Kontruksi Servant Leadership (skripsi dan tesis)

Sementara itu, kontruksi servant leadership menurut Dennis (2004) dalam Veri Widodo (2014) yaitu terdiri dari: 1) Kasih Sayang (Love) Karakteristik pertama dalam servant leadership adalah kepemimpinan yang mengasihi berdasarkan kasih sayang.Winston (2002) menyatakan bahwa kasih sayang (love) mengacu pada bahasa Yunani yaitu cinta moral (agapao love).Cinta berarti melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat untuk alasan yang benar. 2) Pemberdayaan (Empowerment) Pemberdayaan menempatkan penekanan pada kerja sama yaitu mempercayakan kekuasaan kepada orang lain, dan mendengarkan saran dari follower (Dennis,2004; dalam Irving, 2005). 3) Visi (Vision) Visi merupakan arah kemana organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. 4) Kerendahan hati (Humility) Dennis (2004; dalam Irving, 2005) mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menjaga kerendahan hati dengan menunjukkan rasa hormat terhadap karyawan serta mengakui kontribusi karyawan terhadap tim. 5) Kepercayaan (Trust) Servant leadership adalah orang-orang pilihan diantara sejumlah orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan servant leadership tersebut mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pemimpin.
 Dari beberapa tulisan Greenleaf, Spears (1996) dalam Very Widodo (2014) menyimpulkan bahwa sedikitnya terdapat sembilan ciri khas kepemimpinan pelayan yang paling dominan, yaitu : 1) Mendengarkan (Listening receptively to what others have to say) Secara tradisional, pemimpin dihargai karena keahlian komunikasi dan kemampuan mereka dalam pembuatan keputusan. Pemimpin pelayan harus memperkuat keahlian yang penting ini dengan menunjukkan komitmen yang mendalam dalam mendengarkan secara intensif ide-ide atau kata-kata orang lain. Pemimpin pelayan berusaha mengenali dan memahami dengan jelas kehendak kelompok. Mereka berusaha mendengarkan secara tanggap apa yang dikatakan (dan tidak dikatakan). Mendengarkan dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa, dan pikiran. 2) Menerima orang lain dan Empati (Acceptance of others and having empathy for them) Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui sebagai suatu individu yang istimewa dan unik. Setiap individu tidak ingin kehadirannya dalam suatu organisasi/perusahaan ditolak oleh orang lain yang berada di sekitar dirinya. Pemimpin pelayan yang paling sukses adalah mereka yang mampu menjadi seorang pendengar yang penuh dengan empati. 3) Kemampuan meramalkan (foresight and intuition) Kemampuan untuk memperhitungkan kondisi yang sudah terjadi atau meramalkan kemungkinan hasil suatu situasi sulit didefinisikan, tetapi mudah dikenali.Orang mengetahui kalau melihatnya. Kemampuan meramalkan adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini menanamkan inti permasalahan sampai jauh ke dalam pikiran intuitif.Jadi kemampuan meramalkan adalah salah satu cirri khas pemimpin pelayan yang dibawa sejak lahir.Semua ciri khas lainnya bisa dikembangkan secara sadar.Kesadaran 14 (Awareness and perception). Kesadaran akan diri sendiri dan keberadaan orang lain dapat turut memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran juga membantu dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai.Hal ini memungkinkan orang dapat memandang sebagian besar situasi dari posisi yang lebih terintegrasi. 4) Membangun kekuatan Persuasif (Having highly develoved power of persuasion) Ciri khas kepemimpinan pelayan lainnya adalah mengandalkan kemampuan meyakinkan orang lain, bukannya wewenang karena kedudukan, dalam membuat keputusan di dalam organisasi. Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya memaksakan kepatuhan. Elemen ini memberikan perbedaan yang paling jelas antara model wewenang tradisional dan model kepemimpinan pelayan.Pemimpin pelayan efektif dalam membangun konsensus dalam kelompok.
5) Konseptualisasi (An ability to conceptualize and to communicate concepts) Pemimpin pelayan berusaha memelihara kemampuan mereka untuk “memiliki impian besar”.Kemampuan untuk melihat kepada suatu masalah (atau sebuah organisasi) dari persfektif konseptualisasi berarti bahwa orang harus berpikir melampaui realita dari hari ke hari.Manajer tradisional disibukkan oleh 15 kebutuhan untuk mencapai tujuan operasional jangka pendek.Seorang manajer yang ingin menjadi pemimpin pelayan harus mampu mengoptimalkan pemikirannya sampai mencakup pemikiran konseptual yang mempunyai landasan lebih luas (visioner).Pemimpin pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang rumit antara konseptualisasi dan fokus sehari-hari. 6) Kemampuan Menyembuhkan (ability to exert a healing influence upon individual and institutions) Belajar menyembuhkan merupakan daya yang kuat untuk perubahan dan integrasi. Salah satu kekuatan besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Banyak orang yang patah semangat dan menderita karena berbagai masalah emosional. Walaupun hal tersebut merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan manusia, akan tetapi seorang pemimpin pelayan harus mampu dan mempunyai kesempatan menggerakkan hati dan memberi semangat kepada orang-orang yang berhubungan dengan mereka. 7) Kemampuan Melayani Peter Block (pengarang buku Stewardship dan Empowered Manager) mendefinisikan kemapuan melayani (stewardship) dengan pengertian “memegang sesuatu dengan kepercayaan  orang lain”. Dalam suatu organisasi, setiap level manajemen, dari top management sampai shoop floor semuanya mempunyai peranan penting dalam memegang organisasi mereka dengan kepercayaan kepada kebaikan masyarakat yang lebih besar. Kepemimpinan pelayan, seperti kemampuan melayani, yang pertama dan terutama adalah memiliki komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini tentunya menekankan adanya keterbukaan dan kejujuran, bukan pengendalian atau pengawasan. 8) Memiliki Komitmen pada Pertumbuhan Manusia Pemimpin pelayan berkeyakinan bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik yang melampaui sumbangan nyata yang telah mereka berikan selama ini.Dalam sifatnya yang seperti ini, pemimpin pelayan sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual setiap individu di dalam organisasi. Dalam prakteknya hal ini bisa dikembangkan dengan cara melakukan pengembangan pribadi dan profesional, menaruh perhatian pribadi pada gagasan dan saran karyawan atau anggota, memberikan dorongan kepada keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan, toleran terhadap kesalahan dan sebagainya. 9) Membangun komunitas/masyarakat di tempat kerja (Building community in the workplace) Membangun komunitas ini mencakup membangun komunitas yang baik antar karyawan, antar pimpinan dan bawahan dan membangun komunitas masyarakat dan pelanggan.Pemimpin pelayan menyadari bahwa pergeseran komitmen lokal ke suatu lingkungan yang lebih besar merupakan pembentuk utama kehidupan manusia. Lingkungan kerja yang kondusif secara internal dan eksternal diharapkan akan meningkatkan performansi organisasi secara maksimal.
Kemampuan pemimpin pelayan dalam menciptakan suasana rasa saling percaya akan membentuk kerjasama yang cerdas dalam suatu tim kerja. Dengan ketulusan dan keteladan yang dimiliki oleh pemimpin pelayan, rasa saling percaya dapat ditumbuhkan. Ciri khas kepemimpinan pelayan seperti yang telah disebutkan di atas bukanlah suatu harga mati, masih banyak ciri lain yang dimiliki oleh seorang pemimpin pelayan. Salah satu yang penting disini adalah bahwa kepemimpinan pelayan itu dimulai dari diri sendiri, artinya seorang pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinan pelayan jika ada semangat yang tulus dalam dirinya untuk menjadi yang terdepan dalam pelayanan. Dengan kata lain keteladanan juga menjadi faktor kunci bagi keberhasilan model kepemimpinan pelayan. Keinginan akan falsafah manajemen yang merangsang unjuk kerja yang baik oleh semua karyawan dengan meningkatkan keadaan yang menguntungkan bagi tanggung jawab, peran serta dan rasa ikut memiliki semua individu menjadai salah satu ciri pelaksanaan kepemimpinan pelayan. Harus disadari pula bahwa membina kekuatan dalam sebuah bisnis datang secara alami kalau pemimpin puncak menerima kenyataan bahwa proses paling baik dimulai dalam diri sendiri. Organisasi yang paling produktif adalah organisasi di tempat yang terdapat sejumlah tindakan sukarela, orang melakukan hal-hal yang tepat, hal-hal yang mengoptimalkan efektivitas total, pada waktu yang tepat, sebab mereka mengerti apa yang harus dilakukan, mereka percaya bahwa ada hal yang tepat untuk dilakukan dan mereka mengambil tindakan yang dianggap perlu tanpa diberi perintah. Hal yang paling penting bagi seorang pemimpin untuk membangun organisasi yang kuat dan sukses adalah memasukkan keyakinan ke dalam hati bahwa “manusia adalah yang pertama”.Kalau pemimpin mendahulukan manusia dan organisasi dapat bekerja secara produktif, dia harus bersedia menerima perubahan dalam peranan dari seorang pemimpin menjadi primus inter pares, yang pertama di antara yang sederajat. Seorang pemimpin harus memenuhi peranan memudahkan dan mendukung kemampuan kepemimpinan orang lain, bukannya merasa terancam oleh kemungkinan perkembangan orang lain. 19 Pelaksanaan konsep kepemimpinan pelayan dengan dilandasi prinsip keagamaan, etika dan norma diharapkan mampu mengembalikan kondisi organisasi perusahaan bahkan Bangsa Indonesia dari keterpurukkannya selama ini dengan lebih melaksanakan bisnis yang dilandasi etika dan norma.

Definisi Servant Leadership (skripsi dan tesis)

 Servant leadership atau kepemimpinan pelayan adalah konsep kepemimpinan etis yang diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf (1904-1990) pada tahun 1970 dengan bukunya yang berjudul The Servant as Leader. Greenleaf adalah Vice President American Telephone and Telegraph Company (AT&T).Tujuan utama penelitian dan pengamatan Greenleaf akan kepemimpinan pelayan adalah untuk mebangun suatu kondisi masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli. Greenleaf berpandangan bahwa yang dilakukan pertama kali oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain. Kepemimpinan yang sejati timbul dari mereka yang motivasi utamanya adalah keinginan menolong orang lain. Dari semua hasil karyanya, Greenleaf membicarakan keperluan akan jenis baru model kepemimpinan, suatu model kepemimpinan yang menempatkan pelayanan kepada orang lain, termasuk karyawan, pelanggan dan masyarakat sebagai prioritas nomor satu.
 Kepemimpinan pelayan menekankan makin  meningkatnya pelayanan kepada orang lain, sebuah cara pendekatan holistik kepada pekerjaan, rasa kemasyarakatan dan kekuasaan pembuatan keputusan yang dibagi bersama. Menurut Spears (2002:255) mengatakan bahwa pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Selanjutanya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dalam memimpin orang lain. Perbedaan ini nyata dari sikap yang dibawakan oleh si pelayan, pertama adalah merasa yakin bahwa kebutuhan tertinggi orang lain terpenuhi. Tujuan utama dari seorang pemimpin pelayan adalah melayani dan memenuhi kebutuhan pihak lain, yaitu secara optimal seharusnya menjadi motivasi utama kepemimpinan (Russell & Stone, 2002:11). Pemimpin yang melayani pada akhirnya akan mengembangkan sikap indivudu disekitarnya dengan harapan memiliki sikap yang sama untuk melayani dengan baik. Sementara Max Depree dalam bukunya The Art of Leadership mengatakan bahwa kepemimpinan pelayan adalah “Respek terhadap orang lain”. Hal ini diawali dengan mengerti bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda.Perbedaan ini menuntut kita untuk dapat menumbuhkan rasa saling percaya.

Perbedaan telah menuntut kita untuk lebih  mengetahui kekuatan orang lain. Setiap orang dating dengan bakat yang kuhusus, tetapi bukan bakat yang sama. Hidup bukan sekedar mencapai tujuan.Sebagai individu dan bagian suatu kelompok kita membutuhkan pencapaian potensi maksimal yang dimiliki.Seni dari kepemimpinan bersandar pada kemampuan memfasilitasi, memberi kesempatan dan memaksimalkan setiap bakat yang berbeda dari setiap individu.Kepemimpinan menuntut kedewasaan yang khusus. Kedewasaan tersebut diekspresikan dengan menghargai diri sendiri, perasaan memiliki, perasaan yang penuh pengharapan, perasaan tanggung jawab, persamaan tanggung jawab dan perasaan yang meyakini bahwa pada dasarnya manusia itu sama. Model kepemimpinan pelayanan yang dikembangkan oleh Lantu (2007) memprioritaskan pengembangan karyawan sebagai hal yang utama dan pertama, secara tidak langsung pemimpin diharapkan mengarahkan perusahaan menuju keberhasilan jangka panjang dan berkelanjutan.Hal ini merupakan dampak dari perubahan perilaku yang melayani bawahan yang terjadi dalam fase yang berurutan dan berlangsung secara terus menerus. Jadi jelaslah bahwa kepemimpinan bukanlah suatu popularitas, bukan kekuasaan, bukan keahlian melakukan pertunjukkan, dan bukan kebijaksanaan dalam perencanaan jangka panjang. Dalam bentuk yang paling sederhana kepemimpinan 11 adalah menyelesaikan sesuatu bersama orang lain dan membantu orang lain dalam mencapai suatu tujuan bersama

. Dimensi Keterikatan karyawan (skripsi dan tesis)

Kahn (1990) mengemukakan tiga dimensi dari keterikatan karyawan, yaitu: 1. Aspek kognitif Aspek kognitif mengacu pada keyakinan seorang karyawan terhadap organisasi, pemimpin, dan kondisi pekerjaan. 21 2. Aspek fisik Aspek fisik merupakan energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya. 3. Aspek emosional Aspek emosional mengacu pada bagaimana perasaan karyawan terhadap organisasi dan pemimpinnya. Dimensi atau aspek-aspek dari keterikatan karyawan menurut Schaufeli dan Bakker (2003) yaitu : 1. Semangat (vigor) Semangat dicirikan oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan seseorang, dan ketekunan bahkan dalam menghadapi kesulitan 2. Dedikasi (dedication) Dedikasi mengacu pada keterlibatan kuat dalam pekerjaan seseorang dan mengalami rasa penting, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan (Schaufeli dan Bakker, 2003). 3. Fokus (absorption) Fokus, ditandai dengan terkonsentrasi sepenuhnya dan dengan senang hati asyik dengan pekerjaan seseorang, dimana waktu berlalu dengan cepat dan seseorang mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini terkait variabel keterikatan karyawan adalah teori milik Schaufeli dan Bakker (2003)

Pengertian Keterikatan Karyawan (skripsi dan tesis)

Topik mengenai keterikatan karyawan merupakan topik yang semakin menarik untuk diteliti, sebab menurut Engelbrecht, et al. (2016) kunci penggerak dari kompetitif dan suksesnya organisasi adalah keterikatan karyawan. Beberapa definisi dari keterikatan karyawan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti, diantaranya Mercer, et al. (2007) dalam Nabilah dan Sembiring (2014) yang menyatakan bahwa keterikatan karyawan merupakan keadaan psikologis di mana karyawan merasa berkepentingan dalam keberhasilan perusahaan dan termotivasi untuk meningkatkan kinerja ke tingkat yang melebihi job requirement (tuntutan kerja) . Menurut Cataldo (2011) karyawan yang terikat akan menunjukkan tujuh sikap positif terhadap pekerjaannya, yaitu: 1. Memiliki kinerja tinggi yang konsisten. 2. Inovatif. 3. Bekerja dengan efisien. 4. Sangat memahami peran mereka, dan memahami tujuan organisasi. 5. Sangat berkomitmen terhadap apa yang mereka lakukan. 6. Sangat antusias. 7. Berkomitmen terhadap organisasi, kelompok kerja, dan pekerjaan mereka. Lebih lanjut, Cataldo (2011) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kerugian jika tingkat keterikatan karyawan rendah, yakni: 1. Menurunkan produktivitas dan kinerja. 2. Menambah tingkat turnover karyawan. 20 3. Meningkatkan absensi. 4. Menurunkan kepuasan pelayanan pelanggan.
Peneliti lain yang memberikan definisi terkait keterikatan kerja adalah Kahn, (1990) dan Schaufeli, et al. (2002) dalam Hansen, et al. (2014) yang mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai gambaran keadaan psikologis dan motivasional, dimana karyawan turut andil dalam pekerjaannya dan memajukan tujuan organisasi. Rich, et al. (2010) dalam Cheng, et al. (2014) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai motivasi yang unik dan dikonseptualisasikan sebagai penyertaan anggota organisasi terhadap peran pekerjaan mereka dalam hal energi fisik, kognitif, dan emosional. Menurut Schaufeli dan Bakker (2003) Keterikatan Karyawan didefinisikan sebagai keadaan pikiran yang positif, kepuasan, dan ikatan kerja yang dikarakteristikkan oleh vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (fokus). Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa peneliti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterikatan karyawan merupakan keadaan dimana karyawan merasa terikat, merasa berkepentingan, serta memiliki semangat dalam mengerjakan perkerjaannya

Pengaruh Budaya berinovasi terhadap kesiapan individu untuk berubah (skripsi dan tesis)

Innovation Culture dan kesiapan individu untuk berubah. Budaya adalah cara orang melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya organisasional merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi (Victor, 2002). Jones et al., (2005) meneliti dampak budaya human relation terhadap kesiapan perubahan. Hasil risetnya menyimpulkan bahwa budaya human relation memiliki pengaruh positif terhadap kesiapan perubahan. (Reid et al., 2004) menambahkan bahwa kunci budaya organisasional juga bisa dikaji melalui knowledge sharing proceses dan penilaian infrastruktur. Pada konteks sektor publik, struktur organisasi cenderung hirarki dan kompleks. Implementasi dari manajemen pengetahuan merupakan tugas yang sulit. Penelitian ini menjelaskan bahwa budaya organisasional merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam model kesiapan karyawan untuk berubah. Budaya organisasional dianggap bisa memperluas kapabilitas organisasi dan sebagai atribut penting dalam kesiapan perubahan (Sudharatna dan Li, 2004).

