Indikator Keunggulan Bersaing

Keunggulan kompetitif adalah manfaat yang ada ketika suatu perusahaan
memiliki produk atau jasa yang dilihat oleh target pasar sebagai lebih baik daripada
para pesaing (Longenecker, Moore, Dan Petty 2003:30)
Droge dan Vickery (1994) dalam Sensi Tribuana Dewi (2006:27)
mengemukakan indikator keunggulan bersaing sebagai berikut :
1. Keunikan produk
Adalah keunikan yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan perusahaan sehingga
membedakan dari produk pesaing atau produk umum dipasaran.
2. Biaya/Harga
Adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk dengan harga yang
mampu bersaing dipasaran. Dengan terciptanya suatu produk yang unik dan
berkualitas, perusahaan harus bisa menyesuaikan harga supaya harga tersebut
sesuai dengan daya beli pelanggan (terjangkau) dalam kata lain tidak
membebankan pelanggan.
3. Kualitas produk yang tersedia
Adalah kualitas dari produk yang berhasil diciptakan oleh perusahaan. Pintar
dalam memilih bahan baku yang bermutu tinggi, sehingga menghasilkan produk
yang berkualitas atau lebih dibandingkan pesaing

Kondisi Keunggulan Bersaing

Keunggulan bersaing yang sudah dicapai suatu perusahaan harus dipertahankan
untuk menjadikan keunggulan bersaing tersebut menjadi keunggulan bersaing yang
berkelanjutan. Menurut Barney (1991), ada empat kondisi yang harus dipenuhi
sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan bersaing yang
berkelanjutan :
1. Merupakan sumber daya perusahaan yang sangat berharga, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan dana atau
menetralisasi ancaman dan lingkungan perusahaan.
2. Relatif sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka dilingkungan
kompetitif.
3. Sangat sulit ditiru atau diimitasi
4. Tidak dapat dengan mudah digantikan oleh produk lainnya yang signifikan.

Definisi Keunggulan Bersaing

Menurut Dirgantoro (2001:159) bahwa, “keunggulan bersaing merupakan
perkembangan dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya”.
Berdasarkan definisi diatas maka keunggulan bersaing tidak dapat dipahami dengan
memandang perusahaan sebagai satu keseluruhan. Keunggulan bersaing berasal dari
banyak aktivitas berlainan yang dilakukan perusahaan dalam mendesain,
memproduksi, memasarkan, menyerahkan, mendukung produknya.
Keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai-nilai atau manfaat yang
diciptakan oleh perusahaan bagi para pembelinya. Pelanggan umumnya lebih memilih
membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang diinginkan atau diharapkannya.
Namun demikian nilai tersebut juga akan dibandingkan dengan harga yang ditawarkan.
Day etal. (2008) dalam Putu et al. (2013:66) menyatakan bahwa keunggulan
bersaing yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat diperkirakan menghasilkan suatu
kepuasan konsumen, sebab dengan keunggulan bersaing yang dimilikinya merupakan
cerminan bahwa produk yang ditawarkan telah memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen, dan memperoleh nilai positif dimata konsumen.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keunggulan bersaing adalah
kemampuan suatu organisasi untuk menghasilkan produk yang lebih efektif
dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Pelanggan umumnya lebih memilih
membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang diinginkan atau diharapkannya.
Keunggulan bersaing ini dapat dicirikan dengan kualitas kemasan produk yang baik,
keunikan produk dan harga yang bersaing.

Indikator Strategi Diferensiasi Produk

Menurut Sofjan Assauri, (2013:99) Strategi diferensiasi menekankan pada
sekumpulan tindakan yang terintegrasi, untuk menciptakan adanya perbedaan atau
differences untuk barang atau jasa perusahaan. Perbedaan yang ditawarkan adalah
dengan menciptakan suatu keunikan yang diterima industrinya, dan value bagi
pelanggan. Strategi diferensiasi tersebut dapat menarik, bilamana kebutuhan dan
preferensi pembeli sangat dibutuhkan untuk memuaskan, atas suatu produk dan jasa
yang telah di standarisasikan. Strategi Diferensiasi dapat berbentuk :
a. Citra Merek atau Prestise.
Menurut Supranto dan Limakrisma (2011) menyatakan citra merek adalah
apa yang konsumen pikir dan rasakan ketika mendengar 9 atau melihat
suatu merek dan apa yang konsumen pelajari tentang merek. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang
dapat konsumen rasakan dan dipikirkan yang diciptakan dan dipelihara oleh
pemasar agar terbentuk di dalam benak konsumen.
b. Teknologi
“Teknologi informasi adalah studi penggunaan peralatan elektronika,
terutama komputer, untuk menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan
informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan, dan gambar”.
c. Inovasi
Menurut Rosenfeld dalam 12 Sutarno (2012:132), inovasi adalah
transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru, tindakan
menggunakan sesuatu yang baru

Strategi Diferensiasi Produk

Untuk menarik konsumen perusahaan harus membangun strategi yang baik dan
memiliki nilai lebih dibandingkan para pesaingnya. Salah satu strategi yang dapat
dilakukan adalah strategi diferensiasi produk. (Kotller dan Amstrong dalam Riyogo,
2012) Diferensiasi Produk sebagai “actually differentiating the market offering to
create superior costumer value”. Kottler dan Amstrong (2012:211) menyatakan bahwa
“Sebuah perusahaan dapat mendiferensiasi tawaran pasarnya menurut lima dimensi,
yakni, produk, pelayanan, saluran, personalia, dan citra.”
Sedangkan menurut Arionita & Tristanti (2014:61) “Diferensiasi produk
merupakan bukti dan janji yang diberikan kepada pelanggan yang tercermin di dalam
positioning produk, merek, dan perusahaan”.

Strategi Diferensiasi

Pengertian strategi diferensiasi menurut Agustinus Sri Wahyudi dalam Ahmad
Syukuri (2010) : Strategi diferensiasi dengan cara mengkonsentrasikan diri pada
pangsa pasar yang lebih kecil (niches) dengan prinsip dasarnya adalah menggunakan
strategi kepemimpinan biaya menyeluruh (low cost) atau diferensiasi (differentiation)
untuk melayani pasar tertentu dengan lebih baik dari pada pesaing.
Strategi diferensisiasi merupakan suatu strategi organisasi yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk atau jasa yang berbeda dengan produk atau jasa dari
perusahaan lain. Dengan kata lain, produk atau jasa yang dihasilkan haruslah
mempunyai identitas. Identitas produk atau jasa ini dapat berupa atribut-atribut yang
melekat pada produk atau jasa tersebut sehingga dapat dikenal oleh pelanggan. Fokus
utama strategi diferensiasi adalah pada loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa
perusahaan.

Indikator Kapabilitas Inovasi

Kapabilitas inovasi diukur dengan tiga indikator yaitu (Tatiek, 2010) :
Inovasi Produk
Menurut Kotler (2010:266) produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk-produk
yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, tempat, organisasi dan ide.
Inovasi Pasar
Menurut Johne (1999) dalam Ojalo (2008) membedakan tiga jenis inovasi,
inovasi produk, proses inovasi, dan inovasi pasar.
Inovasi Pelayanan
Menurut (Lu and Tseng, 2010 apud Daft, 1978) inovasi pelayanan dapat
didefinisikan sebagai “Suatu proses yang berisi konsep-konsep baru dan produksi,
pengembangan dan implementasi perilaku. Ini juga merupakan metode, perubahan
respon terhadap lingkungan eksternal atau Tindakan pertama akibat pengaruh
lingkungan terhadap transformasi organisasi.”

Definisi Kapabilitas Inovasi

Menurut Tatiek (2010) Kapabilitas inovasi adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan dan peluang untuk meningkatkan
kinerja.
Pendapat lain mengenai kapabilitas inovasi di kemukakan oleh Terziovski
(2010) dalam Nugroho (2013), yang berpendapat bahwa kapabilitas inovasi tersebut
menyediakan potensi bagi munculnya suatu inovasi yang efektif. Namun, konsep ini
bukan merupakan konsep yang sederhana atau konsep yang memiliki faktor tunggal,
karena konsep ini juga melibatkan banyak aspek manajemen seperti kepemimpinan dan
aspekteknis serta alokasi sumber daya strategis, pengetahuan pasar, dan lain-lain.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kapabilitas inovasi
(innovation capability) adalah upaya dalam memanfaatkan ide-ide baru ke dalam suatu
proses maupun produk sehingga akan mendukung organisasi untuk mencapai
tujuannya.

Kapabilitas Inovasi

Menurut Saparudin (2010) dalam Nugroho et al (2013) kapabilitas dapat
diartikan sebagai kapasitas perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang
diintegrasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kapabilitas memampukan
perusahaan untuk menciptakan dan mengeksploitasi 12 peluang eksternal serta
mengembangkan keunggulan yang berdayatahan. Kapabilitas inti dapat didefinisikan
juga sebagai faktor penentu keberhasilan jangka panjang, atau sebagairantai nilai,
termasuk primer dan mendukung kegiatan yang menciptakan nilai pelanggan. Menurut
Zimmerer (1996) dalam Trustorini Handayani dan Yusuf (2017) Inovasi diartikan
sebagai kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan dan
peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan (innovation is the ability to
apply creative solutions to those problems and opportunities to enhance or to enrich
people’s live).
Menurut Lawson dan Ben (2001) dalam Nugroho (2013) kapabilitas inovasi
(innovation capability) merupakan konsep mengenai kemampuan yang dimiliki suatu
perusahaan untuk mengembangkan ide-ide baru menjadi sebuah inovasi. Kemampuan
inovasi diusulkan sebagai kemampuan integrasi tingkat tinggi, yaitu kemampuan untuk
mencetak dan mengelola kemampuan yang beragam. Organisasi yang memiliki
kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan kunci dan sumber daya perusahaan
mereka untuk berhasil menstimulasi inovasi. Pendapat lain mengenai kapabilitas
inovasi dikemukakan oleh Terziovski (2010) dalam Nugroho (2013), yang berpendapat
bahwa kapabilitas inovasi tersebut menyediakan potensi bagi munculnya suatu inovasi
yang efektif. Namun, konsep inibukan merupakan konsep yang sederhana atau konsep
yang memiliki faktor tunggal, karena konsep ini juga melibatkan banyak aspek
manajemen seperti kepemimpinan dan aspekteknis serta alokasi sumber daya strategis,
pengetahuan pasar, dan lain-lain. Menurut Battor(2010) dan Sivadas et al (2000) dalam
Sulistyo et al (2016) peningkatan penjualan, laba dan daya saing merupakan beberapa
faktor yang mempengaruhi kapabilitas inovasi. Kemampuan untuk berinovasi semakin
dipandang sebagai faktor paling penting dalam mengembangkan dan mempertahankan
keunggulan kompetitif

Faktor penyebab terjadinya financial distress

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya financial distress pada
perusahaan menurut Jauch dan Glueck dalam Peter dan Yoseph (2011) adalah
sebagai berikut:
1) Faktor Umum
a) Sektor Ekonomi
Faktor-faktor penyebab financial distress dari sektor ekonomi adalah
gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan
keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam
hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau
defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
b) Sektor Sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap financial distress cenderung
pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan
karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang
terjadi di masyarakat.
c) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi
informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya
tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.
d) Sektor Pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
terhadap pencabutan subtansi pada perusahaan dan industri, pengenaan
tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru
bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain

Kinerja Inovasi

Prajogo dan Sihal (2005) menyatakan kinerja inovatif adalah proses
bagaimana perusahaan mampu melakukan inovasi produk dan inovasi proses dalam
melakukan percepatan pengembangan produk baru, percepatan penggunaan
teknologi terbaru dalam prosesnya serta percepatan perluasan produk baru yang
dikenalkan kepasar. Menurut Lai et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
“The effects of industri cluster knowledge management on innovation
performance”, indikator pengukuran kinerja inovasi diukur dengan parameter
product performance (inovasi produk) dan market performance (inovasi pasar).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Rahayu et al (2015) digunakan 7 kriteria
untuk mengukur kinerja inovasi yaitu quality, price, production time, demand,
customer satisfaction, market share, profit rate. Kinerja inovasi merupakan kunci
untuk keunggulan kompetitif dalam lingkungan yang sangat bergejolak karna
kemampuan untuk berinovasi memiliki konsekuensi langsung bagi kemampuan
untuk bersaing di tingkat individu, perusahaan, tingkat regional dan nasional
(Sofyan, 2017).

Inovasi

Seiring perubahan lingkungan bisnis yang semakin ketat, kreativitas dan
inovasi telah menjadi kegiatan yang utama dan rutin bagi perusahaan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata inovasi mengandung dua arti yaitu pemasukan
atau pengenala hal-hal baru atau pembaruan dan arti lainnya adalah penemuan
barang yang berbeda dari yang sudah ada ataupun yang sudah dikenal sebelumnya.
Schumpeter (1934) merupakan pencetus pertama yang mengemukakan konsep
inovasi. Ia mendefinisikan bahwa “inovasi” sebagai kombinasi baru dari faktorfaktor produksi yang dibuat oleh pengusaha dan pemikiran inovasi adalah kekuatan
pendorong yang penting (critical driving force) dalam pertumbuhan ekonomi.
Konsep inovasi Schumpeter melibatkan inovasi produk, inovasi proses, inovasi
pasar, inovasi penemuan bahan baku dan inovasi pada organisasi.
Dengan demikian Schumpter telah meletakkan pondasi dasar teori mengenai
inovasi untuk penelitian selanjutnya. Kemudian beberapa peneliti menggolongkan
inovasi menjadi beberapa bagian misalnya, Han et al (1998) mengemukakan bahwa
inovasi mengacu pada produk baru atau upaya untuk melakukan terobosanterobosan baru. Samson (1989) membagi inovasi kedalam 3 bentuk yaitu: inovasi
produk, inovasi proses, dan inovasi sistem manajerial, sedangkan Han, et al (1998)
menggolongkan inovasi menjadi inovasi teknis dan inovasi Administrasi dan
Ellitan dan Anatan (2009) inovasi dapat mencakup 4 bidang: (1) inovasi produk,
(2) inovasi proses, (3) inovasi teknologi, dan (4) inovasi SDM.

Dynamic Capabilities

Teori dynamic capabilities pertama kali dikembangkan oleh Teece dan Pisano
(1994), menurut mereka dynamic capabilities berkaitan dengan kemampuan
organisasi untuk menciptakan, membentuk kembali, mengasimilasi pengetahuan
dan keterampilan agar tetap berdiri kuat dalam lingkungan persaingan yang selalu
berubah dengan cepat. Teece dan Pisano (1994) mengatakan dynamic capabilities
atau kapabilitas dinamis terdiri dari dua kata yang masing-masing memiliki makna,
istilah ‘dinamis’ mengacu pada kapasitas untuk memperbarui kompetensi sehingga
mencapai kesesuaian dengan perubahan lingkungan bisnis. Respon inovatif sangat
diperlukan disaat yang tepat karena tingkat perubahan teknologi sangat cepat, dan
sifat persaingan dan pasar masa depan semakin sulit ditentukan. Sedangkan istilah
‘kemampuan’ menekankan pada peran kunci manajemen strategis dalam
menyesuaikan, mengintegrasikan, dan mengonfigurasi ulang, sumber daya, dan
kompetensi fungsional perusahaan secara tepat agar sesuai dengan kebutuhan
lingkungan yang berubah-ubah. Sehingga secara garis besar kapabilitas dinamis
adalah respon inovatif yang strategis dari perusahaan dalam menghadapi
lingkungan yang berubah secara cepat dengan menyesuaikan sumber daya yang ada
didalam perusahaan tersebut.
Wang dan Ahmed (2007) mengidentifikasikan tiga faktor komponen utama
dari kapabilitas dinamis. Ketiga faktor utama tersebut, terdiri dari kapabilitas
adaptif (adaptive capabilities), kapabilitas absoptif (absorptive capabilities) dan
kapabilitas inovatif (innovative capabilities). Kapabilitas Adaptif (adaptive
capabilities) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam mengidentifikasi
dan memanfaatkan peluang pasar yang muncul (Wang dan Ahmed 2007;
Chakravarthy 1982) sehingga dapat merespon dan berevolusi dengan cepat
terhadap perubahan yang terjadi (Gibson dan Birkinshwa 2004). Studi empiris
yang dilakukan oleh Alvarez dan Merino (2003); camuffo dan Volpato (1996);
Forrant dan Flynn (1999) juga mengungkapkan bahwa untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang suka berubah dan tidak bias diperidiksi, sumberdaya internal dan
permintaan eksternal harus selaras karna hal tersebut sangat penting bagi evolusi
perusahaan untuk dapat bertahan hidup.
Sedangkan kapabilitas absoptif (absorptive capabilities) merujuk kepada
kemampuan perusahaan untuk menggali nilai informasi eksternal yang terbaru,
menyesuaikannya (mengasimilasikan) dan menerapkannya. Perusahaan yang
memiliki kapabilitas absoptif yang tinggi menunjukan kemampuan belajar yang
lebih kuat dari pesaingnya, sehingga dapat mengintegrasikan informasi eksternal
menjadi pengetahuan yang tertanam kuat (Wang dan Ahmed, 2007). Kapabilitas
absoptif sering tergambar dalam inovasi suatu perusahaan, kemampuan dalam
memanfaatkan pengetahuan baru sangatlah penting untuk kegiatan inovatif
perusahaan. Oleh karena itu pengembangan kapabilitas absoptif tentunya adalah
aspek yang membentuk investasi secara terus menerus.
Dan yang terakhir adalah kapabilitas inovatif, kapabilitas inovatif adalah
kemampuan yang mengacu pada kemampuan perusahaan dalam mengembangkan
produk atau pasar melalui penyesuaian antara orientasi strategi inofatif dengan
perilaku dan proses inovatif (Wang dan Ahmed, 2007). Kapabilitas inovatif
perusahaan tergantung pada sistem inovasi yang melekat pada sumber / akal
perusahaan, sistem menunjukan, struktur organisasi dan kegiatan rutin perusahaan
(Sudrajat, 2013). Kapabilitas inovatif dicerminkan sebagai kapabilitas perusahaan
yang dapat menciptakan nilai pelanggan dengan mengembangkan dan
mengenalkan kepada pasar produk-produk dan jasa-jasa baru atau mengurangi
biaya-biaya yang menjadi beban dalam proses penciptaan nilai (Pekka dan Thomas,
2006). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kapabilitas inovatif adalahsegala keahlian atau cara tertentu yang berhubungan dalam pengembangan produk
maupun pasar.

