Manfaat Metode Economic Value Added (EVA)


Manfaat yang diperoleh dalam menerapkan metode EVA bagi suatu perusahaan
adalah sebagai berikut :
a. Penerapan model EVA sangat bermanfaat sebagai alat ukur kinerja
perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value
creation).
b. Penilaian kinerja keuangan dengan menerapkan model EVA menyebabkan
perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
Dengan EVA para manajer akan bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu memilih investasi yang dapat memaksimumkan tingkat
pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai
perusahan dapat dimaksimalkan.
c. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan
struktur modalnya.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang
memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya.

Pengertian Economic Value Added (EVA)


Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham adalah dengan menghitung
Economic Value Added (EVA) suatu perusahaan. Metode EVA pertama kali
dikembangkan oleh G. Bennet Stewart & Joel M. Stern seorang analis keuangan
dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Model ini menawarkan
parameter yang objektif karena diambil dari konsep biaya modal (cost of capital)
yakni mengurangi laba dengan beban biaya modal, di mana beban biaya modal ini
mencerminkan tingkat resiko perusahaan.
Pengertian EVA menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
a. Menurut Utomo (1999), EVA adalah nilai tambah ekonomis yang
diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode
tertentu.
b. Menurut Tandelilin (2001), EVA adalah ukuran keberhasilan manajemen
perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan.
c. Menurut Warsono (2001), EVA adalah perbedaan antara laba operasi
setelah pajak dengan biaya modalnya.
Pendapat menurut beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Economic
Value Added (EVA) merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi
biaya modal yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan
memperhatikan secara adil harapan-harapan para pemegang saham dan kreditur.
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added
dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan.
Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik dalam menilai kinerja dan
prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubung langsung
dengan nilai pasar suatu perusahaan. Oleh karena itu, EVA merupakan selisih laba
operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya
modal (Cost of Capital).

Pengukuran Kinerja Keuangan


Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan utama dari pengukuran kinerja
keuangan adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi
dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
menghasilkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Pengukuran kinerja dilakukan
untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan
menegakkan perilaku yang seharusnya diinginkan melalui umpan balik hasil
kinerja pada waktunya serta penghargaan baik yang bersifat intrinsik maupun
ekstrinsik (Mulyadi, 1997). Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan terdapat
beberapa metode yang digunakan, namun pada umumnya metode yang digunakan
adalah menghitung rasio dari data laporan keuangan.
Pengukuran kinerja dimanfaatkan oleh manajemen perusahaan untuk :

  1. Mengelola kegiatan operasi perusahaan secara efektif dan efisien melalui
    pemotivasian karyawan secara maksimum. Maksimisasi motivasi
    karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan merupakan tujuan pokok
    pengukuran kinerja.
  2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
    Pengukuran kinerja akan menghasilkan data yang dapat dipakai sebagai
    dasar pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyaan yang
    diukur kinerjanya.
  3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
    untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
    karyawan. Hasil pengukuran kinerja dapat dipergunakan untuk
    mengidentifikasikan kelemahan karyawan dan mengantisipasi keahlian
    dan ketrampilan yang dituntut oleh pekerjaan. Hasil pengukuran kinerja
    juga dapat digunakan untuk memilih program pelatihan karyawan yang
    memenuhi kebutuhan karyawan dan mengevaluasi kesesuaian program
    pelatihan dengan kebutuhan karyawan.
  4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
    mereka menilai kinerja mereka. Dalam organisasi perusahaan, manajemen
    tingkat atas mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada manajemen di
    bawahnya. Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya dalam
    pelaksanaan wewenang ini dipertanggungjawabkan dalam bentuk
    pengukuran kinerja.
  5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Distribusi
    penghargaan memerlukan data hasil kinerja karyawan, agar penghargaan
    tersebut dirasakan adil oleh karyawan. Pembagian penghargaan yang tidak
    adil menurut persepsi kayawan, baik yang menerima maupun yang tidak
    menerimanya , akan berakibat timbulnya perilaku yang tidak semestinya.
    Tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara
    kuantitatif (Mulyadi, 2007), yaitu :
  6. Ukuran kriteria tunggal (Single Criteria)
    Ukuran kinerja tunggal adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan
    satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Jika diterapkan kriteria tunggal
    untuk mengukur kinerja, orang akan cenderung memusatkan usahanya
    pada kriteria tersebut tanpa memperhatikan kriteria lainnya, yang mungkin
    sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan.
    Ukuran kriteria beragam (Multiple Criteria)
    Ukuran kriteria beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan
    berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kriteria beragam
    muncul untuk mengatasi kelemahan kriteria tunggal. Berbagai aspek
    kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehinggamanajer diukur
    kinerjanya dengan beragam kriteria. Tujuannya adalah agar manajer
    mengarahkan usahanya kepada berbagai ukuran kinerja.
  7. Ukuran kriteria gabungan (Composite Criteria)
    Ukuran kriteria gabungan adalah ukuran kinerja yang menggunakan
    berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran
    dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.
    Dalam ukuran kriteria gabungan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja
    untuk menentukan kinerja keseluruhan manajer, sehingga manajer
    cenderung mengerahkan usaha, perhatian dan sumber daya kepada
    kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan terbesar pada
    kinerjanya secara keseluruhan.
    Jenis-jenis metode pengukuran kinerja keuangan sebelum menggunakan metode
    EVA, yaitu EPS, ROA dan ROE. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
    metode :
  8. Pendapatan Per Lembar Saham (Earnings Per Share / EPS)
    EPS adalah bagian proporsional dari laba perusahaan yang dapat diklaim
    oleh setiap lembar saham biasa yang sedang beredar, yang dihitung
    dengan membagi laba setelah pajak sesudah pembayaran dividen saham
    preferen dengan rata-rata saham biasa yang sedang beredar selama periode
    tersebut (Helfert,1996).
    Analisis laba dari sudut pandang pemilik dipusatkan pada laba per saham
    dalam suatu perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Laba per saham merupakan suatu ukuran dimana baik manajemen maupun
pemegang saham menaruh perhatian yang besar. Ukuran ini digunakan
secara luas dalam penilaian saham biasa dan sering merupakan dasar untuk
menetapkan tujuan serta sasaran spesifik perusahaan sebagai bagian dari
perencanaan strategis. Walaupun angka laba per saham merupakan salah
satu statistik yang selalu tersedia dalam laporan perusahaan yang dimiliki
umum, namun didalamnya terdapat pada pola laba bersih kuartalan dan
tahunan, jumlah saham yang beredar dalam satu tahun bervariasi pada
banyak perusahaan di mana hal ini disebabkan oleh penerbitan saham baru
(penawaran saham baru, pembayaran deviden dalam bentuk saham, serta
opsi yang digunakan) atau oleh penarikan saham lama yang beredar. Oleh
karena itu, jumlah rata-rata saham yang beredar dalam satu tahun biasanya
digunakan dalam perhitungan ini.

  1. Pengembalian Atas Aktiva (Return On Assets / ROA)
    ROA adalah hubungan laba tahunan setelah pajak terhadap total aktiva
    yang digunakan sebagai ukuran produktivitas (Helfert,1996). ROA
    merupakan bentuk paling mudah dari pengukuran kinerja yang terdahulu
    yaitu dengan menghubungkan laba bersih (pendapatan bersih) yang
    dilaporkan terhadap total aktiva di neraca. Aktiva bersih (total aktiva
    dikurangi kewajiban lancar) juga dapat digunakan, dimana kewajiban
    operasi pada dasarnya mendukung sebagian aktiva lancar tanpa
    memerlukan biaya. Aktiva bersih itu juga disebut kapitalisasi perusahaan
    atau investasi modal, yang menyajikan bagian total aktiva yang didukung
    oleh ekuitas dan hutang jangka panjang. Rumus dasar untuk pengembalian
    atas aktiva (return on assets / ROA) adalah sebagai berikut :
  2. Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity / ROE)
    ROE adalah hubungan laba tahunan setelah pajak terhadap equitas
    pemegang saham yang tercatat (Helfert, 1996).

Pengertian Kinerja Keuangan


Kinerja keuangan adalah alat untuk mengukur prestasi kerja keuangan perusahaan
melalui struktur permodalannya. Tolak ukur yang digunakan dalam kinerja
keuangan tergantung pada posisi perusahaan. Penilaian kinerja keuangan
perusahaan lebih baik diketahui output maupun inputnya. Output adalah hasil dari
suatu kinerja karyawan, sedangkan input adalah hasil dari suatu keterampilan
yang digunakan untuk mendapatkan hasil. Aktivitas-aktivitas keuangan pada suatu
periode tertentu dilaporkan dalam suatu laporan keuangan diantaranya laporan
laba rugi dan neraca. Laporan laba rugi menggambarkan suatu aktivitas dalam
satu tahun dan neraca menggambarkan keadaan pada saat akhir tahun atas
perubahan kejadian dari tahun sebelumnya. Seorang manajer keuangan atau
pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam kaitannya dengan kondisi keuangan
perusahaan. Dengan diketahuinya kondisi keuangan perusahaan, keputusan yang
rasional dapat dibuat dengan bantuan alat-alat analisis tertentu. Analisis keuangan
dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan seperti kreditur, investor maupun
pihak internal perusahaan itu sendiri.
Seorang pemilik saham perusahaan pada prinsipnya lebih berkepentingan dengan
keuntungan saat ini dan di masa yang akan datang dengan keuntungan tersebut
dan perbandingannya dengan keuntungan perusahaan lain. Bagi perusahaan
sendiri, analisis terhadap keuangan akan membantu dalam hal perencanaan
perusahaan. Rencana perusahaan berwujud macam-macam tetapi rencana yang
baik haruslah dihubungkan dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan saat ini.
Kekuatan-kekuatan tersebut haruslah dipahami apabila ingin dipergunakan sebaikbaiknya. Sebaliknya kelemahan-kelemahan harus pula diakui apabila tindakan
koreksi akan dilakukan.
Kinerja keuangan merupakan sesuatu yang dihasilkan atau hasil kerja yang
dicapai dari suatu perusahaan (Zarkasyi, 2008). Kinerja perusahaan hendaknya
merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi suatu perusahaan
dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu
perusahaan dilakukan serangkaian tindakan evaluasi dengan melakukan penilaian
atas hasil usaha yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Harmono (2009) mengemukakan bahwa “kinerja keuangan umumnya diukur
berdasarkan penghasilan bersih (laba) atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain
seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham
(earning per share)”. Merujuk pada konsep tersebut, maka penilaian kinerja
mengandung tugas-tugas untuk mengukur berbagai aktivitas tingkat organisasi
sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan
manajemen organisasi. Metode penilaian kinerja perusahaan terdiri dari :

  1. NPV atau net present value adalah selisih antara present value aliran kas
    bersih atau sering disebut juga dengan proceed dengan present value
    investasi. Untuk menerapkan metode ini maka diperlukan terlebih dahulu
    menentukan discount rate yang akan digunakan.
  2. IRR atau Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan
    present value aliran bersih dengan present value investasi. Atau dengan
    kata lain sebagai tingkat kembalian internal dicari dengan cara trial and
    error atau interpolasi.
  3. EVA atau economic value added adalah merupakan ukuran kinerja yang
    menggabungkan perolehan nilai dengan biaya untuk memperoleh nilai
    tambah tersebut. EVA mencoba mengukur nilai tambah yang dihasilkan
    suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal (cost of
    capital) yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan.

Laporan Arus Kas


Sebuah laporan arus kas harus dibuat selama proses penganggaran pada tahun
usaha. Tahun usaha tersebut dapat diuraikan dalam triwulan atau per bulan agar
dapat dilakukan pengendalian dengan baik. Pengertian laporan arus kas adalah
laporan keuangan yang berisi informasi aliran kas masuk dan kas keluar dari suatu
perusahaan selama periode tertentu. Informasi ini penyajiannya diklasifikasikan
menurut jenis kegiatan yang menyebabkan terjadinya arus kas masuk dan kas
keluar tesebut. Kegiatan perusahaan umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu,
kegiatan operasional, kegiatan investasi dan kegiatan keuangan.
Tujuan utama laporan arus kas adalah memberikan informasi tentang penerimaan
kas dan pembayaran kas entitas selama suatu periode. Tujuan keduanya adalah
untuk melaporkan kegiatan operasi, investasi dan pembiayaan suatu entitas selama
periode berjalan. Manfaat laporan arus kas adalah sebagai berikut :
a. Kemampan entitas untuk menghasilkan arus kas di masa depan.
b. Kemampuan entitas untuk membayar dividen dan memenuhi
kewajibannya.
c. Penyebab perbedaan antara laba bersih dan arus kas bersih dari kegiatan
operasi.
d. Transaksi investasi dan pembiayaan yang melibatkan kas dan non-kas
selama periode tertentu.

Laporan Perubahan Modal

Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini. Pengertian dari laporan perubahan modal
adalah laporan yang menyajikan perubahan modal setelah digunakan untuk
membiayai kegiatan usaha perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini
menyajikan pertambahan atau pengurangan modal dalam satu periode. Dalam
laporan perubahan modal terdapat unsur-unsur yang biasa digunakan antara lain :
a. Modal Awal : Keseluruhan dana yang di investasikan kedalam
perusahaan yang digunakan untuk menunjang
pengoperasian perusahaan pada saat awal perusahaan
tersebut baru berdiri atau posisi modal awal perusahaan
pada awal bulan pada tahun yang bersangkutan.
b. Laba Rugi : Selisih dari bersih antara total pendapatan dengan
total biaya.
c. Prive : Penarikan sejumlah dana oleh pemilik perusahaan yang
digunakan untuk keperluan pribadi atau keperluan di luar
operasional
d. Modal Akhir : Keseluruhan dana yang merupakan hasil akhir dari
penambahan modal awal ditambah dengan laba (jika
mengalami keuntungan) atau pengurangan modal awal
dikurangi rugi usaha (jika mengalami kerugian) kemudian
dikurangi dengan total prive dan hasil yang diperoleh
merupakan modal akhir

Laporan Laba Rugi


Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan,
biaya, laba rugi yang diperoleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan
laba rugi cukup penting keberadaannya di dalam laporan keuangan, karena
laporan ini dapat dijadikan alat untuk memprediksi arus kas dimasa mendatang.
Banyak pemakai laporan keuangan yang memakai laporan laba rugi untuk
memprediksi arus di masa depan, seperti para investor dan kreditor. Pada investor
dan kreditor perlu memprediksi arus kas perusahaan masa depan sebelum mereka
menyuntukkan dana ke perusahaan tersebutm tentu saja para investor dan krrditor
tidak mau menginvestasi kepada perusahaan yang mereka nilai arus kas dan
kinerjanya buruk dan mengandung risiko yang terlalu besa

Neraca

Neraca adalah laporan yang sistematis yang berisikan tentang aktiva, hutang serta
modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Menurut Erich A. Helfert
(2007), neraca adalah suatu laporan keuangan yang mencerminkan nilai semua
aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik yang tercatat pada suatu waktu tertentu.
Tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada
suatu periode tertentu yang biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan
ditentukan sisanya pada akhir tahun fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca
sering disebut dengan balance sheet. Unsur-Unsur dari neraca adalah sebagai
berikut :
a) Aktiva
Aktiva (asset) adalah harta kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dan
semua hak yang dapat digunakan dalam operasi perusahaan. Pada dasarnya
aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aktiva lancar
dan aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah bentuk aktiva yang memiliki
kurun waktu singkat (kurang dari satu tahun atau satu tahun) dan dapat
diubah menjadi uang kas untuk membiayai operasi perusahaan. Aktiva lancar
meliputi kas, investasi jangka pendek, wesel tagih, piutang dagang,
persediaan, biaya dibayar dimuka. Sedangkan aktiva tidak lancar adalah
aktiva yang memiliki kurun waktu kegunaan relatif permanen atau jangka
panjang. Aktiva tidak lancar meliputi, aktiva tetap, investasi jangka panjang
dan aktiva tidak berwujud.
b) Hutang
Hutang adalah kewajiban membayar kepada pihak lain yang disebabkan oleh
tindakan atau transaksi sebelumnya. Dimana hutang ini merupakan sumber
dana atau mdal perusahaan yang berasal dari kreditor. Yang termasuk dalam
hutang adalah :

  1. Hutang Dagang, yaitu hutang yang timbul karena adanya pembelian
    barang dagang secara kredit.
  2. Hutang Wesel, yaitu hutang yang disertai dengan janji tertulis untuk
    melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa
    yang akan datang.
  3. Hutang pajak baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan maupun
    pajak pendapatan keryawan yang belum disetorkan ke kas negara.
  4. Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya biaya yang sudah terjadi
    tetapi belum di lakukan pembayarannya.
  5. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian hutang
    jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus
    segera dilakukan pembayarannya.
    c) Modal
    Modal (equity) adalah hak pemilik atas aktiva perusahaan yang merupakan
    kekayaan bersih. Modal terdiri dari setoran pemilik dan sisa laba yang
    ditahan

Tujuan Laporan Keuangan


Tujuan disusunnya laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang
jelas kepada pihak-pihak diluar perusahaan. Secara garis besar tujuan utama dari
pernyataan tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan harus memberikan
informasi sebagai berikut :

  1. Informasi yang bermanfaat bagi investor maupun calon investor dan
    kreditur dalam mengambil keputusan investasi dan keputusan kredit yang
    rasional.
  2. Informasi yang menyeluruh kepada mereka yang mempunyai pemahaman
    yang memadai.
  3. Informasi tentang bisnis maupun aktivitas ekonomi suatu entitas bagi yang
    menginginkan untuk mempelajari informasi tersebut.
  4. Informasi tentang sumber daya ekonomi milik perusahaan, asal sumber
    daya tersebut, serta pengaruh transaksi atau kejadian yang merubah
    sumber daya dan hak atas sumber daya tersebut.
  5. Informasi tentang kinerja keuangan perusahaan dalam satu periode.
  6. Memberikan informasi untuk membantu pemakai laporan dalam
    mengakses jumlah, waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas dari dividen
    atau bunga dan penerimaan dari penjualan atau penarikan kembali surat
    berharga atau pinjaman.

Pengertian Laporan Keuangan


Data yang digunakan untuk meneliti kinerja keuangan perusahaan adalah laporan
keuangan. Laporan keuangan berisikan data-data yang menggambarkan keadaan
keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu sehingga pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan dapat mengetahui
keadaan keuangan dari laporan yang disajikan oleh perusahaan. Banyak yang
mendefinisikan istilah laporan keuangan dengan banyak cara, berikut adalah
beberapa pengertian laporan keuangan :
a) Menurut Erich A. Helfert (2007), laporan keuangan adalah laporan
periodik utama yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntasi yang
diterima umum, yang menyajikan kondisi keuangan perusahaan (neraca),
hasil operasi (laporan laba rugi), perubahan arus dana (laporan arus dana
dan perubahan ekuitas pemilik (laporan perubahan ekuitas pemilik).
b) Menurut Riyanto (2001), laporan keuangan memberikan ikhitsar mengenai
adanya keuangan suatu perusahaan, dimana neraca mencerminkan nilai
aktiva, nilai hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan
keuangan laba rugi mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama periode
tertentu yang biasanya dalam satu tahun.
c) Menurut Harahap (2007), laporan keuangan menggambarkan kondisi
keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka
waktu tertentu. Adapun jenis-jenis laporan keuangan yang biasa dikenal
adalah neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan
modal.
Pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah
alat untuk menentukan posisi atau kondisi serta perkembangan suatu perusahaan,
di mana hasil penilaian tersebut akan sangat berguna bagi pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan disusun dengan
tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja
dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi

Proses Dalam Merger


Merger adalah hal yang sangat umum dilakukan agar perusahaan dapat
memenangkan persaingan serta terus tumbuh dan berkembang. Proses
merger dilakukan dalam beberapa tahapan kegiatan, meliputi :

  1. Penetapan tujuan.
  2. Mengidentifikasikan perusahaan target yang potensial untuk merger atau
    diakuisisi.
  3. Menyeleksi calon target.
    Mengadakan kontak dengan manajemen perusahaan target untuk
    mendapatkan informasi.
  4. Mencari informasi yang dibutuhkan, terutama informasi kondisi keuangan
    perusahaan target, yang mencakup periode 5 tahun terakhir dan komitmen
    yang dilakukan perusahaan target.
  5. Menetapkan harga penawaran dan cara pembiayaannya.
  6. Mencari alternatif sumber pembiayaan.
  7. Melakukan uji kelayakan (due diligency) terhadap perusahaan target.
  8. Mempersiapkan dan menandatangani kontrak merger.
  9. Pelaksanaan merger.

Jenis-Jenis Merger


Tipe merger menurut Simanjuntak (2004) dari segi ekonomi keuangan dan
biasanya dipergunakan dan diaplikasikan dalam dunia usaha adalah tipe merger
horizontal (horizontal merger), merger vertikal (vertical merger) dan merger
konglomerat (conglomerate merger). Berikut adalah penjabaran dari tipe-tipe
merger tersebut :

  1. Merger Horizontal (Horizontal Merger)
    Suatu merger horizontal terjadi apabila dua perusahaan yang memiliki lini
    usaha yang sama bergabung atau apabila perusahaan-perusahaaan yang
    bersaing di industri yang sama melakukan merger. Merger horizontal ini
    akan memfasilitasi integrasi karena kedua perusaahaan yang merger pada
    dasarnya memahami problem usaha dan industri mereka.
  2. Merger Vertikal (Vertical Merger)
    Merger vertikal terjadi apabila suatu perusahaan bergabung dengan
    penyalurnya atau pelanggannya, seperti merger antara penjual dan
    pembelinya. Merger vertikal ini memberikan perusahaan suatu
    pengawasan lebih luas atas distribusi dan pembeliannya dan merger
    vertikal ini jarang dihalangi.
  3. Merger Konglomerat (Conglomerate Merger)
    Suatu merger konglomerat terjadi apabila 2 (dua) perusahaan yang tidak
    memiliki lini usaha yang sama (terkait) bergabung atau dengan kata lain,
    merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan
    tidak memiliki hubungan penjual-pembeli.
  4. Merger Congeneric
    Merger congeneric ini melibatkan perusahaan-perusahaan yang terkait
    namun bukan produsen produk yang sama (horizontal) ataupun dalam
    hubungan produsen dan penyalur (vertical).

Manfaat Merger


Penggabungan usaha antara dua atau lebih perusahaan dimaksudkan agar
perusahaan memperoleh daerah pemasaran lebih luas dan volume penjualan lebih
besar, mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang
lebih baik serta manajemen yang baik atau berbakar, penurunan biaya melalui
penghematan dan efisiensi pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan
pengendalian pasar dan posisi bersaing, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan
pengadaan sumber bahan baku dan peningkatan yang menitiberatkan pada modal
untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman.

Alasan Melakukan Merger


Perusahaan mengambil kebijakan untuk merger perusahaan lain didasarkan pada
berbagai alasan atau motif. Motif utama dibalik merger perseroan menurut Eugene
F. Brigham (2001) yaitu

  1. Sinergi
    Kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil penjumlahan
    bagian-bagiannya. Merger yang bersifat sinergi, nilai perusahaan setelah
    merger lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan
    sebelum merger.
  2. Pertimbangan Pajak
    Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya sejumlah merger.
    Misalnya, perusahaan yang menguntungkan dan termasuk dalam
    kelompok tarif pajak tertinggi dapat mengambil alih perusahaan yang
    memiliki akumulasi kerugian yang besar. Kerugian tersebut dapat
    mengurangi laba kena pajak dan tidak ditahan untuk digunakan di masa
    depan. Merger juga dapat dipilih sebagai cara untuk meminimalkan pajak
    dan menggunakan kas yang berlebih.
  3. Pembelian Aktiva Di Bawah Biaya Pengganti
    Kadang-kadang perusahaan diambil alih karena nilai pengganti aktivanya
    jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri. Nilai
    sebenarnya dari setiap perusahaan adalah fungsi daya menghasilkan laba
    masa depannya, bukan biaya untuk mengganti aktivanya. Jadi merger
    harus berdasarkan nilai ekonomi dari aktiva yang di merger bukan atas
    biaya penggantinya.
  4. Diversifikasi
    Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba perusahaan
    sehingga bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada perusahaan milik
    keluarga biasanya pemilik tidak mau menjual sebagian saham yang
    dimilikinya untuk melakukan diversifikasi karena akan memperkecil
    kepemilikan dan mengakibatkan kewajiban pajak yang besar atas
    keuntungan modal. Jadi merger dapat menjadi jalan terbaik untuk
    mengadakan diversifikasi perorangan.
  5. Insentif Pribadi Manajer
    Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi pribadi
    daripada analisis ekonomi. Tidak ada eksekutif yang akan mengakui
    bahwa egonya merupakan alasan utama dibalik suatu merger, akan tetapi
    ego memegang peranan penting dalam banyak merger.
  6. Nilai Pecahan
    Para analis mengestimasi nilai pemecahan suatu perusahaan, yang
    merupakan nilai masing-masing bagian dari perushaan itu jika dijual
    terpisah. Jika nilai ini lebih tinggi dari nilai pasar berjalan perusahaan,
    maka seorang spesialis pengambil alihan dapat merger perusahaan itu pada
    atau bahkan diatas nilai pasar berjalannya dijual secara sepotong-potong
    dan menghasilkan laba yang besar.
    Alasan yang mendukung digunakannya strategi merger secara aktif diungkapkan
    oleh Hitt (2002) adalah :
  7. Meningkatkan kekuatan pasar. Dilakukannya merger adalah untuk
    mencapai kekuatan pasar yang lebih besar.
  8. Mengatasi hambatan untuk memasuki pasar. Untuk memasuki pasar baru
    seringkali mengalami kesulitan untuk itu merger sering digunakan untuk
    mengatasinya.
  9. Biaya pengembangan produk baru.
  10. Meningkatkan kecepatan memasuki pasar dibandingkan dengan
    pengembangan produk internal, merger lebih cepat meningkatkan
    kecepatan memasuki pasar.
  11. Risiko lebih rendah dibandingkan dengan pengembangan produk baru,
    terdapat pendapat proses pengembangan produk internal lebih berisiko,
    dan para manajer melihat merger sebagai salah satu cara untuk
    menurunkan tingkat risiko karena mudah di prediksi.
  12. Meningkatkan diversifikasi. Perusahaan biasanya lebih mudah
    mengenalkan produk baru dalam pasar yang baru-baru ini dilayani oleh
    perusahaan, dan sebaliknya semakin sulit bagi perusahaan untuk
    mengembangkan produk untuk pasar yang kurang dikuasainya.
  13. Membentuk kembali jangkauan kompetitif perusahaan untuk mengurangi
    dampak negatif dari tingginya tingkat persaingan terhadap kinerja
    keuangan, maka perusahaan dapat menggunakan merger sebagai salah satu
    cara untuk membatasi ketergantungannya pada produk pasar yang sedikit
    atau tunggal.