Pengaruh Employee engagement terhadap kesiapan individu untuk berubah (skripsi dan tesis)

. Employee engagement adalah sebuah perilaku yang menunjukkan tingkat dimana individu tergerak untuk menyatu dengan pekerjaan nya di organisasi. Keterikatan individu dengan tugas dan tujuan organisasi akan menimbulkan efek yang positif pada tingkat inovasi dan kreasi (Zhang dan Bartol, 2010). Amabile (1985) menegaskan bahwa ketika individu memahami peran dan eksistensinya di organisasi, maka dia akan menunjukkan tingkat inovasi yang tinggi. Tingginya tingkat inovasi ini akan mengarah pada kesiapan individu untuk berubah. Creative process engagement di definisikan sebagai tingkat keterlibatan karyawan dalam kreativitas yang relevan dengan proses kognitif (pengetahuan) dengan indikator: (1) mampu mengidentifikasi masalah, (2) mampu mencari informasi yang relevan dengan penyelesaian pekerjaan, dan mampu mencari ide-ide alternatif dalam pemecahan masalah, (Amabile, 1983; Zhang dan Bartol, 2010). Creative process engagement akan berdampak tidak hanya terhadap kinerja kreatif tetapi juga efektivitas kerja secara keseluruhan. Strategi ini mengembangkan pandangan berbasis perhatian, yang mengakui keterbatasan kemampuan para stakeholders dalam mengambil keputusan. (Amabile dan Kramer 2011) menyatakan bahwa tiap tiap individu memiliki kapasitas perhatian dan sumber daya kognitif yang terbatas. Hal ini seringkali juga menghambat kemampuan SDM untuk fokus pada sebuah pekerjaan secara simultan. Semangat individu untuk memberikan yang terbaik dalam bekerja dipengaruhi juga oleh stimulus yang dihasilkan dari sebuah perhatian. Berdasar kajian pustaka tersebut, kinerja akan meningkat jika creative process engagement diterapkan dalam rangka mendorong stimulus individu untuk bekerja lebih baik. Rendahnya tingkat keterlibatan proses kreatif dalam bekerja cenderung mencerminkan aktivasi yang rendah dari usaha individu. Sebaliknya, tingkat kreatifitas yang terlalu tinggi akan menyebabkan individu mengalami kesulitan fokus pada usaha usaha pada seluruh tuntutan tugas. Keadaan seperti ini akan mengarah pada pengurangan kinerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, keseimbangan antara creative process engagement yang difasilitasi oleh organisasi akan menyeimbangkan kebutuhan kreatif individu. Creative process engagement juga berakar dari teori peran identitas (Zhang dan Bartol, 2010). Teori peran identitas menyatakan bahwa individu memetakan diri tentang perilaku yang tepat dalam berbagi peran dan menginternalisasi mereka sebagai komponen dari identitas diri atau peran. Pada tahap berikutnya, individu akan mereview diri sendiri, atau penggalian makna yang di anggap berasal dari diri sehubungan dengan peran tertentu. Peran identitas diri ini terkait „seberapa diri‟ yang didefinisikan lebih lanjut sebagai peringkat hirarkis identitas. SDM yang merasa melaksanakan peran ganda dalam urutan arti-penting, menilai sejumlah identitas menjadi lebih penting dari yang lain. (Labianca et al., 2000) menyimpulkan bahwa dalam konteks terjadinya perubahan organisasi, SDM dituntut untuk mengambil inisiatif kreatif untuk menumbuhkan sebuah tindakan sesuai dengan peran SDM daripada kepentingan pribadi.

Pengaruh Empowering leadership terhadap Innovation Culture (skripsi dan tesis)

Empowering Leadership dan Dimensi Method (Innovation Culture). Menurut (Stempfle, 2011) budaya inovatif adalah menyatakan bahwa sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan. Menurut Dobni (2008) dan Devarajappa dan Nagaraja (2014) budaya inovatif secara lebih luas sebagai awal mula perubahan yang ditandai dari prinsip-prinsip manajemen tradisional, proses dan praktek atau awal mula dari bentuk organisasi adat yang secara signifikan mengubah cara kerja manajemen dilakukan. Kemampuan berinovasi sebuah perusahaan juga dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk mengembangkan inovasi terus menerus sebagai respon terhadap perubahan lingkungan. Dari beberapa pendapat dapat ditarik kesimpulan budaya inovatif adalah suatu sebuah proses dimana sikap atau ide kreatif karyawan dalam suatu pekerjaannya dan mampu untuk mengambil sebuah resiko yang bertujuan untuk memberbaiki kinerjanya. Kepemimpinan dan budaya inovatif akan menentukan kinerja dari karyawan secara khusus dan kinerja dari organisasi secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Srithongrung, 2011) menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dan budaya inovatif memiliki pengaruh signfikan terhadap kinerja karyawan. (Dobni, 2008), (Gregory, 2006) menyatakan bahwa budaya inovatif dapat mempengaruhi kinerja manajemen, berbeda dengan (Minna et al., 2014) menyatakan budaya inovatif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja.

Pengaruh Empowering leadership terhadap employee engagement (skripsi dan tesis)

(Zhang dan Bartol, 2010) mengatakan bahwa pemimpin yang empowering sebaiknya mampu memberdayakan kemampuan bawahannya untuk memimpin dirinya sendiri, bertanggung jawab terhadap tindakan dan bawahan memperoleh imbalan sesuai dengan apa yang telah dihasilkan. Dengan memiliki pemimpin yang empowering maka para bawahan akan merasa bangga, percaya diri, memiliki loyalitas yang tinggi, dan berbuat lebih baik dari sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki gaya empowering leadership berarti pemimpin yang mampu berperan sebagai agen perubahan dan mampu mentransformasikan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik. (Bruce, 1998; Pamela et al., 2012) menambahkan bahwa secara keseluruhan, fungsi kepemimpinan adalah mampu memerankan agen perubahan. Pemimpin organisasi harus dapat bertindak sebagai agen perubahan bagi anggota-anggotanya (Jones et al., 2005). Dengan kata lain, pemimpin harus siap menjadi agen perubahan bagi pengikutpengikutnya. Seorang agen perubahan adalah individu yang melakukan beragam upaya melalui pengetahuan yang dimiliki dan kekuasaannya untuk mendampingi dan menfasilitasi perubahan di dalam organisasinya. Agen perubahan adalah orang yang berposisi sebagai katalis dan memperkirakan tanggung jawab untuk mengelola aktivitas perubahan (Robbins, 2001). Agen perubahan harus dimulai dari pucuk pimpinan karena harus mempersiapkan anggota-anggotanya untuk siap melakukan perubahan. Pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan perubahan dimulai dengan mengubah individual terlebih dahulu, kemudian baru diikuti perubahan organisasi. Inilah yang disebut perubahan dengan pendekatan ”individual out” yang secara strategis mengubah organisasi dengan terlebih dahulu mengubah individu (Black dan Gregersen 2003). Dengan demikian, keberhasilan pemimpin dalam perannya sebagai agen perubahan perlu menfokuskan pada individu (people) terlebih dahulu dengan melakukan penggambaran ulang peta mental semua anggota-anggotanya (Zhou et al., 2004). Apabila individunya telah berubah dan siap menghadapi perubahan, maka peran agen perubahan selanjutnya adalah memotivasi anggotanya agar berperilaku sesuai dan selaras dengan antusiasme organisasi, karena hal ini menjadi dasar untuk mencapai keunggulan bersaing dalam jangka panjang. Peran pemimpin merupakan faktor penting dalam implementasi perubahan organisasi (Mullins, 2005). Pemimpin yang partisipatif merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan implementasi dari perubahan organisasional. Peran pemimpin tersebut berdampak positif pada komitmen karyawan. Karyawan akan lebih memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi. Interaksi yang lebih dekat antara pemimpin-karyawan dengan sub budaya organisasional (supportive dan inovatif) akan diperkuat oleh peran pemimpinnya (Lock et al., 2005). Selanjutnya peran pemimpin tersebut dapat meningkatkan komitmen karyawan. Ditambahkan oleh (Chih dan Lin, 2012) bahwa pemimpin sebagai agen perubahan bisa mempengaruhi komitmen karyawan. Hasil penelitian dari (Lok et al., 2007) juga menjelaskan bahwa ada hubungan kausal dari komitmen organisasional, peran pemimpin dan kepuasan kerja karyawan. Pemimpin yang memiliki orientasi consideration dan task oriented akan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Pemimpin bisa memiliki peran penting dalam perubahan organsisasi sehingga akan berdampak pada komitmen organisasional (Kalyar et al., 2012)

Pengertian Kepemimpinan Etis (skripsi dan tesis)

Studi mengenai kepemimpinan etis telah menjadi topik yang menarik bagi para peneliti, sebab kepemimpinan etis akan menghasilkan hubungan kerja yang sehat bagi pemimpin dan bawahan. Beberapa peneliti memberikan definisi mengenai kepemimpinan etis, diantaranya adalah Yukl, et al. (2011) yang mendefinisikan  kepemimpinan etis sebagai gaya kepemimpinan yang terpisah dan hanya memusatkan perhatian sebagai unsur-unsur etis dari gaya kepemimpinan lainnya. Peneliti lain yang mendefinisikan kepemimpinan etis adalah Brown, et al. (2005) dalam engelbrecht, et al. (2014) yang mendefinisikan kepemimpinan etis sebagai demonstrasi perilaku normatif yang sesuai melalui tindakan pribadi dan hubungan interpersonal, dan promosi perilaku semacam itu kepada para pengikutnya melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan pengambilan keputusan. Menurut Brown dan Trevino (2006) dalam Ismail dan Daud (2014) kepemimpinan etis adalah dua aspek utama dari moral individu dan moral manajer. Aspek moral individu mengacu pada karakteristik kepribadian pemimpin, seperti perilaku dan pengambilan keputusan. Aspek moral manajer mengacu pada usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain, membimbing perilaku etis pengikut seperti mengkomunikasikan tentang standar etis dan mendisiplinkan karyawan yang menunjukkan perilaku tidak etis. Hubungan antara pemimpin dan bawahannya tentu menjadi hal penting dalam terjalinnya hubungan kerja yang baik. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Cheng, et al. (2014) seorang pemimpin dengan nilai etika akan memperlakukan karwayannya secara adil, dan mempertimbangkan kebutuhan mereka. Perlakuan etis dari pemimpin dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan menciptakan kepercayaan, sehingga meningkatkan motivasi karyawan dan mempromosikan keterikatan karyawan.

Dimensi Pemberdayaan Psikologis (skripsi dan tesis)

Thomas dan Velthouse (1990) dalam Kazlauskaite, et al. (2011) menunjukkan bahwa pemberdayaan psikologis dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi, yaitu: 1. Pengaruh 2. Kompetensi 3. Keberartian 4. Pilihan Spreitzer (1995), dan Spreitzer, et al. (1997) dalam Singh, et al. (2013) merumuskan empat dimensi penting yang membentuk konstruksi pemberdayaan psikologis yaitu: 1. Makna pekerjaan (meaning) Mencerminkan nilai yang dimiliki suatu tugas sehubungan dengan sistem kepercayaan seseorang. 2. Kompetensi (competence) Kompetensi mengukur sejauh mana seseorang mampu melakukan tugas dengan sukses dengan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki. 3. Determinasi diri (self-determination) Mengukur jumlah otonomi atau kontrol seseorang atas tugas atau perilakunya . 4. Pengaruh (impact) Memperkirakan sejauh mana seseorang yakin bahwa ia dapat membuat perbedaan dalam hasil kerja organisasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini terkait variabel pemberdayaan psikologis, yaitu teori yang dikemukakan oleh Spreitzer (1995), dan Spreitzer, et al. (1997) dalam Singh, et al. (2013).

Pengertian Pemberdayaan psikologis (skripsi dan tesis)

Konsep mengenai pemberdayaan psikologis telah diperkenalkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Conger dan Kanungo (1988) dalam Ugwu, et a.l (2014) yang mendefinisikan pemberdayaan psikologis sebagai konsep motivasional tentang pemenuhan diri, yang secara lebih spesifik dapat dinyatakan sebagai meningkatnya motivasi tugas intrinsik yang terwujud dalam serangkaian kognisi yang mencerminkan orientasi individu pada peran kerjanya. Lebih lanjut, menurut Conger dan Kanungo (1988) dan Thomas dan Velthouse (1990) dalam Singh, et al. (2013) pemberdayaan psikologis merupakan konsep peningkatan motivasi individu di tempat kerja melalui pendelegasian wewenang ke tingkat terendah dalam sebuah organisasi, sehingga keputusan yang kompeten dapat dibuat. Peningkatan motivasi individu yang bermuara pada keputusan yang kompeten tentu menjadikan pemberdayaan psikologis sebagai variabel yang penting bagi organisasi. Sejalan dengan Conger dan Kanungo (1988), Spreitzer (1995), dan Spreitzer, et al. (1997) dalam Singh, et al. (2013) mendefinisikan pemberdayaan psikologis sebagai pola pikir global yang mencakup empat kognisi (makna pekerjaan, 15 kompetensi, determinasi diri, dan pengaruh) yang mencerminkan orientasi proaktif yang berkenaan dengan individu dalam organisasi. Keyakinan akan kemampuan individu dalam melaksanakan peran kerjanya sangat dibutuhkan dalam kegiatan organisasi. Menurut Meyerson dan Kline (2008) pemberdayaan psikologis adalah keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk melakukan kegiatan kerja terkait dengan ketrampilan dan kompetensi. Lebih jauh, Meyerson dan Kline (2008) menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis berkaitan dengan bagaimana orang-orang yang kompeten atau mampu merasa diberdayakan di lingkungan kerjanya. Mereka yang merasa lebih kompeten tentang kemampuannya dan berhasil diberdayakan atau memiliki tingkat pemberdayaan psikologis lebih tinggi seharusnya akan : 1. Merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. 2. Akan lebih berkomitmen secara afektif terhadap organisasi. 3. Memiliki niat yang lebih rendah untuk keluar dari organisasi. 4. Menunjukkan kinerja yang lebih positif

Kepribadian Proaktif (skripsi dan tesis)

Menurut Jill (2002) dalam Mugayat (2014:3) kepribadian proaktif diartikan oleh Bateman dan Crant sebagai kepribadian seseorang yang berperan dalam perubahan lingkungan yang dapat mengamati peluang, mengambil tindakan, dan gigih sampai mereka meraih tujuan dengan mendatangkan perubahan. Menurut Covey (2001) dalam Dina (2009) indikator kepribadian proaktif ada tiga: 1) Kebebasan memilih respon 2) Kemampuan mengambil inisiatif 3) Kemampuan untuk bertanggungjawab

Empowering Leadership (skripsi dan tesis)

Empowering leadership ditengarai mengedepankan pola hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan untuk menumbuhkan pemberdayaan yang mengarah pada kreativitas dan inovasi (Zhang dan Bartol, 2010 dalam Arizqi dan Olivia, 2017:289). Menurut Ahearne et al (2005) dalam Zhang (2010) indikator empowering leadership yaitu: 1) Meningkatkan arti pekerjaan 2) Membina partisipasi dalam pengambilan keputusan 3) Mengungkapkan keyakinan dalam kinerja tinggi 4) Menyediakan otonomi dari kendala birokrasi Kepribadian Proaktif Menurut Jill (2002) dalam Mugayat (2014:3) kepribadian proaktif diartikan oleh Bateman dan Crant sebagai kepribadian seseorang yang berperan dalam perubahan lingkunga

Creative Self Efficacy (skripsi dan tesis)

Efikasi diri kreatif telah didefinisikan sebagai tingkat keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menghasilkan produk kreatif (Tierney dan Farmer, 2002). Indikator creative self efficacy menurut Tearney dan Farmer (2002) yaitu: 1) Kemampuan memecahkan masalah 2) Menghasilkan ide baru 3) Kemampuan mengembangkan gagasan

Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)

Menurut Jong dan Hortog (2010) dalam Rizana (2017:95) perilaku inovatif kerja adalah bentuk perilaku yang bertujuan untuk mencapai inisiasi dan pengenalan suatu ide, proses, prosedur maupun produk baru yang berguna bagi perusahaan. Menurut De Jong dan Hartog (2010) dalam Rizana (2017) terdapat empat dimensi perilaku inovatif kerja, yaitu: 1) Idea exploration 2) Idea generation 3) Idea championing 4) Idea implementation

Team Performance Management (skripsi dan tesis)

Mangkunegara (2009, p. 9) mendefinisikan team performance sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Nawawi (2006, p. 63) mengatakan team performance dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang teapt atau tidak melampui batas waktu yang disediakan. Menurut Bernadin dan Russel (2003) ada enam criteria untuk menilai team performance, yaitu: 1. Quality Merupakan sebuah tingkatan yang menunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dari suatu pekerjaan yang mendekati kesempurnaan. 2. Quantity Merupakan jumlah yangdiproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, jumlah unit produksi ataupun dalam jumlah siklus aktivitas yang telah terselesaikan. 3. Timeliness   Merupakan sebuah tingkatan yang menunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. 4. Cost effectiveness Merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal dari penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal atau mengurangi kerugian dari masing-masing unit atau sebagai pengganti dari pengguna sumber daya. 5. Komitmen Merupakan suatu tingkatan dimana karyawan dapat menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, berbuat baik dan kerjasama antar rekan kerja. 6. Kemandirian Merupakan suatu tingkatan keadaan dimana karyawan menjalankan tugas yang diberikan dan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan tersebut sendiri.

