Nilai lahan dan bangunan (skripsi dan tesis)

Nilai pasar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak setiap mengetahui, bertindak hati-hati dan tanpa paksaan.

Menurut Walcot (1987) adapun Faktor-Faktor Nilai adalah

a) Kegunaan Kemampuan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia,

b) Kelangkaan Kekurangan pasokan barang secara relatif terhadap permintaannya

c) Keinginan Keinginan pembeli atas sebuah barang untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan

d) Daya Beli Kemampuan dari individu atau kelompok untuk berpartisipasi di pasar dengan menyertakan uang tunai maupun sesuatu yang setara.

Dalam melakukan penilaian terhadap tanah dan bangunan pada suatu kawasan tentunya tidak lepas dari nilai yang melekat pada tanah dan bangunan tersebut berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga perlu dicermati perpaduan nilai antara keduanya.

a. Nilai lahan

Lahan atau tanah merupakan suatu sumber daya yang menyediakan ruangan (space) yang dapat mendukung semua kebutuhan makhluk hidup. Pada dasarnya ruangan yang disediakan sangat terbatas, sementara itu kebutuhan akan tanah mempunyai kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan perumahan, pertanian, industri dan lain sebagainya.

Hal inilah yang menuntut perkembangan teoritis nilai tanah. Nilai tanah mempunyai definisi atau pengertian bermacam-macam tergantung pada konteks dan tujuannya serta sudut pandangnya. Nilai tanah secara definisi diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk dipertukarkan dengan barang lain. Sebagai contoh tanah yang mempunyai produktivitas rendah seperti tanah padang rumput relatif lebih rendah nilainya karena keterbatasan dalam penggunaannya. Sedangkan nilai pasar tanah didefinisikan sebagai harga (yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Faktor non-manusia berkenaan dengan eksternalitas yang diterima oleh tanah tersebut. Jika eksternalitas bersifat positif, seperti dekat dengan pusat perekonomian, bebas banjir, kepadatan penduduk, dan adanya sarana jalan, maka tanah akan bernilai tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas, meskipun luas dan bentuk tanah itu sama. Jika tanah menerima eksternalitas yang bersifat negatif, seperti dekat dengan sampah, jauh dari pusat kota/perekonomian, tidak bebas banjir, maka tanah akan bernilai rendah jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas yang negative (Pearce and Turner 1990).

Nilai tanah dalam konteks pasar properti adalah nilai pasar wajar yaitu nilai yang ditentukan atau ditetapkan oleh pembeli yang ingin membeli sesuatu dan penjual ingin menjual sesuatu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak dalam kondisi wajar tanpa ada tekanan dari pihak luar pada proses transaksi jual beli sehingga terjadi kemufakatan. Pembeli dan penjual mempunyai tenggang waktu yang cukup atas properti yang diperjualbelikan dan bertindak untuk kepentingan sendiri. Nilai pasar pada dasarnya mencerminkan harga yang terbaik atas suatu properti pada suatu waktu, tempat dan keadaan atau kondisi pasar tertentu. Hal ini sejalan dengan pengertian nilai menurut Eckert (1990) yang menyebutkan bahwa nilai merupakan suatu waktu yang menggambarkan harga atau nilai uang dari properti, barang atau jasa bagi pembeli dan penjual. Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa nilai tanah adalah ukuran kemampuan tanah untuk menghasilkan atau memproduksi sesuatu secara langsung memberikan keuntungan ekonomis. Dalam konteks pasar properti nilai tanah sama dengan harga pasar tanah tersebut misalnya harga pasar tanah tinggi maka nilai tanahnya juga tinggi demikian pula sebaliknya.

b. Nilai bangunan

Dalam penentuan nilai bangunan yang dilakukan secara masal, maka pelaksanaan penilaian dimulai dengan penyusunan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Untuk menyusun atau membuat DBKB digunakan metode survey kuantitas terhadap model bangunan yang dianggap dapat mewakili kelompok bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar perhitungan analisis BOW. Biaya komponen bangunan perlu dikelompokkan kedalam biaya komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan.

Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Jual Lahan dan Bangunan Pada Perumahan Tipe Sederhana (Fahirah F., Armin Basong dan Hermansyah H. Tagala)

1) Komponen utama adalah komponen struktur rangka bangunan yang terdiri dari fondasi, plat lantai, kolom, balok, tangga, dinding geser. Struktur bangunan bawah tanah (basemen) dalam perhitungannya dikeluarkan dari struktur utama.

2) Komponen material adalah komponen pelapis (kulit) struktur rangka bangunan.

3) Komponen fasilitas adalah komponen pelengkap fungsi bangunan.

Nilai jual Objek Pajak (NJOP) bangunan ditentukan berdasarkan pada

1) Kelas/tipe/bintang dari bangunan,

2) Komponen utama bangunan,

3) Komponen material bangunan,

4) Komponen fasilitas bangunan,

5) Komponen fasilitas yang perlu disusutkan,

6) Penyusutan,

7) Komponen fasilitas yang tidak disusutkan, dan

8) Kapasitas dan letak (khusus untuk tangki).

Tingkat penyusutan bangunan berdasarkan umur efekif, keluasan dan kondisi bangunan. Umur efektif bangunan secara umum adalah sebagai berikut : Umur efektif= Tahun pajak – Tahun dibangun …………………………(1)

Bila tahun direnovasi terisi: Umur efektif = Tahun Pajak – Tahun Renovasi ………………………….(2) Untuk bangunan-bangunan bertingkat tinggi dan bangunanbangunan ekslusif lainnya sepeti gedung perkantoran, hotel, apartemen, dan lain-lain, penentuan umur efektifnya dapat dilihat pada persamaan: Umur efektif=1/3(Tahun pajak – Tahun dibangun + 2 (Tahun pajak – Tahun renovasi) …………………………….(3) Dalam penentuan nilai bangunan diperhitungkan faktor penyusutan. Faktor penyusutan ditentukan berdasarkan pengelompokan besarnya biaya pembuatan pengganti baru bangunan permeter persegi, umur efektif dan kondisi bangunan pada umumnya dan dituangkan dalam daftar penyusutan. (Direktorat jenderal pajak bumi dan bangunan, 1998)

Tanah dan Bangunan (skripsi dan tesis)

Tanah arti lahan (site) adalah permukaan daratan dengan kekayaan benda padat, cair dan gas, sedangkan tanah (soil) yang dimaksud dalam hal ini adalah benda yang berwujud padat, cair dan gas yang tersusun oleh bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah. Tanah banyak dijadikan sebagai barang investasi yang menguntung kan dan sekaligus mendorong untuk melakukan spekulasi karena di satu aspek ketersediaan lahan tersebut, sedangkan di aspek lain permintaan akan lahan semakin bertambah terus, sehingga mengakibatkan nilai tanah menjadi mahal terutama bila berdekatan dengan pusat-pusat kota (Eckert 1990). Tanah mempunyai kekuatan ekonomis di mana nilai atau harga tanah sangat tergantung pada penawaran dan permintaan. Dalam jangka pendek penawaran sangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu akan tergantung pada faktor permintaan, seperti kepadatan penduduk dan tingkat pertumbuhannya, tingkat kesempatan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat serta kapasitas sistem transportasi dan tingkat suku bunga (Eckert 1990). Tanah dan bangunan sebagai benda yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia memiliki nilai yang membuatnya menjadi berarti bagi manusia. Nilai tanah dan bangunan bagi manusia dapat ditandai adanya 5 ciri tanah dan bangunan, yang dapat disingkat sebagai DUST + V (Marihot P. Siahaan 2003). Ciri ini meliputi adanya permintaan akan tanah dan bangunan (demand), adanya kegunaan tanah dan bangunan bagi pemiliknya (utility), tanah dan bangunan memiliki kelangkaan (scarcity), tanah dan bangunan dapat dipindahtangankan atau dialihkan (transferability), serta tanah dan bangunan dapat dinilai dengan uang (valuable)

Metode Penilaian Tanah (skripsi dan tesis)

Sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3 UU Nomor 12 Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994, maka dalam penilaian properti dikenal tiga pendekatan penilaian. Ketiga metode tersebut adalah metode pendekatan perbandingan harga pasar (sales comparation approach), metode pendekatan biaya (cost approach) dan metode pendekatan pendapatan (income approach).

1. Pendekatan Perbandingan Penjualan (Sales Comparative)

Pendekatan perbandingan penjualan adalah pendekatan penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara properti yang dinilai (subject property) dengan properti-properti pembanding (comparable properties) yang telah diketahui karakteristik dan nilainya. (Hidayati dan Harjanto,2003).

2. Metode Pendekatan Biaya

Metode pendekatan biaya biasanya digunakan untuk melakukan penilaian suatu bangunan. Metode pendekatan biaya adalah proses penilaian dengan cara melakukan identifikasi terhadap suatu bangunan yang kemudian dilakukan analisis biaya pembuatan barunya (reproduction cost new) berdasarkan harga standar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian dan selanjutnya dilakukan penyusutan. (Hidayati dan Harjanto, 2003).

3. Metode Pendekatan Pendapatan

Metode pendekatan pendapatan (income approach) adalah metode penilaian dengan mendasarkan pada tingkat keuntungan yang mungkin akan dihasilkan oleh suatu properti pada saat ini dan yang akan datang, kemudian dilakukan pengkapitalisasian untuk mengkonversi aliran pendapatan tersebut dalam nilai properti. (Hidayati dan Harjanto, 2003)

Zona Nilai Tanah dan Peta Zona Nilai Tanah (skripsi dan tesis)

Zona Nilai Tanah (ZNT) merupakan area yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama, sekumpulan bidang tanah di dalamnya yang batasannya bersifat imanijer ataupun nyata sesuai penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara yang satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. (Purnamasari, G.D., 2011). Pembuatan Zona Awal mengunakan data awal peta RBI, Citra atau foto udara. Dengan ketentuan membuat poligon/area berdasarkan karakteristik tiap zona seperti pemukiman, pertanian, perkantoran, dan lain-lain. Peta ZNT adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan atau pemilikan objek pajak dalam satu wilayah adminstrasi desa atau kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada batas blok, setiap zona memiliki kode yang berbeda, unik dan dimaksudkan untuk memudahkan penentuan relatif objek pajak di lapangan maupun untuk kepentingan pengenaan PBB.

Nilai Pasar Wajar (NPW) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) (skripsi dan tesis)

Nilai Pasar Wajar (NPW) adalah nilai tertinggi dari suatu barang jika dijual di pasaran bebas dengan memberikan batasan waktu yang cukup untuk mendapatkan seorang pembeli yang mengetahui tentang kegunaan barang tersebut. Asumsi adanya Nilai Pasar Wajar (NPW) adalah :

a. Transaksi diantara penjual dan pembeli yang wajar (tidak ada hubungan antara keduanya),

b. Ada masa (waktu) dalam negoisasi untuk melakukan transaksi yang dianggap wajar,

c. Dalam masa (waktu) negoisasi tersebut nilai tanah senantiasa tetap,

d. Harta tersebut dipamerkan ke pasaran terbuka

e. Tidak diperhitungkan tawaran harga dari pembeli istimewa

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. Proses penentuan NJOP haruslah sesuai dengan ketentuan NPW, jadi pemerintah tidak salah jika berharap NJOP adalah sama dengan nilai pasar. Jika NJOP berhasil disamakan dengan nilai pasar, diharapkan juga bahwa NJOP akan menjadi SVMP (Single Value for Multi Purpose). Artinya NJOP tidak semata-mata digunakan untuk tujuan perpajakan, tetapi dapat juga digunakan untuk tujuan lain. Misalnya, pembebasan tanah, asuransi, penggabungan usaha, peleburan usaha dan pemekaran usaha (Aprianti, B., 2013)

Penilaian Tanah (skripsi dan tesis)

Penilaian merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi kualitas dari sebuah kepentingan yang terdapat dalam suatu property bagi tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan, serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut termasuk jenis-jenis investasi yang ada di pasaran.Penilaian (valuation/appraisal) pada dasarnya merupakan estimasi atau opini, walaupun didukung oleh alasan atau analisis yang rasional. Kelayakan suatu penilaian dibatasi oleh ketersediaan data yang cukup, serta kemampuan dan obyektifitas penilai. Penilaian tanah merupakan proses untuk memberikan estimasi dan pendapat atas suatu property (bumi dan bangunan), berdasarkan fakta-fakta yang dapat diterima, yang diperoleh dari penelitian di lapangan dan melakukan penyelidikan serta pemeriksaan (Hidayati, W., Harjanto, B., 2003) Golberg dan Chiloy (dalam Ernawati 2005) menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai tanah dengan karakteristik yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Karakteristik Fisik Karakteristik fisik ini menyangkut kemiringan tanah, ketinggian, bentuk, jenis tanah dan luas dari area tertentu. Karakteristik tanah yang paling umum adalah sebagai berikut :

a. Ruang (space) Karakteristik luas tanah suatu area mungkin merupakan karakteristik fisik yang paling penting. Luas tanah yang akan ditempati merupakan hal penting untuk pemahaman perhitungan ekonomi dari sebantuk tanah tersebut.

b. Kestabilan tanah (indestructibility).

Tanah secara fisik tidak bisa dihancurkan ataupun diciptakan, sedangkan ruang telah tertentu, struktur ketahanan tanah mempengaruhi sediaan tanah yang tersedia setiap waktu.

c. Tidak dapat dipindahkan (immobility).

Ruang di permukaan bumi tidak dapat dipindahkan ke tempat lain. Keberadaan tanah tersebut adalah permanen terhadap lokasi fisik di mana tanah tersebut terletak.

2. Karakteristik Lokasional

Lokasi suatu tanah perkotaan berkaitan dengan penggunaan tanah yang dapat dilakukan di tanah tersebut, berupa kegiatan ekonomi dan sosial.

3. Karakteristik Legal Dalam pengenalan keunikan tanah perkotaan, dibentuk suatu intitusi legal yang berkaitan dengan pengaturan penggunaan, penempatan dan pemilikan tanah perkotaan

. Berdasarkan Surat Edaran Departemen Keuangan RI, Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-55/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Teknis Analisis Penentuan NIR ( Nilai Indikasi Rata-rata), variabel yang menentukan nilai tanah adalah sebagai berikut :

1. Faktor Fisik :

a.Keluasan tanah

b. Bentuk tanah

c.Sifat fisik tanah seperti topografi, elevasi, banjir/tidak banjir, kesuburan (untuk pertanian) dan sebagainya.

2. Lokasi dan Aksesbilitas :

a.Jarak dari pusat kota

b. Jarak dari fasilitas pendukung

c.Lokasi secara spesifik : tanah sudut, terletak di tengah atau tusuk sate

d. Kemudahan pencapaian e.Jenis jalan (protokol, ekonomi, lingkungan, gang)

f. Kondisi lingkungan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 16) (skripsi dan tesis)

PSAK 16 menjelaskan aset tetap merupakan aset berwujud yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dan diharapkan dapat digunakan lebiih dari satu periode. Aset tetap diperoleh dengan mengeluarkan biaya dari kas perusahaan atau menggunakan hutang. Biaya-biaya yang timbul atas perolehan aset tetap dipsebut biaya perolehan. Biaya perolehan merupakan seluruh jumlah kas yang dibayarkan oleh entitas bisnis sampai aset tetap dapat dioperasikan untuk tujuan perusahaan. PSAK 16 mejelaskan seluruh aset tetap yang dimiliki oleh entitas bisnis (kecuali tanah) harus memiliki umur manfaat dan dilakukan akumulasi penyusutan. Hal ini bertujuan agar aset tetap yang dimiliki oleh entitas bisnis dapat memiliki acuan nilai manfaat di masa yang akan datang dan dapat dibandingkan. Untuk entitas bisnis di Indonesia, PSAK 16 menjelaskan seluruh aset tetap (termasuk aset biologis) harus disajikan sesuai dengan nilai perolehan. Hal ini bertujuan agar pengukuran aset tetap dapat dengan mudah dipahami dan diukur

Teori Fenomenologi (skripsi dan tesis)

Teori ini dikemukakan oleh Husserl bahwa realitas yang ada bersifat subyektif dan sangat bergantung dari cara orang memandang dan memahami sehingga hasilnya dapat berbeda pada setiap orang (David, 409: 2007). Dalam pemikiran Husserl, konsep fenomenologi itu berpusat pada persoalan tentang kebenaran. Baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat tetapi juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi kita memperoleh langkah-langkah dalam menuju suatu fenomena yang murni. Husserl yakin bahwa ada kebenaran bagi semua dan manusia dapat mencapai kebenaran itu. Akan tetapi, Husserl melihat bahwa sesungguhnya di dalam filsafat itu sendiri tiada kesesuaian dan kesepakatan karena tidak adanya metode yang tepat sebagai pegangan yang dapat diandalkan. Bagi Husserl metode yang benar-benar ilmiah adalah metode yang  sanggup membuat fenomena menampakkan diri sesuai dengan realitas yang sesungguhnya tanpa memanipulasinya. Ada suatu slogan yang terkenal di kalangan penganut fenomenologi, yaitu: zu den sachen selbst (terarah kepada benda itu sendiri). Dalam keterarahan benda itu, sesungguhnya benda itu sendirilah yang dibiarkan untuk mengungkapkan hakikat dirinya sendiri. Berangkat dari proses pemikiran yang demikian, maka lahirlah metode fenomenologis (David, 411: 2007).

Revaluasi Aset Tetap (skripsi dan tesis)

Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaian nilai aset tetap perusahaan tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar. Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya.

Metode Perhitungan Penyusutan (skripsi dan tesis)

Menurut Baridwan (2008;308), untuk menghitung jumlah penyusutan bisa dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:

1. Metode Garis Lurus

Metode ini adalah metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Dalam cara ini beban penyusutan/depresiasi tiap periode jumlahnya sama (terkecuali kalau ada penyesuaian-penyesuaian). Cara perhitungan metode penyusutan garis lurus adalah sebagai berikut. Harga Perolehan – Nilai Residu Umur Ekonomis Perhitungan depresiasi dengan garis luris ini didasarkan pada anggapan-anggapan sebagai berikut:

a) Kegunaan ekonomis dari suatu aset akan menurun secara proporsional setiap periode.

b) Biaya reparasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap.

c) Kegunaan ekonomis berkurang karena lewatnya waktu.

d) Penggunaan (kapasitas) aset tiap-tiap periode relatif tetap.

2. Metode Jam Jasa (Service Hours Method)

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aset (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibandingkan dengan penggunan tidak sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban penyusutam/depresiasi periodik besarnya akan sangat bergantung pada jam jasa yang terpakai.

3. Metode Hasil Produksi (Productive Output Method)

Dalam metode ini umur kegunaan aset ditaksir dalam satuan unit hasil produksi. Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aset itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat dihasilkan.

4. Metode Beban Berkurang (Reducing Charge Method)

a) Metode jumlah angka tahun (sum of year’s digits method)

Di dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan dikurangi nilai residu.

b) Metode saldo menurun (declining balance method)

Dalam cara ini beban depresiasi periodik dihitung dengan cara mengalikan tarif yang tetap dengan nilai buku aset. Karena nilai aset ini setiap tahun selalu menurun makan beban depresiasu tiap tahunnya juga selalu menurun.

c) Metode saldo menurun berganda (doubledeclining balance method)

Dalam metode ini, beban penyusutan tiap tahunnya menurun. Untuk dapat menghitung beban penyusutan yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah persentase penyusustan garis lurus. Persentase ini dikalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aset tetap. Karena nilai buku selalu menurun maka beban penyusutanm juga selalu menurun.

d) Metode tarif menurun (declining rate of cost method)

Di samping metode-metode yang telah diuraikan, terkadang dijumpai juga cara menghitung depresiasi dengan menggunakan tarif (%) yang selalu menurun. Tarif (%) ini setiap periode dikalikan dengan harga perolehan. Penurunan tarif (%) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti, tetapi ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan. Karena tarif (%) setiap periode selalu menurun makan beban depresiasinya juga selalu menurun.

Faktor-faktor yang Menentukan Biaya Penyusutan (skripsi dan tesis)

Menurut Baridwan (2008;307), ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memnetukan beban penyusutan tiap periode.

1. Harga perolehan (cost)

Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam memperoleh suatu aset dan menempatkannya agar dapat digunakan.

2. Nilai sisa (residu)

Nilai sisa suatu aset yang didepresiasi/disusutkan adalah jumlah yang diterima bila aset itu dijual, ditukarkan atau cara-cara kaub jetuja aset tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual/menukarnya

. 3. Taksiran umur kegunaan (masa manfaat)

Taksiran umur kegunaan (masa manfaat) suatu aset dipengaruhi oleh cara-cara pemeliharaan dan kebijakan-kebijakan suatu yang dianut dalam reparasi. Taksiran umur ini bisa dinyatakan dalam satuan periode waktu, satuan hasil produksi atau satuan jam kerjanmya. Dalam menaksir umur (masa manfaat) aset harus dipertimbangkan sebab-sebab keausan fisik dan fungsional.

Penyusutan Aset Tetap (skripsi dan tesis)

Menurut PSAK No. 17, penyusutan (depresiasi) adalah alokasi sejumlah aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi yang akan dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aset tetap yang dapat disusutkan adalah aset yang:

1) diharapkan untu digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi,

2) memiliki masa manfaat yang terbatas,

3) dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang atau jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.

Menurut Baridwan (2008;306), sebab-sebab penyusutan yaitu:

1. Faktor-faktor fisik

Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aset tetap adalah aus karena dipakai (wear and tear), aus karena umur (deteriotation and decay) dan kerusakankerusakan.

2. Faktor-faktor fungsional

Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aset tetap antara lain ketidakmampuan aset untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu diganti dan karean adanya perubahan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, atau karena adanya perkembangan teknologi sehingga aset tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai

Penggolongan Aset Tetap (skripsi dan tesis)

Aset Tetap dikeompokkan karena memiliki sifat yang berbeda dengan aset lainnya. Kriteria aset tetap terdiri dari berbagai jenis barang maka dilakukan pengelompokkan lebih lanjut atas aset-aset tersebut. Pengelompokkan itu tergantung pada kebijaksanaan akuntansi perusahaan masing-masing karena umumnya semakin banyak aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin banyak pula kelompoknya. Aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan terdiri dari berbagai jenis dan bentuk, tergantung pada sifat dan bidang usaha yang diterjuni oleh perusahaan tersebut. Aset tetap sering merupakan susatu bagian utama dari aset perusahaan, karenanya signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Nilai yang relatif besar serta jenis dan bentuk yang beragam dari aset tetap menyebabkan perusahaan harus hati-hati dalam menggolongkannya.

Dari macam-macam aset tetap, untuk tujuan akuntansi dilakukan penggolongan sebagai berikut:

1. Aset tetap yang umumnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, pertanian, dan peternakan.

2. Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya dapat diganti dengan aset yang sejenis, misalnya bagunan, mesin, alat-alat, mebel, dan lain-lain.

3. Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aset sejenis, misalnya sumbersumber alam seperti hasil tambang dan lain-lain. Menurut Harahap (2004;22) aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut antara lain:

1. Sudut substansi, aset tetap dapat dibagi:

a) Tangible assets atau aset berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.

b) Intangible assets atau aset tidak berwujud seperti goodwill, patent, copyright, hak cipta, franchise, dan lain-lain.