Pengertian Merger


Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan
yang melakukan merger mengambil atau membeli semua aset dan liabilities
perusahaan yang di merger. Dengan begitu perusahaan yang melakukan merger
memiliki kurang lebih 50% saham dan perusahaan yang di merger berhenti
beroperasi. Menurut Moin (2003), merger adalah penggabungan dua atau lebih
perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai
badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Perusahaan yang dibubarkan mengalihkan aktiva dan kewajibannya ke perusahaan
yang mengambil alih sehingga perusahaan yang mengambil alih mengalami
peningkatan aktiva.
Pengertian-pengertian merger yang telah dijelaskan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau
lebih dimana perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan
yang diambil alih akan bubar.

Pengertian ISO 9001


ISO 9000 adalah sekumpulan standar yang digunakan untuk sistem
manajemen mutu (SMM). ISO 9000 pertama kali dirumuskan oleh TC 176 ISO
pada tahun 1987. TC 176 ISO (International Organization for Standardization
Techinal Commite) atau biasa disingkat ISO/TC. ISO/TC176 ini yang akan terus
bertanggung jawab untuk standar standar mnagemen mutu . Selain itu iso/TCI 176
juga bertanggung jawab untuk peninjauan setiap lima tahun sekali guna menjamin
bahwa standar standar yang masih berlaku tetap sesuai dan bisa menjadi patokan
dalam standar mutu.
ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu (SMM).
ISO 9000 yang dirumuskan oleh TC 176 ISO, yaitu organisasi internasional di
bidang standardisasi. ISO 9000 pertama kali dikeluarkan pada tahun 1987
oleh Inernational Organization for Standarization Technical Commite(ISO/TC)
176.SO/TC inilah yang bertanggungjawab untuk standar-standar sistem manajemen
mutu. ISO/TC 176 menetapkan siklus peninjauan ulang setiap lima tahun, guna
menjamin bahwa standar-standar ISO 9000 akan menjadi up to date dan relevan
untuk organisasi.Revisi terhadap standar ISO 9000 telah dilakukan pada tahun 1994
dan tahun 2000.
ISO 9000 sendiri dikelompokan menjadi 3 seri ISO yang dikenal “The ISO
9000 Family”, yaitu sebagai berikut : (Silaban, 2011) :
1) ISO 9000, yang berisikan tentang dasar dasar, konsep sistem manajemen mutu
dan juga kosakata beserta definisi yang digunakan pada setiap serinya (“Quality
Manajement System – Fundamentals and Vocabulary”),
2) ISO 9001, berisikan tentang Persyaratan Persyaratan yang berisikan standar
yang mencakup persyaratan manajemen mutu yang harus dipenuhi dalam
penerapan sistem manajemen mutu dengan menekankan pendekatan
proses.(“Quality Manajement System – Requirements”)
3) ISO 9004, berisikan petunjuk untuk peningkatan berkelanjutan sehingga dicapai
kesempurnaan melalui peningkatan secara berkelanjutan (Continual
Improvement) (“Quality Manajement System Guidelines for Performance
Improvements”),
Sesuai uraian diatas, ISO 9001 merupakan standar internasional yang
mengatur sistem manajemen mutu (Quality Manajement System). Oleh karena itu,
sering disebut ISO 9001 QMS. Dalam penyesuaian standar ISO 9001 sudah
dilakukan 4 kali revisi yaitu pada tahun 1978, 2000, 2008 dan terakhir 2015. Pada
penulisan ISO biasa diikuti oleh tahun terakhir kali revisi , sehingga peraturan ISO
9001 yang sekarang ini digunakan adalah ISO 9001:2015.
Menurut Vincent Gasperz, ISO 9001 bukanlah sebuah standart untuk
mengukur mutu produk yang jadi namun lebih kepada proses menjadikan dan
proses manajemen mutu sebuah project maupun perusahaannya. Oleh karena itu
dalam elemen elemen yang diatur dalam ISO 9001 sangat sedikit yang membahas
mutu produk itu sendiri. Sehingga bukan berarti jika sebuah perusahaan sudah
tersertifikasi semua hasil produksinya bisa dikatakan sempurna.
Menurut Gasperz (2001) ISO 9001 dapat digambarkan ke dalam sebuah
sistem manajemen mutu yang dapat menginterpretasikan klasul klasul manajemen
mutu

International Organization for Standardization (ISO)


ISO adalah sebuah kata serapan yang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti artinya sama atau setara (Suardi,2001), namun dalam kaitan ini ISO
(International Organization for Standardization) adalah suatu badan standar dunia
yang dibentuk untuk meningkatkan perdagangan internasional yang berkaitan
dengan barang dan jasa. ISO merupakan organisasi internasional yang bertanggung
jawab dalam penyusunan standar baru ataupun revisi ISO standar yang telah ada.
Standar yang dikeluarkan oleh ISO, dipersiapkan oleh Technical Committee yang
mewakili organisasi serta kalangan industri. ISO membawahi sejumlah badan
sertifikasi nasional yang terdiri dari 135 negara atau lebih di seluruh dunia. Pada
umumnya, ISO terkait dengan mutu produk maupun jasa, standar-standar yang
telah ditetapkan akan ditinjau kembali dalam kurun waktu 5 s/d 6 tahun untuk
memastikan standar tersebut masih relevan dengan perkembangan dunia usaha.
Standar yang ditetapkan oleh ISO tidak bersifat teknis pelaksanaan, tetapi
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam penerapannya
(Silaban, 2011).
Pada intinya, ISO memiliki tujuan untuk mengharmonisasi standar standar
nasional di masing masing negara menjadi satu standar nasional yang sama dan bisa
digunakan sebagai : (Rabbit & Bergh, 1994)
1) Fondasi dari kegiatan perkbaikan yang berlangsung kontinu untuk menjamin
kepuasan pelanggannya
2) Sistem dokumentasi yang benar dari perusahaan
3) Cara yang jelas dan sistematik dari manajemen mutu
4) Mendapatkan stabilitas dan konsistensi dalam kegiatan, sistem dan proyek
5) Kerangka kerja yang bagus untuk perbaikan mutu
6) Praktek manajemen yang lebih efektif dengan otoritas dan tanggung jawab yang
jelas terhadap proses dan produk
7) Pedoman untuk melakukan segala sesuatu yang benar di setiap saat
8) Cara untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, mutu, dan kemampuan
berkompetensi dari perusahaan
9) Persyaratan melakukan bisnis internasional
Berbagai standar sudah dikeluarkan oleh ISO antara lain untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Jenis-jenis standar yang sudah dikeluarkandan banyak
digunakan dalam perusahaan perusahaan barang dan jasa antara lain (Silaban,
2011):
1) ISO 14000, yang merupakan standar internasional bagi sebuah organisasi untuk
mematuhi peraturan perundangan internasional dengan orientasinya terhadap
lingkungan sekitar.
2) ISO 22000, merupakan standar internasional yang banyak digunakan pada
perusahaan berbasis “ F&B” (Food & Baverage) dikarenakan standar ini
mengatur tentang sistem manajemen keamanan pangan (Food Safety) dalam
proses produksinya.
3) ISO 27000,adalah sebuah standar sistem manajemen keamanan informasi atau
dikenal juga dengan sebutan Information Security Manajement System (ISMS).
4) OHSAS 18000, merupakan sebuah standar bagi pelaksanaan sebuah
proyek/dalam sebuah organisasi untuk bertanggung jawab terhadap keselamatan
kerja dan kesehatan bagi personil mereka
5) ISO 9000, adalah sebuah standar internasional yang merupakan persyaratan
dalam penerapan manajemen mutu perusahaan

Sistem Manajemen Mutu Proyek


Sistem manajemen mutu (Total Quality Manajement) adalah pendekatan
manajemen sistimatik yang berorientasi pada organisasi, pelanggan dan pasar
melalui kombinasi yang menciptakan peningkatan secara signifikan pada mutu
kualitas dan produktivitas (Gasperz, 2001). Sedangkan menurut Hadari Nawari
(2005) manajemen mutu adalah manajemen fungsional dengan pendekatan secara
terus menerus yang difokuskan pada peningkatan kualitas agar produk yang
disajikan sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam
pelayanan (public service)dan pembangunan masyarakat (public development)
Gasperz (2001) mendefinisikan beberapa karakteristik umum dari
manajemen mutu yang harus dipenuhi yaitu :
1) Sistem manajemen mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini
sering mencangkup beberapa tingkat dokumentasi terhadap standar kerja
2) Sistem manajemen mutu berlandaskan pencegahan terhadap masalah yang akan
timbul
3) Sistem manajemen mutu mencakup elemen elemen penting seperti tujuan,
konsumen, input, proses, output, suppliers dan feedback.
Sedangkan Kathy Schwalbe dalam bukunya yang berjudul “Information
Technology Project Manajement “ menyatakan tujuan dari manajemen mutu proyek
adalah untuk memastikan bahwa proyek akan memuaskan semua pihak
(stakeholders) dalam hal kebutuhan, harapan serta ekspetasi dari tiap tiap
stakeholders. Karena stakeholders adalah orang yang menentukan apakah mutu
dapat diterima, maka dari itu tim proyek wajib untuk mengetahui apa arti mutu
bukan hanya dari produsen tapi juga konsumen.
Quality Manajement diperuntukan untuk memastikan bahwa proyek akan
memuaskan Stakeholder yang terkait. Dalam pelaksanaan Quality Manajement ada
3 hal yang harus dilakukan agar bisa mengimplementasikan manajemen mutu
dengan baik apda sebuah proyek, yaitu (Kathy Schwalbe,2017):
1) Planning Quality Manajement
Proses mengidentifikasi standar kualitas yang relevan dengan proyek yang
sedang dikerjakan dan menentukan bagaimana agar dapat memenuhi standar
kualitas tersebut sehingga bisa didapatkan output berupa PQP (Project Quality
Plan).
2) Executing Quality Plan/Perform Quality Assurance
Melibatkan penilaian dan evaluasi secara keseluruhan tentang peforma dari tim
proyek dalam menjalankan semua proses dan pekerjaan untuk mendapatkan
hasil yang sesuai dengan quality yang telah di tentukan
3) Controling Quality
Quality Control adalah sebuah usaha ntuk memonitoring setiap pekerjaan secara
spesifik guna memastikan akan mendapatkan hasil yang memenuhi kualifikasi
standar relevan yang sudah disepakati dan mengidentifikasi cara untuk
meningkatkan kualitas secara menyeluruh.
Dalam sistem manajemen mutu termasuk sebauh perhatian khusus di
proyek, maka dari itu dibuatlah sebuah sistem yang membantu mengontrol dan
mengawasi jalannya manajemen mutu di proyek yaitu quality control (QC) dan
quality assurance (QA).
Quality control adalah kegiatan untuk memantau, mengevaluasi dan
menindaklanjuti agar persyaratan mutu yang telah ditetapkan dapat tercapai.
sedangkan quality assurance adalah semua tindakan terencana dan sistematis yang
diterapkan, terutama untuk meyakinkan pelanggan bahwa proses hasil kerja
kontraktor telah memenuhi persyaratan dan juga menjaga sebuah konsistensi
pekerjaan yang ada sehingga tetap berada pada tingkatan tertentu yang telah di
tetapkan. Sehingga dengan adanya sistem ini diharapkan dapat membantu
perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen dan juga pasar.

Mutu


Secara umum mutu menggambarkan karakteristik langsung dari suatu
produk seperti performansi, keandalan, mudah dalam penggunaan, dan sebagainya.
Menurut Gasperz (2001) mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk
atau jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.
Sehingga semua hal tentang mutu berkaitan erat dengan costumer
statisfaction/kepuasan pelanggan (Armand V. Feigenbaum). Dalam definisi yang
absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi
yang tidak dapat diunggulii. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang
dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal.
Sedangkan dalam definisi relatif mutu bukanlah suatu sebutan untuk suatu
produk atau jasa, tetapi pernyataan bahwa suatu produk atau jasa telah memenuhi
persyaratan atau kriteria, atau spesifikasi yang ditetapkan. Produk atau jasa tersebut
tidak harus terbaik, tetapi telah memenuhi standar yang ditetapkan
Disamping uraian diatas para ahli juga berusaha mendefinisikan pengertian
dan definisi mutu sebagai berikut :
1) Edward Deming (apredictive degree of uniformity and dependability at a low
cost, suited to the market) mengatakan bahwa mutu dari suatu jasa/barang yang
ditawarkan harus menemui keseragaman dan juga ketergantungan terhadap
harapan maupun rancangan yang ditentukan dengan biaya rendah sehingga bisa
cocok dengan pasar yang dituju.
2) Joseph M. Juran (fitness for use, as judged by the user) mengatakan mutu adalah
sebuah kesesuaian barang/jasa dengan fungsinya sehingga barang/jasa tersebut
sesuai dengan kebutuhan konsumen/penggunanya.
3) Philip B. Crossby (conformance to requirements), mendefinisikan sebagai mutu
adalah sebuah kesesuaian dengan pedoman yang telah dijadikan sebuah
standar.Ditinjau dari input, proses, maupun output harus sesuai dengan standar
mutu yang ditentukan.
4) Armand V. Feigenbaum (full customer satisfaction) berpendapat bahwa mutu
adalah semua yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
5) Garvin, ada beberapa dimensi mutu yang bisa diterapkan pada sebuah
perusahaan antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, memahami
pelanggan, nyata, dapat dipercaya, cepat tanggap, kompeten, akses dan
kesopanan.
Sesuai dengan uraian diatas mutu dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1) Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen yang
dituju.
2) Mutu berkaitan dengan suatu produk (manusia, proses, jasa, barang,
lingkungan).
3) Suatu keadaan/kondisi yang tak menentu.
Sehingga mutu adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk yang
harus bisa memenuhi bahkan melebihi harapan konsumen yang akan dituju

Manajemen


Secara umum manajemen memiliki banyak sudut pandang dan presepsi,
namun secara global fokus dari manajemen adalah “decision making” yaitu
pembuatan keputusan. Kata manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu “manage“
yang artinya mengelola, mengendalikan, mengusahakan dan memimpin.
Marry Parker Follet mengatakan dalam pengawasannya manajemen dapat
dikatakatakan sebuah seni/keindahan,karena dalam pengawasannya berfungsi
untuk membuat tatanan yang terstruktur dan rapi sehingga merupakan sebuah
proses untuk membuat ketidakberaturan menjadi sebuah struktur dan pola baru
yang tertata.
George R.Terry memiliki pendapatnya tersendiri, menurutnya manajemen
adalah sebuah kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang orang ke arah tujuan organisasi yang nyata. Berbeda dengan Ricky
W.Griffin mendifinisikannya secara kompleks, menurutnya manajemen merupakan
proses perancangan, pengorganisasian, dan pengontrolan setiap sumber daya untuk
mencapai tujuan yang ditentukan secara efektif dan efisien.
Sehingga jika dilihat dari uraian diatas, manajemen merupakan sekumpulan
proses yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan pada organisasi melalui
pemanfaatan semua sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu
organisasi yang merupakan potensi dan dapat merupakan aset yang
berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi
yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Managemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan
dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk membantu
terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat (Malayu S.P.
Hasibuan, 2007;10-11).
Managemen sumber daya manusia dengan kata lain merupakan pengelolaan
individu-individu yang bekerja dalam organisasi berupa hubungan antara
pekerjaan dengan pekerja terutama untuk menciptakan pemanfaatan individuindividu secara produktif sebagai usaha mencapai tujuan organisasi dan
dalam rangka perwujudan kepuasan kebutuhan individu-individu tersebut.
Salah satu fungsi dari managemen sumber daya manusia adalah
pengembangan sumber daya manusia yang dapat berupa peningkatan karir
maupun peningkatan kompetensi untuk dapat memberikan kepuasan bagi
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi untuk kepentingan
pencapaian tujuan dari organisasi tersebut.

SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 


Standar telah memberi kontribusi terhadap sebagian besar aspek kehidupan
meskipun sangat sering bahwa kontribusi itu tak dapat terlihat langsung.
Standar memberi peran penting dalam menjaga tingkat kualitas, keamanan,
keterpercayaan, efisiensi, dan ketidakberubahan, sebagaimana bisa
tersedianya keuntungan secara ekonomi.
ISO (International Organization for Standardization) adalah pengembang
standar terbesar dunia. Meskipun kegiatan prinsip ISO adalah pengembangan
standar teknis, standar ISO juga mempunyai landasan ekonomi dan sosial
yang penting. Standar ISO menciptakan perbedaan positif, bukan hanya bagi
para insinyur dan pemilik pabrik yang menjadikan standard ISO sebagai
solusi dasar produksi dan distribusi, tetapi juga bagi masyarakat secara
umum. International Standard yang mengembangkan ISO sangat bermanfaat
bagi segala jenis industri dan organisasi , bagi pemerintah dan berbagai
instansi yang mengendalikan aturan, pelaku perdagangan, para pakar penilai
kesesuaian, pemasok dan pelang-gan barang dan jasa baik sektor pemerintah
maupun swasta, dan khususnya bagi masyarakat yang berperan sebagai
konsumen dan pengguna akhir.
Standar ISO memberi kontribusi untuk menjadikan pengembangan, pabrik,
dan pasokan produk dan jasa lebih efisien aman, dan bersih. Perdagangan
antar negara lebih mudah dan adil. Pemerintah terbantu dengan adanya
perundang-udangan tentang lingkungan, keamanan, dan kesehatan.
Membantu tranfer teknologi ke negara berkembang, juga melayani
perlindungan konsumen produk dan jasa sebagaimana membantu hidup
menjadi sederhana dan mudah. Saat semua hal berjalan dengan baik dan
aman, misalnya sistem, mesin, peralatan, ini karena adanya kesesuaian
dengan standar. Organisasi yang bertanggung jawab atas standar di seluruh
dunia adalah ISO.
Standarisasi yang luas dapat dikatakan ada jika sebagaian besar produk
barang dan jasa dari bisnis ataupun industri telah sesuai dengan standar
internasional. Hal ini dicapai melalui persetujuan konsensus antara delegasi
nasional yang mewakili semua stakholder ekonomi (pemasok, konsumen,
pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya). Mereka menyetujui
spesifikasi dan kriteria yang harus diterapkan secara konsisten pada jenis
material dalam pasokan industri,dalam testing dan analisis, dan dalam istilah
serta provisi pelayanan. Standar ISO memberi keuntungan bagi bisnis,
konsumen, pemerintah, peda-gang, negara berkembang, pelanggan, bagi
semua orang. Sistem manajemen mutu ISO 9001: 2000 merupakan sistem
manajemen dengan pendekatan kepada kepuasan pelanggan. Pelanggan pada
sistem manajemen mutu adalah pelanggan internal , pelanggan eksternal,
pihak yang berkepentingan (interested parties) (Susanto, 2004:3).
Untuk dapat menerapkan pemenuhan kepuasan pelanggan ada delapan
prinsip dasar manajemen mutu (Susilo 2003:24-6) yaitu :

  1. Customer Focus ( Perhatian pada pelanggan)
  2. Leadership(Kepemimpinan).
  3. Involvement of people (Pelibatan orang).
  4. Process approach. (Pendekatan Proses)
  5. System approach to management (Pendekatan sistem pada
    manajemen)
  6. Continual improvement ( Perbaikan berkelanjutan)
  7. Factual approach to decision making ( Pengambilan keputusan
    berdasar Fakta)
  8. Mutually beneficial supplier relationships ( Hubungan pemasok
    yang saling menguntungkan.)
    Delapan dasar prinsip manajemen mutu tersebut diatas merupakan dasar
    penerapan sistem manajemen mutu dalam kelompok ISO 9000. Alasan
    penerapan sistem manajemen mutu adalah untuk membantu organisasi dalam
    meningkatkan kepuasan pada pelanggannya atas layanan produk dari
    organisasi. Pelanggan menghendaki produk sesuai dengan karakteristik yang
    dapat memuaskan kebutuhan dan harapan mereka. Kebutuhan dan harapan
    dinyatakan dalam spesifikasi produk yang secara terpadu dinamakan
    persyaratan pelanggan.
    Persyaratan pelanggan dapat ditentukan melalui kontrak oleh pelanggan atau
    dapat ditetapkan oleh organisasi sendiri. Dalam kedua hal tersebut apabila
    dapat dipenuhi oleh organisasi maka pelanggan menetapkan keberterimaan
    produk. Karena kemajuan teknologi dan kebutuhan serta harapan pelanggan
    yang senantiasa meningkat dan berubah serta tekanan persaingan yang ketat,
    maka untuk dapat selalu memuaskan pelanggannya, organisasi didorong
    untuk selalu memperbaiki proses produknya secara terencana dan terukur.
    Pendekatan SMM mengajak organisasi untuk menganalisis persyaratan
    pelanggan, menetapkan proses yang mampu memberi sumbangan bagi
    produk yang dapat diterima oleh pelanggan dan supaya konsisten maka tetap
    menjaga maka proses-proses tersebut harus terkendali

Dampak kinerja


Apabila kinerja para pekerja di perusahaan sudah optimal akan terlihat
produktivitas yang semakin meningkat. Menurut Wibowo (2017: 93) ukuran untuk
kinerja adalah produktivitas. Produktivitas yang baik diperoleh dengan efisiensi dan
efektivitas, jika perusahaan dapat mencapai tujuan sasaran akhir dan mampu
mengubah input menjadi output dengan biaya rendah maka perusahaan telah
dikatakan produktif. Efektivitas sendiri adalah terkait dengan sasaran tujuan,
kemudian efisiensi berkenaan terhadap keluaran yang efektif, yaitu terhadap input
yang sesuai dengan output.