Team Cohesion (skripsi dan tesis)

Taylor et al., (2009, p. 381) mendefinisikan cohesion adalah daya, baik positif maupun negative yang menyebabkan amggota tetap bertahan dalam kelompok. Team Cohesion merupakan petunjuk penting mengenai besarnya pengaruh kelompok secara keseluruhan atau masing-masing anggotanya. Empat komponen yang membangun cohesion (Forsyth, 2010) adalah: 1. Social cohesion (kohesi sosial) Merupakan kesatuan anggota kelompok yang saling mendukung untuk mencapai tujuan. 2. Task cohesion (kohesi tugas) Merupakan kesatuan anggota kelompok yang saling mendukung untuk mencapai tujuan. 3. Perceived cohesion (kohesi tentang rasa) Kesatuan anggota kelompok yang didasarkan pada perasaan kebersamaan. 4. Emotional cohesion (kohesi secara emosi) Merupakan intensitas dalam sebuah kelompok dan seringkali dideskripsikan sebagai rasa kebersamaan dan perasaan yang positif

Empowering Leadership (skripsi dan tesis)

Menurut Jones (2013) Empowering Leadership dapat diartikan sebagai bagaimana seorang pemimpin dapat mengerti motivasi dan perilaku atau tingkah laku karyawan, menunjukkan seorang pemimpin memiliki sikap tertarik dan mau peduli akan karyawannya, dapat berkomunikasi secara efektif, serta dapat memberikan inspirasi kepada karyawannya. Beberapa indikator yang mempengaruhi adalah sebagai berikut: 1. Menghargai karyawan (Respect) Pemimpin percaya akan kemampuan karyawannya serta bersedia mendengarkan pendapat yang disampaikan oleh karyawannya.  2. Mengembangkan karyawan (Development) Pemimpin dapat menjadi teladan bagi karyawan serta memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk terus belajar dalam mengambil keputusan. 3. Membangun komunitas (Community) Pemimpin dapat menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, seiring dengan kepedulian serta komunikasi yang baik antara satu dengan yang lain. 4. Pendelegasian kekuasaan (Delegation) Pemimpin dapat mendelegasikan tugas dan tanggung jawab dengan jelas untuk mencapai goal yang telah ditetapkan

Karakteristik Kurikulum 2013 (skripsi dan tesis)

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut (Kemdikbud, 2013: 3). 1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, serta kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. 2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar. 3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat. 4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran. 22 6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti. 7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Kurikulum 2013 (skripsi dan tesis)

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi dua dimensi kurikulum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, lalu yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran (Kemdikbud, 2013: 1).

Pengertian Kurikulum (skripsi dan tesis)

Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni curere. Semula kata curere berupa istilah dalam dunia atletik, artinya “suatu jarak yang harus ditempuh”. Istilah tersebut kemudian masuk ke dalam dunia pendidikan yang diartikan sejumlah mata pelajaran tertentu yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkatan (Husen dkk., 1997: 4). Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat (16), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Selain itu, kurikulum adalah suatu program pendidikan yang menyatakan tujuan pendidikan program tersebut (tujuan); isi/bobot berupa prosedur pengajaran dan pengalaman belajar yang perlu untuk mencapai tujuan tersebut (sarana); dan beberapa sarana untuk menilai apakah tujuan pendidikan itu telah tercapai atau tidak (Richard dalam Tarigan, 1990: 78). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dirancang secara sistematik sebagai pedoman dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan program tertentu

Kriteria Buku Teks yang Baik (skripsi dan tesis)

Berdasarkan pendapat Greene dan Petty (dalam Tarigan, 2009: 21) terdapat 10 kriteria yang harus dipenuhi untuk buku teks yang berkualitas tinggi, antara lain sebagai berikut. 1. Buku teks harus menarik minat anak-anak. 2. Buku teks harus mampu memberi motivasi bagi siswa. 3. Buku teks juga harus memuat ilustrasi yang menarik hati para siswasiswanya. 4. Buku teks seyogyanya harus mempertimbangkan aspek-aspek linguistik. 5. Buku teks juga haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya. 6. Buku teks juga harus menstimulasi atau merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa. 7. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar. 8. Buku teks juga harus mempunyai sudut pandang yang jelas. 9. Buku teks haruslah mampu memberi pemantapan penekanan nilai-nilai anak dan orang dewasa. 10. Buku teks harus menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa dan pemakaiannya.

Fungsi Buku Teks (skripsi dan tesis)

Fungsi buku teks (Tarigan, 2009: 98), antara lain 1. sarana pelaksanaan kurikulum, 2. memasyarakatkan ilmu, 3. menyajikan sudut pandang tertentu, 4. sumber belajar sistematis dan bertahap, 5. menyajikan masalah yang bervariasi dan serasi, 6. menyajikan aneka metode dan sarana pengajaran, 7. menyajikan fiksasi awal bagi tugas-tugas, serta 8. menyajikan sumber bahan evaluasi dan pengajaran remedial. Selain itu, buku teks juga mempunyai fungsi sebagai (1) sarana pengembang bahan dan program pendidikan; (2) sarana pemerlancar tugas akademik guru; (3) sarana pemerlancar ketercapaian tujuan pembelajaran; dan (4) sarana pemerlancar efisien dan efektivitas kegiatan pembelajaran (Agustina, 2011: 12). Berdasarkan pendapat di atas, penulis mengacu kepada pendapat yang menyatakan fungsi buku teks antara lain sarana pelaksanaan kurikulum, memasyarakatkan ilmu, menyajikan sudut pandang tertentu, sumber belajar sistematis dan bertahap, menyajikan masalah yang bervariasi dan serasi, 19 menyajikan aneka metode dan sarana pengajaran, menyajikan fiksasi awal bagi tugas-tugas, serta menyajikan sumber bahan evaluasi dan pengajaran remedial (Tarigan, 2009: 98).

Analisis Dalam Metode Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Analisis data dalam metode analisis isi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sebagai metode yang sistematis analisis isi mengikuti suatu proses-proses tertentu dalam pengaplikasiannya. Adapun langkah-langkah analisis isi deskriptif dalam penelitian sebagaimana dikutip dalam Kriyantono, (2006, hlm. 167) ini adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan populasi penelitian dan menetukan jumlah sampel penelitian dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana.

 2. Langkah selanjutnya yang penting dalam analisis isi ialah menentukan unit analisis. Unit analisis adalah apa yang akan diobservasi, dicatat dan dianggap sebagai data, memisahkan menurut batas-batasnya dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya. Unit analisis penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu unit sampling dan unit pencatatan dimana unit pencatatan penelitian ini termasuk dalam jenis unit analisis sintaksis.

 3. Menentukan dan menggunakan penilai tambahan (coder) selain dari peneliti untuk mengurangi bias dan subjektifitas peneliti dalam analisis penelitian.
4. Setelah mengkode semua isi berita ke dalam lembar coding yang telah disusun peneliti lalu menghitung reliabilitas dari hasil coding.
 5. Tahap selanjutnya adalah menggunakan tabel distribusi frekuensi. Salah satu cara yang sering dipakai dalam analisi data adalah frekuensi distribusi relatif, dimana data dibagi dalam beberapa kelompok dan dinyatakan atau diukur dalam presentase. Dari setiap tabel diberikan penjelasan dalam bentuk uraian yang disusun sistematis. Kegunaan dari distribusi frekuensi adalah membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari data penelitian. Data hasil penelitian ini akan diolah secara statistik deskriptif kuantitatif. Teknik analisis untuk pengukuran digunakan berdasarkan pendekatan kuantitatif dilihat dari frekuensi absolut akan jumlah persentase kejadian dari variabel yang akan ditampilkan dalam angka.
 6. Interpretasi data hasil penelitian. Membandingkan hasil tabel frekuensi distribusi dibandingkan dengan dasar teori yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kegiatan ini berusaha mencari makna lebih luas dari hasil data yang telah dikumpulkan untuk nantinya akan diambil suatu kesimpulan akhir dari penelitian.
7. Penarikan kesimpulan

Pengertian analisis isi (skripsi dan tesis)

Neuendorf (dalam Eriyanto,2011, hlm. 16) mengemukakan bahwa analisis isi adalah sebuah peringkasan (summarizing), kuantifikasi dari pesan yang didasarkan pada metode ilmiah (diantaranya objektifintersubjektif, reliabel, valid, dapat digeneralisasikan, dapat direplikasi dan pengujuian hipotesis) dan tidak dibatasi untuk jenis variabel tertentu atau konteks di mana pesan dibentuk dan ditampilkan. Analisis isi sering digunakan dalam penelitian disiplin ilmu komunikasi. Analisis isi dipakai untuk menganalisis isi dari media cetak maupun elektronik. Selain itu analisis isi juga dipakai untuk mempelajari isi semua konteks komunikasi, baik komunikasi antarpribadi, kelompok ataupun organisasi. (Eriyanto, 2011, hlm. 10). Ciri khas dari penelitian menggunakan analisis isi adalah metode ini hanya dapat menganalisis pesan yang yang tersurat (tampak) bukan makna yang dirasakan oleh peneliti. Pada saat proses coding dan pengumpulan data, peneliti harus menilai dari aspek yang terlihat. Akan tetapi, pada tahap  analisis data, peneliti bisa menafsirkan aspek-aspek yang tidak terlihat di dalam pesan.

Analisis Framing (skripsi dan tesis)

Analisis Framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antarkelompok yang muncul atau tampak di media. Dikenal konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan” pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora, perumpamaan atau pengandaian. Catchphrases merupakan slogan-slogan yang harus dikerjakan. Exemplar mengaitkan bingkai dengan contoh, teori atau pengalaman masa silam. Depiction adalah “musuh yang harus dilawan bersama”, dan visual image adalah gambar-gambar yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Pada instrumen penalaran, Roots memperlihatkan analisis sebab-akibat, Appeals to principles merupakan premis atau klaim moral, dan Consequences merupakan kesimpulan logika penalaran.

Analisis Semiotik (Semiotic Analysis) (skripsi dan tesis)

Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.

Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya

Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.

Analisis Wacana (skripsi dan tesis)

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Reliabilitas dan Validitas Pada Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.

Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.

  1. Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.

  2. Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.

  3. Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.

Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.

  1. Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.

  2. Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.

  3. Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.

Skala pada Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Telah dijelaskan dua macam teknik penskalaan (scaling) yang bertujuan khusus untuk mengukur intensitas. Pertama, metode Q-Sort, menyediakan suatu cara penskalaan universe pernyataan-pernyataan mengenai variabel tertentu. Skala Q-Sort mempergunakan distribusi skala 9 titik. Pada lajur pertama, (Y) berisi 9 point nilai, yang menunjukkan tingkat terendah (1) sampai tingkat tertinggi (9), dan lajur kedua (X) yang menunjukkan persentase pernyataan dalam tiap kategori. Untuk menentukan item-item masuk pada kategori tertentu pada skala yang telah tersedia, dipakai orang-orang yang dianggap sebagai juri penilai. Dalam hal ini perlu ditetapkan keterandalan (reliabilitas) alat ukur, dan kesahihan (validitas) pengukuran.

Kedua, metode skala perbandingan pasangan (pair comparison scaling), yaitu teknik menentukan skala relatif item-item yang tidak melibatkan distribusi nyata. Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui pernyataan-pernyataan yang paling intens di antara pasangan-pasangan yang mungkin. Keseluruhan metode ini akan menghasilkan suatu skala relatif antaritem

Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu (1) merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya, (2) melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih, (3) pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis, (4) pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean, (5) pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data, dan (6) interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh.

Urutan langkah tersebut harus tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik. Langkah sebelumnya merupakan prasyarat untuk menentukan langkah berikutnya. Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian.

Pada perumusan hipotesis, dugaan sementara yang akan dijawab melalui penelitian, peneliti dapat memilih hipotesis nol, hipotesis penelitian atau hipotesis statistik.

Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti.

Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan acuan tertentu. Misalnya, kategori tinggi-sedang-rendah, dengan indikator-indikator yang bersifat terukur.

Kemudian, pengumpulan atau coding data, dilakukan dengan menggunakan lembar pengkodean (coding sheet) yang sudah dipersiapkan. Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan maknanya

Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi.

Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.

Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.

Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain

Desain Analisis Isi (skripsi dan tesis)

Setidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell, yaitu who, says what, to whom, in what channel, with what effect. Ketiga jenis penelitian tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell tersebut.

Pertama, bersifat deskriptif, yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam praktiknya, hal ini mudah dilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Perbandingan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini.

  1. Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktu yang berbeda. Dalam hal ini analisis dapat membuat kesimpulan mengenai kecenderungan isi komunikasi.

  2. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggal dalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh situasi terhadap isi komunikasi.

  3. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadap penerima yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh ciri-ciri audience terhadap isi dan gaya komunikasi.

  4. Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi pada waktu, situasi atau audience yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang hubungan dua variabel dalam satu atau sekumpulan dokumen (sering disebut kontingensi (contingency).

  5. Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari dua sumber yang berbeda, yaitu perbedaan antarkomunikator.

Kedua, penelitian mengenai penyebab message yang berupa pengaruh dua message yang dihasilkan dua sumber (A dan B) terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap, motif, dan masalah pada sumber B.

Ketiga, penelitian mengenai efek message A terhadap penerima B. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah efek atau akibat dari proses komunikasi yang telah berlangsung terhadap penerima (with what effect)?

Syarat analisis isi (skripsi dan tesis)

analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.

  1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).

  2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

  3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik

Pengertian Analisis Isi (skripsi dan tesis)

 

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).

Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telah tersedia komputer untuk mempermudah proses penelitian analisis isi, yang dapat terdiri atas 2 macam, yaitu perhitungan kata-kata, dan “kamus” yang dapat ditandai yang sering disebut General Inquirer Program.

Intrinsic Motivation (skripsi dan tesis)

Banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan motivasi sebagai antesenden terhadap output seperti; OCBs, kinerja organisasi, komitmen organisasi, maupun dalam upaya meningkatkan kreativitas karyawan. Menurut (Pinder, 2008, p.11) dalam (Oren et al. 2013) mendefinisikan motivasi sebagai “seperangkat kekuatan energik yang berasal dalam diri individu serta di lingkungannya untuk memulai perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan, dan untuk menentukan bentuk, arah, intensitas dan durasi ―. Adapun motivasi intrinsik mengacu pada sejauh mana seorang individu diarahkan untuk tertarik atau terpesona dengan tugas, dan terlibat di dalamnya demi tugas itu sendiri (Utman, 1997) dalam (“Linking Empowering Leadership And Employee Creativity: The Influence Of Psychological Empowerment, Intrinsic Motivation, And Creative Process Engagement” 2010).

