ”kualitas berkenan dengan beberapa
pendekatan, yaitu product based, user based, manufacturing based,
dan value based”.

Metode Seven Tools


Seven tools merupakan 7 alat yang digunakan untuk mengendalikan
kualitas atau mutu suatu produk. Alat-alat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
b. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect / Fish Bond Diagram)
c. Diagram Pareto (Pareto Chart)
d. Peta Kendali (Control Chart)
e. Diagram Sebar (Scatter Diagram)
f. Diagram Alir (Flow Chart)
g. Histogram

Standart Kualitas Produk


Kualitas suatu produk dikatakan baik jika produk atau barang
maupun jasa memenuhi standar yang telah ditentukan. Menurut Garvin
terdapat delapan Standart Kualitas Produkyang bisa digunakan sebagai
kerangka perencanaan dan analisis strategik (Tjiptono dan Gregorious,
2008). Sebagai berikut:
1) Kinerja (Performance), yaitu kerakteristik operasi pokok dari
produk inti yang dibeli serta kemampuan dalam menjalankan
fungsi dari produk tersebut.
2) Tampilan (Feature), yaitu aspek performasi yang berguna untuk
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk
dan pengembangannya.
3) Keandalan (Reliability), yaitu kemungkinan suatu barang berhasil
menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu
tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance), yaitu sejauh mana
karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang
telah ditetapkan sebelumnya.
5) Daya tahan (Durability), berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis
maupun umur ekonomis penggunaan produk.
6) Pelayanan (Serviceability) yaitu layanan yang diberikan tidak
terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses
penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi
dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7) Estetika (Esthetic), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera
dan merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai
nilai-nilai estetika yang berhubungan dengan bagaimana konsumen
mengharapkan mutu atau kualitasnya.

Pentingnya Kualitas Produk


Rusel dalam Ariani (2003) mengidentifikasi tujuh peran
pentingnya kualitas, yaitu:
1) Meningkatkan reputasi perusahaan
Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan suatu produk
atau jasa yang berkualitas akan mendapatkan predikat sebagai
organisasi yang mengutamakan kualitas, oleh karena itu,
perusahaan atau organisasi tersebut dikenal oleh masyarakat luas
dan mendapatkan nilailebihdimata masyarakat.
2) Menurunkan biaya
Menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas perusahaan tidak
perlu mengeluarkan biaya tinggi. Hal ini disebabkan perusahaan
atau organisasi tersebut berorientasi pada (customer satisfaction),
yaitu dengan mendasarkan jenis, tipe, waktu, dan jumlah produk
yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan konsumen.
3) Meningkatkan pangsa pasar
Pangsa pasar akanmeningkat bila minimasi biaya tercapai,
karenaorganisasi atau perusahaan dapat menekan harga, walaupun
kualitas tetap menjadi yang utama.
4) Dampak internasional
Bila mampu menawarkan produk atau jasa yang berkualitas, maka
selain dikenal dipasar lokal, produk atau jasa tersebut juga akan
dikenal dan diterima di pasar internasional.
5) Adanya tanggungjawab produk
Dengan semakin meningkatnya persaingan kualitas produk atau
jasa yang dihasilkan, maka organisasi atau perusahaan akan
dituntut untuk semakin bertanggung jawab terhadap desain, proses,
dan pendistribusian produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
6) Untuk penampilan produk
Kualitas akan membuat produk atau jasa dikenal, dalam hal ini
akan membuaat perusahaan yang menghasilkan produk juga akan
dikenal dan dipercaya masyarakat luas.
7) Mewujudkan kualitas yang disarasakan penting
Persaingan yang saat ini bukan lagi masalah harga melainkan
kualitas produk, hal inilah yang mendorong konsumen untuk mau
membeli produk dengan harga tinggi namun dengan kualitas yang
tinggi pula.

Pengertian Kualitas Produk


Menurut Kotler dan Keller (2009: 143), Kualitas produk adalah
totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang ditanyakan atau
tersirat.Menurut Wijaya dalam Bailia, Soegoto dan Loindong (2014)
kualitas produk merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk
yang dihasilkan dari pemasaran, rekayasa, produksi dan pemeliharaan
yang membuat produk tersebut dapat digunakan memenuhi harapan
pelanggan atau konsumen.
Kualitas produk merupakan suatu hal yang penting dalam
menentukan pemilihan suatu produk oleh konsumen. Produk yang
ditawarkan haruslah suatu produk yang benar-benar teruji dengan baik
mengenai kualitasnya. Karena bagi konsumen yang diutamakan adalah
kualitas dari produk itu sendiri. Konsumen akan menyukai dan memilih
produk yang mempunyai kualitas lebih baik bila dibandingkan
denganproduk lain sejenis yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginanannya.

Tingkatan Produk


Menurut Kotler&Keller (2009: 4)dalam merencanakan tawaran
pasarnya, pemasar harus melihat lima tingkatproduk setiap tingkat
menambah nilai pelangan yang lebih besar, dan kelimanya merupakan
bagian dari herarki pelanggan (customer-value hierarchy)dibagi
menjadi lima tingkatan yaitu:
1) Pada tingkat dasar manfaat inti (core product)yaitu layanan atau
manfaat mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan. Pemasar
harus memandang dirinya sebagai penyedia manfaat.
2) Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi
produk dasar (basic product)yaitu karakteristik yang dimiliki
produk tersebut, berupa mutunya, corak, atau ciri-ciri khasnya,
mereknya dan kemasannya.
3) Pada tingkat ketiga pemasar mempersiapkan produk yang
diharapkan (expected product)yaitu beberapa atribut dan kondisi
yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk
ini.
4) Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk yang
ditingkatkan (augmented product)yaitu
menggambarkankelengkapan atau penyempurnaan dari produk inti
yang melampaui harapan pelanggan.
5) Tingkat kelima adalahprodukpotensial(potential product)yaitu
meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang
mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa
mendatang.

Pengertian Produk


Menurut Kotler & Keller (2009: 4)produk adalah segala sesuatu
yang dapat di tawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan
atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang,
tempat, property, organisasi, informasi dan ide.Menurut Tjiptono (2012:
95) Produk merupakan segala suatu yang dapat ditawarkan produsen
untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikomsumsi
pasar sebagai pemenuh kebutuhan atau keinginananpasar yang
bersangkutan

Tahapan Pengendalian Kualitas


Menurut Wulandari & Amelia (2012) pengendalian kualitas
harus dilakukan melalui proses yang terus-menerus dan
berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat
dilakukan salah satunya dengan melalui penerapan PDCA (plan – do –
check– action) yang diperkenalkan oleh Deming, seorang pakar
kualitas ternama Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus
deming (Deming Cycle / Deming Wheel). Siklus PDCA umumnya
digunakan untuk mengetes dan mengimplementasikan perubahanperubahan untuk memperbaiki kinerja produk, proses atau suatu sistem
di masa yang akan datang Penjelasan dari tahap-tahap dalam siklus
PDCA adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan spesifikasi (plan).
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar
kualitas yang baik, memberi pengertian kepada bawahan akan
pentingnya kualitas produk, pengendalian kualitas dilakukan secara
terus-menerus dan berkesinambungan.
2) Melaksanakan rencana (do).
Rencana yang telah disususun diimplementasikan secara bertahap,
mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai
dengan kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama
dalam melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu
mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik
mungkin agar sasaran dapat tercapai
3) Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (check).
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah
pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan
memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan.
Membandingkan kualitas hasil produksi dengan standar yang telah
ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan
kemudian ditelaah penyebab kegagalannya.
4) Melakukantindakan penyesuaian bila diperlukan (action).
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil
analisis memeriksa hasil yang dicapai. Penyesuaian berkaitan
dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari timbulnya
kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi
perbaikan berikutnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Kualitas


Zulian (2013) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan
adalah:
1) Kemampuan proses.
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan
kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan
suatuproses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau
kesanggupan proses yang ada.
2) Spesifikasi yang berlaku.
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku,
bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau
kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi
tersebut.
3) Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima.
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat
mengurangi produk yang berada dibawah standar seminimal
mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada
banyaknya produk yang berada di bawah standar yang dapat
diterima.

Tujuan Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang terpadu dalam
perusahaan untuk menjaga dan mempertahankan kualitas produk yang
dihasilkan agar dapat berjalan baik dan sesuai standar yang ditetapkan.
Menurut Heizer & Render (2013) ada beberapa tujuan pengendalian
kualitas, yaitu:
1) Peningkatan kepuasan pelanggan.
2) Penggunaan biaya yang serendah-rendahnya.
3) Selesai tepat pada waktunya.
Tujuan pokok pengendalian kualitas adalah, untuk mengetahui
sampai sejauh mana proses dan hasil produk atau jasa yang dibuat
sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Adapun tujuan
pengendalian kualitas secara umum menurut Heizer & Render (2013),
sebagai berikut :
1) Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu
atau kualitas yang telah ditetapkan.
2) Agar biaya desain produk, biaya inspeksi, dan biaya proses
produksi dapat berjalan secara efisien
3) Prinsip pengendalian kualitas merupakan upaya untuk mencapai
dan meningkatkan proses dilakukan secara terus-menerus untuk
dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan
untuk mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses
tersebut memiliki kemampuan (kapabilitas) untuk memenuhi
spesifikasi produk yang diinginkan oleh pelanggan

Pengertian Pengendalian Kualitas


Menurut Assauri (Kartika,2013) pengendalian danpengawasan
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatanproduksi
dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang
direncanakandan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan
tersebut dapatdikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat
tercapai.Menurut Bakhtiar dkk (2013) pengendalian kualitas dapat
diartikansebagai kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas
dan memastikankinerja sebenarnya.