Dimensi kinerja


Untuk mengetahui sejauh mana progres kinerja para pekerja, perusahaan
dapat melakukan pengukuran menggunakan dimensi dari kinerja, berikut beberapa
dimensi yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran kinerja menurut
Wibowo (2017: 159):
a. Produktivitas yaitu berkaitan dengan jumlah output ataupun hasil yang
diperoleh setelah pemakaian sumber daya yang untuk memproduksi
output.
b. Kualitas yaitu berkaitan dengan:
1) Penyusutan biaya produksi, jumlah output yang ditolak karena
cacat (internal).
2) Kepuasan pelanggan (eksternal).
c. Ketepatan waktu yaitu ketepatan dalam melakukan pengriman, ataupun
ketepatan jumlah dalam memproduksi output.
d. Siklus waktu yaitu waktu yang di perlukan dalam perpindahan dari titik
satu ke titik lainnya dalam melakukan produksi barang.
e. Pemanfaatan sumber daya yaitu tentang tingkat penggunaan sumber
daya untuk melakukan kerja demi menghasilkan keuntungan maksimal.
f. Biaya yaitu ukuran biaya per unit maupaun secara menyeluruh apakah
sudah optimal.
Adapun menurut Miner dalam Edison (2016: 195), berpendapat dimensi yang
di gunakan untuk pengukuran kinerja, diantaranya:
a. Target, merupakan keluaran yang di hasilkan dari masukan untuk
menghasilkan barang dalam memebuhi permintaan.
b. Kualitas, merupakan tingkat kesempurnaan dari hasil atau proses.
c. Waktu penyelesaian, merupakan memanfaatkan waktu dengan sebaikbaiknya dalam menghasilkan barang agar terdapat kepaastian distribusi.
d. Taat asas, merupakan bentuk komitmen pekerjaan dimana pekerja
berusaha mencapai target, mengutamakan kualitas dan menghargai
waktu kemudian bekerja sesuai standar yang di tetapkan, transparan,
dan adanya pertanggungjawaban dari hasil.
Sementara menurut Hasibuan (2018: 95) di dalam kinerja tersusun atas 11
dimensi:
a. Kesetiaan, yaitu tercermin dari kesediaan karyawan membela dan
menajaga nama organisasi di dalam ataupun luar dari rongrongan orangorang yang tidak bertanggung jawab.
b. Prestasi kerja, yaitu hasil kerja baik dari segi kualitas ataupun kuantitas
yang dihasilkan dari tugasnya di perusahaan.
c. Kejujuran, yaitu bersikap jujur dalam rangka melaksanakan tugas-tugas
untuk memenuhi perjanjian baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
d. Kedisiplinan, yaitu tingkat kepatuhan karyawan terhadap peraturan, dan
berusaha mengerjakan tugas sesuai instruksi.
e. Kreativitas, yaitu suatu tingkatan yang menggambarkan kemampuan
karyawan dalam bekerja seperti menemukan solusi untuk bekerja lebih
cepat dan tidak menyalahi aturan.
f. Kerjasama, yaitu kesediaan seorang karyawan berpartisipasi dan bekerja
sama dengan rekan kerja secara vertikal ataupun horizontal.
g. Kepemimpinan, yaitu sikap memimpin, mempengaruhi, pribadi yang
kuat dan dihormati serta mempunyai kewibawaan dari karyawan akan
mampu memotivasi rekan kerja.
h. Kepribadian, yaitu sebuah sikap yang menjadi ciri khas dan muncul
tanpa di rekayasa dari dalam diri karayawan, seperti karyawan yang
sopan, ramah, simpatik, dll.
i. Prakarsa, yaitu karyawan yang mampu berpikir orisinil dan berdasarkan
inisiatif sendiri dalam menghadapi permasalahan.
j. Kecakapan, yaitu karyawan yang mampu menyatu dan menyelaraskan
dengan berbagai macam elemen.
k. Tanggung jawab, yaitu kesediaan karyawan menerima pekerjaan dan
hasil kerjanya sendiri.
Kinerja para pekerja, terkadang masih kurang optimal. Hal ini dapat di
pengaruhi karena kurangnya penerapan aspek pendorong yang menimbulkan
semangat. Perusahaan harus peka terhadap kondisi terkini dari para pekerja, untuk
mencegah terjadinya penurunan kinerja pekerjanya

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


Hersey berpendapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dengan
digambarkan dalam model satelite yang memiliki inti:
Dalam model, di jelaskan kinerja organisasi dihasilkan oleh proses
integrasi dari faktor-faktor:
a. Pengetahuan yang di dalamnya mencakup:
1) aspek teknis
2) aspek kemanusian, mencakup
3) aspeka sistem
4) aspek administratif.
b. Sumber daya non manusia, mencakup:
1) peralatan pabrik
2) lingkungan
3) teknologi
4) kapital
5) dana.
c. Posisi strategis di dalamnya mencakup:
1) permasalahan bisnis
2) kebijakan
3) sumber daya manusia
4) perubahan lingkungan.
d. Proses kemanusiaan yang terdiri:
1) nilai
2) norma
3) sikap
4) interaksi.
e. Structure, di dalamnya mencakup:
1) masalah organisasi
2) sistem manajemen
3) sistem informasi
4) fleksibilitas.
Pada umumnya manajer sangat jeli ketika berusaha menemukan sesuatu
yang menjadi penghambat integrasi, akan tetapi mereka lemah dalam
mengidentifikasi penyebab yang menimbulkan permasalahan. Oleh karena itu, para
manajer di sebuah perusahaan semestinya telah memahami semua faktor yang
mempengaruhi kinerja sehingga ketika kinerja pekerja terhambat, manajer dapat
menuntaskan permasalahan dari pangkal timbulnya permasalahan tersebut.
Pendapat lain tentang faktor yang mempengaruhi kinerja diungkapkan oleh Mathis
dan Jackson dalam Ricardianto (2018: 78):
a. Kemampuan karyawan
Perusahaan harus tepat dalam menempatkan ataupun memberi
tugas yang sesuai dengan kemampuan, supaya karyawan mampu
menyelesaikan tugas dengan baik.
b. Motivasi
Kurangnya motivasi yang mereka terima akan berdampak
terhadap penurunan semangat kerja.
c. Dukungan yang diterima
Minimnya dukungan yang diperoleh dari para manajer ataupun
teman kerja juga akan membuat karyawan malas dalam bekerja.
d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
Dengan tidak adanya kejelasan pekerjaan yang di berikan
kepada mereka, akan mengurangi keinginan karyawan untuk bekerja,
karena pekerjaan tersebut tidak memberikan kebanggan kepada
mereka.
54
e. Hubungan karyawan dengan organisasi
Jika hubungan terjalin dengan baik antara pekerja dengan
perusahaan, sudah di pastikan mereka akan bekerja dengan tanpa
merasakan suatu beban, namun jika ada permaslahan yang maka akan
menganggu jalannya pekerjaan seperti keterlambatan pembayaran
upah, tidak pedulinya perusaahaan pada keadaan karyawan akan
membuat hubungan mereka tidak bagus.

Pengertian kinerja


Gibson, dkk. dalam Wibowo (2017: 2) menyatakan kinerja merupakan
hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang berhubungan dengan tujuan perusahaan
seperti terkait kualitas, efisiensi serta hal-hal yang mencakup efektivitas. Kinerja
dapat dijadikan ukuran tingkat keberhasilan karyawan dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawab. Manajemen yang dimiliki oleh sebuah perusahaan harus
berupaya meningkatkan kinerja karyawan dengan merekayasa sumber daya
perusahaan sedemikian rupa sehingga akan muncul sinergi di dalam perusahaan
untuk mencapai target. Kinerja akan berpengaruh terhadap seberapa banyak
karyawan dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan. Untuk itu manajmen
dituntut untuk mengoptimlkan kinerja para karyawan.
Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2017: 7) berpendapat
bahwa kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang memiliki hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan kontribusi ekonomi.
Setiap pekerja di dalam suatu perusahaan dipastikan akan menghasilkan kinerja.
Kinerja yang di harapkan tentu yang sesuai dengan target yang di tetapkan yaitu
yang dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan. Sementara itu menurut Edison
(2016: 190) kinerja merupakan hasil sebuah proses yang teratur dan bertahap yang
dapat diukur berdasarkan krikteria yang telah disepakati. Sebuah kinerja yang baik
adalah yang mencapai target yang diberikan, Hasibuan (2018: 94) mengungkapkan
bahwa kinerja adalah hasil yang di capai oleh pekerja dalam melaksanakan tugas
yang diberikan kepadanya yang didasarkan asas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan dan waktu.
Sangat penting bagi perusahaan untuk membuat perencanaan strategis
untuk mengatur segala aktivitas dalam meraih tujuan. Aguinis dalam Ricardianto
(2018: 67) menyatakan Performnce is about what employees produce or the
outcomes of their work. Secara singkat aguinis menjelaskan kinerja adalah apa yang
dihasilkan atau apa hasil kerja mereka. Sedangkan menurut Rivai dalam Samsuddin
(2018: 77) mengungkapkan kinerja adalah sebuah prilaku nyata yang ditampilkan
seseorang sebagai prestasi kerja sesuai dengan peranannya dalam perusahaan.
Pendapat lain menurut Ricardianto (2018: 67) menyatakan kinerja adalah hasil
pencapaian seseorang pada program yang mengarah menuju target sasaran, visi
misi perusahaan melalui sebuah perencanaan strategis. Hope dan Player dalam
Wibowo (2017: 38) menjelaskan bahwa perencanaan strategis merupakan proses
merumuskan rencana jangka menengah hingga panjang serta cara organisasi dalam
mencapainya. Tujuan perancanaan ialah untuk merumuskan langkah-langkah yang
harus dilalui oleh tim kerja ataupun divisi untuk menuju target output yang
ditetapkan. Perencanaan sangat berguna untuk membantu para manajer dalam
membagi tugas kepada bawahannya, selain itu memudahkan untuk mengontrol para
karyawan ketika berlangsungnya pekerjaan, apakah karyawan telah bekerja sesuai
standar operasional yang di tetapkan dalam perencanaan yang sudah dibuat.
Untuk merealisasikan perencanaan, perusahaan perlu membuat
manajemen kinerja. Pembuatan manajemen kinerja adalah kelanjutan dari
pembuatan perencanaan. Dalam pandangan Wibowo (2017: 2) manajemen adalah
proses penggunaan sumber daya organisasi dengan menggunakan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Dari pengertian di atas maka
dapat di artikan bahwa manajemen kinerja adalah tentang bagaimana perusahaan
mengelola kinerja, untuk mencapai target perusahaan, dimana dalam prosesnya,
perusaahaan memberikan peran kepada karyawan sehingga para pekerja
memainkan peran penting untuk meraih keberhasilan. Manajemen kinerja sangat
menentukkan hasil kinerja yang akan di capai, fokus dari manajemen kinerja adalah
mendesain pekerjaan bagi para karyawan di perusahaan.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan, bahwa kinerja berasal dari
kata job performance (prestasi kerja) yaitu sebuah pencapaian hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas dari seorang karyawan dari tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Terdapat anggapan bahwa hasil kinerja dapat di tentukan dari sikap
perusahaan dalam menghargai dan memperlakukan para karyawan perusahaan,
semakin baik perusahaan menerapkan kedua perlakuan tersebut kepada mereka
maka dampaknya, karyawan akan berusaha mengerahkan kemampuan terbaiknya
ketika bertugas. Disebabkan mereka merasa hasil kerja mereka di anggap penting
untuk kemajuan perusahaan. Kemudian untuk mengetahui apakah karyawan sudah
bekerja sesuai dengan yang diharapkan perushaan, di perlukan pengukuran kinerja.
Ukuran kinerja dapat memberikan informasi bagaimana progres atau prestasi tiaptiap individu yang bekerja, selain itu ukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai
indikator untuk melakukan umpan balik yang tepat yang akan diberikan atas
kontribusi dari pekerja, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja.

Dampak komitmen organisasional


Komitmen organisasional yang tinggi akan berdampak terhadap
peningkatan kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan, rendahnya absensi
karyawan serta rendahnya tingkat keluar masuk karyawan. Komitmen yang baik
akan menjadikan karyawan peduli dengan keadaan perusahaan dan berusaha
menjadikan perusahaan tumbuh ke arah yang lebih baik. Karyawan yang memiliki
komitmen tinggi akan lebih mudah menerima visi misi dan nilai yang dimiliki
organisasi atau perusahaan sehingga penurunan kinerja dapat dihindari karena
karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja dan memajukkan perusahaan.
Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan komitmen
organisasional dengan menekankan sikap saling terbuka dan menjaga faktor
pendorong komitmen organisasional didalam sebuah iklim pekerjaan. Beberapa
dampak yang ditimbulkan oleh komitmen organisasional:
a. Turnover rendah
Tingkat turnover atau pergantian karyawan akan rendah, karyawan yang
memiliki komitmen tinggi akan memiliki keinginan rendah untuk meninggalkan
organisasi atau perusahaan.
b. Ketidakhadiran rendah
Karyawan yang memiliki tingkat komitmen tinggi akan lebih sering hadir
dan menghindari bolos kerja.
c. Kinerja tinggi
Karyawan yang memiliki komitmen tinggi cenderung memiliki kinerja yang
baik, karena sikap kesadaran yang tinggi terhadap tanggung jawab dan
kecenderungan untuk berusaha mengeluarkan kemampuan maksimal setiap kali
menjalankan tugas demi tercapainya sasaran produktivitas perusahaan

Dimensi komitmen organisasional


Komitmen organisasional menjadi aspek penting bagi sebuah organisasi
yang ingin selalu menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, organisasi yang
telah berusaha untuk membentuk dan meningkatkan komitmen organisasional
dapat mengukur tingkat komitmen organisasional yang dimiliki oleh para karyawan
melalui dimensi-dimensi yang dikemukan oleh beberapa ahli. Diantaranya:
a. Dimensi komitmen organisasional menurut Newstrom dalam Wibowo
(2016: 189):
1) Affective commitmen, yaitu suatu tingkatan emosional positif yang
keluar dari diri karyawan yang menginginkan untuk tetap bekerja
di organisasi.
2) Normative commitment, yaitu keinginan untuk tetap terikat karena
budaya yang mengajarkan mereka untuk selalu berusaha terikat.
3) Continuance commitment, yaitu keinginan karyawan untuk tetap
bertahan karena investasi yang dirasa telah tinggi, dan mereka akan
merasa waktu, usaha bahkan kerugian eknomi serta sosial akan
terjadi apabila mereka meninggalkan organisasi.
b. Sementara menurut Allen dan Meyer (1990) dimensi komitmen
tersusun atas tiga aspek yang saling berkaitan:
1) Affective commitmen, yaitu terkait keinginan untuk bertahan
menjadi anggota oganisasi disebabkan keterikatan emosional
karyawan terhadap identifikasi serta pelibatan dalam segala
kegiatan organisasi. Seperti munculnya persahabatan, senang
dengan pekerjaan di organisasi atau perusahaan, dan merasa puas
saat menyelesaikan tugas.
2) Continuance commitment, yaitu menyangkut komitmen didasarkan
pada biaya dan resiko diperoleh ketika meninggalkan organisasi.
Seperti gaji dan tunjangan serta promosi yang diterima telah sesuai
dengan harapan sehingga dapat menunjang kehidupan berkeluarga.
Karyawan enggan untuk keluar karena merasa tidak adanya
alternatif sebaik perusahaan yang menjadi tempat kerjanya.
3) Normative commitment, yaitu menyangkut pada kewajiban moral
yang didasarkan pada perasaan wajib dan bertanggung jawab pada
organisasi tempat karyawan bekerja. Hal ini dapat muncul karena
karyawan merasa memiliki hutang budi kepada atasan atau rekan
kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional



Dalam piramida dijelaskan faktor yang membuat sebuah komitmen
organisasional dari individu dapat terbentuk mulai dari fase pertama atau yang
paling dasar hingga fase terakhir atau puncak pyramida. Komitmen karyawan
terhadap suatu organisasi atau perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Melalui pendekatan multidimensional akan lebih menjabarkan hubungan yang
dimiliki seorang karyawan dengan organisasi tempat mereka bekerja. Van Dyne
dan Graham dalam Samsuddin (2018: 65) mengemukakan faktor-faktor yang dapat
memunculkan komitmen organisasional individu berdasarkan pendekatan
multidimensional, diantaranya:
a. Faktor Personal
Terdapat beberapa faktor yang muncul dari individu, antara lain
faktor umur karyawan, background individu, attitude yang dimiliki
pribadi, dan value atau nilai yang dianut serta kubutuhan dari dalam diri
karyawan. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang menyimpulkan
bahwa tipe-tipe karyawan dapat berpengaruh terhadap komitmen
mereka pada organisasi tempat mereka bekerja. Misalnya, pekerja yang
lebih teliti, kemudian ekstrovet, dan memiliki pandangan positif atau
optimsis terhadap hidupnya akan memiliki komitmen yang tinggi
terhadap organisasinya. Selain itu para karyawan atau pekerja yang
lebih berorientasi terhadap kelompok dan memiliki tujuan serta
mementingkan kelompok akan cenderung lebih terikat dengan anggota
kelompok.
41
b. Faktor Situasional
1) Workpace values
Pembagian-pembagian nilai adalah komponen penting
dalam menghadirkan komitmen. Nilai yang tidak kontorversial
seperti dalam kualitas, kerjasama, inovasi, partisipasi akan lebih
gampang dibagi untuk membangun hubungan yang kuat diantara
anggota. Misalnya karyawan yang percaya pada nilai kualitas suatu
produk maka mereka akan lebih condong untuk berperilaku yang
memberikan kontirbusi dalam peningkatan kualitas dari produk, hal
berbeda jika seorang karyawan meyakini value atau nilai dari
partisipasi maka dipastikan mereka akan menganggap menghasilkan
suatu perbedaan yang kompetitif adalah dengan sering
berpartisipasi, konsekuensi yang diperoleh yaitu karyawan menajdi
mau mencari solusi demi kemajuan perusahaan atau organisasi.
2) Subordinate-supervisor interpersonal relationship
Perilaku yang diperliatkan oleh atasan di tempat kerja
merupakan hal utama untuk menghasilkan derajat kepercayaan antar
individu yang baik di dalam tim kerja, seperti tidak lupa berbagi
informasi penting kepada karyawan, kemudian menghargai hasil
kerja dan berusaha menjaga perasaan mereka. Secara lebih luas
apabila seorang supervisor atau atasan mampu menunjukkan
perilaku-perilaku yang baik yang memiliki hubungan dengan usaha
42
memajukkan perusahaan maka akan mempengaruhi tingkat
komitmen karyawan atau bawahannya.
3) Job characteristics
Karakteristik pekerjaan seperti kepuasan pada otonomi,
status, organisasi dapat meningkatkan perasaan individu terhadap
tanggung jawab yang dibebankan dan menumbuhkan keterikatan
pada oganisasi atau perusahaan.
4) Organizational support
Berdasarkan study, pekerja akan mau melakukan tugas di
luar tanggung jawabnya pada apabila perusahaan atau organisasi
tempat mereka bekerja memberikan dukungan terkait keseimbangan
dalam tanggung jawab sebagai pekerja dan urusan keluarga menjadi
mudah, menyediakan benefit, mendampingi karyawan ketika
mengalami masa sulit dan memberikan bantuan terhadap anggota
keluarga karyawan.
c. Faktor Posisi
1). Organizational tenure
Karyawan yang telah lama bekerja di organisasi atau
perusahaan memiliki rasa keterikatan yang lebih kuat.
2). Hierarchical job level
Secara umum status karyawan akan mempengaruhi
komitmen karyawan pada organisasi tempat kerjanya, karyawan
yang memiliki motivasi dan keinginan untuk terlibat aktif di
43
perusahaan atau organisasi pada umumnya mempunyai jabatan
tinggi di perusahaan. Kemudian, sering pula karyawan yang
memiliki jabatan tinggi akan cenderung lebih berkomitmen, hal ini
dikarenakan mereka dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat
organisasi.
Heller dalam Wibowo (2016: 190) mengungkapkan pekerja yang memiliki
komitemen akan sangat berharga, perusahaan atau organisasi dapat menumbuhkan
komitmen dari karyawan dengan memperhatikan kebutuhan penunjang kerja
mereka, memberi perhatian terhadap semua tingkatan karyawan, mempercayai dan
mentoleransi individualitas serta menciptakan kondisi bebas kesalahan. Adapun
Heller dalam Wibowo (2016: 191) menyarankan beberapa cara yang dapat
ditempuh untuk menumbuhkan komitmen melalui faktor-faktor, diantaranya:
a. Memelihara kepercayaan (nurturing trust)
Kunci untuk meraih kepercayaan adalah mengedepankan kualitas
dan gaya kepemimpinan, dan pertama kali yang harus dilakukan adalah
mempercayai karyawan yang bekerja untuk organisasi.
b. Memenangkan pikiran, semangat dan hati (Winning minds, spirits, and
hearts)
Komitmen dari karyawan tidak dapat dibentuk sebelum
pemimpin mampu menunjukkan kebutuhan akan psikologis, intelektul
dan emosional, seperti memberikan otonomi dalam menciptakan
lingkungan pekerjaan, menghargai hasil kerja keras dan
44
memberdayaakan karyawan dengan menyerahkan kontrol sebanyak
mungkin.
c. Menjaga komitmen pekerja (keeping staff commited)
Memperkaya pekerjaan dan meningkatkan motivasi merupakan
hal yang paling efektif dalam menjaga komitmen seseorang.
d. Menghargai keunggulan (rewarding execellence)
Pengakuan atas kemampuan merupakan hal penting dan efektif
untuk menjaga komitmen.
e. Bersikap positif (staying positive)
Lingkungan kerja yang positif merupakan hal penting, untuk
membangunnya dapat melalui mutual trust, saling memberikaan
kepercayaan antara organisasi dengan karyawan

Pengertian komitmen organisasional


Komitmen dapat diartikan sebagai janji yang muncul dari dalam diri untuk
melakukan sesuatu, janji terhadap diri sendiri maupun orang lain yang tercermin
melalui tindakan. Menurut Samsuddin (2018: 61) komitmen adalah pengakuan
seutuhnya, sebagai sikap yang berasal dari watak yang muncul dari dalam diri
seseorang. Komitmen individu akan memunculkaan motivasi diri dan mendorong
semangat dalam bekerja, sehingga mampu menjalankan tugas menuju perubahan
ke arah yang lebih baik. Robbins dan Judge (2015: 47) mendefinisikan komitmen
organisasional sebagai suatu keadaan seorang karyawan telah memihak pada
organisasi beserta tujuan-tujuannya dan berusaha untuk tetap mempertahankan
keanggotaannya.
Menurut Marganingsih dan Martani (2010), komitmen organisasional
dapat menceriminkan suatu sikap karyawan yang menggambarkan perasaan suka
atau tidak suka terhadap organisasi. Setiap organisasi maupun perusahaan
mengharapkan untuk selalu meraih target pencapaian yang ditetapkan, untuk
mencapainya diperlukan peran sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang
memiliki kompetensi yang baik, setidaknya terkait dengan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya. Apabila organisasi atau perusahaan memerlukan dukungan
para karyawan, maka perlu memberikan perhatian terkait kesejahteraan dan
pengembangan sumber daya manusianya. Dengan demikian akan terjalin rasa
keterikatan antara organisasi dengan sumber daya manusianya. Sehingga karyawan
akan merasa organisasi tempat mereka bekerja adalah organisasi yang peduli dan
menjadi tempat yang terbaik untuk bekerja. Akhirnya mereka akan merasa sangat
tidak layak untuk meninggalkan organisasi tersebut, keadaan ini memperlihatkan
bahwa karyawan telah memiliki komitmen pada organisasi.
Menurut Allen dan Meyer dalam Meyer & Herscovitch (2001) komitmen
organisasional adalah suatu keadaan psikologis karyawan yang meunjukkan
keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya pada organisasi atau
perusahaan. Komitmen organisasional sangat mempengaruhi tingkat keterlibatan
karyawan di tempat mereka bekerja. Hal tersebut diungkapkan oleh Greenberg dan
Baron dalam Wibowo (2016: 187) yang mendefinisikan komitmen organisasional
sebagai suatu derajat individu mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
organisasi dan terlibat dengan segala aktivitas organisasi serta tidak ingin
meninggalkan organisasi tersebut. Karyawan yang memilki komitmen yang baik
akan merasakan bahwa permasalahan organisasi merupakan permasalahan
bersama. Komitmen organisasional menurut Abrivianto P, dkk. (2014)
didefinisikan sebagai keadaan dimana seorang karyawan memihak kepada
organisasi serta berkeinginan menjaga keanggotaan dan organisasi tersebut.
Sementara itu pendapat lain yaitu Schermerhorn, dkk. dalam Wibowo (2016: 188)
mengemukakan bahwa komitmen organisasional sebagai suatu tingkatatan loyalitas
yang dirasakan karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja.
Mendapatkan loyalitas dari seorang karyawan merupakan hal yang tidak
mudah, namun menghilangkan loyalitas mereka merupakan hal yang gampang.
Sikap loyal dapat diartikan sebagai sebuah sikap dukungan penuh dan kepatuhan
yang teguh dari seorang individu terhadap individu di dalam organisasi atau
perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan tentu saja menginginkan sikap loyal
dari para karyawan, karena karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan berusaha
mengeluarkan kemampuan terbaik bagi setiap pekerjaaan yang dilakukannya.
Menurut Luthans dalam Samsuddin (2018: 62) menyatakan pengertian komitmen
organisasional dalam tiga aspek yang saling berkaitan, pertama merupakan sebuah
keingian yang berasal dari pekerja untuk tetap ingin menjadi anggota organisasi,
kedua yaitu keinginan untuk mengeluarkan usaha pada tingakatan tinggi demi nama
organisasi, ketiga yaitu suatu keyakinan diri serta menerima terhadap nilai-nilai dan
tujuan dari organisasi.
Durkin dalam Samsuddin (2018: 71) memberikan pandangan komitmen
organisasional sebagai suatu perasaan yang kuat dan erat dari individu terhadap
tujuan dan nilai dari organisasi dalam kaitanya dengan peran mereka terhadap
upaya pencapaian tujuan serta nilai-nilai tersebut. Karyawan yang menghindari
pengunduran diri lebih cenderung memiliki komitmen organisasional yang baik,
sekalipun merasakan perasaan tidak puas, hal ini disebabkan karena karyawan
memiliki rasa kesetiaan. Begitu pula dengan adanya keterikatan terhadap suatu
gagasan yang diwujudkan dalam bentuk komitmen pada organisasi dan juga satuan
kerja akan membuat karyawan bertahan dalam satuan kerja tersebut menjadi lebih
tinggi dari pada karyawan yang tidak memiliki rasa keterikatan pada satuan kerja
tersebut. Keberhasilan pengelolaan organisasi atau perusahaan sangatlah
ditentukan oleh keberhasilan dalam mengolah sumber daya manusia yang dimiliki.
Dalam dunia kerja komitmen organisasional sangat penting dimiliki oleh karyawan
karena dengan komitmen akan membuat mereka menjadi lebih produktif. Namun
komitmen tidak hadir begitu saja, komitmen akan muncul dikarenakan organisasi
berusaha memenuhi aspek-aspek yang dapat mendorong memunculkan komitmen
organisasional. Oleh karena itu komitmen harus dipelihara agar tetap tumbuh dan
menetap di sanubari para karyawan. Melalui cara-cara dan penerapan teknik yang
tepat, pimpinan yang berkompeten dapat menciptakan dan menumbuhkan
komitmen.
Menurut Mathis dan Jackson dalam Samsuddin (2018: 63) mengatakan
komitmen organisasional sebagai suatu tingkat kepercayaan dan penerimaan
pekerja terhadap tujuan yang dimiliki oleh organisasi dan mempunyai keinginan
untuk bertahan di organisaasi tersebut. Komitmen rganisasional dapat mengurangi
keinginan untuk melepaskan diri dari perusahaan. Karyawan yang memiliki
komitmen yang tinggi akan terlihat antusias dalam segala kegiatan yang dilakukan
yang menyangkut organisasi, dan mereka akan lebih menunjukkan keterlibatan
yang tinggi yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan prilaku. Samsuddin (2008:
64) memberikan pengertian komitmen organisasional adalah semua perasaan dan
segala sikap karyawan dalam menerima terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan organisasi termasuk pada pekerjaan mereka yang dapat dilihat dari kemauan
untuk selalu mempertahankan organisasi atau tekad suatu bulat untuk mencapai
tujuan utama organisasi, keterlibatan dalam mengerjakan tujuan organisasi dan
kesetiaan yang tinggi terhadap organisasi.
Kemudian Wibowo (2016: 188) menyatakan bahwa komitmen adalah
kesediaan karyawan untuk mengikat diri dan menunjukkan loyalitas pada
organisasi dikarenakan perasaan terlibat aktif dalam segala kegiatan organisasi.
Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa komitmen
organisasional adalah sebuah suatu sikap yang dimiliki oleh karyawan yang
memperlihatkan keberpihakan terhadap organisasi dan berusaha untuk
mempertahankan keanggotaan dengan diwujudkan untuk selalu terlibat aktif dalam
mewujudkan nilai-nilai dan tujuan organisasi