2. Sudut disusutkan atau tidak:

a) Depreciated plant assets yaitu aset tetap yang disusutkan seperti gedung, peralatan, mesin, inventaris, dan lain-lain.

b) Undepreciated plant assets yaitu aset yang tidak dapat disusutkan, seperti tanah.

3. Berdasarkan jenis

a) Lahan-lahan adalah bidang jenis tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang dididrikan bangunan di atasnya harus dipisahkan pencatatan dari lahan itu sendiri.

b) Bangunan gedung-gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas lahan atau air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung.

c) Mesin-mesin termasuk peralatan-peralaatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan. d) Kendaraan yaitu semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk, grader, traktor, forklift, mobil, kendaraan bermotor, dan lain-lain.

e) Perabot yaitu dalam jenis ini termasuk perabotan kantor, perabot laboratorium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan.

f) Inventari yaitu peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris laboratorium, inventaris gudang, dan lain-lain.

g) Prasarana yaitu prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti jalan, jembatan, roil, pagar, dan lain-lain.

Pengertian Aset Tetap (skripsi dan tesis)

Menurut Baridwan (2008;271) yang dimaksud aktiva/aset tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Menurut PSAK No. 16 tahun 2011, aset tetap adalah aset berwujud yang: (1) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk  direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (2) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode

Pengertian Biaya Historis (skripsi dan tesis)

Menurut Suwardjono (2008;475) biaya historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva/aset, utang/laibilitas, modal/ekuitas, dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam transaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh transaksi di antara kedua belah pihak yang bebas.Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh transaksi pada pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva/aset, utang/laibilitas, modal/ekuitas, dan transaksi lainnya. Menurut Amalia (2012), historical cost principle adalah prinsip yang menghendaki digunakannya harga perolehann untuk mencatat aktiva, utang, modal, dan biaya

Metode Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value) (skripsi dan tesis)

Berdasarkan ED PSAK No. 68 tahun 2013 tentang Pengukuran Nilai Wajar, teknik penilaian nilai wajar yaitu:

1. Pendekatan Pasar (market approach) Pendekatan pasar (market approach) menggunakan harga dan informasi relevan lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan aset, liabilitas, atau kelompok aset dan liabilitas yang identik atau sebanding (yaitu serupa), seperti bisnis

2. Pendekatan Biaya (cost approach) Pendekatan biaya (cost approach) mencerminkan jumlah yang dibutuhkan saat ini untuk menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) aset (sering disebut sebagai biaya pengganti saat ini).

3. Pendekatan Penghasilan (income approach) Pendekatan penghasilan (income approach) mengkonversi jumlah masa depan (contohnya arus kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini (yang didiskontokan). Ketika pendekatan penghasilan digunakan, pengukuran nilai wajar mencerminkan harapan pasar saat ini mengenai jumlah masa depan tersebut.

Pengertian Nilai Wajar (skripsi dan tesis)

Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan asaet atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2010). FASB, dalam statement yang terbaru 157, pengukuran fair value sebagai exit value, dengan tanda setuju dari IASB dengan beberapa reservasi minor: “fair value adalah harga yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang akan dibayar umtuk memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di tanggal pengukuran” (Penman, 2007;33). Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan, likuidasi yang dipaksakan, 6 atau penjualan akibat kesulitan keuangan.

Nilai wajar adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen. Yang dimaksud nilai wajar (fair value) adalah (1) jumlah aset yang dapat dipertukarkan, atau kewajiban diselesaikan, antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk transaksi lengan panjang; (2) estimasi nilai seluruh aset dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi yang digunakan untuk mengkonsolidasikan laporan keuangan kedua perusahaan; (3) dalam pasar berjangka, nilai wajar adalah harga ekuilibrium untuk kontrak berjangka. Ini adalah harga spot setelah memperhitungkan bunga majemuk (dan dividen hilang karena investor memiliki kontrak berjangka daripada saham fisik) selama periode waktu tertentu (termwiki, 2011).

Menurut PSAK No 16 tahun 2011, nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar. Berdasarkan ED PSAK No. 68 tahun 2013, Nilai wajar adalah pengukuran berbasis pasar, bukan pengukuran spesifik atas suatu entitas. Untuk beberapa aset dan liabilitas, transaksi pasar atau informasi pasar yang dapat diobservasi dapat tersedia. Untuk aset dan liabilitas lain, hal tersebut mungkin tidak tersedia. Akan tetapi, tujuan pengukuran nilai wajar dalam kedua kasus tersebut adalah sama – untuk mengestimasi harga dimana suatu transaksi teratur (orderly transaction) untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas akan terjadi antara pelaku pasar 7 (market participants) pada tanggal pengukuran dalam kondisi pasar saat ini (yaitu harga keluaran (exit price) pada tanggal pengukuran dari perspektif pelaku pasar yang memiliki aset atau liabilitas).

Net Profit Margin (NPM) (skripsi dan tesis)

Net profit margin (NPM) menurut Brigham dan Huston (2010:146) menyatakan bahwa: Net profit margin (NPM) merupakan rasio yang mengukur laba bersih per dolar penjualan yang dihitung dengan membagi laba bersih dengan penjualan. NPM yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Net profit margin (NPM) merupakan rasio yang menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan setiap penjualan yang dilakukan

Return On Equity (ROE) (skripsi dan tesis)

Return On Equity merupakan alat yang lazim digunakan oleh investor dan pemimpin perusahaan untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang didapat dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan. Bagi investor, analisis Return On Equity menjadi penting karena dengan analisis tersebut dapat diketahui keuntungan yang dapat diperoleh dari investasi yang dilakukan. Bagi perusahaan, ROA= x 100%  analisis ini menjadi penting karena merupakan faktor penarik bagi investor untuk melakukan investasi. Pengertian Return On Equity menurut Kasmir(2012:204) adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

Dengan demikian, rasio ini menghubungkan laba bersih yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumah modal sendiri yang dimiliki. Apabila Return On Equity (ROE) semakin tinggi, maka suatu perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham. Dalam hal ini akan berdampak pada peningkatan harga saham

Return On Asset (ROA) (skripsi dan tesis)

Menurut Prihadi (2008:51) Return on asset (ROA) digunakan untuk mengukur tingkat laba terhadap aset yang digunakan dalam menghasilkan laba tersebut. Return on asset (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan. Return on asset (ROA) merupakan salah satu rasio yang menjadi ukuran profitabilitas perusahaan, serta menunjukan efisiensi manajemen dalam menggunakan seluruh aset yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan pendapatan.

ROA merupakan rasio pengukuran profitabilitas yang sering digunakan oleh manajer keuangan untuk mengukur efektifitas keseluruhan dalam menghasilkan laba dengan aset yang tersedia. Semakin tinggi hasil ROA suatu perusahaan mencerminkan bahwa semakin baik penggunaan aset yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan laba

Rasio Profitabilitas (skripsi dan tesis)

Rasio profitabilitas (profitability ratio) berkaitan dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan. Ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerja baik dan  sebaliknya. Apabila kinerja perusahaan baik maka dapat mempengaruhi kenaikan harga saham perusahaan, begitu pun jika kinerja perusahaan kurang baik maka harga saham perusahaan menjadi turun. Husnan (2002:102) mendefinisikan bahwa “Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu

Pengertian Analisis Rasio Keuangan (skripsi dan tesis)

Menurut Harahap (2009:297), “Rasio Keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu akun laporan kenuangan dengan akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.” Sedangkan menurut Kasmir (2012:104), “Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan yang lainnya.” Menurut Prastowo (2011:80), analisis rasio keuangan adalah: Dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan, analisis rasio ini bertujuan untuk menilai efektivitas keputusan yang diambil oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. Untuk dapat menilai efektivitas tersebut, yang pada akhirnya dapat memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan yang digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara item-item pada laporan keuangan yang kemudian akan dianalisis guna pengambilan keputusan.

Menurut Riyanto (2010:331), umumnya rasio dapat dikelompokan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu:

1. Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya.

2. Rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan hutang.

3. Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dananya.

4. Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.

Analisis Saham (skripsi dan tesis)

Dalam konteks teori untuk melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar yakni:

1. Analisis Teknikal

Tandelilin (2010:392), “Analisis teknikal adalah teknik untuk memprediksi arah pergerakan harga saham dan indikator pasar saham lainnya berdasarkan pada data pasar historis seperti informasi harga saham dan volume.”

2. Analisis Fundamental

Tanndelilin (2010:338), “Analisis fundamental merupakan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan-perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham (skripsi dan tesis)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham di pasar modal, hal ini terjadi karena harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dari perusahaan maupun internal perusahaan. Menurut Brigham dan Huston (2006:33): “Harga saham dipegaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu faktor internah dan faktor eksternal perusahaan.” Faktor internal perusahaan yang mempengaruhi harga saham yaitu:

1. Seluruh aset keuangan perusahaan, termasuk saham dalam menghasilkan arus kas.

2. Kapan arus kas terjadi, yang berarti penerimaan uang atau laba untuk diinvestasikan kembali untuk meningkatkan tambahan laba.

3. Tingkat risiko arus kas yang diterima. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi harga saham adalah batasan hukum, tingkat umu aktivitas ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bnga dan kondisi bursa saham

Jenis-jenis Harga Saham (skripsi dan tesis)

Adapun jenis-jenis harga saham menurut Widioatmodjo (2005:54) jenis-jenis harga saham adalah sebagai berikut:

1. Harga Nominal

Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan dalam emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.

2. Harga Perdana

Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.

3. Harga Pasar

Kalau harga perdana merupaka harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi di sini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan disurat kabar atau media lain adalah harga pasar.

4. Harga Pembukaan

Harga Pembukaan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat jam bursa dibuka. Bisa saja terjadi pada saat dimulainya hari bursa itu sudah terjadi transaksi atas suatu saham, dan harga sesuai dengan yang diminta oleh penjual dan pembeli. Dalam keadaan demikian, harga  pembukaan bisa menjadi harga pasar, begitu juga sebaliknya harga pasar mungkin juga akan menjadi harga pembukaan. Namun tidak selalu terjadi.

5. Harga Penutupan

Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual dan pembeli pada saat akhir hari bursa. Pada keadaan demikian, bisa saja terjadi pada saat akhir hari bursa tiba-tiba terjad transaksi atas suatu saham, karen ada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Kalau itu yang terjadi maka harga penutupan itu telah menjadi harga pasar. Namun demikian, harga ini tetap menjadi harga penutupan pada hari bursa tersebut.

6. Harga Tertinggi

Harga tertinggi suatu saham adalah harga yang paling tinggi yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi transaksi atas suatu saham lebih dari satu kali pada harga yang sama.

7. Harga Terendah

Harga terendah suatu saham adalah harga yang paling rendah yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi apabila terjadi transaksi atas suatu saham lebih dari satu kali tidak pada harga yang sama. Dengan kata lain, harga terendah merupakan lawan dari harga tertinggi.

8. Harga Rata-rata

Harga rata-rata merupaka perataan dari harga tertinggi dan terendah.

Harga Saham (skripsi dan tesis)

Harga saham merupakan salah satu indicator pengelolaan perusahaan. Kebersihan dalam menghasilkan keuntungan akan memberikan kepuasan bagi investor yang rasional. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan keuntungan, yaitu berupa capital gain dan citra yang lebih baik bagi perusahaan sehingga memudahkan bagi manajemen untuk mendapatkan dana dari luar perusahaan. Untuk memahami pengertian audit secara baik, berikut ini pengertian audit menurut pendapat beberapa para ahli: Pengertian harga saham menurut Jogiyanto (2008:167): “Harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal.” Menurut Agus Sartono (2008:70): “Harga pasar saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran di pasar modal. Dalam pasar modal yang efisien, semua sekuritas diperjualbelikan pada harga pasarnya.” Harga saham menurut Brigham dan Houston (2010:7): “Harga saham menentukan kekayaan pemegang saham. Maksimalisasi kekayaan pemegang saham diterjemahkan menjadi memaksimalkan harga saham perusahaan. Harga saham pada satu waktu tertentu akan bergantung pada arus kas yang diharapkan diterima di masa depan oleh investor “ratarata” jika investor membeli saham.” Dari pengertian harga saham menurut para ahli dapat disimpukan bahwa harga saham adalah harga yang terbentuk sesuai permintaan dan penawaran di pasar jual beli saham dan biasanya merupakan harga penutupan.

Jenis-jenis Saham (skripsi dan tesis)

Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011:6), ada beberapa jenis saham yaitu:

1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas:

a. Saham biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap pembagian saham deviden, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. b. saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapat tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti ini yang dikehendaki oleh investor.

2. Dilihat dari cara peralihannya, saham dibedakan menjadi:

a. Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain.

b. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

3. Ditinjau dari kinerja perdagangannya, maka saham dapat dikategorikan menjadi:

a. Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industry sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar deviden.

b. Saham pendapatan (income stock), yaitu saham biasa dari suatu entimen yang memiliki kemampuan membayar deviden lebih tinggi dari ratarata deviden yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.

c. Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock lesser known, yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock.

d. Saham spekulatif (speculative stocks), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memungkinkan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. e. Saham skikal (counter cyclical stocks), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.

Pengertian Saham (skripsi dan tesis)

Untuk memperoleh modal, perusahaan menerima setoran dari para investor. Sebagai bukti setoran, perusahaan mengeluarkan tanda bukti pemilik saham yang yang diserahkan kepada pihak yang menyetorkan modal. Pemilik perusahaan merupakan pihak yang mempunyai saham dan disebut pemegang saham. Saham adalah tanda penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha pada sebuah perusahaan. Menurut Hanafi dan Halim (2009:15), pengertian saham adalah: Saham merupakan klaim paling akhir urutannya atau haknya. Bila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka kas yang ada dipakai untuk melunasi utang terlebih dahulu, baru kemudian jika terdapat sisa, kas tersebut digunakan untuk membayar pemegang saham. Darmadji dan Fakhrudin (2011:5), pengertian saham adalah: Saham (shares) didefinisikan sebagai tanda pernyataan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Berdasarkan pengertian saham di atas dapat dinyatakan bahwa saham merupakan selembar kertas yang diterbitkan oleh perusahaan sebagai tanda kepemilikan perusahaan karena telah menyetorkan sejumlah modal.

PER (Price Earning Ratio) (skripsi dan tesis)

Rasio harga dengan penghasilan atau price earning ratio sering digunakan untuk membandingkan peluang investasi. Suatu rasio harga dan penghasilan saham dihitung dengan membagi harga pasar per lembar saham (market price share) dengan penghasilan per lembar saham, (Trisnaeni,2007) Harga Pasar per Lembar Saham PER = Laba Bersih per Lembar Saham

Price Earning Ratio (PER) adalah hal penting yang juga harus diperhatikan. Informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan. PER pun menjadi ukuran harga relatif dari sebuah saham perusahaan. PER juga merupakan pendekatan yang lebih populer dipakai di kalangan analisis saham dan para praktisi. PER menggambarkan rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan, (Tandelilin, 2010:320,375). Semakin tinggi PER (Price Earning Ratio) yang dihasilkan perusahaan maka harga saham pun akan meningkat

DER (Debt to Equity Ratio) (skripsi dan tesis)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar utang yang dimiliki perusahaan atas equitas (modal sendiri) dari perusahaan tersebut. DER dapat diperoleh dengan rumus: Total Hutang DER = Total Modal sendiri Perhitungan diatas menunjukkan kemampuan bagian dari setiap rupiah modal sendiri dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. (Riyanto, 1997:333). debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka penjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). (Pribawanti, 2007). Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya memerlukan dana yang cukup agar operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Perusahaan yang kekurangan dana akan mencari dana untuk menutupi kekurangannya akan dana tersebut. Dana tersebut bisa diperoleh dengan cara memasukan modal baru dari pemilik perusahaan atau dengan cara melakukan pinjaman ke pihak di luar perusahaan. Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut dan berarti perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang maka financial leveragenya juga akan semakin besar. Berarti resiko yang dihadapi perusahaan akan semakin besar karena utangnya tersebut. 40 Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan memiliki tiga implikasi penting, yaitu:

1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas.

2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang di setor pemilik untuk memberikan marjin penganggaran, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur.

3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman di banding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar atau leveraged.

Dalam menanamkan investasinya perusahaan mengharapkan pengembalian yang maksimal dari investasinya tersebut. Penggunaan utang dalam investasi sebagai tambahan untuk mendanai aktiva perusahaan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh pemilik perusahaan dibandingkan hanya dengan menggunakan modal sendiri yang jumlahnya lebih terbatas. Apabila modal perusahaan dikelola dengan baik dan maksimal maka laba yang akan di dapat menjadi maksimal pula, karena digunakan oleh perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan yang tujuannya untuk menghasilkan laba. financial leverage akan di lihat oleh investor dan calon investor dalam mengelola dananya tersebut. Apabila dana tersebut bisa dikelola dengan baik maka akan dapat meningkatkan laba yang di peroleh dan berarti return yang dihasilkan akan meningkat pula. Hal ini akan di lihat pula oleh para kreditur untuk menentukan kebijakan dalam menyalurkan dananya. Rasio ini menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas di perusahaan dan menunjukkan perusahaan mengolah modal untuk memenuhi kewajibannya. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin kecil rasio hutang, harga saham cenderung baik.

ROE (Return On Equity) (skripsi dan tesis)

 

Return On Equity Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atas modal sendiri. ROE dapat diperoleh dengan rumus: Perhitungan diatas menunjukkan kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. (Riyanto, 1997:336). Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar, (Hernawati, 2007). Keuntungan setelah pajak ROE = Modal sendiri Return on Equity (ROE) merupakan salah alat utama investor yang paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. Dalam perhitungannya, secara umum ROE dihasilkan dari pembagian laba dengan ekuitas selama setahun terakhir. Walau cara menghitungnya sangat mudah akan tetapi dengan memahami secara mendalam ROE bisa memberikan gambaran tiga hal pokok :

1. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitability)

2. Efisiensi perusahaan dalam mengelola aset (assets management)

3. Hutang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial leverage). Bagi investor, ROE merupakan salah satu indikator penting untuk melihat kinerja perusahaan dalam mencapai laba. Semakin tinggi ROE (Return on Equity) yang dihasilkan perusahaan maka harga saham pun akan meningkat

Rasio Keuangan (skripsi dan tesis)

Analisis rasio keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, karena analisis ini dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang keadaan keuangan perusahaan. Bentuk pokok rasio keuangan ada empat (Riyanto, 1997:331) yaitu:

1. Rasio likuiditas yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2. Rasio Solvabilitas mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang

3. Rasio Aktivitas mengukur tingkat efektivitas pemanfaatan suber daya perusahaan

4. Rasio Profitabilitas memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen seperti ditujukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.

Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dari laporan keuangan dapat diketahui kinerja keuangan perusahaan yang sering dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi 36 oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, peminjam, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaga dan masyarakat. Laporan keuangan merupakan beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka-angka tersebut (Brigham dan Houston 2001:36) Menurut Sundjaja dan Barlian (2003:76) laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi antar data keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data-data atau aktivitas tersebut. Laporan keuangan berisi tentang informasi keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan arus kas, laporan perubahan modal dan catatan atas laporan keuangan

Harga/Nilai Saham (skripsi dan tesis)

Saham mempunyai 3 macam nilai (Anoraga dan Pakarti, 2001:56) yaitu:

1. Nilai nominal yaitu nilai yang tercantum dalam saham tersebut.

2. Nilai efektif yaitu nilai yang tercantum pada kurs resmi kalau saham tersebut diperdagangkan di bursa.

3. Nilai intrinsik yaitu nilai saham pada saat likuidasi.

Berdasarkan fungsinya, nilai suatu saham dibagi atas tiga jenis (Anoraga dan Pakarti, 2001:58) yaitu: a) Par Value (Nilai Nominal)/Stated Value/Face Value

Nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi (Ketentuan UU PT No. 1/1995).

a. Nilai nominal dicantumkan dalam mata uang RI.

b. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Nilai nominal ini tidak digunakan untuk mengukur sesuatu. Jumlah saham yang dikeluarkan perseroan dikali dengan nilai nominalnya merupakan modal disetor penuh bagi suatu perseroan dan dalam pencatatan akuntansi nominal dicatat sebagai modal ekuitas perseroan di dalam neraca. Untuk satu jenis saham yang sama harus mempunyai satu jenis nilai nominal.

b) Base Price (Harga Dasar)

Harga perdana (untuk menentukan nilai dasar), dipergunakan dalam perhitungan indeks harga saham. Harga dasar akan berubah sesuai dengan aksi emiten. Untuk saham baru, harga dasar merupakan harga perdananya.

c) Market Price

Market price merupakan harga pada pasar riil dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah penutupannya (closing price). Harga tersebut terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC (Over the counter market). Harga pasar ini merupakan harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain dan disebut sebagai harga di pasar sekunder. Harga pasar inilah yang menyatakan naik-turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat-surat kabar atau di media-media lainnya.

Kalsifikasi kapitalisasi pasar:

1. BigCap (> Rp 5 triliun), disebut juga blue-chip/saham papan atas/saham lapis pertama.

2. Mid-Cap (Rp 1 triliun-Rp 5 triliun), disebut juga baby blue-chip/baby blues/saham lapis kedua.

3. Small-Cap (di bawah Rp 1 triliun), disebut juga saham lapis ketiga.

Jenis-jenis Saham (skripsi dan tesis)

Dari berbagai jenis saham yang dikenal di bursa, yang diperdagangkan yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). (Anoraga dan Pakarti, 2001:54)

1. Saham Biasa

Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan  memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya (one share one vote). Pada likuidasi perseroan, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan setelah semua kewajiban dilunasi. Saham biasa merupakan salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek, perdagangan saham makin marak dan menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham. Saham biasa ada dua jenis, yaitu saham atas nama dan saham atas unjuk. Untuk saham atas nama, nama pemilik saham tertera di atas saham tersebut. Sedangkan saham atas unjuk yaitu nama pemilik saham tidak tertera di atas saham, tetapi pemilik saham adalah yang memegang saham tersebut. Seluruh hak pemegang saham akan diberikan pada penyimpan saham tersebut.

2. Saham Preferen

Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa. Di samping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi atau komisaris. Saham preferen mempunyai ciri-ciri yang merupakan gabungan dari hutang dan modal sendiri. Ciri-ciri yang penting dari saham preferen adalah:

a. Hak utama atas dividen Pemegang saham preferen mempunyai hak lebih dulu untuk menerima dividen. Dengan kata lain, pemegang saham preferen harus menerima dividen mereka terlebih dahulu sebelum dividen dibagikan kepada para pemegang saham biasa.

b. Hak utama atas aktiva perusahaan Dalam likuidasi, pemegang saham preferen berkedudukan sesudah kreditur biasa tetapi sebelum pemegang saham biasa. Mereka berhak menerima pembayaran meksimum sebesar nilai nominal saham preferen, sesudah para kreditur perusahaan termasuk pemegang obligasi dilunasi.

c. Penghasilan tetap Penghasilan tetap para pemegang saham preferen biasanya berupa jumlah yang tetap. Misalnya saham preferen 15% memberikan hak kepada pemegang saham untuk menerima dividen sebesar 15% dari nilai nominal tiap tahun.

d. Jangka waktu yang tidak terbatas Umumnya saham preferen dikeluarkan untuk jangka waktu yang terbatas. Akan tetapi dapat juga pengeluaran saham preferen dilakukan dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham preferen tersebut dengan harga tertentu.

e. Tidak mempunyai hak suara Umumnya para pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Kalaupun hak suara diberikan, biasanya dibatasi pada hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan manajemen perusahaan.

f. Saham preferen komulatif Dalam hal ini dividen yang tidak terbayar pada pemegang saham preferen tetap menjadi hutang perusahaan dan harus dibayar dalam tahun tersebut atau tahun berikutnya bila perusahaan memperoleh laba yang cukup

Pengertian Saham (skripsi dan tesis)

Surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal sering disebut efek atau sekuritas, salah satunya yaitu saham, (www.wikipedia-indonesia.com). Saham dapat didefinisikan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut, (http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-saham.html). Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Apabila seorang investor membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut. Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas.

Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat yang diperoleh di antaranya adalah:

1. Dividen, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham.

2. Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga belinya.

3. Manfaat non-finansial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya prusahaan.

Syarat Melakukan Go Public (skripsi dan tesis)

Menjadi perusahaan yang go public harus melakukan beberapa syarat, diantaranya:

1. Emiten berkedudukan di Indonesia.

2. Pemegang saham minimal 300 orang.

3. Modal disetor penuh sekurang-kurangnya tiga milyar rupiah.

4. Setelah diaudit selama dua tahun buku terakhir berturut-turut memperoleh laba.

5. Laporan keuangan telah diperiksa akuntan publik untuk dua tahun terakhir berturut-turut dengan pernyataan wajar tanpa pengecualian untuk tahun terakhir.

6. Untuk perbankan harus memenuhi kriteria sebagai bank sehat dan memenuhi kecakupan modal sesuai ketentuan Bank Indonesia

Manfaat dan Konsekuensi Go Public (skrispi dan tesis)

Manfaat dari penawaran go public (Anoraga dan Pakarti, 2001:47) yaitu:

1. Dapat memperoleh dana yang relatif lebih dan diterima sekaligus

2. Biaya relatif lebih murah

3. Prosesnya relatif lebih mudah

4. Pembagian deviden berdasarkan keuntungan

5. Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk lebih meningkatkan profesionalisme

6. Emiten akan lebih dikenal oleh masyarakat

7. Memberikan kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham Konsekuensi yang akan berlaku pada perusahaan apabila mereka melakukan go public (Anoraga dan Pakati, 2001:47) adalah:

1. Keharusan melakukan keterbukaan

2. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan

3. Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi formal

4. Kewajiban membayar deviden bila perusahaan mendapatkan laba

Pengertian Go Public (skripsi dan tesis)

 

Penawaran umum sering disebut dengan istilah go public. Istilah ini semakin sering didengar seiring dengan semakin maraknya instrumen pasar modal, khususnya saham yang merupakan salah satu alternatif investasi. Secara mudah, go public merupakan penawaran atau obligasi kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya. Pertama kali disini berarti bahwa pihak penerbit pertama kalinya melakukan penjualan saham atau obligasi. Kegiatan ini disebut pasar perdana (primary market). Selanjutnya pemegang saham ini dapat mentransaksikannya di pasar sekunder. Sebuah penawaran, berarti melibatkan pihak penerbit dan pembeli baik saham atau pun obligasi. Penerbit disini sering disebut dengan emiten atau investee, sedangkan pihak pembeli (bisa masyarakat umum atau lembaga) sering disebut dengan investor. Perusahaan yang sudah melakukan penawaran umum disebut perusahaan terbuka atau perusahaan publik. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut sudah merupakan milik masyarakat pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan

Manfaat Pasar Modal (skripsi dan tesis)

Manfaat pasar modal bisa dirasakan baik oleh investor, emiten, pemerintah maupun lembaga penunjang. Manfaat pasar modal bagi emiten, ( Anoraga dan Pakarti, 2001:12):

1. Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besa

2. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai

3. Tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana atau perusahaan

4. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan

5. Ketergantungan emiten terhadap bangk menjadi kecil

6. Aliran kas hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan

7. Tidak ada bebas finansial yang tetap

8. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas

9. Tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu

10. Profesionalisme dalam manajemen meningkat

Manfaat pasar modal bagi investor ( Anoraga dan Pakarti, 2001:13):

1. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai capital gain

. 2. Memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki atau memegang saham dan bunga tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang saham.

3. Mempunyai hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam RUPO bila diadakan bagi pemegang obligasi.

4. Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi, misal dari saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko.

Sedangkan manfaat pasar modal bagi pemerintah ( Anoraga dan Pakarti, 2001:18) yaitu:

1. Mendorong laju pembangunan

2. Mendorong investasi

3. Penciptaan lapangan kerja

4. Memperkecil Debt Service Rasio (DSR)

5. Mengurangi beban anggaran bagi BUMN

Pengertian Pasar Modal (skripsi dan tesis)

Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets dan hutang pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan fortofolio investasi (melalui pasar sekunder). Berlangsungnya fungsi pasar modal (Bruce Lioyd, 1976) adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan “kriteria pasarnya” secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.

Menurut Marzuki Usman dalam pengantar pasar modal, definisi pasar modal adalah: “pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank lembaga pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public).” Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan suratsurat berharga seperti saham, sertifikat saham dan obligasi. Dalam pengertian klasik, seperti dapat dilihat dalam praktek-prakteknya di negara-negara kapitalis, perdagangan efek sesungguhnya merupakan keiatan perusahaan swasta. Motif utama terletak pada masalah kebutuhan modal bagi perusahaan yang ingin lebih memajukan usaha dengan menjual sahamnya pada para pemilik uang atau investor baik golongan maupun lembaga-lembaga usaha.

U Tun Wai dan Hugh T. Patrick dalam makalah IMF menyebutkan 3 pengertian tentang pasar modal sebagai berikut:

1. Definisi yang luas Pasar modal adalah kebutuhan sisten keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan jangka pendek, primer dan tidak langsung.

2. Definisi dalam arti menengah Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembagalembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang  berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk saham-saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotek dan tabungan serta deposito berjangka.

3. Definisi dalam arti sempit Pasar modal adalah pasar terorganisasi yang memperdagangkan sahamsaham dan obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner dan underwriter.

Menurut Dr. Siswanto Sudomo dalam pengantar pasar modal, yang dimaksud dengan pasar modal adalah pasar tempat diterbitkan serta diperdagangkan suratsurat berharga jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. Di Indonesia, pengertian pasar modal adalah sebagaimanan tertuang di dalam Keputusan Presiden (Kepres) No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal Bab I Pasal I di mana disebutkan “Pasar Modal adalah bursa efek seperti yang dimaksud dalam UndangUndang No. 15 Tahun 1952 (Lembaga Negara, Tahun 1952 No. 67)”. Jadi pasar modal adalah bursa-bursa perdagangan di Indonesia yang didirikan untuk perdagangan uang dan efek.

Pengertian Analisis Fundamental (skripsi dan tesis)

Panji Anoraga dan Piji Pakarti (2001:108-109) menjelaskan analisis fundamental sebagai berikut: “Analisis ini sangat berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Dengan analisis ini diharapakan calon investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya menjadi milik investor. Apakah sehat atau tidak, apakah cukup menguntungkan atau tidak dan sebagainya. Karena biasanya nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini penting karena nantinya akan berhubungan dengan hasil yang akan diperoleh dari investasi dan juga risiko yang ditanggung.” Data yang dipakai dalam analisis fundamental menyangkut data-data historis, yaitu data-data yang telah lewat. Analisis ini sering disebut dengan Company Analysis (Robert Ang, 1977). Di dalamnya menyangkut analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari perusahaan, bagaimana kegiatan operasionalnya dan juga bagaimana prospeknya di masa yang akan datang. Hal tersebut dinyatakan oleh Panji Anoraga dan Piji Pakarti (2001:109) Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan pada rasio finansial dan  kejadian-kejadian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Sebagian pakar berpendapat teknik analisis fundamental lebih cocok untuk membuat keputusan dalam memilih saham perusahaan mana yang dibeli untuk jangka panjang. analisis fundamental dibagi dalam tiga tahapan analisa yaitu analisis ekonomi, analisis industri, dan analisis perusahaan, (www.wikipedia-indonesia.com). Analisis fundamental mempunyai anggapan bahwa setiap pemodal adalah mahluk rasional. Oleh karena itu analisis fundamental mencoba mempelajari hubungan harga saham dengan kondisi perusahaan. Alasannya harga saham mewakili nilai prusahaan, tidak hanya nilai intrinsik perusahaan tapi juga adalah harapan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilai di kemudian hari. Analisis fundamental tidak menaruh perhatian pada pola pergerakan saham di masa silam tapi berusaha menentukan nilai yang tepat untuk suatu saham. Mereka yakin pada akhirnya bursa akan mencerminkan secara tepat nilai sesungguhnya suatu saham, (Raharjo, 2005)

. Menurut Sitompul (2004:15), analisis fundamental digunakan untuk mengevaluasi prospek masa mendatang, pertumbuhan dan kemampu-labaan perusahaan dalam kaitannya dengan perekonomian secara makro, perekonomian nasional, perkembangan bidang industri perusahaan dan kondisi perusahaan itu sendiri. Secara teoritis, analisis fundamental terdiri dari tiga langkah proses, yaitu: 1. Pada langkah pertama para analis terlebih dahulu mengevaluasi bagaimana lingkungan bisnis di masa yang akan datang. 23 2. Langkah kedua, para analis membuat estimasi tentang seberapa baik atau seberapa buruk kinerja perusahaan yang dievaluasi itu di dalam lingkungan bisnis di masa mendatang yang dihasilkan dari langkah pertama di atas. (Biasa disebut analisis pendapatan perusahaan di masa mendatang). 3. Setelah mendapat penilaian tentang perekonomian dan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang, maka para analis membuat estimasi tentang berapa harga yang harus dibayar para investor terhadap saham perusahaan itu di masa mendatang. (disebut juga harga pasar saham di masa mendatang)

Price to Book Value (PBV) (skripsi dan tesis)

Price to Book Value adalah rasio yang menunjukkan apakah harga saham (harga pasarnya) diperdagangkan di atas atau di bawah nilai buku saham tersebut. Istilah teknisnya, apakah saham tersebut overvalued atau undervalued (Fakhruddin dan Hadianto: 2001). Suatu saham dikatakan overvalued bilamana harga sahamnya di atas nilai buku saham tersebut. Sebaliknya, suatu saham dikatakan undervalued bilamana harga sahamnya di bawah nilai buku saham tersebut (Siamat: 2005). 𝐏Price to Book Value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, maka pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin: 2006). Apabila prospek perusahaan semakin baik, maka semakin kecil resiko yang diterima oleh pemegang saham sehingga akan terjadi peningkatan pada harga saham dan menyebabkan pendapatan (return) saham meningkat

Price Earning Ratio (PER) (skripsi dan tesis)

Price Earning Ratio (PER) merupakan komponen penting kedua dalam menganalisis perusahaan setelah Earning Per Share (EPS). Informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER merupakan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan. Disamping itu, PER juga merupakan ukuran harga relatif dari sebuah saham perusahaan (Tandelilin: 2001). Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Fakhruddin Darmadji: 2006). Rasio ini membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan (disajikan dalam laporan keuangan) (Husnan dan Pudjiastuti: 1994)

Earning Per Share (EPS) (skripsi dan tesis)

Earning Per Share atau laba per saham adalah komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan. Besarnya EPS suatu perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan (Tandelilin: 2001). Laba per saham (Earning Per Share) merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar dalam setiap lembar saham (Fakhruddin dan Darmadji: 2006).

Debt to Equity Ratio (DER) (skripsi dan tesis)

Rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) merupakan rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri (Fakhruddin dan Darmadji: 2006). Rasio utang (Debt to Equity Ratio) diukur dari perbandingan utang dengan ekuitas (modal sendiri). Tingkat Debt to Equity Ratio yang aman biasanya kurang dari 50 persen. Semakin kecil DER maka semakin baik bagi perusahaan. Semakin besar DER maka semakin besar resiko yang dihadapi (Fakhruddin dan Hadianto:2001)

Pendapatan Saham (return saham) (skripsi dan tesis)

Pendapatan saham (return saham) adalah hasil yang diperoleh dari investasi atau suatu pengembalian saham yang diharapkan atas dana yang di invetasikan. Pendapatan (return) saham dapat berupa pendapatan realisasi (realizedreturn) dan pendapatan ekspektasi (expectedreturn). Pendapatan realisasi (realized return) adalah pendapatan yang telah terjadi. Pendapatan realisasi dihitung berdasarkan data historis. Pendapatan realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Pendapatan realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan pendapatan ekspektasi (expectedreturn) dan risiko di masa mendatang. Pendapatan ekspektasi (expectedreturn) adalah pendapatan yang diharapkan akan diperoleh di masa yang akan datang (Jogiyanto, 2003).

Pendapatan realisasi sifatnya sudah terjadi sedangkan pendapatan ekspektasi sifatnya belum terjadi. Pendapatan (return) saham atau return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya. Untuk obligasi, yield adalah persentase

Pada kenyataannya, investor lebih tertarik menghitung pendapatan saham menggunakan capital gain dibandingkan dividen karena tidak selamanya perusahaan mau membagikan dividen kas atau keuntungan perusahaan kepada pemegang saham (investor). Oleh karena itu, pengaruh dividen terhadap pendapatan (return) saham lebih kecil nilainya di bandingkan capital gain, maka penelitian ini menghitung pendapatan (return) saham menggunakan capital gain tanpa melihat dividen

Teori Fundamental (skripsi dan tesis)

Analisis Fundamental menyatakan bahwa setiap investasi saham mempunyai landasan yang kuat yang disebut nilai intrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisis terhadap kondisi perusahaan pada saat sekarang dan prospeknya di masa datang. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari faktorfaktor perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu keuntungan (return) yang diharapkan dengan suatu risiko yang melekat pada saham tersebut. Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan (1) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (2) menerapkan hubungan-hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut sebagai share price forecasting model. Dalam model peramalan ini, langkah yang penting adalah mengidentifikasi faktor-faktor fundamental (seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan deviden, dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Jika kemampuan perusahaan semakin meningkat (misalnya menghasilkan laba yang meningkat) maka harga saham akan meningkat pula. Dengan kata lain profitabilitas akan mempengaruhi harga saham (Husnan, 1998).

Menurut Robert Ang (1997) dalam Widodo (2002), analisis faktor fundamental didasarkan pada analisis faktor keuangan yang tercermin dalam rasio-rasio keuangan yang terdiri dari lima rasio yaitu: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas (rentabilitas), rasio aktivitas dan rasio pasar. Rasio yang sering digunakan dalam analisis fundamental adalah rasio likuiditas, salah satunya yaitu Debt to Equity Ratio. Apabila Debt to Equity Ratio suatu perusahaan meningkat, maka semakin besar tanggung jawab perusahaan tesebut untuk membayar hutang terhadap pihak luar (kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar. Selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan harga saham dan menyebabkan pendapatan (return) saham menjadi menurun. Selanjutnya, rasio yang sering digunakan dalam analisis faktor fundamental adalah rasio pasar yaitu, Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV). Apabila Earning Per Share suatu perusahaan semakin tinggi, maka semakin besar laba yang akan diterima oleh pemegang saham. Semakin meningkatnya laba, maka harga saham akan cenderung naik. Hal tersebut akan mempengaruhi pendapatan (return) saham. Rasio pasar yang kedua adalah Price Earning Ratio. Apabila PER suatu perusahaan tinggi maka perusahaan memungkinkan pertumbuhan laba yang lebih tinggi sehingga resiko yang diterima oleh pemegang saham semakin kecil. Semakin kecilnya resiko yang diterima memungkinkan terjadinya kenaikan harga saham dan mempengaruhi pendapatan (return) saham yang diperoleh pemegang saham. Rasio pasar yang ketiga adalah Price to Book Value. Apabila rasio PBV tinggi, maka semakin baik propek perusahaan tersebut. Baiknya prospek  perusahaan ditandai dengan meningkatnya harga saham. Apabila harga saham meningkat, maka pendapatan (return) saham yang diperoleh juga meningkat.

Keputusan Investasi (skripsi dan tesis)

Dalam pengambilan keputusan investasi khususnya saham, seorang investor dianjurkan untuk terlebih dahulu mengetahui nilai intrinsik dari suatu saham untuk kemudian dibandingkan dengan harga pasar. Nilai intrinsik tersebut dapat menunjukan present value arus kas yang diharapakan dari suatu saham. Menurut Sunariyah (2005:178) pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan investasi saham adalah sebagai berikut:

1. Apabila nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar saham saat ini maka saham tersebut dinilai undervalue (berada dibawah harga wajar/ terlalu rendah), dan karenanya harus dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki dengan pertimbangan suatu saat harganya akan naik kembali.

2. Apabila nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar saham saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalue (berada diatas harga wajarnya/ mahal), dan karenanya harus dijual.

3. Apabila nilai intrinsik sama dengan harga pasar saham saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. Keputusan investasi yang dapat diambil yaitu dengan mempertahankan atau mempertahankan saham tersebut untuk tidak menjual atau membeli saham tersebut sampai kondisi yang menguntungkan bagi investor.

Analisis Fundamental (skripsi dan tesis)

Analisis fundamental merupakan salah satu cara untuk melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator yang terkait dengan kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan hingga berbagai indikator keuangan dan menejemen perusahaan (Darmadji dan hendy,2012:149). Sedangkan Hermuningsih (2012:194) menerangkan bahwa analisis fundamental adalah usaha untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan saham yang akan dipilih melalui analisis perusahaan. Ide dasar analisis fundamental ini adalah dikarenakan kinerja perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi harga saham (Halim,2015:4). Analisis fundamental digunakan untuk membandingkan harga intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya

1. Pendekatan Price Earning Ratio (PER) Tandelilin (2010:320) menjelaskan “PER adalah rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan”. Sedangkan menurut Hartono (2015:204) menyatakan “ PER menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earning dimana rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings”. Lain halnya dengan pendapat Halim (2015:10) mengungkapkan bahwa rasio ini menggambarkan kesediaan investor membayar suatu jumlah tertentu untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan

Penilaian Harga Saham (skripsi dan tesis)

Seorang investor dalam menyalurkan modal dalam investasi saham memerlukan penilaian terhadap saham yang akan dibeli untuk memperoleh keuntungan maksimal. Penilaian harga saham tersebut dilakukan guna mengetahui keputusan investasi yang tepat dalam pemilihan keputusan para calon investor. Melihat pergerakan dari harga saham atau nilai saham dalam pasar adalah salah satu cara yang dapat dilakukan para calon investor. Tandelilin (2010:301) “Agar keputusan investasinya tepat atau menghasilkan return sesuai dengan yang diharapkan maka investor perlu melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap saham-saham yang akan dipilihnya”. Secara singkat penilaian harga saham bagi calon investor dirasa sangat diperlukan untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi.

1. Nilai Intrinsik dan Nilai Pasar

Tandelilin (2010:301) menjelaskan bahwa nilai pasar adalah nilai saham yang tertera di pasar, sedangkan nilai intrinsic atau yang sering disebut nilai teoritis adalah nilai saham yang memang seharusnya atau sebenarnya.

2. Analisis Rasio Keuangan

Sebagai seorang calon investor, salah satu indikator untuk menilai masa depan sebuah perusahaan adalah dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitasnya. Oleh karena itu investor seringkali menggunakan beberapa rasio berikut:

a. Rasio Profitabilitas

1) Return On Equity (ROE)

Return On Equity merupakan gambaran kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba yang dapat diperoleh pemegang saham. ROE di dirumuskan sebagai berikut : Sumber : Tandelilin,(2010:372)

2) Return On Asset (ROA)

Return On Asset menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki suatu perusahaan dapat menghasilkan laba.

b. Rasio Pasar

1) Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share merupakan jumlah laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham per lembarnya.

2) Deviden Per Share (DPS)

Deviden Per Share menggambarkan berapa jumlah pendapatan per-lembar saham yang akan didistribusikan.

3) Deviden Payout Ratio (DPR)

Deviden Payout Ratio merupakan perbandingan deviden per saham dengan earning per-share. Menunjukan berapa presentase laba yang diperoleh perusahaan dari penghasilan bersih yang dibayarkan sebagai deviden.

4) Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio merupakan perbandingan harga saham perlembar dengan pendapatan per lembar saham. Penggunaan PER sendiri digunakan untuk mengetahui modal investor agar mendapatkan earning dari perusahaan. Nilai PER yang rendah memiliki daya tarik tersendiri bagi para investor.PER di dirumuskan sebagai berikut

Saham (skripsi dan tesis)

Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki perusahaan suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan (Tandelilin,2010:18). Kemudian Darmadji (2012:5) menjelaskan secara singkat “Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan usaha suatu perusahaan atau perseroan terbatas”

Investasi (skripsi dan tesis)

Pengertian Investasi menurut Tandelilin (2010:2) adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainya yang dilakukan saat ini, dengan tujuan memperoleh memperoleh sejumlah keuntungan dimasa mendatang. Lain halnya dengan pendapat Jogiyanto (2013:5) “investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode yang tertentu”. Setiap tindakan yang berhubungan dengan penggunaan dana tentunya memiliki tujuan yang jelas. Tidak terkecuali dengan investasi, tentunya investor memiliki tujuan yang jelas mengenai penggunaan dana sebagai modal investasi. Tandelilin (2010: 8-9) menjelaskan beberapa tujuan dari investasi, yaitu:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa mendatang.

2. Mengurangi tekanan inflasi

3. Dorongan untuk menghemat paja

Pasar Modal (skripsi dan tesis)

Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Pasar modal adalah suatu pasar (tempat berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan sahamsaham obligasi-obligasi dan jenis surat berharga lainya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek” (Sunariyah, 2005:4-5).

Pengaruh EPS terhadap Harga Saham (skripsi dan tesis)

Earning per share (EPS) merupakan rasio yang mengukur perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Nilai EPS yang lebih besar menandakan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS akan semakin menarik minat investor dalam menanamkan modalnya, karena EPS menunjukkan laba yang berhak didapatkan oleh pemegang saham atas satu lembar saham yang dimilikinya. Informasi peningkatan EPS akan diterima pasar sebagai sinyal baik yang akan memberikan masukan positif bagi investor dalam pengambilan keputusan membeli saham. Hal ini membuat permintaan akan saham meningkat sehingga harganya pun akan naik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian dari Tiningrum (2008), Pasaribu (2008), Sasongko dan Wulandari (2006), Nuraini (2009), Nurfadillah (2011), Seetharaman dan Raj (2011) yang menemukan bahwa EPS mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

Pengaruh CR terhadap Harga Saham (skripsi dan tesis)

Current ratio (CR) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan nilai aktiva lancar dengan kewajiban lancar perusahaan. Semakin tinggi nilai CR berarti semakin baik kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Semakin baik kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajibannya berarti semakin kecil risiko likuidasi yang dialami perusahaan dengan kata lain semakin kecil risiko yang harus ditanggung oleh pemegang saham perusahaan. Informasi peningkatan CR akan diterima pasar sebagai sinyal baik yang akan memberikan masukan positif bagi investor dalam pengambilan keputusan membeli saham. Hal ini membuat permintaan akan saham meningkat sehingga harganya pun akan naik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Dewi (2012) yang menemukan bahwa ROA mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

Pengaruh DER terhadap Harga Saham (skripsi dan tesis)

Debt to equity ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap ekuitas yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Informasi peningkatan DER akan diterima pasar sebagai sinyal buruk yang akan memberikan masukan negatif bagi investor dalam pengambilan keputusan membeli saham. Hal ini membuat permintaan akan saham berkurang sehingga harganya pun akan turun. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Stella (2009) yang menemukan bahwa DER mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham.