Empowering Leadership (skripsi dan tesis)

Gaya kepemimpinan adalah karakterisasi umum seorang pemimpin dalam berpikir, berperilaku dalam lingkungan organisasi (Tsai, Tsai, and Wang 2011). Persyaratan kepemimpinan dalam organisasi saat ini sangatlah penting untuk memenuhi tantangan bisnis global. Di sisi lain, kepemimpinan juga merupakan pertimbangan utama dalam menghadapi tantangan di seluruh dunia dan memiliki pengaruh besar pada kreativitas karyawan. Studi tentang kepemimpinan memang sangatlah luas, untuk itu penelitian ini lebih fokus pada kepemimpinan yang memberdayakan (Empowering Leadership). Menurut Ahearne, Mathieu, dan Rapp’s (2005) dalam (Kusumawati 2009) konseptualisasi kepemimpinan yang memberdayakan menyoroti pentingnya pekerjaan, melibatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan, menyampaikan keyakinan bahwa kinerja akan lebih tinggi, dan menghapus hambatan-hambatan birokrasi. Lebih lanjut Zhang Dan Bartol (2010) menegaskan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan sebagai proses pelaksanaan kondisi yang memungkinkan karyawan merasa berarti dengan pekerjaannya, selanjutnya memberikan otonomi dan mengungkapkan keyakinan dalam kemampuan karyawan, dan menghapus rintangan dalam pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan.

Teori Penguatan Kelembagaan (Capacity Building) (skripsi dan tesis)

Terdapat bebarapa teori yang berkaitan dengan perkuatan lembagaan. Perkuatan kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi untuk meningkatkan kapasitas baik institusi, system maupun individual dalam memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. (Muyungi, 2008) menyatakan bahwa “capacity-building” is widely defined as the process of creating or enhancing capacities within an institution or a country to perform specific tasks on an on-going basis in order to attain a given developmental objective.

Menurut Muyungi ( dalam Mutiarin, 2014) bahwa ada 3 aspek terkait perkuatan kelembagaan yaitu: 23 1. Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan 2. Penguatan Institusi melalui penyempurnaan prosedur dan metode dalam organisasi 3. Dan penumbuhan kapasitas system seperti penumbuhan system kesadaran, peraturan yang kondusif, dan pengelolaan system lingkungan Sehingga dengan demikian, manusia, system dan prosedur menjadi tumpuan perkuatan kelembagaan yang ada. Upaya pembangunan kapasitas institusi yang memiliki arah pegembangan untuk memperkuat kapasitas internal organisasi dalam menjalankan tupoksi mencapai visi misi dan merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan (Mutiarin, 2014)

Pada perspektif yang lain capacity building juga dapat difokuskan pada pada; 1. Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen dan pegawai profesional, manajerial dan teknis, 2. Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen, 24 3. Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, 4. fungsi network, serta interaksi formal dan informal, 5. Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang / regulasi (legislation) (Mutiarin, 2014)

Teori mengenai peerkuatan lembaga juga disampaikan oleh Grindle (dalam Mutiarin, 2014) “Capacity building” merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan Lebih lanjut UNDP memfokuskan pada tiga dimensi yaitu: (1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan; (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan (3) teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistim informasi manajemen.

Sedangkan United Nations memusatkan perhatiannya kepada: (1) mandat atau struktur legal; (2) struktur kelembagaan; (3) pendekatan manajerial; (4) kemampuan organisasional dan teknis; (5) kemampuan fiskal lokal; dan (6) kegiatan-kegiatan program (lihat Edralin, 1997: 148 – 149). Sementara itu, D.Eade (1998) merumuskan peningkatan kelembagaan kemampuan dalam tiga dimensi, yaitu: (1) individu; (2) organisasi; dan (3) network. Dari berbagai konsep tersebut, pengembangan kapasitas kelembagaan dianggap akan lebih efektif bila mampu menggabungkan kedua konsep tersebut.

Pengertian Penguatan Kelembagaan (skripsi dan tesis)

(Milen, 2006) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus-menerus. Sedangkan menurut Morgan (Milen, 2006), kapasitas merupakan kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja /sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, Milen melihat capacity building sebagai tugas khusus, karena tugas khusus tersebut berhubungan dengan faktor faktor dalam suatu organisasi atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu. 22 Selanjutnya, UNDP dalam (Milen, 2006) memberikan pengertian pengembangan kapasitas adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

Tinjauan Tentang Keterbukaan Informasi Publik (skripsi dan tesis)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 menyebutkan bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik, bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi

Elemen-Elemen Dalam Pembangunan Kapasitas (skripsi dan tesis)

Elemen-elemen dalam pembangunan kapasitas merupakan hal-hal yang dilaksanakan dalam mencapai kondisi kapasitas masyarakat yang berkembang. Garlick dalam McGinty (dalam Mubarak, 2010 : 55) menyebutkan lima elemen utama dalam pengembangan kapasitas sebagai berikut: 1. Membangun pengetahuan, meliputi peningkatan keterampilan, mewadahi penelitian dan pengembangan, dan bantuan belajar 2. Kepemimpinan 3. Membangun jaringan, meliputi usaha untuk membentuk kerjasama dan aliansi 4. Menghargai komunitas dan mengajak komunitas untuk bersama sama mencapai tujuan 19 5. Dukungan informasi, meliputi kapasitas untuk mengumpulkan, mengakses dan mengelola informasi yang bermanfaat

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Capacity Building (skripsi dan tesis)

Menurut Riyadi (dalam Ratnasari, 2010 : 106) menyampaikan bahwa faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi pembangunan kapasitas meliputi 5 (lima) hal pokok yaitu: a. Komitmen bersama (Collective commitments) b. Kepemimpinan yang kondusif (condusiv Leadership) c. Reformasi Kelembagaan d. Reformasi Peraturan e. Peningkatan Kekuatan dan Kelemahan yang Dimiliki

Tujuan Capacity Building (skripsi dan tesis)

Menurut Daniel Rickett (dalam Hardjanto, 2010 : 105) menyebutkan “the ultimate goal of capacity building is to enable the organization to grow stronger in achieving ats purpose and mission”, artinya adalah arti penting dari pembangunan kapasitas adalah untuk memampukan organisasi bertumbuh dengan lebih kuat dalam mencapai tujuan dan misi organisasi. Lebih jauh dirumuskan bahwa tujuan dari peembangunan kapasitas adalah. a. Mengakselerasikan pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Pemantauan secara proporsional, tugas, fungsi, sistem keuangan, mekanisme dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan pembangunan kapasitas daerah. 18 c. Mobilisasi sumber-sumber dana Pemerintah, Daerah dan lainnya. d. Penggunaan sumber-sumber dana secara efektif dan efisisen

Tingkatan dan Ukuran Pengembangan Kapasitas (skripsi dan tesis)

Terhadap gambaran tersebut dikemukakan bahwa pembangunan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada tiga aspek atau tingkatan (menurut Keban, 2004 : 183), yaitu:

a) Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian objektivitas kebijakan tertentu.

b) Tingkatan kelembagaan atau keseluruhan satuan, contoh struktur organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi, prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan dan jaringan organisasi.

c) Tingkatan individual, contohnya keterampilan individu dan persyaratan, pengetahuan, perilaku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi dari pekerjaan di dalam organisasi.

Pembangunan kapasitas pada tingkatan lembaga dapat dilihat dengan menggunakan ukuran menurut World Bank (Keban, 2004 : 182), sebagai berikut :

1. Pengaturan struktur dalam membangun kapasitas Lembaga Menurut Robbins (dalam Kusdi, 2009 : 175)

a. Restrukturisasi

b. Memberdayakan budaya kerja tim

c. The right man in the right place

2. Proses pengambilan keputusan

Menurut Siagian, 1989 : 47, yaitu :

a. Tidak terjadi secara kebetulan

b. Menyediakan sumber-sumber material

c. Menyediakan alternatif keputusan

3. Pengelolaan sumberdaya. Menurut Klincher (dalam Teguh, 2009 : 38), yaitu 1) Sumber Daya Manusia

a. Melakukan pengadaan pegawai dengan menunjuk pejabat sesuai dengan pengalaman kerja

b. Program pengembangan pegawai

c. Memberlakukan sistem reward

2) Sarana dan prasarana

a. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai

b. Melakukan penambahan sarana dan prasarana secara periodik

c. Melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana

d. Menerapkan penggunaan komputer

4. Gaya manajemen mengelola dan mengatur faktor internal dan eksternal organisasi dalam membangun kapasitas menurut Siagian, 1989 : 92, yaitu :

a. Sinkronisasi tujuan individu dengan tujuan organisasi

b. Informalitas yang wajar dalam hubungan kerja

c. Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam melakukan kegiatan guna

Dimensi Pengembangan Kapasitas (skripsi dan tesis)

World Bank (dalam Keban 2004:182) memfokuskan Pengembangan Kapasitas pada tiga dimensi, yaitu :

1. Pengembangan SDM

a. Training

b. Rekruitmen dan pemanfaatan dan pemberhentian tenaga kerja professional

c. Manajerial d. Teknis

2. Organisasi

a. Pengaturan struktur

b. Proses Pengambilan Keputusan

c. Sumberdaya

d. Gaya manajemen

3. Jaringan kerja interaksi organisasi

a. Koordinasi kegiatan-kegiatan organisasi

b. Fungsi jaringan kerja

c. Interaksi formal dan informal

4. Lingkungan Organisasi

a. Aturan dan perundang-undangan yang mengatur pelayanan publik

b. Tanggungjawab dan kekuasaan antar lembaga

c. Kebijakan yang menghambat tugas pembangunan

d. Dukungan keuangan dan anggaran

5. Lingkungan kegiatan yang luas

a. Politik

b. Ekonomi

c. Kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap kinerja

Semua dimensi pembangunan kapasitas di atas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai good governance. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan memelihara nilai-nilai moral dan etos kerja. Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan mampu (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas,

(2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan;

(3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat,

(4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Pengembangan jaringan kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerjasama atau kolaborasi dengan pihakpihak luar dengan prinsip saling menguntungkan (menurut Keban, 2010 : 187).

Tinjauan Tentang Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) (skripsi dan tesis)

Penelusuran definisi capacity building memiliki variasi antar satu ahli dengan ahli lainnya. Hal ini dikarenakan capacity building merupakan kajian yang multi dimensi, dapat dilihat dari berbagai sisi. Secara umum konsep capacity building dapat dimaknai sebagai proses membangun kapasitas individu, kelompok atau organisasi. Menurut Eade (dalam Keban 2010 : 17) Capacity building merupakan suatu pendekatan utama untuk pembangunan yang bertujuan untuk memperkuat kemampuan manusia agar dapat menentukan sendiri apa yang berguna bagi dirinya dan prioritas hidupnya serta kemampuan mengorganisir diri untuk melakukan perubahan bagi masa depan. Pengertian mengenai karakteristik dari pembangunan kapasitas menurut Milen (dalam Ratnasari, 2011 : 105) bahwa pembangunan kapasitas tentunya merupakan proses peningkatan terus menerus (berkelanjutan) dari individu, organisasi atau institusi, tidak hanya terjadi satu kali. Ini merupakan proses internal yang hanya bisa difungsikan dan dipercepat dengan bantuan dari luar sebagai contoh penyumbang  (donator).

Sedangkan menurut menurut Merilee S. Grindle (dalam Ratnasari, 2011 : 105) capacity building adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan rakyat negara sedang berkembang untuk mengembangkan keterampilan manajemen dan kebijakan yang esensial yang dibutuhkan untuk membangun struktur budaya, sosial politik, ekonomi dan SDM. Morison (dalam Satori, 2013 : 30 ) melihat capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada. Kesimpulan yang dapat diambil dari definisi para ahli diatas bahwa capacity building atau pembangunan kapasitas merupakan proses meningkatkan kemampuan, keterampilan, bakat, dan potensi yang dimiliki oleh individu, kelompok individu atau organisasi. Kemampuan tersebut guna memperkuat diri sehingga mampu mempertahankan profesinya di tengah perubahan yang terjadi di lingkungan individu, kelompok individu atau organisasi, Brown (dalam Satori, 2013 : 30)

Karakteristik Organisasi Publik (skripsi dan tesis)

Karakteristik organisasi publik bervariasi dan memiliki maksud masing-masing sendiri dalam merumuskan karakteristiknya. Struktur organisasi pada organisasi publik lebih birokratis dan tersentralisasi. Benih konflik selalu tampak pada struktur. Hanya saja, pada situasi demikian faktor loyalitas anggota organisasi cukup tinggi dan mempunyai daya ikat yang kuat untuk kesatuan organisasi. Organisasi sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Tujuan Untuk mensejahterakan masyarakat secara bertahap, baik dalam kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya baik jasmani maupun rohani

b. Aktivitas Pelayanan publik seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transfortasi publik dan penyediaan pangan.

c. Sumber Pembiayaan Berasal dari dana masyarakat yang berwujud pajak dan retribusi, laba perusahaan negara, peinjaman pemerintah, serta pendapatan lain – lain yang sah dan tidak bertentangan sengan perundangan yang berlaku.

d. Pola Pertanggungjawaban Bertanggung jawab kepada masyarakat melalui lembaga perwakilan masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Lerwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

e. Kultur Organisasi

Bersifat birokratis, formal dan berjenjang

f. Penyusunan Anggaran

Dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat dan akhirnya disahkan oleh wakil dari masyarakat di DPR, DPD. Dan DPRD.

g. Stakeholder

Dapat dirinci sebagai masyarakat Indonesia, para pegawai organisasi, para kreditor, para investor, lembaga-lembaga internasional termasuk lembaga donor internasional seperti Bank Dunia, IMF (International Monetary Fund), ADP (Asian Development Bank), PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), UNDP (United Nation Depelopment Program, USAID), dan Pemerintah luar negeri. Sebagai salah satu bentuk organisasi publik, yang memiliki legitimasi untuk melakukan berbagai urusan publik, birokrasi publik dituntut untuk melakukan manajemen sektor publik dengan baik. Namun hal ini bukan hal yang mudah. Kritikan yang ditujukan pada manajemen sektor publik yang dilakukan oleh birokrasi publik, seumur dengan keberadaan birokrasi publik itu sendiri. Mulai dari keluhan klien atas rendahnya kualitas layanan, kelambanan prosedur, inefisiensi, gejala red tape, kegagalan pelaksanaan program, dan sebagainya. Fenomena yang terjadi ini sangat ironis dengan apa yang seharusnya dilakukan dan dicapai oleh birokrasi publik

Pengertian Organisasi Publik (skripsi dan tesis)

Menurut Indriwijaya organisasi ialah setiap bentuk kerjasama antara manusia yang terikat oleh suatu ketentuan yang bermaksud untuk mencapai tujuan bersama. Siagian mengemukakan bahwa Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan 32 mana terdapat seseorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seseorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan

Publik berasal dari bahasa latin “Public” yang berarti “of people” berkenaan dengan masyarakat. Mengenai pengertian publik, Inu Kencana Syafiie memberikan pengertian sebagai berikut: “Sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki”. Itulah sebabnya, Inu Kencana Syfiie mengatakan bahwa publik tidak langsung diartikan sebagai penduduk, masyarakat, warga negara ataupun rakyat, karena kata-kata tersebut berbeda.Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan). Menurut Taliziduhu Ndraha Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik dan layanan civil.

Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.34 Organisasi ini bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat demi kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi sebagai pijakan dalamoperasionalnya. Organisasi publik berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat tidak pada laba atau untung. Organisasi sektor publik memiliki ciri sebagai berikut.

a. Tidak mencari keuntungan finansial

b. Dimiliki secara kolektif oleh publik

c. Kepemilikan sumber daya tidak dalam bentuk saham

d. Keputusan yang terkait kebijakan maupun operasi berdasarkan konsensus

Beberapa tugas dan fungsi sektor publik dapat juga dilakukan oleh sektor swasta, misalnya : layanan komunikasi, penarikan pajak, pendidikan, transportasi publik dan sebagainya.

Adapun beberapa tugas sektor publik yang tidak bisa digantikan oleh sektor swasta, misalnya : fungsi birokrasi perintahan. Sebagai konsekuensinya, akuntansi sektor publik dalam beberapa hal berbeda dengan akuntansi sektor swasta. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka dapat disimpulkan bahwa Organisasi Publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.

Tahap-tahap Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)

Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan. Dunn menyebutkan bahwa dalam kebijakan publik tahap-tahap yang dilaluinya adalah sebagai berikut:

1) Tahap penyusunan agenda.

Masalah-masalah akan berkompetisi dahulu sebelum dimasukkan ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada saat itu, suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap yang akan menentukan apakah suatu masalah akan dibahas menjadi kebijakan atau sebaliknya. 2) Tahap formulasi kebijakan.

Masalah yang masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap perumusan kebijakan ini, masing-masing alternatif akan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

3) Tahap implementasi kebijakan.

Suatu program hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika tidak diimplementasikan. Pada tahap ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing, beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan dari para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

4) Tahap penilaian kebijakan.

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang  diinginkan.

Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria- kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah kebijakan memiliki proses dan tahapan dalam menjadi sebuah kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan pemerintah pada kenyataannya bersumber pada orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik yang pada akhirnya membawa implikasi tertentu terhadap konsep kebijakan pemerintah. Berbagai hal mungkin saja dilakukan oleh pemerintah, artinya pemerintah dapat saja menempuh usaha kebijakan yang sangat liberal dalam hal campur tangan atau cuci tangan sama sekali, baik terhadap seluruh atau sebagian sektor kehidupan. Kebijakan pemerintah dalam bentuknya yang positif pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu

Elemen-elemen dalam Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)

Tidaklah mudah membuat kebijakan publik yang baik dan benar, namun bukannya tidak mungkin suatu kebijakan publik akan dapat mengatasi permasalahan yang ada, untuk itu harus memperhatikan berbagai faktor, sebagaimana dikatakan Raksasataya mengemukakan bahwa suatu kebijakan harus memuat elemen-elemen yaitu :

b. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

c. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Mengidentifikasi dari tujuan yang ingin dicapai haruslah memahami isu atau masalah publik, dimana masalahnya bersifat mendasar, strategis, menyangkut banyak orang, berjangka panjang dan tidak bisa diselesaikan secara perorangan,dengan taktik dan startegi maupun berbagai input untuk pelaksanaan yang dituangkan dalam rumusan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada, rumusan kebijakan merupakan bentuk perundang-undangan, setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik di implementasikan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pemerintah bersama-sama masyarakat. Anderson mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:

a. Solusi untuk masalah publik

b. Adanya kelompok sasaran yang menjadi akar masalah publik

c. Koherensi yang disengaja d. Keberadaan beberapa keputusan dan kegiatan

e. Program Intervensi

f. Peran kunci dari para aktor publik

g. Adanya langkah-langkah formal

h. Keputusan dan kegiatan yang menyebabkan hambatan

Elemen-elemen diatas memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yakni pertama-tama adanya aduan-aduan yang diaspirasikan oleh suatu kelompok sasaran atau permasalahan yang dilihat langsung oleh pemerintah kemudian permasalahan tersebut ditampung oleh aktor publik yang berkapasitas membuat kebijakan publik. Aduan-aduan tersebut dicarikan solusinya, dengan mempertimbangkan adanya intervensi dalam pembuatannya (misalnya adanya kerjasama dengan pihak swasta) dalam rangka melancarkan implementasinya kelak. Kemudian solusi-solusi tersebut disusun menjadi terpadu dan kemudian diimplementasikan. Pengimplementasian kebijakan ini kemudian diterapkan oleh kelompok sasaran yakni untuk membentuk perilaku kelompok sasaran dalam rangka mengatasi persoalan yang muncul di awal tadi. Berdasarkan elemen yang terkandung dalam kebijakan tersebut, maka kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan

Pengertian Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)

Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan. Kebijakan menurut Anderson, yaitu : serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan pemerintah

Pendapat Edwads III dan Sharkansky yang menyatakan bahwa “Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah”, sehingga suatu kebijakan tidak hanya suatu tindakan yang diusulkan tetapi juga yang tidak dilaksanakan. Demikian pula pendapat Thomas Dye yang mengatakan kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, definisi tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan public tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Suharno istilah kebijakan akan disepadankan dengan kata policy. Istilah ini berbeda maknanya dengan kata kebijaksanaan (wisdom) maupun kebijakan (virtues). Demikian Winarno dan Wahab sepakat bahwa istilah kebijakan penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goal) program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan Grand design.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran untuk kepentingan seluruh masyarakat, yang mampu mengakomodasi nilainilai yang berkembang di dalam masyarakat, baik dilakukan atau tidak dilakukan, pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat Islamy menyatakan “Kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.” Kebijakan untuk tujuan, sasaran dari program program dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Nugroho mengatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu :

a. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tertentu adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public).

b. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan ke dalam bentuk program dan proyek.

c. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan,

d. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia.

e. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Berdasarkan pengertian-pengertian kebijakan publik di atas, maka disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur dalam rangka merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Capacity Building (skripsi dan tesis)

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas. Namun secara khusus Soeprapto mengemukakan bahwa faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi pengembangan kapasitas adalah sebagai berikut:

a. Komitmen bersama.

Collective commitments dari seluruh aktor yang terlibat dalam sebuah organisasi sangat menentukan sejauh mana pengembangan kapasitas akan dilaksanakan ataupun disukseskan. Komitmen bersama ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor ini akan menjadi dasar dari seluruh rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya komitmen baik dari pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah dan juga staff yang dimiliki, sangatlah mustahil mengharapkan program pengembangan kapasitas bisa berlangsung apalagi berhasil dengan baik.

b. Kepemimpinan.

Faktor conducive leadership merupakan salah satu hal yang paling mendasar dalam mempengaruhi inisiasi dan kesuksesan program pengembangan kapasitas personal dalam kelembagaan sebuah organisasi. Dalam konteks lingkungan organisasi publik, harus terus menerus didorong sebuah mekanisme kepemimpinan yang dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini karena tantangan ke depan yang semakin berat dan juga realitas keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor publik. Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesempatan luas pada setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan kapasitas merupakan sebuah modal dasar dalam menentukan efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan organisasi yang diinginkan.

c. Reformasi peraturan.

Kontekstualitas politik pemerintahan daerah di indonesia serta budaya pegawai pemerintah daerah yang selalu berlindung pada peraturan yang ada serta lain-lain faktor legal-formalprosedural merupakan hambatan yang paling serius dalam kesuksesan program pengembangan kapasitas. Oleh karena itulah, sebagai sebuah bagian dari implementasi program yang sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan maka reformasi (atau dapat dibaca penyelenggaran peraturan yang kondusif) merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan program kapasitas ini. d. Reformasi kelembagaan.

Reformasi peraturan di atas tentunya merupakan salah satu bagian penting dari reformasi kelembagaan ini. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan menuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai. Reformasi kelembagaan menunjuk dua aspek penting yaitu struktural dan kultural. Kedua aspek ini harus dikelola sedemikian rupa dan  menjadi aspek yang penting dan kondusif dalam menopang program pengembangan kapasitas karena pengembangan kapasitas harus diawali pada identifikasi kapasitas yang dimiliki maka harus ada pengakuan dari personal dan lembaga tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki dari kapasitas yang tersedia (existing capacities). Pengakuan ini penting karena kejujuran tentang kemampuan yang dimiliki merupakan setengah syarat yang harus dimiliki dalam rangka menyukseskan program pengembangan kapasitas.

Karakteristik Capacity Building (skripsi dan tesis)

Capacity Building (Pengembangan kapasitas) dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut :

a. Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.

b. Memiliki esesensi sebagai sebuah proses internal.

c. Dibangun dari potensi yang telah ada.

d. Memiliki nilai intrinsik tersendiri.

e. Mengurus masalah perubahan.

f. Menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik.

Dari indikator-indikator di atas dapat dimaknai bahwa Capacity Building merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan, bukan berangkat dari pencapaian hasil semata, seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa Capacity Building adalah proses pembelajaran akan terus melakukan keberlanjutan untuk tetap dapat bertahan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus. Capacity Building bukan proses yang berangkat dari nol atau ketiadaan, melainkan berawal dari membangun potensi yang sudah ada untuk kemudian diproses agar lebih meningkat kualitas diri, kelompok, organisasi serta sistem agar tetap dapat beratahan di tengah lingkungan yang mengalami perubahan secara terus-menerus.

Capacity Building bukan hanya ditujukkan bagi pencapaian peningkatan kualitas pada satu komponen atau bagian dari sistem saja, melainkan diperuntukkan bagi seluruh komponen,bukan bersifat parsial melainkan holistik, karena Capacity Building bersifat multi dimensi dan dinamis dimana dicirikan dengan adanya multi aktifitas serta bersifat pembelajaran untuk semua komponen sistem yang mengarah pada sumbangsih terwujudnya kinerja bersama (kinerja kolektif). Walaupun konsep dasar dari Capacity Building ini adalah proses pembelajaran, namun Capacity Building pada penerapannya dapat diukur sesuai dengan tingkat pencapaiannya yang diinginkan, apakah diperuntukkan dalam jangka waktu yang pendek, menengah atau panjang. Proses Capacity Building dalam tingkatan yang terkecil merupakan proses yang berkaitan dengan pembelajaran dalam diri individu, kemudian pada tingkat kelompok, organisasi dan sistem dimana faktor- faktor tersebut juga difasilitasi oleh faktor eksternal yang merupakan lingkungan pembelajarannya. Dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terus menerus, maka pengembangan kapasitas memerlukan aktifitas adaptif untuk meningkatkan kapasitas semua stakeholder-nya

Tujuan Capacity Building (skripsi dan tesis)

Menurut Morrison bahwa Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Lebih lanjut Morrison mengatakan bahwa : Capacity Building adalah pembelajaran, berawal dari mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi perubahan

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penjelasan tersebut menunjukkan bahwa adapun tujuan dari Capacity Building (pengembangan kapasitas) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Secara umum diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) suatu sistem.

b. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dilihat dari aspek :

1) Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome

2) Efektifitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan

3) Responsifitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.

4) Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup, organisasi dan sistem

Dimensi dan Tingkatan Capacity Building (skripsi dan tesis)

Dalam melakukan pengembangan kapasitas individu, tingkatan kompetensi atau kapasitas individu bisa diukur melalui konsep dari Gross, yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan yang meliputi: pengetahuan umum, pengetahuan teknis, pekerjaan dan organisasi, konsep administrasi dan metode, dan pengetahuan diri.

2) Kemampuan yang meliputi: manajemen, pengambilan keputusan, komunikasi, perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, bekerja dengan orang lain, penanganan konflik, pikiran intuitif, komunikasi, Dan belajar.

3) Tujuan yang meliputi: orientasi tindakan, kepercayaan diri, tanggung jawab, serta norma dan etika

Sedangkan untuk melihat kemampuan pada level organisasi, dapat digunakan konsep Polidano yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan pada sektor publik (pemerintahan).

Terdapat tiga elemen penting untuk mengukur kapasitas sektor publik, sebagai berikut:

1) Policy capacity, yaitu kemampuan untuk membangun proses pengambilan keputusan, mengkoordinasikan antar lembaga pemerintah, dan memberikan analisis terhadap keputusan tadi.

2) Implementation authority, yaitu kemampuan untuk menjalankan dan menegakkan kebijakan baik terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat secara luas, dan kemampuan untuk menjamin bahwa pelayanan umum benar- benar diterima secara baik oleh masyarakat

. 3) Operational efficiency, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan umum secara efektif/efisien, serta dengan tingkat kualitas yang memadai. Pemahaman tentang kapasitas di atas dapat dikatakan masih terbatas pada aspek manusianya saja (human capacity).

Pengembangan kemampuan SDM ini harus menjadi prioritas pertama oleh pemerintah daerah, karena SDM yang berkualitas prima akan mampu mendorong terbentuknya kemampuan faktor non-manusia secara optimal. Dengan kata lain, kemampuan suatu daerah secara komprehensif tidak hanya tercermin dari kapasitas SDM-nya saja, namun juga kapasitas yang bukan berupa faktor manusia (non-human capacity), misalnya kemampuan keuangan dan sarana/prasarana atau infrastruktur.

Baik kapasitas SDM maupun kapasitas non-SDM ini secara bersamasama akan membentuk kapasitas internal suatu organisasi (pemerintah daerah). Namun, walaupun kapasitas internal suatu pemerintah daerah berada pada level yang tinggi, tidak secara otomatis dikatakan bahwa kinerja pemerintah daerah itu secara agregat juga tinggi. Disini diperlukan adanya indikator-indikator eksternal yang dapat menjadi faktor pembanding/penilai/pengukur dari kapasitas internal tersebut. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa kapasitas internal yang tinggi merupakan prasyarat untuk menciptakan indikator kinerja eksternal yang tinggi. Adalah tidak masuk akal bahwa kinerja eksternal dapat dipacu dengan kemampuan internal yang terbatas.

Pengertian Capacity Building (skripsi dan tesis)

Milen mendefenisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus-menerus. Sedangkan Morgan merumuskan pengertian kapasitas sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja/ sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, Milen melihat capacity building sebagai tugas khusus, karena tugas khusus tersebut berhubungan dengan faktor-faktor dalam suatu organisasi atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu.10 UNDP (United Nations Development Program) dan CIDA (Canadian International Development Agency) dalam Milen memberikan pengertian peningkatan kapasitas sebagai: proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions),memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan kapasitas menurut Grindle (1997) yang menyatakan bahwa pengembangan kapasitas sebagai ability to perform appropriate task effectvely, efficiently and sustainable. Bahkan Grindle menyebutkan bahwa pengembangan kapasitas mengacu kepada improvement in the ability of public sector organizations. Keseluruhan definisi di atas, pada dasarnya mengandung kesamaan dalam tiga aspek sebagai berikut: 1) bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu proses, 2) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu individu, kelompok dan institusi atau organisasi, dan 3) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang bersangkutan. Sesungguhnya pada beberapa literatur pembangunan, konsep capacity building sampai saat ini masih menyisakan perdebatan-perdebatan dalam pendefinisian. Sebagian pakar memaknai capacity building sebagai capacity development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara pakar yang lain lebih merujuk kepada constructing capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Namun Soeprato tidak condong pada salah satu sisi karena menurutnya keduanya memiliki karakteristik diskusi yang sama yakni analisa kapasitas sebagai inisiatif lain untuk meningkatkan kinerja pemerintahan (government performance)

Dalam hal ini searah dengan pendapat Grindle pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni efisiensi, dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada bagaimana mensikronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.14 Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan. Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle adalah:

1) dimensi pengembangan SDM, dengan fokus: personil yang profesional dan kemampuan teknis serta tipe kegiatan seperti: training, praktek langsung, kondisi iklim kerja, dan rekruitmen,

2) dimensi penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti:  sistem insentif, perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi, komunikasi, struktur manajerial, dan

3) reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem serta makro struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik, perubahan kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi. Sejalan dengan itu, Grindle menyatakan bahwa apabila capacity building menjadi serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas, maka capacity building tersebut harus memusatkan perhatian kepada dimensi: pengembangan sumber daya manusia, penguatan organisasi, dan reformasi kelembagaan.

Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan latihan (training), pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistim rekruitmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistim manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro.Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistim dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro.

Dalam konteks ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan aturan main dari sistim ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistim kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani. Jika kita dalami semua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kapasitas adalah proses yang dialami oleh individu, kelompok dan organisasi untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam melaksanakan fungsi mereka dan mencapai hasil yang diinginkan. Dari pengertian ini kita dapat memberi penekanan pada dua hal penting: 1) pengembangan kapasitas sebagian besar berupa proses pertumbuhan dan pengembangan internal, dan 2) upaya- upaya pengembangan kapasitas haruslah berorientasi pada hasil.

Teori Schumpeter (skripsi dan tesis)

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja  tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah. Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

Teori Pertumbuhan Neo-klasik (skripsi dan tesis)

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali

Teori Pertumbuhan Harrod-Domar (skripsi dan tesis)

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

a) Perkonomian bersifat tertutup.

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I). Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = K = n Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi  kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

Teori Pertumbuhan Klasik (skripsi dan tesis)

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara  pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal. Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal. Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi

Pengertian Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan mengenai perkembangan  ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil.

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)

Pengaruh Pengeluaran Pembangunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

 

Keberhasilan pembangunan dapat dicapai selain berkat adanya perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian proyek-proyek pembangunan secara terarah, terpadu dan terkoordinasi, juga ditunjang oleh pendanaan yang memadai melalui anggaran belanja pembangunan dalam APBN (Nota Keuangan Dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 1994/1995: 82-89). Dalam rangka mempercepat pemerataan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah, desa dan kota senantiasa ditingkatkan dan diarahkan pemanfaatannya selain untuk menunjang penyediaan sarana dan prasarana dasar di masing-masing daerah, juga sekaligus untuk mempercepat upaya penenggulangan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja dan penataan ruang di kawasan-kawasan tertentu yang dianggap strategis dan mendesak untuk segera ditangani. Menyinggung masalah dana, uang bagi perekonomian ibarat darah dalam perekonomian. Tidak mengherankan makin banyak uang yang digunakan dalam proses produksi, makin  besar output yang dihasilkan (Rahardja dan Manurung, 2001: 191). Pentingnya dana atau uang dalam pertumbuhan ekonomi menyebabkan pengeluaran pembangunan dianggap sebagai variabel yang mempengaruhinya. Dapat dikatakan bahwa pengeluaran untuk pembangunan tersebut jika penggunaanya kurang efisien maka akan memberikan kontribusi yang minimal bagi pertumbuhan ekonomi

. Pengeluaran Pembangunan (skripsi dan tesis)

Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pengeluaran pembangunan ini dapat dibagi menjadi pengeluaran yang bersumber dari dana rupiah murni, dan pengeluaran yang bersumber dari bantuan proyek. Dana pemerintah yang dipergunakan untuk pengeluaran rupiah murni, berasal dari tabungan pemerintah ditambah dengan bantuan program. Dilihat dari kategori penggunaannya, dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pengeluaran habis pakai dan pengeluaran transfer (Gedhe, 2002: 35)

.1. Pengeluaran Habis Pakai Pengeluaran

Habis Pakai adalah pengeluaran yang dipergunakan untuk membiayai proyek – proyek pembangunan yang sifatnya secara tidak langsung menghasilkan return kepada pemerintah tetapi secara tidak langsung mempunyai dampak luas kepada pertumbuhan kemajuan perekonomian daerah serta pemerataan pendapatan masyarakat. Dana ini di kelola oleh departemen menurut bidang masing – masing. Proyek – proyek yang dibiayai dengan dana ini meliputi proyek – proyek yang mengacu pada ( Gedhe, 2002:35 ) :

1. Pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, kelistrikan, pertanian, pengairan, pendidikan, penelitian dan sebagainya.