Dampak optimalisasi kualitas kehidupan kerja


Kualitas kehidupan kerja atau disingkat QWL adalah sebuah konsep teori
yang bertujuan untuk menghargai kemampuan serta kinerja individu di perusahaan,
artinya kemampuan, pengetahuan, dan keterlibatan para pekerja sangat di hargai
dan dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan. Menurut Nadler dan Lawler dalam Zin
(2004) kualitas kehidupan kerja menjadi elemen kunci sebagai peningkatan kinerja,
karena partisipasi dapat menjadikan karyawan bekerja lebih baik, mereka yang
diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan pekerjaan, maka akan berusaha mengembangkan kemampuan yang dimiliki
dan ketrampilan sehingga meningkatkan rasa kebermaknaan. Karyawan akan
merasa keberadaan dirinya mampu memberikan manfaat kepada perusahaan.
Di dalam sebuah lingkungan perusahaan dengan kualitas kehidupan kerja
yang baik ditandai dengan adanya dampak yaitu karyawan terlihat nyaman saat
bekerja, keinginan atau semangat bekerja menjadi tinggi, kompetensi pekerja
semakin meningkat, yang pada akhirnya akan menciptakan efektivitas organisasi
dalam mencapai sasaran produktivitas. Proyek-proyek kualitas kehidupan kerja
akan berjalan dengan baik apabila semua pihak yang ikut terlibat di dalamnya fokus
merasakan bahwa terdapat tantangan beserta peluang di dalam perusahaan. Sangat
penting keterlibatan semua pihak agar dapat berkembang dari berbagai faktor
seperti tekanan finansial ataupun permasalahan organisasional lainnya. Supaya
kualitas kehidupan kerja menjadi efektif, perusahaan perlu memfokuskan kepada
permasalahan yang penting misalnya masalah terkait sumber daya manusia, yang
memerlukan pelatihan karena sebagian besar proyek-proyek yang berhasil
cenderung didapatkan dengan menyertakan pelatihan yang baik.
Menurut Belcher dalam Wibowo (2017: 107) terdapat karateristik
lingkungan perusahaan yang memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik:
a. Karyawan memiliki peluang mempengaruhi keputusan.
b. Karyawan selalu berpartisipasi dalam memecahkan masalah.
c. Karyawan memperoleh informasi yang lengkap mengenai
pengembangan yang sedang diusahakan.
d. Karyawan menerima timbal balik yang sifatnya membangun
e. Karyawan merasa senang bekerja dalam tim dan berusaha
meningkatkan berkolaborasi dengan rekan kerja.
f. Karyawan merasakan pekerjaan yang bermakna serta menantang
g. Karyawan merasakan tentang keamanan kerja serta kesempatan kerja

Dimensi kualitas kehidupan kerja


Dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat menjadikan para
karyawan merasa nyaman ketika bekeja yang pada akhirnya membuat karyawan
enggan untuk berpindah mencari perusahaan baru. Karyawan merasa bahwa apa
yang menjadi kebutuhannya telah dipenuhi oleh perusahaan, berikut merupakan
komponen dari kualitas kehidupan kerja, yaitu aspek-aspek yang digunakan oleh
perusahaan untuk mewujudkan kualitas kehdupan kerja para pekerja secara baik.
terdapat sembilan dimensi kualitas kehidupan kerja.
Urutan dari dimensi kualitas kehidupan kerja diantaranya:
a. Partisipasi karyawan atau Employee Participation.
b. Pengembangan karier atau Career Development.
c. Penyelesaian konflik atau Coonflict Resolution.
d. Komunikasi atau Communication.
e. Kesehatan atau Wellness.
f. Keselamatan kerja atau Job Security.
g. Keselamatan lingkungan atau A safe Environment.
h. Kompensasi yang layak atau Equitable Compensation.
i. Kebanggaan atau Pride.
Adapun menurut Nawawi (2016: 24), kualitas kehidupan kerja juga
mempunyai sembilan dimensi yang perlu diciptakan dan dibina, serta
dikembangkan dalam lingkungan SDM.
a. Partisipasi karyawan, yaitu tiap-tiap karyawan menginginkan untuk
selalu dapat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan pada setiap pekerjaan, sesuai dengan posisi mereka dan
jabatan dari karyawan. Untuk itu perusahaan dapat merealisasikannya
dengan membuat tim inti yang melibatkan karyawan, dalam rangka
memikirkan langkah yang perlu ditempuh oleh perusahaan dalam
memenangkan persaingan.
b. Pengembangan karier, yaitu semua karyawan yang bekerja untuk
perusahaan sangat memerlukan kejelasan pengembangan jenjang karier
guna menghadapi masa depan mereka. Hal ini dapat di tempuh dengan
cara menawarkan jabatan atau posisi tertentu bagi mereka yang
memiliki kinerja bagus, atau dapat memberikan kesempatan kepada
mereka supaya mengikuti pelatihan/pendidikan di luar perusahaan.
c. Penyelesaian konflik, yaitu tiap-tiap karyawan memerlukan adanya
pemecahan konflik bersama perusahaan, dengan terbuka, jujur dan adil.
Kondisi tersebut sangat mempengaruhi loyalitas mereka pada
perusahaan, kemudian dedikasi serta motivasi kerja para karyawan.
Untuk itu perusahaan dapat memberikan kesempatan penyampaian
keluhan melalui pengisian formulir atau skema yang disediakan.
d. Komunikasi, setiap karyawan mengharapkan adanya komunikasi yang
terbuka tentunya dalam batas-batas wewenang yang ditentukan dan
tanggung jawab masing-masing pekerja, komunikasi yang lancar akan
membuat penyampaian informasi yang dirasa cukup penting, menjadi
tepat diterima pada waktunya yang pada akhirnya akan menimbulkan
rasa kepuasan dari para karyawan.
e. Kesehatan kerja, setiap karyawan memerlukan perhatian terkait
kesehatan mereka, agar dapat bekerja dengan secara efisien, efektif dan
produktif. Dalam hal ini perusahaan dapat menyelenggarakan program
kesehatan yang membantu para karyawan untuk mengontrol kesehatan
mereka demi menghasilkan kinerja optimal.
f. Keselamatan kerja, merupakan hal yang sangat penting. Karyawan
memerlukan adanya jaminan kelangsungan pekerjaannya. Perusahaan
harus berusaha menghindari memberhentikan karyawan, dan
menjadikan mereka sebagai karyawan tetap serta memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengundurkan diri melalui program
pensiun.
g. Keselamatan lingkungan di dalam melakukan pekerjaan, semua
karyawan yang bekerja memerlukan adanya keamanan lingkungan
kerja. Perusahaan harus berusaha memberikan rasa aman kepada para
karyawan, salah satu caranya dengan membentuk komite keselamatan
kerja karyawan.
h. Kompensasi yang layak, semua karyawan menginginkan adanya
kompensasi yang memadai. Karyawan menginginkan gaji yang sesuai
dengan beban kerja yang mereka terima. Untuk itu sangat penting bagi
perusahaan membentuk struktur kepengurusan untuk mengatur
kompensasi langsung dan tidak langsung yang diterima karyawan agar
kompetitif dan dapat mensejahterakan.
i. Kebanggaan, setiap karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan
bangga terhadap perusahaan tempat kerja mereka. Untuk itu penting
bagi perusahaan menciptakan ciri khas sebagai identitas yang dapat
menimbulkan rasa bangga para karyawan yang bekerja.
Walton dalam Zin (2004) menyatakan kualitas kehidupan kerja
memiliki delapan dimensi, diantaranya:
a. Kompensasi yang memadai dan adil atau adequate and fair
compensation.
b. Lingkungan yang aman dan sehat safe and healty environment.
c. Peegembangan kapasitas manusia atau development of human
capacities.
d. Pertumbuhan dan keamanan atau growth and security.
e. Integrasi sosial atau social integration.
f. Konstitusionalisme atau constitutionalism.
g. Ruang hidup total atau the total life space.
h. Relevansi sosial atau social relevance

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja


Menurut Nadler dan Lawler dalam Anatan & Ellitan (2009: 109),
menyebutkkan beberapa faktor yang menentukkan keberhasilan dalam
meningkatkan kualitas kehidupan kerja di perusahaan yang berfokus pada
keterlibatan:
a. Persepsi akan kebutuhan
Kualitas kehidupan kerja akan berhasil meningkat apabila
berfokus pada kebutuhan, yaitu kebutuhan dari para karyawan, tentang
apa saja yang di perlukan dalam memudahkan ketika bekerja ataupun
apa yang diperlukan agar mereka selalu merasa bersemangat dalam
melakukan pekerjaan.
b. Berfokus pada masalah yang penting di dalam organisasi
Dalam memberikan tanggung jawab lebih kepada pekerja untuk
memberikan inisiatif atau masukan kepada perusahaan, difokuskan
pada bagian vital namun yang kurang berkembang. Kebebasan untuk
menerapkan ide oleh para karyawan supaya bagian tersebut
berkembang dan mampu memberikan kontribusi bagi organisasi secara
maksimal.
c. Memiliki struktur untuk mengidentifikasi memecahkan masalah
Dalam mencari pemecahan masalah, harus melalui konseptual,
artinya tim kerja harus menjabarkan langkah-langkah yang perlu di
tempuh hingga pada penyelesaian masalah. Ini penting untuk
menghindari kegagalan dalam menjalankan kegiatan saat memecahkan
masalah
d. Sistem imbalan di desain dengan baik sesuai tuntutan yang ada
Dalam memberikan imbalan harus sesuai dengan beban kerja
yang di berikan, semakin banyak karyawan terlibat dan berkontribusi
dalam pekerjaannya maka imbalan harus semakin besar.
e. Berbagai sistem dan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi
Sistem yang ada di perusahaan tidak kaku begitu juga dengan
nilai-nilai di perusahaan, ini dimaksudkan agar keduanya fleksibel
mengikuti perkembangan, demi kelancaran dalam meningkatkan
kualitas kehidupan kerja
f. Keterlibatan seluruh anggota organisasi
Keberhasilan dalam mengaplikasikan ide-ide dan gagasan dari
para karyawan, perlu adanya dukungan dari seluruh elemen di
perusahaan. Keberhasilan akan mustahil terjadi jika hanya segelintir
orang yang ikut terlibat dalam merealisasikan, karena memang
penerapan sistem yang memberikan kebebasan kepada karyawan,
bertujuan agar mereka berperan aktif dan bisa bekerja sama dengan para
manajer ataupun pimpinan di perusahaan dan bukan hanya sebagai
penerima tugas.

Pengertian kualitas kehidupan kerja


Cascio (2006: 24) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai suatu
persepsi pekerja terhadap fisik dan kesejahteraan mental mereka di tempat kerja.
Setiap orang yang bekerja pada sebuah perusahaan, mengharapkan lingkungan
kerja yang nyaman, rekan-rekan kerja yang bisa di ajak untuk bersinergi, adanya
dukungan dari atasan dalam pengembangan diri. Semua hal tersebut dapat terpenuhi
dengan pelaksanaan aspek yang terkandung dalam kualitas kehidupan kerja atau
QWL. Menurut Wibowo (2017: 107), dengan usaha memaksimalkan kualitas
kehidupan kerja di perusahaan dapat memunculkan peranan para karyawan, untuk
perbaikan kinerja dan produktivitas. Selain itu, pemberian kualitas kehidupan kerja
yang memadai juga merupakan bentuk penghargaan terhadap kemampuan para
karyawan yang memiliki sebuah komitmen pada perusahaan. Mereka akan
ditujukan terhadap sumber daya yang dimiliki beserta manajemen perusahaan agar
nantinya mengembangkan lingkungan kerja dan dapat memberikan kontribusi
terhadap perbaikan kinerja mereka. Para karyawan yang bekerja menginginkan
pekerjaan yang mampu memenuhi kebutuhan materil dan non materil. Bukan hanya
pekerjaan yang memberikan penghasilan tetapi juga pekerjaan yang mampu
memberikan tambahan ilmu, dan membuat mereka merasa bermakna berada di
perusahaan karena telah ikut terlibat memutuskan kebijakan terkait segala hal yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka.
Selanjutnya Nawawi (2016: 23), mengemukakan kualitas kehidupan kerja
atau disingkat QWL merupakan usaha perusahaan untuk dapat menciptakan
perasaan aman dan kepuasan dalam bekerja, agar sumber daya manusia di dalam
perusahaan menjadi kompetitif. Pendapat lain dari Siagian (2015: 320) bahwa aspek
kualitas kehidupan kerja merupakan konsep sistematik di dalam kehidupan
organisasional yang menekankan keterlibatan para pekerja untuk menentukkan cara
mereka bekerja dan apa sumbangan yang dapat mereka berikan bagi perusahaan
untuk mencapai tujuan dan sasaran pencapaian produktivitas. Sangat penting bagi
perusahaan untuk memahami dan memperhatikan kebutuhan para karyawan,
dengan berupaya menjadikan pekerjaaan memberi dampak positif kepada mereka
dan perusahaan. Dampak yang dimaksud ialah dalam bentuk, seperti pandangan
bahwa pekerjaan dapat memberikan wawasan baru dan tantangan bagi karyawan,
namun selain itu juga kontribusi maksimal untuk pencapaian perusahaan. Hal ini
yang akan menambah motivasi untuk karyawan dalam bekerja.
Menurut Walton dalam Ristanti & Dihan (2016) yang dimaksud kualitas
kehidupan kerja adalah sebuah pandangan dari pekerja terhadap situasi dan
pengalaman di tempat kerja. Artinya dalam praktik merealisasikan kualitas
kehidupan kerja, perusahaan berusaha melihat dari sudut pandang para pekerja,
kualitas kehidupan kerja yang baik pada sebuah perusahaan akan membuat
karyawan merasa lebih bernilai bagi perusahaan, kemudian dengan pekerjaan yang
dilakukan akan meningkatkan kompetensi karyawan serta membantu menghasilkan
kinerja optimal. Jika hal tersebut dirasakan oleh karyawan maka itu indikasi
keberhasilan dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja yang dilakukan oleh
perusahaan. Menurut Saraji dan Dargahi (2006), kualitas kehidupan kerja
merupakan program yang komperhensif, dimana pelaksanaan aspek kualitas
kehidupan kerja bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pekerja, sebagai bagian
pembelajaran, serta membantu mengelola perubahan dan transisi supaya berjalan
dengan baik.
Kualitas kehidupan kerja menekankan perusahaan, agar tidak hanya
memberikan apa yang di butuhkan oleh karyawan dari persepsi perusahaan, akan
tetapi mereka dapat memberikan masukan apa saja hal yang mereka butuhkan di
dalam meningkatkan kinerja yang mereka hasilkan. Seperti terkait fasilitas kerja,
kejelasan karier, komunikasi dan pemecahan masalah yang terbuka, terlindungi dari
pemberhentian, perhatian terhadap kesehatan, gaji yang layak melalui keterlibatan
dalam memberi kebebasan untuk mengutarakan hal yang mereka inginkan demi
kelancaran dalam menunaikan pekerjaan. Keterlibatan yang dimaksud yaitu sebuah
partisipasi karyawan untuk ikut menentukkan kebijakan yang akan di terapkan yang
menyangkut para karyawan itu sendiri, sehingga meningkatkan rasa kebanggan
bagi para karyawan. Anatan dan Ellitan (2009: 110) mengatakan kualitas kehidupan
kerja merupakan cara berfikir tentang manusia, pekerjaan dan organisasi yang
menitikberatkan pada dampak pekerjaan yang terhadap efektifitas organisasional
dan karyawan, disamping memberikan masukan berupa gagasan partisipatif dalam
memecahkan permasalahan dan pembuat keputusan.
Konsep kualitas kehidupan kerja lebih mengutamakan memberikan
kebebasan kepada pekerja atau karyawan untuk ikut terlibat aktif memutuskan
kebijakan terkait pekerjaan, mendesain lingkungan tempat kerja, mendapatkan
segala kebutuhan yang membantu dalam bekerja agar menghasilkan pertumbuhan
kemampuan para karyawan sehingga kompetensi mereka bertambah dan
meningkatkan efektifitas serta efisiensi perusahaan. Menurut Siagian (2015: 320)
filsafat yang melatarbelakangi konsep kualitas kehidupan kerja diantaranya:
a. Dalam memperkerjakan karyawan, perusahaan tidak hanya
memanfaatkan tenaganya, akan tetapi juga kemampuan intelektual
mereka dalam memecahkan masalah di dalam pekerjaan yang dihadapi.
b. Harkat dan juga martabat manusia merupakan hal yang mutlak untuk
diakui dan dihargai.
c. Gaya manajerial yang di inginkan oleh karyawan adalah yang
demokratik.
Pada akhirnya tujuan penerapan aspek ini adalah untuk meningkatkan
kinerja karyawan, melalui keterlibatan aktif karyawan dalam peningkatan mutu
kehidupan berkarya mereka di perusahaan, dengan memenuhi kebutuhan dan
keinginan dalam bekerja untuk membuat pekerjaan yang mereka lakukan mampu
dikerjakan dengan optimal sehingga perusahaan mampu mencapai sasaran
produktivitas

Unsur-unsur Iklim Organisasi


Menurut Panuju (2001) iklim organisasi meliputi :
a. Tanggung jawab tingkat pendelegasian yang dialami pegawai.
b. Standar, yakni harapan tentang kualitas kerja pegawai.
c. Imbalan, pengakuan dan penghargaan atas kinerja dan penolakan
terhadap penyimpangan kerja.
d. Keramahan semangat tim, persaudaraan, saling mempercayai penuh
kejujuran.
e. Kesiapan teknologi. Penyempurnaan metode kerja.
f. Komunikasi terbuka, kecukupan informasi dan terbuka bagi saran- saran.

Pendekatan dalam Iklim Organisasi


James dan Jones (Ruliana, 2014) membagi iklim organisasi dalam 3 (tiga)
pendekatan, yaitu :
a. The Multiple Measurement-Organizational Atribute Approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah serangkaian
karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat,
yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara organisasi
satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi perilaku orang
yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi adalah ukuran, struktur, kompleksitas sistem, gaya
kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
b. The Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut
organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan
pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif seperti
ukuran dan strukturorganisasi.
c. The Perseptual Measurement-Individual Approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau
persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian
yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian tersebut.
Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang nyata ke
sebuah ringkasan dari persepsi individu. Dengan pendekatan ini,
variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang
dialami oleh individu maupun organisasi dapat mempengaruhi perilaku
individu-individu tersebut. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat
berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi


Stringer (Wirawan,2008) mengemukakan faktor-faktor penyebab iklim
organisasi sebagai berikut, yaitu:
a. Lingkungan eksternal
Industri atau bisnis mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya
sama. Demikian juga iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar
mempunyai iklim organisasi yang sama. Kesamaan faktor tersebut
disebabkan faktor lingkungan eksternal.
b. Strategi organisasi
Kinerja suatu perusahaan tergantung pada strategi, energy, yang
dimiiki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang
diperlukan oleh strategi (motivasi), dan faktor-faktor lingkungan
penentu dari level energi tersebut. Strategi memengaruhi iklim
organisasi secara tidak langsung.

  1. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada
    strategi yang dilaksanakan.
  2. Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk
    memperkuat strategi-strategi yang berbeda.
  3. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap
    kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.
    c. Pengaturan Organisasi
    Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap
    iklim organisasi.
    d. Kekuatan Sejarah
    Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh
    kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan
    ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan
    mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya.
    e. Kepemimpinan
    Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian
    mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan
    pendorong utama terjadinya kinerja.

Dimensi Iklim Organisasi


Dimensi iklim organisasi Litwin dan Stringer (Hardjana,2006) adalah
sebagai berikut:

  1. Struktur (Structure)
    Dimensi ini berkaitan dengan tugas yang terorganisir dengan baik dan
    tujuan dirumuskan secara jelas, struktur juga memberikan batasan- batasan melalui peraturan, prosedur, kebijaksanaan dan praktek yang
    harus ditaati dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban mereka.
  2. Tanggung jawab (Responsibility)
    Dimensi ini berkaitan dengan rasa tanggung jawab yang harus dimiliki
    setiap anggota dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta adanya rasa
    percaya adanya satu dengan lainnya maupun dengan atasan.
  3. Penghargaan (Reward)
    Dimensi ini berkaitan dengan penghargaan yang diperoleh anggota
    karena pekerjaan yang tealh dilaksanakan dengan baik, tidak hanya
    sekedar hukuman ketika terdapat kesalahan yang diperbuat oleh
    anggota akan tetapi juga dorongan untuk maju atau kritik yang
    membangun, termasuk juga kebijakan tentang promosi karir ataupun
    hal yang lain.
  4. Resiko (Risk)
    Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan anggota tentang resiko
    pekerjaannya dan anggotanya diberikan kesempatan untuk melakukan
    atau mengambil resiko dalam menjalankan tugas sebagai sebuah
    tantangan.
  5. Kekeluargaan (Warmth)
    Dimensi ini berkaitan dengan perlakuan atau perhatian yang baik dari
    atasan maupun anggota pada saat melaksanakan pekerjaannya. Serta
    adannya rasa kepedulian dari atasan maupun anggota lainnya dalam
    mendapatkan perlindungan dan pengayoman.
  6. Dukungan (Support)
    Dimensi ini berkaitan dengan dukungan yang positif yang dirasa dari
    atasan dan anggota didalam kelompoknya, penekanannya terhadap
    dukungan timbale balik dari atas dan di bawah. Jadi dimensi ini
    berbicara tentang adanya saling dukungan diantara sesame anggota
    yang setingkat maupun dukungan timbale balik (saling mendukung)
    antara anggota dan pimpinan sehingga terciptanya harmonisasi antar
    anggota organisasi.
  7. Standar (Standart)
    Dimensi ini berkaitan dengan penekanan yang dilakukan oleh pihak
    organisasi untuk melakukan yang terbaik agar memenuhi sasaran yang
    19
    dapat dicapai berdasarkan target yang ditetapkan. Sasaran ini
    dibebankan pada individu maupun terhadap kelompok kerjanya.
  8. Konflik (Conflict)
    Dimensi ini menggambarkan bahwa atasan dan anggota lainnya mau
    bekerjasama dalam menyelesaikan konflik. Penekanannya adalah pada
    usaha penyelesaian masalah secara terbuka, daripada menutupi atau
    menghindarinya.
  9. Identitas (Identity)
    Dimensi ini berkaitan dengan memberikan pengetahuan anggota
    tentang tujuan serta misi organisasi, sehingga pada akhirnya ada rasa
    ketertarikan yang kuat dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi.
    Serta adanya rasa bangga dan rasa memiliki organisasi tersebut baik
    pada anggota maupun atasan

Pengertian Iklim Organisasi


Menurut Tagiuri dan Litwin (Wirawan,2008), iklim organisasi adalah
kualitas lingkungan organisasi yang secara relative terus berlangsung, dialami
oleh anggota organisasi; mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan
dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Wirawan (2008)
mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara
individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan
organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi dilingkungan internal organisasi
secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja
anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
Menurut Litwin dan Stringer (Hardjana,2006) iklim organisasi adalah
suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka
bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan.
Menurut Davis dan Newstrom (1985) iklim organisasi adalah lingkungan didalam
mana para pegawai atau karyawan organisasi melakukan pekerjaan mereka. Iklim
organisasi dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja. Iklim
mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi
yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para pegawai atau karyawan
mengharapkan imbalan, kepuasan, frustasi atas dasar persepsi mereka terhadap
iklim organisasi.
Bagi Umstot (Idrus,2006) iklim organisasi merupakan salah satu cara
untuk mengukur budaya organisasi, dan iklim organisasi itu sendiri dimaknai
sebagai cara karyawan memahami lingkungan organisasinya. Situasi ini
tampaknya yang menjadikan Umstot berpendapat bahwa faktor tertentu dapat
penting pada organisasi tertentu, namun tidak memiliki makna yang berarti pada
organisasi lain. Senada dengan Umstot, Steers (Idrus,2006) memandang iklim
organisasi sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa yang dilihat para
anggotanya. Menurut Steers, iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat
para pegawai dalam organisasi tersebut.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa iklim
organisasi adalah kualitas lingkungan organisasi tempat karyawan bekerja secara
rutin yang mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja seperti hubungan antar rekan
kerja, partisipasi, serta penghargaan yang didapat karyawan. Iklim organisasi yang
kondusif akan menimbulkan kenyamanan dalam bekerja hasilnya karyawan dapat
mencapai tujuan organisasi. Jika iklim organisasi tidak kondusif, karyawan
merasa tidak nyaman dalam bekerja, bekerja menjadi beban dan berpengaruh
terhadap hasil pekerjaan dan pencapaian perusahaan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kehidupan Kerja