Definisi Financial Distress

Financial distress adalah suatu keadaan ketika sebuah perusahaan
lebih banyak hutang dari pada ukuran perusahaannya, profitabilitas serta
komposisi asset yang dapat dipertahankan. Dimana perusahaan dalam
keadaan yang tidak baik atau krisis. Financial distress ini terjadi sebelum
kebangkrutan dan saat perusahaan mengalami kerugian selama beberapa
tahun. Financial distress adalah sustu kondisi perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan dan terancam untuk bangkrut (Sjahrial,
2014:272).
Financial distress pun tentu membawa perusahaan guna
meninggalkan suatu konrak, dan hal ini mungkin melibatkan
restrukturisasi financial disress diantara perusahaan, bagi para investor
ekuitasnya dan para kreditor, hal ini biasaya suatu perusahaan dipaksa
untuk mengambil sebuah tindakan yang mana ia tidak akan ambil apabila
ia telah mempunyai aliran kas yang cukup (Sjahrial, 2014:584).
Informasi financial distress bisa bermanfaat bagi beberapa pihak
seperti berikut ini (Rudianto, 2013:253) :
1) Pemberi Pinjaman (Seperti Pihak Bank)
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil
keputusan bagi pihak-pihak yang akan memberi pinjaman, dan
kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang
ada.
2) Investor
Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah
badan usaha yang berposisi sebagai investor perusahaan lain.
Apabila perusahaan investor berniat membeli saham atau obligasi
yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang teah dideteksi
kemungkinan bangkrutnya, maka perusahaan calon investor itu
dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang
dikeluarkan perusahaan tersebut.
3) Pihak Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintahan mempunyai
tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal
sektor perbankan). Selain itu pemerintah juga mempunyai
kepentingan untuk melihat tanda- tanda kebangkrutan lebih awal
supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
4) Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi
kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan
going concern suatu perusahaan.
5) Manajemen
Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan
dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian
menunjukkanbiaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai
perusahaan. Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini
lebih awal, maka tindakan- tindakan penghematan bisa dilakukan,
misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan
sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang
dimiliki perusahaan (Ananto et al., 2017). Ukuran perusahaan ialah
gambaran mengenai seberapa besar total aset yang dimilki oleh perusahaan
tersebut (Rahayu & Sopian, 2016). Ukuran perusahaan merupakan skala
dimana yang mengklasifikasikan besar atau kecilnya perusahaan yang
dilihat dari total aktiva atau total aset di suatu perusahan. Semakin besar
aset perusahaan tersebut maka semakin tinggi keinginan investor untuk
melakukan investasi tersebut, serta semakin besar ukuran perusahaan maka
kemampuan dalam menyelesaikan masalahnya juga semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin rendah
kemampuan perusahaan dalam mengatasi masalah (Putra & Serly, 2020).
Dari segi modal, perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan
yang besar berarti memiliki aset yang besar, perusahaan tersebut memiliki
struktur modal yang kuat karena pembiayaan operasional perusahaan dari
aktivanya bukan dari hutang. Perusahaan besar yang diukur dengan asset
yang besar memiliki banyak konsekuensi, dimana perusahaan mampu
menciptakan laba lebih besar (Setyowati & Sari, 2019). Sumber daya yang
besar tapi tanpa adanya pengolahan yang baik dapat menjadikan sumber
daya tersebut menjadi percuma (Febriyan & Prasetyo, 2019).
Perusahaan yang sudah mature meskipun ukuran perusahaannya
kecil namun perusahaan tersebut telah memiliki mitra kerja banyak,
tingkat kepercayaan dari lembaga keuangan terhadap perusahaan tinggi,
serta rekomendasi dari konsumen maupun pihak eksternal (Rahayu &
Sopian, 2016). Proksi untuk mengukur ukuran perusahaan dapat
menggunakan jumlah karyawan, total aset, jumlah penjualan, dan
kapitalisasi pasar (Febriyan & Prasetyo, 2019). Kemudiаn ukurаn
perusаhааn diukur dengаn logаritmа nаturаl totаl аset. Аset dipilih untuk
menghitung ukurаn perusаhааn kаrenа аset diаnggаp pаling stаbil (Ayu et
al., 2017)

Leverage

Leverage adalah suatu rasio yang digunakan untuk
menginfomasikan kemampuan perusahaan tersebut dalam melunasi utang
perusahaan (Saputra & Salim, 2020). Leverage ialah suatu tingkat
kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang
mempunyai beban tetap (hutang atau saham istimewa) dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan memperbesar tingkat penghasilan bagi
pemilik perusahaan (Moleong, 2018). Rasio leverage merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya baik itu jangka pendek maupun jangka panjang,
jika pada suatu saat perusahaan tersebut dilikuidasi (Dewi et al., 2019).
Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar
penggunaan utang dalam pembelanjaan perusahaan, dengan kata lain rasio
ini dapat pula digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan
mendanai kegiatan usahanya apakah lebih banyak menggunakan utang
atau modal sendiri (Asfali, 2019). Semakin besar rasio leverage
perusahaan akan menyebabkan semakin besarnya resiko perusahaan
mengalami kesulitan untuk menutupi pokok pinjaman dan biaya bunga
akibat jumlah modal yang dimiliki perusahaan tidak mampu menjamin
hutang-hutangnya. Besarnya hutang akan menyebabkan besarnya resiko
yang ditanggung perusahaan, sehingga kemungkinan terjadinya default
akan semakin cepat karena perusahaan terlalu banyak melakukan
pendanaan aktiva dari hutang. Sehingga apabila rasio hutang semakin
besar akan membahayakan perusahaan, karena dengan hutang yang besar
akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana (Fitri &
Syamwil, 2020).
Penggunaan utang yang terlalu tinggi dapat membahayakan
perusahaan karena akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang
ekstrem) yaitu perusahaan berada dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit
untuk melepaskan beban utang tersebut (Fahmi, 2015:127). Dengan
memperbesar tingkat leverage, maka hal ini berarti tingkat kepastian dari
return yang akan diperoleh akan semakin tinggi. Tetapi pada saat yang
bersamaan semakin tinggi leverage maka akan semakin tinggi resiko yang
dihadapi serta semakin tinggi pula tingkat return atau penghasilan yang
diharapkan (Moleong, 2018)

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan perusahaan oleh
institusi/perusahaan lain (Sunarwijaya, 2017). Kepemilikan institusional
merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan
institusi lain. Elloumi dan Gueyie (2001), dalam (Helena & Saifi, 2017).
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan
pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif, hal ini
dikarenakan kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang
dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen, sehingga dengan kepemilikan institusional biaya agensi dapat
diminimalkan (Fathonah, 2016).
Dengan adanya kepemilikan saham oleh investor institusional yang
tinggi maka pemegang saham institusional dapat menggantikan atau
memperkuat fungsi monitoring dari dewan dalam perusahaan (Helena &
Saifi, 2017). Dengan menggunakan biaya agensi manajerial, manajemen
mampu mengelola secara efektif sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan, hal ini bisa dibuktikan dengan tingkat penjualan atau
pendapatan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan pendapatan tersebut (Damayanti et al., 2017).
Semakin berkurangnya kepemilikan saham oleh institusi
dibandingkan dengan keseluruhan saham yang dimiliki menunjukkan
bahwa masih kurang efisien pemanfaatan aktiva perusahaan (Cinantya &
Merkusiwati, 2015). Pengawasan yang dilakukan dari pemilik institusi
mengakibatkan keputusan manajemen senantiasa menjadi lebih baik, lebih
bertanggung jawab, dan lebih berpihak pada kepentingan pemilik sehingga
dapat menghindarkan perusahaan dari kesalahan pemilihan strategi yang
dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Sunarwijaya, 2017)

Teori Keagenan

Teori keagenan merupakan suatu kondisi di mana prinsipal memberikan
wewenang kepada agen, yang nantinya akan menjalankan amanat prinsipal sesuai
ketentuan yang diberikan (Mack dan Ryan, 2006). Halim dan Abdullah (2006)
menyatakan bahwa di pemerintah daerah terdapat hubungan dan masalah dalam
pelimpahan wewenang (keagenan). Keterkaitan prinsipal dengan agen dapat
diketahui dengan melacak proses-proses anggaran (Moe, 1984). Hal ini
menandakan bahwa dalam pengelolaan pemerintah daerah, khususnya dalam
penyusunan anggaran berbasis kinerja, mengindikasikan munculnya asimetri
informasi, yang muncul dalam teori keagenan, antara masyarakat atau DPRD
sebagai principal dan pihak eksekutif (SKPD) yang bertindak sebagai agen
(pengelola pemerintahan) sehingga dalam penyusunan anggaran diperlukan
prinsip akuntabilitas dan transparansi di dalamnya.
Karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab dari prinsipal kepada agen. Jensen dan Meckling
(1976:4) menyatakan bahwa hubungan keagenan dapat terjadi pada semua entitas
yang mengandalkan pada kontrak, baik eksplisit ataupun implisit, sebagai acuan
pranata perilaku partisipan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan
keagenan terjadi pada setiap entitas.
Konsep akuntabilitas dalam penelitian ini dapat dijelaskan menggunakan
agency theory, dimana dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami
sebagai kewajiban pihak pemegang amanah dalam hal ini pemerintah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
kepada pihak pemberi amanah dalam hal ini masyarakat yang diwakili oleh
DPRD (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban.
Akuntabilitas dan transparansi memiliki karakter yang berbeda. Namun
dalam penerapannya, akuntabilitas memiliki kaitan dengan transparansi (Shende
dan Bennett, 2004). Hasil riset Meutia dan Nurfitriana (2011) menunjukkan
bahwa secara simultan variabel akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat,
efisiensi dan efektivitas berpengaruh terhadap penyusunan anggaran
berbasiskinerja

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan persentase saham yang
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan (Sunarwijaya, 2017). Menurut (Boediono,
2005:175). Kepemilikan manjerial adalah persentase jumlah saham yang
dimiliki manajemen dari seluruh jumlah saham perusahaan yang dikelola.
Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen maka semakin besar pula
tanggung jawabnya dalam mengelola perusahaan (Selvytania & Rusliati,
2019).
Kepemilikan saham oleh manajemen akan mengurangi agency
problem diantara manajer dan pemegang saham, yang dapat dicapai
melalui penyelarasan kepentingan diantara pihak-pihak yang berbenturan
kepentingannya. Disisi lain, manajer yang memiliki saham perusahaan
dalam porsi yang besar memiliki lebih banyak insentif untuk
mengutamakan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan semua
pemegang saham (Kusmayadi et al., 2015). Kepemilikan manajerial yang
semakin tinggi akan semakin menambah usaha manajemen untuk
membawa perusahaan kearah yang lebih baik yang lebih menguntungkan
pemilik disaat manajemen tersebut termasuk pemilik perusahaan yang
bersangkutan (Radifan & Yuyetta, 2015). Kepemilikan manajerial diukur
dengan cara menghitung kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris
terhadap total saham perusahaan (Khorraz & Dewayanto, 2020)

Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap biaya keagenan

Menurut Jensen (1993) kepemilikan saham manajerial dapat membantu
penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin
meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka cenderung berusaha lebih
giat untuk menekan biaya keagenan. Hal ini juga didukung dengan penelitian
Wijayanti (2015) membuktikan bahwa kepemilikan manajer berpengaruh negatif
terhadap biaya keagenan dengan menunjukkan bahwa semakin besar jumlah
kepemilikan saham manajerial diyakini mampu mengurangi biaya keagenan. Hal
ini sejalan dengan penelitian Krisnauli (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap tingkat biaya keagenan pada suatu
perusahaan

Pengaruh kepemilikan institusional terhadap biaya keagenan

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen karena semakin besar kepemilikan
institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan
juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan
manajemen sehingga bisa mengurangi biaya keagenan. Peneilitian ini sejalan
dengan penelitian Wijayanti (2015) membuktikan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya keagenan hal ini dikarenakan
semakin besar kepemilikan institusional maka akan mengurangi biaya keagenan.
Semakin tinggi kepemilikan institusional dianggap mampu mengurangi biaya
keagenan

Pengaruh Komite Audit terhadap biaya keagenan

Ukuran komite audit mengindikasikan jumlah anggota komite dalam suatu
perusahaan. Menurut (Sulthon, 2018) berpendapat bahwa keberadaan komite audit
sangat penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan terutama aspek penjualan.
Semakin besar ukuran komite audit dalam mengendalikan dan memantau
manajemen puncak maka mengindikasikan semakin berkurangnya biaya keagenan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Linda (2012) komite audit berpengaruh negatif
terhadap biaya keagenan karena hal ini diindikasikan bahwa keberadaan komite
audit mampu memonitoring pihak manajer perusahaan sehingga jalinan hubungan
dengan para dewan dapat menjadi efektif yang dapat meminimalisir biaya keagenan
yang ditimbulkan. Sedangkan penelitian Hastori et. Al. (2015) menyatakan bahwa
komite audit berpengaruh positif terhadap biaya keagenan. Dikarenakan bahwa
komite audit tidak efektif dalam mengawasi kinerja manajer sehingga tidak mampu
mengurangi biaya keagenan

Financial Distress

Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari
beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan
keuangan (Aisyah et al., 2017). Financial distress atau kesulitan keuangan
merupakan kondisi yang terjadi dimana perusahaan mengalami penurunan
kondisi keuangan selama beberapa periode (Octaviani & Abbas, 2020).
Financial Distress merupakan suatu kondisi di mana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan terjadi sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan (Rahma, 2020).
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat
memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan kesulitan untuk dapat
memenuhi kewajibannya (Moleong, 2018). Hal ini sejalan dengan
penelitian Dewi et al., (2019), yang menyatakan financial distresss
merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak
sehat atau krisis, serta situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak
memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang
dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan
perbaikan.
Salah satu sebab yang mengindikasikan kondisi keuangan
perusahaan dalam keadaan distress adalah ketidakmampuan perusahaan
dalam membiayai operasional perusahaan disebabkan minimnya
pemasukan dari produksi (Asfali, 2019). Namun dengan keadaan
perekonomian yang tidak stabil ini dapat membuat perusahaan harus
mampu mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien.
Salah satu penyebab perekonomian yang tidak stabil adalah karena kita
memasuki era globalisasi dimana perusahaan bersaing tidak hanya dengan
para pesaing lokal tetapi juga para pesaing dari luar negeri. Persaingan ini
tidak hanya terjadi pada perusahaan yang berskala kecil menengah tetapi
juga dialami oleh perusahaan yang sudah berskala besar (Setyowati &
Sari, 2019). Persaingan perusahaan satu dengan yang lainnya semakin
lama semakin ketat, sehingga menyebabkan biaya yang akan dikeluarkan
oleh perusahaan juga semakin tinggi. Apabila perusahaan tidak mampu
bersaing maka perusahaan akan mengalami kerugian dan pada akhirnya
mengakibatkan perusahaan mengalami kebangkrutan (Septiani & Dana,
2019).