Manajemen Kualitas


Pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management) atau
Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Management = TQM)
didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara
terusmenerus (continuous performance improvement) pada setiap level
operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi
dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang
tersedia. ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan Manajemen
Kualitas sebagai semua aktifitas dari fungsi manajemen secara
keseluruhan yang menentukan kebijakansanaan kualitas, tujuan-tujuan
dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat
seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas
(quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan
kualitas (quality improvement).
Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level
dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top
management) dan implementasinya harus melibatkan semua anggota
organisasi. Dari definisi tentang manajemen kualitas di atas, ISO 8402
(Quality Vocabulary) juga mengemukakan beberapa definisi tentang
perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality
control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas
(quality improvement), sebagai berikut (Gaspersz, 2001: 5-6):
1) Perencanaan kualitas (quality planning) adalah penetapan dan
pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta
penerapan sistem kualitas.
2) Pengendalian kualitas (quality control) adalah teknik-teknik dan
aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan
kualitas.
3) Jaminan kualitas (quality assurance) adalah semua tindakan
terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan
didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup
bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu.
4) Peningkatan kualitas (quality improvement) adalah tindakantindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk
pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses
dan aktivitas melalui struktur organisasi.

Quality Control/ Kontrol Kualitas


Kontrol kualitas merupakan proses mencapai tujuan selama
operasi. Kontrol kualitas meliputi lima tahap:
1) Menentukan apa yang seharusnya dikontrol.
2) Menentukan unit-unit pengukuran.
3) Menetapkan standar kinerja.
4) Mengukur kinerja.
5) Evaluasi dengan membandingkan antara kinerja sebenarnya dengan
standar kinerja.

Manfaat Kualitas


Secara singkat kualitas memiliki manfaat antara lain (Kosasih,
2009 dalam Mahid dkk, 2018) yaitu:
1) Dapat memuaskan konsumen karena fungsi produk yang maksimal,
karena keandalannya, karena ketersediannya dan atau karena
pelayanannya.
2) Bagi produsen, kualitas dapat meningkatkan daya saing produknya
sehingga meningkatkan reputasi perusahaan.
3) Menurunkan biaya dan meningkatkan keuntungan. Karena
konsumen puas dan reputasi perusahaan meningkat maka penjuaan
meningkat.
Sedangkan menurut Edvarsdsson dalam Tjiptono dan Chandra
(2011:171-173), produktivitas biasanya selalu dikaitkan dengan kualitas
dan profitabilitas. Meskipun demikian ketiga konsep tersebut memiliki
penekanan yang berbeda-beda:
1) Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya,
yang seringkali diikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi
modal. Fokus utamanya terletak pada produksi/operasi.
2) Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan
pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility.
3) Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasil
(uncome), biaya, dan modal yang digunakan.

Pengertian Kualitas


Irwan dan Haryono (dalam Mahid dkk, 2018) menyatakan
kualitas merupakan keseluruhan ciri atau karakteristik produk dalam
tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Menurut
Fahmi (dalam Chandrawati dan Nucaya, 2020) mutu merupakan suatu
usaha yang dilakukan secara serius dengan tujuan agar tercapainya
suatu nilai yang mampu memberi kepuasan secara maksimal kepada
pemakainya. Sebuah produk dianggap memiliki mutu jika produk
tersebut sesuai dengan harapan berbagai pihak terutama pihak produsen
dan konsumen.
Menurut Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 2012), kualitas
dapat diartikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Sunyoto (2012)
kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang
atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau
dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki
kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang
diinginkan.

Pentingnya Manajemen Operasional


Dalam lingkungan operasional, untuk mencapai dan
mempertahankan keunggulan kompetitif bukanlah tugas yang mudah.
Ada tiga strategi yang memberikan kesempatan untuk manajer operasi
untuk mencapai keunggulan kompetitif (Heizer dan Render, 2011: 67-
69), seperti:
1) Diferensiasi yang dimaksud adalah benar-benar membedakan
produk atau jasa dari perusahaan lain sehingga pelanggan
melihatnya sebagai nilai tambah dari produk. Diferensiasi berkaitan
dengan memberikan keunikan yang sulit untuk ditiru oleh
perusahaan lain.
2) Low Cost Leadership diperlukan untuk mencapai nilai maksimal
seperti yang didefinisikan oleh pelanggan. Perusahaan
menyediakan produk atau jasa dengan biaya yang lebih rendah
yang menghasilkan produk atau jasa dengan harga yang lebih
rendah dari pesaing lainnya.
3) Respon adalah seluruh nilai yang terkait dengan pengembangan
produk dan pengiriman yang tepat waktu.

Pengertian Manajemen Operational


Berdasarkan buku Operation Management Stevenson (2011:4)
Operation adalah bagian dari organisasi bisnis yang bertugas untuk
memproduksi barang atau jasa. Barang merupakan peralatan fisik yang
mencakup bahan mentah, parts, subassemblies seperti motherboards
yang merupakan bagian dari komputer, dan produk akhir seperi
telephon genggam. Sedangkan jasa adalah aktifitas yang memberikan
kombinasi nilai dari waktu, lokasi dan nilai psikologis. Sedangkan
manajemen operasi adalah sistim atau proses manajemen yang
menciptakan barang atau memberikan jasa. Pendapat lain dari Richard
L Daft(2012: ) manajemen operasi adalah bidang manajemen yang
mengkhususkan pada produksi barang atau jasa, dengan menggunakan
alat-alat dan teknik-teknik khusus untuk memecahkan masalah masalah
produksi.
Suatu organisasi bisnis membutuhkan 3 fungsi dasar untuk
berjalan yaitu keuangan, pemasaran, operasi, seperti yang diketahui dari
pernyataan sebelumnya operasional berfungsi untuk memproduksi
sebuah produk bisa berupa jasa atau barang, namun tetap membutuhkan
bantuan dari fungsi organisasi lain seperti fungsi keuangan untuk
pendanaan dan analisa investasi, atau pemasaraan untuk menilai
kebutuhan dari pelanggan.Hal ini dijelaskan oleh Heizer & Render
(2011: ) Tujuan dan fungsi dari pengaplikasian ilmu Manajemen
Operasi yaitu adalah:
1) Pemasaran yang menghasilkan permintaan, paling tidak, menerima
pemesanan untuk sebuah barang dan jasa (tidak akan ada aktivitas
jika tidak ada penjualan)
2) Produksi/operasi yang menghasilkan produk
3) Keuangan atau akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah
organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang

Pengaruh Faktor Strategik terhadap Kinerja Non-Finansial


Cara untuk dapat bertahan dan tetap eksis di pasar, maka
perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan pasar. Kinerja Non- Finansial dapat dilihat dari
investasi perusahaan dalam penelitian dan pengembangannya (R&D),
kemampuan perusahaan dalam membangun profil yang bersaing,
pengembangan produk baru, pengembangan pasar dan orientasi pasar
(Salaheldin, 2008). Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar
atau konsumen (Deming dalam Nasution, 2005), perusahaan harus benarbenar dapat memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen
atas suatu produk yang akan dihasilkan. Untuk memastikan suatu produk
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar, maka diperlukan kegiatan
analisis pasar. Tjiptono (1997) juga menyatakan bahwa, poin penting dari
pemasaran strategis modern terdiri dari tiga langkah pokok yang terdiri
dari segmentasi pasar (segmenting), penetapan pasar sasaran (targeting),
dan penetapan posisi pasar (positioning).

Pengaruh Faktor Operasional terhadap Kinerja Finansial


Faktor operasional terdiri dari desain produk dan jasa,
pengendalian proses, manajemen hubungan pelanggan, pengetahuan
pelanggan dan pasar, jadwal implementasi TQM, konservasi dan utilisasi
sumber daya, dan inspeksi dan pengecekan kerja (Salaheldin, 2008).
Tujuan perusahaan menerapkan manajemen kualitas adalah untuk
membangun kesuksesan usaha melalui pembedaan produk dan jasa, biaya
yang rendah (efisien), dan merespon selera pasar dan konsumen
(Tampubolon, 2004). Menurut Heizer dalam Tampubolon (2004),
membangun kualitas merupakan jalan untuk menciptakan profitabilitas
bagi perusahaan. Hasil dari manajemen kualitas yang berupa produk
yang baik dan berkualitas dapat mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan yang berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan
biaya yang lebih rendah, dimana gabungan keduanya menghasilkan
profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan (Nasution, 2005). Hasil dari
penelitian Salaheldin (2008) menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antara faktor operasional terhadap kinerja finansial.

Pengaruh Faktor Taktis terhadap Kinerja Finansial


Strategi sumber daya manusia dapat menjadi keunggulan bagi suatu
perusahaan di dalam mempertahankan segmen pelanggannya. Strategi
tersebut dapat dilakukan apabila perusahaan dapat memanfaatkan
batasan-batasan yang ada dalam pengembangan yakni, dengan strategi
produk, strategi proses, strategi perbedaan individu, strategi layout,
strategi lokasi, dan penjadwalan kerja. Semua strategi tersebut akan
sangat tergantung pada strategi perusahaan dalam rekruitmen dan
pengembangan sumber daya manusia (Tampubolon, 2004). Jika suatu
organisasi atau perusahaan memiliki sumber daya manusia yang unggul,
maka hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung dalam peningkatan
kinerja organisasi, dalam pembahasan ini adalah kinerja finansial.
Implementasi manajemen kualitas dapat berjalan dengan baik jika
didukung oleh semua pihak yang bersangkutan baik secara langsung
maupun tidak langsung, termasuk juga sumber daya manusia di dalam
organisasi.

Pengaruh Faktor Strategik terhadap Kinerja Finansial


Di dalam faktor strategik komitmen dari manajemen puncak dan
kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan di dalam suatu organisasi,
karena dengan pemimpin yang bertanggungjawab pada bawahannya akan
membawa dampak positif bagi pengimplementasian manajemen kualitas.
Sedangkan kinerja finansial dapat dilihat atau diukur dari pertumbuhan
pendapatan, laba bersih, rasio laba terhadap pendapatan, dan
pengembalian aset (Salaheldin, 2008). Semakin cepat pertumbuhan
pendapatan, semakin besar laba bersih dan rasio laba terhadap
pendapatan dan semakin cepat periode pengembalian aset berarti bahwa
semakin baik kinerja finansial pada suatu perusahaan. Kualitas yang
dapat memenuhi permintaan pasar atau konsumen dapat membentuk nilai
yang tinggi terhadap produk yang dihasilkan. Penciptaan nilai yang
tinggi atas produk yang dihasilkan nantinya akan dapat mengubah
anggapan pasar.