Pengaruh ROA terhadap Harga Saham (skripsi dan tesis)

Return on assets (ROA) adalah rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi perusahaan memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Informasi peningkatan ROA akan diterima pasar sebagai sinyal baik yang akan memberikan masukan positif bagi investor dalam pengambilan keputusan membeli saham. Hal ini membuat permintaan akan saham meningkat sehingga harganya pun akan naik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Yusi (2010) yang menemukan bahwa ROA mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

Pengaruh ROE terhadap Harga Saham (skripsi dan tesis)

Return on equity (ROE) adalah rasio yang mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan modal yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian pada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar kepada pemegang saham. Informasi peningkatan ROE akan diterima pasar sebagai sinyal baik yang akan memberikan masukan positif bagi investor dalam pengambilan keputusan membeli saham. Hal ini membuat permintaan akan saham meningkat sehingga harganya pun akan naik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Nurfadillah (2011) yang menemukan bahwa ROE mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

Hubungan Persepsi Terhadap Budaya Organisasi Dengan Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Mengacu pada pernyataan Pierce (2001), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Psychological Ownership, salah satunya yaitu knowing intimately atau pemahaman yang mendalam mengenai suatu objek. Hal ini membuat individu menemukan makna sosial dari objek tersebut. Makna suatu objek yang diberikan oleh lingkungan sosial dapat digunakan individu sebagai identitas diri hingga dapat dikenal dan dihargai. Objek yang terintegrasi dengan self-identity menandakan asosiasi diri terhadap objek. Dengan adanya makna sosial dalam lingkungan seseorang, akan dapat memunculkan perasaan nyaman terhadap lingkungan tersebut. Dalam hal ini, budaya organisasi dapat dianggap sebagai suatu hal yang dapat menumbuhkan makna sosial individu. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, budaya organisasi dijelaskan sebagai suatu identitas sebuah perusahaan yang membedakannya dengan perusahaan lain. Identitas tersebut berisi peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang mengatur sikap dan perilaku anggota perusahaan. Persepsi terhadap budaya organisasi memiliki dua variasi, yaitu persepsi positif dan negatif. Seseorang dikatakan memiliki persepsi yang positif terhadap budaya organisasi apabila ia mampu memahami dan memaknai secara positif, serta menerima budaya organisasi yang berlaku.

Sebaliknya, apabila seorang karyawan memiliki persepsi negatif terhadap suatu budaya organisasi, maka ia akan cenderung memaknai secara negatif dan sulit untuk menerima budaya organisasi tersebut. Dengan memahami dan menerima budaya organisasi, seseorang biasanya akan mampu menyesuaikan diri, memiliki rasa identitas, merasa menjadi bagian dari organisasi dan mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan dalam perusahaan sebagai anggota organisasi. Robbin (2002) menjelaskan bahwa tujuan terbentuknya budaya organisasi sendiri yaitu sebagai pembawa suatu rasa identitas serta perekat sosial bagi anggota organisasi. Dari penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa persepsi yang positif terhadap budaya organisasi akan dapat menumbuhkan makna identitas diri pada individu tersebut. dengan kata lain membuktikan adanya Psychological ownership terhadap perusahaan pada diri anggota.

Budaya Organisasi (skripsi dan tesis)

Setiap organisasi memiliki budayanya yang tercermin dalam perilaku anggota, para karyawan, kebijakan-kebijakan dan peraturannya (Munandar, 2001). Secara sederhana, budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berfikir, cara bekerja, cara laku para karyawan suatu perusahaan dalam melakukan tugas pekerjaan mereka masing-masing (Munandar 2001). Budaya merupakan suatu nila-nilai yang dipercaya, sehingga menjadi karakteristik yang diberikan anggota kepada suatu organisasi (pratama 2012). Menurut Pratama (2012), budaya organisasi adalah suatu pola dari dasar asumsi-asumsi untuk bertindak, menentukan atau menggambarkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan mengadaptasikannya dari luar dan mengintergrasikannya dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi yang membedakan organsiasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbins, 2002)

Budaya organisasi memiliki 7 ciri-ciri menurut Robbins (2002), yaitu Inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi keluaran, orientasi ke orang, orientasi tim, keagresifan dan stabilitas.

(1) Inovasi dan pengambilan resiko yaitu sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.

(2) perhatian terhadap detail, yakni sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal detail.

(3) Orientasi keluaran, sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil dan pengeluaran dari pada teknik dan proses dalam mencapai hasil.

(4) orientasi ke orang, sejauh mana keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut memperhatikan dampak dari pengeluarannya terhadap karyawan.

(5) orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatakegiatan lebih diorganisasi seputar kelompok-kelompok dari pada seputar perorangan.

(6) keagresifan, sejauh mana orang-orang lebih agresif dari pada santai.

(7) stabilitas, sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.

Dalam suatu organisasi, peran dan fungsi budaya organisasi menurut Robbin (2002), adalah

(1) menciptakan pembeda yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

(2) budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

(3) budaya mempermudah tumbuhnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual seseorang.

(4) budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

(5) budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memantau dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi tehadap budaya organisasi adalah bagaimana seseorang memaknai dengan menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasi terkait budaya organisasi yang diterapkan di tempat ia bekerja.

Budaya perusahaan berhubungan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu perusahaan, dengan demikian cara  karyawan memandang atau mempersepsikan perusahaan berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan membentuk persepsi tertentu mengenai perusahaannya (Munizu 2010). Apabila karyawan dalam suatu perusahaan memiliki persepsi yang positif terhadap budaya organisasi yang ada, maka ia akan dapat menerima, menyesuaikan diri dan mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan dalam perusahaan sebagai karyawan. Hal ini dapat berdampak pada ketahanan, kenyamanan dan performa yang dimiliki karyawan untuk bekerja. Begitu pula sebaliknya, apabila karyawan memiliki persepsi negatif terhadap budaya yang diterapkan organisasi, maka ia akan merassa tidak nyaman hingga cenderung tertekan saat berada dalam perusahaan tersebut

Persepsi terhadap Budaya Organisasi (skripsi dan tesis)

Pesepsi menurut (Rachmat, 2007) merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah proses aktif untuk menciptakan makna dengan cara menyeleksi, menyusun dan menginterpretasi manusia, objek, peristiwa, situasi atau fenomena lainnya (Wood, 2010). Perlu dikenankan bahwa persepsi merupakan proses aktif, dimana seorang individu tidak secara pasif menerima suatu peristiwa yang terjadi, melainkan aktif merasakan apa yang terjadi di dalam diri sendiri, orang lain dan interaksi yang terlibat didalamnya (Wood, 2010). persepsi terdiri dari tiga proses, yaitu seleksi, organisasi dan interpretasi (Wood, 2010).

(1) seleksi adalah fokus pengamatan dipersempit dari beberapa stimulus yang ada dan hanya menaruh perhatian pada hal yang dianggap penting dan tidak memperhatikan hal-hal yang ada disekeliling.

(2) organisasi, yaitu memahami dan merasakan apa yang telah diamati dan memberikan makna terhadap hal tersebut. dan

(3) interpretasi yaitu suatu proses objektif untuk menjelaskan persepsi yang dialami dengan tujuan memberi makna terhadap informasi.

Seorang individu menyusun berbagai penjelasan untuk menginterpretasikan makna pada berbagai situasi atau perilaku. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi (Arifin, Faudy & Kuswarno, 2017), yaitu (1) faktor internal, perasaan, sikap dan karakter individu, prasangka, keinginan dan harapan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaaan, nilai dan kebutuhan, minat, serta motivasi. (2) faktor eksternal, latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan pengulangan gerak, hal-hal baru yang familiar dan ketidak asingan suatu objek.

Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Menurut Pierce (2001) psychological ownership merupakan keadaan ketika seseorang merasa memiliki suatu target sebagai kepunyaannya secara psikologis. Rasa memiliki berasal dari berbagai macam target, contohnya peralatan, pekerjaan, objek fisik atau materi, hubungan dengan orang lain, wilayah atau daerah, bagian tubuh, hasil karya, bahkan suara yang didengar. Psychological Ownership menurut Avey (2009) adalah perasaan karyawan yang memiliki tanggung jawab untuk membuat keputusan demi kepentingan jangka panjang. Psychological Ownership menggambarkan sebuah kesadaran individu, pikiran dan keyakinan mengenai kepemilikan terhadap perusahaan. Terdapat tiga aspek dalam psychological ownership berdasarkan pendapat Pierce (2001), yaitu self-efficacy, self identity, dan having a place. Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa individu akan berhasi melakukan tugas tertentu. individu yang mampu mengontrol sebuah tindakan akan membuat dirinya memiliki keyakinan untuk menyelesaikan tugasnya. Pada aspek ini, ketika karyawan memiliki efficacy yang bagus dalam suatu tugas tertentu, maka individu akan mengembangkan Psychological Ownership pada bidang tersebut. Self identity, yaitu dimana individu dapat memahami dan menjelaskan identitas dirinya dengan menunjukkan feeling ownership akan suatu benda. Karyawan yang memahami tujuan, visi dan setting kerja, lalu menginternalisasikan nilai tersebut sebagai identitas karyawan, maka ia dikatakan mengembangkan

Psychological Ownership. Having a place, dimana kepemilikan psikologis dapat dijelaskan sebagai motif individu untuk memiliki wilayah atau ruang tertentu untuk memiliki “rumah” sebagai tempat tinggalnya. Memiliki suatu tempat adalah “kebutuhan jiwa manusia” yang penting. Ketika kita tinggal disuatu tempat, itu bukan lagi objek bagi kita, tetapi sudah menjadi bagian dari kita. Oleh karena itu, kemungkinan seseorang untuk mau mencurahkan energi dan sumber daya yang signifikan terhadap suatu target yang akan berpotensi menjadi rumah mereka. Berdasarkan pendapat Avey (2009), aspek yang ada dalam Psychological ownership antara lain, self-efficacy, accountability, belongingness, dan self-identity. Self-efficacy berhubungan dengan keyakinan seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu dengan berhasil. Seseorang akan dengan yakin melaksanakan apa yang menjadi tugasnya karena adanya dorongan yang membuatnya menjadi percaya akan kemampuan yang dimiliki dan dapat melaksanakan tugas tersebut dengan berhasil. Accountability lebih menekankan pada rasa tanggung jawab baik dalam hal tanggung jawab pada diri sendiri maupun tanggung jawab pada apa yang terjadi di organisasi. Dengan pelayanan dan pengorbanan yang diberikan inilah seseorang dapat dikatakan memiliki psychological ownership tingkat tinggi. Belongingness merupakan rasa ikut memiliki perusahaan dimana seseorang sudah merasa nyaman berada di lingkungan kerjanya yang dirasakan sebagai second home dan merasa sebagai pemilik suatu organisasi. Apabila hal tersebut telah terpenuhi, maka kebutuhan sosial maupun kebutuhan sosio-emosional seseorang dapat dikatakan telah terpenuhi. Hal ini dikarenakan setiap orang membutuhkan rasa diterima dimana individu tersebut dipekerjakan sehingga peran mereka dalam organisasi dapat dikerjakan dengan optimal. Self-identity berkaitan dengan dorongan kuat yang dimiliki seseorang untuk mengidentifikasikan dimana mereka bekerja. Sebagai contoh, orang dapat mendefinisikan diri mereka sebagai pengemudi mobil sport, pemilik kapal pesiar, atau kolektor antik. Psychological ownership yang dimiliki seseorang akan mengidentifikasikan diri mereka menjadi pribadi yang unik sehingga semakin besar pula kontribusi yang mereka lakukan terhadap suatu oraganisasi sebagai identitas pribadi yang ingin mereka tunjukan.

Menurut Pierce (2001), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Psychological Ownership, yaitu Controlling, knowing intimately, dan investing self. Controlling yaitu seseorang dapat dengan leluasa mempengaruhi dan mengendalinya suatu objek untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Hal ini dapat memunculkan rasa puas dan senang sehingga menimbulkan self efficacy pada diri orang tersebut. individu merasa mampu mempengaruhi objek sebagaimana ia mempengaruhi bagian dari tubuhnya.

Kontrol membuat individu merasa objek yang dapat ia pengaruhi adalah bagian dari dirinya. Knowing intimately atau pemahaman yang mendalam mengenai suatu objek. Hal ini membuat individu menemukan makna sosial dari suatu objek. Makna suatu objek yang diberikan oleh lingkungan sosial dapat digunakan individu sebagai identitas diri hingga dapat dikenal dan dihargai. Objek yang terintegrasi dengan self-identity menandakan asosiasi diri terhadap objek. Sedangkan investing self, yaitu dimana individu menginfestasikan diri terhadap suatu objek, sehingga menghasilkan refleksi diri terhadap objek tersebut. investasi energi fisik sebagai energi yang lebih dimaknai secara mendalam membuat objek seakan muncul dalam diri individu. Hal ini menghasilkan kedekatan diri dengan objek dan objek dimaknai sebagai rumah yang memberikan rasa aman dan nyaman.

Faktor-faktor yang memengaruhi Psychological well-being (skripsi dan tesis)

Menurut Ryff dan Singer (1996), faktor-faktor yang memengaruhi

kesejahteraan psikologis (psychological well-being) antara lain:

a. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff dan Singer 1996),

penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukkan peningkatan seiring

perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan seiring

pertambahan usia. Skor dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan

orang lain, secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff dan Singer 1996), faktor jenis kelamin

menunjukkan perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan positif

dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan diri. Wanita menunjukkan angka

yang lebih tinggi dari pada pria. Sementara dimensi psychological well-being

yang lain yaitu penerimaan diri, kemandirian, penguasan lingkungan dan

pertumbuhan pribadi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

c. Status sosial ekonomi

Ryff dan Singer menemukan bahwa gambaran psychological well

being yang lebih baik terdapat pada mereka yang mempunyai pendidikan yang

lebih tinggi dan jabatan yang lebih tinggi dalam pekerjaannya, terutama untuk

dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Adanya kesuksesankesuksesan

termasuk materi dalam kehidupan merupakan faktor protektif yang

penting dalam menghadapi stress, tantangan, dan musibah. Sebaliknya,

mereka yang kurang mempunyai pengalaman keberhasilan akan mengalami

kerentanan pada psychological well being.

d. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat membantu perkembangan pribadi yang lebih

positif maupun member support pada individu dalam menghadapi masalah

hidup sehari-hari. Pada individu dewasa, semakin tinggi tingkat interaksi

sosialnya maka semakin tinggi pula psychological well being nya. Sebaliknya

individu yang tidak mempunyai teman dekat cenderung mempunyai tingkat

psychological well being yang rendah. Oleh karena itu, dukungan social

dipandang memiliki dampak besar bagi psychological well being.

e. Religiusitas

Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada

Tuhan. Individu yang memilki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu

memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih

bermakna.

f. Kepribadian

Salah satu dari penelitian yang dilakukan Costa and Mc Crae pada

tahun 1980 yang menyimpulkan bahwa kepribadian ekstrovert dan neutis

berhubungan secara signifikan dengan psychological well being. Pada

dasarnya, kepribadian merupakan suatu proses mental yang memengaruhi

seseorang dalam berbagai situasi berbeda. Sementara di lain pihak,

psychological well being mengacu pada suatu tingkatan dimana individu

mampu berfungsi, merasakan, dan berfikir sesuai dengan standar yang

diharapkan.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh tentang faktor-faktor yang dapat

memengaruhi kesejahteraan psikologis, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor

yang dapat berpengaruh pada kesejahteraan psikologis adalah faktor

usia, status sosial ekonomi, kepribadian, dukungan sosial, religiusitas, dan

jenis kelamin.

Dimensi-dimensi kesejahteraan Psikologis (Psikological Well-being) (skripsi dan tesis)

Ryff (1989) menyebutkan bahwa, selama dua puluh tahun terakhir

penelitian mengenai Psychological Well-Being terpak pada perbedaan antara

efek positif da negatif serta kepuasan hidup (life satisfaction). Penelitianpenelitian

mengenai psychological well-being tidak didasari oleh tinjauan

teori yang kuat, akibatnya pengukuran Psychological well-being melupakan

satu aspek penting yaitu fungsi positif (positive functioning) dari manusia.

Fungsi positif tersebut merupakan pemahaman bagaimana seseorang

mempunyai kemampuan dan potensi dan mampu mengembangkannya.

Ryff (1989) mengembangkan pendekatan multidimensial untuk

mengukur psychological well-being. Pendekatan multidimensial tersebut

berdasarkan pada tinjauan berbagai sudut pandang berbagai ahli psikologi

yang tertarik dengan pertumbuhan dan perkembangan penuh potensi

individual seperti teori aktualisasi diri Abraham Maslow (1968), fully

functioning person Carl Rogers (1961), mature person Gordon Allport

(1961), dan individuation Carl Jung (1933) (dalam Ryff, Keyes dan

Shmothkin, 2002).

Ryff (1989) telah menyusun pendekatan multidimensional untuk

menjelaskan mengenai psychological well-being. Dimensi-dimensi tersebut

antara lain kepemilikan akan rasa penghargaan terhadap diri sendiri,

kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan

terhadap lingkungan di sekitarnya, memiliki tujuan hidup dan pertumbuhan

pribadi yang berkelanjutan. Berikut penjelasan mengenai keenam dimensi

tersebut (Ryff, 1989):

a. Penerimaan diri (Self acceptance)

Dimensi penerimaan diri merupakan ciri utama kesehatan mental dan

juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi secara

optimal dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan

kemampuan menerima diri sendiri apa adanya, sehingga kemampuan tersebut

memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan

kehidupan yang dijalaninya. Seseorang yang mamiliki tingkat penerimann diri

yang tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan

menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif

dan memiliki pandangan positif tentang kehidupan masa lalu. Sebaliknya

individu dengan tingkat penerimaan diri yang rendah akan merasa tidak puas

dengan dirinya, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu dan mempunyai

pengharapan untuk tidak menjadi dirinya seperti saat ini.

b. Hubungan positif dengan orang lain (Possitive relations with others)

Banyak teori yang menekankan pentingnya hubungan interpersonal

yang hangat dan saling mempercayai dengan orang lain. Kemampuan untuk

mencintai dipandang sebagai komponen utama kesehatan mental. Individu

yang mempunyai hubungan positif dengan orang lain atau tinggi untuk

dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan, dan

saling percaya dengan orang lain. Individu tersebut juga mempunyai rasa

afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang rendah atau kurang

baik untuk dimensi ini, sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk

mempunyai ikatan dengan orang lain.

c. Kemandirian (Autonomy)

Dimensi ini menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan untuk

menentukan diri sendiri dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku.

Individu yang baik dalam dimensi ini, mampu menolak tekanan sosial untuk

berfikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu, serta dapat mengevaluasi

dirinya sendiri dengan standard personal. Sedangkan individu yang rendah

atau kurang baik untuk dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi

dari orang lain, membuat kepuusan berdasarkan penilaian orang lain dan

cenderung bersikap konformis.

d. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery)

Dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk memilih

lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kematangan pada dimensi

ini telihat pada kemampuan individu dalam menghadapi kejadian di luar

dirinya. Individu yang mempunyai penguasaan lingkungan baik mampu dan

berkompetensi mengatur lingkungan, menggunakan secara efektif kesempatan

dalam lingkungan, mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai

dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri. Sebaliknya, apabila individu

tersebut memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan kesulitan untuk

mengatur lingkungannya, selalu mengalami kekhawatiran dalam

kehidupannya, tidak peka terhadap sebuah kesempatan dan kurang memiliki

kontrol lingkungan di luar dirinya.

e. Tujuan hidup (Purpose of life)

Kesehatan mental didefinisikan mencakup kepercayaan-kepercayaan

yang memberikan individu suatu perasaan bahwa hidup ini memiliki tujuan

dan makna. Individu yang berfungsi secara positif memiliki tujuan, misi dan

arah yang membuatnya merasa hidup ini memiliki makna. Dimensi ini

menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam

hidup. Seseorang yang mempunyai arah dalam hidup akan mempunyai

perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai makna,

memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup dan mempunyai target

yang ingin dicapai dalam kehidupan. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik,

dalam dimensi ini akan memiliki perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin

dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dari masa lalu

kehidupannya dan tidak mempunyai kepercayaan yang membuat hidup lebih

bermakna.

f. Pertumbuhan pribadi (Personal grouwth)

Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk

mengembangkan potensi dalam dirinya. Pertumbuhan pribadi yang baik

ditandai dengan perasaan mampu dalam melalui tahap-tahap perkembangan,

terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalma dirinya,

melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu. Sebaliknya, seseorang

yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan

untuk mengembangkan sikap dan bertingkah laku baru, mempunyai perasaan

bahwa ia adalah pribadi yang stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan

yang dijalaninya.

Berdasarkan pada dimensi-dimensi yang ada dalam kesejahteraan psikologis

dapat disimpulkan bahwa dimensi kesejahteraan psikologis meliputi kemampuan

individu dalam menerima diri apa adanya, mampu mengembangkan potensi dalam

dirinya, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memilki kemandirian,

memiliki tujuan dalam hidup, dan mampu mengusai lingkungannya

Kesejahteraan Psikologis (skripsi dan tesis)

Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan

pada buku karangan Aristotetea yang berjudul “ Nicomacheon Ethics”

menjadi Happiness (kebahagiaan). Kebahagiaan berdasarkan pendapat

Bradburn berarti adanya keseimbangan efek positif dan negatif. Namun

pendapat ini ditentang oleh Waterman merujuk buku yang sama dengan

yang digunakan Bradburn dengan menterjemahkan menjadi usaha individu

untuk memberikan arti dan arah dalam kehidupannya.

Ryff mendefinisikan PWB sebagai hasil evaluasi atau penilaian

seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalamanpengalaman

hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman dapat menyebabkan

seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat kesejahteraan

psikologis menjadi rendah atau berusaha untuk memperbaiki keadaan

hidupnya agar sejahtera psikologisnya meningkat.

Robinson mendefinisikan PWB sebagai evaluasi terhadap bidangbidang

kehidupan tertentu (misalnya evaluasi terhadap kehidupan

keluarga, masyarakat) atau dengan kata lain seberapa baik seseorang dapat

menjalankan perannya dan dapat memberikan peramalan yang baik

terhadap well being (dalam Minna, 2011:17).

12

Ryff (1889) merumuskan Psychological well being yang

merupakan integrasi dan teori-teori perkembangan manusia, teori

psikologi klinis, dan konsepsi mengenai kesehatan mental.

Ryff mencoba untuk mengintegrasikan beberapa teori psikologi

yang dianggapnya berkaitan dengan konsep aktualisasi diri milik Abraham

Maslow, konsep kematangan yang diambil dari teori milik Allport, konsep

fully functioning milik Roger, dan konsep individu dari Jung (dalam Sari,

2006:13).