Swammy, Nanjundeswaraswamy dan Rashmi (2015) mengemukakan 8
(Delapan) faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Yaitu sebagai
berikut:
a. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat di mana seseorang bekerja. Lingkungan
ini adalah lingkungan sosial dan profesional di mana karyawan seharusnya
berinteraksi dengan sejumlah orang, dan harus bekerja sama dengan
koordinasi dengan satu atau sebaliknya. Kondisi kerja yang aman dan
sehat memastikan kesehatan yang baik, kelangsungan layanan,
menurunnya hubungan manajemen buruh yang buruk. Seorang pekerja
yang sehat mencatat produktivitas yang tinggi. Karyawan ceria, percaya
diri dan bisa membuktikan aset tak ternilai bagi organisasi jika lingkungan
kerja baik. Hal ini terdiri dari situasi kerja fisik dan mental yang aman dan
menentukan jam kerja yang masuk akal.
b. Budaya Organisasi dan Iklim
Budaya organisasi adalah seperangkat sifat dan iklim organisasi adalah
perilaku kolektif orang-orang yang merupakan bagian dari nilai, visi,
norma, dan lain-lain. Peluang promosi, promosi dan evaluasi penghargaan
yang digunakan keduanya berada di bawah kendali langsung dari sebuah
organisasi dan tunduk pada kebijakan organisasi.
c. Hubungan dan Kerjasama
Hubungan dan kerjasama adalah komunikasi antara manajemen dan
karyawan, mengenai keputusan di tempat kerja, konflik dan penyelesaian
masalah. Pekerjaan dan karir biasanya dikejar dalam kerangka organisasi
sosial dan sifat hubungan pribadi menjadi dimensi penting kualitas
kehidupan kerja. Penerimaan pekerja didasarkan pada keterampilan, sifat
terkait pekerjaan, kemampuan dan potensi tanpa mempertimbangkan ras,
jenis kelamin, penampilan fisik, dan lain-lain.
d. Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan merupakan kegiatan organisasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja individu dan kelompok. Kualitas
kehidupan kerja dipastikan untuk pengembangan karyawan dan dorongan
yang diberikan oleh manajemen untuk melakukan pekerjaan, memiliki
kondisi yang baik untuk meningkatkan pemberdayaan dan keterampilan
pribadi.
e. Kompensasi dan Penghargaan
Kompensasi dan penghargaan adalah faktor motivasi. Pelaku terbaik diberi
penghargaan, dan ini membangun kompetisi di antara para karyawan
untuk bekerja keras dan mencapainya baik tujuan organisasi maupun
individu. Kepentingan ekonomi karyawan mendorong mereka untuk
bekerja dan kepuasan karyawan bergantung pada tingkat tertentu pada
kompensasi yang ditawarkan. pembayaran harus ditetapkan berdasarkan
pekerjaan yang dilakukan, keterampilan individu, tanggung jawab yang
dilakukan, kinerja dan prestasi.
f. Fasilitas
Fasilitas memainkan peran utama dalam aktualisasi tujuan dan sasaran
dengan memuaskan kebutuhan fisik dan emosional para karyawan.
Fasilitas termasuk layanan makanan, transportasi, keamanan, dan
sebagainya. Banyak pengusaha merasa beruntung dapat memberikan
alternatif pengaturan kerja bagi karyawan mereka. Inilah salah satu metode
untuk meningkatkan produktivitas dan semangat kerja karyawan.
Pengaturan kerja alternatif untuk karyawan termasuk jam kerja yang
fleksibel, lebih pendek atau tidak ada jalan buntu, dan lingkungan kerja
yang aman.
g. Kepuasan Kerja dan Jaminan Kerja
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh desain pekerjaan. Pekerjaan yang kaya
akan elemen perilaku konstruktif seperti otonomi kerja, variasi tugas,
identitas, signifikansi kerja dan umpan balik turut berkontribusi pada
kepuasan karyawan. Jaminan kerja merupakan faktor lain yang menjadi
perhatian karyawan. Pekerjaan tetap memberikan keamanan kepada
karyawan dan meningkatkan kualitas kehidupan kerja mereka.
h. Otonomi Kerja
Karyawan diberi kebebasan pengambilan keputusan. Pekerja sendiri
merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan terkait
pekerjaan. Ini juga mencakup berbagai kesempatan bagi personil seperti
kemandirian di tempat kerja dan memiliki wewenang untuk mengakses
informasi terkait untuk tugas mereka.
Luthans (2006) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas
kehidupan kerja dapat dilakukan dengan mengubah lingkungan kerja dan iklim
organisasi. Iklim organisasi yang kondusif, nyaman dapat memberikan efek
terhadap karyawan yaitu suasana dalam bekerja tidak lagi penuh tekanan,
pekerjaan yang dilakukan karyawan bukanlah beban namun sebagai tantangan
dalam bekerja. Hasilnya kualitas kehidupan kerja yang dimiliki karyawan dapat
tercapai.

Dimensi Kualitas Kehidupan Kerja


Zin (2004) mengemukakan beberapa dimensi kualitas kehidupan kerja yaitu
sebagai berikut :
a. Pertumbuhan dan Pengembangan
Kesempatan untuk menggunakan berbagai keterampilan, melakukan
pekerjaan yang menantang.
b. Partisipasi
Kesempatan untuk terlibat dalam keputusan yang berkaitan dengan
pekerjaan.
c. Lingkungan Fisik
Adanya lingkungan kerja yang kondusif termasuk penjadwalan kerja.
d. Atasan
Hubungan dengan atasan dan saling pengertian.
e. Gaji dan tunjangan
Keadilan dan manfaat moneter yang memadai.
f. Relevansi sosial
Hubungan antara pekerjaan dan aspek kehidupan lainnya.
g. Integrasi tempat kerja
Sesama rekan kerja memiliki hubungan kekompakan dalam bekerja.
12
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan dimensi yang menjadi
dasar untuk melihat kualitas kehidupan kerja adalah pertumbuhan dan
pengembangan, partisipasi, lingkungan fisik, atasan, gaji dan tunjangan, relevansi
sosial, integrasi tempat kerja.

Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja


Kualitas kehidupan kerja merupakan suatu tingkat dimana anggota mampu
memuaskan kebutuhan pribadi yang penting melalui pengalamannya dalam
melakukan pekerjaan pada organisasi tersebut (Jati,2013). Selain itu Cascio
(2010) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi karyawan
dimana mereka menginginkan rasa aman, kepuasan dan kesempatan sebagai
layaknya manusia.
Kualitas kehidupan kerja menurut Zin (2004) adalah suatu keadaan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan karyawan, adanya kesempatan bagi karyawan
untuk turut berperan menentukan cara bekerja dan sumbangan yang dapat
diberikan karyawan pada organisasi. Rethinam dan Ismail (Permadi &
Utama,2016) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai efektivitas
lingkungan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan pribadi yang
lebih bermakna dalam membentuk nilai-nilai karyawan, dimana nilai-nilai
tersebudapat mendukung dan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan kerja
yang lebih baik, keamanan kerja, kepuasan kerja, pengembangan kompetensi dan
keseimbangan antaran kehidupan kerja dan kehidupan non kerja.
Golkar (2013) mengatakan bahwa kualitas yang baik dari kehidupan kerja
dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja tugas, mengurangi absensi,
9
10
tingkat turn over, frekuensi keterlambataan lebih rendah, meningkatkan
efektivitas organisasi dan komitmen organisasi. Senada dengan pengertian
tersebut, Louis and Smith (Swammy, Nanjundeswaraswamy&Rashmi,2015)
menjelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja dapat didefinisikan sebagai sejauh
mana seorang karyawan puas dengan kebutuhan pribadi dan pekerjaan melalui
partisipasi ditempat kerja sambil mencapai tujuan organisasi. Pentingnya kualitas
kehidupan kerja dalam mengurang turnover karyawan dan kesejahteraan
karyawan yang berdampak pada layanan yang ditawarkan.
Luthans (2006) mengatakan bahwa konsep kualitas kehidupan kerja
mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan
kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kehidupan kerja adalah
mengubah iklim kerja organisasi secara teknik dan manusiawi membawa kepada
kualitas kehidupan kerja yang lebih baik.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan definisi kualitas
kehidupan kerja adalah sejauh mana karyawan merasa kebutuhannya terpenuhi
oleh perusahaan seperti rasa aman, kesempatan sebagai layaknya manusia dalam
melakukan pekerjaannya. Karyawan yang dikatakan memiliki kualitas kehidupan
kerja tinggi adalah karyawan yang merasa kebutuhannya dalam bekerja terpenuhi.
Jika karyawan memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi, maka karyawan
merasa diperhatikan serta dihargai yang mengakibatkan karyawan berkomitmen
tinggi dengan perusahaan dan bersedia mengerahkan segala potensi yang dimiliki
untuk mengabdikan dirinya untuk kemajuan organisasi. Sebaliknya, jika kualitas
kehidupan kerja karyawan rendah, maka karyawan tidak sepenuhnya
11
mendedikasikan dirinya untuk perusahaan karena kebutuhan yang dimiliki tidak
tercapai sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak maksimal dan berdampak pada
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Indikator Retensi Karyawan


Menurut Mathis & Jackson (2006:128), menyatakan terdapat 4 indikator di
dalam retensi karyawan antara lain:
1) Peluang karir, organisasi menyediakan peluang karir yang sama bagi setiap
karyawan.
2) Penghargaan, organisasi selalu memberikan penghargaan atas kinerja yang
dilakukan oleh karyawan.
3) Hubungan karyawan, Karyawan bertahan karena rekan kerja tidak pernah
bertindak diskriminatif dan organisasi bertindak adil kepada seluruh
karyawan.
4) Rancangan tugas dan pekerjaan, kondisi kerja yang fleksibel, rencana tugas
yang sesuai dengan kemampuan karyawan, serta keseimbangan antara
pekerjaan dan kehidupan karyawan mampu membuat karyawan tetap
bertahan pada organisasi.

Tujuan Retensi Karyawan


Karthi (2012) dalam Aditeresna & Mujiati (2018) menyatakan bahwa retensi
karyawan adalah proses bagaimana cara organisasi memotivasi karyawan untuk
tetap dengan organisasi dalam periode waktu yang maksimum atau sampai dengan
proyek selesai.
Tujuan dari retensi karyawan yakni untuk mempertahankan karyawan yang
dianggap memiliki kualifikasi yang baik, karena karyawan yang memiliki kualitas
terbaik merupakan suatu faktor pendukung dalam memajukan organisasi.
(Aditeresna & Mujiati, 2018)

Faktor Penentu Retensi Karyawan


Istilah retensi berkaitan dengan perputaran (turnover) yang berarti proses
dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan.
Perputaran secara sukarela atau karyawan meninggalkan organisasi karena
keinginannya sendiri dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang
karier, gaji, pengawasan, geografi, dan alasan keluarga atau pribadi. Mathis &
Jackson (2006) dalam (Nasir et al., 2020:65).
Faktor-faktor yang menentukan Retensi Karyawan yang dikemukakan oleh
(Mathis & Jackson, 2006:129-135) disajikan dalam uraian berikut ini :
1) Komponen Organisasi
Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif, strategi dan
peluang untuk menentukan masa depan yang jelas, karyawan yang merasa
diatur dengan baik oleh organisasi dan memiliki kontinuitas serta keamanan
kerja yang tinggi cenderung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
tingginya angka retensi karyawan.
2) Peluang Karir Organisasi
Salah satu alasan mengapa karyawan bertahan pada organisasi karena
adanya peluang pengembangan karir, hal ini dapat mempengaruhi tingkat
retensi secara signifikan. Faktor yang mendasari adalah pelatihan karyawan
secara rutin untuk pengembangan dan bimbingan karir terhadap karyawan
oleh organisasi.
3) Penghargaan
Tiga hal yang mendominasi alasan karyawan untuk bertahan atau keluar
dari organisasi adalah gaji, insentif dan tunjangan. Akan tetapi ketiga hal
tersebut bukan merupakan satu-satunya alasan, karyawan akan cenderung
bertahan apabila mendapatkan penghargaan yang kompetitif seperti
penghargaan berdasarkan kinerja.
4) Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Alasan mendasar karyawan bertahan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan
yang diberikan. Organisasi harus mampu menetapkan rencana tugas dan
pekerjaan yang sesuai bagi karyawan dengan memperhatikan unsur
tanggung jawab, fleksibilitas kerja, kondisi kerja yang baik dilihat dari segi
fisik dan non-fisik, serta keseimbangan kehidupan karyawan.
5) Hubungan Karyawan
Hubungan karyawan dengan rekan kerja, termasuk perlakuan adil dan tidak
melakukan diskriminatif yang diterima dari organisasi, dan dukungan yang
berasal dari manajemen merupakan faktor penentu karyawan untuk tetap
tinggal dalam organisasi

Indikator Kompensasi


Indikator kompensasi menurut (Ermawati & Barlian, 2018) terdiri atas :
1) Gaji adalah imbal jasa yang diberikan organisasi kepada karyawan atas
kinerja mereka.
2) Insentif adalah kompensasi diluar gaji dan upah yang diberikan organisasi
atas prestasi kerja yang memenuhi target organisasi.
3) Tunjangan adalah kebijakan organisasi terhadap karyawan berdasarkan
loyalitas karyawan pada organisasi dalam meningkatkan kesejahteraan
karyawan

Jenis-Jenis Kompensasi


Pada dasarnya pemberian kompensasi antara organisasi yang satu dengan
lainnya sering kali berbeda, baik itu dalam hal jumlah yang dibayar maupun
komponen–komponen kompensasinya. Namun jenis kompensasi yang diberikan
tidak akan terlalu jauh berbeda atau biasanya sama.
Ada beberapa jenis kompensasi yang diberikan organisasi kepada karyawan.
Mahmudah Enny W (2019:41) membagi kompensasi ke dalam dua macam, yaitu :
1) Kompensasi langsung (direct compencation)
a. Gaji, adalah balas jasa yang dibayar organisasi secara continue kepada
karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti di jajaran
organisasi.
b. Upah, merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian
dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati oleh pekerja dan
pemberi upah dalam pembayarannya. Pengertian upah tidak sama
dengan gaji, Jika gaji dibayar secara rutin dan tetap sedangkan upah
jumlahnya dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran yang dihasilkan
dan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
c. Insentif, merupakan imbal jasa langsung yang dibayarkan kepada
karyawan karena kinerjanya melebihi standart yang ditentukan atau biasa
disebut dengan lembur dan lain sebagainya selain tugas utamanya.
2) Kompensasi tidak langsung (fringe benefit)
Kompensasi tambahan yang diberikan organisasi berdasarkan kebijakan
organisasi terhadap semua karyawan sebagai upaya dalam meningkatkan
kesejahteraan para karyawan. Seperti asuransi, tunjangan, uang pensiun dan
lain-lain

Fungsi Kompensasi


Pemberian kompensasi memiliki fungsi demi kesejahteraan karyawan dan
kepentingan bagi organisasi. Fungsi pemberian Kompensasi menurut Mahmudah
Enny W (2019:38-39) adalah sebagai berikut:
1) Pengalokasian Sumber Daya Manusia Secara Efisien
Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik
pada karyawan yang memiliki prestasi baik, akan mendorong para
karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dan mengarah pada pekerjaanpekerjaan yang lebih produktif. Dapat diartikan ada kecenderungan para
karyawan melakukan pergeseran atau berpindah dari yang pemberian
kompensasinya rendah ke tempat kerja yang pemberian kompensasinya
lebih tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.
2) Penggunaan Sumber Daya Manusia Secara Lebih Efisien dan Efektif
Pemberian kompensasi yang tinggi kepada karyawan mengandung
keterkaitan bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan dengan
seefisien dan seefektif mungkin. Karena dengan cara tersebut, organisasi
akan memperoleh manfaat atau keuntungan semaksimal mungkin. Pada
bagian inilah produktivitas karyawan sangat menentukan.
3) Mendorong Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi
Sebagai akibat alokasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam
organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut, diharapkan
bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat
membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung organisasi ikut
andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara.

Tujuan Pemberian Kompensasi


Dalam praktiknya pemberian dan penentuan jumlah kompensasi yang layak
memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan pemberian kompensasi yang efektif
menurut Mahmudah Enny W (2019:37-38) meliputi :
1) Memperoleh SDM yang berkualitas
Kompensasi yang cukup tinggi sangat di butuhkan untuk memberi daya
tarik pelamar. Karena pengusaha berkompentisi untuk mendapatkan
karyawan yang di harapkan, maka tingkat pembayaran harus sesuai.
2) Mempertahankan karyawan yang ada
Para karyawan dapat memutuskan meninggalkan organisasi apabila
kompensasi tidak kompetitif dan tidak sesuai yang mengakibatkan akan
menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi di dalam
perusahaan.
3) Menjamin keadilan
Manajemen kompensasi suatu organisasi akan selalu berupaya agar
keadilan internal dan eksternal dapat berwujud sehingga dapat
menghambat perputaran karyawan.
4) Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan
Pemberian kompensasi hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan
dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku masa depan.
5) Mengendalikan biaya
Sistem kompensasi yang rasional diperlukan untuk membantu perusahaan
memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang
beralasan dengan kinerja yang dimiliki oleh masing-masing karyawannya.
Tanpa adanya manajemen kompensasi efektif, bisa mengakibatkan
terjadinya pemberian gaji karyawan di bayar di bawah atau di atas standar.

Pengertian Kompensasi


Dalam memenuhi tujuan pada sebuah organisasi, diperlukan berbagai sumber
daya salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia sejatinya
adalah makhluk hidup yang memiliki kebutuhan akan melakukan upaya-upaya
untuk memenuhi kebutuhannya dengan bekerja. Manusia membutuhkan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhannya dan organisasi yang membutuhkan manusia untuk
mencapai tujuan organisasinya. Bagi sebagian besar karyawan, harapan untuk
mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, Mereka akan merasa
lebih dihargai apabila menerima berbagai fasilitas dan status lainnya atas
kontribusinya pada organisasi.
Mahmudah Enny W (2019:37) menyatakan kompensasi sebagai bentuk imbal
jasa yang diberikan oleh organisasi pada karyawan sebagai bentuk penghargaan
terhadap kontribusi dan pekerjaan mereka kepada perusahaan, yang mana
penghargaan tersebut dapat berupa finansial yang langsung maupun tidak langsung.
Kompensasi adalah harapan imbal balik karyawan pada pihak perusahaan
sebagai suatu badan yang dapat memuaskan kebutuhannya setelah mencurahkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya. (Hakim, 2014:92)
Menurut T. Hani Handoko dalam Larasati (2018:91), Kompensasi merupakan
bentuk balas jasa perusahaan kepada karyawan melalui pembayaran finansial untuk
tugas yang telah dilaksanakan dan sebagai pendorong untuk melaksanakan kegiatan
pada masa yang akan datang.
Dari beberapa pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan kompensasi
adalah balas jasa yang diberikan perusahaan pada karyawan sebagai bentuk
penghargaan yang diberikan dalam bentuk finansial baik langsung maupun tidak
langsung, sebagai pemberian motivasi bekerja pada karyawan dalam upaya
perusahaan untuk mempertahankan karyawan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi


Dalam setiap tindakan pada organisasi, akan ada faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi. Menurut Steers dalam Dessler (1999:2)
dalam Darmadi (2018:203) komitmen organisasi dapat dilihat dari tiga faktor, yakni
sebagai berikut:
1) Kepercayaan dan penerimaan yang kuat oleh karyawan atas tujuan dan nilainilai yang dimiliki organisasi sebagai salah satu faktor komitmen organisasi.
2) Kemauan karyawan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan dan
tujuan organisasi secara bersama-sama mengakibatkan karyawan
termotivasi untuk bertahan pada organisasi.
1) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan karyawan berkomitmen tinggi
terhadap organisasi tidak diperoleh secara otomatis, tetapi melalui upayaupaya secara nyata khususnya oleh divisi sumber daya manusia

Indikator Komitmen Organisasi


Bashaw (1994:9) dalam Darmadi (2018:204-205) menyebutkan komitmen
organisasional memiliki tiga indikator, yaitu :

1) Kemauan karyawan, artinya karyawan memiliki keinginan dari dirinya
sendiri untuk tetap tinggal pada organisasi.
2) Kesetiaan karyawan, karyawan memiliki rasa empati secara emosional pada
organisasi sehingga memutuskan untuk tetap berada pada organisasi.
3) Kebanggaan karyawan dalam organisasi, karena memiliki identitas diri
yang kuat terhadap organisasi sehingga karyawan merasa bangga pada
organisasi yang membuatnya untu mempertahankan dirinya pada organisasi
tersebut

Pengertian Komitmen Organisasi


Dalam kajian manajemen sumber daya manusia, komitmen organisasi adalah
salah satu fungsi MSDM yang penting dalam mencapai tujuan organisasi.
Komitmen organisasional (organizational commitment) adalah sejauh mana
karyawan yakin dan dapat meneriman tujuan organisasi sehingga memiliki
keinginan untuk tetap tinggal pada organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian
menunjukkan bahwa karyawan yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih
berkomitmen terhadap organisasi. (Mathis & Jackson, 2006:122)
Bashaw & Grant (1994:9) dalam Darmadi (2018:201) menyebutkan komitmen
organisasi merupakan keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan
keanggotan dirinya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi
demi mencapai visi, misi dan tujuan organisasi tersebut.
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasi adalah keterikatan karyawan secara emosional dalam
meningkatkan dirinya terhadap nilai dan tujuan organisasi. Karena hal tersebut
dapat mendorong karyawan untuk memiliki loyalitas yang kuat terhadap organisasi,
sehingga memutuskan untuk tetap tinggal dan bekerja dalam organisasi

Manfaat Budaya Organisasi


Robins (1993) dalam Sutrisno (2018:18) menjelaskan beberapa manfaat
budaya organisasi sebagai berikut :
1) Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga diperlukan
pembatas antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain.
2) Dengan budaya organisasi yang kuat akan menimbulkan rasa memiliki
bagi anggota organisasi karena mereka maerasa memiliki identitas yang
merupakan ciri khas organisasi.
3) Adanya budaya organisasi, diharapkan dapat meningkatkan kepentingan
tujuan bersama daripada kepentingan individu.
4) Menjaga stabilitas organisasi. Komponen-komponen organisasi yang
didekatkan dengan pemahaman budaya yang sama maka akan membuat
kondisi organisasi relatif stabil

Fungsi Budaya Organisasi


Menurut Safaria (2004) dalam Tannady (2017:264), Budaya organisasi
memiliki dua fungsi, yaitu :
1) Sebagai proses integral. Berfungsi sebagai pemersatu SDM dalam
organisasi sehingga dapat terjalin kerjasama yang efektif.
2) Sebagai proses adaptasi eksternal. Berfungsi agar organisasi menjadi lebih
peka terhadap perubahan jaman, persaingan, inovasi dan pelayanan
terhadap konsumen.

Indikator Budaya Organisasi


Menurut Sulaksono (2015:14-15) mengemukakan indikator budaya organisasi
sebagai berikut :
1) Inovatif memperhitungkan resiko, artinya bahwa setiap karyawan diberikan
kesempatan unutuk memberikan perhatian yang sensitif terhadap segala
permasalahan yang mungkin mendapat resiko kerugian bagi kelompok
organisasi secara keseluruhan.
2) Memberikan perhatian pada setiap masalah secara cermat dan detail
didalam melakukan pekerjaan, akan menggambarkan ketelitian dan
kecermatan dari karyawan didalam melaksanakan tugasnya.
3) Berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Supervisi seorang manajer
terhadap bawahannya merupakan salah satu cara manajer untuk
mengarahkan dan mengembangkan mereka. Dengan melakukan supervisi
dapat diuraikan tujuan organisasi dan kelompok serta anggotanya.
4) Berorientasi kepada semua kepentingan karyawan. Keberhasilan dan
kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh tim kerja (Teams work),
dimana kerjasama tim dapat dibentuk apabila manajer dapat melakukan
supervisi dengan baik terhadap bawahannya.
5) Agresif dalam bekerja. Apabila karyawan memiliki performa yang bagus,
semangat dan agresif dalam melakukan pekerjannya maka dapat
menghasilkan produktivitas tinggi yang dapat meningkatkan citra
perusahaan.
6) Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja. Karyawan harus mampu
untuk menjaga kondisi kesehatannya agar tetap prima dalam bekerja,
35
kondisi seperti ini hanya dapat dipenuhi apabila secara teratur
mengkonsumsi makanan bergizi berdasarkan nasehat ahli gizi.