Konsep TQM


1) Perbaikan berkelanjutan
Total Quality Management membutuhkan perbaikan
berkesinambungan yang tidak pernah berhenti yang mencakup
orang, peralatan, pemasok, bahan, dan prosedur. Dasar filosofi ini
adalah setiap aspek dari operasi perusahaan dapat diperbaiki.
2) Pemberdayaan Pekerja
Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja pada
setiap langkah proses produksi. Ada bebrapa langkah unruk
memberdayakan pekerja, yaitu:
a) Membina jaringan komunikasi yang melibatkan pekerja
b) Membentuk para pekerja yang bersikap terbuka dan
mendukung
c) Memindahkan tanggung jawab dari manajer dan staf
kepada para pekerja di bagian produksi
d) Membangun organisasi yang memiliki moral yang
tinggi
e) Menciptakan struktur organisasi formal sebagai tim-tim
dan lingkaran-lingkaran kualitas
3) Benchmarking
Benchmarking merupakan pemilihan standar kinerja yang
mempresentasikan kinerja terbaik dari suatu proses atau aktivitas.
Benchmarking meliputi pemilihan standar produk, jasa, biaya atau
kebiasaan yang mewakili suatu kinerja terbaik dari proses atau
aktivitas serupa dengan proses atau aktivitas Anda. Cara
menetapkan benchmark adalah :
a) Menetapkan apa yang akan dijadikan benchmark
b) Membentuk kelompok benchmark
c) Mengidentifikasi mitra-mitra benchmark
d) Menganalisis dan Mengumpulkan informasi benchmark
e) Mengambil tindakan untuk menyamai atau melebihi
benchmark.

Elemen pokok dalam TQM


Dalam TQM (Total Quality Management) terdapat 4 elemen pokok,
yaitu :
1) Pondasi (Foundation)
TQM dibangun berlandaskan (Foundation) pada Etika
(Ethics), Kejujuran (Integrity), dan Kepercayaan (Trust). Ini akan
menumbuhkan Keterbukaan (Openess), Keadilan (Fairness) dan
Ketulusan (Sincerity) dan memungkinkan keterlibatan semua
orang. Ini merupakan kunci untuk membuka potensi utama TQM.
2) Etika (Ethics)
Etika merupakan disiplin yang berkaitan dengan hal baik dan
hal buruk dalam situasi apapun. Etika organisasi membentuk satu
kode etik bisnis yang mencantumkan pedoman bahwa semua
karyawan harus patuh dalam kinerja mereka. Etika individu
termasuk hak pribadi atau kesalahan.
3) Integritas (Integrity)
Integrity merupakan karakteristik dari apa yang pelanggan
(internal atau eksternal) harapkan dan layak diterima. Orang
melihat kebalikan integritas adalah kepalsuan. TQM tidak akan
bekerja pada orang dan suasana bermuka dua.
4) Kepercayaan (Trust)
Tanpa kepercayaan, kerangka TQM tidak bisa dibangun,
kepercayaan mendorong partisipasi penuh dari semua anggota.
Kepercayaan membangun keputusan tepat, mendorong
pengambilan resiko individu dalam rangka perbaikan
berkesinambungan (Continuous Improvement) dan membantu
pengukuran yang terpusat pada perbaikan proses dan tidak untuk
bersaing dengan orang lain. Kepercayaan hal penting untuk
memastikan kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction).

Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)


a. Pengertian Manajemen Mutu
Menurut Hardjosoedarmo (2004), TQM atau manajemen mutu terpadu
dijelaskan sebagai penerapan dari metode kuantitatif dan pengetahuan
kemanusiaan untuk :
1) Memperbaiki produk dan jasa yang menjadi masukan
organisasi
2) Membenahi semua proses penting dalam organisasi
3) Membenahi upaya memenuhi kebutuhan konsumen produk
dan jasa pada masa sekarang dan di waktu yang akan datang.
Gasperz (2002) menyatakan bahwa sistem manajemen mutu
merupakan sekumpulan tata cara yang terdokumentasi dan praktek-praktek
standar untuk manajemen sistem yang bertujuan untuk menjamin kesesuaian
dari suatu proses dan produk (barang/jasa) terhadap kebutuhan atau
persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan atau
organisasi. Sistem manajemen mutu mendefinisikan bagaimana organisasi
menerapkan praktek-praktek manajemen mutu secara konsisten untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar.
Tampubolon (2004) menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu
adalah tanggungjawab pihak perusahaan untuk memberikan yang maksimal
dan terbaik bagi konsumennya. Penekanannya yakni untuk secara kontinu
melakukan perubahan secara berkelanjutan

Langkah-langkah Manajemen Kualitas


Menurut Hardjosoedarmo (1996) dalam menjamin keberhasilan pada
pengimplementasian manajemen kualitas, ada beberapa cara yang perlu
dilakukan secara berurutan, yaitu :
1) Tanamkan satu falsafah kualitas
2) Manajemen harus membimbing dan menunjukkan
kepemimpinan yang bermutu.
3) Jika diperlukan, manajemen dapat mengadakan perubahan
atau modifikasi terhadap sistem yang ada, agar kondusif
dengan tujuan manajemen kualitas total.
4) Memberikan pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan
(empowerment) kepada seluruh karyawan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Kualitas


Pada implementasinya, ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai
syarat suksesnya manajemen kualitas. Menurut Salaheldin (2008), terdapat 3
macam yaitu :
1) Faktor Strategik
Di dalam faktor strategik terdapat lima indikator, yakni
komitmen manajemen puncak, budaya organisasi,
kepemimpinan, perbaikan berkelanjutan, tujuan dan kebijakan
kualitas, dan benchmarking.
2) Faktor Taktis
Di dalam faktor taktis terdapat delapan indikator, yakni
pemberdayaan tenaga kerja, keterlibatan tenaga kerja,
pelatihan tenaga kerja, pembentukan tim kerja, penggunaan
teknologi informasi, kualitas pemasok, hubungan pemasok,
penilaian terhadap kinerja pemasok.
3) Faktor Operasional
Di dalam faktor operasional terdapat delapan indikator,
yakni desain produk dan jasa pengendalian proses, manajemen
hubungan pelanggan, pengetahuan pelanggan dan pasar,
jadwal implementasi TQM, konservasi dan utilisasi sumber
daya, inspeksi dan pengecekan kerja.
Prawirosentono (2007) menyatakan bahwa selain syarat dan faktorfaktor yang mempengaruhi suksesnya implementasi manajemen kualitas, ada
beerapa faktor yang mengakibatkan kegagalan pada manajemen kualitas.
Kegagalan tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya penerapan (poor
application), bahkan di dalam pelaksanaannya banyak kekurangan baik dalam
teknik maupun falsafahnya. Karena kegagalan tersebut dianggap sebagai hasil
kerja iseng untuk sekedar memenuhi tuntutan gerakan kualitas tanpa
menyentuh masalah dasar yang substansif.

Tujuan Manajemen Kualitas


Seluruh organisasi tentunya mempunyai arah dan keinginan terhadap
output yang dihasilkannya. Suatu keinginan atau harapan tersebut antara lain
yakni dari segi internal organisasi yaitu hasil produk yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan dari segi eksternal
organisasi yaitu mampu memenuhi harapan pelanggan. Pada umumnya
organisasi atau perusahaan menerapkan manajemen kualitas dengan maksud
agar semua proses yang terjadi pada perusahaan berjalan sesuai dengan yang
direncanakan sebelumnya. Penyimpangan serta kesalahan yang terjadi dapat
teridentifikasi jika perusahaan telah menerapkan manajemen kualitas,
sehingga penyebab dari penyimpangan tersebut dapat segera diketahui dan
akan dapat diambil langkah untuk melakukan perbaikan. Menurut
Tampubolon (2004) perusahaan mempunyai tujuan dalam menerapkan
manajemen kualitas yakni untuk membangun keberhasilan dengan melalui
pembedaan produk dan jasa, efisien (biaya yang rendah) dan merespon selera
pasar dan konsumen. Membangun kualitas merupakan jalan untuk
menciptakan profitabilitas bagi perusahaan (Heizer dalam Tampubolon,
2004).
Menurut Nasution (2005) hasil dari manajemen kualitas yang berupa
produk yang baik dapat memberikan laba bagi perusahaan yang dapat berasal
dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah,
dimana gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan. Prawirosentono (2007) menyatakan bahwa terdapat dua tujuan
perusahaan dalam menerapkan manajemen kualitas, yaitu:
1) Produk akhir yang dihasilkan mempunyai spesifikasi sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditetapkan
2) Agar dapat berjalan dengan efisien mengenai biaya desain
produk, biaya inspeksi, dan biaya proses produksi.
Jika ke dua hal di atas dapat dilaksanakan, yaitu produk yang
dihasilkan bermutu baik dengan harga jual yang rasional maka pihak
perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya. Pastinya hasil tersebut dapat
memberikan manfaat bagi perusahaan dan juga bagi konsumen. Menurut
Tampubolon (2004) manfaat yang diperoleh perusahaan dari manajemen
kualitas yakni dapat mendukung perusahaan dalam menempatkan posisinya
di pasaran (market position)

Pengertian Manajemen Kualitas


Manajemen kualitas adalah aspek-aspek dari fungsi manajemen
secara keseluruhan yang menetapkan dan menjalankan kebijakan mutu suatu
perusahaan atau organisasi. Dalam rangka mencukupkan kebutuhan
pelanggan dan ketepatan waktu dengan anggaran yang hemat dan ekonomis,
seorang manajer terutama manajer proyek harus memasukkan dan
mengadakan pelatihan mengenai manajemen kualitas. Total Quality
Management merupakan sistem manajemen yang menyangkut kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992). Definisi lainnya TQM
diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah
holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas,
dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993).
Menurut Feigenbaum mutu adalah produk komposit total dan layanan
karakteristik pemasaran, teknik manufaktur, dan pemeliharaan di mana
produk dan jasa yang digunakan akan memenuhi harapan pelanggan.
Terdapat empat hal penting dalam Feigenbaum ini, yaitu : (1) kualitas harus
didefinisikan dalam hal kepuasan pelanggan, (2) kualitas adalah multidimensi
dan harus didefinisikan secara komprehensif, dan (4) karena terjadi
perubahan kebutuhan dan harapan pelanggan, maka mutu adalah dinamis.