Pengaruh Dewan Komisaris terhadap biaya keagenan

Menurut (Coller & Gregory, 1999) menyatakan bahwa semakin besar
jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah mengendalikan CEO
dan monitoring akan semakin efektif jadi semakin besar ukuran dewan komisaris
dapat mengurangi biaya keagenan. Menurut hasil penelitian Nok Mia Audinia
(2016) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap
biaya keagenan yang artinya bahwa jika ukuran yang dimiliki dewan komisaris
besar maka semakin rendah biaya keagenannya

Bursa Efek Indonesia

Bursa efek atau bursa saham (stock exchange) adalah sebuah pasar yang
berhubungan dengan pembelian dan penjualan efek perusahaan yang sudah
terdaftar di bursa tersebut. Jadi bursa efek merupalan pihak yang menyelenggarakan
dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran dan
permintaan efek pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Jadi pengertian Bursa efek yang lain diantaranya yaitu :
1. Bursa efek adalah sebuah pasar yang teroganisir dimana para pialang
melakukan transaksi jual beli saham/surat berharga dengan berbagai
perangkat aturan yang ditetapkan di bursa efek tersebut.
2. bursa efek adalah tempat pertemuan pencari modal dengan pihak yang
memiliki uang dengan tujuan investasi.
Dalam menyelenggarakan dan menyediakan system atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek. Bursa efek membentuk sebuah
pasar yang disebut dengan sebuah pasar modal. Pasar modal pada dasarnya sama
seperti pasar pada umumnya yaitu tempat bertemunya para penjual dan pembeli.
Dipasar modal yang diperjualbelikan adalah modal yang berupa hak pemilikan
perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan

Signaling Theory

Menurut Brigham dan Houston (2010), isyarat atau signal adalah
suatu tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh
manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan merupakan hal yang penting, karena
pengaruhnya terhadap keputusan investasi pihak diluar perusahaan.
Informasi tersebut penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran,
baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang
bagi kelangsungan hidup perusahaan dan bagaimana efeknya pada
perusahaan (Indiarti & Sapari, 2020).
Dalam teori sinyal, informasi mengenai financial distress
diperlukan untuk pihak eksternal, karena dengan perusahaan memberikan
sinyal mengenai keadaan kesulitan keuangannya, maka pihak eksternal
terlebih investor dan debitur berpikir lebih matang untuk menginvestasikan
dananya pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Informasi
yang paling dinanti pihak eksternal biasanya berupa good news.
Perusahaan yang mengalami financial distress maka perusahaan
mempunyai informasi yang tidak diharapkan oeh pihak luar, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut cenderung membuat perusahaan yang mengalami
financial distress tidak ingin memberikan informasi kepada pihak luar
seperti investor dan kreditur sehingga mereka tidak mengambil keputusan
yang merugikan (Octaviani & Abbas, 2020)

Agency Theory

Menurut Jensen dan Meckling (1976), mengemukakan bahwa
hubungan agensi sebagai kontrak diantara satu atau lebih principal
(pemilik perusahaan) dengan manajer (agent) untuk menjalankan
kewenangan perusahaan atas principal. Teori keagenan menyangkut
hubungan antara pemegang saham (principal) dan manajer suatu
perusahaan (agent). Pemegang saham yang merupakan principal
mendelegasikan pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang
merupakan perwakilan atau agen dari pemegang saham.
Adanya pemisahan antara pihak prinsipal dengan pihak agen yang
dapat menimbulkan konflik bahwa semua pihak bertindak atas
kepentingan diri sendiri (Rachmawati & Retnani, 2020). Dengan
berkurangnya konflik keagenan akan terjadi kesinambungan yang baik
antara pemilik dengan manajer perusahaan, keselarasan dalam tujuan, dan
pada akhirnya menjadikan perusahaan dalam kondisi yang kondusif
sehingga tidak terjadi kondisi financial distress (Radifan & Yuyetta,
2015). Dengan adanya agency theory tersebut bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak
dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai
dampak adanya informasi yang tidak simetris, maka dapat disimpulkan
bahwa teori agen sangat penting bagi suatu perusahaan sebagai cara
manajer perusahaan untuk melaporkan sesuatu kepada pemegang saham
dengan cara-cara tertentu dalam rangka memaksimalkan utilitas (Biaya)
secara menyeluruh sehingga kemungkinan dapat meminimalisir
perusahaan mengalami kesulitan keuangan (Abbas & Sari, 2019)

Perbankan

Suatu Badan usaha yang berkegiatan dimulai dari jasa penukaran uang yang
selanjutnya berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau sekarang disebut
kegiatan simpanan. Kegiatan peminjaman uang dari masyarakat, dipinjamkan
kembali oleh perbankan ke masyarakat yang membutuhkan. Menurut Kashmir
(2013) perbankan dikatakan sebagai suatu kegiatan menghimpun dana (funding)
dan menyalurkan dana (lending). sedangkan menurut Darmawi (2012) perbankan
merupakan segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Dari pengertian diatas perbankan dapat disimpulkan bahwa usahanya
meliputi tiga kegiatan yaitu kegiatan menghimpun dana, kegoiatan menyalurkan
dana, kegiatan memberikan jasa. Kegiatan pokok Perbankan diantaranya adalah
menghimpun dan menyalurkan dana. Sedangkan memberikan jasa merupakan
kegiatan pendukung bank.
Selain itu menurut pengertian para ahli berdasarkan Undang-undang No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian dirubah menjadi Undang-undang
No 10 Tahun 1998 dijelaskan sebagai berikut :
a. Bank adalah badan usaha yang kegiatan salah satunya adalah
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
rakyat.
b. Bank Umum yang dapat memberikan jasa dalam transaksi pembayaran
c. Bank Perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran.
1. Tugas dan Fungsi Bank
Menurut Undang-undang RI No.19 tahun 1998 adalah membantu
pemerintah dalam hal mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah,
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan
kerja guna peningkatan taraf hidup banyak orang. Sedangkan pada umumnya Bank
berfungsi sebagai berikut :
a. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi
b. Menciptakan uang
c. Yang menawarkan jasa-jasa keuangan lain
d. Untuk menjalankan fungsinya maka Bank juga sebagai penghimpun dana
sehingga bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga
sumber antara lain :
a). Dana yang bersumber dari bank sendiri yang dapat berupa setoran
modal waktu pendirian.
b). Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui
usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c). Dana yang berasal dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari
pinjaman dana yang berupa Likuiditas dan Call Money (Data yang
sewaktu-waktu dapat ditarik oleh Bank yang meminjam) dan memenuhi
persyaratan. Contohnya seperti bank dilikuidasi atau dibekukan
usahanya, disebabkan karena diantara lain macetnya pembayaran kredit
atau banyak masalah pada pengkreditan.
e. Penyalur dana-dana bertugas sebagai penyalur dana dari bank yang akan
disalurkan kepada masyakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian
surat-surat berharga, serta penyertaan dan pemilikan harta tetap.
f. Pelayan jasa Bank adalah yang bertugas sebagai pelayan lalulintas
pembayaran uang seperti pengiriman uang, cek wisata, kartu kredit dan
pelayanan lainnya.
2. Jenis-Jenis Bank
Jenis-jenis Perbankan di Indonesia jika ditinjau dari berbagai segi antara
lain menurut antara lain (Kashmir, 2013):
a. Dilihat dari segi fungsinya
a). Bank Umum
Bank yang melaksanakn kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam transaksi pembayaran yang bersifat umum.
b). Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Dilihat dari segi kepemilikannya dibagi menjadi :
a). Bank milik Pemerintah
Bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh
pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh
pemerintah. Seperti Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat
Indonesia (BRI)
b). Bank milik swasta nasional
Bank jenis ini secara seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh
swasta nasional serta akte pendirian pun didirikan oleh swasta begitu juga
dengan keuntungannya. Contohnya Bank Muamalat, Bank Central Asia.
c). Bank milik koperasi
Bank ini berdasarkan kepemilikan saham-saham dimiliki oleh
perusahaan berbadan hukum koperasi. Seperti Bank Umum Koperasi
Indonesia.
d). Bank milik asing
Bank jenis ini merupakan jenis cabang dari bank luar negeri, baik
milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas
dimiliki oleh luar negeri contohnya Bank Amerika, Bank of Tokyo.
e). Bank milik campuran
Bank campuran ini secara kepemilikan saham dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara
mayoritas dipegang oleh warga negara indonesia contohnya Bank Niaga,
Bank Sakura swadarma.
c. Dilihat dari segi status
Kalau dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat,
maka bank pada umumnya dapat dibagi ke dalam dua macam. Pembagian
jenis ini disebut berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.
Kedudukan status ini yang menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam
melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas
pelayanannya. Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a). Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri
atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan
seperti transfer keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan
pembayaran letter of credit. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini
ditentukan oleh Bank Indonesia.
b). Bank Non Devisa
Merupakan Bank yang belum mempunyai ijin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan
transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi transaksi yang dilakukan masih
dalam batas-batas negara.
d. Dilihat dari segi cara menentukan harga
a). Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para
nasabahnya, bank menetapkan bunga sebagai harga jual baik untuk
produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula
harga beli untuk produk pinjamannya (Kredit) juga ditentukan
berdasarkan suku bunga tertentu.
b). Bank berdasarkan prinsip syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk
menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan
lainnya

Good Corporate Governance

Tata kelola perusahaan yang baik adalah suatu rangkaian, proses, kebijakan,
aturan dan institusi sehingga tata kelola perusahaan yang baik dapat mempengaruhi
pengarahan, pengelolaan serta pengontrolan pada suatu perusahaan. Salah satu
prinsip Tata kelola perusahaan yang baik adalah untuk mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan kekuatan, kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada shareholder
khususnya dan stakeholder pada umumnya. Yang bertujuan untuk mengatur
kewenangan direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berkaitan
dengan perkembangan perusahaan (Listyo, 2013).
Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002)
Corporate Governance bisa didefiniskan sebagai berikut
1. Struktur yang mengatur pola hubungan yang harmonis tentang peran
Dewan Komisaris, Direksi, RUPS dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem check dan balance mencakup perimbangan kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua
peluang pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan asset perusahaan
3. Suatu proses yang transparan atas penetuan tujuan perusahaan,
pencapaian dan pengukuran kinerja.
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) diperlukan adanya suatu sistem. Menurut (OECD, 2004) coroporate
governance diperlukan sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Sehingga dalam pembagian tugas, hak
dan kewajiban diatur oleh corporate governance termasuk mereka yang
berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk pemegang saham, Dewan
Pengurus, para manajer dan semua anggota stakeholder non pemegang saham. Jadi
dengan adanya pembagian tugas, hak dan kewajiban serta ketentuan dan prosedur
pengambilan keputusan penting, perusahaan diharapkan mempunyai pegangan
untuk menentukan sasaran usaha(corporate objectives) dan strategi mencapai
sasaran tersebut (Lisma, 2011)

Financial Indicators

Mengukur dari kinerja keuangan perusahaan maka dapat ditemukan
indicator terjadinya Financial Distress. Setiap indikator keuangan memiliki
tujuan, kegunaan, dan arti tertentu. Berikut indikator keuangan :
a. Likuiditas
Menurut Fed Weston dalam Kasmir (2014) menyebutkan
adanya likuiditas maka perusahaan dapat melihat apakah mampu
memenuhi kewajiban jangka pendek, sehingga bila ditagih perusahaan
mampu membayar utang terutama utang jatuh tempo. Kewajiban
jangka pendek perusahaan berupa gaji karyawan, gaji teknisi, gaji
lembur, tagihan telepon,dsb (Fahmi, 2013).
Likuiditas atau biasa disebut rasio modal kerja digunakan untuk
mengetahui seberapa likuid perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Dari perhitungan rasio likuiditas menghasilkan
penilaian yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya,
maka perusahaan dapat dikatakan likuid dan perusahaan yang tidak
mampu memenuhi kewajibannya, perusahaan dapat dikatakan illikuid
(Kasmir, 2014). Rasio likuditas ini terdiri dari berbagai macam rasio
seperti yang disebutkan Sunyoto (2013) dalam Rusaly (2016) antara
lain sebagai berikut :
a. Current ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan
antara aktiva lancar dengan utang lancar atau utang jangka
pendek.
b. Quick ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara
kas dikurang persediaan dengan utang lancar atau utang jangka
pendek.
c. Cash ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan kas
dan surat-surat berharga dengan utang lancer
d. Receivable turnover, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan penjualan bersih kredit dengan rata-rata
piutang.
e. Inventory turnover, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan antara penjualan bersih dengan rata-rata
persediaan.
b. Profitabilitas
Setiap perusahaan memiliki tujuan unuk memperoleh
keuntungan yang maksimal. Sehingga manajemen perusahaan dalam
praktiknya harus mencapai target yang telah ditetapkan. Untuk
mengukur seberapa besar keuntungan perusahaan digunakan rasio
profitabilitas atau rasio rentabilitas. Menggambarkan kemamapuan
perusahaan dalam memperoleh keuntungan menggunakan semua
sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas modal,
jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya dapat diukur
menggunakan rasio profitabilitas (Harahap, 2009 dalam Rusaly,
2016). Berikut beberapa rasio yang termasuk rasio profitabilitas
(Harahap, 2009 dalam Rusaly 2016):
a. Margin laba, rasio ini diukur dengan cara membandingkan
pendapatan bersih dengan penjualan.
b. Aset turn over, rasio ini diukur dengan cara membandingkan
penjualan bersih dengan total aktiva.
c. Return on Investment, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan laba bersih dengan rata-rata modal.
d. Return on total asset, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan laba bersih dengan total aset.
e. Basic Earning Power, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan laba sebelum bunga dan pajak dengan total
aktiva f. Earning per share, rasio ini diukur dengan cara
membandingkan laba bagian saham bersangkutan dengan
jumlah saham.
c. Leverage
Dalam menjalankan perusahaan pasti memerlukan dana untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan. Dengan adanya dana perusahaan
dapat membayar kewajiban jangka pendek atau jangka panjang serta
perusahaan dapat melakukan ekspansi. Sumber dana perusahaan pada
umumnya diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman (bank atau
lembaga keuangan lainnya). Sebelum memutuskan sumber dana apa
yang digunakan, harus digunakan beberapa perhitungan yang matang.
Perhitungan ini biasa disebut dengan rasio leverage. Rasio ini dapat
menggambarkan sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang
(Kasmir, 2014). Jadi, perusahaan harus memperhatikan berapa hutang
yang layak diambil dan darimana sumber-sumber yang dapat
dipakai untuk membayar hutang. Fahmi (2013) dalam Rusaly (2016)
menjelaskan ada beberapa jenis yang termasuk dalam rasio leverage
yaitu sebagai berikut:
a. Debt to total assets atau debt ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan total hutang
dengan total aset.
b. Debt to equity ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan total hutang
dengan total modal sendiri.
c. Times interest earned ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba sebelum
bunga dan pajak dengan beban bunga.
d. Long-term debt to total capitalization
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan hutang jangka
panjang dengan hutang jangka panjang ditambah ekuitas
pemegang saham.
e. Fixed Charge Coverage
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba usaha
ditambah beban bunga dengan beban bunga ditambah beban
sewa.
f. Cash flow adequency
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan arus kas dari
aktivitas operasi dengan pengeluaran modal ditambah pelunasan
utang ditambah bayar deviden.
d. Operating Capacity
Untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya
perusahaan seperti penjualan, persediaan, penagihan piutang, dan
sebagainya serta dapat menilai kemampuan perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari, dibutuhkan perhitungan yang
biasa dikenal dengan nama rasio aktivitas (Kasmir, 2014).
Jenis-jenis rasio aktivitas menurut Harahap (2009) dalam Rusaly
(2016) adalah sebagai berikut:
a. Perputaran persediaan
rasio ini diukur dengan cara membandingkan harga pokok
penjualan dengan rata-rata persediaan barang.
b. Perputaran piutang
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan kredit
bersih dengan rata-rata piutang.
c. Perputaran aktiva tetap
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan dengan
ativa tetap bersih.
d. Perputaran total asset
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan dengan
total asset
e. Periode penagihan piutang
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan piutang rata-rata
dengan penjualan per hari