Karakteristik Budaya Organisasi


Menurut Mahmudah Enny W. (2019:46-47), Terdapat 10 (sepuluh)
karakteristik penting yang dapat dipakai sebagai acuan dalam memahami serta
mengukur keberadaan budaya organisasi tersebut, yaitu:
1) Inisiatif individual
Inisiatif individual merupakan tingkat tanggung jawab atau independensi
yang dimiliki setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif
individu tersebut perlu dihargai oleh organisasi atau pimpinan organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan visi,
misi dan tujuan organisasi.
2) Toleransi terhadap tindakan beresiko
Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan
toleransi kepada anggota atau para pegawai untuk dapat bertindak agresif
dan inovatif demi memajukan organisasi serta berani mengambil resiko
terhadap apa yang dilakukannya.
3) Pengarahan
Pengarahan dalam hal ini dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran
dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi.
Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
4) Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong sub
unitnya untuk bekerja dengan cara yang terkontrol dan terkoordinasi.
Kekompakan sub unit organisasi dalam melakukan pekerjannya dapat
mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang diperoleh.
5) Dukungan manajemen
Dukungan maanjemen ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana para
manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta
dukungan yang jelas terhadap bawahan. Kelancaran kinerja dalam suatu
organisasi dapat dipengaruhi oleh perhatian manajemen terhadap
pegawainya.
6) Alat kontrol
Peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi
dapat digunakan sebagai pengontrol diri. Karena itu diperlukan sejumlah
peraturan dan tenaga pengawas yang biasanya dilakukan oleh atasan
langsung, yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan
perilaku pegawai dalam suatu organisasi.
7) Identitas
Manajemen dalam suatu organisasi sangat terbantu apabila para pegawai
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan bukan sebagai
suatu kelompok kerja tertentu.
8) Sistem imbalan
Sistem imbal balik dimaksudkan sejauh mana pengalokasian imbal balik
(seperti kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) yang diterima oleh pegawai
atas dasar prestasi kerja pegawai, bukan karena senioritas atau pilih kasih.
9) Toleransi terhadap konflik
Toleransi ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana para pegawai berani
untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan
pendapat dan kritik merupakan fenomena yang sering terjadi pada
organisasi namun bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan
atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
10) Pola komunikasi
Dimaksudkan untuk melihat sejauh mana komunikasi yang terjadi pada
organisasi, yang sering dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Terkadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri

Pengertian Budaya Organisasi


Implementasi budaya organisasi akan membentuk nilai atau citra dari suatu
organisasi, baik atau tidak baiknya budaya didalam organisasi akan menjadi cermin
yang memperlihatkan kondisi internal perusahaan. Budaya organisasi yang baik
tentu akan menciptakan kinerja SDM yang baik, dan pada akhirnya akan
mempengaruhi karyawan untuk tetap bertahan pada organisasi tersebut.
Budaya organisasi (organizational culture) merupakan keadaan sosial atau
peraturan yang tidak tampak dan diterima oleh suatu kelompok organisasi secara
tidak sadar yang menentukan bagaimana kelompok organisasi tersebut merasakan,
memikirkan dan reaksinya terhadap lingkungan yang beragam dan aktivitasnya
dalam bekerja. Robert Kreitner & Angelo Kinicki (2014:62) dalam (Mahmudah
Enny W., 2019:45)
Menurut Wibowo (2016: 8) dalam Tannady (2017:247) mengemukakan,
Budaya organisasi adalah kegiatan sekelompok orang yang melakukan interaksi
satu sama lain dimana interaksi tersebut mencerminkan persepsi umum yang
dilakukan oleh seluruh anggota organisasi yang menjadi acuan budaya didalam
organisasi.
Sutrisno (2018:1-2) mendefinisikan, “Budaya organisasi adalah suatu
perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi
(asumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati tanpa sadar
dan diikuti oleh seluruh anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan
pemecahan masalah-masalah organisasinya”.
Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai, keyakinankeyakinan dan norma-norma yang terbentuk secara tidak sadar yang digunakan
sebagai pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga
perilakunya di dalam suatu organisasi sebagai pedoman pemecahan masalah dan
sebagai pembeda dari organisasi lainnya

Pengaruh Work-Life Balance (X) Terhadap Retensi Karyawan (Y) Melalui Variabel Mediasi Persepsi Dukungan Organisasi (Z)


Pada penelitian ini, WLB dihipotesiskan memiliki pengaruh terhadap retensi
karyawan melalui mediator yaitu POS. Dalam penelitian yang dilakukan pada
karyawan PT Bank SulutGo, memberikan hasil dukungan organisasi dapat dengan
baik menjadi mediator dalam hubungan antara WLB dan retensi karyawan (Hassan
et al., 2022). Kemudian penelitian sebelumnya semakin terdukung yang
menunjukkan jika karyawan mencapai WLB, maka mereka akan merasa sejahtera
dalam bekerja dan peluang untuk berhenti dari perusahaan semakin kecil, hal ini
menggambarkan jika dukungan organisasi tinggi dengan memperhatikan
kesejahteraan karyawan maka retensi karyawan semakin tinggi (Fitria & Linda,
2019)

Pengaruh Work-Life Balance (X) Terhadap Persepsi DukunganOrganisasi (Z)


Pada penelitian ini, work-life balance atau WLB dihipotesiskan memberikan
pengaruh terhadap persepsi dukungan organisasi. Jika dalam budaya dan
lingkungan perusahaan mendukung adanya keseimbangan kehidupan antara urusan
pribadi dan urusan pekerjaan, maka hal tersebut dapat memberikan pandangan
tersendiri bagi karyawan, karyawan menganggap bahwa perusahaan memang
memperhatikan apa yang dibutuhkan karyawan (Hung & Chen, 2020). Penelitian
sebelumnya juga memberikan hasil bahwa PDO berpengaruh positif terhadap worklife balance, semakin besar dukungan yang diberikan, semakin besar juga
pengaruhnya terhadap work-life balance (Puspitasari & Ratnaningsih, 2019).
Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa memang terdapat pengaruh yang baik
atau positif antara WLB dengan dukungan organisasi (Gayathri & Sajeethkumar,
2019)

Pengaruh Work-Life Balance (X) Terhadap Retensi Karyawan (Y)

Pada penelitian ini, work-life balance atau WLB dihipotesiskan memberikan
pengaruh terhadap retensi karyawan. Jika perusahaan memberi kebijakan yang baik
mengenai work-life balance, maka kenyamanan dalam bekerja yang dirasakan
karyawan akan semakin tinggi sehingga perusahaan memperoleh loyalitas
karyawan (Shanta, 2019). Hal ini didukung oleh hasil penelitian (Nurmalitasari,
2021), work-life balance berpengaruh positif signifikan kepada retensi karyawan.
Penerapan WLB memberikan pengaruh pada karyawan khususnya dalam turnover
intention, retensi merupakan sebuah upaya dalam mengatasi turnover (Mahardika et
al., 2022).

Indikator Persepsi Dukungan Organisasi


Menurut Einsberger et al., (1986), variabel persepsi dukungan organisasi
memiliki beberapa indikator, yaitu sebagai berikut:
1). Penghargaan, indikator ini merujuk pada tanda-tanda atau faktor-faktor yang
menggambarkan tingkat pengakuan, penghargaan, dan apresiasi yang
dirasakan oleh setiap karyawan terhadap dukungan organisasi.
2). Dukungan atasan, indikator ini merujuk pada faktor-faktor yang
menggambarkan tingkat dukungan, bimbingan, dan interaksi yang dirasakan
oleh karyawan terhadap atasan mereka di tempat bekerja.
3). Kondisi kerja, indikator ini merujuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi karyawan tentang lingkungan kerja mereka. Hal ini mencakup
kenyamanan yang dirasakan mengenai lingkungan di tempat bekerja.
4). Kesejahteraan karyawan, indikator ini mencerminkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang melibatkan aspek-aspek
seperti kesehatan fisik, emosional, dan sosial karyawan.

Persepsi Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support)


Persepsi Dukungan Organisasi (PDO) pada dasarnya dapat menjadi awal
mula adanya sebuah proses sosial dalam sebuah organisasi, terkait dengan
bagaimana rasa tanggung jawab seseorang untuk mendukung organisasi sehingga
mampu mencapai tujuan (Maan et al., 2020). Perceived Organizational Support
atau POS dapat memberikan pengaruh pada karyawan agar mampu bekerja
dengan baik dan memenuhi kewajibannya atas apa yang sudah diberikan oleh
perusahaan (Chen & Eyoin, 2021). PDO dapat menunjukkan besarnya tanggung
jawab perusahaan terhadap karyawan, sehingga karyawan mampu meningkatkan
rasa hormat dan memberikan kepercayaan pada perusahaan yang pada akhirnya
karyawan dapat lebih terbuka dalam berbagi pengetahuan satu sama lain (Jia et
al., 2019). Dengan besarnya dukungan organisasi, maka akan menimbulkan
perasaan untuk harus berkomitmen dan sangat penting untuk memenuhi
kewajiban dalam diri karyawan, sehingga mampu menunjukkan perilaku yang
mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya dengan cepat (Khairina, 2022).
Dasar Teori Dukungan Organisasi (Eisenberger et al., 2020), mengatakan
jika karyawan mempunyai sebuah pandangan yang baik terkait dukungan
organisasi ketika mereka menyadari dan merasakan adanya bonding yang positif
dari perusahaan, yaitu dengan menghargai dan memperhatikan karyawan. Dengan
adanya persepsi dukungan organisasi atau Perceived Organizational Support
(POS), maka akan meningkatkan kontribusi dan loyalitas karyawan
terhadap perusahaan. Penelitian Eisenberger tersebut menjadi penelitian pertama
yang membahas tentang POS pada 361 tenaga kerja. Seiring berjalannya waktu,
banyak peneliti-peneliti lain yang kemudian melakukan penelitian terkait POS
sehingga Eisenberger kembali melakukan penelitian (2020) mengenai POS
dengan menyesuaikan kondisi dan perubahan yang sudah terjadi. Pada intinya,
dapat disimpulkan bahwa POS adalah suatu pendapat, pemikiran, atau keyakinan
dari karyawan terhadap organisasi yang memberikan dukungan penuh demi
kesejahteraan karyawan.

Indikator Work-Life Balance


Indikator-indikator yang ada dalam work-life balance menurut Hudson,
(2005), antara lain:
1). Time Balance, atau keseimbangan waktu adalah waktu yang sama dan
seimbang yang dicurahkan karyawan untuk bekerja dan kehidupan pribadi,
termasuk keluarga, teman, dan kerabat.
2). Involvement Balance, Keseimbangan partisipasi adalah tingkat partisipasi
psikologis, atau peran yang setara dan seimbang yang dimiliki pekerja dalam
peran pekerjaan dan keluarga.

Work-Life Balance (WLB)


Menurut Ula et al., (2019), work-life balance adalah situasi dimana
seseorang mampu terlibat dan berperan dengan imbang antara urusan pekerjaan
maupun kehidupan pribadi tanpa mengalami konflik atau kendala. Work-life
balance adalah sebuah siatuasi yang menggambarkan seseorang mampu
berkomitmen untuk melakukan tugas-tugasnya juga bertanggung jawab pada
keluarga dan urusan di luar pekerjaan lainnya (Ninaus et al., 2021). Berdasarkan
kesimpulan yang dibentuk oleh Mulang (2022), Work-life balance adalah ketika
seseorang mampu menetapkan apa yang menjadi prioritas atau dengan kata lain
mampu bertanggung jawab dalam kehidupannya terkait urusan keluarga atau
pribadi dengan urusan mengenai pekerjaan sehingga merasakan kepuasan dalam
dirinya. Kesimpulannya, work-life balance adalah konsep yang mengacu pada
upaya untuk mencapai keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan
kebutuhan pribadi seperti keluarga, kesehatan, rekreasi, dan hobi. Hal ini menjadi
suatu topik yang perlu diberi perhatian penuh bagi perusahaan dalam kehidupan
modern karena banyak orang mengalami tekanan dari tuntutan pekerjaan yang
tinggi dan urusan pribadi yang cukup padat. Konsep ini menekankan pentingnya
untuk memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi di luar
pekerjaan.

Indikator Retensi Karyawan


Di dalam retensi karyawan, tentu terdapat faktor-faktor yang menjadi
penyebab harus adanya retensi karyawan. Di penelitian ini, tentu indikator
menjadi hal yang sangat diperlukan. Menurut Mathis & Jackson (2016) dalam
Nurmalitasari (2021), yang menjadi indikator retensi karyawan, antara lain:
1). Pengembangan karir, hal ini merujuk pada peluang yang disediakan
organisasi bagi karyawan untuk mengembangkan keterampilan dan
pengalaman kerja mereka, serta kemajuan karir di dalam organisasi tersebut.
Pengembangan karir mencakup berbagai hal, seperti promosi, rotasi
pekerjaan, penugasan proyek, mentoring, dan coaching. Karyawan yang
merasa bahwa mereka memiliki peluang untuk mengembangkan karir
mereka di dalam organisasi, akan lebih cenderung untuk tetap tinggal dan
berkontribusi dalam jangka panjang.
2). Waktu bertemu keluarga, hal ini mengacu pada seberapa banyak waktu
yang dapat dihabiskan oleh karyawan bersama keluarga mereka di luar jam
kerja. Hal ini penting karena karyawan seringkali memiliki peran ganda
sebagai karyawan dan anggota keluarga, dan kepuasan mereka dengan
kehidupan keluarga dapat mempengaruhi tingkat retensi di tempat kerja.
Organisasi dapat menawarkan kesempatan kepada karyawan untuk
menyusun jadwal kerja mereka sehingga karyawan dapat memanfaatkan
waktu dengan keluarga secara maksimal. Kesempatan tersebut dapat berupa
memberikan fleksibilitas waktu, seperti jam kerja yang lebih pendek atau
fleksibilitas dalam memilih jam kerja, atau memberikan cuti keluarga yang
dapat diambil oleh karyawan ketika mereka membutuhkannya. Organisasi
yang dapat mengakomodasi kebutuhan keluarga karyawan dapat dianggap
sebagai tempat kerja yang lebih baik dan dapat menarik lebih banyak
karyawan yang berkualitas tinggi.
3). Waktu kehidupan pribadi, yaitu waktu yang ingin dihabiskan untuk
menjalankan kegiatan yang menyenangkan diri sendiri. Karyawan seringkali
memiliki kebutuhan dan minat yang beragam di luar pekerjaan, seperti
kegiatan olahraga, kesenian, atau menghabiskan waktu bersama temanteman. Karyawan yang berhasil mencapai keseimbangan kehidupan kerja
condong lebih menikmati kehidupan mereka, sehingga dapat membantu
meningkatkan retensi karyawan.

Retensi Karyawan (Employee Retention)


Ketika perusahaan memiliki permasalahan dalam turnover karyawan yang
tinggi, maka yang perlu dilakukan adalah meretensi karyawan. Retensi karyawan
mengacu pada jumlah karyawan yang bekerja di sebuah organisasi dalam periode
waktu yang ditentukan (Pratiwi et al., 2020). Retensi sangat besar kaitannya dengan
perputaran masuk dan keluarnya karyawan dalam perusahaan (Suta & Ardana,
2019). Retensi karyawan tidak hanya berfungsi untuk menjaga keberadaan
karyawan berkualitas baik agar tetap bekerja di perusahaan, melainkan juga dapat
meningkatkan kepuasan kerja yang dirasakan karyawan (Sukmadewi & Dewi,
2020). Retensi karyawan merupakan langkah yang atau kebijakan yang tepat untuk
diterapkan oleh perusahaan karena dapat meningkatkan perkembangan organisasi
(Sawaneh & Kamara, 2019). Kesimpulan secara garis besar dari retensi karyawan
adalah suatu konsep dalam manajemen sumber daya manusia yang mengacu pada
upaya perusahaan untuk mempertahankan karyawan mereka di organisasi tersebut
untuk waktu yang lama demi mengurangi tingkat keluar-masuk atau turnover yang
besar, dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi. Retensi tidak hanya
mencakup upaya perusahaan untuk mempertahankan karyawan yang berkinerja
tinggi, tetapi juga mencakup upaya untuk meningkatkan motivasi, loyalitas, dan
keterlibatan karyawan. Selain itu retensi karyawan menjadi sangat penting karena
perusahaan dapat menghemat biaya yang besar jika dapat mempertahankan
karyawan yang berkualitas dan berpengalaman dalam periode waktu yang panjang.
Selain itu, perusahaan yang memiliki karyawan yang loyal da dapat meningkatkan
reputasi mereka di kalangan karyawan dan di mata publik secara umum

Pengaruh lingkungan kerja yang mendukung terhadap retensikaryawan dengan keterlibatan organisasi sebagai mediator.

Keterlibatan berfungsi sebagai variabel mediasi antara kondisi kerja dan
hasil kerja (Maslach et al. 2001 dalam Subhash et al. 2016). Karyawan yang
terlibat dapat didukung dengan lingkungan kerja yang positif. Lingkungan kerja
yang mendukung merupakan salah satu bagian dari kondisi kerja, seperti suasana
yang dirasakan karyawan, hubungan pengawasan dengan atasan, interaksi dengan
rekan kerja dan dukungan yang dirasakan karyawan.
Saks (2006) menyatakan keterlibatan organisasi memediasi pengaruh
antara acuan organisasi seperti karakteristik pekerjaan, penghargaan dan
pengakuan, persepsi dukungan atasan, persepsi dukungan organisasi, keadilan
prosedural, dan keadilan distributif pada hasil organisasi seperti kepuasan kerja,
niat untuk berhenti, komitmen organisasi dan perilaku keanggotaan organisasi.

Peran keterlibatan organisasi berpengaruhterhadap retensi karyawan.

Allen et al. (2003) dan de Lange et al. (2008) dalam Subhash et al. (2017)
menyatakan tenaga kerja yang terlibat dan berkomitmen dapat memberikan
manfaat yang berlimpah bagi organisasi secara jelas dapat mengurangi tingkat
turnover menjadi lebih rendah dan memberikan efek pengurangan pada absensi.
Kepercayaan yang diberikan manajemen senior dan keadilan prosedural
adalah prediktor signifikan dari keterlibatan organisasi (Malinen et al., 2013).
Penelitian tersebut juga menyatakan karyawan yang memiliki kepercayaan dari
manajemen senior menunjukkan tingkat keterlibatan yang tinggi pada organisasi
sehingga meningkatkan retensi karyawan atau niat yang lebih rendah untuk keluar
dari organisasi.
Scahufeli dan Bakker (2004) dalam Subhash et al. (2017) menemukan
keterlibatan karyawan berhubungan negatif dengan intensi turnover karyawan.
Keterlibatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil organisasi,
efisiensi karyawan, dan retensi karyawan (Subhash et al., 2017). Berdasarkan
uraian tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

Lingkungan kerja berpengaruh signifikan dan positifterhadap keterlibatan organisasi.

Lingkungan kerja yang mendukung sehubungan dengan fleksibilitas
dalam pekerjaan dan kebijakan antara kehidupan dan kerja yang mendukung
adalah prediktor terbaik pada keterlibatan dan retensi yang diharapkan (Juhdi et
al.., 2013 dalam Subhash et al., 2017). Karyawan yang terlibat terlihat lebih
berkomitmen kepada organisasi dan membawa hasil bisnis yang baik (Richman et
al., 2008 dalam Subhash et al., 2017).
Penelitian Richman et al. (2008) dalam Subhash et al. (2017) menyatakan
keterlibatan organisasi dapat ditingkatkan melalui persepsi keadilan di dalam
organisasi, kecocokan antara pekerjaan dengan karyawan dan dukungan
organisasi yang dirasakan karyawan. Subhash et al., (2017) menyatakan untuk
mempertahankan karyawan yang berharga, organisasi perlu menciptakan
lingkungan yang sesuai antara pekerjaan dengan karyawan, menyediakan
pengembangan karier, dan peluang pertumbuhan yang luas bagi karyawan. Shuck
et al. (2010) dalam Subhash et al. (2017) menyatakan lingkungan kerja seperti
hubungan dengan rekan kerja, hubungan pengawasan, kebijakan dan prosedur
organisasi dari iklim kerja yang positif akan membuat karyawan semakin terlibat
dalam organisasi.

Lingkungan kerja berpengaruh terhadap retensi karyawan.

Ramlall (2003) dalam Subhash et al. (2017) telah menyatakan orangorang bersedia bekerja dalam suatu lingkungan organisasi yang memiliki suasana
yang menyenangkan dan kontribusi karyawan dapat dihargai dengan baik. Hasil
penelitian dari Dawson dan Abbott (2011) dalam Subhash et al. (2017)
menunjukkan mempekerjakan orang yang tepat dan menempatkan karyawan
dalam budaya organisasi yang tepat meningkatkan keunggulan kompetitif
organisasi dan mengurangi pergantian karyawan.
Karyawan lebih cenderung bertahan ketika ada lingkungan kerja yang
positif, berlaku juga sebaliknya (Ghosh et al., 2013 dalam Subhash et al., 2017).
Lingkungan kerja yang buruk atau tidak mendukung karyawan dalam
pekerjaannya baik relasi dengan rekan kerja, dengan atasan maupun kebijakan
dalam pekerjaan yang terlalu dogmatis akan membuat karyawan meninggalkan
perusahaan.
Lingkungan kerja yang mendukung bukan hanya didukung dari
lingkungan kerja fisik, seringkali lingkungan kerja non fisik justru menjadi yang
paling memengaruhi semangat dan kenyamanan karyawan dalam bekerja di
perusahaan.

Retensi Karyawan


Retensi merupakan proses di mana karyawan terdorong untuk tetap
bersama organisasi (Mathis dan Jackson, 2008 dalam Robbani, 2012). Usaha
untuk mempertahankan karyawan seharusnya adalah hal penting bagi organisasi,
sehingga perlu memberikan perhatian khusus kepada SDM secara berkelanjutan.
Menurut Sandhya dan Kumar (2011) retensi karyawan adalah proses dimana
karyawan didorong untuk bertahan dengan perusahaan dalam jangka waktu yang
lama. Karyawan yang telah berkontribusi banyak bagi perusahaan dan telah
mengenal perusahaan dengan baik menjadi salah satu SDM yang perlu
diperhatikan dan dipertahankan di perusahaan. Retensi karyawan merupakan
elemen penting bagi perusahaan karena menjadi salah satu penggerak utama
perusahaan untuk meningkatkan mutu perusahaan.
Curtis dan Wright (2001) dalam Robbani (2012) mengatakan indikator
terpenting dari retensi karyawan adalah komitmen organisasional. Karyawan
dengan komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki rasa tanggung jawab
yang besar terhadap perusahaan, selain itu karyawan akan menjaga nama baik
organisasi ketika berada di luar perusahaan. Banyak faktor yang dapat membuat
karyawan bertahan lebih lama pada perusahaan, salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh para manajer SDM selain memberikan kesejahteraan dan karier
yang menjanjikan bagi karyawan, yaitu dengan adanya rasa menghargai dan
menghormati yang ditunjukkan oleh atasan terhadap karyawan di perusahaan,
keterbukaan dalam komunikasi antara atasan dan bawahan serta komunikasi yang
baik antar karyawan di setiap departemen yang ada di perusahaan.
Tidak sedikit perusahaan yang mengalami kesulitan dalam mencapai
tujuan perusahaan hanya karena permasalahan di bagian departemen SDM,
sehingga kinerja di dalam perusahaan menjadi terhambat dan menghabiskan
waktu untuk mengatur karyawan perusahaan yang bermasalah. Sumarni (2011)
dalam Eddy dan Milly (2016) mengatakan program retensi karyawan yang buruk
akan meningkatkan turnover dalam perusahaan, jika karyawan mendapatkan apa
yang karyawan inginkan, maka hal tersebut akan meningkatkan kinerja
perusahaan. Retensi karyawan menjadi tugas penting bagi manajer SDM jika
ingin menjaga keseimbangan antara kebutuhan karyawan dan kualitas
perusahaan. Stabilitas kinerja yang baik ditunjukkan dengan tercapainya tujuan
organisasi dan perusahaan memiliki target yang berkelanjutan

Lingkungan Kerja Non Fisik


Sedarmayanti (2011) dalam Pangarso dan Ramadhyanti (2015)
menyatakan lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang
terjadi berkaitan dengan hubungan sesama rekan kerja, ataupun
hubungan dengan bawahan. Hubungan kerja dibagi menjadi dua:
a. Hubungan kerja dengan rekan kerja
Hubungan kerja yang baik sangat penting bagi karyawan,
komunikasi yang baik sangat diperlukan bagi karyawan agar dapat
meningkatkan kualitas kerja karyawan karena diharapkan
karyawan dapat saling bekerja sama dan saling membantu untuk
meringankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan.
b. Hubungan kerja antar karyawan dengan pimpinan
Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh bagi
karyawan dalam melaksanakan aktivitas. Sikap saling bersahabat,
saling menghormati antara atasan dengan bawahan dapat
memberikan suasana yang hangat di dalam perusahaan dan
meningkatkan semangat kerja bagi karyawan, hal ini yang
membuat perusahaan lebih mudah mencapai visi organisasi.
Lingkungan kerja yang mendukung menjadi salah satu faktor yang harus
diperhatikan agar karyawan senang dalam melakukan pekerjaannya. Ketika
karyawan telah nyaman dengan lingkungan kerjanya, maka menjadi salah satu
alasan kuat karyawan untuk tidak meninggalkan perusahaan.
Ghosh dan Sahney (2011) dalam Subhash et al. (2017) telah
mengeksplorasi organisasi sosial seperti hubungan pengawasan, interaksi dengan
rekan kerja, kecocokan karyawan dengan organisasi dan subsistem teknis seperti
pekerjaan manajerial, dukungan teknologi dan dukungan organisasi yang
dirasakan memiliki dampak signifikan terhadap pekerjaan manajerial. Beberapa
hal terkait dengan lingkungan kerja yang mendukung penelitian ini adalah:
a) Suasana yang dirasakan
Suasana yang dirasakan oleh karyawan dalam lingkungan kerja
menjadi hal utama yang perlu diperhatikan, bagaimana atasan
memperlakukan karyawan dengan baik, mengakui serta menghargai
karyawan dan saling memberi kepercayaan akan membuat karyawan
merasa dihargai ketika bekerja.
b) Hubungan pengawasan
Hubungan pengawasan memainkan peran nyata dalam menilai
kinerja karyawan (Lancaster dan Milia, 2015 dalam Subhash et al.,
2017). Pengawas yang langsung melihat kondisi lapangan yang ada di
perusahaan akan lebih baik dan objektif dalam menilai kinerja karyawan,
selain dapat berinteraksi langsung dengan karyawan dan mempererat
hubungan dengan karyawan. Hubungan superior-bawahan yang positif
dalam hal berbagi, feedback, berbagi informasi, penilaian kinerja,
pengakuan, timbal balik, kepercayaan dan kerja sama dapat secara
signifikan meningkatkan retensi manajerial (Ghosh dan Sahney, 2011
dalam Subhash et al., 2017).
c) Interaksi dengan rekan kerja
Komunikasi yang terjalin dengan baik antar karyawan menjadi
salah satu hal penting yang dapat membuat karyawan merasa lebih
nyaman dalam bekerja. Hubungan yang baik antar karyawan juga akan
memengaruhi niat karyawan untuk tetap tinggal di dalam organisasi.
d) Persepsi dukungan organisasi
Robbins dan Coulter (2010) menyatakan persepsi dukungan
organisasi adalah keyakinan yang dimiliki karyawan jika organisasi dapat
menghargai kontribusi karyawan dan peduli dengan kesejahteraan
karyawan. Apabila karyawan merasa cukup dengan dukungan organisasi
yang dirasakan, maka akan mengurangi perputaran karyawan dan
kepuasan kerja akan meningkat

Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Karyawan Terhadap Retensi Karyawan


Terdapat keterkaitan antara kepuasan kerja dan kertelibatan kerja karena
kerdua variabel tersebut bisa menjadi faktor untuk meningkatkan retensi
karyawan. Antara variabel kepuasan kerja dan variabel keterlibatan karyawan
sama – sama bertujuan untuk membuat seorang karyawan merasa nyaman saat
bekerja.
Dan hal tersebut dapat dilihat pada penelitian Donna Carnahan CRNA,
MS (2013), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa antara kepuasan kerja dan
keterlibatan karyawan sangat berpengaruh secara positif terhadap peningkatan
retensi. Pada penelitian ini mengemukakan bahwa dengan memberikan kepuasan
dan keterlibatan akan meningkatkan retensi karyawan secara signifikan.