Berdasarkan teori Ryff (1889) mendefinisikan Psychological well

being sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif

terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan-keputusan

sendiri dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya.

Memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta

berusaha dan mengeksplorasi dirinya.

Psychological well being atau Kesejahteraan Psikologis Ryff

(1989) suatu keadaaan dimana individu mampu menerima dirinya apa

adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain,

memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol

lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu merealisasikan

potensi dirinya secara kontinyu.

Psychological well being atau kesejahteraan psikologis adalah

kondisi individu yang ditandai dengan perasaan bahagia, mempunyai

kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi (dalam Liputo, 2009).

Psychological well being yang selanjutnya disingkat dengan PWB

menjelaskan istilah psychological well being sebagai pencapaian penuh

dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan

hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi

pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus

berkembang secara personal. Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan

bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik

saja. Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa

baik secara psikologis (psychological well). Ia menambahkan bahwa

psychological well being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan

apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan seharihari

serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas

apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya.

Psychological well being dapat ditandai dengan diperolehnya

kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff,

1995). Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) kebahagiaan

(Happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan

tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia.

Ryff dan Keyes (1995) memberikan gambaran yang komprehensif

mengenai apa itu psychological well being dalam pendapatnya yang

tercantum dalam Ryff dan Keyes (1995) memandang psychological well

being berdasarkan sejauh mana seseorang individu memiliki tujiuan

hidupnya, apakah mereka menyadari potensi-potensi yang dimiliki,

kualitas hubungannya dengan orang lain, dan sejauh mana mereka

bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.

Berdasarkan pada pendapat beberapa tokoh di atas mengenai

kesejahteraan psikologis, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

psikologis adalah suatu keadaan dimana individu memiliki sikap yang

positif terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mampu mengevaluasi

pengalaman-pengalaman hidupnya

Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Psychological Ownership merupakan pengalaman psikologis individu ketika mengembangkan rasa memiliki akan suatu target. Ikavalko et al.(2008) mempunyai sebuah pendapat yang mengatakan bahwa terdapat tiga jenis motif dasar dari psychological ownership, yaitu: pencapaian hasil yang diinginkan, pencapaian identitas diri dan ekspresi diri, dan kemauan atau keinginan untuk memiliki. a. Pencapaian hasil yang diinginkan merupakan sebuah pengukuran kinerja yang telah berhasil mencapai pada sebuah tujuan atau pada sebuah target yang telah ditetapkan atau ditentukan. Indikator item ini adalah :

– Prestasi apa yang telah diraih

b. Pencapaian identitas diri dan ekspresi diri

– Usia

– Jenis kelamin

– Status sosia

l c. Kemauan atau keinginan untuk memiliki

– Motivasi untuk mempertahankan

– Tingginya tingkat tanggung jawab dalam pengembangan usahanya

Human Capital (skripsi dan tesis)

Fitz-Enz (2000:9) mendeskripsikan human capital sebagai kombinasi dari tiga faktor, yaitu :

1. Karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan. Misalnya intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen.

2. Kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu : kecerdasan, imajinasi, kreativitas dan bakat.

3. Motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu : semangat tim dan orientasi tujuan. Human capital (X1), merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya, sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan. Wijewardena dan Tibbits (1999) telah menjelaskan tentang berbagai aspek modal manusia yang diukur dari kesuksesan atau pertumbuhan perusahaan. Diantaranya meliputi aspek pendidikan, pelatihan, pengalaman, ketrampilan, kewirausahaan.

a. Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Uraian item dalam indikator ini adalah :

– Latar belakang pendidikan pemilik usaha

– Pengetahuan tentang usaha

b. Pelatihan merupakan pelengkap penting bagi pendidikan untuk orientasi kewirausahaan.

Pelatihan dan pendidikan memiliki kemampuan untuk memperbaiki landasan keterampilan manusia.

Uraian dalam indikator ini adalah :

– Mengikuti pelatihan formal

– Mengikuti pelatihan informal

c. Pengalaman kerja merupakan pengetahuan atau kemampuan kerja yang diperoleh seseorang karena melakukan pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Uraian indikator ini adalah :

– Pengalaman yang diperoleh – Waktu lamanya berbisnis

d. Keterampilan pengusaha memiliki sifat kondusif terhadap kinerja dan pertumbuhan sesuatu bisnis.

Business Exit (skripsi dan tesis)

Petty (1997) mendifinisikan business exit sebagai pendekatan yang diambil oleh pemilik usaha dan investor untuk mengeluarkan beberapa atau semua nilai ekonomi dari sebuah investasi. Schaper dan Volery (2007) dalam mendefinisikan sebuah business exit adalah dengan menggunakan istilah “panen” untuk menjelaskan sebuah konsep proses yang dilakukan oleh pemilik usaha atau investor untuk keluar dari bisnisnya dan mendapatkan nilai maksimum dari investasi awal mereka. Selain itu DeTienne (2010,p.203) mendefinisikan business exit sebagai proses terjadinya pemilik usaha telah meninggalkan usahanya yang telah mereka ciptakan sendiri, dengan menghilangkannya diri mereka dari semua berbagai tingkat mulai dari struktur kepemilikan utama dan juga struktur pengambilan keputusan. Business Exit merupakan postur reaktif dan proaktif dalam memiliki implikasi yang sangat penting, karena kedua situasi tersebut dapat menyajikan berbagai jenis hambatan keluar dan  terdapat empat jenis strategi keluar dari kombinasi dua dimensi tersebut, yaitu : retreat, redploy, readjust, dan reconfigure (Porter et al. :1976).

Dampak Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Sejauh review literatur yang peneliti baca, masih minim hasil
penelitian yang menguji hubungan psychological ownership dengan
variabel yang lain. Penelitian Van Dyne dan Pierce (2004)
membuktikan keberadaan psychological ownership merupakan
prediktor dari kemunculan sikap komitmen organisasi dan perilaku
(OCB) Organizational Citizenship Behavior. Selain itu, penelitian lain
Vandewalle, Van Dyne, dan Kostova (1995) terlebih dahulu telah
menguji pengaruh psychological ownership dengan perilaku yang
termasuk OCB yaitu voice. Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan
yang memiliki psychological ownership akan mendorong individu
voice. Penelitian Mahyew, Askhanasy dan Bramble (2007) menemukan
psychological ownership berpengaruh pada job satisfaction. Karyawan
dengan rasa memiliki akan organisasi memunyai kepuasan akan hasil
pekerjaannya dengan baik.

Aspek-Aspek Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Menurut Pierce , dkk (2001) ada 3 aspek psychological ownership
yaitu self-efficacy, self-identity, dan having a place (home).
a. Self-Efficacy
Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa individu akan
berhasil dalam melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997). Individu
yang mampu mengontrol sebuah tindakan akan membuat dirinya
memiliki keyakinan untuk menyelesaika tugasnya. Pada aspek ini,
ketika karyawan memiliki efikasi yang bagus dalam suatu tugas
tertentu maka individu akan mengembangkan psychological
ownership pada bidang tersebut (Van Dyne, & Pierce, 2004).
b. Self-identity
Pierce et al (2001) mengutarakan, individu dapat memahami
dan menjelaskan identitas dirinya dengan menujukkan feeling
ownership individu akan suatu benda. Dimitar (dalam Avey et al,
2009) menjelaskan, sebuah objek yang dipersepsikan dengan rasa
memiliki akan membantu individu mengidentifikasi siapa dirinya.
Contoh: individu mengidentifikasi diri sebagai pembalap atas
kepemilikannya terhadap mobil sport. Albert, Ashforth, & Dutton
(dalam Pierce et al, 2001) menjelaskan karyawan yang
mengidentifikasi tujuan dan visi dan setting kerja lalu
menginternalisasi nilai tersebut sebagai identitas karyawan maka
karyawan mengembangkan psychological ownership. Hal tersebut
dapat membuat individu mampu menjelaskan siapa diri mereka
kepada karyawan perusahaan lain.
c. Having a place
Pierce et al (2001) menjelaskan individu memiliki kebutuhan
sebuah wilayah yang akan disebut dengan “rumah”. Istilah “rumah”
bukan diartikan secara fisik, melainkan sebuah suasana wilayah
secara psikologis (Duncan, dalam Pierce, 2001). Aspek having a
plave menjelaskan, karyawan memiliki kebutuhan suasana tempat
kerja yang menyediakan kenyamanan, kesenangan dan keamanan
bagi jiwa manusia layaknya sebuah rumah (Van Dyne & Pierce,
2004). Weil (dalam Van Dyne & Pierce, 2004) berpendapat
kebutuhan akan suatu tempat atau “rumah” adalah hal penting bagi
manusia, karena individu akan merasa terisolasi dan merasa dirinya
hilang jika tidak berada dekat dengan objek yang dirasa memberikan
perlindungan dan penerimaan akan dirinya

Definisi Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Psychological ownership adalah pengalaman psikologis individu
ketika mengembangkan rasa possesif (memiliki) akan suatu target (Van
Dyne, & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, dan Dirks (2001)
target atau objek dari psychological ownership dapat bersifat material
(benda, fasilitas) tetapi juga non material (ide, seni artistik, suara).
Menurut Furby (dalam Van Dyne, & Pierce, 2004) hal yang mendasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kemunculan psychological ownership adalah sense of possesion (rasa
memiliki).
Pierce, Kostova, dan Dirks (2001) menyimpulkan psychological
ownership memiliki 3 poin penting. Pertama, “perasaan kepemilikan”
(feeling of ownership) adalah kondisi bawaan yang ada dalam setiap
kehidupan manusia. Setiap individu memiliki kesempatan
mengembangkan feeling of ownership dalam konteks kehidupan seharihari.
Individu dapat mengembangkan psychological ownership dalam
konteks keluarga, konteks pendidikan, maupun konteks pekerjaan (Van
Dyne, & Pierce, 2004). Kedua, individu mengembangkan “perasaan
kepemilikan” terhadap berbagai objek target (material dan non
material). Ketiga “perasaan kepemilikan” memunyai konsekuensi
penting akan perilaku, emosi, dan psikologis.
Dalam konteks pekerjaan, keberadaan pemilik resmi (legal owner)
ataupun tidak ada pemilik legal (absense of legal owner) tidak akan
memengaruhi kemunculan psychological ownership. Hal ini
dikarenakan seiring berjalannya waktu karyawan yang telah mengenal
dan menyesuaikan dirinya dengan situasi lingkungan kerja akan
mendorong munculnya psychological ownership (Van Dyne, & Pierce,
2004). Karyawan dapat mengembangkan psychological ownership
terhadap hal spesifik yang merupakan bagian dari organisasi. Misalnya
: kelompok kerja, pekerjaan, alat pekerjaan (komputer, mesin) atau
terhadap keseluruhan organisasi (Van Dyne, & Pierce, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Persepsi atas suatu kepemilikan terdiri dari elemen afeksi dan
kognisi. Ketika individu mengakui kepemilikan atas sesuatu (misal : ini
rumah saya”) maka secara kognisi individu memiliki informasi untuk
membedakan tentang mana yang rumahnya dan yang bukan rumahnya.
Secara afeksi individu juga dapat menggunakan perasaannya untuk
mengenali kondisi mana yang merupakan rumahnya atau bukan
(Pierce, Kostova, & Dirks, 2003).
Avey, Avolio, Crossley dan Luthan (2009) menilai psychological
ownership memiliki dua pendekatan yaitu promotive-oriented dan
preventive-oriented. Promotive-oriented adalah pendekatan yang
menjelaskan psychological ownership sebagai sikap yang konstruktif.
Pendekatan promotive-oriented didorong oleh motivasi untuk
mengembangkan dan melakukan peningkatan yang efektif bagi
organisasi. Karyawan dengan pendekatan promotif melihat perubahan
atau perbaikan adalah tindakan yang sesuai aspirasi. Di sisi lain,
preventive-oriented adalah sikap yang cenderung defensif dan kaku.
Pendekatan preventive-oriented didorong oleh motivasi ketakutan
sehingga cenderung berperilaku sesuai dengan aturan untuk
menghindari hukuman. Karyawan dengan pendekatan promotif
cenderung memilih kondisi yang kaku, statis dan tidak banyak terjadi
perubahan.
Avey, Avolio, Crossley dan Luthan (2009) memberikan contoh
yang membantu memahami kedua pandangan yang telah jelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
sebelumnya. Pada sebuah skenario apakah berbagi informasi akan
mendorong perubahan dan perbaikan dalam organisasi. Karyawan yang
mengaplikasikan pendekatan promotive-oriented akan memilih
mengutarakan pendapat yang dimiliki kepada tim sendiri bahkan tim
dari divisi lain ketika menemukan suatu cara yang dirasa mampu
menyelesaikan maslah. Hal ini dikarenakan karyawan melihat bahwa
perbaikan secara keseluruhan adalah kebutuhan organisasi. Di sisi lain,
karyawan yang lebih preventif ia akan cenderung hati-hati untuk
menahan informasi terhadap orang lain karena mereka menolak adanya
perubahan.
Berdasarkan teori yang sudah peneliti paparkan, peneliti
mendefinisikan psychological ownership sebagai perasaan yang
menjelaskan sejauh mana karyawan memunyai “rasa memiliki secara
psikologis” terhadap organisasi tempat dia bekerja. Rasa memiliki tidak
dikhususkan pada benda atau fasilitas tertentu, melainkan kepada
organisasi secara keseluruhan. Variabel psychological ownership
mengukur persepsi setiap karyawan sejauh mana individu tersebut
memiliki efikasi diri dalam menyelesaikan setiap tugas dan tanggung
jawabnya, mampu mengidentifikasi dirinya untuk beradaptasi dengan
baik di organisasi, dan mau menerima perubahan.

Dampak Leader Member Exchange (LMX) (skripsi dan tesis)

Penelitian yang dilakukan oleh Demeroti, Breevaart, dan Van Den
Heuvel (2015) membuktikan LMX memengaruhi keterlibatan kerja
(work engangement) dan kinerja (job performance) karyawan. Hasil
penelitian menjelaskan karyawan yang memiliki hubungan yang tinggi
dalam konteks lingkungan yang baik (saling mendukung dan adanya
kesempatan mengembangkan diri) akan mendorong karyawan terlibat
lebih dan memiliki kinerja yang lebih baik.
Selain itu, hasil penelitian Ilies, Nahrgang, dan Morgenson (2007)
menunjukkan bahwa LMX memengaruhi perilaku Organizational
Citizenship Behavior (OCB). Dalam teori Organizational Citizenship
Behaviour perilaku karyawan dibedakan dalam 2 hal yaitu behavior
perilaku yang sesuai dengan job desk dan tuntutan kerja (in-role) dan
tindakan yang karyawan lakukan meskipun tidak diatur dalam job
description (extra-role). Teirney dan Bauer (1996) telah melakukan
penelitian terhadap kedua jenis OCB tersebut. Penelitian menunjukkan
kualitas hubungan yang baik antara atasan dan karyawan mengarah pada
tingginya intensitas perilaku extra-role pada karyawan.
Secara spesifik perilaku extra-role terdiri dari perilaku helping dan
voice (Van Dyne & Le Pine, 1998). Sejauh ini telah dilakukan penelitian
yang menguji LMX terhadap kedua bentuk perilaku extra-role. Penelitan
Van Dyne, Kamdar, dan Joireman (2008) mengungkap bahwa tingkat
LMX yang rendah akan berhubungan dengan perilaku helping karyawan
yang akan semakin menurun. Di sisi lain LMX yang tinggi akan
memengaruhi perilaku voice karyawan (Botero & Van Dyne, 2009).
Semakin tinggi kualitas hubungan atasan dan karyawan, maka karyawan
akan cenderung melakukan perilaku voice kepada pemimpin. Mahyew,
Askhanasy dan Bramble (2007) mengemukan dalam jurnal penelitiannya
sikap dari pemimpin terhadap karyawan dapat memengaruhi
psychological ownership.
Meskipun demikian LMX terbukti behubungan denga voice,
penelitian yang dilakukan oleh Duanxu Wang, Chenjing Gan dan Choyan
Wu (2016) menyatakan belum ada kejelasan mekanisme hubungan
antara LMX dengan voice apakah secara langsung atau tidak langsung,
sehingga diperlukan penelitian berikutnya yang menyertakan variabel
mediator atau moderator.

Dimensi Leader Member Exchange (LMX) (skripsi dan tesis)

Menurut Liden & Maslyn (1998), kualitas hubungan antara

pemimpin dan karyawan dapat diukur berdasarkan empat dimensi

Leader-Member Exchange, yaitu Afeksi, Kontribusi, Loyalitas dan

Rasa Hormat. Berikut penjelasan definisi dari setiap dimensi.

a. Afeksi

Dimensi afeksi adalah dimensi yang menekankan pada hubungan

perasaan timbal balik antara pemimpin dan karyawan (Liden &

Maslyn, 1998). Dimensi afeksi yang tinggi menunjukkan hubungan

pemimpin dan karyawan disertai rasa nyaman, terjalinnya keakraban

(friendship) dan saling menyukai secara interpersonal (Masylin &

Uhl-Bien, 2001). Kondisi tersebut terjadi ketika pemimpin dan

karyawan saling merasa menjadi bagian dari organisasi lalu

mengembangkan komitmen dan hubungan kerja yang baik (Liden &

Masylin, 1998).

b. Kontribusi

Merupakan persepsi pemimpin dan karyawan terhadap arah,

jumlah, dan kualitas tindakan yang berorientasi pada perkejaaan,

yang telah pemimpin dan karyawan upayakan dalam mencapai

tujuan bersama (Sin, Nahrgang, & Morgenson, 2009). Dimensi

kontribusi menjelaskan sejauh mana pemimpin memberikan

peluang pada karyawan untuk terlibat dalam kegiatan, dan kemauan

karyawan menerima tanggung jawab dan menyelesaikan tugasnya.

Karyawan yang memiliki dimensi ini akan mengerjakan tugas yang

melebihi tugas yang diatur dalam job deskripsi (Masylin & Uhl-

Bien, 2001).

c. Loyalitas

Dimensi loyalitas menggambarkan sejauh mana pemimpin dan

karyawan saling memiliki rasa loyal (Liden & Maslyn, 1998; Sin,

Nahrgang & Morgenson, 2009). Dimensi loyalitas ditunjukan

dengan memberikan ekspresi saling memberikan dukungan yang

menguntungkan kedua belah pihak (Masylin & Uhl-Bien, 2001).

Salah satu itemnya akan menunjukkan sikap pemimpin yang akan

melindungi karyawannya dari cercaan orang lain ketika karyawan

tersebut jujur telah melakukan sebuah kesalahan (Wuang, Law,

Hackett, Wang & Chen, 2005).

d. Penghargaan Profesional

Persespi antar individu yang saling berhubungan untuk

membangun reputasi yang baik di dalam maupun di luar organisasi

(Liden & Maslyn, 1998). Kualitas hubungan yang baik akan

memunculkan sikap menghormati karyawan terhadap

profesionalitas pemimpin (Wuang, Law, Hackett, Wang & Chen

Definisi Leader Member Exchange (LMX) (skripsi dan tesis)

 

Teori Leader Member Exchange (LMX) awalnya dikenalkan oleh Danserau, Graen dan Haga pada tahun 1975 (Ilies, Nahrgang & Morgeson, 2007) dengan nama vertical dyad linkange. Dyad vertical dipahami sebagai dua bagian pada tingkatan yang berbeda yang saling berinteraksi. Penjelasan tersebut merujuk pada hubungan timbal balik antara pemimpin dan karyawan. Kini teori vertical dyad linkange lebih dikenal dengan Leader Member Exchange. Liden, Sparrowe, dan Wayne (1997) menjelaskan LMX sebagai teori yang berfokus pada sejauh mana kualitas hubungan yang berkembang antara pemimpin atau supervisor dengan karyawannya. Menurut Dulebohn, Bommer, Liden, Brouer, dan Ferris (2012) kualitas hubungan yang terjadi tidak hanya didasarkan oleh pemimpin tetapi juga oleh karyawan. Menurut Dulebohn et al (2012), hubungan terjadi karena perilaku dan karakteristik leader dalam memimpin akan dipersepsikan dan direspon oleh karyawannya. Dengan kata lain karyawan juga memiliki peran dalam membentuk kualitas hubungan dengan pemimpin. Menurut Liden et al (1997), teori LMX meyakini setiap pemimpin mengembangkan interaksi hubungan dengan masing-masing karyawannya. Dulebohn (2012) menjelaskan bahwa pada dasarnya, pemimpin akan memperlakukan karyawan dengan cara yang berbeda-beda sehingga kualitas hubungan pemimpin dengan tiap-tiap karyawan bisa berbeda. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu, pemimpin melakukan identifikasi terhadap siapa dirinya akan saling berbagi sosioemosi, mengembangkan rasa percaya, suka dan respek dengan karyawannya (Eisenberger, Karagnolar, Stinglhamber, Neves, Becker, & Morales, 2010). Perbedaan cara pemimpin berinteraksi dan memperlakukan karyawannya akan membuat tingkat kualitas hubungan antara pemimpin dan karyawan juga berbeda. Situasi tersebut memungkinkan terjadinya situasi LMX yang rendah dan LMX yang tinggi. Deluga (1994) menjelaskan pada kualitas hubungan LMX yang rendah pemimpin cenderung memiliki karakteristik yang otoriter, sehingga karyawan akan melakukan pekerjaan dengan standar yang biasa. LMX yang rendah membuat organisasi tidak memeroleh keuntungan. Blau (dalam Dulebohn, 2012) menambahkan hubungan LMX yang rendah hanya didasarakan pada pertukaran secara ekonomi (economic exchanges). Artinya, hubungan antara pemimpin dan karyawan hanya berdasarkan kontrak kerja yang formal. Karyawan akan melakukan tugas yang sudah tertulis dalam kontrak kerja dan akan dibayar sesuai kesepakatan yang tertulis di dalamnya (Bakker, Demerouti & Heuvel, 2013). Pada sisi yang lain, kualitas hubungan LMX yang tinggi ditandai dengan adanya suasana keramahan antara pemimpin dan karyawan. Sikap saling percaya, saling mendukung, ketertarikan interpersonal, dan loyalitas juga terjadi antara karyawan dengan pemimpin (Deluga, 1994). Hubungan LMX yang tinggi akan menguntungkan leader yang merupakan representasi organisasi dan juga bagi karyawan (Dulebohn, 2012). Ketika organisasi memiliki karyawan dengan LMX yang tinggi, maka karyawan akan menerima tanggung jawab lebih besar dengan sukarela sehingga melakukan hal yang melampaui tugas dan kewajiban dalam kontrak kerja. Organisasi diuntungkan dengan adanya komitmen dan performansi kerja yang baik. Di sisi lain, karyawan juga mendapat keunntungan selain gaji. Karyawan memperoleh support personal dari pemimpin, reward tertentu, dan kesempatan berinteraksi lebih banyak (Henderson, Wayne, Shore, Bommer, & Tetrick, 2007). Perbedaan tingkat LMX, membuat pemimpin secara tidak langsung melakukan pengkategorian kepada karyawan. Robins (2006) menjelaskan pemimpin akan mengkategorikan karyawannya dalam 2 kelompok yaitu in group dan out group. Kelompok In group terdiri dari karyawan yang memiliki kecenderungan LMX yang tinggi dengan pemimpin.