2. Pemeratan pendapatan, seperti perumahan rakyat, koperasi, dan lain sebagainya.

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti proyek – proyek kesehatan, kesejahteraan sosial dan keluarga berencana dan lain sebagainya.

4. Program yang menyentuh langsung kawasan yang terbelakang, baik sosial maupun ekonomi, seperti proyek – proyek pengembangan kawasan terpadu (PKT), program pengembangan wilayah (PPW).

2. Pengeluaran Transfer Yang dimaksud dengan Pengeluaran Transfer adalah pengeluaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk (Gedhe, 2002:36) : 1. Bantuan Pembangunan Bantuan pembangunan seperti :

a. Bantuan pembangunan Sekolah Dasar

b. Bantuan pembanguanan sarana kesehatan

c. Bantuan pembangunan reboisasi

d. Bantuan pembangunan sarana pasar

e. Bantuan peningkatan jalan Dati II

2. Penyertaan Modal Pemerintah

Penyertaan Modal Pemerintah adalah pengeluaran daerah yang di pergunakan untuk menambah modal perusahaan, terutama perusahaan daerah yang memerlukan. Pengeluaran ini masuk dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan yang menentukan selanjutnya tergantung dari kebijakan perusahaan yang bersangkutan (Gedhe, 2002:37)

3. Subsidi Subsidi bertujuan untuk melindungi produsen dan konsumen serta mengendalikan harga. Subsidi dapat diberikan pada Badan Umum Milik  Daerah (BUMD) untuk subsidi pupuk dan subsidi benih. Disamping itu ada juga subsidi bunga, dimana untuk melindungi para peminjam yang umumnya masyarakat atau pengusaha kecil yang hasil pinjamannya dipergunakan untuk mengembangkan usaha, seperti Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Yang terakhir adalah subsidi biaya operasi, yaitu subsidi yang diberikan untuk meringankan biaya operasi pada perusahaan yang mengoperasikan sarana umum seperti bus (Gedhe, 2002:37).

Tenaga Kerja (skripsi dan tesis)

Menurut pasal 1 ayat (2), Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sementara itu pada ayat (3) didefenisikan pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Defenisi dan konsep yang digunakan dalam pengumpulan data tenaga kerja di Indonesia mengacu pada The Labor Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO) (Badan Pusat Statistik). Konsep ini oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya, penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang dilakukannya. Kelompok tersebut adalah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Berikutnya dalam kelompok penduduk usia kerja dibagi atas kelompok bukan angkatan kerja dan kelompok angkatan kerja. Lebih jauh lagi dalam kelompok angkatan kerja dibagi atas kelompok tidak bekerja dan mencari pekerjaan serta kelompok kerja (BPS, 2005).

Definisi yang berkaitan dengan konsep diatas dapat dijelaskan sebagai berikut;

1. Penduduk Usia Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas/ lebih.

2. Penduduk Bukan Usia Kerja adalah penduduk berumur di bawah 15 tahun.

3. Penduduk yang termasuk Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga, atau melaksanakan kegiatan lainnya.

4. Penduduk yang termasuk Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

5. Tidak Bekerja dan Mencari pekerjaan adalah penduduk yang kegiatannya pada saat survei-survei sedang mencari pekerjaan, misalnya antara lain;

i. Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

ii. Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

iii. Mempersiapkan suatu usaha, dimana kegiatan yang dilakukan seseorang dalam mempersiapkan suatu usaha/ pekerjaan yang “baru” yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/ keuntungan atas risiko sendiri, baik dengan atau tanpa memperkerjakan buruh/ pekerja dibayar maupun tidak dibayar. 6. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksimal memperoleh/ membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 (satu) jam (tidak terputus) dalam seminggu. Kegiatan ini termasuk pula kegiatan pekerjaan tak terbayar yang membantu dalam suatu usaha/ kegiatan ekonomi.

Pengertian dan Jenis Kredit (skripsi dan tesis)

Pengertian kredit menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu bedasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Dari pengertian kredit memberikan konsekuensi bagi bank dan peminjam mengenai hal-hal sebagai berikut :

a. Penyediaan uang

Kredit akan terjadi jika adanya lembaga yang menyediakan uang untuk dipinjamkan dalam hal ini adalah lembaga perbankan. Lembaga ini merupakan lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kredit ke masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dana baik untuk kepentingan pengembangan usaha atau kepentingan konsumtif.

b. Kewajiban pengembalian kredit

Bagi debitur atau peminjam mempunyai kewajiban untuk mengembalikan hutangnya kepada kreditur sejumlah tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah fihak.

c. Jangka pengembalian kredit

Jangka waktu untuk mengembalikan kredit tergantung dari kesepakatan antara debitur dengan kreditur. Jangka kredit dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1). Kredit jangka pendek ( Short term-loan)

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Misalnya kredit untuk pembiayaan kelancaran operasi perusahaan termasuk pula kredit modal kerja.

2). Kredit jangka menengah ( medium term loan )

Kredit jangka menengah merupakan kredit yang jangka waktu pengembalian antara 1 s/d 3 tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja misalnya untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah dapat pula dalam bentuk investasi.

3). Kredit jangka panjang ( Long term loan )

Kredit jangka panjang merupakan kredit yang jangka waktu pengembaliannya atau jatuh temponya melebihi 3 tahun, misalnya kredit investasi yaitu kredit untuk membiayai suatu proyek, perluasan usaha atau rehabilitasi.

d. Pembayaran bunga atau hasil

Jasa yang harus dibayar oleh debitur sebagai pengguna jasa kredit kepada kreditur dapat berupa bunga atau bagi hasil yang diperoleh debitur. Besarnya bunga yang dibayar oleh debitur tergantung dari kesepakatan kedua belah fihak.

e. Perjanjian kredit Perjanjian kredit ini dilakukan untuk mengikat kedua belah fihak agar menjalankan kewajiban sesuai dengan kesepakatan.

Penggolongan kredit menurut penggunaannya terdiri atas :

a. Kredit modal kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur.

b. Kredit investasi Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk digunakan untuk melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.

Teori Pertumbuhan Harrod-Domar (skripsi dan tesis)

Teori pertumbuhan Harrod-Domar merupakan perkembangan langsung dari teori pertumbuhan makaro John Maynard Keynes. Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang rusak. Untuk memacu proses pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan 14 netto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Menurut teori ini analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang, sedangkan teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonimian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Teori ini berusaha menunjukkan syarat-syarat yang dibutuhkan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah (Arsyad, 1999: 58):

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) barangbarang modal digunakan secara penuh di dalam masyarakat.

2. Perekonomian terdiri dari dua sector yaitu sektor rumah tangga dan sector perusahaan.

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besar pendapatan nasional.

4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS), besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal-output (Capital Output Ratio = COR).

Dalam teori ini, fungsi produksi berbentuk L karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu. Kondisi semacam ini dapat dijelaskan dalam gambar di bawah ini (Asyad, 1992: 59): Untuk menganalisis output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1 dan apabila kombinasi berubah maka tingkat output berubah, untuk output sebesar Q2 maka hanya diperlukan modal sebesar K2 dan tenaga kerja 15 sebesar L2. Inti dari teori ini adalah setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasional.

Teori Pertumbuhan Neo Klasik (skripsi dan tesis)

Teori Neo-Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Terus berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ahli ekonomi yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori  pertumbuhan tersebut adalah Robert Solow, yang kemudian diikuti oleh beberapa ahli lainnya seperti Edmund Phelps, Harry Johnson dan J.E. Meade. Dalam analisa Neo Klasik pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan dan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi sebab perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan digunakan sepenuhnya dari waktu ke waktu. Dalam teori ini disebutkan bahwa rasio capital output atau rasio modal produksi dapat dengan mudah berubah. Dengan kata lain, untuk menciptakan sejumlah output tertentu, dapat digunakan berbagai kombinasi antara pemakai modal dan tenaga kerja. Apabila modal yang digunakan lebih besar, maka lebih kecil tenaga kerja yang diperlukan. Sebaliknya, apabila modal yang digunakan lebih terbatas maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Kondisi semacam ini dapat dijelaskan dalam gambar di bawah ini (Arsyad, 1992: 56). Dalam teori pertumbuhan Neo Klasik fungsi produksi adalah seperti yang ditunjukkan oleh M1 dan M2 dan sebagainya. Dalam fungsi produksi yang demikian suatu tingkat produksi tertentu dapat diciptakan dengan menggunakan berbagai gabungan modal dan tenaga kerja. Untuk menciptakan produksi sebesar M1 gabungan modal dan tenaga kerja yang dapat digunakan antara lain adalah (1) K3 dengan L3, (2) K2 dengan L2 dan (3) K1 dengan L1. Dengan demikian, walaupun jumlah modal berubah tetapi terdapat kemungkinan bahwa tingkat produksi tidak mengalami perubahan. Di samping itu jumlah produksi dapat mengalami perubahan walaupun jumlah modal tetap.

Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestik Product tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk. Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari pembangunan ekonomi itu sendiri sebab di dalam pertumbuhan ekoomi juga disertai dengan peningkatan kegiatan pembangunan yang mana tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan perkapita yang tinggi (Sukirno, 1985: 13). Schumpeter mengartikan pertumbuhan ekonomi (growth) sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah factor produksi masyarakat tanpa adanya perubahan cara-cara atau teknologi produksi itu sendiri. Menurut Karjoredjo, pembangunan ekonomi ataupun pertumbuhan ekonomi, termaksud pembangunan daerah merupakan proses kenaikan pendapatan masyarakat di suatu daerah dalam jangka panjang. Pendapatan masyarakat di sini lebih ditekankan pada pendapatan riil dan pendapatan masyarakat perkapita orang (Karjoredjo, 1999: 35)

Hubungan Belanja Daerah Dengan Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

Salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand / AD) adalah pengeluaran pemerintah. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat maka AD akan meningkat. Selain itu, peranan pengualaran pemerintah di negara sedang berkembang sangat signifikan mengingat kemampuan sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi relatif terbatas sehingga peranan pemerintah sangat penting. Peningkatan AD berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) maka peningkatan PDB berarti peningkatan pendapatan. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2013: 56) “ada empat faktor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah (1) sumberdaya manusia, (2) sumberdaya alam, (3) pembentukan modal, dan (4) teknologi”. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah berperan dalam pembentukan modal melalui pengeluaran pemerintah di berbagai bidang seperti sarana dan prasarana. Pembentukan modal di bidang sarana dan prasarana ini umumnya menjadi social overhead capital (SOC) yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. SOC ini sangat penting karena pihak swasta tidak akan mau menyediakan berbagai fasilitas publik, namun tanpa adanya fasilitas publik ini maka pihak swasta tidak berminat untuk menanamkan modalnya. Dengan adanya berbagai fasilitas publik ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan berarti peningkatan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah maka peningkatan pajak berarti peningkatan pengeluaran pemerintah. Keadaan ini membuat suatu siklus yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah yang diperuntukkan bagi pembangunan (Alliasuddin dan Dawood, 2008).

Teori Peacock Wiseman (skripsi dan tesis)

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan 21 ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

Teori Adolf Wagner (skripsi dan tesis)

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: “Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat”. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat, dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya

Model Perkembangan Pengeluaran Pemerintah oleh Rostow dan Musgrave (skripsi dan tesis)

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahaptahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan 19 sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi-investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar dalam tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu pada tahap ini, perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya

Klasifikasi Belanja Daerah (skripsi dan tesis)

1. Klasifikasi Menurut PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Secara umum menurut PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja baik Negara maupun daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota), belanja dibedakan menjadi: 17 1) Belanja Operasi Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan seharihari pemeritah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi ini meliputi:

 Belanja Pegawai

 Belanja Barang

 Belanja Bunga

 Belanja Subsidi

 Belanja Hibah

 Belanja Bantuan Sosial

2) Belanja Modal Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari suatu periode akuntansi. Belanja modal meliputi:

 Tanah

 Gedung dan bangunan

 Peralatan dan mesin

 jalan, irigasi dan jaringan

 Aset tidak berwujud

3) Belanja Tak Terduga/ Belanja Lain-lain

4) Belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

5) Belanja transfer Belanja transfer adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. Selain itu terdapat klasifikasi belanja daerah menurut PP 71 Tahun 2010 yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari dua jenis:

a) Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan untuk tujuan manajerialpemerintahan daerah;

b) Klasifikasi berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Yang meliputi: belanja fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan pemukiman, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan sosial.

2. Klasifikasi Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 belanja dibedakan menjadi: 1) Belanja Langsung Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah. Belanja langsung meliputi:

 Belanja pegawai

 Belanja barang dan jasa

 Belanja modal

2) Belanja Tidak langsung Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah. Belanja tidak langsung meliputi:

 Belanja pegawai

 Belanja bunga

 Belanja subsidi

 Belanja hibah

 Belanja bantuan sosial

 Belanja bagi hasil

 Belanja bantuan keuangan

 Belanja tak terduga

Belanja Daerah (skripsi dan tesis)

Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. APBD menggambarkan hak-hak dan kewajiban pemerintah. Hak tersebut bersumber dari pendapatan pemerintah sedangkan kewajiban ialah bersumber dari belanja pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah. Pengeluaran tersebut dapat berupa pembangunan berbagai fasilitas umum dan peningkatan kualitas pelayanan umum. Menurut Halim (2012:73) mengemukakan bahwa “Belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periodeakuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi asset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”. Sedangkan menurut PSAP No 2 menyatakan bahwa “Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011 “belanja daerah dapat di definisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang kekayaan bersih” Jadi dapat disimpulkan belanja daerah merupakan pengeluaran pemerintah dari rekening kas umum negara/daerah yang dapat mengurangi kekayaan bersih atau ekuitas dana pemerintah

Produk Domestik Regional Bruto (skripsi dan tesis)

Salah satu indikator makro ekonomi yang paling penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonom. Menurut Rahardja dan Manurung (2008:67) “PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam satu daerah selama satu periode tertentu, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di daerah dalam satu periode tertentu”. Perhitungan PDRB disajikan dalam dua versi penilaian harga pasar, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga pasar pada tahun yang bersangkutan. Data PDRB harga berlaku digunakan untuk melihat struktur ekonomi dan transformasi struktur ekonomi (structural transformation), serta untuk menghitung besaran pendapatan per kapita. PDRB harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Pada periode sekarang ini digunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Fungsi PDRB harga konstan adalah untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi. PDRB mencakup:

1) Semua barang dan jasa yang penghasilannya terdapat kompensasi.

2) Produksi yang ilegal dan tersembunyi.

3) Produksi barang untuk dikonsumsi sendiri.

Teori Schumpeter (skripsi dan tesis)

Teori Schumpeter dikemukakan pada tahun 1934 dan diterbitkan dalam bahasa inggris dengan judul The Theory of Economic Development. Selanjutnya Schumpeter menggambarkan teorinya tentang proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya Business Cycle. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah proses inovasi yang dilakukan oleh inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Dia juga mengemukakan bahwa ada lima macam kegiatan yang dimasukkan sebagai inovasi yaitu sebagai berikut:

a. Memperkenalkan produk baru.

b. Memperkenalkan cara berproduksi baru.

c. Adanya perubahan organisasi industri menuju efisiensi.

d. Penemuan sumber-sumber bahan mentah baru.

e. Pembukaan pasar-pasar baru.

Teori Harrod-Domar (skripsi dan tesis)

Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang secara mantap (steady growth). Teori Harrod-Domar ini mempunyai beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:

a. Perekonomian dalam pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang ada dalam masyarakat digunakan secara penuh.

b. Perekonomian terdiri atas dua sektor, yaitu rumah tangga dan sektor perusahaan.

c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasiona, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.

d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modaloutput (capital output ratio = COR) dan rasio antara pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio = ICOR)

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal (gedung-gedung, peralatan, material) yang rusak. Namun demikian, uuntuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan invesatsi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Jika kita menganggap bahwa ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), misalnya jika Rp 3,00 modal diperlukan untuk mengahsilkan (kenaikkan) output total sebesar Rp 1,00 maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikn output total sesuai dengan rasio modaloutput tersebut. Hubungan tersebut yang telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR), yaitu 3 berbanding 1.