Agent Theory (Teori Keagenan)

Pencapaian tujuan dan kinerja bank tidak lepas dari kinerja manajemen itu
sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, hubungan antara manajemen suatu
perbankan dengan pemilik perbankan yang dituangkan dalam suatu kontrak
(performance contract). Hubungan tersebut sejalan dengan agency theory. (Jensen
& Meckling, 1976) mengutarakan bahwa teori keagenan merupakan suatu teori
yang bisa menimbulkan suatu masalah keagenan (agency problem) yang
disebabkan oleh adanya pemisalah antara agensi dengan prinsipal.
Michael Johnson mengembangkan teori agen yang berpandangan bahwa
manajemen akan mengambil keputusan dengan penuh kesadaran bagi kepentingan
sendiri, bukan sebagai pihak yang adil dan bijak terhadap pemegang saham
(Addiyah & Chairiri, 2014). Hal ini tak lepas dari sifat dasar manusia yaitu (1)
Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri. (2) Mengenai persepsi masa
mendatang, manusia masih memiliki daya pikir yang terbatas dan (3) Resiko selalu
dihindari oleh manusia (Fatahillah, 2018). Sehingga manusia cenderung memiliki
perilaku opurtunistik yaitu bertindak untuk mencapai kepentingan mereka sendiri.
1. Jenis-jenis Teori Keagenan
Menurut (Kusdarini, 2016), dalam perkembangannya teori agensi ini terbagi
menjadi dua jenis yaitu :
a. Positive Theory of Agency
Dimana teori ini memfokuskan pada identifikasi situasi ketika
pemegang saham dan manajer sebagai agen mengalami konflik dan
membatasi self saving dalam diri agen.
b. Principal agen Literature
Dimana teori ini memfokuskan pada kontrak yang optimal antara
perilaku dan hasilnya yang secara garis besar lebih menekankan pada
hubungan pemegang saham dan agen.
2. Masalah-masalah Keagenan
(Khomsiyah, 2011) mengemukakan bahwa teori keagenan digunakan untuk
mengatasi dua masalah yaitu :
a. Masalah Keagenan yang terjadi pada saat keinginan-keinginan antara
pemegang saham dan manajer yang saling berlawanan dan merupakan hal
yang sulit bagi pemegang saham untuk melakukan verifikasi apakah agen
telah melakukan sesuatu secara tepat.
b. Masalah keagenan timbul disebabkan karena menanggung resiko dimana
antara pemegang saham dan manajer memeiliki sikap yang berbeda
terhadap resiko. Seperti dalam hubungan keagenan adanya pemisahan
antara pemegang saham dengan pengendalian manajer. Dan perusahaan
yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena para manajer tidak ikut serta
menanggung resiko sebagai akibat dari pengambilan keputusan yang salah
serta tidak dapat meningkatkan niilai perussahaan.
3. Biaya Keagenan
Biaya keagenan merupakan suatu konsep tentang biaya pemilik
(principal) baik organisasi, perseorangan atau sekelompok orang ketika
pemilik memilih atau mempekerjakan agen untuk bertindak atas namanya.
Menurut pendapat (Sartono, 2012) yang menjelaskan bahwa biaya keagenan
merupakan biaya yang harus dikeluarkan guna memperkecil konflik
keagenan oleh perusahaan.
4. Jenis-jenis Biaya Keagenan
Tujuan adanya biaya keagenan dikeluarkan adalah untuk
meminimalisir konflik kegenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976)
menjelaskan ada tiga macam jenis biaya keagenan yaitu :
a. The Monitoring Expenditure by the principal. Biaya yang harus
dikeluarkan dan ditanggung oleh pemegang saham(prinsipal) untuk
memonitoring perilaku manajer(agen)
b. The Bonding Cost. Manajer harus menanggung biaya untuk menetapkan
dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa manajer akan bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
c. The Residual Cost. Suatu pengorbanan sebagai akibat dari
berkurangnya kemakmuran pemegang saham dari perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dengan manajer.

Masa Perikatan Auditor

(Arens et al., 2008) dalam perencanaan audit awal terdapat beberapa
hal yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu:
Auditor harus memutuskan apakah akan menerima seorang klien baru
atau terus melayani klien yang ada sekarang. Penentuan ini biasanya
dilakukan oleh auditor yang berpengalaman yang berwenang mengambil
keputusan lebih awal, sebelum mengeuarkan biaya yang cukup besar yang
tidak bisa ditutup kembali. Auditor harus mengidentifikasikan mengapa klien
menginginkan atau mebutuhkan audit. Informasi ini akan mempengaruhi
bagian dari proses perencanaan selanjutnya. Untuk menghindari
kesalahpahaman, auditor harus memahami syarat-syarat penugasan yang
ditetapkan klien. Auditor mengembangkan strategi audit secara keseluruhan,
termasuk staf penugasan dan setiap spesialis audit yang diperlukan.
Perikatan audit (engagement audit) antara auditor dan klien atau
lamanya auditor melaksanakan penugasan audit tersurat dalam surat
penugasan. Perikatan menurut (Mulyadi, 2016), adalah kesepakatan dua pihak
untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien yang
memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan auditor.
Ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan
keuangan kepada auditor, dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan
audit tersebut berdasarkan kompetensi profesioanlnya.
Masa perikatan audit menurut Knechel dan Vanstraelen adalah “masa
perikatan audit merupakan panjang hubungan klien dengan auditor dalam
tahun”(Caesarriani, 2012). Indikator masa perikatan auditor yang digunakan
Mayasari (2013), yaitu
1. Lamanya KAP melakukan perikatan audit dengan klien.
2. Lamanya KAP melakukan pergantian dengan klien.
3. Lamanya partner tetap melakukan penugasan audit.
4. Lamanya partner melakukan pergantian daloam pekerjaan audit
Ketentuan atau regulasi mengenai masa perikatan audit telah beberapa kali
mangalami penyempurnaan. Menteri Keuangan RI mengeluarkan Keputusan
Keuangan No.423/KMK/.06/2002. Tentang Jasa Akuntan Publik dan kemudian
pada tanggal 5 Februari 2008, kedua Keputusan Menteri Keuangan sebelumnya
disempurnakan oleh Peraturan Menteri Keuangan No.443/KMK.01/2011 Tentang
penetapan institut Akuntan Publik Indonesia sebagai Asosiasi Profesi jasa akuntan
publik. Akuntan Publik memiliki peran dan fungsi yang begitu menganggap
perlunya peraturan setingkat dengan undang-undang yang mengatur secara
spesifik profesi Akuntan Publik

Besaran Fee Auditor

Menurut (Agoes, 2012), fee audit adalah imabalan dalam bentuk uang atau
barang atau bentuk lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien atau
pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien atau pihak lain. Standar
profesional akuntan publik seksi 240 point 1 tentang fee menyatakan, Dalam
menjlanakan negoisasi tentang jasa profesional yang diberikan, praktisi bisa
memberi usul jumlah imbalan jasa profesional yang dinilai sesuai. Dalam
menentukan imbalan jasa (fee) audi, Akuntan Publik wajib memperhatikan
tahapan pekerjaan audit berikut ini:
a. Tahap perencanaan audit
Pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis klien, pemahaman proses
akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penentuan resiko
pengendalian, menjalankan analisis awal menetapkan tingkat materialitas,
membuat program audit, risk assessment atas akun, fraud disussion dengan
management.
b. Tahap pelaksanaan audit
Pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur
analitis, dan pengujian detail transaksi.
c. Tahap pelaporan
Review kewajiban kontijensi, review atas kejadian sesudah tanggal neraca,
pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien,
penerbitan laporan audit, dan capital commitment.
Menurut Abdul Halim (2007:71) terdapat beberapa cara dalam
menentukan atau menetapkan fee audit yakni :
a. Perdiem Basis
Pada cara ini fee audit ditetapkan dengan dasar waktu yang dipakai oleh
tim auditor. Pertama fee per jam ditetapkan, selanjutnya dikalikan dengan
jumlah waktu atau jam yang dibutuhkan oleh tim. Total feee per jam untuk
tingkatan staf tertentu bisa tudak sama.
b. Flat atau Kontrak Basis
Pada cara ini fee audit dihitung sekaligus dengan borongan tanpa melihat
waktu audit yang dihabiskan, yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai
dengan aturan atau perjanjian yang sudah disepakati bersama
c. Maksimum Fee Basis
Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas, pertama kali
tentukan tarif perjam selanjutnya kalikan dengan jumlah waktu tertentu
namun dengan batasan maksimum. Hal ii dilakukan supaya auditor tidak
mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam atau waktu kerja yang
sudah disepakati”.
Dalam menentukan tarif audit, Akuntan Publik harus juga mempertimbangkan
hal-hal berikut ini:
1. Kebutuhan klien
2. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties)
3. Independensi
4. Tingkat keahlian (level of expertise) dan tanggung jawab yang melekat
pada pekerjaan yang dilakukan,serta tingkat kompleksitas pekerjaan.
5. Banyaknya waktu yang diperlukandan secara efektif digunakan oleh
Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan
6. Basis penepatan fee yang disepakati.
Besarnya fee audit dapat bervariasi tergantung antara lain risiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang
diperlukan untuk melakukan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang
bersangkutan dan pertimbangan profesional yang lainnya. Penetapan Tarif
Imbal Jasa, ketua umum IAPI mengeluarkan surat keputusan
PP/No.2/2016 mengenai Kebijakan Penentuan Fee Audit.
Menurut (Agoes, 2012), Indikator Audit Fee antara laian
a. Resiko penugasan
b. Kompleksitas jasa yang diberikan
c. Struktur biaya kantor akuntan publik yang bersangkutan dan pertimbangan
profesi lainnya
d. Ukuran KAP

Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan suatu kegiatan menggunakan angka-angka
dalam laporan keuangan yaitu membagi suatu angka dengan angka lainnya
dalam satu periode atau beberapa periode. Melakukan perbandingan dapat
juga melalui komponen satu dengan komponen lain dalam satu laporan
keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan keuangan.
Komponen dalam satu laporan keuangan seperti membandingkan antara
total aktiva lancar dengan kewajiban lancar atau total aktiva dengan total
utang yang berada dalam neraca. Dan komponen antar laporan keuangan
yaitu membandingkan antara penjualan dalam laba rugi dengan total aktiva
yang berada dalam komponen neraca (Kasmir, 2014).
Keown dkk (2011) dalam Rusaly (2016) menyatakan dengan
melakukan analisis rasio keuangan perusahaan dapat mengidentifikasi
kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Perbandingan dalam analsiis
rasio keuangan dapat berupa perbandingan antar waktu (katakanlah untuk 5
tahun terakhir) dan mebandingkan antara perusahaan satu dengan
perusahaan lainnya yang sejenis. Analisis rasio keuangan merupakan bentuk
penyederhanaan informasi yang menggambarkan hubungan dari suatu pos
dengan pos lain sehingga mempermudah dalam penialian kinerja perusahaan
(Harahap, 2009). Dengan melakukan analisis rasio keuangan perusahaan
dapat mengetahui apakah target yang telah ditentukan sudah dicapai atau
belum. Serta sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan
(Rusaly, 2016)

Indikator Independensi Auditor

Pada riset (Harjanto, 2014) ada empat indikator independensi auditor,
yakni :
a. Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)
Di Indonesia, permasalahan audit tenure atau masa kerja auditor
dengan klien telah diatur dalam PP Nomor.20/2015 tentang praktik
akuntan publik. Peraturan Pemerintah tersebut membatasi masa kerja
auditor paling lama 5 tahun untuk klien yang sama, sendngkan untuk
Kantor Akuntan Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini
ditujukan supaya auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga
dapat menghindari terjadinya skandal akuntansi. Terkait dengan lama
waktu kerja, Deis dan Girox (1992) menemukan bahwa semakin lama
audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang
lama antara auditor dengan klien mmiliki potensi untuk menjadikan
auditor puas pada apa yang sudah dilakukan, menjalankan prosedur
audit yang kurang tegas dan senantiasa tergantung pada pernyataan
manajemen.
b. Tekanan dari Klien
Dalam melaksanakan fungsinya, auditor sering mengalami konflik
kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajer mungkin ingin
operasi perusahaan atau kinerjanya kelihatan sukses yaitu tergambar
lewat laba tinggi dengan maksud untuk memperoleh penghargaan.
Supaya tercapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan
menekanan kepada auditor sehingga financial report auditan yang
dihasilkan tersebut sesuai dengan keinginan klien. Dalam situasi ini,
auditor mengalami suatu dilema, dimana dilema yang dialami oleh
auditor disebabka di satu sisi jika auditor mengikuti keinginan klien
maka ia melanggar standar profesi, namun apabila auditor tidak
mengikuti klien maka klien bisa menghentikan penugasan atau
mengganti KAP auditornya. Harhinto menyatakan bahwa usaha untuk
memberikan pengaruh auditor menjalankan tindakan yang melanggar
standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada
kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien
bisa dengan mudah mennganti auditornya jika dibandingkan bagi
auditor untuk memperoleh sumber fee tambahan atau alternatif sumber
lain (Burhanudin, 2016).
KAP berpendapat bahwa kondisi keuangan klien memiliki pengaruh
pula terhadap kemampuan auditor untuk menyelesaiakan tekanan klien
(Burhanudin, 2016). Klien yang memiliki kondisi keuangan yang kuat
bisa memberi fee audit yang cukup besar dan juga bisa memberi
fasilitas yang baik bagi auditor. Pada situasi ini auditor menjadi puas
diri sehingga kurang teliti dalam menjalankan audit.
Seuai dengan paparan di atas, maka auditor mempunyai kedudukan
yang strategis baik dimata manajemen maupun dimata pengguna
financial report. Disamping itu, pengguna financial report meletakkan
kepercayaan yang cukup besar terhadap hasil pekerjaan auditor dalam
melakukan audit financial report. Kualitas dalam melaksanakan
profesinya sebagai pemeriksa, auditor wajib memegang pedoman pada
kode etik, standar profesi, dan akuntansi keuangan yang berlaku di
Indonesia.
c. Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)
Peer review ialah review oleh akuntan publik tapi pada pelaksanaannya
di Indonesia peer review dijalankan oleh Departemen Keuangan yang
memberi izin prektek dan Badan Review Mutu dari profesi Institusi
Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Tujuan dari peer review yaitu untuk
menetapkan dan melaporkan apakah KAP yang direview itu sudah
mengembangkan kebijakan dan prodedur yang memenuhi bagi kelima
unsur pengendalian mutu dan mengikuti kebijakan serta prosedur
tersebut dalam praktek.
d. Jasa Non Audit
Barkes dan Simmet menyatakan bahwa pemberian jasa selain audit
dapat menjadi ancaman potensial bagi independensi auditor sebab
manajemen bisa menaikkan tekanan pada auditor supaya mau
mengeluarkan laporan yang diinginkan oleh manajemen yakni wajar
tanpa pengecualian (Burhanudin, 2016). Pemberian jasa selain jasa
audit berarti auditor sudah terlibat dalam kegiatan manajemen klien.
Apabila ketika dijalakankan pengujian financial report ditemukan
kesalahan yang berhubungan dengan jasa yang diberikan auditor
tersebut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor

Pada jurnal riset (Prakoso, 2012) ada empat faktor yang memberikan
pengaruhiindependensi auditor, yakni :
a. Ukuran Kantor Akuntan Publik
Pengkategorian ukuran besar kecilnya kantor akuntan publik,\
dinyatakan besar apanila kantor akuntan publik tersebut berafiliasi atau
memiliki cabang dan kliennya perusahaan-perusahaan besar memiliki
tenaga profesional diatas 25 orang. Kantor Akuntan Publik dinyatakan
kecil apabila tidak berafiliasi, tidak memiliki cabang dan kliennya
perusahaan kecil dan jumlah profesionalnya kurang dari 25 orang
(Arens, et al, 2003). Kantor akuntan publik yang besar lebih independen
daripada dengan kantor akuntan publik yang lebih kecil, alasannya
bahwa kantor akuntan publik yang besar hilangnya satu klien tidak
begitu berdampak terhadap penghasilannya, sedangkan kantor akuntan
publik yang kecil hilangnya satu klien ialah sangat berarti seabab
kliennya sedikit.
b. Lama Hubungan Audit
AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)
mengkhususkan diri dalam akuntansi publik untuk meninjau statistik
klien oleh klien selama kurang dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun.
Dianggap bahwa Tn. Shockley memiliki jumlah mitra yang tinggi yang
telah melakukan lebih dari lima tahun pekerjaan inspeksi dengan klien,
sehingga hubungan yang lama antara peneliti dan klien serta
perdagangan menyebabkan ketidakstabilan emosional, yang berdampak
negatif pada kemandirian peneliti. tapi. Dalam hal ini, peneliti yang
harus mandiri dalam mengutarakan pandangannya tidak
independen.(Prakoso, 2012).
c. Besarnya Biaya Jasa Audit
Layanan inspeksi minor terkait dikaitkan dengan peningkatan risiko
cedera pada penyelidik. Ini karena KAP sektor publik yang menerima
dana audit menganggap data faktur pelanggan bergantung pada
pelanggan, meskipun mereka tidak setuju dengan standar akuntansi
yang berlaku. Perusahaan sektor publik, yang menerima cek rate besar
dari pelanggan mereka, takut kehilangan pelanggan karena mereka akan
kehilangan sebagian besar uang yang mereka peroleh dan tindakan
mereka tidak independen. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas
penelitian peneliti

Solusi untuk Perusahaan yang Mengalami Financial Distress

Perusahaan yang mengalami kondsisi financial distress memiliki
dampak buruk yaitu hilangnya kepercayaan investor dan kreditor serta pihak
eksternal lainnya. Oleh karena itu, manajemen harus melakukan tindakan
untuk dapat mengatasi kondisi financial distress dan mencegah terjadinya
kebangkrutan.
Pustylnick (2012) dalam Rusaly (2016), ada dua solusi yang bisa
dilakukan jika perusahaan mengalami financial distress, yaitu:
a. Restrukturisasi utang
Menajamen perusahaan bisa melakukan restrukturiasi utang, yaitu
mencoba pelunasan utang diberi perpanjangan waktu dari kreditor
sampai perusahaan mempunyai kas yang cukup untuk melunasi utang
tersebut.
b. Perubahan dalam manajemen
Perusahaan melakukan penggantian, yaitu mengganti manajemen
dengan orang yang lebih berkompoten. Dengan begitu, mungkin saja

Informasi Prediksi Financial Distress

Prediksi financial distress menjadi perhatian banyak pihak. Adapun
beberapa pihak yang memerlukan Informasi prediksi financial distress
perusahaan dalam (Almilia dan Kristijadi, 2003) adalah :
a. Pemberi pinjaman atau Kreditor
Dengan mengetahui infromasi tentang kondisi financial distress suatu
perusahaan kreditor dapat mengambil keputusan apakah akan
memberikan pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi
pinjaman yang telah diberikan.
b. Investor
Model prediski financial distress dapat membantu investor ketika
memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan.
c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator
Dengan model financial distress dapat mengetahui kesanggupan
perusahaan membayar utang dan menilai stabilitas perusahaan. Hal ini
sesuain dengan tanggung jawab badan regulator yaitu mengawasi
kesanggupan membayar utang dan menstabilkan perusahaan individu.
d. Pemerintah
Melakukan prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam
melakukan antitrust regulation.
e. Auditor
Dalam membuat penilaian going concern perusahaan, auditor
menggunakan alat yang berguna yaitu model prediski financial
distress.
f. Manajemen
Manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan
keuangan dan mencegah kebangkrutan pada perusahaan. Jika
perusahaan mengalami kebangkrutan, maka perusahaan akan
menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya
tidak langsung (kerugian penjualan)

Indikator Kualitas Audit

Indikator kualitas audit pada level KAP yang mencakup perikatan audit
atas finansial report yang dijalankan oleh Akuntan Publik yakni :
a. Kompetensi Auditor
Kompetensi auditor adalah kemampuan profesional indivdu auditor dalam
mengimplementasikan pengetahuan untuk menuntaskan suatu perikatan
baik secara bersama-sama dalam suatu tim atau secara mandiri sesuai
Standard Profesioanl Akuntan Publik (IAPI), kode etik dan ketentuam
hukum yang berlaku.
b. Etika dan Independensi Auditor
Etika dan Independensi Auditor adalah salah satu faktor yang sangat
penting dan mendasar bagi auditor dalam menjalankan suatu perikatan
audit.ketentuan independen berlaku bagi setiap auditor, KAP, dan jaringan
KAP. Pada setiap perikatan, auditor wajib menjaga independensinya
dalam setiap pemikiran (independent of mind) dan penampilan
(independent in appearance). Kepatuhan terhadap ketentuan etika dan
independensi dalam suatu perikatan audit membutuhkan pemahaman yang
memadai setiap auditor terhadap ketentuan etika dan independensi, serta
komitmen dan dukungan dari pimpinan.
c. Penggunaan waktu Personil Kunci Perikatan
Dalam setiap perikatan, waktu yang dialokasikan dan digunakan oleh
Personil Kunci Perikatan sangat menentukan kualitas audit. Kurangnya
waktu yang digunakan Personil Kunci Perikatan dapat mengakibatkan
pekerjaan audit diselesaikan secara kurang memadai. Semakin memadai
jumlah waktu yang dialokasikan dan digunakan oleh Personil Kunci
Perikatan akan memungkinkan auditor memiliki waktu yang cukup untuk
menyusun, melakukan dan/ atau menyetujui prosedur signifikan suatu
perikatan audit.
d. Pengendalian mutu perikatan
Setiap KAP bertanggung jawab untuk menetapkan dan melaksanakan
sistem pengendalian mutu dalam setiap perikatan. Sistem pengendalian
mutu pada suatu KAP bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa
KAP telah menetapkan kebijakan dan prosedur yang memungkinkan :
1) Setiap personil dan KAP mematuhi ketentuan persyaratan standar
profesi Akuntan Publik, kode etik, dan ketentuan peraturan yang
berlaku dalam melaksanakan setiap perikatan; dan
2) Laporan perikatan yang diterbitkan tepat sesuai kondisinya
e. Hasil reviu mutu atau inspeksi pihak eksternal dan internal
UU Akuntan Publik memberikan kewenangan kepada Kementrian
Keuangan c.q. pusat pembinaan profesi keuangan untuk melaksanakan
pemeriksaan kepada AP/KAP secara berkala atau menurut pertimbangan
Menteri perlu dilakukan.
f. Rentang kendali perikatan
SA 220 “pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan” mengatur
bahwa rekan perikatan harus bertanggung jawab atas kegiatan utama
perikatan audit atas laporan keuangan dan bertanggung jawab atas
keseluruhan mutu setiap perikatan audit yang ditugaskan kepadanya.
g. Organisasi dan tata kelola KAP, dan
Untuk dapat melaksanakan perikatan audit, KAP sebagai organisasi tempat
bernaungnya Akuntan Publik dan para auditor harus memiliki struktur dan
tata kelola yang memadai. Organisasi dan tata kelola KAP yang memadai
memungkinkan pelaksanaan audit dan kegiatan-kegiatan internal KAP
yang bersifat fundamental dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
audit dapat dikelola dan diorganisasikan secara jelas.
h. Kebijakan imbalan jasa
Untuk memberikan keyakinan organisasi KAP dapat berjalan dengan baik
serta rekan perikatan dan auditor dapat melaksanakan perikatan audit
sesuai dengan standar profesi, kode etik dan ketentuan hukum yang
berlaku, KAP harus memperoleh imbalan jasa yang memadai.
Selain itu menurut Mulyadi (2015) indikator kompetensi adalah sebagai
berikut:
a. Budaya dalam KAP
Pimpinan KAP selalu meminta pentingnya melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya sebagai auditor. Dalam situasi
tertentu, dimana kebijakan internal KAP tidak diatur, KAP selalu mengacu
pada kode etik, standar profesional akuntan publik dan sistem
pengendalian mutu. Training yang diselenggarakan KAP, konseling,
appraisal, promosi, dan struktur gaji yang baik meningkatkan karakter
personal auditor (seperti integritas, objektifitas, independensi, sikap
skeptis, kerja keras dan kematangan). Memberikan fasilitas finansial
jangka pendek (seperti pinjaman lunak) kepada staff auditor merupakan
bagian dari peningkatan kinerja auditor.
b. Keahlian dan kualitas personal staff dan partner audit
Bagian dari peningkatan keahlian dalam bidang akuntansi dan auditing
perlu diselenggarakan on the job training berkelanjutan untuk seluruh
jenjang jabatan agar isu-isu mutakhir dapat diserap oleh auditor. Partner
dan manajer perlu melakukan penilaian dan seleksi atas isu-isu akuntansi
dan auditing mutakhir agar training sesuai dengan kebutuhan auditor. KAP
perlu menjaga dan mempertahankan staff yang memiliki pengalaman
cukup, keahlian khusus dan memiliki kompetensi ini (karena turnover
yang tinggi staff ahli dan berpengalaman berdampak pada kualitas audit).
KAP perlu memberikan mentoring (nasihat yang bijak) dan memberikan
penilaian setelah dilakukannya training tersebut untuk mengukur
kemampuan dan menilai keberhasilan post training.
c. Efektivitas proses audit
Pada tahap pelaksanaan audit, menerapkan teknik-teknik audit, seperti
melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, menganalisis,
memverifikasi, menginvestigasi, dan mengevaluasi pada berbagai kondisi.
Pemerolehan bukti audit yang kompeten selalu mengacu pada teknik dan
prosedur audit yang telah ditetapkan KAP dan sistem pengendalian mutu
(SPM). Mendiskusikan setiap ada permasalahan pemeriksaan dan atasan
selalu mereview dan supervise secara memadai hasil pekerjaan auditor
(KKP). Kertas kerja mengacu pada standar KKP KAP dan
diadministrasikan dengan tertib dan rapi agar dapat dibaca oleh auditor
berikutnya. Setiap kali ada perbedaan pertimbangan profesional terkait
dengan adjustment antara auditor dengan tim, diselesaikan dengan baik
oleh atasan.
d. Keandalan dan manfaat laporan audit
Pekerjaan lapangan audit (audit field) yang dilaksanakan telah sesuai
dengan SPAP dan SPM KAP. Opini yang tercantum dalam setiap kertas
kerja benar-benar telah mendukung laporan audit yang diterbitkan (karena
dilampiri kecukupan bukti audit yang memadai) dan laporan tersebut
sesuai dengan SPAP dan SPM KAP. Temuan audit (audit finding)
didiskusikan terlebih dahulu dengan klien agar klien memahami
kelemahan sistem pengendalian internnya

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit

Kualitas proses audit dimulai dari tahap perencanaan partisipasi, tahap
investigasi lapangan, dan tahap pengelolaan akhir. Menurut peraturan
Harhinto, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah sebagai
berikut (Burhanudin, 2016):
a. Melaporkan semua kesalahan klien
Auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam sistem
akuntansi perusahaan klien, dan tidak akan terpengaruh oleh jumlah
remunerasi atau biaya yang dibebankan oleh auditor.
b. Pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien
Auditor yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sistem akuntansi
perusahaan klien akan merasa mudah dan sangat membantu untuk
menemukan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan klien..
c. Pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien
Auditor yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sistem akuntansi
perusahaan klien akan merasa mudah dan sangat membantu untuk
menemukan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan klien..
d. Komitmen yang kuat dalam menyelesaikan audit
Auditor yang memiliki komitmen tinggi dalam melaksanakan tugasnya
akan berusaha memberikan hasil terbaik sesuai dengan anggaran yang
telah ditetapkan..
e. Berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan
pekerjaan lapangan
Auditor wajib mempunyai standard etika yang tinggi, mengetahui
akuntansi dan auditing, menjunjung tinggi prinsip auditor, dan menjadikan
SPAP sebagai pedoman dalam menjalankan audt tugas finansial report.
f. Tidak percaya begitu saja terhadap pernyataan klien
Pernyataan klien adalah informasi yang belum tentu benar seab sesuaia
dengan persepsi. Oleh sebab itu , aditor sebaiknya tidak begitu saja
percaya kepada pernyataan kliennya dan lebih mencari informasi lain yang
relevan.
g. Sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
Setiap auditor wajib menjalankan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
termasuk dalam pengambilan keputusan sehingga kualitas audit akan
menjadi lebih baik lagi

Manfaat Prediksi Financial Distress

Menurut Platt dan Platt (1986) dalam Andhito, (2007) informasi
prediksi financial distress berguna untuk:
a. Mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum
terjadinya kebangkrutan.
b. Mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih
mampu membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan baik
c. Memberikan tanda peringatan dini adanya kebangkrutan pada masa
yang akan datang. Informasi prediksi financial distress bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkepetingan sebagai peringatan dini
(Warning System) dari gejala-gejala dan permasalah yang terjadi
sehingga perusahaan maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan dapat melakukan langkah-langkah antisipatif untuk
menghadapi skenario terburuk yang mengancam kelangsungan hidup
perusahaan yakni, kebangkrutan atau likuidasi

Faktor Financial Distress

Faktor terjadinya Financial distress atau kesulitan keuangan dapat
diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan
perusahaan tercermin dari laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan.
Laporan keuangan merupakan laporan mengenai posisi kemampuan dan
kinerja keuangan perusahaan serta informasi lainnya yang diperlukan oleh
pemakai informasi akuntansi.
Faktor financial distress sebuah perusahaan menurut Teng (2002)
dalam Syaifudin (2012) yaitu:
a. Profitabilitas yang negatif atau menurun
b. Merosotnya nilai pasar
c. Posisi kas yang buruk atau negatif/ketidakmampuan melunasi
kewajiban kewajiban kas
d. Tingginya perputaran karyawan/rendahnya moral
e. Penurunan volume penjualan
f. Ketergantungan terhadap utang
g. Kerugian yang selalu diderita
Indikator financial distress lainnya yaitu:
a. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham
b. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
c. Terjadinya pemecatan pegawai
d. Pengunduran diri eksekutif puncak
e. Harga saham yang terus menerus turun di pasar moda

Pengertian Financial Distress

 

Financial distress adalah suatu kondisi perusahaan sedang
menghadapi masalah kesulitan keuangan, ketika arus kas operasi perusahaan
tidak mampu untuk melunasi hutang lancar (hutang dagang atau beban
bunga) dan perusahaan harus melakukan tindakkan segera untuk
memperbaiki atau menghindari ancaman yang akan terjadi
kebangkrutan/likuidasi. (Triwahyuningtias, 2012)
Sebuah perusahaan dikatakan sedang mengalami financial distress
jika salah satu kejadian berikut ini terjadi dalam perusahaan: mengalami
laba operasi bersih negatif selama beberapa tahun atau penghentian
pembayaran dividen, restrukturisasi keuangan atau PHK masal. Kesulitan
keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Wongsosudono dan Chrissa, 2013
dalam Permatasari, 2016).
Sedangkan menurut Platt dan Platt (2002) dalam Rusaly (2016)
financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan
yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi
financial distress tergambar dari ketidakmampuan perusahaan atau tidak
tersedianya suatu dana untuk membayar kewajibannya yang telah jatuh
tempo.