Kualitas


Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan yaitu
kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas
adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan
konsumennya. Oleh sebab itu, organisasi atau perusahaan perlu mengenal
konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan serta keinginannya.
Ada berbagai macam definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya
definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau
pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak
dikenal antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Ishikwa (1943) ”kualitas untuk memperbaiki kinerja
organisasi dengan cause and effect diagram yang digunakan untuk
mendiagnosis quality problem”.
b. Menurut Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan
atau manfaatnya”.
c. Menurut Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability,
maintainability, dan cost effectiveness”.
d. Menurut Deming (1982) “kualitas harus bertujuan memenuhi
kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.
e. Menurut Garvin (1987) ”kualitas berkenan dengan beberapa
pendekatan, yaitu product based, user based, manufacturing based,
dan value based”

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Total QualityManagement (TQM)


Menurut Rusmawati, Azizah dan Najiah (2021), jika perusahaan
menerapkan Total Quality Management sama dengan menerapkan inovasi
manajemen yang lain, maka usaha tersebut sudah gagal dari awal. Total Quality
Management yang merupakan pendekatan baru serta menyeluruh yang
memerlukan perubahan secara total atas paradigma dari manajemen tradisional,
komitmen jangka panjang, adanya kesamaan tujuan, dan pelatihan yang diberikan
khusus.
Selain pelaksanaan yang tidak sesuai dan keinginan yang sulit untuk
direalisasikan, ada juga kesalahan yang dilakukan secara umum saat perusahaan
berinisiatif dalam melakukan perbaikan dari kualitas. Beberapa kesalahan yang
sering dibuat antara lain:

  1. Delegasi kepemimpinan yang kurang baik dari manajemen senior
    Kebijakan dalam upaya untuk memperbaiki kualitas secara terusmenerus harusnya dimulai oleh pihak manajemen karena meraka harus
    terlibat langsung dalam menerapkannya. Apabila tanggung jawab
    tersebut dilimpahkan kepada pihak lain (misal kepada pakar yang
    diberi gaji) maka ada peluang yang besar dalam terjadinya kegagalan.
  2. Team Mania
    Perusahaan harus membuat beberapa kelompok yang melibatkan
    seluruh karyawan. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam
    menumbuhkan dan menunjang kerja sama kelompok. Pertama,
    karyawan maupun penyelia harus paham terhadap peran masingmasing. Karyawan penting dalam mempelajari bagaimana cara
    menjadi anggota kelompok yang baik, sedangkan penyelia harus
    mempelajari bagaimana cara menjadi pelatih yang tepat. Kedua,
    perusahaan perlu melakukan perubahan dalam budaya agar kerja sama
    dalam kelompok dapat berjalan dengan baik. Namun, bila kedua hal ini
    tidak dilaksanakan sebelum pembuatan kelompok, maka dapat
    menyebabkan masalah, bukan pemecahan dalam masalah.
  3. Proses penyebarluasan (Deployment)
    Ada perusahaan yang mengoptimalkan inisitif dari kualitas tanpa
    bersamaan dengan pengembangan rencana dalam penyatuan ke seluruh
    perusahaan (misalnya pemasaran, operasi, dan lain-lain). Semestinya
    dalam mengoptimalkan inisiatif harus melibatkan para manajer,
    penyuplai, serikat kerja, dan bidang produksi lainnya. Hal ini
    dikarenakan usaha meliputi pandangan mengenai pengembangan
    dalam kemampuan, struktur, kesadaran, pengahrgaan, dan pendidikan.
  4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
    Ada perusahaan yang hanya memakai pendekatan Juran, pendekatan
    Deming, atau pendekatan Crosby dan hanya melakukan prinsip-prinsip
    yang ditentukan saja. Kenyataanya, tidak ada satupun pendekatan yang
    dikemukakan oleh tiga pakar tersebut maupun pakar kualitas lain yang
    merupakan satu pendekatan yang tepat dalam segala kondisi. Bahkan
    para pakar kualitas mendorong perusahaan agar menyesuaikan
    program kualitas dengan apa yang menjadi kebutuhan dari perusahaan.
  5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis
    Hanya karena mengirim karyawan dalam mengikuti pelatihan dalam
    beberapa hari, bukan berarti dapat langsung membentuk keterampilan
    mereka. Perlu dibutuhkan waktu dalam mengilhami, mendidik, dan
    membuat karyawan sadar pentingnya kualitas. Dibutuhkan waktu yang
    cukup lama dalam melaksanakan perubahan-perubahan proses baru,
    bahkan perubahan tersebut sangat lama dibutuhkan waktu hingga
    pengaruhnya terasa dalam peningkatan dari kualitas serta daya saing
    dari perusahaan.
  6. Empowerment yang bersifat prematur
    Terdapat banyak perusahaan kurang dalam memahami makna dari
    pemberian empowerment kepada karyawan. Mereka mengira apabila
    karyawan yang telah dilatih dan diberi tanggung jawab dalam
    mengambil keputusan maka karyawan dapat menjadi self directed dan
    memberikan hasil yang positif. Kenyataanya dalam praktik, karyawan
    masih belum mengerti apa yang harus dikerjakan setelah suatu
    pekerjaan diselesaikan. Karena itu, karyawan masih membutuhkan
    sasaran dan tujuan yang jelas sehingga mereka tidak salah dalam
    mengerjakan sesuatu.

Manfaat Total Quality Management (TQM)


Manfaat yang diperoleh perusahaan karena telah menyediakan jasa atau
barang yang berkualitas baik yang bersumber dari pendapatan penjualan yang
tinggi dan biaya yang rendah, perpaduan keduanya menciptakan profitabilitas
serta adanya pertumbuhan dari perusahaan.

Elemen Pendukung dalam Total Quality Management (TQM)


Menurut Nasution dalam Ibrahim dan Rusdiana (2021), elemen
pendukung yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan
    Manajer senior harus menuntun guna mencapai tujuan dengan cara
    memberikan arahan secara tepat, menggunakan data untuk mengetahui
    siapa saja yang telah menerapkan Total Quality Management. Ketika
    perusahaan memutuskan untuk menerapkan Total Quality
    Management dalam proses manajemen, peranan manajer senior sangat
    berpengaruh sebagai penasihat maupun pimpinan.
  2. Pendidikan dan Pelatihan
    Keterampilan berhubungan dengan kebutuhan dari pelanggan. Hal ini
    dapat tercapai dengan melatih dan mendidik karyawan, memberikan
    informasi guna memperbaiki kualitas serta memecahakan
    permasalahan yang ada.
  3. Struktur Pendukung
    Manajer senior membutuhkan dorongan dalam membuat perubahan
    yang perlu dilakukan untuk strategi dalam pencapaian kualitas.
    Dukungan sejenis ini bisa saja diperoleh dari luar melalui konsultan,
    namun lebih baik bila didapatkan langsung dari dalam organisasi.
  4. Komunikasi
    Komunikasi yang dilakukan perlu dilakukan dengan cara yang
    berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk memudahkan berkomunikasi
    kepada semua karyawan mengenai komitmen dalam melakukan
    perubahan guna memperbaiki kualitas. Contohnya, manajer bertemu
    dengan karyawan untuk memberikan informasi dan menjawab
    pertanyaan yang diberikan oleh karyawan.
  5. Ganjaran dan Pengakuan
    Tim individu yang berhasil menerapkan proses dari Total Quality
    Management perlu diakui dan diberi ganjaran, sehingga karyawan
    yang lain mengetahui apa yang diinginkan oleh organisasi tersebut.
  6. Pengukuran
    Menggunakan data dari hasil pengukuran sangat penting untuk
    menetapkan proses manajemen. Sederhananya, pendapat diganti
    dengan data dan tiap orang perlu diberitahukan yang penting bukan
    yang dipikirkan melainkan yang diketahui berdasarkan data. Dalam
    penggunaan data, kepuasan dari pelanggan diukur untuk menentukan
    seberapa banyak yang diketahui bahwa kebutuhan mereka telah
    dipenuhi

Karakteristik Total Quality Management (TQM)


Menurut Goetsch dan Davis dalam Ibrahim dan Rusdiana (2021), ada 10
(sepuluh) unsur utama dari karakteristik Total Quality Management, yaitu:

  1. Fokus pada Pelanggan
    Pelanggan eksternal menentukan kualitas dari produk maupun jasa.
    Sementara itu, pelanggan internal memiliki peran yang besar dalam
    menentukan kualitas dari manusia, proses dan lingkungan yang
    berkaitan dengan produk maupun jasa.
  2. Obsesi terhadap Kualitas
    Organisasi yang menerapkan Total Quality Management, penentu
    akhir dalam kualitas yaitu pelanggan eksternal dan internal. Dengan
    adanya kualitas yang ditentukan, organisasi harus terobsesi dalam
    memenuhi maupun melampaui dari apa yang telah ditentukan.
  3. Pendekatan Ilmiah
    Dalam menerapkan Total Quality Management penting dilakukannya
    pendekatan ilmiah. Hal ini dilakukan guna mendesain pekerjaan dan
    dalam proses pengambilan keputusan serta pemecahan dari masalah
    yang berhubungan dengan pekerjaan yang didesain. Dengan itu, data
    dibutuhkan dan digunakan untuk menyusun tolok ukur, memonitor
    prestasi, dan melakukan perbaikan.
  4. Komitmen Jangka Panjang
    Dalam menjalankan bisnis, Total Quality Management merupakan
    suatu paradigm yang baru. Oleh karenanya, perusahaan juga
    membutuhkan budaya yang baru juga. Untuk itu, komitmen dalam
    jangka panjang sangat penting dalam mewujudkan perubahan budaya
    sagar penerapan Total Quality Management dapat berjalan dengan
    baik.
  5. Kerja Sama Tim
    Pada organisasi yang menerapkan Total Quality Management,
    melakukan kerja sam tim dan menjalin hubungan serta dibina, baik
    antar karyawan organisasi maupun dengan penyuplai, lembagalembaga pemerintahan serta masyarakat disekitarnya.
  6. Perbaikan Sistem secara Berkesinambungan
    Produk atau jasa yang dihasilkan dengan melakukan proses-proses
    tertentu dalam suatu sistem atau lingkungan. Karena itu, sistem yang
    sudah tersedia harus dilakukan perbaikan secara terus-menerus untuk
    meningkatkan kualitas yang dihasilkan.
  7. Pendidikan dan Pelatihan
    Setiap karyawan didorong dan diharapkan agar terus belajar secara
    terus-menerus serta tidak mengenal adanya batasan dalam umur.
    Dengan belajar, setiap karyawan yang terdapat pada perusahaan dapat
    terus mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
  8. Kebebasan yang Terkendali
    Dengan adanya keterlibatan dan pemberdayaan dalam membuat
    keputusan dan memecahkan masalah menjadikan ini unsur yang
    penting dalam Total Quality Management. Karena unsur ini dapat
    menumbuhkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab dari karyawan
    dalam membuat keputusan. Selain itu, dapat menambah pengetahuan
    dan pandangan dalam pengambilan keputusan, karena banyak pihak
    yang terlibat. Walaupun demikian, kebebasan yang ada karena
    keikutsertaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian sudah
    direncanakan dan terlaksana dengan baik.
  9. Kesatuan Tujuan
    Perusahaan harus mempunyai suatu kesatuan tujuan. Setiap usaha
    dapat diarahkan kepada tujuan yang sama. Tetapi tidak berarti harus
    selalu adanya persetujuan maupun kesepakatan dengan pihak
    manajemen dan dengan pihak karyawan mengenai gaji dan kondisi
    kerja.
  10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
    Penting dalam melibatkan dan pemberdayaan karyawan dalam
    menerapkan Total Quality Management. Melakukan pemberdayaan
    bukan hanya sekedar melibatkan karyawan, tetapi menyertakan
    karyawan dengan memberikan pengaruh yang berarti.

Prinsip Total Quality Management (TQM)


Terdapat 4 (empat) prinsip Total Quality Management yang dikemukakan
oleh Hensler dan Brunell dalam Nasution (2015), yaitu:

  1. Kepuasan Pelanggan
    Pada Total Quality Management, kebutuhan para pelanggan sebisa
    mungkin untuk dipuaskan dalam segala hal. Karena itu, semua
    aktivitas dari perusahaan diatur guna memberikan kepuasan kepada
    pelanggan.
  2. Respect terhadap Setiap Orang
    Karyawan pada perusahaan merupakan Sumber Daya Manusia (SDA)
    yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap karyawan yang bekerja
    pada perusahaan harus diperlakukan baik dan mendapat kesempatan
    dalam tim dari pengambilan keputusan.
  3. Manajemen Berdasarkan Fakta
    Perusahaan harus condong terhadap fakta yang ada. Dengan kata lain,
    keputusan yang diambil harus didasarkan dari data yang tersedia.
  4. Perbaikan Berkesinambungan
    Untuk mencapai kesuksesan, perusahaan perlu melakukan perbaikan
    secara terus-menerus dengan menerapkan konsep PDCAA (plan-do-
    check-act-analyze), serta melakukan perbaikan dari hasil yang
    didapatkan.

Sejarah Perkembangan Total Quality Management (TQM)


Menurut Margono dalam Ibrahim dan Rusdiana (2021), Total Quality
Management dimulai selama Perang Dunia II di Amerika Serikat ketika W.
Edwards Deming membantu insinyur dan teknisi dalam menggunakan teori
Statistik untuk memperbaiki kualitas produk. Kemudian Deming pergi ke Jepang
dalam rangka untuk mengajar para pemimpin bisnis top. Walaupun banyak ide
berawal dari Amerika Serikat, tetapi hampir sebagian besar perusahaan Jepanglah
yang menerapkan teori tersebut dan melakukan perbaikan dari tahun 1950-an.
Evolusi dari gerakan Total Quality Management (TQM) dimulai dari masa
studi waktu dan gerak dari Frederick Taylor tahun 1920. Landasan dari Total
Quality Management yaitu Statistical Process Control (SPC) yang merupakan
model dari manajemen manufaktur. Model ini awalnya dikemukakan oleh Joseph
Juran dan Edward Deming setelah Perang Dunia II guna membantu Jepang dalam
membangun infastruktur dari negaranya. Ajaran ini kemudian berkembang terus
hingga dinamakan Total Quality Management oleh US Navy tahun 1985. Total
Quality Management terus mengalami perubahan menjadi semakin matang serta
mengalami diversifikasi dalam aplikasi untuk bidang industri jasa, kesehatan,
manufaktur, serta di bidang pendidikan.

Pengertian Total Quality Management (TQM)


Hansen dan Mowen (2006) menjelaskan bahwa Total Quality
Management (TQM) berusaha untuk menciptakan suatu lingkungan yang
memungkinkan pekerjaan menghasilkan produk dan jasa yang sempurna.
Tujuannya yaitu perencanaan jangka panjang yang ditempuh secara bertahap
melalui perbaikan yang berkelanjutan.
Menurut Nasution (2015), Total Quality Management merupakan
pendekatan yang dalam menjalakankannya berusaha untuk memaksimalkan daya
saing antar organisasi dengan cara melakukan perbaikan yang dilakukan secara
terus-menerus atas produk, jasa, proses, tenaga kerja, serta lingkungannya.
Dengan adanya perbaikan yang dilakukan, diharapkan perusahaan dapat lebih
unggul daripada pesaing-pesaingnya.
Total Quality Management yaitu suatu sistem manajemen yang
menyertakan seluruh unsur yang ada di perusahaan, baik perusahaan sektor
barang maupun jasa dengan tujuan untuk menaikkan mutu, efisiensi, serta
efektivitas dari produksi baik pada lingkungan industri maupun pada institusi
lainnya (Ibrahim dan Rusdiana, 2021). Dengan adanya Total Quality Management
diharapkan dapat melakukan perbaikan secara berkesinambungan yang fokus pada
kepuasan dari pelanggan.

Sejarah Perkembangan Manajemen Kualitas


Kualitas sudah dikenal ribuan tahun yang lalu, saat bangsa Mesir kuno
mengukur batu-batu yang dipakai dalam pembuatan piramida. Menurut Ariani
(2014), pada zaman modern ini fungsi dari kualitas berkembang melalui beberapa
tahap yaitu:

  1. Inspeksi (Inspection)
    Konsep dari kualitas modern ini bermula pada tahun 1920-an.
    Kelompok kualitas yang utama yaitu bagian inspeksi. Selama proses
    produksi, inspektur mengukur hasil dari produksi berdasarkan
    spesifikasi yang ada. Bagian inspeksi ini tidak independen, biasanya
    mereka melapor ke pabrik. Hal ini menyebabkan perbedaan
    kepentingan.
  2. Pengendalian Kualitas (Quality Control)
    Tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian
    pengendalian kualitas. Karena Perang Dunia II, mengharuskan produk
    militer yang bebas cacat. Hal ini dapat diantisipasi dengan
    pengendalian yang dilakukan selama proses produksi. Tanggung jawab
    kualitas dialihkan ke bagian quality control yang independen. Bagian
    ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian pabrik.
  3. Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
    Rekomendasi dari teknik-teknik statistik sering tidak dapat dilayani
    oleh struktur pengambilan keputusan. Pengendalian kualitas (quality
    control) berkembang menjadi penjaminan kualitas (quality assurance).
    Penjaminan kualitas bekerja sama dengan bagian-bagian lain yang
    bertanggung jawab terhadap kualitas kinerja masing-masing bagian.
  4. Manajemen Kualitas (Quality Management)
    Penjamin kualitas bekerja berdasarkan status quo, sehingga yang
    dilakukan hanya memastikan pelaksanaan pengendalian kualitas.
    Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek kualitas harus
    selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya.
  5. Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Management)
    Dalam perkembangan manajemen kualitas, bukan hanya fungsi
    produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kualitas.
    Dalam hal ini tanggung jawab terhadap kualitas tidak hanya
    dibebankan kepada satu bagian tertentu, tetapi tanggung jawab seluruh
    individu yang ada di perusahaan.
  6. Organisasi Belajar (Learning Organization)
    Learning organization menggunakan filosofi continuous quality
    improvement dan konsep manajemen pengetahuan untuk memberikan
    yang terbaik bagi pelanggan.
  7. World-Class Organization
    Filosofi ini berkembang awal abad 20, di mana teknologi informasi
    sudah dikenal luas. Hal ini menyebabkan dalam perkembangannya
    filosofi ini dibarengi dengan konsep e-learning.

Pengertian Manajemen Kualitas


Menurut Gasperz dalam Ariani (2014) manajemen kualitas dapat dapat
disebut sebagai seluruh kegiatan dari fungsi manajemen yang menentukan
kebijaksanaan kualitas, tujuan dan tanggung jawab, serta
mengimplementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas. Seluruh aktivitas
tersebut dilakukan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan dari penlanggan.
Pelaksanaan dari manajemen kualitas dibutuhkan partisipasi dari seluruh anggota
organisasi yang ada guna mencapai tujuan dari organisasi.