Teori Sollow Swan (skripsi dan tesis)

Ekonom yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori Neo
Klasik adalah Robert Sollow dan Trevor Swan yang berkembang
sejak tahun 1950-an. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi
bergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi
(penduduk, tenaga kerja,akumulasi modal) dan tingkat kemajuan
teknologi. Menurut teori ini sampai dimana perekonomian akan
berkembang tergantung pada pertumbuhan penduduk, akumulasi
modal dan kemajuan teknologi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (skripsi dan tesis)

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yakni
faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi yang tidak lain adalah
faktor produksi merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Turun naiknya laju pertumbuhan ekonomi merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi didalam faktor produksi. Menurut Sukirno (2011:332) Ada empat faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, antara lain sebagai berikut:
a. Sumber Daya Alam
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah
sumber daya alam atau tanah. Tanah sebagaimana digunakan dalam
pertumbuhan ilmu ekonomi mencakup sumber daya alam seperti
kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral,
iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Tersedianya sumber
daya alam secara melimpah merupakan hal yang penting bagi
pertumbuhan ekonomi. Suatu daerah yang kekurangan sumber alam
tidak akan membangun dengan cepat.
b. Organisasi
Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan.
Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam
kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi modal, buruh, dan
membantu meningkatkan produktifitas. Dalam ekonomi modern para
wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil resiko dalam
ketidakpastian. Wiraswastawan bukanla manusia dengan kemampuan
biasa. Ia memiliki kemampuan khusus untuk bekerja dibandingkan
orang lain. Menurut Schumpter, seorang wiraswasrawan tidak perlu
seorang kapitalis. Fungsi utamanya adalah melakukan pembaharuan
(inovasi).
c. Akumulasi Modal
Modal adalah persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat di
reproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu, hal
ini sering disebut sebagai akumulasi modal atau pembentukan modal.
Dalam arti ini, pembentukan modal merupakan investasi dalm bentuk
barang-barang modal yang dapat menaikkan stok modal, output
nasional, dan pendapatan nasional. Jadi, pembentukan modal
merupakan kunci utama meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan modal diperlukan untuk memenuhi permintaan
penduduk di daerah tersebut. Investasi dibidang barang modal tidak
hanya meningkatkan produksi tetapi juga membuka kesempatan kerja.
Pembentukan modal ini pula yang membawa kearah kemajuan
teknologi yang pada akhirnya membawa kearah penghematan dalam
produksi skala luas dan juga membawa kearah penggalian sumber
alam, industrialisasi dan ekspansi pasar yang diperlukan bagi
kemajuab ekonomi.
d. Kemajuan Teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor penting dalam proses
pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan
dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil
teknik penelitian baru. Perubahan dalam teknologi telah menaikkan
produktifitas tenaga kerja, modal dan sektor produksi.
e. Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktifitas. Keduanya
membawa perekonomian kerah ekonomi skala besar yang selanjutnya
membantu perkembangan industri. Perbaikan kerja menghasilkan
perbaikan kemampuan produksi buruh. Setiap buruh menjadi lebih efisien
dari sebelumnya.
Faktor ekonomi bersama-sama dengan faktor non ekonomi saling
mempengaruhi kemajuan perekonomian. Oleh karena itu, faktor non ekonomi
seperti faktor sosial, budaya, dan politik juga memiliki arti penting didalam
pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2015 ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi diantaranya sebagai berikut:
a. tingkat ketergantungan pada sektor primer
b. peran konsumsi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi
c. pembangunan infrastruktur
d. kualitas sumber daya manusia
e. tabungan masyarakat
f. belanja pemerintah daerah

Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

Menurut Sukirno (2011:331) “pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat”. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Di samping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka. Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oIeh masyarakat (Basri, 2010), dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain perekonomian dikatakan mengalami 12 pertumbuhan jika pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya

Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrord-Domar (skripsi dan tesis)

Teori ini dikembangkan oleh Sir Roy F. Harrord dan Evsey Domar. Teori ini merupakan perkembangan dari teori keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Dengan dasar pemikiran bahwa analisis yang dilakukan oleh keynes dianggap kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka panjang, Harrord-Domar mencoba untuk menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth). Teori Harrord-Domar menganalisis hubungan antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan dengan menyimpulkan adanya hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok modal keseluruhan (K) dengan GNP (Y), yang diformulasikan sebagai rasio modal terhadap output (capital output ratio = COR). Semakin tinggi peningkatan stok modal, semakin tinggi pula output yang dapat dihasilkan, (Todaro, 2004). Teori Harrord-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu :

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh.

2. Terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.

4. Kecendrungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal dan output (capital output ratio = COR) dan rasio pertambahan modal dan output (incremental capital output ratio = ICOR).

Dalam teori Harrord-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L, karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak subtitutif). Untuk menghasilkan output sebesar Q, diperlukan modal (ki) dan tenaga kerja (L), dan apabila kombinasi tersebut berubah maka tingkat output berubah. Misalnya, untuk output sebesar Q2 hanya dapat diciptakan jika stok modal sebesar K2. Jadi menurut Harrord-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal (gedung-gedung, peralatan, material) yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Jika kita menganggap bahwa ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), jika 3 Rupiah modal diperlukan untuk menghasilkan (kenaikan) output total sebesar 1 Rupiah, maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal-output tersebut

Faktor Pertumbuhan Ekonomi (skripsi dan tesis)

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan faktor non ekonomi (Saragih, 2009).

Faktor-faktor ekonomi antara lain sebagai berikut :

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

Sumber daya alam merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang, sumber daya alam yang tersedia seringkali terbengkalai karena kurang atau salah pemanfaatan.  Jika sumber daya alam tidak dipergunakan secara tepat, maka suatu negara tidak mungkin mengalami apa yang disebut dengan kemajuan.

2. Akumulasi modal

Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat diproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu maka disebut akumulasi modal atau pembentukan modal. Proses pembentukan modal akan menaikkan output nasional. Investasi di bidang barang modal tidak hanya menaikkan produksi, tetapi juga dapat menaikkan kesempatan kerja.

3. Organisasi

Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi yang bersifat komplemen bagi modal dan menaikkan produktivitas. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, peranan swasta sangat penting. Sedangkan di negara berkembang, peranan pemerintah sangat besar dalam penyediaan sarana sosial.

4. Teknologi

Proses pertumbuhan ekonomi sangat penting didukung oleh kemajuan teknologi. Proses yang dimaksud berkaitan dengan perubahan yang mencakup metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau penelitian baru. Pertumbuhan teknologi dapat meningkatkan produktivitas kerja, modal dan faktor produksi lain yang pada akhirnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

5. Pembagian kerja dan skala produksi

Spesialisasi dan pembagian kerja akan meningkatkan produktivitas. Kedua hal tersebut akan menggiring perekonomian ke arah ekonomi produksi dengan skala besar yang selanjutnya dapat membantu perkembangan industri. Luas pasar akan meningkat akibat dari perekonomian yang meningkat. Hal tersebut dipengaruhi oleh besar kecilnya tingkat permintaan, banyak tidaknya tingkat produksi, tersedianya sarana transportasi dan sebagainya. Jika skala produksi besar maka pembagian kerja dan spesialisasi juga akan semakin luas. Dengan demikian output akan dapat ditingkatkan, dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat

Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP riil per kapita. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product atau GDP) adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara. Kenaikan GDP dapat muncul melalui :

1. Kenaikan penawaran tenaga kerja Penawaran tenaga kerja yang meningkat dapat menghasilkan keluaran yang lebih banyak. Jika stok modal tetap sementara tenaga kerja naik, tenaga kerja baru cenderung akan kurang produktif dibandingkan tenaga kerja lama

2. Kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia Kenaikan stok modal dapat juga menaikan keluaran, bahkan jika tidak di sertai oleh kenaikan angkatan kerja. Modal fisik menaikan baik  produktivitas tenaga kerja maupun menyediakan secara langsung jasa yang bernilai. Investasi dalam modal sumber daya manusia merupakan sumber lain dari pertumbuhan ekonomi.

3. Kenaikan produktivitas Kenaikan produktivitas masukan menunjukan setiap unit masukan tertentu memproduksi lebih banyak keluaran. Produktivitas masukan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi, kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi, (case dan fair, 1999)

. Menurut Robert B. Barsky dalam N. Gregory Mankiw (2005), GDP adalah pendapatan total dari produksi barang yang sama dengan jumlah upah dan laba separuh bagian atas dari aliran sirkuler uang. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal selama periode waktu tertentu. Manfaat pertumbuhan ekonomi adalah untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional. Pendapatan per kapita nya dipergunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk, sebab semakin meningkat pendapatan perkapita dengan kerja konstan semakin tinggi tingkat kemakmuran penduduk dan juga produktivitasnya. Selain itu, juga dapat sebagai pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional, sebagai dasar 18 penentuan prioritas pemberian bantuan luar negeri oleh bank dunia atau lembaga internasional lainnya

Komponen Asosiasi Merek (skripsi dan tesis)

a. Membantu Proses Penyusunan Informasi

 Asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisar sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenali oleh konsumen. Hal ini lah yang sulit dilakukan oleh perusahaan yaitu mengkomunikasikan merek.

b. Diferensiasi (Perbedaan)
 Asosiasi-asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam posisi yang mapan (dalam kaitan dengan para kompetitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertentu para kompetitor akan mendapat kesulitan untuk menyerang (Aaker, 1997:164). Suatu aosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek memiliki peran penting dalam membedakan merek dengan merek pesaing.

c. Alasan Untuk Membeli
 Konsumen memiliki berbagai alasan untuk membeli dan menggunakan merek tertentu dengan pertimbangan asosiasi merek seperti atribut produk maupun  manfaat produk bagi pelanggan, asosiasi inilah yang menjadi landasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek.

d. Menciptakan Sikap/Perasaan Positif
Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif terhadap produk merek perusahaan.

e. Basis Perluasan
Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru

Hubungan dengan Merek (Brand Relationship/Association) (skripsi dan tesis)

Hubungan dengan merek dapat disebut juga dengan asosiasi merek, asosiasi merek berhubungan atas semua hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek (Aaker, 2002). Menurut Kotler (1997) atribut produk terdiri dari kualitas, desain, dan fitur. Kualitas dijelaskan lebih lanjut oleh Kotler sebagai kinerja (performance), unjuk kerja (conformance), keandalan (reliability), kemudahan diperbaiki (repairbility), gaya (style), daya tahan (durability), dan desain (design). Asosiasi tidak hanya eksis, tetapi juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain (Simamora, 2003). Asosiasi yang menunjukkan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran professional yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe oarang yang menggunakan produk yang menjual, atau wiraniaga (Susanto, 2004). Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat (Aaker, 1997: 160- 161).

Indikasi Loyalitas (skripsi dan tesis)

Suatu basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek bisa mengurangi biaya pemasaran perusahaan. Akan lebih murah biayanya untuk mempertahankan para pelanggan dibandingkan berusaha mendapatkan pelanggan baru. Karena calon pelanggan baru biasanya kurang motivasi untuk beralih dari merek yang sedang mereka gunakan, maka mereka menjadi mahal untuk didekati (Aaker, 1997:68). Assael (1992) mengemukakan empat hal yang menunjukkan konsumen yang loyal sebagai berikut. 1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya. 2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya. 3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko. 4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek (Assael, 1992). Maka tujuan utama setiap perusahaan adalah mencapai kepuasan konsumen untuk mendapatkan loyalitas, kelompok besar pelanggan yang relatif puas akan memberikan suatu pencitraan bahwa merek tersebut merupakan produk yang diterima luas, berhasil, beredar di pasaran, dan sanggup untuk mengusahakan dukungan layanan dan peningkatan mutu produk (Aaker, 1997:71).

Tingkatan Loyalitas Merek (skripsi dan tesis)

Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001:19) adalah sebagai berikut :

 a. Berpindah-pindah (Switcher Buyer)
 Pelanggan tidak tertarik pada merek apapun yang ditawarkan. Pada tingkatan ini, merek mempunyai peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut.
 b. Pembeli yang Bersifat Kebiasaan (Habitual Buyer)
Pelanggan merasa puas dengan produk yang digunakan, setidaknya tidak mengalami kekecewaan sehingga pelanggan memiliki motivasi melakukan pembelian ulang.
c. Pembeli yang Puas dengan Biaya Peralihan (Satisfied Buyer)
 Pada tingkatan ini berisi pelanggan loyal yang melakukan pengorbanan baik waktu, uang, ataupun risiko apabila melakukan pembelian dan beralih ke merek lain. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.
d. Menyukai Merek (Likes the Brand)
 Pelanggan pada tingkatan ini benar-benar menyuai suatu merek berdasarkan suatu asosiasi seperti symbol, maupun pengalaman ketika menggunakan merek tersebut, maupun kesan kualitas yang tinggi.
 e. Pembeli yang Berkomitmen (Commited Buyer)
Pada tingkatan ini adalah kategori pembeli yang setia, dimana pelanggan memiliki suatu kebanggaan ketika menggunakan produk suatu merek. Pelanggan akan merasa percaya diri apabila menggunakan produk merek tertentu. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan atau mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain (dalam Durianto dkk, 2001:19)

Respon Merek (Brand Response/Loyalty) (skripsi dan tesis)

 Menurut Rangkuti (2004) loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, menjadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan (Tjiptono, 2002:24). Definisi lain mengatakan loyalitas merek adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek dan pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten (Umar, 2005:16). Assael (1992) mengemukakan beberapa hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen loyal sebagai berikut:
 1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya.
2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya.
3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko.
 4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untk lebih loyal terhadap merek (Assael, 1992).

Komponen Citra Merek (skripsi dan tesis)

Konsumen sering menganggap merek-merek yang terkenal dan memiliki citra yang positif lebih baik dan pantas dibeli karena adanya jaminan penuh terhadap kualitas, keandalan, kinerja, dan pelayanan.Selain itu Menurut Joseph Plummer (dalam Lutiary, 2007:54), citra merek terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Product attributes (atribut produk) yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri, seperti kemasan, isi produk,harga, rasa, dan lain-lain.
 2. Consumer benefits (keuntungan konsumen) yang merupakankegunaan produk dari merek tersebut. 3. Brand personality (Kepribadian merek) merupakan asosiasi yang mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut adalah manusia (dalam Lutiary, 2007:54)
. Citra merek berkaitan dengan persepsi konsumen terhadap suatu produk merek tertentu, seperti yang dikemukakan oleh Assael (1995) dalam Sodik (2003) bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk  melalui kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak di Negara penjualan). Konsumen yang memiliki persepsi citra positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Selain itu dengan adanya citra merek yang positif, perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama

Faktor Citra MErek (skripsi dan tesis)

Schiffman dan Kanuk (dalam Fajrianthi, 2005:285) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut:

1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu Membentuk suatu citra positif merupakan hal yang tidak mudah, maka citra positif yang telah dibagun harus dijaga sebaik mungkin,karena semakin baik citra suatu merek maka merek tersebut akan semakin menarik minat konsumen.
 2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
 3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya.
5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen.
 6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
 7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dariproduk tertentu (dalam Fajrianthi, 2005:285).

Citra Merek (Brand Image) (skripsi dan tesis)

Menurut Kotler (2000) syarat merek yang kuat adalah citra merek. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat dan citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception) (Kotler, 2002:225). Citra merek merupakan deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu (Tjiptono, 2005:49). Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. (Setiadi, 2003:180). Selain itu dalam konsep pemasaran, citra merek sering direferensikan sebagai aspek psikologis, yaitu citra yang dibangun dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang diharapkan melalui produk atau jasa. (Setiawan dalam Farid, 2011:9). Menurut Kotler, citra merek yang efektif dapat mencerminkan tiga hal, yaitu:
 Membangun karakter produk dan memberikan value proposition.
 Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para pesaingnya.
  Memberi kekuatan emosional dari kekuatan rasional (Kotler, 2003:326)

Nilai Dalam Kesadaran Merek (skripsi dan tesis)

Menurut Aaker (1997:93-94) bahwa, kesadaran merek dalam benak konsumen setidaknya memiliki empat nilai, yaitu:

a. Jangkar tempat cantelan asosiasi-asosiasi lain Pengakuan merek merupakan langkah dasar pertama dalam tugas komunikasi. Sangat sulit mengkomunikasikan atribut-atribut merek sebelum sebuah merek mantap dengan atribut-atribut yang diasosiasikan. Dengan tingkat pengenalan yang mapan, tugas selanjutnya mengkaitkan dengan asosiasi baru, seperti suatu atribut produk.
 b. Familiaritas Secara umum calon konsumen lebih tertarik pada sesuatu yang akrab bagi mereka. Calon konsumen akan cenderung membeli produk yang dikategorikan sebagai produk dengan tingkat keterlibatan rendah (low involvement product) yang memiliki merek yang sudah dikenal.
c. Tanda Mengenai Substansi (Komitmen) Kesadaran merek menjadi suatu signal dari kehadiran, komitmen, dan substansi. Semakin tinggi kesadaran atas suatu nama produk menunjukkan semakin tinggi komitmen dari merek tersebut. Alasan yang dapat timbul mengapa seseorang dapat mengenali sebuah merek adalah:
  Perusahaan telah melakukan promosi secara terus-menerus.
 Perusahaan telah bergerak dalam kurun waktu yang lama pada bidang tersebut.
 Perusahaan telah melakukan distribusi secara luas.
 Merek tersebut adalah merek yang sukses, oranglain juga menggunakan merek tersebut.
d. Bahan pertimbangan merek
Pada proses pembelian, langkah pertama yang dilakukan adalah pemilihan alternatif. Pada proses ini, ketersediaan informasi menjadi sumber dari pemilihan tersebut. Proses mengingat menjadi penting, karena biasanya tidak banyak nama merek yang muncul pada proses ini. Merek pertama yang ada dalam benak pelanggan akan mendapatkan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan merek yang memiliki tingkkat rendah dalam ingatan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kemampuan pelanggan untuk melakukan identifikasi suatu merek, yang dapat dijadikan perbandingan dengan merek lainnya

Kesadaran Merek (Brand Awareness) (skripsi dan tesis)

 Kesadaran merek dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek (Aaker dalam Rangkuti, 2002:40). Kesadaran merek adalah kekuatan kehadiran merek bagi konsumen. Kesadaran merek merupakan kemampuan seorang calon pembeli untuk mengenalatau mengingat suatu merek yang merupakan bagian dari suatu kategori produk (Aaker, 1991:61). Kesadaran merek memiliki fungsi sebagai mekanisme memperluas pasar merek, mempengaruhi persepsi dan tingkah laku, dan sebagai kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya (key of brand asset).