Pengaruh Keterlibatan Karyawan Terhadap Retensi Karyawan


Keterlibatan kerja, bisa menjadi peningkat retensi karyawan pada sebuah
perusahaan, karena saat karyawan merasa mereka dianggap oleh perusahaan dan/
supervisor mereka akan lebih loyal dengan perusahaan. Hal tersebut bisa dilihat
pada penelitian Desak Made Yuni Astuti dan A.A. Sagung Kartika Dewi
(2019), mengemukakan bahwa keterlibatan berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap retensi karyawan, dapat dilihat pada penelitian ini bahwa
besarnya kesediaan karyawan dalam mempromosikan rasa bangganya terhadap
perusahaan kepada orang lain serta banyaknya karyawan yang merasa terinspirasi
akan cara perusahaan menjalankan bisnisnya sehari-hari akan menimbulkan
tindakan-tindakan karyawan yang dapat membantu perusahaan dalam mencapai
keberhasilan, dimana hal ini mengindikasikan tingginya keinginan karyawan
untuk bertahan pada perusahaan sehingga dapat meningkatkan retensi karyawan

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Retensi Karyawan


Kepuasan kerja adalah salah satu faktor yang bisa mempengaruhi retensi
karyawan, karena dengan terlalu puasnya karyawan terhadap perusahaan maka
kemungkinan retensi bisa terjadi. Pada penelitian Lisdayanti (2015) kepuasan
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap retensi karyawan, pada
penelitian ini mengemukakan bahwa cara untuk menaikan tingkat retensi adalah
dengan memberikan kepuasan pada karyawannya, salah satunya adalah dengan
memberikan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi.

Faktor – Faktor Yang Bisa Menaikan Retensi


Cushway (2002), mengemukakan jenis usaha untuk meretensi karyawan
disuatu perusahaan yaitu:

  1. Upah dan fasilitas, upah dan fasilitas harus adil karena ketidak puasan
    dapat tumbuh bila mereka merasa diperlakukan tidak sama dengan
    rekannya. Demikian juga apabila organisasi tidak menggaji sebaik dengan
    apa yang ditawarkan kompetitor/pesaing lain, maka lama – kelamaan akan
    kehilangan pegawai.
  2. Pengakuan dan prospeks, setiap ada kesempatan pimpinan harus
    memberikan apresiasi atas pekerjaan yang telah diselesaikan karyawannya.
    Karyawan yang efektif sedapat mungkin dipromosikan tetapi harus
    didukung oleh keterampilan keahlian untuk pekerjaan berikutnya.
  3. Kondisi kerja, kondisi kerja yang buruk akan menyebabkan ketidak
    puasan.
  4. Desain kerja, pekerjaan sebaiknya dirancang untuk memenuhi kebutuhan
    individu dan harus memungkinkan adanya variasi minat dan kesempatan
    untuk belajar dan tumbuh, jika tidak maka kekecewaan yang muncul dan
    memungkinkan karyawan memilih keluar.
  5. Hubungan kerja, hubungan kerja yang buruk akan menyebabkan
    kekecewaan dan mengakibatkan ketidakhadiran serta keluarnya karyawan.
  6. Kinerja, jika manusia merasa tidak cukup dan hatinya tidak berada di
    pekerjaannya, maka secara moral mereka akan menderita, maka dari itu
    mereka harus diberi petunjuk yang jelas apa yang diharapkan dari mereka
    serta diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.
  7. Perjanjian, jika manusia tidak merasa bertanggung jawab terhadap
    organisasi, maka mereka akan mencari kesibukan sendiri. Tugas
    pimpinanlah untuk menjelaskan tujuan dari organisasi dan berusaha
    mendapat tanggung jawab mereka.
  8. Promosi dan seleksi yang buruk, mengangkat seorang karyawan yang
    tidak siap untuk suatu pekerjaan akan menyebabkan tingginya keluarnya
    karyawan.
  9. Harapan, jika adanya pengharapan akan ada kemajuan di dalam organisasi
    atau tersedianya imbalan, namun kemudian tidak terpenuhi, akan muncul
    ketidakpuasan dan menambah keluarnya karyawan

Faktor – Faktor Penyebab Retensi Karyawan


Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh
Mathis dan Jackson (2006:128) sebagai berikut:

  1. Komponen organisasi
    Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam
    memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Perusahaan yang
    memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda memiliki tingkat retensi
    karyawan lebih tinggi. Strategi, peluang dan manajemen organisasional di mana
    organisasi memiliki perencanaan masa depan dan tujuan yang ditetapkan dengan
    jelas juga berpengaruh terhadap tingginya angka retensi karyawan. Serta
    organisasi dengan karyawan yang merasa dikelola dengan baik dan memiliki
    kontinuitas dan keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka retensi
    karyawan yang lebih tinggi.
  2. Peluang karir organisasi
    Usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat
    retensi karyawan secara signifikan. Peluang untuk perkembangan pribadi
    memunculkan alasan mengapa individu mengambil pekerjaannya saat ini dan
    mengapa mereka bertahan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan
    karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan
    bimbingan karir terhadap karyawan, serta perencanaan karir formal di dalam suatu
    organisasi.
  3. Penghargaan
    Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan
    tunjangan. Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau
    keluar dari organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. Karyawan
    cenderung bertahan apabila memperoleh penghargaan yang kompetitif.
    Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan
    tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap
    karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.
    31
  4. Rancangan tugas dan pekerjaan
    Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
    dan pekerjaan yang dilakukan. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus
    memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja
    karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan non-fisik), dan keseimbangan
    kerja/kehidupan karyawan.
  5. Hubungan Karyawan
    Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan
    pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan
    karyawan termasuk perlakuan adil/tidak diskriminatif bagi setiap karyawan,
    dukungan yang berasal dari supervisor/manajemen, serta hubungan karyawan
    dengan sesama rekan kerja.

Definisi Retensi Karyawan


Ketidakmampuan untuk mempertahankan karyawan menyebabkan
perputaran karyawan yang mengganggu dan cukup memakan banyak biaya untuk
setiap organisasi. Berkaitan dengan upaya perusahaan untuk meminimalkan
tingkat perputaran karyawan, Departemen SDM (Sumber Daya Manusia)
memiliki tugas yang sangat penting, yakni menciptakan retensi karyawan.
Retensi karyawan didefinisikan oleh Mathis dan Jackson (2006:126)
sebagai suatu bentuk upaya untuk mempertahankan karyawan, di mana hal
tersebut telah menjadi persoalan utama dalam banyak organisasi karena beberapa
alasan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), istilah retensi terkait dengan
istilah perputaran karyawan yang berarti proses karyawan meninggalkan
organisasi dan harus digantikan.
Retensi karyawan memiliki pengertian yang beragam, dalam penelitian
Neog & Barua (2015) dikatakan retensi karyawan adalah sebagai kebijakan dan
praktik yang digunakan organisasi untuk menghindarkan karyawan yang berharga
keluar dari pekerjaan mereka.
Hal berbeda ditemukan pada penelitian Oyoo et al., (2016) yang
mengatakan retensi karyawan adalah sebuah proses dimana karyawan didorong
untuk tetap tinggal diorganisasi selama periode maksimum atau sampai selesainya
proyek.
Retensi Karyawan Menurut Ragupathi (2013) merupakan salah satu teknik
yang digunakan oleh pihak manajemen untuk bisa membuat karyawan itu tetap
berada dalam suatu organisasi di dalam jangka waktu yang cukup lama.
Retensi Karyawan Menurut Karthi dalam Halimatus Sa’diyah S
Anugrahini Irawati Faidal (2017) Pengertian retensi karyawan ini merupakan
suatu proses yang mana karyawan itu didorong untuk tetap berada dalam sebuah
organisasi sampai proyeknya itu selesai atau di dalam periode maksimum.
Apabila ditelusuri lagi tentang definisi retensi karyawan, redaksionalnya
akan berbeda-beda. Pada intinya, retensi karyawan adalah strategi perusahaan atau
organisasi yang digunakan untuk mempertahankan karyawan untuk kemudian
memberi manfaat baik finansial maupun non finansial bagi perusahaan

Indikator Keterlibatan Karyawan


Terdapat 6 indikator yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya
keterlibatan kerja menurut Istijanto (2005 : 99) yaitu :

  1. Aktif Berpartisipasi
    Aktif berpartisipasi di dalam sebuah pekerjaan menunjukkan keikutsertaan
    yang tinggi dan perhatian terhadap pekerjaannya.
  2. Mengutamakan Pekerjaan
    Seorang individu menunjukkan bahwa pekerjaannya adalah yang utama
    dan diprioritaskan dan akan terus berusaha yang terbaik dalam
    menyelesaikan pekerjaannya dan individu tersebut menganggap bahwa
    pekerjaannya merupakan hal yang menarik di dalam kehidupannya dan
    patut untuk diutamakan.
  3. Pekerjaan Merupakan Harga Diri
    Seorang karyawan melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang sangat
    penting bagi dirinya dan karyawan tersebut mengganggap bahwa
    pekerjaannya merupakan harga dirinya.
  4. Keterlibatan Mental dan Emosi
    Keterlibatan di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya terkait dengan
    keterlibatan kegiatn fisik tetapi juga keterlibatan mental dan emosional di
    dalam sebuah pekerjaan.
  5. Tanggung Jawab
    Tanggung jawab seorang karyawan terhadap pekerjaan yang terdapat di
    dalam suatu perusahaan yang harus diselesaikan secara individu maupun
    kelompok.

Faktor – Faktor Keterlibatan Karyawan


Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan kerja.
Dimana keterlibatan kerja berhubungan dengan beberapa faktor pribadi dan
organisasi seperti yang dikemukakan oleh Schultz & Schultz (2020) antara lain
adalah:
A. Faktor Pribadi
Karakteristik pribadi penting dalam keterlibatan kerja, di antaranya meliputi:
usia, jenis kelamin, pendidikan, kebutuhan untuk berkembang, lama kerja, dan
keyakinan dalam etos kerja.
B. Faktor Organisasi
Faktor-faktor yang terkait tingkah laku pemimpin dan proses pengambilan
keputusan berhubungan dengan keterlibatan kerja. Komitmen organisasi tinggi
termasuk pengayaan pekerjaan, otonomi, kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan, dan sikap positif terhadap kelompok kerja akan memberi performa
yang baik dalam pekerjaannya.

Dimensi Keterlibatan Karyawan


Ada tiga keadaan psikologis yang dikemukakan oleh Luthans (2006)
yang dapat meningkatkan kemungkinan keterlibatan kerja dalam pekerjaan
mereka. Kondisi–kondisi tersebut antara lain adalah:
a. Perasaan berarti: merasakan pengalaman bahwa tugas yang sedang dikerjakan
adalah berharga, berguna, dan atau bernilai.
b. Rasa aman: mampu menunjukkan atau bekerja tanpa rasa takut atau memiliki
konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan atau karir.
c. Perasaan ketersediaan: individu merasa bahwa sumber–sumber yang
memberikan kecukupan fisik personal, emosional, kognitif tersedia pada saat
dibutuhkan.

Definisi Keterlibatan Karyawan


Keterlibatan kerja menurut Istijanto (2005 : 97) merupakan karyawan
yang mempunyai keterlibatan atau partisipasi yang tinggi kepada pekerjaannya
yang ditandai dengan kepedulian yang tinggi dari karyawan terhadap
pekerjaannya, karyawan secara psikologis memiliki perasaan terikat terhadap
pekerjaannya dan mempunyai keyakinan kuat terhadap kemampuan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Yoshimura dalam (Utami & Palupiningdyah, 2016) menjelaskan bahwa
keterlibatan kerja (job involvement) berkaitan dengan seberapa besar individu
diidentifikasikan dari pekerjaannya dan menganggap bahwa pekerjaannya
memberikan dampak positif bagi dirinya sendiri dan rasa kepedulian terhadap
pekerjaannya.
Robbins dalam Alfine, Altje dan Greis (2015) menyatakan bahwa
Karyawan yang memiliki keterlibatan kerja tinggi terhadap pekerjaannya ditandai
dengan karyawan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan, adanya
perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang ia lakukan dan
keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Menurut Blau dan Boal dalam Rizky Novarinda dan M. Iqbal (2017)
menyatakan Keterlibatan kerja adalah tingkatan dimana pekerja membenamkan
diri dengan pekerjaan mereka, menginvestigasikan waktu dan energi di dalamnya,
melihat pekerjaan sebagai pusat dari kehidupan mereka secara keseluruhan.
Prasetyo (2016:79) menjelaskan bahwa keterlibatan kerja merupakan
salah satu variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi di dalam
organisasi, seperti tingkat absenteeism dan turnover. Hal tersebut terjadi karena
keterlibatan kerja dapat menunjukkan tingkat integrasi antara karyawan dengan
pekerjaannya. Jika karyawan menyatu dengan pekerjaannya, maka pekerjaan akan
dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, akan lebih melibatkan diri serta
menyediakan lebih banyak waktu untuk melakukan pekerjaan. Akibatnya,
karyawan yang memiliki keterlibatan kerja tinggi akan bersedia untuk kerja
lembur, jarang terlambat, serta memiliki tingkat absen yang rendah. Individu yang
memiliki keterlibatan kerja yang rendah adalah individu yang memandang
pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, memiliki rasa
kurang bangga terhadap perusahaan, kurang berpartisipasi dan kurang puas
dengan pekerjaannya

Indikator Kepuasan Kerja


Menurut Kaswan (2015) Terdapat beberapa indikator yang
mempengaruhi kepuasan kerja antara lain :

  1. Ambisius. Ketika kinerja dan ambisi pegawai tidak terpenuhi dari
    pekerjaan yang ada, maka hal itu akan menimbulkan ketidakpuasan.
  2. Gaji. Sejumlah gaji yang diterima haruslah sebanding dengan usaha yang
    dikeluarkan dalam bekerja.
  3. Pengawas/ penyelia. Jika penyelia suportif, fair dan berpengetahuan
    luas, hal itu akan mendatangkan kepuasan di antara pegawai. Pegawai
    akan menunjukkan loyalitas, dan ketulusan terhadap penyelia.
  4. Hubungan dengan rekan kerja. Semakin pegawai terhubung dengan
    rekan kerjanya, mereka akan mengembangkan hubungan personal dan
    sosial yang berkontribusi terhadap perasaan puas di tempat kerja.
  5. Lokasi tempat kerja. Jika tempat kerja berlokasi dekat dengan fasilitasfasilitas umum, seperti pusat perbelanjaan, fasilitas media, fasilitas
    hiburan, fasilitas transportasi, dan banyak lagi fasilitas lain yang mudah
    dijangkau, maka pegawai memperoleh kepuasan dari pekerjaanya.

Dampak Kepuasan Dan Ketidakpuasan Kerja


Robbins dan Judge (2012, hlm. 111) kepuasan kerja apabila tidak
terpenuhi akan memiliki konsekuensi tersendiri yaitu :

  1. Exit (keluar), adalah ketidakpuasan yang diungkapkan melalui perilaku
    yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi.
  2. Voice (Aspirasi), adalah ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha
    yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi.
  3. Loyalty (kesetiaan), adalah ketidakpuasan yang diungkapkan dengan
    secara aktif menunggu membaiknya kondisi
  4. Neglect (pengabaian), adalah ketidakpuasan yang diungkapkan dengan
    membiarkan kondisi menjadi lebih buruk.
    Dari konsekuensi yang dikemukakan di atas, konsekuensi exit dan neglect
    berhubungan dengan kinerja, produktivitas, ketidakhadiran dan perputaran
    karyawan, sehingga akan memberikan akan memberikan dampak buruk bagi
    organisasinya. Sedangkan voice dan loyalty lebih mengarah pada sikap
    ketidakpuasan yang konstruktif atau membangun dimana karyawan memberikan
    aspirasinya dan loyal menunggu keadaan membaik.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Organisasi


Abdus (2014) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja menjadi 2 kelompok, di antaranya :
a. Faktor intrinsik
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa oleh
setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat kerjanya.
b. Faktor ekstrinsik
Menyangkut hal-hal yang berasal dari luar karyawan, antara lain kondisi fisik
lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan
lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut
Abdurrahmat (2006) di antaranya :
1) Balas jasa yang adil dan layak
2) Berat ringannya pekerjaan
3) Suasana dan lingkungan pekerjaan
4) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
5) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
6) Sikap pekerjaan monoton atau tidak
7) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan

Aspek – Aspek Kepuasan Kerja


Abdurrahmat (2006) memaparkan bahwa indikator kepuasan kerja
hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover kecil. Jadi, apabila
kedisiplinan, moral kerja dan turnover karyawan besar, maka kepuasan kerja
karyawan di perusahaan tersebut berkurang.
Menurut Abdus (2014) kepuasan kerja seorang karyawan dapat diukur
dengan beberapa hal berikut ini :
a. Isi pekerjaan, menampilkan pekerjaan yang aktual sehingga dapat
dikontrol dengan baik
b. Organisasi dan manajemen
c. Supervisi
d. Kesempatan untuk maju
e. Kondisi pekerjaan
f. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti mendapatkan
bonus/ insentif
Sondang (200) juga memaparkan beberapa aspek dari kepuasan kerja, di
antaranya adalah :
a. Prestasi kerja karyawan yang rendah
b. Tingkat kemangkiran yang tinggi
c. Keinginan pindah kerja yang tinggi
Schermerhorn (2005) menyatakan bahwa ada lima aspek dalam kepuasan kerja :
a. Pekerjaan itu sendiri. Aspek ini mengacu bagaimana sebuah pekerjaan
memiliki daya tarik untuk dikerjakan dan diselesaikan. Pekerjaan tersebut
juga bisa dijadikan sebagai kesempatan untuk belajar dan mengemban
tanggungjawab.
b. Pengawas (supervisi). Aspek ini menunjukkan sejauh mana kemampuan
penyelia dalam menunjukkan kepedulian pada karyawan seperti
memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.
c. Rekan kerja. Sumber kepuasan kerja yang paling sederhana ialah
memiliki rekan kerja yang kooperatif. Rekan kerja maupun tim kerja yang
menyenangkan dan mendukung akan membuat pekerjaan menjadi efektif.
d. Kesempatan promosi. Berkaitan dengan kesempatan karyawan untuk
lebih maju dalam organisasi. Promosi atas dasar senioritas akan
memberikan kepuasan berbeda bila dibandingkan promosi atas dasar
kinerja.
e. Gaji merupakan imbalan yang diperoleh berdasarkan hasil/ usaha kerja
yang dilakukan. Gaji digunakan karyawan dalam memenuhi kebutuhankebutuhan dalam hidupnya termasuk sandang, pengan, dan papan.
Kebutuhan hidup yang tercukupi akan dapat memberikan kepuasan
dalam diri karyawan.
Suparno (2015) memaparkan beberapa indikator sebuah perusahaan yang
memiliki masalah mengenai ketidakpuasan kerja bagi karyawannya, yaitu :
1) Jumlah karyawan yang absen bertambah
2) Masuk kantor terlambat
3) Pulang dari kantor lebih cepat
4) Sering rebut antar karyawan
5) Mengabaikan atau mencelakakan karyawan lain
6) Pengambilan keputusan dan perilaku yang buruk
7) Terjadinya kecelakaan kerja yang tidak biasa
8) Bertambah pemborosan dan kerusakan alat
9) Terlibat masalah pelanggaran hukum
10) Penampilan yang semakin buruk

Definisi Kepuasan Kerja


Setiap manusia mempunyai kebutuhan dalam hidupnya. Adanya
keinginan untuk memenuhi kebutuhan itulah yang mendorong manusia
melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhan yang dimiliki manusia sangatlah
beragam. Kepuasan seseorang antara satu dengan yang lainnya akan berbedabeda. Jadi, kepuasan itu bersifat individual.
Menurut Handoko Sutrisno Dalam Lita Wulantika (2019:2) kepuasan
kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Menurut Robbins (diterjemahkan oleh Wibowo, 2017: 170) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang
sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan
banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima. Kepuasan kerja
merupakan hal penting yang dimiliki individu di dalam bekerja. Setiap individu
pekerja memiliki karakteristik yang berbeda – beda, maka tingkat kepuasan
kerjanya pun berbeda-beda pula tinggi rendahnya kepuasan kerja tersebut dapat
memberikan dampak yang tidak sama.
Kepuasan kerja menurut Hantula (2015) adalah tanggung jawab
pemimpin untuk mempertahankan karyawan dan organisasinya. Tanggung jawab
yang dimaksud adalah menciptakan organisasi yang secara psikologis
memuaskan karyawannya.
Kinicki dan fugate dalam Kaswan (2015:88) mendefiniskan kepuasan
kerja merupakan afektif atau emosi terhadap berbagai fase pekerjaan seseorang.
Pengertian ini menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep tuggal.
Tepatnya orang bisa relatif puas dengan satu atau beberapa aspek pekerjaannya,
tetapi mungkin tidak puas dengan satu aspek atau beberapa aspek pekerjaannya.
Richard et al., dalam Purba, D. C., Lengkong, V. P., & Loindong, S.
(2019). menegaskan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan atau
sikap seseorang mengenai pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi atau
pendidikan, pengawasan, rekan kerja, beban kerja dan lain-lain. Dalam hal ini,
yang dimaksud dengan sikap tersebut adalah segala hal yang berhubungan
dengan pekerjaan seperti pengawasan Penyelia, gaji, kondisi kerja, pengalaman
terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan
sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan
dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap pegawai.
Dari pernyataan beberapa ahli di atas mengenai pengertian kepuasan kerja,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap positif yang
ditunjukkan oleh karyawan terhadap pekerjaannya, sehingga karyawan dapat
bekerja dengan senang hati tanpa merasa terbebani dengan pekerjaan tersebut dan
memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan

Keterkaitan Perceived Organizational Support (POS)dengan Retensi Karyawan


Retensi karyawan merupakan hal penting dalam suatu
organisasi untuk meningkatkan profitabilitas organisasi,
mengurangi adanya turnover, meningkatkan produktivitas
kerja karyawan, meningkatkan disiplin. Retensi karyawan
dapat berhasil karena adanya POS positif pada karyawan
terhadap apa yang diberikan oleh organisasi sebagai
penghargaan atas kontribusi yang diberikan para karyawan
terhadap organisasi. POS yang positif diduga turut
mempengaruhi keberhasilan retensi karyawan pada
organisasi.
Penelitian yang dilakukan Cahyana (2012),
membuktikan bahwa perceived organizational support yang
karyawan rasakan melalui pengakuan dan pembayaran yang
adil akan mempengaruhi tingkat retensi karyawan di dalam
perusahaan tersebut.
This is also consistent with the research conducted by
Beheshtifar, Nezhad, and Moghadam (2012) which found
that employees who are given good organizational support
will have positive attitudes and behaviors. Retention of
employees is very necessary for every company because
retention can help companies maintain their best employees
so that employees can help the company achieve the success
of the company’s vision and mission.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Beheshtifar, Nezhad, dan Moghadam (2012)
yang menemukan bahwa karyawan yang diberikan dukungan
organisasi yang baik akan memiliki sikap dan perilaku yang
positif. Retensi pada karyawan sangat diperlukan bagi setiap
perusahaan karena retensi dapat membantu perusahaan dalam
mempertahankan karyawan terbaiknya sehingga karyawan
dapat mebantu perusahaan mencapai keberhasilan visi misi
perusahaan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Finnegan
(2012) yang mengatakan bahwa suatu keadaan perusahaan
yang dapat membuat karyawan bertahan. Karyawan yang
memiliki penilaian positif mengenai POS, maka tingkat
retensi karyawan di perusahaan akan tinggi. Namun
sebaliknya, karyawan yang memiliki penilaian yang negatif
mengenai POS maka tingkat retensi karyawan yang dimiliki
perusahaan rendah

Keterkaitan Lingkungan Kerja dengan Retensi Karyawan


Lingkungan kerja seseorang dalam lembaga tertentu
dapat mempengaruhi keinginannya untuk tetap bekerja pada
lembaga tersebut, atau mencari lembaga atau perusahaan lain
sebagai tempat bekerja. Faktor lingkungan kerja juga
berpengaruh untuk meningkatkan retensi karyawan.
Kwenin (2013) states that the work environment is
more effective than compensation in terms of maintaining
employee retention, because when employees feel satisfied
and committed to the company and have a positive
experience of the work environment, the employee will last
longer in the company. If the company provides an attractive
work environment for employees, then it can boast their
decision to stay longer with the organization. Companies that
provide an attractive work environment for employees can
make employees enjoy their work as a non-boring thing.
Kwenin (2013) menyatakan bahwa lingkungan kerja
lebih efektif daripada kompensasi dalam hal menjaga retensi
karyawan, karena ketika karyawan merasa puas dan komit
terhadap perusahaan serta mempunyai pengalaman positif
dari lingkungan kerja maka karyawan tersebut akan lebih
lama bertahan di perusahaan. Jika perusahaan menyediakan
lingkungan kerja yang menarik bagi karyawan, maka dapat
mendorong keputusan mereka untuk tinggal lebih lama
dengan organisasi. Perusahaan yang menyediakan lingkungan
kerja yang menarik bagi karyawan dapat membuat karyawan
lebih menikmati pekerjaan mereka sebagai hal yang tidak
membosankan.
Hal ini juga sesuai dengan riset yang dilakukan Edwin
(2012), menunjukkan bahwa lingkungan kerja dapat menjadi
lebih efektif dari faktor lainnya dalam hal menjaga retensi
72
karena jika karyawan merasa lebih puas dan komit terhadap
perusahaan dan apabila ia mempunyai pengalaman positif
dari lingkungan kerja, karyawan tersebut akan lebih lama
bertahan di perusahaan tersebut.
Sesuai dengan penelitian Ramadhani (2012),
membuktikan bahwa organisasi atau perusahaan yang dapat
menjaga lingkungan kerjanya lebih relax atau lebih santai
agar karyawan bisa lebih menikmati pekerjaan mereka
sebagai hal yang tidak membosankan, dan akan lebih mudah
untuk menjaga retensi karyawannya. Karena semakin
karyawan relax, efisiensi akan semakin meningkat.