Tujuan Diadakaanya Pelatihan bagi Karyawan


Menurut Lubis (2008) dalam Tesis beliau dengan judul Pengaruh Pelatihan
dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawa PTPN IV Medan bahwa
pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja yang
memiliki pengetahuan, keterampilan yang baik, kemampuan dan sikap untuk
mengisi jabatan pekerjaan yang tersedia dengan produktivitas kerja yang tinggi,
serta mampu menghasilkan hasil kerja yang baik. Kebutuhan untuk setiap pekerja
sangat beragam, untuk itu pelatihan perlu dipersiapkan dan dilaksanakan sesuai
dengan bidang pekerjaannya.
Moekijat (1991) mengatakan bahwa pelatihan diperlukan untuk membantu
pegawai menambah kecakapan dan pengetahuan. Terdapat tiga syarat yang harus
dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut latihan, yaitu: (a) latihan harus
membantu karyawan menambah kemampuannya, (b) latihan harus menimbulkan
perubahan dalam kebiasaan dalam informasi dan pengetahuan yang ia terapkan
dalam pekerjaan dan (c) latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu
yang sedang dilaksanakan atau pekerjaan yang akan ia berikan di masa
mendatang

Pengertian Pelatihan


Secara umum konsep dan definisi pelatihan bagi karyawan adalah sebuah
proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan
semakin terampildan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin
baik, sesuai dengan standar. Selain itu pelatihan juga merupakan proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan
semakin terampildan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin
baik, sesuai dengan standar. (Eko Supatmi, dkk.. 2009). Dalam pengertian lain
dijelaskan juga definisi pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka
pendek yang mempergunakan posedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non
manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang
terbatas.
Dalam penjelasan lain menurut Mangkunegara (2009) bahwa definisi
pelatihan yang diberikan kepada karyawan adalah suatu proses pendidikan jangka
pendek yang mempergunakan posedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non
manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang
terbatas.
Dalam hal ini berarti bahwa dapat diambil penjelasan bahwa pelatihan secara
umum adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar yang
berfungsi untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem.
Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan
keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Pelatihan terdiri atas serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan
keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang (Eko
Supatmi, dkk.. 2009).

Lingkungan Kerja di Perusahaan Perkebunan


Mennurut Gemma (2017) dalam penelitian beliau yang dilakukan di PTPN
VII (Persero) Kantor Direksi Bandar Lampung bahwa ada beberapa hal yang
dapat dijelaskan mengenai lingkungan kerja yaitu lingkungan kerja merupakan
suatu hal yang penting dalam suatu organisasi. Lingkungan kerja yang baik
tentunya merupakan harapan bagi setiap karyawan karena dengan lingkungan
kerja yang baik tentunya para karyawan akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya
dengan baik pula. Dengan lingkungan kerja yang baik maka secara otomatis dapat
memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan.
Untuk pengujian variabel lingkungan kerja dapat dijelaskan oleh Murtafia
dkk (2015) bahwa Setelah dilakukan analisis korelasi spearman diketahui bahwa
lingkungan kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kepuasan
kerja karyawan PT. Surya Bratasena Plantation. Berdasarkan hasil dengan nilai r
(koefisien korelasi) sebesar 0,705% artinya 70,5%. Ini berarti bahwa pihak
perusahaan memang memprioritaskan kepuasan kerja karyawan dengan
memperhatikan faktor-faktor kepuasan kerja secara umum salah satunya adalah
lingkungan kerja.

Lingkungan Kerja Non-Fisik


Dalam penelitian ini jenis lingkungan kerja yang digunakan hanya lingkungan
kerja non-fisik.Secara umum lingkungan kerja non-fisik sering disebut lingkungan
psikososial yang memiliki arti yaitu lingkungan yang mengacu pada interaksi
antara lingkungan dan kondisi kerja, kondisi organisasi, fungsidan isi dari
pekerjaan, usaha, karakteristik individu pekerja serta orang-orang dari anggota
keluarga mereka (Vischer, 2008).
Definisi lainnya mengenai lingkungan kerja non-fisik adalah semua keadaan
yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan dengan bawahan sesama rekan kerja, ataupun hubungan
dengan bawahan. Didalam lingkungan kerja non-fisik ada 5 aspek lingkungan
kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu:

  1. Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikankepadanya
    memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.
  2. Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan
    mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan
    mereka.
  3. Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan
    bahwa pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta
    menghargai mereka.
  4. Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada
    kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada.
  5. Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya
    komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun
    dengan pimpinan

Pengertian Lingkungan Kerja


Faktor lain yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai dalam
melaksanakan tugas adalah lingkungan kerja, definisi lingkungan kerja secara
umum yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas (Nitisemito, 1996). Definisi yang lain menurut
Mangkunegara (2006) menjelaskan bahwa lingkungan kerja perusahaan meliputi
uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang,
pola komunikasi, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang dinamis,
peluang karir, dan fasilitas kerja yang memadai.
Faktor lingkungan kerja bisa berupa kondisi fisik kantor yang meliputi
penerangan, suhu udara, dll yang mampu meningkatkan suasana kondusif dan
semangat kerja serta berpengaruh terhadap kinerja pegawai (Sedarmayanti, 2001).
Secara fakta di lapangan dapat diketahui bahwa lingkungan kerja yang tidak
memuaskan dapat menurunkan semangat kerja dan akhirnya menurunkan
produktifitas kerja pegawai, begitu pula berlaku hal sebaliknya (Ahyari, 1986).
Untuk penggolongan lingkungan kerja perusahaan telah dijelaskan oleh
Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi menjadi 2 yaitu: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja nonfisik

Kepemimpinan di perusahaan Perkebunan


Menurut Yusri (2015) dalam penelitian beliau yang dilakukan di Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Dharmasraya bahwa kepemimpinan adalah
proses pengarahan dan mempengaruhi orang lain secara kolektif dengan
menggerakkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien dalam proses
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk hasil pengujian mengenai hubungan antara kepemimpinan dengan
kinerja karyawan telah dijelaskan oleh Pebriani, dkk (2016) dalam penelitian
beliau dijelaskan bahwa kepemimpinan tranformasional dengan kinerja karyawan
sebesar 0,714 Hasil tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima,
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan tranformasional
dengan kinerja karyawan pada pada PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru, hal
ini dikarenakan dalam perusahaan tersebut memang sudah memaksimalkan peran
pimpinan bagi karyawan dan sistem kepemimpinan yang ada

Peranan Kepemimpinan


Sebelum masuk penjelasan peranan kepemimpinan dalam perusahaan, berikut
definisi pemimpin menurut Thoha (1983) adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kclebihan disatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan
Anoraga (1995) dalam Tika (2006) mengemukakan bahwa ada sembilan
peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai
perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli,
pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai
pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau
simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin
sebagai pengganti peran anggota lain.

Budaya Organisasi di Perusahaan Perkebunan


Menurut Yusri (2015) dalam penelitian beliau yang dilakukan di Dinas
Kehutanan dan Pekebunan Kabupaten Dhamasraya bahwa didalam budaya
organisasi didalam perusahaan terdapat tiga bidang diantaranya: nilai-nilai
organisasi, perilaku organisasi dan keyakinan bersama.
Untuk hasil penelitian mengenai variabel ini dapat dijelaskan oleh Putri (2015)
dimana menurut penelitian beliau bahwa hasil perhitungan korelasi menggunakan
product moment menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara budaya organisasi
dengan kinerja karyawan adalah signifikan dengan ketentuan rhitung> rtabel dan taraf
kepercayaan 99%

Pengertian Budaya Organisasi


Budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan
atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait
dengan masalah tersebut (Schein dalam Tika, 2006).
Sementara itu variabel budaya organisasi ini secara operasional diukur dengan
menggunakan 6 (enam) indikator yang diadopsi dari karakteristik budaya
organisasi menurut Robbins (1990) dalam Brahmasari (2004), yaitu: (1) Nilainilai organisasi, (2) Dukungan manajemen, (3) Sistem imbalan, (4) Toleransi
dalam berbagi kesalahan sebagai peluang untuk belajar, (5) Orientasi pada rincian
(detil) pekerjaan, (6) Orientasi pada tim

Motivasi Kerja di Perusahaan Perkebunan


Menurut Lubis (2008) didalam penelitian beliau yang dilakukan di PTPN IV
(Persero) Medan dapat dijelaskan bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya
kebutuhan sikap yang mendorong karyawan agar lebih bersemangat dan bergairah
dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi kerja sendiri menurut
beliau merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan agar
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Untuk hasil hubungan antara motivasi dengan kinerja telah dijelaskan oleh
Sialman (2016)bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan
kinerja karyawan, dan tergolong tinggi dengan nilai rhitung sebesar 0,646. Hal ini
disebabkan karena perusahaan memotivasi karyawan dengan memperhatikan
faktor-fakor yang memang sangat dibutuhkan oleh karyawan di perusahaan
perkebunan tersebut

Tujuan Motivasi Kerja


Tujuan motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah
organisasi. Dengan adanya motivasi kerja, di prediksi akan menambah energi
pada sebuah pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005), “Ada beberapa tujuan
pemberian motivasi yaitu:
a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
c. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan
e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
f. Mengefektifkan pengadaan karyawan
g. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
h. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
i. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
j. Mempertinggi rasa tangung jawab karyawan
Variabel motivasi kerja ini secara operasional diukur dengan menggunakan 3
(tiga) indikator, yaitu: kebutuhan berprestasi (need for achievement), kebutuhan
fisik (psycological need), dan kebutuhan rasa aman (safety need) (Ndraha dalam
Brahmasari dan Suprayetno, 2008).

Pengertian Motivasi Kerja


Menurut Mangkunegara (2005) motivasi terbentuk dari sikap (Attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation), atau bisa
disebut juga motivasi adalah kondisi atau energi yang menggerakkan diri
karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi
perusahaan.Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap
sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya
karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan
kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).
Kemudian menurut Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa terdapat 2
(dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: (1) Teknik pemenuhan kebutuhan
pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen
yang mendasari perilaku kerja. (2) Teknik komunikasi persuasif, adalah
merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan
cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis.

Kinerja Karyawan di Perusahaan Perkebunan


Menurut Yusri (2015) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan.
Kemudian menurut Lubis (2008) yang perlu diketahui mengenai siapa yang
menilai kinerja karyawan dalam organisasi dan dengan mempertibangkan
berbagai hal, maka dalam penelitian ini,penilaian kinerja karyawan/pegawai
dilakukan oleh atasan (supervisor appraisal). Selain itu beliau juga menambahkan
bahwa dalam penelitiannya dimensi kinerja adalah kuantitas, kualitas kerja, kerja
sama, pengalaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin, tanggung jawab dan
kehandalan.