Karyawan memiliki ketertarikan yang besar untuk banyak
mendiskusikan tindakan dengan pimpina. Kelompok in group bersedia
untuk melakukan hal yang melampaui deskripsi pekerjaan mereka.
Kondisi tersebut membuat pemimpin juga memberikan perhatian dan
perilaku positif yang lebih banyak terhadap kelompok in group.
Out group adalah kelompok karyawan yang kurang memiliki
kedekatan dengan pemimpin mereka atau kecenderungan LMX yang
rendah. Karyawan dalam kelompok ini cenderung tidak tertarik
menerima tanggung jawab dan tugas yang lebih. Individu dalam
kelompok ini cenderung melakukan hal yang sesuai dengan deskripsi
pekerjaan dalam perusahaan.
Berdasarkan teori yang telah dikaji, peneliti merangkum definisi
Leader-Member Exchange (LMX) adalah kualitas hubungan yang
terjalin antara pemimpin dengan karyawan. Kualitas hubungan
terbentuk tidak hanya satu arah dari pemimpin ke karyawan, tetapi
secara dua arah. Setiap pemimpin dan karyawan memiliki kualitas
LMX yang berbeda-beda sehingga kualitas hubungan berada pada
kontinum LMX yang rendah hingga LMX yang tinggi.

Faktor yang memengaruhi voice pada karyawan (skripsi dan tesis)

Dalam review literatur yang dilakukan Morisson (2014), terdapat
5 faktor yang memengaruhi voice yaitu kecenderungan sifat individu
(individual dispositions), sikap dan persepsi terhadap pekerjaan dan
organisasi (Job and organizational attitudes and perceptions), konsep
emosi (emotions), perilaku supervisor dan pemimpin (supervisor and
leader behavior) dan faktor kontekstual (contextual factors).
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan sifat (individual
dispositions) yang diperoleh sejak lahir atau dari proses interaksi
dengan lingkungan. Crant, Kim, & Wang (2010) membuktikan individu
yang ekstovert akan cenderung melakukan tindakan voice. Selain itu,
individu yang memiliki kepribadian proactive, assertiveness,
conscientiousness akan mendorong individu untuk menyampaikan
masukan yang dimiliki (Tangirala et al, 2013).
Selain kecenderungan sifat, penelitian lain berfokus pada persepsi
karyawan dan sikap karyawan terhadap organisasi sebagai variabel
yang memengaruhi voice. Fuller, Marler, dan Hester (2006)
menunjukkan karyawan yang memiliki sikap bertanggung jawab atas
perubahan yang lebih tinggi akan lebih voice dibandingkan karyawan
dengan sikap bertanggung jawab yang rendah. Selain itu persepsi
karyawan akan rasa memiliki terhadap organisasi (Psychological
Ownership) akan memengaruhi kemunculan voice. Hal ini dikarenakan
karyawan dengan rasa memiliki akan organisasi akan berusaha menjaga
keberadaan organisasi berjalan baik (Vandewalle, Van Dyne, &
Kostova (1995). Selain itu, karyawan dengan rasa memiliki bersedia
mengerjakan tugas yang lebih besar dari pemimpin serta akan
mengomunikasikan kesulitan dalam situasi kerja kepada pemimpin
(Van Dyne & Pierce, 2004). Hasil penelitian lain menemukan emosi
mudah marah dapat memengaruhi kemunculan voice. Individu yang
memiliki kecenderungan mudah emosi lebih cenderung melakukan
voice dibandingkan yang tidak (Edwards, Ashkanasy, & Gardner,
2009).
Publikasi jurnal telah membuktikan perilaku pemimpin sebagai prediktor perilaku voice. Tindakan pemimpin memperlakuan karyawan secara adil (procedural justice) membuat karyawan merasa diperhatikan sehingga muncul keinginan untuk menyampaikan ide untuk memperbaiki organisasi (Whiteside & Barclay, 2013). Karyawan yang memperoleh kepercayaan pemimpin untuk melakukan sesuatu (sense of power) dan menilai pemimpin terbuka akan masukan (target openness) membuat karyawan lebih berani menyampaikan masukan (Morrison, See, & Pan, 2015). Selain itu karyawan yang mempersepsikan memiliki hubungan yang supportif dengan supervisor (Botero & Van Dyne, 2001) dan memiliki kualitas hubungan dengan atasan yang baik (Detert & Burris, 2007; Van Dyne et al, 2008) akan membuat karyawan merasa dekat dan memiliki kesempatan lebih banyak bertukar ide atau masukan kepada pemimpin mereka. Hasil penelitian Avey, Wersing, dan Palanski (2012) menunjukkan pemimpin yang dipersepsikan sebagai penggerak perubahan (transformational leadership) akan mendorong karyawan melakukan voice untuk mengubah situasi lama yang kurang mendukung organisasi. Penelitian terhadap faktor iklim ditempat kerja yang memerngaruhi employee voice dilakukan oleh Morrison, Wheeler-Smith, dan Kamdar (2011). Hasil penelitian menunjukkan dinamika kelompok dapat menjadi iklim yang memberi kebebasan atau tidak untuk mengemukakan pendapat. Kelompok dengan iklim yang memberi kebebasan setiap orang mengutarakan pendapat akan mendorong individu lain untuk melakukan voice. Hasil penelitian Wang dan Hsieh (2013) mengemukakan bahwa voice dipengaruhi oleh iklim etika dalam kelompok (group ethical climate).

Jenis-jenis voice Pada Keryawan (skripsi dan tesis)

Van Dyne, Ang, dan Botero (2003) menjelaskan ada 3 motivasi yang
mendorong individu melakukan voice. Pertama, individu merasa tidak
mampu melakukan perubahan sehingga terlibat pada perilaku yang
didasari oleh rasa pasrah (disengaged behaviour based on resignation).
Kedua, individu merasa takut dalam bahaya sehingga memunculkan
perilaku untuk melindungi diri sendiri (self-protective behaviour based
on fear). Ketiga, individu memiliki dorongan perilaku yang didasari
oleh kerjasama dan sikap altruistic sehingga lebih mengutamakan
kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi (other-oriented
behaviour based on cooperation). Berdasarkan motivasi tersebut, Van
Dyne, Ang dan Botero (2003) mengkategorikan 3 jenis perilaku voice
yaitu Acquiescent Voice, Defensive Voice, dan Pro Social Voice yang
akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Acquiescent Voice
Acquiescent voice adalah perilaku mengekspresikan ide,
informasi, dan pendapat yang didasari oleh penarikan diri
(resignation). Jenis voice ini memiliki ciri bersifat pasif serta efikasi
diri terhadap perubahan rendah. Acquiescent voice merupakan
disengaged behavior, artinya tindakan tersebut tidak terlibat
langsung melakukan perubahan karena perasaan ketidakmampuan.
Hal ini membuat perilaku acquiescent voice lebih bersifat
persetujuan dan dukungan terhadap ide kelompok (Detert & Trevino,
2010).
b. Defensive Voice
Defensive voice adalah perilaku mengekspresikan ide, informasi,
dan pendapat yang terkait pekerjaan yang didasari oleh motif
perlindungan diri (self-protective) atas rasa takut (Van Dyne, Ang, &
Botero, 2003). Detert dan Trevino (2010) menyampaikan, pemimpin
yang bersifat tegas akan cenderung membatasi karyawan bersuara.
Hal ini membuat pendapat atau ide yang disampaikan karyawan
adalah ide yang disaring atau tidak asli karena pendapat yang
disampaikan demi mempertahankan dirinya aman (Detert & Trevino,
2010). Dettert dan Burris (2007) memberikan contoh konkret seperti
rasa takut kehilangan dukungan dari supervisor dan rekan kerja, serta
berhentinya jenjang karir sebagai dampak dari voice.
Perilaku defensive voice memiliki ciri sebagai perilaku
mengambil sedikit tanggung jawab, adanya rasa takut dari sebuah
konsekuensi yang tidak diinginkan dan mengatribusikan sesuatu hasil
terhadap hal eksternal (Van Dyne, Ang & Botero, 2003). Karyawan
mengemukaan pendapat yang mengalihkan topik pembicaraan atau
menyalahkan orang lain atas sebuah masalah.
c. Pro Social Voice
Pro social voice adalah perilaku mengekspresikan ide, informasi,
dan pendapat terkait pekerjaan yang didasari oleh motif bekerja sama
atau kooperatif (Morrison, 2011). Perilaku pro social memiliki ciri
perilaku yang bersifat proaktif dan memiliki orientasi yang berbeda
dibandingkan self-protective dan disengagement behavior. Pro social
voice mendorong karyawan yang memberikan solusi terhadap
permasalahan demi keuntungan kelompok atau organisasi serta
memberikan alternatif tindakan ketika menghadapi hambatan (Detert
& Trevino, 2010). Dengan demikian prosocial voice tidak difokuskan
pada kepentingan individual tetapi lebih diorientasikan pada tindakan
kooperatif yang menguntungkan organisasi (Van Dyne, Ang, &
Botero, 2003).

Definisi Voice Pada Karyawan (skripsi dan tesis)

Voice merupakan perilaku karyawan untuk mengomunikasikan
ide, masukan, keprihatinan, informasi tentang masalah, atau isu tentang
pekerjaan yang disampaikan kepada orang yang memiliki wewenang
untuk mengambil keputusan dengan tujuan untuk meningkatkan atau
mengubah kondisi yang lebih baik pada organisasi (Morrison, 2014;
Detert & Burris, 2007). Isi dari ide yang sampaikan mencakup hal
sederhana seperti ide untuk melakukan sesuatu dengan cara yang
berbeda hingga informasi serius tentang sebuah permasalahan
(Morrison, 2014). Perilaku voice bisa ditujukan kepada atasan atau
supervisor, teman sekerja atau pihak yang berada diluar organisasi yang
memiliki kerjasama (Morrison, 2011).
Berkembangnya istilah voice dimulai sekitar tahun 1970-1980an.
Penelitan yang dilakukan Hirscman pada tahun 1970 (dalam Ashord,
Sutcliffe, Christianson, 2009) mengemukakan konsep exit, voice,
loyalty, neglect sebagai respon atas ketidakpuasan karyawan akan
pekerjaan. Exit merupakan respon tindakan karyawan untuk
meninggalkan organisasi. Voice adalah respon untuk memilih tetap
berada dalam organisasi lalu menyampaikan ketidakpuasanya. Konsep
loyalty ditunjukkan dengan tetap tinggal dalam organisasi tetapi secara
pasif tidak melakukan apapun, sehingga hanya patuh dengan situasi
yang terjadi. Neglect adalah respon karyawan tetap tinggal dalam
organisasi dan mengabaikan tindakan untuk melakukan perbaikan.
Pada tahun 1990-hingga awal 2000, perilaku voice tidak lagi
diarahkan sebagai ungkapan ketidakpuasan kerja melainkan tindakan
dengan tujuan untuk memperbaiki organisasi dibandingkan hanya
mengkritik ketidakpuasan kerja (Van Dyne & LePine, 1998). Voice
dipahami sebagai usaha membenahi sistem kerja dalam perusahaan
(Zhao & Geogre, 2001), dan usaha menunjukkan sebuah kesalahan
yang terjadi dalam organisasi lalu menyampaikan alternatif solusi dari
situasi yang terjadi (Pardo, Delval, & Fuentes, dalam Morrison et al,
2015). Hingga saat ini banyak penelitian (Detert & Burris, 2007;
Ashord, Sutcliffe, Christianson 2009; Ng & Felman, 2011; Burris,
Detert & Romney, 2013) yang mengacu pada konsep voice yang
disampaikan oleh Van Dyne dan LePine (1998).
Van Dyne dan LePine (1998) mendefinisikan voice sebagai
tindakan promotif yaitu tindakan yang bersifat proaktif, individu
mendorong atau menyebabkan sesuatu terjadi. Tindakan ini bersifat
konstruktif dalam bentuk tindakan menyampaikan ide dengan tujuan
untuk memperbaiki organisasi dibandingkan hanya mengkritisinya.
Penelitian Liang, Farh, dan Farh (2012) menambahkan voice juga
tindakan prohibitif yaitu tindakan yang bersifat melindungi dan
mencegah sesuatu yang buruk terjadi.
Van Dyne dan LePine (1998) mengategorikan perilaku voice ke
dalam perilaku extrarole. Definisi extrarole behavior adalah perilaku
yang bersifat positif dan sukarela dilakukan yang memberikan
keuntungan bagi organisasi (Van Dyne & LePine, 1998). Van Dyne dan
Le Pine (1998) menjelaskan, perilaku extrarole memiliki 3 ciri yaitu
perilaku ini diluar job description yang diatur organisasi, tidak diatur
oleh sistem pemberian reward, dan tidak memiliki konsekuensi
hukuman jika tidak dilakukan. Perilaku extra-role memiliki empat
tipologi yaitu prohibitive, promotive, affiliative, dan challenging. Van
Dyne dan LePine (1998) mengategorikan perilaku voice ke dalam
perilaku extra-role dikarenakan voice memenuhi 2 tipologi extra-role
behavior yaitu challenging dan promotive. Secara lebih spesifik Van
Dyne dan Le Pine (1998) menjelaskan promotive adalah tindakan yang
bersifat proaktif individu untuk mendorong atau menyebabkan sesuatu
terjadi. Challenging diartikan sebagai tindakan yang menekankan
tantangan menyampaikan ide terhadap permasalahan.
Tindakan karyawan untuk menyampaikan atau tidak
menyampaikan ide didasari oleh pertimbangan konsekuensi apa yang
akan terjadi dari perilaku voice. Pertimbangan yang dilakukan oleh
karyawan ini dikenal dengan istilah “two key outcome-related
considerations”(Liu, Zhu, & Yang, 2010). Di satu sisi karyawan
menilai menyampaikan ide adalah tindakan yang efektif untuk
memperbaiki organisasi sehingga mereka memiliki efikasi diri untuk
melakukan voice. Namun di sisi lain, terdapat karyawan yang menilai
menyampaikan ide berkaitan dengan hasil yang negatif dan beresiko
bagi dirinya, sehingga cenderung mencari kondisi aman dan melakukan
employee silent.
Konsep yang mirip dengan voice adalah perilaku employee silent.
Ketika karyawan melakukan tindakan secara sadar untuk tidak
menyampaikan ide, masukan, keprihatinan, informasi tentang masalah
atau perbedaan sudut pandang yang berguna untuk perusahaan maka
karyawan melakukan perilaku silent (Morisson & Milliken, 2000; Van
Dyne, Ang, & Botero, 2003).
Secara umum orang dapat mengatakan bahwa perilaku menahan
informasi (silent) akan memiliki lawan kata yaitu mengekspresikan ide
atau informasi (voice). Akan tetapi sudut pandang penelitian akan voice
dan silent tidaklah demikian. Morrison (2014) mengatakan individu
yang tidak voice belum tentu sama dengan perilaku silent. Hal ini terjadi
karena individu yang tidak voice mungkin sedang tidak memiliki ide
atau pesan yang ingin disampaikan (Morrison, 2014). Peneliti lain
menjelaskan, perbedaan voice dan silent bukan terletak pada ada atau
tidaknya penyampaian ide, tetapi karena motivasi yang dimiliki oleh
individu untuk memilih voice atau silent (Van Dyne, Ang, & Botero,
2003).
Selain silent, konsep yang memiliki kemiripan dengan voice adalah issue selling dan whistle-blowing. Dutton & Ashford (1993) mendefinisikan issue selling sebagai usaha individu mengarahkan perhatian pemimpin terhadap suatu masalah atau isu yang sedang marak terjadi. Perilaku issue-selling dilakukan oleh karyawan yang biasanya ditujukan kepada pemimpin organisasi (Morrison, 2014). Perilaku issue-selling membuat individu merasa memiliki nilai plus di mata pemimpin atas informasi penting yang telah diberikan. Pemimpin dengan latar belakang budaya individualis lebih mengharapkan issue-selling di depan publik sedangkan pemimpin dengan latar belakang budaya kolektifis lebih memperhatikan issue-selling yang disampaikan secara personal (Ling, Floyd, & Baldrigde, 2005). Perilaku issue selling dapat dibedakan dengan voice. Perilaku issue selling adalah tindakan yang berfokus mengarahkan perhatian pemimpin pada masalah yang disampaikan. Issue selling disertai dengan perilaku mencari teman untuk menjadi sekutu, membangun koalisi, dan melakukan presentasi formal dengan pemimpin (Morrison, 2014). Whistle-blowing adalah pengungkapan perilaku tidak bermoral, melanggar aturan (illegal) dalam organisasi, dengan tujuan agar pelaku tindakan diberi sanksi yang setimpal (Miceli, Near, & Dworkin, 2008). Individu yang melakukan tindakan whistle-blowing dikenal dengan istilah whistleblowers. Barrnett, Cochran, dan Taylor (1993) menyatakan whistleblowers sering dikucilkan oleh kelompok tempat PLAGIAT
individu bekerja. Hal ini dikarenakan whistleblowers mengungkapkan tindakan ilegal yang menguntungkan dan sengaja ditutupi oleh kelompok tertentu. Dalam konteks kesehatan, perawat melakukan whistle-blowing untuk melindungi pasien dari tindakan medis yang merugikan (Ahern & Mc Donals, 2002). Whistle-blowing berbeda dengan voice. Fokus perilaku whistle-blowing adalah menyampaikan terjadinya tindakan tidak bermoral dan melanggar aturan, sedangkan voice lebih menekankan pada ide atau masukan untuk memperbaiki organisasi (Morrison, 2014). Selain itu Van Dyne dan Le Pine (1998) berpendapat bahwa perbedaan kedua konsep ini didasarkan oleh tipologi dalam extrarole behavior. Whistle-blowing adalah tindakan yang bersifat challenging dan prohibitif sedangkan perilaku voice adalah tindakan yang bersifat challenging dan promotif. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, peneliti merangkum definisi voice adalah tindakan individu untuk menyuarakan ide, gagasan, informasi, gagasan atau saran mengenai permasalahan yang individu temukan dalam lingkungan kerja kepada orang lain yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Tujuan voice adalah meningkatkan organisasi atau perusahaan ke arah yang lebih baik

Remaja (skripsi dan tesis)

Remaja secara psikologis adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar (Piaget dalam Ali & Asrori, 2006). Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin yang berarti tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan. Remaja tidak tergolong anak-anak, tetapi belum juag dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja di antara anak-anak dan orang dewasa (Ali & Asrori, 2006). Erikson dalam Agustiani (2006) mengatakan bahwa seseorang remaja bukan hanya sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam sekelompom apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan.

Menurut Mappiare (dalam Ali & Asrori, 2006) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Adapun menurut Hurlock (1980) berpendapat bahwa masa remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai 21 tahun. Dalam prosesnya melalui masa remaja awal dan masa remaja akhir. Sejalan dengan Mappierce menurut G. Ilmer dalam Sulaeman (1995) masa remaja berlangsung sejak usia 12 sampai 22 tahun. Piaget (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa pada fase ini remaja mulai berfikir secara operasional formal, yakni pemikiran yang lebih abstrak dari anak-anak dan tidak terbatas pada pengalaman-pengalaman yang kongkrit, melainkan dapat berkhayal mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa tumbuh menjadi matang, yakni peralihan masa kanak-kanak menuju masa dewasa dengan rentang usia 12 tahun hingga 22 tahun.

Faktor Pembentuk Identitas Diri (skripsi dan tesis)

Pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang, kompleks, dan sifatnya berlanjut dari masa lalu, sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu, selanjutnya hal ini akan membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku dalam berbagai ranah kehidupan. Berkaitan dengan pembentukan identitas, Yoder (dalam Muttaqin & Ekwarni, 2016) menjelaskan bahwa pembentukan identitad tergantung kesempatan, harapan, dan kebebasan yang dimiliki individu. Individu harus sadar bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi altenatif identitas. Sedangkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas menurut Soetjiningsih (2004) yakni lingkungan sosial yang meliputi:

a. Reference Group

Lingkungan sosial merupakan tempat dimana seorang remaja tumbuh dan berkembang, seperti keluarga, tetangga yang meruapakan lingkungan masa kecil, dan juga kelompok-kelompok yang terbentuk ketika memasuki usia remaja atau yang disebut dengan reference group. Kelompok-kelompok tersebut yang merupakan tempat seorang remaja memperoleh nilai-nilai dan peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya sendiri. Nilai-nilai dan peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya sendiri. Nilai- nilai yang ada dalam kelompok dan nilai-nilai yang ada pada diri seorang remajalah yang selanjutnya akan menjadi pertimbanganpertimbangan apakah nilai-nilai dalam kelompok tersebut dapat diteriima atau tidak (Soetjiningsih, 2004).

b. Significant Other

Significant other merupakan orang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olahraga atau film, atau siapapun yang dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh idola bagi remaja karena mempunyai nilai-nilai ideal bagi remaja dan memmpunyai pengariuh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri tokoh tersebut yang akhirnya menjadi model bagi para remaja sehingga mereka menginternalisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam diri mereka yang tercermin kedalam perilaku sehari-hari (Soetjiningsih, 2004)

Sedangkan menurut Marcia (1996) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri remaja, yaitu:

1) Tingkat iidentifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja

2) Gaya pengasuhan orang tua

3) Adanya figure yang menjadi model

4) Harapan sosial tentang pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan teman sebaya 5) Tingkat keterbukaan individu terdapat berbagai alternative identitas

6) Tingkat kepribadian pada masa pra-adolescence yang memberikan sebuah landasan yang cocok untuk mengatasi identitas.

Remaja membentuk identitasnya dengan menggabungkan identifikasi sebelumnya menjadi struktur psikologis baru, lebih besar dari jumlah bagian-bagian yang membentuknya (Erikson dalam Papalia, Olds, Feldman, 2009). Identitas diri merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. individu harus memutuskan siapakah dirinya sebenarnya dan bagaimanakah perannya dalam kehidupan nanti.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri yakni lingkungan sosial yang di dalamnya meliputi reference group dan significant other juga tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja, gaya pengasuhan orang tua, adanya figure yang menjadi model, harapan sosial tentang pilihan identitas, tingkat keterbukaan individu, dan tingkat kepribadian pada masa pra-adolescence.

Aspek-aspek Identitas Diri (skripsi dan tesis)

 

Adapun apek identitas diri menurut Marcia mencakup 4 konsep status identitas. Keempat status identitas tersebut (Marcia, 1966) adalah:

a. Achievement Identity

Seorang individu dikatakan telah memiliki identitas, jika dirinya telah mengalami krisis dan ia dengan penuh tekad mampu menghadapinya dengan baik. Justru dengan adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menyelesaikannya dengan baik. Walaupun kenyataannya ia harus mengalami kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan protes dirinya.

b. Foreclosure Identity

Identitas itu ditandai dengan tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Sehingga individu seringkali berangan-angan tentang apa yang ingin dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapainya. Akibatnya, ketika individu dihadapkan pada masalah realitas, tidak mampu menghadapi dengan baik. Bahkan kadang-kadang melakukan mekanisme pertahanan diri seperti ; rasionalisasi, regresi pembentukan reaksi dan sebagainya.

c. Moratorium Identity

Identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikannya masalah krisis tersebut. Ada dua kemungkinan tipe individu ini, yaitu:

1) Individu yang menyadari adanya suatu krisis yang harus diselesaikan, tetapi ia tidak mau menyelesaikannya, menunjukkan bahwa individu ini cenderung dikuasai oleh prinsip kesenangan dan egoism pribadi. Apa yang dilakukan seringkali menyimpang dan tidak pernah sesuai dengan masalahnya. Akibatnya, ia mengalami stagnasi perkembangan, artinya seharusnya ia telah mencapai tahap perkembangan yang lebih maju, namun karena ia terus-menerus tidak mau menghadapi atau menyelesaikan masalahnya, makna ia hanya dalam tahap itu.