Keterkaitan Pengembangan Karier dengan Retensi Karyawan


Menurut Mathis & Jackson, (2006:128) mengatakan
secara signifikan retensi karyawan diakibatkan oleh faktor
pengembangan karier. Suatu karier mencerminkan
perkembangan para anggota organisasi (karyawan) secara
individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat
dicapai selama masa kerja dalam organisasi yang
bersangkutan. Dengan demikian, suatu karier menunjukkan
orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka.
Karier pada dasarnya merupakan istilah teknis dalam
administrasi personalia.
Pengembangan karier merupakan sebuah alat penting
dimana manajemen dapat meningkatkan produktivitas,
memperbaiki sikap karyawan dalam bekerja, dan
mengembangkan kepuasan karyawan yang semakin besar.
Bahkan, program perencanaan karier juga mampu
mengurangi perputaran karyawan, khususnya bagi mereka
yang memiliki mobilitas pengembangan karier cepat
(Manngkuprawira, 2011).
Sutherland (2004) states that organizations that
provide career development to employees, are indirectly
related to their work so employees tend to maintain their
work to be able to obtain broader knowledge.
Sutherland (2004) menyatakan bahwa organisasi yang
memberikan pengembangan karir kepada karyawan, secara
tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan mereka maka
karyawan cenderung mempertahankan pekerjaan mereka
untuk dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

Faktor-Faktor Retensi Karyawan


Menurut Mathis & Jackson, (2006: 130), mengatakan
ada tiga faktor yang mampu mempengaruhi retensi karyawan
antara lain:

  1. Lingkungan
    Yaitu menciptakan dan meningkatkan lokasi kerja yang
    jauh menarik, tetap memakai dan memelihara orang yang
    bekerja dengan baik.
  2. Hubungan
    Yaitu bagaimana perusahaan menyenangkan karyawan
    mereka dan juga menyenangkan satu dengan lainnya.
  3. Dukungan perusahaan
    Dimana melingkupi pemberian alat kelengkapan kepada
    karyawan serta informasi buat memenuhi kewajiban kerja
    dengan benar.
    According to Latukha (2011), retention is driven by
    several key factors, which ought to be managed congruently:
    organizational culture,, strategy,, pay, and benefits
    philosophy and career development systems. (Menurut
    Latukha (2011), mempertahankan karyawan didorong oleh
    beberapa faktor kunci, yang harus dikelola secara baik:
    budaya organisasi, strategi, filosofi gaji dan manfaat dan
    sistem pengembangan karir).

Retensi Karyawan


Menurut Mathis & Jackson, (2006:126) mengatakan retensi
karyawan adalah suatu wujud usaha untuk mempertahankan
karyawan, di mana retensi karyawan dilihat dari 5 dimensi utama
yaitu komponen perusahaan, peluang karier, penghargaan, rancangan
pekerjaan, serta hubungan karyawan Mathis & Jackson (2006:128).
Sumarni (2011), retensi karyawan adalah suatu keahlian
yang dibuat oleh perusahaan dalam rangka buat menjaga karyawan
memiliki skill agar terus setia dengan perusahaan. Retensi karyawan
memiliki pengertian yang beragam, dalam penelitian Neog & Barua
(2015) dikatakan retensi karyawan adalah sebagai kebijakan dan
praktik yang dipakai perusahaan guna menjauhkan karyawan bermutu
meninggalkan dari pekerjaan mereka.
The main key to retaining employees is to create a
comfortable environment for employees to work and will continue to
be given the availability of other employment opportunities Winterton,
(2011). (Kunci untuk mempertahankan karyawan adalah menciptakan
lingkungan yang dipilih karyawan untuk bekerja dan akan tetap
diberikan ketersediaan peluang kerja lainnya (Winterton, 2011).
Retention is the ability of a company to keep valued
employees who contribute to organizational success for as long as the
relationship is mutually favourable Al- Jarradi, (2011).
(mempertahankan karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk
menjaga karyawan yang berharga yang berkontribusi terhadap
keberhasilan organisasi selama hubungan itu saling menguntungkan
(Al-Jarradi, 2011).
Dari pengertian-pengertian menurut para ahli diatas,
bahwasanya dapat di tarik kesimpulan mengenai definisi dari Retensi
Karyawan yaitu sebuah metode yang dibuat oleh perusahaan guna
menjaga karyawan agar mampu menetap di perusahaan

Indikator Perceived Organizational Support (POS)


Menurut (Rhoades dan Eisenberger (2002) dalam
Artatio, et al. (2015) mengemukakan indikator untuk
mengukur variabel perceived organizational support
(POS), yakni sebagai berikut:

  1. Perusahaan menghargai masukan-masukan atau ide
    karyawan kemudian menindaklanjuti.
  2. Perusahaan berterima kasih kepada karyawan ketika
    bekerja melebihi tugas yang diberikan.
  3. Perusahaan akan memperhatikan segala keluhan dari
    karyawan, kemudian memberikan solusi.
  4. Perusahaan sangat peduli tentang kesejahteraan
    karyawan.
  5. Perusahaan akan memberitahu atau menegur karyawan
    apabila tidak melakukan pekerjaan dengan baik.
    Shannock (2006) states that organizational support
    is determined by:
  6. The attitude of the organization towards the ideas
    raised by employees.
  7. Response to employees who experience problems
  8. Company attention to employee welfare and health.
    Shannock (2006) menyatakan bahwa dukungan
    organisasi ditentukan dengan :
  9. Sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan
    oleh karyawan.
  10. Respon terhadap karyawan yang mengalami masalah.
  11. Perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan &
    kesehatan karyawan

Dimensi Perceived Organizational Support (POS)


Tumwesigye (2010), menyatakan POS dihitung
melalui dimensi berikut:

  1. Nilai organisasi terhadap karyawan
    Karakter dan praktik kinerja karyawan menunjukan
    apresiasi atas keikutsertaan karyawan dilihat oleh
    perusahaan akan berinteraksi baik dengan dukungan
    organisasi yang di terima oleh karyawan, seperti
    penghargaan, upah, dan promosi.
  2. Memikirkan tujuan dan perusahaan
    Dengan bersatunya kelompok dalam perusahaan dengan
    label karyawan, jadi karyawan itu merasa menjadi
    komponen dari perusahaan dan mempunyai hak
    keikutsertaan dalam ketetapan dan merasa mempunyai
    bertanggung jawab untuk terlibat dan mengasihkan
    kinerja terbaiknya pada organisasinya. Para pekerja
    berkeyakinan bahwa perusahaan mempunyai tujuan dan
    arah yang berfaedah kepada mereka.
  3. Menggunakan pertolongan dalam penanganan masalah
    Para pekerja menyatukan suport nyata yang
    diperlihatkan oleh perusahaan atau perusahaan dengan
    pendapat individual karyawan serta melalui bagaimana
    perusahaan menolong pekerja dalam penanganan
    masalah yang dihadapi.
  4. Peduli tentang kesejahteraan karyawan
    Keseimbangan proses mengenai pengambilan
    keputusan perusahaan terhadap partisipasi karyawan,
    berpengaruh dominan pada pendapat dukungan
    perusahaan pada karyawan. Keadilan terhadap
    partisipasi karyawan buat perusahaan diisyaratkan
    sebagai kepedulian perusahaan kepada kesejahteraan
    karyawan. Rasa keadilan dalam pemberian bonus oleh
    perusahaan sebagai satu wujud kepedulian keejahteraan
    karyawan.
    Eisenberger and Rhoades (2002: 698-714),
    submit statements based on the results of a meta-analysis of
    the analysis that is perceived dimension Organizational
    support includes:
  5. Fair organizational procedures, which include
    organizational policies and fairness / equality in
    treatment
  6. Supervisor support or leadership support
  7. Favorable rewards and job conditions which include:
    Recognition, pay, and promotions, job security, job
    autonomy and work procedures, jobrelated stressors,
    work overload, training.
    (Eisenberger dan Rhoades (2002: 698–714),
    berpendapat berdasarkan hasil penelitian meta analisis
    yang dirasakan dimensi dukungan organisasi meliputi:
  8. Prosedur organisasi yang adil, yang meliputi kebijakan
    organisasi dan perlakuan yang adil.
  9. Adanya dukungan pengawas atau pimpinan.
  10. Adanya penghargaan yang dan kondisi pekerjaan yang
    mencakup: pengakuan, penggajian, dan promosi,
    keamanan kerja, otonomi pekerjaan dan prosedur kerja,
    pekerjaan terkait stres kerja, bekerja berlebihan,
    pelatihan

Perceived Organizational Support (POS)


Perceived Organizational Support (POS) merupakan persepsi
dari seorang karyawan terhadap cara apa suatu organisasi
memandang kontribusi mereka, paham dan peduli pada
kesejahteraan mereka (Eisenberger) dalam Paille, Bourdeau, &
Galois (2010).
POS mempunyai arti kepercayaan karyawan tentang cara
apa perusahaan mengakui mereka guna memutuskan apakah ada
perbuatan ataupun tindakan yang berguna bagi perusahaan yang
terjadi dari hubungan pertukaran dari karyawan dengan perusahaan
(Wirckramasinghe & Wickramasinghe, 2011).
Menurut (Grace, 2013), bahwa POS mempunyai arti yakni
suatu keyakinan karyawan tentang cara apa perusahaan menghargai
kontribusi karyawan serta kesejahteraan karyawan.
Perceived Organizational Support as sensitivity and
opinion of employee regarding the degree to which their
involvement is appreciated and recognized by their institution and
cares about their well-being (Krishnan and Mary (2012).
(Krishnan dan Mary (2012) mendefinisikan Persepsi dukungan
organisasi sebagai kepekaan dan pendapat karyawan mengenai
sejauh mana keterlibatan mereka dihargai dan diakui oleh institusi
mereka dan peduli tentang kesejahteraan mereka).
Perceived Organizational Support is the view of an
employee about how far the organization views their well-being
and considers its efforts for the organization. They make more
efforts when there are indications that all efforts will be owned and
will be appreciated by the organization (Yih and Hatik (2011). (Yih
dan Hatik (2011) Dukungan organisasi yang dirasakan adalah sudut
pandang karyawan mengenai sejauh mana organisasi
memperhatikan kesejahteraan mereka dan mempertimbangkan
upaya untuk organisasi. Mereka lebih berupaya ketika ada indikasi
bahwa semua upaya akan dimiliki dan akan dihargai oleh
organisasi).
Dari pengertian-pengertian menurut para ahli diatas,
bahwasanya dapat di tarik kesimpulan mengenai definisi POS.
Yaitu sebuah pendapat dari karyawan bagaimana perusahaan bisa
memikirkan dan menghargai mereka selama mereka bekerja pada
suatu perusahaan

Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja


Bahwa faktor yang bisa membuat pengaruh dalam
terwujudnya lingkungan kerja yakni sinar atau
penerangan, suhu udara, suara berisik, aman dalam kerja,
serta interaksi karyawan, Septianto (2010: 15). Cahaya
atau pencahayaan sangat banyak keuntunganya bagi
karyawan untuk memperoleh keselamatan dan kelancaran
bekerja. Maka perlu dilihat keberadaan penerangan yang
terang tapi tidak membikin silau. Sinar yang redup,
sehingga pekerjaan lama selesai, banyak mendapat
kesalahan, & pada akhirnya membuat kurang baik dalam
menjalankan pekerjaan. Oksigen adalah udara yang
dimanfaatkan makhluk hidup guna menjaga
keberlangsungan hidup, yakni untuk proses metabolisme.
Udara di sekeliling di katakan tidak bersih apabila kadar
oksigen dalam udara tersebut kurang dan telah tercampur
dengan polusi yang kotor akan berakibat buruk untuk
kesehatan tubuh. Keadaan nyaman dan sejuk dalam
bekerja akan menolong mempercepat pemulihan kondisi
fisik dikarenakan letih sehabis bekerja. Kebisingan yakni
bunyi-bunyi yang kurang diharapkan oleh telinga. Dalam
jangka lama suara tersebut bisa merusak kedamaian
bekerja, merusak indra pendengar dan membuat kesalahan
komunikasi. Dikarenakan pekerjaan membutuhkan fokus
yang tinggi, maka suara keras sebaiknya dijauhkan guna
penerapan pekerjaan terlaksana dengan baik sehingga
produktivitas kerja meningkat. Untuk melindungi tempat
& keadaan lingkungan kerja harus dalam kondisi
terlindungi maka harus di perhatikan dengan keamanan
kerja. Usaha guna melindungi kondisi aman di kantor, bisa
memakai jasa SATPAM. Lingkungan kerja
membahagiakan karyawan melalui ikatan yang harmonis
kepada pimpinan, teman kerja, serta bawahan, dan fasilitas
sarana, prasarana yang mendukung terletak di lokasi kerja
akan membuat pengaruh positif buat karyawan, sehingga
kinerja karyawan mengalami peningkatan.
To be able to create an effective work environment
within there are several factors that need to be taken into
account (Gie in Nuraini: 2013: 103):
(Untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang
efektif dalam perusahaan ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan (Gie dalam Nuraini: 2013:103):)

  1. Light
    The illumination light which is sufficiently radiates
    properly will increase the work efficiency of employees /
    employees, because they can work faster make fewer
    mistakes and eyes not get tired quickly.
    Cahaya
    Cahaya penerangan yang cukup memancarkan dengan
    tepat mampu menambah efisiensi kerja para karyawan,
    karena mereka bisa bekerja dengan lebih cepat lebih
    sedikit membuat kesalahan dan matanya tidak lekas
    menjadi lelah.
  2. Color
    Color is one of the important factors for increase the
    work efficiency of employees, especially the color will
    affect the state of their soul by using the right color on
    the walls of space and other tools excitement and
    tranquility working employees will be looked after.
    Warna
    Warna merupakan salah satu faktor yang penting untuk
    memperbesar efisiensi kerja para karyawan, khususnya
    warna akan mempengaruhi keadaan jiwa mereka dengan
    memakai warna yang tepat pada dinding ruang dan alatalat lainnya akan menarik dan menciptakan ketenangan
    bekerja para karyawan akan terpelihara.
  3. Air
    Regarding this air factor, which is often the air
    temperature and the amount of moisture in the air.
    Udara
    Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali adalah
    suhu udara dan banyaknya uap air pada udara itu.
  4. Voice
    To overcome the noise, it is necessary to put it down
    tools that have loud sounds, such as aircraft typewriters
    telephone, motorbike parking, etc. In a special room, it is
    not hollow interfere with other workers in carrying out
    their duties.
    Suara
    Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya
    meletakkan alat-alat yang memiliki suara yang keras,
    seperti mesin ketik, pesawat telpon, parkir motor, dan
    lain-lain. Pada ruang khusus, sehingga tidak
    mengganggu pekerja lainnya dalam melaksanakan
    tugasnya.

Jenis Lingkungan Kerja


Jenis lingkungan kerja secara universal dipisahkan
antara fisik, dan non fisik Sedarmayanti (2012:21).

  1. Lingkungan kerja Berwujud atau Fisik
    Lingkungan kerja berwujud atau fisik adalah seluruh
    kondisi berwujud fisik yang tampak di sekeliling
    lokasi kerja dan bisa membuat karyawan terpengaruh
    langsung ataupun secara tidak langsung. Lingkungan
    kerja berwujud atau fisik bisa dibagi dalam 2 kategori,
    yakni:
    a. Lingkungan langsung mempunyai interaksi pada
    karyawan. Seperti: sentral kerja, peralatan kerja,
    dll.
    b. Lingkungan umum bisa juga dikatakan lingkungan
    yang mampu membuat pengaruh terhadap sekitar
    karyawan, misalnya: kelembaban, temperatur,
    perputaran udara, penerangan, kebingaran, getaran
    mekanis, bau tidak enak, warna, dan lainnya. Untuk
    bisa mempersempit pengaruh lingkungan fisik
    kepada. Maka langkah yang pertama yaitu harus
    mempelajari karyawan, baik tentang fisik dan
    tingkahnya maupun mengenai non fisiknya,
    seterusnya dibuat untuk pondasi memedulikan
    lingkungan fisik tepat.
  2. Lingkungan Kerja Tak Berwujud atau Non Fisik.
    Lingkungan kerja tak berwujud non fisik yaitu semua
    situasi yang dilalui bersinggungan dengan interaksi
    kerja, baik interaksi kepada pimpinan atau interaksi
    sesama teman kerja, serta interaksi dengan bawahan”.
    Lingkungan non fisik ini juga dikatakan golongan
    lingkungan kerja mustahil di biarkan.
    According to Siagian (2014: 57) states that in
    general, there are two types of work environment, namely:
  3. Physical Work Environment
    The physical work environment is all physical
    conditions that exist around the workplace and can
    affect employees. There are several physical conditions
    from a good workplace, namely:
    a. Workplace buildings in addition to being interesting
    to look at are also built with work safety
    considerations.
    b. Availability of adequate work equipment.
    c. The availability of a resting place to unwind, such as
    cafeterias both within the company or surrounding
    areas that are easily achieved by employees.
    d. The availability of religious places of worship such
    as mosques and prayer rooms for employees.
    e. Availability of transportation facilities, both those
    for employees and public transportation that are
    convenient, cheap and easy to obtain.
  4. Non-Physical Work Environment
    Non-physical work environment is a pleasant work
    environment in the sense of creating a harmonious
    working relationship between employees and superiors,
    because in essence humans in working not only earn
    money, but work is a form of activity that aims to get
    satisfaction.
    Menurut Siagian (2014:57) menyatakan bahwa
    secara garis besar, lingkungan kerja terdapat dua jenis
    yaitu :
  5. Lingkungan Kerja Fisik
    Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
    berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja dan
    dapat mempengaruhi karyawan. Ada beberapa kondisi
    fisik dari tempat kerja yang baik yaitu :
    a. Bangunan tempat kerja disamping menarik untuk
    dipandang juga dibangun dengan pertimbangan
    keselamatan kerja.
    b. Tersedianya peralatan kerja yang memadai.
    c. Tersedianya tempat istirahat untuk melepas lelah,
    seperti kafetaria baik dalam lingkungan perusahaan
    atau sekitarnya yang mudah dicapai karyawan.
    d. Tersedianya tempat ibadah keagamaan seperti
    masjid dan musholla untuk karyawan.
    e. Tersedianya sarana angkutan, baik yang
    diperuntukkan karyawan maupun angkutan umum
    yang nyaman, murah dan mudah di peroleh.
  6. Lingkungan Kerja Non Fisik
    Lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja
    yang menyenangkan dalam arti terciptanya hubungan
    kerja yang harmonis antara karyawan dan atasan,
    karena pada hakekatnya manusia dalam bekerja tidak
    hanya mencari uang saja, akan tetapi bekerja
    merupakan bentuk aktivitas yang bertujuan untuk
    mendapatkan kepuasan.

Indikator Lingkungan Kerja


Menurut Sedarmayanti (2012:46), indikatorindikator lingkungan kerja dapat diukur melalui berikut ini :

  1. Lingkungan fisik
    a. Penerangan
    b. Suhu udara
    c. Suara bising
    d. Penggunaan warna
    e. Ruang gerak yang diperlukan
    f. Keamanan kerja
  2. Lingkungan kerja non fisik
    a. Hubungan karyawan dengan atasan
    b. Hubungan karyawan dengan sesama rekan kerja
    According to Alex S. Nitisemito (2006: 188) in
    Oswald H.F. Pokattong, Lisbeth Mananeke, and Sjendri
    Loindong (2015: 662) indicators of work environment as
    follows:
  3. Work atmosphere
    Work atmosphere is a condition that exists around the
    employee doing work that can affect the execution of
    the work own. The work atmosphere can be seen from
    the workplace, facilities and tools work, cleanliness,
    lighting, tranquility including work relationships
    between people in the place.
  4. Relationships with Colleagues
    Relations with colleagues can be seen from harmony
    and without there is mutual intrigue among co-workers.
    One factor that can influence employees to remain in
    one organization in the presence a harmonious
    relationship between colleagues. A harmonious
    relationship kinship is one of the factors that can affect
    performance employee.
  5. Availability of Work Facilities
    It is intended that the equipment used to support
    smooth work must be complete. Availability of complete
    work facilities, although not new is one of the
    supporting processes in working for improve employee
    performance within an organization.
    Menurut Alex S. Nitisemito (2006:188) dalam
    Oswald H.F. Pokattong, Lisbeth Mananeke, dan Sjendri
    Loindong (2015:662) indikator-indikator lingkungan kerja
    47
    yaitu sebagai berikut:
  6. Suasana Kerja
    Suasana kerja merupakan kondisi yang ada disekitar
    karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang
    dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.
    Suasana kerja dapat dilihat dari tempat kerja, fasilitas
    dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan,
    ketenangan termasuk juga hubungan kerja antara orangorang yang ada ditempat tersebut.
  7. Hubungan Dengan Rekan Kerja
    Hubungan dengan rekan kerja dapat dilihat dari
    keharmonisan & tidak ada saling intrik diantara sesama
    rekan kerja. Salah satu faktor yang dapat
    mempengaruhi karyawan tetap bertahan dalam satu
    organisasi dengan adanya hubungan yang harmonis
    diantara rekan kerja. Hubungan yang harmonis &
    kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang dapat
    mempengaruhi kinerja karyawan.
  8. Tersedianya Fasilitas Kerja
    Hal ini dimaksudkan bahwa terdapatnya peralatan yang
    digunakan untuk mendukung kelancaran kerja harus
    lengkap. adanya fasilitas kerja yang lengkap, walaupun
    bukan baru merupakan salah satu penunjang proses
    48
    dalam bekerja untuk meningkatkan kinerja karyawan
    didalam sebuah organisasi.

Lingkungan Kerja


Logahan (2009: 4) berpendapat lingkungan kerja yakni
semua yang tampak di sekeliling karyawan yang bisa membuat
dirinya terpengaruh ketika menunaikan pekerjaan yang telah
diberikan padanya.
Menurut Robbins (2010) lingkungan kerja yakni kekuatan
diluar yang kemampuan bisa membuat pengaruh kinerja organisasi.
Menurut Sedarmayati (2009:21) definisi lingkungan kerja
yakni berikut ini: “Lingkungan kerja adalah seluruh perangkat dan
bahan yang dihadapi dilingkungan sekelilingnya di mana seorang
karyawan bekerja, sistem kerjanya, serta perancangan kerja yang
positif sebagai individual maupun sebagai kelompok”.
the work environment includes friendly physical space, well
designed, safe, good equipment and effective communication,
which will increase productivity (Hay Group (2007) in journal
Edo,Barineka Lucky (Ph.D) & Nwosu, Isabella Chika (2018).
(Hay Group (2007), berpendapat bahwa lingkungan kerja termasuk
ruang fisik yang aman, dirancang dengan baik, aman, peralatan
yang baik dan komunikasi yang efektif, yang akan meningkatkan
produktivitas).
Dari pengertian-pengertian ahli diatas, bahwasanya dapat di
tarik kesimpulan mengenai definisi dari lingkungan kerja, yaitu
semua yang bisa membuat pengaruh terhadap karyawan dalam
merampungkan pekerjaan yang terdapat disekitar karyawan.