Tujuan Evaluasi Kinerja Karyawan


Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu juga
untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung
jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanankan pekerjaan
dengan baik kedepannya (Mangkunegara, 2005).
Menurut Sunyoto (1999) secara lebih spesifik tujuan evaluasi kinerja adalah:
a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja
b. Mencatat dan mengakui hasil kinerja seorang karyawan, sehingga karyawan
yang lain termotivasi untuk berbuat yang lebih baik
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasi dan meningkatkan kepedulian terhadap kariernya
d. Mendefinisikan kembali sasaran masa depan sehingga karyawan termotivasi
untuk berprestasi sesuai dengan potensinya
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah
Adapun indikator dari kinerja karyawan menurut Dharma (2003) terbagi
menjadi tiga, yaitu: kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu kerja.
Sedangkan, Gomes (1999) dalam Putri (2015) mengemukakan bahwa standar
kinerja karyawan berdasarkan atas: kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan
kerja, kreativitas, kerja sama, keteguhan, inisiatif, dan kualitas diri. Tujuan adanya
standar kinerja untuk pedoman karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik. Selain itu, standar kerja juga
digunakan perusahaan sebagai pedoman untuk mengukur kinerja karyawan.

Pengertian Kinerja Karyawan


Kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job
Peformance atau Actual Performance yaitu prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang, namun secara definisi kinerja karyawan dikemukakan oleh Bambang
Kusriyanto (1991) yaitu perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta
tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya perjam).
Gomes (1995) mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah ungkapan
seperti output, efisiensi serta efektifitas sering dihubungkan dengan produktifitas.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja
(output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya

Manajemen Sumber Daya Manusia di Perkebunan


Agusyantono (2010) menjelaskan bahwa lingkup manajemen sumber daya
manusia dalam bidang perkebunan yaitu mengelola sumber daya manusia yang
jumlahnya mencapai ratusan orang guna meningkatkan produktivitas,
menciptakan kondisi yang serasi, menanamkan rasa memiliki dan mampu
menggiring untuk bersama-sama mencapai tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia tersebut mencakup
aspek kepuasan dan kinerja karyawan. Diawali dengan pemberian dan
peningkatan kepuasan kerja maka hal ini akan berdampak pada peningkatan
kinerja karyawan secara keseluruhan.
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing yang muaranya juga untuk tujuan
perusahaan, yaitu memaksimalan keuntungan (profit) (Prawirosentono dalam
Sialman, 2016). Prinsip inilah yang mendasari perlunya kegiatan manajemen
sumber daya manusia (SDM) di perusahaan perkebunan khususnya pada aspek
kinerja karyawan

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Hasibuan (2016) menjelaskan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia
di perusahaan meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional. Berikut
penjelasan kedua fungsi tersebut yang terdapat dalam fungsi manajemen sumber
daya manusia:

  1. Fungsi Manajerial
    a. Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efesien
    agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya
    suatu tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program
    kepeegawaian.
    b. Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan
    dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
    integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).
    c. Pengarahan adalah kegiatan yang mengarahkan semua karyawan agar mau
    bekerja sama dengan efektif serta efesien dalam membantu tercapainya
    tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
    d. Pengendalian yaitu kegiatan yang mengendalikan semua karyawan agar
    menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan yang telah
    direncanakan. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan maka diadakan
    tindakan perbaikan dan penyempurnaan perencanaan.
  2. Fungsi Operasional
    a. Pengadaan yaitu segala proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,
    dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
    perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya suatu
    tujuan.
    b. Pengembangan adalah suatu proses peningkatan keterampilan teknis,
    teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
    pelatihan.
    c. Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung
    berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan atau upah
    yang diberikan oleh suatu perusahaan.
    d. Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
    perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi
    dan saling menguntungkan.
    e. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan
    kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau
    bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan
    program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagai besar
    karyawan serta berpedoman kepada internal dan ekternal konsistensi.
    f. Kedisiplinan merupakan fungsi dari manajemen sumber daya manusia
    yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa adanya
    kedisiplinan yang baik sulit untuk mewujudkan tujuan yang maksimal
    g. Pemberhentian adalah putusnya suatu hubungan kerja seseorang dari
    suatu perusahaan. Pemberhentian ini biasanya disebabkan oleh keinginan
    keryawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja yang telah berakhir,
    pensiun dan sebab-sebab lainnya.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Banyak pengertian mengenai definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) secara umum.Salah satunya menurut Handoko (2011), manajemen
sumber daya manusia adalah semua hal yang mencakup penarikan, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk
mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Desseler
(2015), manajemen sumber daya manusia adalah proses untuk memperoleh,
melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan dan untuk mengurus relasi tenaga
kerja, kesehatan dan keselamatan, serta hal-hal yang berhubungan dengan
keadilan.
Dijelaskan menurut Mondy (2008) bahwa Manajemen sumber daya manusia
adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi.Konsekuensinya, para manajer disetiap tingkat harus melibatkan diri
mereka dengan manajemen sumber daya manusia.Pada dasarnya, semua manajer
membuat segala sesuatunya terselesaikan melalui upaya-upaya lain, ini
memerlukan sumber daya manusia yang efektif.

Indikator Manajemen Kontrol


Menurut PP No. 60 Tahun 2008 indikator manajemen kontrol
terdiri dari:

  1. Lingkungan Pengendalian
    Kepala instansi pemerintah dan semua pegawai harus
    menciptakan dan memelihara lingkungan di seluruh
    organisasi untuk menghasilkan perilaku positif dalam
    mendukung pengendalian internal dan manajemen
    internal yang sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
    penegakan integritas dan nilai etika, serta komitmen
    terhadap kompetensi.
  2. Penilaian Risiko
    Pengendalian internal harus mengevaluasi risiko-risiko
    yang dihadapi organisasi baik dari eksternal maupun
    internal, meliputi kegiatan identifikasi risiko dan analisis
    risiko.
  3. Kegiatan Pengendalian
    Kegiatan pengendalian digunakan untuk memastikan
    bahwa arahan dari Pimpinan Instansi Pemerintah telah
    dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk mencapai
    tujuan organisasi. Salah satu bentuk kegiatan
    pengendalian adalah penetapan dan reviu atas indikator
    dan ukuran kinerja pada Instansi Pemerintah yang
    bersangkutan.
  4. Informasi Dan Komunikasi
    Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada Kepala
    Instansi Pemerintah dan pihak lain yang telah ditetapkan.
    Informasi disajikan dalam bentuk, metode dan sarana
    tertentu, serta tepat waktu, sehingga pimpinan instansi
    pemerintah dapat melakukan pengendalian dan
    melaksanakan tanggungjawabnya.
  5. Pemantauan Pengendalian Internal
    Pemantauan adalah bentuk penilaian kualitas kinerja dari
    waktu ke waktu dan memastikan dapat segera
    menindaklanjuti hasil audit dan rekomendasi hasil audit
    lainnya.

Tujuan Manajemen Kontrol


Menurut PP No. 60 Tahun 2008 tujuan manajemen
kontorol mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

  1. Kegiatan yang efektif dan efisien
    Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan
    untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi
    tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
    penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Laporan keuangan yang dapat diandalkan
    Laporan dapat dikatakan andal jika informasi yang
    diberikan dalam laporan keuangan bebas dan tidak
    mengandung arti yang menyesatkan dan kesalahan yang
    material, semua fakta dinyatakan dengan jelas dan jujur
    serta informasi yang diberikan diverifikasi.
  3. Pengamanan Aset
    Kepastian terhadap keamanan sumber-sumber daya dan
    asset dapat terjaga atau dalam keadaan aman sehingga
    jumlah, kondisi, dan keberadaan aset tersebut sesuai
    dengan yang tercatat dalam data administrative.
  4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
    Seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintah dapat
    dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangperundangan yang berlaku.

Pengertian Manajemen Kontrol


H.B Siswanto (2016) menyatakan bahwa pengendalian
manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk mendapatkan
standar kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain sistem
umpan balik informasi, membandingkan kinerja aktual dengan
standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah terhadap
penyimpangan dan mengukur signifikasi penyimpangan tersebut,
dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan yang digunakan
sedapat mungkin secara lebih efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran perusahaan. Mulyadi (2017) menjelaskan bahwa
pengertian sistem pengendalian manajemen adalah suatu sistem
yang digunakan untuk merencanakan sasaran masa depan yang
akan dicapai oleh organisasi, merencanakan kegiatan untuk
mencapai sasaran tersebut, serta mengimplementasikan dan
memantau pelaksanaan rencana yang sudah ditetapkan.

Tujuan Pelatihan


Menurut Siregar (2020) tujuan latihan yang
diselenggarakan oleh suatu organisasi atau perusahaan baik
swasta maupun pemerintah adalah:

  1. Meningkatkan pengetahuan (knowledge), kemampuan
    (ability), dan keterampilan (skill) pegawai dalam
    menjalankan tugasnya masing-masing.
  2. Menanamkan pengetahuan yang sama mengenai suatu tugas
    dalam kaitannya dengan yang lain untuk mewujudkan
    tujuan organisasi perusahaan.
  3. Mengusahakan kemampuan dan keterampilan yang sesuai
    dengan situasi dan kondisi teknologi yang terjadi akibat
    berhasilnya pembangunan.
  4. Menumbuhkan minat dan perhatian pegawai terhadap
    bidang tugas masing-masing.
  5. Memupuk keberanian berpikir kreatif dan berpartisipasi
    dalam diskusi.
  6. Memupuk hubungan kerja sama antar pegawai secara
    efisien serta menanamkan jiwa kesatuan.
  7. Mengubah sikap dan tingkah laku mental pegawai ke arah
    kerja yang jujur dan efektif
  8. Menumbuhkan rasa turut memiliki dan tanggung jawab
    pegawai.
  9. Mengurangi frekuensi pengawasan

Pengertian Pelatihan


Pelatihan merupakan suatu proses mengajarkan
pengetahuan dan juga keahlian tertentu serta sikap agar pegawai
semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab
dengan baik sesuai dengan standar (Mangkuprawira, 2011).
Menurut Widodo (2015), pelatihan merupakan serangkaian proses
seseorang dalam meningkatkan kompetensi, keahlian dan
pengetahuan secara sistematis dan terorganisir sehingga mampu
memiliki kinerja yang profesional dibidangnya. Pelatihan
merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan seorang
pegawai melaksanakan pekerjaan yang ditugaskannya sesuai
dengan standar. Sedangkan Rivai dan Sagala (2011) menyatakan
bahwa pelatihan merupakan wadah lingkungan bagi karyawan,
dimana mereka memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan,
keahlian, pengetahuan, dan perilaku spesifik yang berkaitan
dengan pekerjaan.