2) Orang yang memang tidak menyadari tugasnya, namun juga tidak memiliki komitmen. Ada kemungkinan, faktor sosial, terutama dan orang tua kurang memberikan rangsangan yang mengarahkan individu untuk menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya.

d. Diffusion I dentity

Orang tipe ini, yaitu orang mengalami kebingungan dalam mencapai identitas. Ia tidak memiliki krisis dan juga tidak memiliki tekad untuk menyelesaikannya (Marcia, 1966).

Berdasarkan teori Marcia, Adams mengembangkan dimensi ideologi dan sosial atau interpersonal kedalam masing-masing status identitas diri yakni sebagai berikut (Adams, 1998) :

1) Identitas diffusion dengan indikator sebagai berikut:

(a) Ideological identity

(b) Interpersonal identity

2) Identitas foreclosure dengan indikator sebagai berikut:

(a) Ideological identity

(b) Interpersonal identity

3) Identitas moratorium dengan indikator sebagai berikut:

(a) Ideology identity

(b) Interpersonal identity

4) Identity achievement dengan indikator sebagai berikut:

(a) Ideological identity

(b) Interpersonal identity

Berdasarkan penjelasan di atas terdapat aspek identitas diri yang mencakup empat konsep status identitas. Keempat identitas tersebut yakni identitas achievement, identitas foreclosure, identitas moratorium, dan identitas diffusion yang didalamnya meliputi identitas ideology dan identitas interpersonal.

Pengertian Self Identity (skripsi dan tesis)

Carl Jung pernah mengatakan bahwa “pertemuan antara dua kepribadian adala seperti pertemuan antara dua bahan kimia, jika ada reaksi keduanya akan berubah”. Haruskah kita menganggap diri (self) sebagai bahan kimia yang ompleks atau sebagai roh? (Friedman dan Schustack, 2006). Konsep self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi. Dengan kata lain, konsep self tersebut bekerja sebagai skema dasar. Self memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri, kemampuan, dan banyak hal lainnya (Baron & Byrne, 2004). Menurut Carl Rogers, konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal. Jadi, konsep self itu mungkin kumpulan dari perangkat-perangkat persepsi yang menggambarkan berbagi macam peran (Alwisol, 2009).

Menurut Erikson (teori psikososial), identitas merupakan selama masa-masa sulit yang dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan (komitmen), yaitu kemampuan mempertahankan loyalitas yang diikrarkan dengan bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tidak diinginkan antara sistemsistem nilai (Hidayah & Huriyati, 2016). Identitas diri adalah perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu yang melalui proses eksplorasi dan komitmen (Husni & Eko, 2013). Menurut Erikson Self identity atau identitas diri didefinisikan sebagai konsepsi koheran diri, terdiri dari tujuan, nilai dan keyakinan yang dipercayai sepenuhnya oleh orang yang tersebut dan menjadi focus selama masa remaja, (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Adams & Gullota dalam (Desmita. 2006), menggambarkan tentang identitas sebagai berikut:

“Identity is a complex psychological phenomenon. It mght be thought of as the person in personality. It includes our own interpretation of early childhood identification with important individual in our lives. It includes a sense of direction, commitment, and trust in a personal ideal. A sense of identity integrates ex-role identification, individual ideology, accepted group norms and standart, and much move”

Dalam hal ini menurut Grotevant & Cooper (dalam Desmita, 2006) identitas merupakan fenomena psikologis yang kompleks dan identifikasi sejak dini berkaitan dengan komitmen, dan kepercayaan terhadap diri. Meskipun pembentukan identitas diri telah diidentifikasikan sejak masa anak-anak, namun pada masa remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional. Erikson (dalam Adams, 1998) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat dan berbagai situasi, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu tersebut dapat meresponnya dengan tepat. Sehingga, identitas bagi individu dan orang lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut. Menurut Chaplin (2011), identitas diri merupakan diri atau aku sebagai individu atau sebagai makhluk sadar akan dirinya sebagai aku meliputi sifat karakteristik yang pokok. Berzonsky (dalam Sunarni, 2015) mengembangkan tiga model pembentukan identitas diri sosial-kognitif yang terdiri dari: informative, normatif dan penolakan. Ketiga model ini dikembangkan berdasarkan perbedaan prioses sosial dan kognitif yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi konflik identitas dan pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Woolfolk (dalam Yusuf, 2006), identitas diri merujuk kepada perorganisaian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup. Panuju dan Umami (2005) bahwa identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini merupakan inti seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tnjauannya keluar dirinya Rumini & Sundari (2004). Ada beberapa tugas yang harus di diselesaikan dalam perkembangan identitas diri pada remaja, antara lain remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan dan pada remaja, antara lain remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan dan membentuk cara hidup pribadi yang dirasa ada keserasian dantara kebutuhan diri dalam hubungan dengan orang lain serta remaja harus dapat menemukan suatu tempat yang dapat menerimanya dan memilih serta menjalankan peranan sosial sesuai dengan tempat dimana dia berada.

Erikson (dalam Yusuf, 2006) menambahkan bahwa identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja, karena semua krisis normative yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada perkembangan identitas tersebut. hal tersebut menunjukkan pentingnya identitas diri yang baik pada seseorang. Menurut Marcia (1996), identitas diri terdiri atas identitas-identitas status yang didalamnya terdapat krisis dan komitmen. Krisis dalam hal ini merupakan periode perkembangan identitas ketika individu mengeksplorasi alternative, sedangkan komitmen merupakan investasi pribadi dalam identitas. Menurut Stuart & Sundeen, identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (dalam Siniwi, 2016).

Menurut Erikson, Identitas vs Kebingungan Identitas adalah tahap kelima dalam delapan tahap siklus kehidupan. Pada tahap ini, remaja mulai menentukan siapakah mereka, apa keunikannya, mencari tahu siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan kemana ia menuju dalam kehidupannya. Selama masa remaja, pandangan-pandangan dunia menjadi penting bagi individu yang memasuki Psychological Moratorium, yaitu kesenjangan antara keamanan masa anak-anak dan otonomi masa dewasa. Namun, selama remaja mau aktif memilih pilihan-pilihan akan mencerminkan keinginan untuk meraih identitas yang bermakna dan berusaha menjadi diri sendiri yang sebenarnya, dibandingkan berusaha menutupi identitas dirinya agar dapat diterima sosial dan dapat mengikuti keingingan sosial  Menurut Adam, Gulotta & Montenayor (dalam Siniwi, 2016) di dalam proses mengekplorasi dan mencari identitas, remaja seringkali bereksperimen dengan berbagai peran. Remaja yang berhasil mengatasi dan menerima peran yang saling berkonflik satu sama lain ini memiliki identitas penghayatan mengenai diri yang baru yang menyegarkan, dapat diterima dan memiliki sifat yang fleksibel dan adaptif, terbuka terhadap perubahan yang berlangsung di dalam masyarakat, dalam relasi dan karir. Menurut Erikson keterbukaan ini menjamin adanya sejumlah reorganisasi identitas sepanjang kehidupan seseorang. Sementara remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas. Mereka akan cenderung menarik diri, mengisolasi diri dari sosial, atau membenamkan diri dalam dunia sosial, dan kehilangan identitasnya sendiri di dalam sosialnya (Santrock, 2007). Jadi, self identity atau identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang membentuk sebuah keyakinan yang bersumber dari pengalaman hidup dan akan menjadi sebuah pandangan atau cara hidup untuk memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup

Faktor-Faktor Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), aspek-aspek psikological ownership sebagai berikut:

a. Sense of place (having a place)

Kebutuhan pertama untuk memiliki tempat atau rumah adalah kebutuhan dasar pada rasa kepemilikan (Dyne & Pierce, 2004). Menurut Weil (dalam Dyne & Pierce, 2004), memiliki sebuah tempat atau having a place sangatlah penting bagi kebutuhan jiwa seseorang. Ardrey, Lorenz dan Leyhausen, porteous (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menyebutkan bahwa seseorang memiliki kebutuhan dasar berupa kebutuhan akan wilayah kekuasaan (unnate territorialy need), kebutuhan akan memiliki suatu ruang tertentu. Rumah, atau perasan bahwa sebuah ruang adalah milik seseorang, memberikan kenyamanan, kesenangan dan keamanan (Heidegger, 1967, dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Porteous (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), ‘rumah’ bukan hanya sebidang tanah dengan dinding-dinding, tapi dapat berupa sebuah pedesaan, senyawa, atau lingkungan. Benda ataupun hal yang dapat membuat seseorang merasa memiliki suatu wilayah tertentu akan membuat individu semakin terikat dengan benda tersebut  (Porteous, 1976, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Semakin seseorang merasakan perasaan yang kuat terhadap suatu objek, maka objek tersebut dapat dipertimbangkan sebagai home atau my place. Menurut Heidegger, Polanyi, Dreyfus (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), ketika seseorang menghuni sesuatu, maka sesuatu bukanlah sebuah objek lagi namun telah berubah menjadi bagian dari seseorang dan akhirnya seseorang akan terikat secara psikologis terhadap benda tersebut.

b. Efficacy dan effectance

Need of efficacy adalah kebutuhan seseorang untuk merasa berpengaruh atau memiliki control atas lingkungannya (Pierce, Kostova, Dirks, 2002), sendangkan effectance motivation adalah kebutuhan untuk berinteraksi secara efektif agar menghasilkan hasil yang diinginkan dalam sebuah lingkungan (White, 1959, dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), setiap manusia memiliki needs of efficacy dan need of effectance. Need of efficacy mengarahkan seseorang untuk memiliki sebuah objek dalam lingkungan. Menurut penelitian White (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), mengontrol sebuah objek kepemilikan menghasilkan kesenangan dan mengarahkan persepsi ke personal efficacy. Furby (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menyatakan bahwa kepemilikan menjadi bagian dari extended self karena kepemilikan mengekspresikan kemampuan seseorang untuk mengerahkan kontrol langsung kepada lingkungan sosial dan fisik. Dapat disimpulkan bahwa psychological ownership muncul karena adanya motivasi untuk kompeten di dalam lingkungannya. Oleh karena kebutuhan mendasar tersebut, seseorang terdorong untuk menjajagi dan memanipulasi lingkungan mereka. Untuk melakukan hal tersebut, seseorang perlu memiliki kontrol, yang didapatkan dari perasaan efficacy dan competence pada possessions.

c. Self identity

Self identity adalah kebutuhan uintuk mendapatkan perasaan yang jelas terhadap diri sendiri (Burke & Reitszes, 1991, dalam Dyne & Pierce, 2004). Kepemilikan atau possessions dan sense of ‘mine’ membantu seseorang menegtahui dirinya sendiri. Sejumlah ilmuwan mengemukakan bahwa possession juga menampilkan ekspresi simbolik dari seseorang dan terdapat hubungan erat antara possessions, self-identity, dan individualis (Porteous, dalam Dyne & Pierce, 2004). Psychological ownership membantu seseorang untuk menyadari self identity, mengekspresikan self identity pada orang lain, serta memelihara kelangsungan self identity dari waktu ke waktu. Menurut Pierce Pierce, Kostova, Dirks (2002), seseorang akan menyadari self identity nya  berdasarkan pandangan orang lain. Possession berperan penting dalam proses ini karena orang lain akan memberikan penilaian dan evaluasi terhadap seseorang berdasarkan benda-benda yang dimiliki seseorang (McCracken, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Selain itu, dalam mengekspresikan self identity seseorang. Selain menambahkan kekuasaan pada orang lain, possession juga mengkomunikasikan identitas seseorang kepada orang lain, sehingga mereka mendapatkan pengenalan dan social prestige. Orang seringkali memperhatikan bagaimana orang lain melihat mereka dengan berbagai kepemilikan, (possessions) (Munson & Sprivey, 1980, Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Oleh karena itu, biasanya seseorang akan selalu berusaha untuk mencocokkan kesan tentang dirinya dengan kesan yang dimiliki oleh produkproduk tertentu (Sirgy, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Menurut Kamptner, Price, Arnould, Curasi, Rochberg-Halton, 1980, (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), possessions secara psikologis sanat berarti bagi seseorang sebagai suatu hal yang dapat membuat seseorang memperoleh dan mencapai kontinuitas dirinya. Possessions membuat seseorang merasa nyaman dan secara kontinu terhubung dengan masa lalu dan masa kini seseorang. Cram dan Paton (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) memberi contoh bahwa ketika seseorang bertambah tua, mereka merefleksikan kenangan, foto, buku harian, surat, dan hadiah dari orang lain menjadi bagian yang sangat penting dalam self identity mereka. Jika barang-barang tersebut hilang, seseorang akan mengalami erosi pada sense of self yang dimilikinya (Kamptner, 1989, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002)

Aspek-Aspek Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), aspek-aspek psikological ownership sebagai berikut:

a. Controlling the ownership target

Kontrol pada objek pada akhirnya akan meningkatkan perasaan kepemilikan dari sebuiah objek (Sartre, 1943, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Pada studi semantik tentang kepemilikan oleh Rudmin dan Berry (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menemukan bahwa control adalah bagian yang terpenting dari suatu rasa memiliki. Suatu objek yang mana dapat dikontrol, dimanipulasi atau objek yang membentuk seseorang terafeksi, adalah objek-objek yang dipersepsikan sebagai bagian dari diri seseorang, daripada yang tidak dapat dikontrol (Prelinger, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Ellowood (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menyatakan bahwa objek yang secara terus menerus digunakan oleh seseorang akan terasimilasi pada self penggunaannya.

b. Coming to intimately know to the target

Menurut Beggan dan Brown (1994) dan Rudmin dan Berry (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), melalui proses asosiasi, kita akan mengenal sebuah benda. Semakin banyak informasi yang dimiliki seseorang mengenai target kepemilikan, semakin dekat hubungan yang terbentuk antara seseorang dengan target tersebut. Pierce, Kostova, Dirks (2002) menambahkan bahwa seseorang akan menyadari bahwa secara psikologis terikat dengan sebuah objek sebagai hasil dari partisipasi aktif atau terasisuasi dengan objek tersebut. Misalnya, seseorang yang tergabung dalam sebuah komunitas tertentu, akan merasa memiliki komunitas tersebut karena sudah bergabung dan bersama dalam setiap kegiatan komunitas tersebut.

c. Investing the self into the target

Menuirut Locke (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), setiap orang memiliki hasil kerja sendiri. Bagaimanapun, seseorang akan merasa memiliki apa yang dikerjakan, dibentuk, dan dihasilkan sendiri. Mulai hasil pekerjaan sendiri, seseorang tidak hanya menginvestasikan waktu dan usaha fisik, namun juga energi psikis ke dalam hasil pekerjaannya. Benda atau sesuatu akan terlekat pada seseorang yang membuatnya karena benda atau sesuatu tersebut adalah hasil seseorang yang mengusahakannya, sehingga seseorang yang membuat benda tersebut merasa memiliki, sama seperti seseorang merasa memiliki dirinya (Durkheim, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Usaha dan investasi dari diri seseorang pada suatu benda membuat seseorang merasa menjadi satu dengan objek tersebut dan membangun perasaan memiliki terhadap objek tersebut (Rochberg & Halton, dalam Deborah, 2012)

Pengertian Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Psychological ownership adalah pengalaman psikologis individu ketika mengembangkan rasa possesif (memiliki) akan suatu target (Van, Dyne, & Pierce, 2004). Menurut Furby hal yang mendasari kemunculan psychological ownership adalah sense of possession (Van, Dyne & Pierce, 2004). Sedangkan menurut Pierce, Kostova, dan Dirks (2002) psychological ownership (perasaan memiliki) sebagai keadaan dimana seseorang merasa seolah-olah target kepemilikan atau bagian dari target tersebut adalah milik mereka “milik mereka”. Pierce, Kostova, dan Dirks menjelaskan bahwa target atau objek dari psychological ownership dapat bersifat material (benda, fasilitas) tetapi juga non material seperti ide, seni artistic, suara dan lain-lain (Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Psychological ownership mengacu pada hubungan antara individu dan objek di mana objek itu dialami sebagai terhubung dengan diri sendiri (Wilpert, 1991), atau menjadi bagian dari “diperpanjang diri” (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Mann (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menuliskan “what I own feels like a part of me.” Perasaan memiliki terhadap berbagai objek ini penting dan memiliki efek psikologis serta perilaku yang kuat. Target yang dimaksud dalam definisi tersebut biasanya berbentuk tangible (sesuatu yang nyata) seperti mainan, rumah, tanah, dan orang lain serta intangible berupa hasil pekerjaan seseorang, ide, dan kreasi. Menurut Dittmar (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), merupakan hal yang biasa bagi seseorang secara psikologis mengalami koneksi antara diri dengan berbagai macam target kepemilikan seperti rumah, mobil, ruang, dan seseorang lain. perkembangan rasa kepemiliknnya, misalnya, menimbulkan efek positif dan menggembirakan (Formanek, 1991). Pierce, Kostova, Dirks (2002) berpendapat bahwa psychological ownership dapat dibedakan dari konstruk lainnya, berdasarkan inti konseptualnya sendiri yaitu possessiveness dan motivational bases. Rasa dari kepemilikan atau sense of ownership menyatakan makna dan emosi yang biasa dihubungkan dengan ‘my’, ‘mine’ dan ‘our’.

Psychological ownership menjawab pertanyaan “what do I feel is mine?” dan konsep inti dari kepemilikan (Wilpert, 1991, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) terhadap target tertentu (contoh hasil pekerjaan seseorang, mainan, rumah, tanah, dan orang terdekat) baik legal maupun tidak adanya kepemilikan secara hukum.  Furby (dalam Dyne & Pierce, 2004) juga menyatakan bahwa sense of possession (merasakan seolah-olah sebuah objek, kesatuan, atau ide adalah ‘mine’ atau ‘ours’) adalah inti dari psychological ownership. Psychological ownership merefkesikan hubungan seseorang dan dengan sebuah objek (bersifat materi maupun immaterial), ketika objek tersebut memiliki hubungan yang dekat dengan seseorang (Furby 1978, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Kepemilikan memegang peran dominan dalam identitas seseorang dan menjadi bagian dari extended self (Belk 1998, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Seperti disebutkan Issac (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), bahwa apa yang menjadi milik seseorang (dalam perasaan) juga merupakan bagian dari diri seseorang. Extended self yang dimaksud bukan kesatuan fisik, namun rasa kepemilikan secara psikologis sendiri (Scheibe, dalam Deborah 2012). Contohnya ketika seseorang menunjuk sebuah kursi sebagai kursi kesukaannya untuk duduk. Kursi etrsebut bukanlah bagian dari diri seseorang, namun sebaliknya, kata-kata ‘kesukaan’ yang seseorang rasakan sudah mewakili arti menjadi bagian dirinya. Extended self meliputi orang, benda, atau tempat yang menjadikan bagian dalam diri seseorang secara psikologis (Brown, dalam Deborah 2012).

Dalam Pierce, Kostova, Dirks (2002), kondisi psychological ownership adalah kondisi yang kompleks dan terdiri dari komponen  kognitif dan afektif. Psychological ownership merupakan kondisi, dimana seseorang sadar melalui proses intelektual. Psychological ownership merefleksikan kesadaran, pemikiran, dan kepercayaan seseorang sehubungan dengan target kepemilikan. Kondisi kognitif ini juga melibatkan sensasi emosional atu komponen afektif. Perasaan memiliki disebutkan menghasilkan perasaan senang pada hakekatnya yang disertai dengan perasaan kompeten dan perasaan keberhasilan (White dalam Pierce, Michael, dan Coghlan, 2004). Komponen afektif akan terlihat jelas ketika seseorang mengaku bahwa target (objek) adalah milik dia ataupun mereka, atau milik sekelompok orang. Contohnya adalah, “karya itu milikku” atau “rumah itu milik kami”. Pemahaman tentang psychological ownership tersebut membantu membedakan antara psychological ownership dengan legal ownership. Meskipun mungkin saja terkait, legal dan psychological ownership berbeda secara signifikan. Legal ownership dikenal oleh masyarakat, dan oleh karena hak-hak kepemilikan dispesifikasikan dan dilindungi oleh system hukum. Sebaliknya, psychological ownership dikenal atau disadari oleh seseorang yang merasakan perasaan ini. sebagai hasilnya, individu tersebut akan menunjukkan hak-hak yang dirasakan dan diasosiasikan dengan psychological ownership. Menurut McCracken (dalam Peck, Joann & Shu, Suzanne B, 2011), seseorang dapat memiliki sebuah benda secara hukum, seperti contohnya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 21 mobil, rumah, namun tidak menyatakan benda secara hukum, seperti contohnya mobil, rumah, namun tidak menyatakan benda tersebut sebagai milik mereka. Kondisi ini menunjukkan bahwa seseorang tidak menyatakan sebuah benda sebagai milik mereka karena mereka tidak menemukan makna pribadi dari sebuah objek, sesuatu yang mengkondiskan untuk menyatakan sesuatu sebagai miliknya (McCracken, dalam Peck, Joann & Shu, Suzanne B, 2011). Tanggung jawab yang muncul pada legal ownership, biasanya terbentuk karena adanya system hukum, sementara pada psychological ownership, tanggung jawab muncul dari individu itu sendiri untuk bertanggung jawab dan mengakui suatu objek yang bukan miliknya sebagai miliknya. Lebih jauh lagi, psychological ownership dapat muncul meskipun tidak ada legal ownership, seperti yang disebutkan Furby (1980) (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Jadi, psychological ownership adalah perasaan memiliki oleh seseorang terhadap suatu benda baik material yang berupa benda dan fasilitas maupun non material berupa ide, seni artistic, suara dan lain-lain yang menyebabkan perasaan memiliki tersebut membuat seseorang merasa suatu objek adalah miliknya tanpa ada lisensi kepemilikan resmi pada objek tersebut

Pengertian Analytic Network Process (ANP) (skripsi dan tesis)

Analytic Network Process (ANP) merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelesaikan bentuk permasalahan. ANP sebagai  suatu pendekatan alternatif baru untuk studi kualitatif yang dapat mengkombinasikan nilai-nilai Intangible dan judgement subyektif dengan data-data statistik dan faktor-faktor tangible lainnya (Saaty, 2008). Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP merupakan generalisasi dari Analytic Hierarchy Process, dengan mempertimbangkan ketergantungan antara unsur-unsur dari hirarki. Banyak masalah keputusan tidak dapat terstruktur secara hirarkis karena mereka melibatkan interaksi dan ketergantungan unsur-unsur tingkat yang lebih tinggi dalam hirarki dielemen level yang lebih rendah (Saaty, 2008). Banyak proses pengambilan keputusan suatu persoalan tidak dapat disusun dalam bentuk hirarki karena melibatkan interaksi dan ketergantungan elemen-elemen yang lebih tinggi tingkatannya kepada level elemen yang lebih rendah. Metode ANP mampu memperbaiki kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif. Komponen ANP terdiri dari hirarki kontrol, cluster, elemen, hubungan antar elemen dan hubungan antar cluster. Keterkaitan pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen (inner depedence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer depedence)

Tahapan ANP (skripsi dan tesis)

1) Menyusun struktur masalah dan mengembangkan model keterkaitan melakukan penentuan sasaran atau tujuan yang diinginkan, menentukan kriteria mengacu pada kriteria control dan menentukan alternatif pilihan. Jika terdapat elemen – elemen yang memiliki kualitas etara maka dikelompokkan ke dalam suatu komponen yang sama.