Tidak Menyadari Merek (Unaware of Brand) Merupakan tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b. Pengenalan Merek (Brand Recognition) Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). c. Pengingatan Kembali terhadap Merek (Brand Recall) Pada tingkatan ini didasarkan pada permintaan seseorang untuk meyebutkan merek tertentu tanpa bantuan (unaided recall). d. Puncak Pikiran (Top of Mind) Merek yang disebutkan pertama dalam suatu tugas pengingatan kembali tanpa bantuan berarti telah meraih kesadaran puncak pikiran (top-of-mind awareness), suatu posisi istimewa. Dalam pengertian sederhana, merek tersebut menjadi “pimpinan” dari berbagai merek yang ada dalam pikiran seseorang (Aaker, 1997:92).

Pengertian Ekuitas Merek (skripsi dan tesis)

Dari perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan pada produk oleh merek. Ekuitas merek merupakan kekuatan suatumerek bagi pelanggannya. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan dan para pelanggan perusahaan (Aaker, 1997). Menurut Morgan (2000:76) dari sisi perusahaan, melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek sangatlah berpengaruh bagi pelanggan karena berkaitan dengan persepsi pelanggan mengenai suatu merek dibandingkan dengan pesaingnya

Manfaat Merek (skripsi dan tesis)

 Suatu merek tentunya memiliki manfaat bagi perusahaan maupun pelanggan. Bagi perusahaan, merek berperan penting sebagai:
 1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akutansi.
 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisadiproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), prosespemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak property intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasidengan aman dalam merek yang dikembangkan dan meraup manfaat dari asetbernilai tersebut.
3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka biasdengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merekseperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaanlain untuk memasuki pasar.
 4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk daripada pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,loyalitas, pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen
. 6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang (dalamTjiptono, 2005). Bagi konsumen, merek bisa memberikan beragam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Kevin Lane Keller (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen yaitu sebagai identifikasi sumber produk, penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu, pengurang resiko, penekan biaya pencarian internal dan eksternal, janji tau ikatan khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri dan sinyal kualitas.

Pengertian Merek (skripsi dan tesis)

Fenomena persaingan pemasaran saat ini, membuat pemasar harus inovatif dan kreatif untuk membuat merek yang dipasarkan menjadi pilihan pelanggan. Merek adalah salah satu modal untuk memenangkan persaingan karena merek merupakan salah satu unsur penting bagi pelanggan untuk membeli dan menggunakan produk tertentu. Merek yang akrab dibenak pelanggan tentunya akan lebih diminati karena pelanggan dapat merasakan kebanggan tersendiri ketika menggunakan produk.

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1 merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa (Tjiptono, 2005:2). Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para competitor (Aaker, 1997:9). Sedangkan American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi merek membedakan penjual, produsen atau produk dari penjual, produsen atau produk lain (Kotler, 2002:215).
Menurut Durianto, dkk (2004:61), merek sangat penting atau berguna karena beberapa alasan sebagai berikut:
 Mengkosistenkan dan menstabilkan emosi konsumen.
 Mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.
 Mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
  Berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
  Memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian, karena konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain
.  Dapat berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan (Durianto, dkk, 2004:61).
Dari definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa merek merupakan identitas ataupun ciri khas tertentu yang dimililiki suatu produk seperti logo maupun kemasan yang dapat membedakannya dengan produk pesaing

Pengertian Komunikasi Pemasaran Terintegrasi (IMC) (skripsi dan tesis)

Komunikasi pemasaran dapat membantu perusahaan untuk mencapai loyalitas pelanggan dan membentuk identitas merek yang berdampak pada citra merek (brand image). Dalam bukunya Marketing Communication and Promotion, William G. Nickels mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai proses pertukaran informasi yang dilakukan secara persuasif sehingga proses pemasaran dapat berjalan secara efektif dan efisien (Purba, dkk, 2006:126). Sedangkan menurut Sofyan Assauri (1996:243) komunikasi pemasaran merupakan kombinasi strategi yang paling baik dari unsur-unsur promosi tersebut, maka untuk dapat efektifnya promosi dilakukan oleh suatu perusahaan, perlu ditentukan terlebih dahulu peralatan atau unsur promosi apa saja yang sebaiknya digunakan dan bagaimana pengkombinasian unsur-unsur tersebut agar hasilnya dapat optimal. Komunikasi pemasaran dapat disimpulkan suatu perencanaan pemasaran yang melibatkan seluruh bentuk komunikasi agar dapat mempengaruhi target pasar. Komunikasi pemasaran didefinisikan oleh Nickles (dalam Dharmmesta, 1990:56), sebagai: Kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran, serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik. Definisi ini menyatakan bahwa komunikasi pemasaran merupakan pertukaran informasi dua arah antara pihak-pihak atau lembagalembaga yang terlibat dalam pemasaran. Pihak-pihak yang terlibat akan mendengarkan, beraksi dan berbicara sehingga tercipta hubungan pertukaran yang memuaskan (dalam Dharmmesta, 1990:56).
 Menurut Kotler (2005:249) bauran komunikasi pemasaran merupakan penggabungan dari lima model komunikasi dalam pemasaran, yaitu:
 1. Iklan: setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang dan promosi gagasan, barang atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan.
2. Promosi penjualan: berbagai jenis insentif jangka pendek untuk mendorong orang mencoba atau membeli produk atau jasa.
3. Hubungan masyarakat dan pemberitaan: berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya.
4. Penjualan pribadi: interaksi tatap muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan memperoleh pemesanan.
5. Pemasaran langsung dan interaktif: penggunaan surat, telepon, faksimili, email, atau internet untuk berkomunikasi secara langsung atau meminta tanggapan atau berdialog dengan pelanggan (Kotler 2005:249).
Pendekatan komunikasi pemasaran terintegrasi dapat membantu perusahaan untuk mengidentifikasikan metode yang paling cepat dan efektif dalam berkomunikasi dan membangun hubungan dengan pelanggan, dan juga dengan para stakeholder. Dalam buku Advertising Management, Belch, George E. & Belch, dan Michael A. mendefinisikan komunikasi pemasaran terintegrasi sebagai konsep dari perencanaan komunikasi pemasaran yang memperkenalkan nilai tambah dari rencana komperhensif yang mengevaluasi peran strategis dari berbagai disiplin komunikasi. Komunikasi pemasaran terintegrasi (IMC) adalah sebuah konsep dimana suatu perusahaan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai saluran komunikasi untuk mengirim pesan yang jelas, konsisten, dan produknya (Kotler dan Amstrong, 2005). The American Association of Advertising Agency menjelaskan IMC sebagai konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang mengakui nilai tambah dari perencanaan komperhensif yang mengkaji pesan strategis masing-masing bentuk komunikasi.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemasaran terintegrasi menggabungkan seluruh unsur bauran pemasaran (promotion mix) yang secara konsisten menyampaikan citra merek kepada pelanggan untuk memaksimalkan pemasaran dan ekuitas merek. Konsep Komunikasi Pemasaran Terintegrasi (IMC) pertama kali dicetuskan oleh Levitt pada tahun 1962 lalu dikembangkan oleh Shultz pada tahun 1993. IMC merupakan proses strategi bisnis dalam mengelola hubungan dengan konsumen yang pada intinya untuk menggerakan brand value, dengan kata lain IMC berusaha menyamakan persepsi konsumen dengan produsen produk atau jasa. Komunikasi pemasaran terintegrasi (IMC) mengintegrasikan seluruh unsur bauran promosi yang ada dengan asumsi tidak ada satupun unsur yang terpisah untuk mencapai tujuan pemasaran yang efektif. Unsur bauran promosi yang terdapat pada model komunikasi terintegrasi dijabarkan untuk menciptakan ekuitas merek, komunikasi pemasaran terintegrasi akan berdampak positif pada persepsi positif pelanggan terhadap merek

Faktor Keputusan Pembelian (skripsi dan tesis)

Menurut Philip Kotler dan gary Amstrong (2010 :235) kemampuan konsumen didalam memutuskan dari setiap komponen pembelian yang sudah diseleksi dan dijadikan pilihan alternatif. Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk melakukan pembelian yaitu :

1. Faktor pertama adalah pendirian orang lain. Sejauh mana pendirian orang lain mengurangi alternative yang disukai seseorang akan tergantung pada dua hal yaitu : intensitas pendirian negative orang lain terhadap alternative yang disukai oleh pelanggan dan motivasi pelanggan untuk menuruti keinginan orang lain.

 2. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Faktor ini dapat muncul dan mengubah niat pembelian, misalnya seorang calon pelanggan akan membeli suatu produk, tetapi karena pelayanan toko yang tidak memuaskan maka calon pembeli tersebut akan membatalkan pembelian. Jadi, preferensi dan bahkan niat pembelian bukanlah peramal perilaku yang benar-benar handal. Dan terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan pembelian , yaitu

 1. Motivasi (Motivation)

 Merupakan suatu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang guna mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Persepsi (Perception) Merupakan hasil dari pemaknaan atau pandangan seseorang terhadap suatu kejadian yang dihadapinya berdasarkan pada informasi dan pengalamannya terhadap kejadian tersebut.
3. Pembentukan Sikap (Attitude Formation) Merupakan penilaian yang terdapat dalam diri seseorang, yang mencerminkan sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu hal.
4. Integrasi (Integration) Merupakan gabungan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon terhadap sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli suatu produk, sebaliknya perasaan tidak suka akan membuat seseorang untuk tidak membeli suatu produk

Keputusan Pembelian (skripsi dan tesis)

Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2010:202) yang dialih bahasa oleh Benyamin Molan, “Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya akan menimbulkan keputusan pembelian” sedangkan menurut Helga Drumond (2003:68), adalah mengidentifikasikan semua pilihan yang mungkin untuk memecahkan persoalan itu dan menilai pilihan-pilihan secara sistematis dan obyektif serta sasaran-sasarannya yang menentukan keuntungan serta kerugiannya masingmasing Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses keputusan pembelian (Phillip Kotler dan Gary Amstrong 2010:204) : 23
1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition) Proses pembeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Para pemasar perlu mengenal berbagai hal yangdapat menggerakkan kebutuhan atau minat tertentu dalam konsumen. Para pemasar perlu meneliti konsumen untuk memperoleh jawaban, apakah kebutuhan yang dirasakan atau masalah yang timbul, apa yang menyebabkan semua itu muncul, dan bagaimana kebutuhan atau masalah itu menyebabkan seseorang mencari produk tertentu ini. 2. Pencarian Informasi Seorang konsumen yang mulai tertugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen akan membeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap dalam ingatannya. Konsumen mungkin tidak berusaha untuk memperoleh informasi lebih lanjut atau sangat aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhan itu.
 3. Penilaian Alternatif Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal, selanjutnya konsumen harus melakukan penilaian tentang beberapa 24 alternatif yang ada dan menentukan langkah selanjutnya.Penilaian ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sumber-sumber yang dimiliki oleh konsumen (waktu, uang dan informasi) maupun risiko keliru dalam penilaian.
4. Keputusan Membeli Setelah tahap-tahap awal tadi dilakukan, sekarang tiba saatnya bagi pembeli untuk menentukan pengambilan keputusan apakah jadi membeli atau tidak. Jika keputusan menyangkut jenis produk, bentuk produk, merk, penjual, kualitas dan sebagainya. Untuk setiap pembelian ini, perusahaan atau pemasar perlu mengetahui jawaban atas pertanyaan yang menyangkut perilaku konsumen, misalnya: berapa banyak usaha yang harus dilakukan oleh konsumen dalam pemilihan penjualan (motif langganan/patronage motive), faktor-faktor apakah yang menentukan ksan terhadap sebuah toko, dan motif langganan yang sering menjadi latar belakang pembelian konsumen.
5. Perilaku setelah pembelian Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau tidak ada kepuasan. ada kemungkinan bahwa pembeli memiliki ketidakpuasan setelah melakukan pembelian, karena mungkin harga barang dianggap terlalu mahal, atau mungkin karena tidak sesuai dengan keinginan atau gambaran sebelumnya dan sebagainya. Untuk mencapai keharmonisan dan meminimumkan ketidakpuasan pembeli harus  mengurangi keinginan-keinginan lain sesudah pembelian, atau juga pembeli harus mengeluarkan waktu lebih banyak lagi untuk melakukan evaluasi sebelum membeli. Menurut Philip Kotler dan gary Amstrong (2010 :235) kemampuan konsumen didalam memutuskan dari setiap komponen pembelian yang sudah diseleksi dan dijadikan pilihan alternatif.

Citra merek (Brand Image) (skripsi dan tesis)

Brand image itu sendiri memiliki arti kepada suatu pencitraan sebuah produk dibenak konsumen secara massal. Setiap orang akan memiliki pencitraan yang sama terhadap sebuah merek. Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong(2010:326) Brand image yang efektif dapat mencerminkan tiga hal, yaitu :

1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition
2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para pesaingnya 3. Member kekuatan emosional dari kekuatan rasional Menurut (Simamora, 2004)Komponen brand image terdiri atas 3 bagian, yaitu;

1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan,
 2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya

3. Citra Produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunanya, serta jaminan. Schiffman dan Kanuk (2006 : 135) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut;
1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu
 2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi
 3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen,
 4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya,
 5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen,
 6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang
7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.
 Asosiasi Pemasaran Amerika (The American Marketing Association) mendefinisikan merek atau brand sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasinya, yang ditujukan agar dapat mengenali barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk dan jasa para pesaing. Berdasarkan peraturan perundang-undangan merek dagang, penjual tersebut diberikan hak eksklusif untuk menggunakan nama mereknya selamanya. Merek berbeda dengan aset lainnya seperti hak paten atau hak cipta yang memiliki tanggal kadaluarsa. Menurut (Fandy Tjiptono, 2011:36) Perusahaan mempunyai empat pilihan ketika harus memilih strategi merek. Perusahaan dapat memperkenalkan perluasan lini (merek yang telah ada diubah ke dalam bentuk, ukuran, dan rasa yang baru untuk kategori produk yang sudah ada), perluasan merek (nama merek yang ada diperkenalkan ke kategori produk baru), aneka merek (nama merek baru diperkenalkan ke kategori produk yang sama), atau merek baru (merek baru untuk kategori produk yang baru)

Identitas Merek (skripsi dan tesis)

Menurut Murphy dalam jurnal Impact of Brand Equity on Purchase Decision of Final Consumer Focusing on Products with Low Mental Conflict (2012), merek adalah sebuah fenomena yang kompleks. Tidak hanya produk yang nyata, tetapi adalah unik dari fitur-fiturnya Pelanggan mungkin berhubungan dengan merek didasarkan pada beberapa fitur dan persepsi mereka ( Veloutsou , 2006 Moutinho ) menurut pandangan Brodie et al ( 2009 ) dalam jurnal Impact of Brand Equity on Purchase Decision of Final Consumer Focusing on Products with Low Mental Conflict (2012); . ada hubungan tersendiri antara konsep dan kepribadian merek . Identitas merek sebagai kumpulan sifat manusia dikombinasikan dengan merek, identitas merek meliputi nama merek dan fitur visual ( seperti logo , warna , font , dll ) . Dalam identitas merek ditentukan pelanggan merasa senang terhadap suatu 17 merek . Dengan demikian identitas merek adalah alat untuk mengidentifikasi pelanggan dan menunjukkan perbedaan merek. Identitas merek menunjukkan asosiasi merek dan merupakan keinginan perusahaan untuk membentuk identitas mereka sendiri di benak pelanggan . Konsep identitas sangat penting untuk tiga alasan : merek harus tahan lama , dapat mengeluarkan gejala dan produk yang konsisten dan realistis.