Indikator Kompetensi SDM


Menurut Wiguna (2017) indikator kompetensi sumber daya
manusia meliputi:

  1. Pengembangan diri. Kemampuan untuk melakukan
    perubahan dalam segala bidang, terutama perilaku dan
    kemampuan mengembangkan diri.
  2. Profesional. Kemampuan dalam memahami setiap pekerjaan
    yang diberikan dan siap melakukan pengembangan
    kemampuan yang dimiliki.
  3. Penguasaan teknologi. Kemampuan dalam mengusai
    teknologi dalam proses pekerjaan.
  4. Jenjang pendidikan. Kemampuan untuk memiliki
    pengetahuan atau latar belakang pendidikan yang sesuai
    dalam melaksanakan bidang pekerjaan.
  5. Keahlian. Kemampuan untuk mempertanggungjawabkan
    pekerjaannya secara detail dan juga memiliki kemampuan
    untuk memecahkan masalah secara efektif dan efisien.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi SDM


Michael Zwell sebagaimana yang dikutip oleh Wibowo
(2013) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu
sebagai berikut:

  1. Keyakinan dan nilai-nilai. Keyakinan orang tentang dirinya
    maupun terhadap orang lain akan sangat memengaruhi
    perilaku. Apabila mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka
    tidak akan berusaha berfikir tentang cara baru atau berbeda
    dalam melakukan sesuatu. Setiap orang harus berpikir
    positif baik terhadap dirinya maupun orang lain dan
    menunjukkan ciri orang yang berpikir kedepan.
  2. Ketrampilan. Keterampilan merupakan peran penting di
    kebanyakan kompetensi. Berbicara di depan umum
    merupakan keterampilan yang dapat dipelajari,
    dipraktikkan, dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga
    dapat diperbaiki dengan instruksi, praktik dan umpan balik.
    Dengan memperbaiki keterampilan berbicara di depan
    umum dan menulis, individu akan meningkat kecakapannya
    dalam kompetensi tentang perhatian terhadap komunikasi.
    Pengembangan keterampilan yang secara spesifik berkaitan
    dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya
    organisasi dan kompetensi individual.
  3. Pengalaman. Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan
    pengalaman mengorganisasikan orang, komunikasi di
    hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan
    sebagainya. orang yang tidak pernah berhubungan dengan
    organisasi besar dan kompleks tidak mungkin
    mengembangkan kecerdasan organisasi untuk memahami
    dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan.
  4. Karakteristik Kepribadian. Dalam kepribadian termasuk
    banyak faktor yang diantaranya sulit untuk berubah. Akan
    tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat
    berubah. Kenyataanya, kepribadian seseorang dapat
    berubah sepanjang waktu. Orang merespon dan berinteraksi
    dengan kekuatan dan lingkungan sekitarnya. Kepribadian
    dapat mempengaruhi keahlian seorang karyawan dalam
    sejumlah kompetensi, termasuk dalam penyelesaian konflik,
    menunjukkan kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja
    dalam tim, memberikan pengaruh dalam membangun
    hubungan dalam tim.
  5. Motivasi. Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi
    yang dapat berubah. Dengan memeberikan dorongan,
    apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan
    pengakuan dan perhatianindividual dari atasan dapat
    berpengaruh positif terhadap motivasi bawahan.
  6. Isu Emosional. Hambatan emosional dapat membatasi
    penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan,
    menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi
    bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan
    inisiatif.
  7. Kemampuan Intelektual. Kompetensi bergantung pada
    pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan
    pemikiran analitis. Faktor pengalaman dapat meningkatkan
    kecakapan dalam kompetensi.

Macam-macam Kompetensi Sumber Daya Manusia


Michael Zwell sebagaimana dikutip oleh Wibowo (2013)
memberikan lima macam kompetensi, yang terdiri dari:
a) Task achievement merupakan kategori kompetensi yang
berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang
berkaitan dengan Task achievement ditunjukkan oleh:
orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mempengaruhi
inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli
pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
b) Relationship merupakan kategori kompetensi yang
berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan
orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi yang
berhubungan dengan Relationship meliputi kerjasama,
orientasi pada pelayanan, kepedulian antar pribadi,
kecerdasan organisasional, membangun hubungan,
penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan
sensitivitas lintas budaya.
c) Personal attribute merupakan kompetensi intrinsik individu
dan menghubungkan bagaimana orang berfikir, merasa,
belajar, dan berkembang. Personal attribute merupakan
kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran,
pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan,
manajemen stress, berpikir analitis, dan berpikir konseptual.
d) Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik
berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan dan
mengembangkan orang. Kopetensi manajerial berupa:
memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang
lain.
e) Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan
dengan memimpin organisasi dan orang untuk mencapai
maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan
dengan leadership meliputi: kepemimpinan visioner,
berpikir strategis, orientasi kewirausahaan, manajemen
perubahan, membangun komitmen organisasional,
membangun focus dan maksud, dasar-dasar, dan nilai-nilai

Pengertian Kompetensi Sumber Daya Manusia


Yendrawati (2013) menyatakan bahwa pengertian
kompetensi Sumber Daya Manusia adalah kemampuan seseorang atau
individu suatu organisasi (kelembagaan) atau suatu sistem untuk
melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai
tujuannya secara efektif dan efisien.
Pengertian kompetensi Menurut Wibowo (2013) adalah
tingkat keterampilan, pengetahuan, dan tingkah laku yang
dimiliki oleh individu untuk melakukan tugasnya dalam
organisasi. Sedangkan Sudiarti (2020) mengungkapkan jika
Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang berhubungan dengan pengetahuan,
keterampilan, dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi
secara langsung terhadap kinerja yang dapat mencapai tujuan
yang diinginkan.

Pengertian Sumber Daya Manusia


Menurut Sulistyowati (2021) SDM merupakan manusia
yang dipekerjakan di sebuah instansi sebagai penggerak,
pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi.
Wibowo (2017) menyatakan bahwa sumber daya manusia
merupakan suatu perencanaan pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pemisahan tenaga kerja
dalam rangka tercapainya tujuan organisasi

Pengaruh Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja InstansiPemerintah


Sistem pelaporan yang baik diperlukan agar dapat memantau dan
mengendalikan kinerja manajerial dalam mengimplementasikan anggaran yang
telah ditetapkan. Laporan umpan balik diperlukan untuk mengukur aktivitasaktivitas yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kinerja dan akuntabilitas
pada pelaksanaan suatu rencana atau mengimplementasikan suatu anggaran,
sehingga manajemen dapat mengetahui hasil dari pelaksanaan rencana atau
pencapaian sasaran anggaran yang ditetapkan

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja InstansiPemerintah


Motivasi kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
manusia. Motivasi dalam bekerja sangat penting bagi berjalannya suatu organisasi
pemerintah karena sebagai penggerak atau pendorong bagi individu untuk
berperilaku dan bekerja dengan giat sesuai dengan tugas dan kewajiban yang telah
diberikan kepadanya.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh Motivasi Kerja terhadap
Akuntabilitas Kinerja yang telah dilakukan Ressy Amanda Noviyana dan Suryo
Pratolo (2018) hasil penelitiannya menyatakan bahwa Motivasi Kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Penelitian Silvi Oktaviani, Diskhamarzaweny dan Yul Emri Yulis (2019) juga
menyatakan Motivasi Kerja berpengaruh postif dan signifikan terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Kualitas Sumber Daya Manusia merupakan suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan dan spesifikasi tenaga kerja
dalam suatu organisasi. Kualitas sumber daya yang baik sangat dibutuhkan setiap
organisasi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta menjadi
aset penting bagi kelangsungan suatu organisasi. Semakin tingginya kualitas
sumber daya manusia, maka semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkan dalam
mempertanggungjawabkan akuntanbilitas kinerja instansi pemerintah.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia
terhadap Akuntabilitas Kinerja BPKPD yang telah dilakukan oleh Mu’minatus
Nur Fadilah dan Endang Dwi Retnani (2018) hasil penelitiannya menyatakan
bahwa Kualitas Sumber Daya Manusia berpengaruh signifikan dan positif
terhadap Akuntabilitas Kinerja. Penelitian Yanuaria Delciana Rere dam Endang
Dwi Retnani (2020) juga menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota
Surabaya.

Dimensi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Dari sudut padang fungsional, Ellwood dalam Mardiasmo (2018:28-29)
menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh
organisasi sektor publik, yaitu sebagai berikut :

  1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
    Akuntabilitas kejujuran (accountability for abity) terkait dengan
    penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power),
    sedangkan akuntabilitas hokum (legal accountability) terkait
    dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan
    peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana
    publik.
  2. Akuntabilitas Proses
    Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang
    digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam
    hal kecukupan sistem informasi manajemen, dan prosedur
    administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui
    pemberian pelayanan public yang cepat, responsif, dan murah
    biaya.
  3. Akuntabilitas Program
    Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah
    tujuan yang dietapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah
    mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
    yang optimal dengan biaya yang minimal.
  4. Akuntabilitas Kebijakan
    Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban
    pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan
    yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat
    luas.

Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tentunya dilakukan
secara bertahap dan dilakukan berdasarkan siklus yang telah ditetapkan. Menurut
Pusdiklatwas BPKP (2011), Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
merupakan suatu tatanan, instrumen dan metode pertanggungjawaban yang
intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Penetapan perencanaan strategis
  2. Pengukuran kinerja
  3. Pelaporan kinerja
  4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara
    berkesinambungan