2) Membentuk matriks perbandingan berpasangan. ANP mengasumsikan bahwa pengambil keputusan harus membuat perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap level dalam bentuk berpasangan. Perbandingan tersebut itransformasi ke dalam bentuk matriks A. Nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relative dari elemen pada baris ke-i terhadap elemen pada kolom ke-j. misalnya aij =wi / wj.

Jika ada n elemen yang dibandingkan maka matriks perbandingan A idefinisikan sebagai : A= =

3) Menghitung bobot elemen. Jika perbandingan berpasangan telah lengkap, vector prioritas w yang disebut sebagai eigenvector dihitung dengan rumus : A . w = λmaks . W Dimana : A adalah matriks perbandingan berpasangan dan λmaks adalah eigen value terbesar dari A. Eigen vector merupakan bobot prioritas suatu matriks yang kemudian digunakan dalam penyusunan supermatriks.

4) Menghitung rasio konsistensi. Rasio konsistensi tersebut harus 10% atau kurang. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data keputusan harus diperbaiki. Dalam prakteknya, konsistensi tersebut tidak mungkin didapat. Pada matriks konsistensi, secara praktis λmaks = n, sedangkan pada matriks tidak setiap variasi dari wij akan membawa perubahan pada nilai λmaks. Deviasi λmaks dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI) sebagai berikut : CI = Dimana : CI = Consistency Index λmaks= nilai eigen terbesar n =jumlah elemen yang dibandingkan 4 Berikut gambaran dari metode ANP.

Tahapan ANP

1) Menyusun struktur masalah dan mengembangkan model keterkaitan melakukan penentuan sasaran atau tujuan yang diinginkan, menentukan kriteria mengacu pada kriteria control dan menentukan alternatif pilihan. Jika terdapat elemen – elemen yang memiliki kualitas etara maka dikelompokkan ke dalam suatu komponen yang sama.

2) Membentuk matriks perbandingan berpasangan. ANP mengasumsikan bahwa pengambil keputusan harus membuat perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap level dalam bentuk berpasangan. Perbandingan tersebut itransformasi ke dalam bentuk matriks A. Nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relative dari elemen pada baris ke-i terhadap elemen pada kolom ke-j. misalnya aij =wi / wj. Jika ada n elemen yang dibandingkan maka matriks perbandingan A idefinisikan sebagai : A= =

3) Menghitung bobot elemen. Jika perbandingan berpasangan telah lengkap, vector prioritas w yang disebut sebagai eigenvector dihitung dengan rumus : A . w = λmaks . W

Dimana :

A adalah matriks perbandingan berpasangan dan λmaks adalah eigen value terbesar dari A.

Eigen vector merupakan bobot prioritas suatu matriks yang kemudian digunakan dalam penyusunan supermatriks.

4) Menghitung rasio konsistensi. Rasio konsistensi tersebut harus 10% atau kurang. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data keputusan harus diperbaiki. Dalam prakteknya, konsistensi tersebut tidak mungkin didapat. Pada matriks konsistensi, secara praktis λmaks = n, sedangkan pada matriks tidak setiap variasi dari wij akan membawa perubahan pada nilai λmaks.

Tahapan ANP

1) Menyusun struktur masalah dan mengembangkan model keterkaitan melakukan penentuan sasaran atau tujuan yang diinginkan, menentukan kriteria mengacu pada kriteria control dan menentukan alternatif pilihan. Jika terdapat elemen – elemen yang memiliki kualitas etara maka dikelompokkan ke dalam suatu komponen yang sama.

2) Membentuk matriks perbandingan berpasangan. ANP mengasumsikan bahwa pengambil keputusan harus membuat perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap level dalam bentuk berpasangan. Perbandingan tersebut itransformasi ke dalam bentuk matriks A. Nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relative dari elemen pada baris ke-i terhadap elemen pada kolom ke-j. misalnya aij =wi / wj. Jika ada n elemen yang dibandingkan maka matriks perbandingan A idefinisikan sebagai : A= =

3) Menghitung bobot elemen. Jika perbandingan berpasangan telah lengkap, vector prioritas w yang disebut sebagai eigenvector dihitung dengan rumus : A . w = λmaks . W Dimana : A adalah matriks perbandingan berpasangan dan λmaks adalah eigen value terbesar dari A. Eigen vector merupakan bobot prioritas suatu matriks yang kemudian digunakan dalam penyusunan supermatriks.

4) Menghitung rasio konsistensi. Rasio konsistensi tersebut harus 10% atau kurang. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data keputusan harus diperbaiki. Dalam prakteknya, konsistensi tersebut tidak mungkin didapat. Pada matriks konsistensi, secara praktis λmaks = n, sedangkan pada matriks tidak setiap variasi dari wij akan membawa perubahan pada nilai λmaks. Deviasi λmaks dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI) sebagai berikut : CI = Dimana : CI = Consistency Index λmaks= nilai eigen terbesar n =jumlah elemen yang dibandingkan 5

5) Nilai CI tidak akan berarti apabila terdapat standar untuk menyatakan apakah CI menunjukkan matriks yang konsisten. Saaty (2008) memberikan patokan dengan melakukan perbandingan secara acak atas 500 buah sampel. Saaty berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu matriks yang mutlak tidak konsisten. Dari matriks acak tersebut didapatkan juga nilai Consistency Index, yang disebut Random Index (RI). Dengan membandingkan CI dan RI maka didapatkan patokan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut Consistency Ratio (CR), dengan rumus : CR = Dimana : CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RI = Random Index Nilai RI merupakan nilai random index yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory.

6) Membuat Supermatriks Supermatriks merupakan hasil vector prioritas dari perbandingan berpasangan antar cluster, kriteria dan alternatif. Supermatriks terdiri dari tiga tahapan, yaitu supermatriks tidak tertimbang (Unweighted Supermatrix), supermatriks tertimbang (Weighted Supermatrix) dan supermatriks limit (Limitting Supermatrix).

a. Tahap Unweighted Supermatrix Unweighted Supermatrix dibuat berdasarkan perbandingan berpasangan antar cluster, kriteria dan alternatif dengan cara memasukkan vector prioritas (eigen vector) kolom ke dalam matriks yang sesuai dengan selnya.

b. Tahap Weighted Supermatrix Weighted Supermatrix diperoleh dengan cara mengalihkan semua elemen pada unweighted supermatrix dengan nilai yang terdapat dalam matriks cluster yang sesuai sehingga setiap kolom memiliki jumlah satu.

c. Tahap Limmiting Supermatrix Selanjutnya untuk memperoleh limiting supermatrix, weighted supermatrix dinaikkan bobotnya. Menaikkan bobot weighted supermatrix dilakukan dengan cara mengalikan supermatriks tersebut dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka limmiting supermatrix sudah didapatkan.

7) Rangking Alternatif

a. Bobot Raw Bobot raw merupakan nilai eigen vektor dari normalisasi limiting supermatrik.

b. Bobot Normal Bobot normal didapatkan dari nilai bobot raw dibagi dengan jumlah total dari bobot raw.

. Bobot Ideal Nilai ideal adalah nilai hasil bagi kolom(kolom nilai normal) dengan nilai terbesar pada kolom normal

Prinsip Dasar ANP (skripsi dan tesis)

Terdapat tiga prinsip dasar ANP :

1. Dekomposisi.

Masalah – masalah yang dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan ketika penelitian sedang berlangsung merupakan masalah yang kompleks. Untuk menstruktur masalah – masalah yang kompleks tersebut perlu didekomposisikan ke dalam suatu jaringan dalam bentuk komponen – komponen, cluster, sub cluster, serta alternatif. Mendekomposisi adalah memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP.

2. Penilaian Komparasi.

Prinsip ini diterapkan untuk melihat perbandingan pasangan (pairwise) dari semua jaringan / hubungan / pengaruh yang dibentuk dalam suatu kerangka kerja. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan anatara elemen – elemen dalam suatu komponen yang berbeda atau hubungan antara elemen dengan elemen lainnya dalam komponen yang sama. Pembandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkan prioritas local dari elemen – elemen dalam suatu cluster dilihat dari cluster induknya.

3. Komposisi hierarki atau sintesis.

Prinsip ini diterapkan untuk mengalikan prioritas lokal dari elemen – elemen dalam cluster dengan prioritas ‘global’ dari elemen induk yang akan menghasilkan prioritas global seluruh hierarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah (biasanya merupakan alternatif).

Pengertian Multiple Criteria Decision Making (MCDM) (skripsi dan tesis)

Multiple Criteria Decision Making (MCDM) merupakan suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternative terbaik dari sejumlah alternative berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Terdapat beberapa metode dalam pendekatan MCDM anatara lain Simple Additive Weighting Method (SAW), Weighted Product Model (WPM), ELECTRE, Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), Analytic Hierarchy Process (AHP) serta ANP karena merupakan pengembangan dari AHP[10].

Pengertian Analytic Network Process (ANP) (skripsi dan tesis)

Analytic Network Process (ANP) merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelesaikan bentuk permasalahan. ANP sebagai Jurnal Sistem Informasi Bisnis 02(2016) On-line :http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jsinbis 107 suatu pendekatan alternatif baru untuk studi kualitatif yang dapat mengkombinasikan nilai-nilai Intangible dan judgement subyektif dengan data-data statistik dan faktor-faktor tangible lainnya (Saaty, 2008). Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP merupakan generalisasi dari Analytic Hierarchy Process, dengan mempertimbangkan ketergantungan antara unsur-unsur dari hirarki. Banyak masalah keputusan tidak dapat terstruktur secara hirarkis karena mereka melibatkan interaksi dan ketergantungan unsur-unsur tingkat yang lebih tinggi dalam hirarki dielemen level yang lebih rendah (Saaty, 2008). Banyak proses pengambilan keputusan suatu persoalan tidak dapat disusun dalam bentuk hirarki karena melibatkan interaksi dan ketergantungan elemen-elemen yang lebih tinggi tingkatannya kepada level elemen yang lebih rendah. Metode ANP mampu memperbaiki kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif. Komponen ANP terdiri dari hirarki kontrol, cluster, elemen, hubungan antar elemen dan hubungan antar cluster. Keterkaitan pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen (inner depedence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer depedence)

Pengertian Analytic Network Process (ANP) (skripsi dan tesis)

ANP merupakan pengembangan dari metode Analytic Hierarchy Process (AHP), AHP sendiri merupakan metode yang lebih banyak memperhitungkan ketergantungan antara unsur-unsur hirarki. Banyak masalah keputusan yang tidak dapat terstruktur menggunakan hirarki karena hierarki lebih mempertimbangkan ketergantungan dengan elemen tingkat yang lebih tinggi dalam hirarki, pada elemen tingkat yang lebih rendah. Sedangkan ANP yang diwakili oleh jaringan, bukan hirarki dapat mengatasi masalah tersebut. ANP adalah cara logis digunakan untuk menangani masalah ketergantungan dari unsur yang lebih tinggi

Langkah Dalam ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS/ AHP (skripsi dan tesis)

Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP yang digunakan meliputi:

 Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun jaringan dari permasalahan yang dihadapi.

 Menentukan prioritas elemen

– Menentukan prioritas elemen dengan membuat perbandingan berpasangan berdasarkan sesuai dengan kriteria yang diberikan dengan mengelompokan dalam komponen yang sama.

– Dalam model AHP, langkah yang harus dilakukan adalah mengetahui suatu tingkat kepentingan terhadap kriteria AHP untuk perbandingan kriteria dalam seluruh sistem. Langkah ini dilakukan melalui matriks perbandingan berpasangan.

– Nilai numerik pada seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty.

 Menghitung bobot elemen Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah.

 Hitung Consistency Index (CI): CI : ( λ maks-n) / (n-1) (1)

 Hitung Rasio Konsistensi / Consistency Ratio (CR) CR : CI/IR (2) Dengan CR : Consistency Ratio CI : Consistency Index IR : Indeks Random Consistency Bila matriks matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison) dengan nilai CR lebih kecil dari 0,1 maka ketidakkonsisten

Pengertian Analytical Hierarchy Process /AHP (skripsi dan tesis)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP sendiri merupakan sebuah model pendukung keputusan yang dapat menyelesaikan masalah yang bersifat multi kriteria yang kompleks berdasarkan unsur hierarki sebagai dasar penyusunnya.  Hirarki merupakan suatu penggambaran sebuah permasalahan yang kompleks dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor kriteria, sub kriteria, dan seterusnya hingga ke level terakhir yaitu alternatif. Dengan menggunakan hirarki, masalah dapat digabung ke dalam kelompok-kelompoknya sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis

Analisis Harga Saham (skripsi dan tesis)

 Harga Saham menurut Husnan dan Pudjiastuti (2005) adalah merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan yang akan diterima oleh pemodal dan diterima oleh pemodal di masa akan yang akan datang. Sedangkan menurut 11 Jogiyanto (2009) harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Dalam Keown (2010) dijelaskan bahwa tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai, atau harga saham perusahaan. Keberhasilan atau kegagalan keputusan manajemen hanya dapat dinilai berdasarkan dampaknya pada harga saham biasa perusahaan. Saham adalah tanda penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha pada sebuah perusahaan.
 Dahlan (2005) mendefinisikan saham sebagai surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas. Sedangkan menurut Halim (2010) saham merupakan klaim paling akhir urutannya atau haknya. Bila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka kas yang ada dipakai untuk melunasi utang terlebih dahulu, baru kemudian jika terdapat sisa, kas tersebut digunakan untuk membayar pemegang saham. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Harga saham menurut Ayu dan Edy (2009) adalah harga yang terkandung dalam surat kepemilikan bagian modal berdasarkan penilaian pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di bursa efek. Sedangkan menurut Sartono (2000), harga saham pada prinsipnya adalah sebesar nilai sekarang atau present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak  diminati oleh banyak investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan dapat dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.
Menurut Kesuma (2009), harga saham adalah nilai nominal penutupan (closing price) dari penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas yang berlaku secara reguler di pasar modal di Indonesia. Menurut Husnan (2005), penentuan harga saham yang seharusnya telah dilakukan oleh setiap analis keuangan dengan tujuan untuk bisa memperoleh tingkat keuntungan yang menarik. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini saham tersebut. Nilai intrinsik menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah:
(1) apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harganya terlalu rendah), dan karenanya seharusnya dibeli atau ditahan apa saham tersebut telah dimiliki;
 (2) apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalued (harganya terlalu mahal), dan karenanya seharusnya dijual;
(3) apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan

Stock Return (skripsi dan tesis)

 Return adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya. Menurut Shook (Fahmi, 2014) return merupakan laba investasi, baik melalui bunga ataupun deviden. Return dapat berupa realized return (return realisasian) dan expected return (return ekspektasian). Menurut Jogiyanto (2009), realized return adalah return yang telah terjadi yang dihitung dengan menggunakan data historis, berguna untuk mengukur kinerja perusahaan dan menentukan expected return. Expected return adalah return yang belum terjadi dan merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa yang akan datang. Menurut Hartono (2011), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi, return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang, return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Salah satu pengukuran return realisasi adalah return total. Return total, merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu (Hartono, 2011). Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield (persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya).
 Motivasi para investor melakukan investasi adalah harapan untuk memperoleh return yang sesuai. Tanpa adanya return, tentunya para investor tidak akan bersedia melakukan investasi. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan return merupakan imbalan yang diharapkan investor akan diperoleh atas investasi yang dilakukan di suatu perusahaan. Faktor yang mempengaruhi return suatu investasi meliputi pertama, faktor internal dan faktor kedua, adalah menyangkut faktor eksternal. Halim (2010), komponen pengembalian (return) meliputi:
a. Untung/Rugi modal (capital gain / loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder.
b. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam persentase dari modal yang ditanamkan.  Return merupakan hal terpenting dalam menentukan investasi. Penilaian atas return yang diterima harus dianalisis, antara lain melalui analisis return diterima pada periode sebelumnya (return historis). Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis return yang diharapkan (expected return)

Pengaruh Profitability terhadap return aggresive stock (skripsi dan tesis)

Penghitungan rasio profitabilitas tergambarkan pada Gross Profit Margin (GPM), Return on Investment (ROI), dan Return on Equity (ROE). Gross Profit Margin menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari setiap penjualan. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang 40 digunakan, digambarkan pada Return on Investment (ROI). Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan dalam pengukuran kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham (Brigham, 2001). Lebih lanjut dalam penelitian ini, Return on Equity (ROE) digunakan sebagai proksi dalam penghitungan profitabilitas. Di mana semakin tinggi Return on Equity yang dapat dihasilkan perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tingkat efiensi perusahan dalam menggunakan modalnya untuk menghasilkan laba yang tinggi bagi perusahaan (Herlambang, 2003). Perusahaan yang memiliki tingkat efisiensi penggunaan modal yang tinggi, akan memberikan harapan terjadinya kenaikan pada perolehan return saham. Hal ini didukung oleh penelitian dari Nasution (2006) yang menyebutkan bahwa profitabilitas yang fiukur melalui return on equity memiliki hubungan yang positif terhadap return saham

Pengaruh Book to Market Ratio Terhadap Return Aggresive Stock (skripsi dan tesis)

Book to market ratio ialah cerminan dari nilai perbandingan antara nilai buku saham dibagi dengan nilai pasar saham. Nilai buku menerangkan nilai perusahaan, yang juga di dalamnya tergambarkan nilai kekayaan bersih dibanding dengan jumlah saham yang beredar. Kekayaan bersih ekonomis perusahaan didapatkan dari perhitungan matematis yang menunjukkan selisih total aktiva dan total kewajiban. Fama dan French (1992) dalam penelitiannya dengan menggunakan three factor models menjelaskan bahwa ada dua faktor paling signifikan yang mempengaruhi return saham yaitu book to market ratio dan size perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa book to market ratio berkorelasi positif terhadap return saham. Di mana perusahaan akan dinilai semakin tinggi nilainya ketika perusahaan memiliki nilai book to market ratio yang kecil. Sejalan dengan hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Rosyada (2010) dan Mona Al-Mwala (2012) menunjukkan hasil yang serupa, dimana dalam penelitian tersebut berhasil menunjukkan variabel book to market ratio memiliki hubungan yang positif dan signifikann terhadap return saham

Pengaruh Size Terhadap Return Aggresive Stock (skripsi dan tesis)

Ukuran perusahaan (size) menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan yang digambarkan oleh kapitalisasi pasar. Di dalam penelitiannya, Fama dan French (1992) menyimpulkan bahwa “when portofolios are formed on market capitalization alone there are strong relations between average return and either size or beta. average return increase with beta and decrease with size.” Sesuai dengan penelitian Fama dan French (1992), Trisnadewi (2012) di dalam penelitiannya menjelaskan size memiliki hubungan signifikan dan negatif terhadap return saham. Rosyada (2010) dalam penelitiannya menemukan return saham memiliki hubungan yang negatif dengan firm size. Berdasar keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat presentasi return yang didapat oleh perusahaan berkapitalisasi kecil lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan kapitalisasi yang besar.

Pengaruh Beta Terhadap Return Aggresive Stock (skripsi dan tesis)

Risiko adalah sesuatu hal yang harus ditanggung oleh para investor, yang diakibatkan oleh banyak hal yang terjadi di lapangan, dan biasanya akan mempengaruhi perbedaan anatara hasil return yang diharapkan degan hasil return yang didapatkan dari suatu investasi yang dijalankan. Atau dengan kata lain risiko adalah peluang hasil investasi berbeda dengan yang diharapkan. Dalam penelitian Fama dan French (1992), menyebutkan bahwa tidak ada bukti langsung yang menghubungkan antara beta dengan return rata-rata yang berarti investor tidak menerima imbalan return atas resiko (beta) yang ditanggung. Beta menjadi tolok ukur pengukur resiko dari suatu saham atau portofolio saham. Beta juga merupakan pengukur dari volatilitas return saham atau portofolio saham terhadap resiko pasar. Dalam penelitiannya Welly (2007) menunjukkan bahwa variabel beta saham dan varian return saham berpengaruh secara parsial signifikan terhadap return saham. Hidayati et all (2014) menemukan bahwa saham yang memiliki beta di atas satu (aggressive stock) memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham yang memiliki beta di bawah satu (defensive stock). Trisnadewi (2012) menemukan hasil penelitian yang menerangkan bahwa penentuan keputusan investasi para investor dipengaruhi secara positif signifikan oleh resiko pasar. Ketika kondisi pasar sedang tidak stabil, para investor biasanya 38 lebih cenderung berhati-hati dalam menginvestasikan modalnya, bahkan lebih memilih menunggu hingga kondisi pasar kembali stabil. Sehubungan dengan hal ini maka minat investor akan menurun yang lebih jauh akan disertai dengan penurunan harga saham

Three factor model from Fama and French (skripsi dan tesis)

Penelitian Fama dan French merupakan pengembangan dari Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang menjadi salah satu model dalam penilaian aset dan penilaian harga sekuritas yang menggambarkan hubungan antara faktor resiko pasar dengan tingkat return yang diharapkan. Model awal CAPM tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Sharp (1964), Litner (1965), Mossinung (1966). Dalam penelitian tersebut (Fama dan French, 1992) menyebutkan bahwa tidak ada bukti langsung yang menghubungkan antara beta dengan return rata-rata yang berarti investor tidak menerima imbalan return atas beta (resiko) yang ditanggung. Beta menjadi tolok ukur pengukur resiko dari suatu saham atau portofolio saham. Beta juga merupakan pengukur dari volatilitas return saham atau portofolio saham terhadap resiko pasar. Fama dan French (1992) telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengaruh beta, size, dan book to market ratio dengan return saham. Size memiliki hubungan negatif, dimana semakin kecil kapitalisasi perusahaan akan memberikan tingkat return yang lebih besar. Dengan perbandingan tingkat pendapatan yang dapat diperoleh, perusahan kecil mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi ditandai dengan peningkatan pendapatan yang lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. Berbeda dengan perusahaan besar yang juga memperoleh pendapatan yang besar namun memiliki tingkat pertumbuhan yang kecil, diakibatkan pendapatan yang diperoleh pada tahun sebelumnya relatif sudah besar (Schwert, 1983).
 Book to market ratio ialah cerminan dari nilai perbandingan antara nilai buku saham dibagi dengan nilai pasar saham. Book to market ratio digunakan sebagai indikator dalam pengukuran kinerja perusahaan melalui harga pasarnya. Book to market ratio berkorelasi positif terhadap return saham. Di mana perusahaan akan dinilai semakin tinggi nilainya ketika perusahaan memiliki nilai book to market ratio yang tinggi. Fama dan French (1992) menerangkan bahwa perusahaan dengan nilai book to market ratio yang tinggi dapat menghasilkan tingkat return yang lebih tingg