 

Pengertian Kualitas Audit

Menurut (DeAngelo, 1981), kualitas audit didefinisikan sebagai
kemungkinan auditor menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam sistem
akuntansi klien. Kemungkinan mendeteksi kecurangan bergantung pada
kemampuan teknis auditor (seperti pengalaman auditor, pendidikan,
profesionalisme, dan struktur perusahaan). Kemungkinan auditor melaporkan
kecurangan dalam sistem akuntansi klien tergantung pada independensi auditor
(Pamudji, 2009).
Kualitas audit adalah semua metode yang mungkin. Saat mengaudit
laporan keuangan klien, auditor dapat menentukan pelanggaran yang telah terjadi
dalam sistem akuntansi klien, dan melaporkan pelanggaran dalam laporan
keuangan yang diaudit. Auditor harus Mengikuti standar auditing dan pedoman
audit. Kode etik laporan, yaitu laporan keuangan auditor harus berpedoman pada
standar, audit dan kode etik akuntan publik terkait. Auditor dapat memberikan
pendapat dalam laporannya, percaya bahwa laporan keuangan yang diaudit dapat
mencerminkan status keuangan dan kinerja perusahaan secara adil (Ilmiyati &
Suharjo, 2012).
Menurut peraturan mutu audit Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), apabila standar audit dan standar pengendalian mutu terpenuhi, maka
audit yang dilakukan oleh auditor dianggap berkualitas. Dari pengertian kualitas
audit di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit adalah kemungkinan
seorang auditor menemukan kesalahan dalam laporan keuangan klien dan
melaporkannya dalam laporan yang diaudit. Kualitas audit perlu ditingkatkan agar
kualitas laporan keuangan yang diaudit semakin tinggi, sehingga meningkatkan
kepercayaan pengguna laporan keuangan dan masyarakat

Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan dapat digunakan untuk melakukan analisa terhadap kondisi
keuangan dan kinerja manajemen suatu perusahaan. kegiatan usaha yang telah
dilakukan perusahaan dalam suatu periode dituangkan kedalam angka-angka,
yang apabila angka tersebut akan menjadi lebih apabila kita dapat mebandingkan
antara komponen satu dengan komponen lainnya. Setelah melakukan
perbandingan, dapat disimpulkan posisi keuangan suatu perusahaan pada periode
tertentu. Terdapat berbagai definisi dari rasio keuangan menurut para ahli.
Menurut Kasmir (2013:104) Rasio keuangan adalah kegiatan
membandingkan angka-angka yang ada di dalam laporan keuangan. Perbandingan
dapat dilakukan antara komponen satu dengan komponen lain dalam satu laporan
keuangan atau antara komponen yanga da dalam laporan keuangan.kemudian
angka yang diperbandingkan berupa angka-angka dalam satu periode maupun
beberapa periode.
Rasio keuangan menurut Irham Fahmi (2012:107), rasio keuangan adalah
hasil yang diperoleh dari perbandingan jumlah dari satu jumlah dengan jumlah
lainnya. Rasio keuangan sangat penting karena berguna untuk melakukan analisa
terhadap kondisi keuangan perusahaan. bagi investor jangka pendek dan
menengah pada umumnya lebih banyak tertarik kepada kondisi keuangan jangka
pendek dan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen yang memadai.
Informasi tersebut dapat diketahu dengan cara lebih sederhana yaitu dengan
menghitung rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan keinginan.
Sedangkan definisi rasio keuangan Menurut Wiratna S (2017:55) adalah rasio
yang menggambarkan tentang perbandingan antara suatu jumlah dengan jumlah
lainnya. Suatu rasio dapat digunakan apabila rasio tersebut memperlihatkan suatu
hubungan yang mempunyai makna. Misalnya, hubungan yang menggambarkan
hubungan antara penjualan dan beban pemasaran bermanfaat, karena hubungan ini
memang mempunyai makna. Lain halnya rasio yang menunjukan hubungan antara
beban pokok penjualan dan sekuritas

Audit

Pengertian audit berdasarkan pendapat Mulyadi (2010:9) adalah “suatu
proses sistematik untuk mendapat dan melakukan evaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian anatara pernyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan”.
Pengertian atau definisi menurut Arens et al (2010: 4) yaitu “Auditing is
the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and
report on the degree of correspondence between the information and established
criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”
Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti yang berkaitan dengan
informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasidan standar yang ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh personel yang kompeten,
independen dan jujur.
Mulyadi dan Puradiredja dalam Sunyoto (2014: 5) memberi definisi bahwa
auditing ialah proses sistematis untuk mendapatkan dan menilai secara objektif
bukti pernyataan yang terkait dengan aktivitas dan peristiwa ekonomi, dengan
tujuan menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan ini dan standar yang
telah ditentukan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pengguna yang
tertarik.
Dari definisi-definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa audit
adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam audit dilakukan tindakan-tindakan menyimpulkan (accumulate),
mengevaluasi (evaluate), menentukan (determine), dan melaporkan
(report).
2. Informasi yang dapat diukur dan standar yang ditentukan selama
pemeriksaan adalah informasi yang andal atau dapat diverifikasi, dan
standar yang dapat digunakan oleh auditor sebagai kriteria untuk
mengevaluasi informasi.
3. Untuk mencapai tujuan audit, auditor harus memperoleh bukti dalam
jumlah dan kuantitas yang cukup. Bukti adalah setiap informasi yang
digunakan auditor untuk menentukan apakah informasi yang direview
dinyatakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
4. Mengumpulkan dan mengevaluasi bukti Harus tersedia bukti yang cukup
baik dari segi kuantitas maupun menu untuk menentukan kegiatan audit.
Bentuk bukti bisa bermacam-macam, termasuk peringatan lisan dari
auditee (klien). Pengamatan dengan komunitas pihak ketiga dan auditor.
5. Auditor harus independen dan mampu, independen, yang berarti bahwa
mereka tidak terpengaruh sampai batas tertentu. Pada saat yang sama,
menjadi kompeten berarti auditor harus memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang cukup untuk memahami standar yang digunakan. 6.
Report, yaitu laporan hasil audit harus dapat memberikan informasi apakah
informasi pemeriksaan tersebut memenuhi standar yang telah ditetapkan.
6. Auditor harus independen dan kompeten, independen berarti bebas dari
pengaruh-pengaruh hingga batas-batas tertentu. Sedangkan kompeten
berarti auditor harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup
agar dapat memahami kriteria-kriteria yang dipergunakan.
Mulyadi (2010: 30-32) mengatakan auditing umumnya dikelompokkan
jadi 3 kelompok yakni audit finansial report, audit kepatuhan, dan audit
operasional.
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit financial report yakni audit yang dijalankan oleh auditor
independen terhadap financial report yang ditampilkan oleh kliennya
untuk menyatakan opini tentang kewajaran financial report itu. Dalam
financial report ini, auditor independen memberi penilaian kewajaran
financial report atas acuan kesesuaian dengan prinsip akuntansi berterima
umum.
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan ialah audit yang tugasnya untuk menetapkan apakah yang
diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Audit kepatuhan
banyak dtemuai dalam pemerintahan.
3. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional ialah review secara sistematik kegiatan organisasi atau
bagian dari padanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan
audit operasional yakni untuk :
b. Memberikan evaluasi kinerja
c. Melakukan identifikasi kesempatan untuk peningkatan
d. Merekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut

Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Perilaku manusia (human behavior) merupakan suatu respon yang
bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Hal ini dikarenakan setiap
individu memiliki sifat yang berbeda. Suatu reaksi bisa menaikkan lebih
dari satu reaksi yang tidak sama dan dari beberapa reaksi yang berbeda
tersebut dapat menyebabkan satu tanggapan yang sama. Teori tindakan
beralasan (I Ajzen & Fishbein, 1980), mengasumsikan perilaku ditentukan
oleh keinginan individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perilaku tertentu atau sebaliknya. Keinginan ditentukan oleh dua variabel
independen termasuk sikap dan norma subyektif. Sikap yang dimaksud
disini adalah sikap auditor dalam mempertahankan integritas dan
independensi yang tinggi saat melaksanakan audit. Auditor diwajibkan
memiliki independensi, yakni sebuah sikap yang tidak melakukan
pemihakan kepada kepentingan pihak manapun. Seperti dijelaskan
sebelumnya, bahwa lingkungan birokrasi menciptakan sebuah stigma yang
dapat memberi pengaruh seseorang berbuat dan memutuskan, seprti
mengambil putusan tetap wajib berdasarkan perilaku etisnya

Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 1 (2015:3) adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan,
kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen
atas pengguna sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka
mencapai tujuan laporan keuangan, laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai entitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian,
kontribusi darn distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan
arus kas. informasi terdapat dan juga informasi lainnya yang terdapat dalam
catatan atas laporan keuangan , membantu pengguna laporan dalam memprediksi
arus kas masa depan dan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya
kas dan setara kas

Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut (Jensen and Meckling, 1976) agency theory adalah teori yang
menjelaskan tentang hubungan antara principal (pemilik) dan agent (manajer),
dimana principal mendelagasikan wewenang kepada agent dalam hal pengelolaan
usaha sekaligus pengambilan keputusan dalam perusahaan (Tandiontong, 2005).
Informasi termasuk aktivitas manajemen terkait dengan investasi atau danaya
diperusahaan. Principal minta laporan pertanggungjawaban pada agen dalam
rangka melakukan penilai performa agen. Akan tetepi, kerap berlangsung agen
cenderung untuk melaksanakan tindakan yang berakibat laporan menjadi seperti
baik, sehingga performanya dianggap baik. Usaha untuk meminimalisasi atau
mencegah terjadinya fraud yang dijalankan manajemen dibutuhkan sebuah uji.
Dalam uji tersebut dijanalankan oleh pihak yang independen, yakni auditor
independen (Watts & Zimmerman, 1990) ; (DeAngelo, 1981). Wallance (1985);
(Kurniawansyah, 2017) menyebutkan bahwa audit ialah metode untuk mencegah
atau meminimlakna cost agency dan asimetri informasi yang ditimbulkan oleh
terdapatnya tindakan yang mengutamakan kepentingan pihak manajemen.
Teori keagenan dalam audit berkaitan dengan auditor sebagai pihak ketiga
yang akan membantu untuk mengatasi konflik kepentingan yang akan dapat
terjadi antara pricipal dan agent. Principal sebagai pemilik maupun investor yang
bekerja sama dan melakukan tanda tangan kontrak kerja dengan agen atau
manajemen perusahaan untuk menanamkan modal keuangannya adanya auditor
yang independen untuk menjalankan uji atau audit diinginkan bica
meminimalisasi adanya fraud dalam financial report yang disususn oleh
manajemen. Disamping itu, auditor independent bisa melakukan evaluasi kinerja
agen sehingga akan menciptakan sistem informasi yang sesuai dan bermanfaat
bagi penanam modal, pemberi kredit dalam melakukan pengambilan keputusan
yang masuk akn untuk penanaman modal (Jensen and Meckling, 1976).
Dalam melaksanakan tugas sebagai pihak ketiga yang independent,
auditor kerap merasakan sebuah konflik kepentingan (conflic of interest) dengan
pihak manjemen. Konflik itu ada pada sebuah kondisi dimana auditor yang
diberikan kepercayaan mempunyai kepentingan profesional menjalankan audit
berdasarkan peraturan dan kode etik yang sudah ditentukan dan mempunyai
kepentingan pribadi yang auditor tersebut tergantung pada manajmen yang
membayarkan jasa audit. Kepentingan yang berkompetisi itu bisa membuat sulit
auditor untuk tidak memihak sehingga auditor mempunyai potensi kehilangan
independensinya (Gavious, 2007)

Pengaruh Kepemilikan Publik terhadap Internet Financial Reporting

Kepemilikan publik yaitu kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat,
yaitu individu atau korporat dibawah 5% yang berada di luar manajemen
dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Kepemilikan
publik yang berdomisili di berbagai wilayah geografis, kebutuhan akan
informasi yang cepat dan akurat menjadi pertimbangan pemegang saham
dalam mengambil keputusan. Perusahaan dengan kepemilikan publik yang
tersebar cenderung mendorong manajer untuk menerapkan Internet
Financial Reporting untuk mengurangi konflik keagenan dan menjangkau
semua pemegang saham mereka (Siahaan, 2021).
Berdasarkan teori keagenan, semakin menyebar kepemilikan saham
oleh publik, maka perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi
yang lebih banyak sehingga dapat mengurangi biaya keagenan. Kepemilikan
saham publik berfungsi sebagai mekanisme pengendalian perilaku
manajemen perusahaan (Gunawan, 2019). Semakin banyak kepemilikan
saham publik, maka akan mempengaruhi luasnya pengungkapan internet
financial reporting perusahaan. Banyaknya kepemilikan saham oleh publik
mengharuskan perusahaan tersebut mengungkapkan informasi keuangan
melalui internet dengan lengkap, karena pemegang saham membutuhkan
informasitersebut (Ayuningtias dan Khairunnisa, 2019).
Hasil penelitian Nazar dan Syafrizal (2019) yang menunjukkan bahwa
Kepemilikan publik memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap internet
financial reporting. Sedangkan penelitian Sari dan Diana (2020),
Khairunisa et al., (2019) dan Kurniawati (2018) kepemilikan saham oleh
publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap internet financial
reporting. Penelitian yang dilakukan oleh sebaliknya Ayuningtias dan
Khairunnisa (2019), Rizki dan Ikhsan (2018), Abdullah et al., (2017) dan
Mayasariet et al., (2014) Kepemilikan publik berpengaruh positif terhadap
internet financial reporting, hal ini berarti bahwa jika kepemilikan publik
perusahaan tinggi maka perusahaan cenderung memiliki tingkat
pengungkapan internet financial reporting yang tinggi.

Pengertian Laporan Keuangan

Menurut PSAK No. 1 (2015: 1), “Laporan keuangan adalah penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas”. Menurut
Kasmir (2013:7) secara sederhana dimana pengertian laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan saat ini atau periode
kedepannya. Sedangkan, menurut Farid dan Siswanto (2011:2) mendefinisikan
pengertian dari laporan keuangan sebagai informasi yang diharapkan mampu
memberikan bantuan kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang
bersifat financial.
Menurut V. Wiratna Sujarweni (2017:1) Laporan keuangan adalah catatan
informasi keuangan perusahaan dalam periode akuntansi yang digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan. Laporan keuangan dapat digunakan juga
sebagai alat uji kebenaran tentang informasi keuangan yang masuk atau keluar
dalam perusahaan, dapat juga dimanfaatkan untuk dasar dalam menilai posisi
keuangan perusahaan, dimana berdasarkan laporan keuangan yang sudah
dianalisa, kemudian digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengambil keputusan.

Faktor Penyebab Financial Distress

Financial Distress bisa menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan bagi suatu
perusahaan. apabila perusahaan tidak memahami masalah ini sebaik mungkin,
maka bisa menjadikan nya kondisi yang semakin parah. Untuk itu penting bagi
perusahaan mengenali faktor-faktor penyebab terjadinya financial distress.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab financial distress:
1. Kesulitan arus kas
Hal ini terjadi ketika pendapatan dari hasil operasional perusahaan tidak
cukup untuk memenuhi beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas
operasional perusahaan. kesulitan arus kas dapat disebabkan karena adanya
kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk
pembayaran aktivitas yang dapat memperburuk kondisi keuangan
perusahaan.
2. Besarnya jumlah hutang
Kebijakan dalam pengambilan hutang akan menimbulkan kewajiban yang
harus dibayar ketika sudah jatuh tempo. Apabila perusahaan tidak memiliki
cukup dana untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya maka pihak kreditur
akan menyita asset perusahaan untuk menutupi kewajiban tersebut.
3. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam suatu
perusahaan. hal ini dapat disebabkan adanya beban operasional besarnya
melebihi pendpaatan yang diterima perusahaan.

Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Internet Financial Reporting

Kepemilikan manajerial merupakan pihak manajemen yang ikut serta
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan baik
komisaris atau direktur dan seorang manajer. Selain ikut serta dalam
pengambilan keputusan, tetapi juga memiliki saham pada perusahaan
tersebut (Suastini et al., 2016).
Teori keagenan mengimplikasikan terdapat asimetri informasi yang
timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dimasa yang akan datang jika dibandingkan dengan pemegang
saham dan stakeholder lainnya (Idawati dan Dewi, 2017). Perusahaan dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham
dengan manajemen dengan kepemilikan manajemen sehingga
permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer
adalah juga sekaligus sebagai pemilik (Purba dan Effendi, 2019). Semakin
besar kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen maka akan
dapat menurunkan perilaku opportunistic manajemen karena mereka
bertindak sebagai bagian dari para pemegang saham bukan demi
kepentingan pribadi (Abdillah, 2015). Gunawan (2019) Salah satu media
untuk penyampaian informasi mengenai perusahaan adalah internet
financial reporting.
Hasil penelitian yang dilakukan Asogwa (2017) dan Parlakkaya et
al., (2015) kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap
internet financial reporting. Sementara itu Dewi dan Suryono (2019)
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
internet financial reporting. Sebaliknya penelitian Abdillah (2015)
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pengungkapan internet financial reporting, hal ini
berarti bahwa jika kepemilikan manajerial tinggi maka perusahaan
cenderung memiliki tingkat pengungkapan internet financial reporting yang
tinggi

Internet Financial Reporting

Keberadaan internet telah mengakibatkan terjadinya evolusi pelaporan
keuangan dari desain konvensional dalam bentuk laporan tahunan cetak
menjadi pelaporan keuangan kontemporer berbasis internet (Lipunga, 2014).
Penggunaan internet telah membuat laporan keuangan dapat lebih mudah
dan cepat diakses, tidak mengeluarkan banyak biaya untuk menyajikan
laporan keuangan baik. Laporan keuangan dapat distribusi dan dipakai
untuk pengguna yang berada tidak dalam satu wilayah geografis, dan tidak
harus mencetak laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu cara
melaporkan informasi keuangan perusahan melalui internet financial
reporting (Widari et al., 2018). Akibat dari publikasi melaui internet,
muncul suatu media tambahan dalam penyajian laporan perusahaan melaui
internet atau website yang dikenal dengan corporate internet reporting
(CIR) atau internet financial reporting (Sukmadilaga, 2019).
Internet financial reporting adalah keterbukaan informasi keuangan
dan non keuangan perusahaan melalui website resmi perusahaan (Maulana
dan Almilia, 2018). Internet financial reporting digunakan oleh perusahaan
untuk berkomunikasi lebih baik dengan para pemangku kepentingan,
terutama investor. Informasi yang disajikan di website resmi perusahaan
yang dapat diakses oleh siapa saja kapan saja dan di mana saja dengan biaya
lebih rendah. (Maulana dan Almilia, 2018). Sehingga perusahaan dapat
mengurangi biaya untuk mencetak dan menyebarkan informasi perusahaan
kepada investor dan investor akan lebih mudah dalam mengakses informasi
perusahaan (Nazar dan Syafrizal, 2019). Perusahaan yang
menyelenggarakan internet financial reporting harus mengunjungi situs web
yang digunakan untuk melaporkan laporan keuangan komperhensif,
termasuk footnotes, laporan audit, dan laporan tahunan terkait dengan
regulator pasar modal yaitu OJK dan BEI (Virgiawan dan Diyanti, 2015).
Peraturan terkait internet financial reporting di Indonesia diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.04/2016 menjelaskan
laporan tahunan wajib dimuat dalam situs web emiten atau perusahaan
publik. Kewajiban ini diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan OJK
Nomor 8/POJK.04/2015 Perusahaan Publik wajib memiliki Situs Web yang
memuat informasi umum perusahaan publik, informasi bagi investor,
informasi tata kelola perusahaan dan informasi tanggung jawab sosial
perusahaan.
Internet financial reporting kemajuan teknologi informasi berbasis
internet dapat mewujudkan transparansi informasi perusahaan (Abdillah,
2019). Maulana dan Almilia (2018) menyatakan pada umumnya Format
yang digunakan oleh perusahaan untuk mempublikasikan informasi
keuangan di website adalah PDF, HTML, XBRL, audio atau video.
Penggunaan internet sebagai media penyajian laporan keuangan
perusahaan menjadi tiga bagian, sebagai berikut (Sukmadilaga et al., 2019):
1. Perusahaan menggunalan internet sebagai saluran mendistribusikan
laporan keuangan yang dicetak dalam bentuk format digital, seperti
file dengan format file pdf.
2. Perusahaan menggunakan internet untuk menyajikan laporan
keuangan mereka dalam format web yang memungkinkan mesin
pencari mengindeks data-data tersebut sehingga mesin pencari dan
pengguna dapat dengan mudah menemukan informasi tersebut.
3. Perusahaan menggunakan internet tidak hanya sebagai saluran
distribusi laporan keuangan tetapi juga menyediakan cara yang
lebih interaktif sehingga pengguna tidak hanya dapat melihat
laporan baku yang dikeluarkan oleh perusahaan, tetapi mereka juga
dapat mengkostumisasi sendiri informasi-informasi yang ada dalam
laporan keuangan tersebut, sehingga lebih bermanfaat bagi mereka
tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan dan bahkan pengguna
informasi pun dapat mengkonversi format file atau cetakan yang
mereka perlukan untuk pengambilan keputusan
Indeks Internet Financial Reporting yang terdiri dari empat komponen
indeks yang dikembangkan oleh Handayani dan Almilia (2013) yang
dianalisis dengan masing-masing proporsi penilaiannya yaitu content
sebesar 40 persen, timeliness sebesar 20 persen, technology sebesar 20
persen dan user support sebesar 20 persen. Kriteria indeks internet financial
reporting dengan total score 105. Pengukuran indeks internet financial
reporting dilakukan dengan cara menganalisis isi dari website perusahaan,
memberi skor setiap item informasi yang diungkapkan dalam website
perusahaan dan dijumlahkan skor pada setiap komponennya. Sehingga
indeks internet financial reporting yaitu:
1. Content
Dalam komponen content memuat informasi keuangan,
seperti laporan tahunan, laporan interim dan laporan keuangan
yang meliputi laporan posisi keuangan konsolidasian, laporan laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian, laporan arus
kas konsolidasian, laporan perubahan ekuitas konsolidasian,
catatan atas laporan keuangan konsolidasian, pengungkapan
interim, financial highlight, laporan auditor, dan laporan pimpinan
perusahaan. Selain itu informasi tentang perusahaan seperti visi
misi, susunan pengurus dan kontak untuk hubungan langsung
dengan investor serta laporan tanggungjawab sosial perusahaan,
dan bahasa yang digunakan.
Informasi keuangan yang diungkapkan dalam bentuk HTML
akan mendapat skor lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk PDF.
Perbedaan skor karena penggunaan format HTML lebih
memudahkan pengguna dalam mengakses informasi keuangan
perusahaan secara lebih cepat. Semakin berkualitas komponen
content maka indeksnya akan semakin tinggi (Widari et al., 2018)
Konten Laporan Triwulan pada penelitian sebelumnya yang
digunakan oleh Handayani dan Almilia (2013) pada penelitia ini
menggunakan laporan interim. Dalam PSAK 3 dijelaskan
mengenai laporan keuangan interim, laporan keuangan interim
adalah laporan keuangan yang disajikan untuk satu periode interim,
yang dimaksud dengan periode interim adalah suatu periode
pelaporan keuangan yang lebih pendek daripada periode satu tahun
buku penuh, biasanya bulanan, triwulan, kuartal dan lain
sebagainya.
2. Timeliness
Terdapat empat komponen dalam timeliness pada indeks
internet financial reporting yang perlu diperhatikan. Pertama,
tersedianya press release. Press release merupakan informasi yang
berbentuk berita untuk menumbuhkan citra positif sebagai salah
satu bentuk komunikasi perusahaan dengan stakeholdernya. Kedua,
tersedianya laporan interim yang belum diaudit. Ketiga, tersedianya
Stock Quote, yaitu konsistensi dalam memberikan kutipan saham.
Keempat, Vision Statement, yaitu tersedianya pernyataan perkiraan
masa depan perusahaan tersebut (Hayati, 2018).
3. Technology
Terdapat enam komponen dalam penilaian pemanfaatan
teknologi. Pertama, Download Plug-in On Spot merupakan
ketersediaan link untuk mengunduh aplikasi yang dibutuhkan untuk
membuka informasi yang diunduh dari website. Kedua Online
Feedback yaitu umpan balik ataupun tanggapan dari pengguna
yang bisa langsung disampaikan via online. Ketiga, slide presentasi
yaitu penggunaan slide presentasi yang diunggah di website
sehingga dapat digunakan sebagai strategi bisnis. Keempat,
teknologi multimedia merupakan penggunaan berbagai macam
media yang digunakan untuk menggabungkan dan menyampaikan
informasi dalam bentuk audio, animasi, teks, grafik dan video.
Kelima, alat analisis yang disediakan oleh website untuk
mendukung kebutuhan pengguna. Keenam, fitur canggih (XBRL)
merupakan suatu fitur lanjutan yang dapat digunakan pengguna
untuk mengakses informasi melalui website perusahaan, seperti
intelligent agent atau XBRL. Semakin berkualitas dan semakin
canggih tekonologi yang digunakan dalam website perusahaan
maka indeksnya akan semakin tinggi(Hayati, 2018).
4. User Support
Terdapat tujuh komponen dalam penilaian User Support.
Pertama, help dan frequently asked question (FAQ) yaitu format
daftar informasi online berupa pertanyaan yang sering diajukan
orang beserta jawaban yang sudah tersedia dalam website tersebut.
Kedua, link ke halaman utama yaitu akses halaman web dapat
berpindah dengan cepat ke halaman utama website. Ketiga, link ke
atas yaitu pengaksesan halaman web berpindah dengan cepat ke
bagian paling atas halaman yang sama dengan yang diakses pada
website. Keempat, peta situs yaitu berupa file yang berisi link ke
konten-konten yang ada di dalam website. Kelima, situs pencari
yaitu memudahkan pengguna untuk menemukan konten yang
dicari dengan cepat. Keenam, konsisten desain halaman web yaitu
berkaitan dengan konsistensi desain website seperti tata letak menu
bar atau ikon-ikon tertentu. Ketujuh, banyak klik untuk
mendaptkan informasi yaitu berkaitan dengan kemudahan dan
kecepatan dalam mengakses website. Semakin sedikit melalukan
klik, maka semakin mudah dan cepat pengguna dalam
mendapatkan laporan keuangan. Semakin banyak fasilitas yang
disediakan dalam website perusahaan maka indeksnya akan
semakin tinggi(Hayati, 2018)

Pengertia Financial Distress

Istilah Financial Distress merujuk pada kondisi yang menunjukan keuangan
perusahaan sedang menurun sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.
Yang artinya sebuah perusahaan berada pada posisi yang tidak aman dari ancaman
kebangkrutan atau kegagalan pada usaha yang dilakukan. Menurut Darsono dan
Ashari (2005:77) dalam bukunya mendefinisikan financial distress sebagai
ketidakmampuan perusahaab untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat
jatuh tempo yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Hal serupa
dikemukakan oleh Brigham dan Daves (2010:43) mendefinisikan financial
distress adalah sebuah kondisi kesulitan keuangan yang dimulai ketika perusahaan
tidak mampu membayar kewajiban (hutang) yang jatuh tempo.
Menurut Platt dan Platt (2008) mendefinisikan financial distress sebagai
tahapan dari kondisi keuangan perusahaan yang berkurang yang terjadi sebelum
kebangkrutan atau likuidasi. Pada saat terjadi kesulitan keuangan,
ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut kekurangan modal kerja. Kekurangan modal kerja ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kewajiban lancar dan biaya operasi yang
terlalu tinggi. Jika perusahaan mengalami financial distress dan tidak ada tindakan
lebih lanjut untuk perbaikan, perusahaan dapat mengalami kebangkrutan bahkan
dapat dilikuidasi.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi financial
distress merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan
sebelum terjadinya kebangkrutan sehingga membuat perusahaan mengambil
tindakan likuidasi.
Salah satu penyebab kesulitan keuangan perusahaan menurut Brigham dan
Daves (2014:52) adalah adanya serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan
yang tidak tepat, tidak adanya upaya pengawasan kondisi keuangan sehingga
penggunaan dana yang tidak efektif atau tidak sesuai dengan keperluan. Hal ini
memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan besar dapat terhindar
dari masalah tersebut, karena kondisi financial distress berkaitan langsung dengan
keuangan perusahaan

Kepemilikan Publik

Kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh
masyarakat, yakni individu atau korporat dibawah 5% yang berada di luar
manajemen dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan.
Kepemilikan saham oleh publik menggambarkan tingkat kepemilikan
perusahaan oleh masyarakat publik. Pengguna laporan keuangan tidak
hanya pihak internal perusahaan tetapi juga publik. Kepemilikan publik
tidak bertujuan untuk dimiliki selamanya tetapi bertujuan untuk
diperdagangkan. Kepemilikan publik yang semakin meluas akan menuntut
perusahaan untuk menyebarluaskan informasi tentang perusahaan secara
lebih transparan. Selain itu, kepemilikan publik yang berdomisili di berbagai
wilayah geografis akan meningkat kebutuhan akan informasi yang cepat dan
akurat menjadi pertimbangan pemegang saham dalam mengambil
keputusan(Siahaan, 2021).
Perusahaan dengan kepemilikan publik yang tersebar cenderung
mendorong manajer untuk menerapkan internet financial reporting untuk
mengurangi konflik keagenan dan menjangkau semua pemegang saham
mereka (Siahaan, 2021). Pada dasarnya menurut teori keagenan, semakin
menyebar kepemilikan saham terutama kepemilikan saham oleh publik,
maka perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih
banyak sehingga dapat mengurangi biaya keagenan. Kepemilikan saham
publik berfungsi sebagai mekanisme pengendalian perilaku manajemen
perusahaan (Gunawan, 2019). Semakin besar kepemilikan saham publik
maka akan semakin besar mekanisme pengendalian terhadap perilaku
manajemen. Keberadaan komposisi pemegang saham publik akan
memudahkan monitoring, intervensi atau beberapa pengaruh kedisiplinan
lain pada manajer, yang pada akhirnya akan membuat manajer bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham diantaranya kebutuhan
tersedianya informasi keuangan perusahaan (Daat, 2017).
Semakin besar komposisi kepemilikan perusahaan oleh publik akan
memicu pengungkapan informasi perusahaan dengan lebih mudah yaitu
pengungkapan laporan keuangan perusahaan melalui internet financial
reporting. Dengan demikian semakin besar kepemilikan saham oleh publik,
maka akan semakin tinggi tuntutan perusahaan untuk meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan di internet (Khairunisa et al., 2019). Semakin banyak
kepemilikan saham publik, maka akan mempengaruhi luasnya penerapan
internet financial reportingperusahaan. Banyaknya kepemilikan saham oleh
publik mengharuskan perusahaan tersebut mengungkapkan informasi
keuangan melalui internet dengan lengkap, karena banyak pemegang
saham yang membutuhkan informasi tersebut (Ayuningtias dan
Khairunnisa, 2019)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi financial distress

a) Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam
memenuhi hutang jangka pendek, yang termasuk dalam hutang jangka
pendek seperti biaya operasional, gaji karyawan, hutang usaha dan
kewajiban jangka pendek lainnya yang harus segera dibayarkan saat
jatuh tempo. Jika suatu perusahaan memiliki likuiditas yang cukup
untuk menjamin semua kewajiban jangka pendek maka perusahaan
dinilai likuid, namun sebaliknya jika perusahaan tidak dapat
memenuhi hutang jangka pendeknya maka perusahaan tersebut tidak
bisa dikatakan likuid. Menurut Sucipto dan Muazaroh (2016),
kurangnya likuiditas yang dimiliki perusahaan dapat menghalangi
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan, selain itu
ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek berupa pinjaman jangka pendek, utang usaha dan lainnya
dapat menyebabkan resiko perusahaan mengalami financial distress
akan semakin tinggi, ada dua rasio untuk mengukur likuiditas yaitu
current ratio dan quick ratio. Pada penelitian ini rasio yan digunakan
adalah rasio lancar.
Pengukuran rasio lancar yaitu dengan cara membandingkan
antara aset atau aktiva lancar dengan utang lancarnya, menurut Jhon
dalam Andre dan Taqwa (2014), semakin besar asset lancar yang
dimilki perusahaan maka perusahaan dianggap mampu memenuhi
kewajiban jangka pendek. Current ratio dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa banyak modal kerja yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan operasional. Cureent ratio juga merupakan
tingkat keamanan kreditur jangka pendek. Biasanya current ratio
yang rendah merupakan tanda terjadinya masaah pendanaan, namun
current ratio yang terlalu tinggi juga tidak bisa menjamin bahwa
perusahaan tersebut dapat membayar utang yang telah jatuh tempo,
biasanya disebabkan karena adanya proposi aktiva ancar yang tidak
menguntungkan seperti, jumlah persediaan yang terlalu
tinggidibandingkan tingkat penjualannya yang dapat menurunkan
laba perusahaan dan resiko perusahaan mengalami kesulitan keuangan
atau financial distress akan semakin tinggi. Current ratio yang tinggi
menunjukkan perusahaan menempatkan dana yang besar pada aktiva
lancar, oleh karena itu perusahaan diharuskan untuk mengelola
dengan baik aktiva lancar yang dimilkinya serta menjaga
keseimbangan aktiva lancar dan utang lancarnya yang dapat
digunakan untuk kegiatan operasional agar memperoleh keuntungan
hingga resiko perusahaan terkena financial distress akan semakin
keciil.
b) Rasio Hutang / Leverage
Menurut Kasmir (2008), rasio ini merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
oleh utang. Menurut Rita (2010), menyatakan bahwa kreditor lebih
menyukai rasio utang yang moderat karena semakin rendah rasio ini
ini, maka akan ada semacam perisai shingga kerugian yang diderita
kreditor semakin kecil jika terjadi lukuidasi. Pemilik lebih menyukai
rasio utang yang tinggi, karena dapat memperbesar laba bagi
pemegang saham, jika perusahaan berhasil maka akan memberikan
hasil pengembalian yang tinggi. Menurut Fahmi dalam Rahayu dan
Sopian (2017), penggunaan leverage yang tinggi dapat menyebabkan
perusahaan mengalami resiko extreme leverage. Selain itu apabila
pihak manajemen mengambil keputusan untuk menggunakan utang
yang terlalu tinggi maka akan menguntungkan bagi pihak lain, dan
resiko utang tidak dibayar saat jatuh tempo terkait dengan biaya pokok
pinjaman dan bunga akan semakin tinggi dan akan menimbulkan
kewajiban yang lebih besar dimasa yang akan datang, sehhingga suatu
perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan
semakin tinggi. Dalam pengukuran rasio leverage ada beberapa rasio
yaitu rasio total hutang terhadap total ekuitas (Debt to equity ratio),
rasio total hutang terhadap total aset (Debt to assets ratio), time
interest earned fixed charge coverage. Namun pada penelitian ini
rasio yang digunakan adalah debt to assets ratio atau perbandingan
antara total hutang dengan total aset. Rasio ini mengukur jumlah aset
yang dibiayai oleh hutang. Rasio ini sangat penting untuk melihat
solvabilitas perusahaan. Semakin tinggi nilai DAR ini
mengindikasikan aset lancar yang dibiayai oleh utang semakin besar,
semakin kecil jumlah aset yang dibiayai oleh modal sendiri, dan
semakin tinggi pula resiko perusahaan untuk menyelesaikan
kewajibannya. Maka dari itu bagi perusahaan sebaiknya besarnya
hutang tidak boleh melebihi asetnya agar beban tetapnya tidak terlalu
tinggi. Meningkatnya beban utang terhadap pihak luar menunjukkan
bahwa sumber modal perusahaan tergantung pihak luar, selain itu
besarnya beban hutang yang ditanggung dapat mengurangi jumlah
laba yang diterima dan perusahaan mengalami kemungkinan terkena
financial distress semakin tinggi.
c) Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur bagaimana
kemampuan suatu perusahaan dalam mencari keuntungan.rasio ini
juga bisa memberikan bagaimana ukuran tingkat efektivitas
manajemen pada suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkandari penjualandan juga dari pendapatan investasi.
Sederhananya rasio profitabilitas ini menunjukkan bagaimaana
efisiensi perusahaan (Kasmir, 2016).
Menurut Hanafi dan Halim (2009), rasio ini mengukur baimana
kemampuan perusahaan tersebut dalam memperoleh laba bersihnya
pada tingkat aset, modal saham tertentu dan juga tingkat
penjualannya. Ada 2 pengukuran untuk mengukur rasio ini, yaitu
ROA (Return On Asset) dan ROE (Return On Equity). Pada penelitian
kali ini pengukurannya menggunakan ROA. ROA yaitu perhitungan
kemampuan perusahaan menghasilkan suatu laba terlepas dari
pendanaan yang dipakai. Rasio ROA yang tinggi mencerminkan
efisiensi manajemen aset. Menurut Lukman (2004), profitabilitas
sangat penting bagi sebuah perusahaan, karena jika perusahaan ingin
memiliki umur yang panjang, maka suatu perusahaan wajib ada dalam
kondisi yang menguntungkan. Jika perusahaan tidak memilki
keuntungan, maka untuk menarik modal dari luar akan sangat sulit.
Menurut Wahyu dalam Andre dan Taqwa (2014), profitabilitas
menunjukkan bagaimana penggunaan aset perusahaan, apakah sudah
efisiensi dan efektifitasnya sesuai, karena rasio ini melihat bagaimana
sebuah perusahaan mampu menghasilkan laba sesuai dengan
efektivitas penggunaan aset yang dimiliki. Jika suatu perusahaan bisa
menggunakan asetnya dengan efektif, maka dapat meminimalisir
biaya yang dikeluarkan perusahaan , maka dari itu perusahaan bisa
menghemat dan bisa memilki kecukupan dana dala menjaalankan
usahanya. Jika ada ketercukupan dana, kemungkinan perusahaan
terkena kesulitan keuangan menjadi lebih minim.
d) Operating Capacity
Menurut Jiming dan Weiwei (2011), rasio operating capacity
yaitu gambaran bagaimana tepatnya kinerja operasional dari sebuah
perusahaan. Rasio ini biasanya dikenal dengan rasio perputaran total
aktiva. Operating capacity dinilai dengan cara membagi antara
penjualan dengan jumlah aktiva. Jika rasio ini tinggi maka
menunjukkan bahwa perusahaan memilki manajemen yang tepat, dan
juga sebaliknya rasio ini rendah maka perusahaan wajib mengakali
bagaimana caranya manajemen mengevaluasi pemasarannya,
strateginya, dan pengeluaran modal (Investasi) Invalid source
specified.. Menurut Ardiyanto dalam Widhiari dan Merkusiwati
(2015), jika penjualan meningkat dan relatif besar dibanding dengan
meingkatnya aktiva, maka akan menyebabkan rasio ini semakin
tinggi, sebaliknya jika peningkatan pejualan lebih kecil dari
peningkatan aktivanya maka akan membuat rrasio ini semakin rendah

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham yang
dimiliki dewan direksi dan komisaris (Hersugondo,2018). Kepemilikan
saham manajerial merupakan pihak manajemen yang berperan serta dalam
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan baik komisaris atau
direktur dan seorang manajer. Peran tersebut tidak hanya pengambilan
keputusan tetapi diberikan kesempatan juga untuk ikut memiliki saham pada
perusahaan (Suastini et al., 2016). Presentase kepemilikan saham oleh
manajemen harus dicantumkan dalam catatan laporan keuangan. Informasi
kepemilikan saham penting bagi pengguna laporan keuangan karena dengan
adanya kepemilikan manajerial dipercaya dapat meminimalisirkan
terjadinya konflik keagenan. (Royani et al., 2020).
Untuk meningkatkan kualitas keterbukaan informasi oleh pemegang
saham tertentu ditetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.04/2017 mengenai laporan kepemilikan atau setiap perubahan
kepemilikan saham perusahaan terbuka. Dijelaskan dalamhal penyampaian
laporan menyatakan anggota Direksi atau Komisaris wajib melaporkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan atas kepemilikan dan setiap perubahan
kepemilikannya atas saham perusahaan terbuka baik langsung maupun tidak
langsung dan perusahaan terbuka wajib memiliki kebijakan mengenai
kewajiban anggota direksi dan komisaris untuk menyampaikan informasi
kepada perusahaan terbuka mengenai kepemilikan dan setiap perubahan
kepemilikannya atas saham perusahaan terbuka.
Berdasarkan teori agensi, dengan adanya kepemilikan manajerial
dalam perusahaan akan dapat meredakan konflik keagenan (Fadillah,
2017). Dalam teori agensi dijelaskan bahwa hubungan keagenan didasarkan
pada hubungan keagenan antara pemegang saham dan manajemen dimana
ada kemungkinan terjadinya asimetri informasi akibat dari benturan
kepentingan. Manajer yang sekaligus juga bertindak sebagai pemegang
saham perusahaan akan mempunyai motivasi yang tinggi demi
meningkatkan nilai perusahaan termasuk dalam pengungkapan informasi
(Abdillah,2015).
Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar
dengan manajemen sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan
hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai pemilik
(Purba dan Effendi, 2019). Abdillah (2015) Semakin besar kepemilikan
saham yang dimiliki manajemen maka akan menjadikan manajemen
berusaha lebih giat meningkatkan kesejahteraan mereka karena mereka
bagian dari pemegang saham sehingga dengan begitu perilaku opportunistic
manajer akan menurun yang berdampak pada menurunnya juga biaya agensi
yang dilakukan para pemegang saham (shareholders).

Financial Distress

Menurut Plat dan Plat dalam Hidayat (2013), financial distress
diartikan sebagai tahapan penurunan kondisi keuangan perusahaan
sebelum terjadinya kebangkrutn. Menurut Mas’ud dan Srengga (2012),
financial distress yaitu dimana kondisi keuangan perusahaan tidak dalam
kondisi yang baik atau sehat, bisa dikatakan kondisi keuangan perusahaan
dalam keadaan yang kritis. Menurut Brigham dan Daves dalam Hidayat
(2013), financial distress terjadi karena adanya pengambilan keputusan
yang kurang tepat selain itu juga kurangnya pengawasan terhadap
keuangan perusahaan. Menurut Rayenda dalam Andre dan Taqwa (2014),
financial distress terjadi karena perusahaan tidak bisa menjaga kestabilan
kinerja keuangannya sehinga dapat menurunkan pendapatan dan
meningkatkan kerugian operasional.
Menurut Hadi dalam Fatmawati dan Wahidahwati (2017) economic
distress sebab terjadinya perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan,
economic ditress sendiri yaitu yang terjadi didalam suatu industri
perusahaan karena efektivitas manajemen yang buruk, jika perusahaan
memilki tata kelola yang buruk atau tidak baik, akibatnya perusahaan
tersebut bisa mengaalami kesulitan keuangan karena dampak dari
penyelewengan operasional perusahaan tersebut. Adanya pengaruh dari
perusahaan itu sendiri (internal) dan dari luar perusahaan (eksternal) juga
mengakibatkan perusahaan mengalami financial distress. Menurut Rahmy
(2015) Faktor internal biasanya :
a) Kesulitan arus kas pada perusahaan bisa saja terjadi jika manajemen
salah dalam pengelolaan arus kasnya untuk pembiayaan aktivitas
perusahaan tersebut, yang dimana ini bisa memperburuk kondisi
keuangan suatu entitas.
b) Besarnya jumlah utang, jika perusahaan memilih utang untuk
menutupi biaya operasional suatu perusahaan, maka hanya akan
menambah beban kewajiban entitas dimasa yang akan datang. Kasus
yang sering terjadi pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan
yaitu ketika pembayaran tagihan sudah jatuh tempo dan perusahaan
belum memiliki biaya untuk melunasi tagihan-tagihannya, maka phak
kreditur kemudian menyita berbagai aset yang dimiliki perusahaan
yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tersebut kesulitan
dalam memproduksi atau menjual produknya.
c) Perusahaan yang mengalami kerugian dari kegiatan operasionalnya
dalam jangka waktu beberapa tahun, merupakan akibat dari aktivitas
perusahaan yang tidak ditangani dengan kebijakan yang tepat juga
waktu yang singkat, kerugian operasional dalam perusahaan bisa
berakibat arus kas negatif. Jika perusahaan mampu mengatasi
permasalahan diatas dengan tepat, belum bisa menjamin juga
perusahaan bisa lolos dari kondisi kesulitan keuangan, karena ada
beberapa faktor eksternal perusahaan yang bisa mengakibatkan
financial distress seperti beban bunga yang meningkat karena terjadi
peningkatan suku bunga

Likuiditas berpengaruh terhadap financial distres

Likuiditas adalah kapasitas perusahaan dalam membiayai kewajiban lancar
finansial yang harus segera lunas (yang bersifat jangka pendek). Untuk
mempertahankan perusahaan dalam kondisi likuid, maka perusahaan harus
memiliki dana lancar yang lebih banyak dari utang lancarnya. Jika semakin
likuid suatu perusahaan maka probabilitas perusahaan tersebut tidak
mengalami ancaman financial distress menurut Almila (dalam Hanifah, 2013)

Teori Agensi (Agency Theory)

Teori agensi dijelaskan bahwa terdapat perbedaan perilaku antara
pemberi amanat (pemegang saham) dan manajernya (agen). Agen
merupakan orang yang diberi wewenang oleh pemilik perusahaan sebagai
pemberi amanat untuk bertindak atas nama pemberi amanat (pemegang
saham). Tindakan mereka harus sesuai dengan kepentingan pemilik
perusahaan sehingga konflik antara pemilik perusahaan dengan agen dapat
diatasi. Namun pemilik perusahaan tidak dapat bertindak hanya untuk
kepentingan mereka saja akan tetapi juga harus memperhatikan
kepentingan agen, sehingga terjadi keseimbangan (Kasmir, 2019).
Asimetri informasi adalah ketidakseimbangan informasi yang
diberikan oleh manajemen kepada principal. Asimetri informasi dapat
menimbulkan biaya agensi yang dikeluarkan oleh para pemegang saham
(stakeholders) dalam rangka mengawasi kinerja manajemen (Abdillah,
2015). Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi yang
timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dimasa yang akan datang jika dibandingkan dengan pemegang
saham dan stakeholder lainnya (Idawati dan Dewi, 2017). Pada dasarnya
teori ini berupaya untuk mengatasi adanya perbedaan kepentingan di antara
prinsipal dan agen, salah satunya dengan memberikan informasi akuntansi
yang relevan sehingga dapat memaksimalkan pendapatan yang akan
diperoleh dengan mempertimbangkan kerugian yang mungkin timbul dan
berdampak pada pihak lain (Saud et al., 2019).
Dalam mengurangi biaya keagenan, perusahaan mengadopsi
pengungkapan yang lebih luas dan komprehensif dengan menggunakan
fasilitas internet untuk dapat berbagi informasi kepada pemegang saham
(Dewi dan Suryono, 2019). Gunawan (2019) internet financial reporting
merupakan media untuk penyampaian informasi mengenai perusahaan.
Perusahaan menggunakan internet financial reporting sebagai salah satu
cara mengurangi biaya agensi dalam menyebarkan laporan keuangan
perusahaan pada website perusahaan (Diatmika dan Yadnyana, 2017).
Internet financialreporting dapat mendorong perusahaan beradaptasi dengan
cepat terhadap kemajuan teknologi informasi yaitu berbasis internet guna
mewujudkan transparansi informasi perusahaan (Abdillah,2019)

Good Corporate governance

Good corporate governance adalah cara tata kelola perusahaan yang
menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang
menentukan arah dan kinerja perusahaan menurut Monks & Minow (dalam
Wardhani, 2007). GCG sebagai keseluruhan sistem yang terbentuk mulai dari
hak, proses serta pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen
perusahaan (Agusti, 2013). Menurut komite nasional kebijakan good corporate
governance (KNKG), (dalam Agusti, 2013) fungsi penerapan good corporate
governance bagi perusahaan adalah:
1. Mendorong tercapainya hubungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemanfaatan fungsi dan kemandirian masing–masing organ
perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi dan rapat umum pemegang saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, anggota direksi agar
dalam membuat suatu keputusan dan melakukan tindakannya dilandasi oleh
nilai moral yang tinggi dan mematuhi terhadap peraturan perundang –
undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar
perusahaan.
5. Memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemegang kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga memperbesar kepercayaan pasar yang dapat mendorong investasi
dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan

Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan satu aspek yang ada dalam pengelolaan
keuangan, prinsip akuntabilitas berarti proses penganggaran mulai dari
perencanaan, penyusuanan, pelaksanaan harus benar-benar di
pertanggungjawabkan dan dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan baik
kepada masyarakat maupun badan pengawas desa (Istiqomah, 2015).
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diartikan sebagai
kewajiban pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pelaksanaan pemerintahan didaerah dalam rangka meningkatkan otonomi daerah
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban
yang terukir baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya (Indah, 2015).
Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan segala kegiatan atau aktifitas, terutama dalam bidang admistrasi
keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Media pertanggungjawaban
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan keuangan pertanggungjawaban, akan
tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan pemberi mandat untuk
mendapatkan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara lisan
maupun tulisan, sehingga akuntabilitas dapat tumbuh pada lingkungan yang
mengutamakan keterbukaan sebagai landasan pertanggungjawaban.
Menurut Mayasari (2012) Akuntabilitas berkaitan erat dengan
pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam hal ini adalah tentang
pencapaian target suatu program. Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka dapat
kita simpulkan bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep pelaporan dan juga
pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh suatu organisasi atau suatu
lembaga pada stakeholdernya baik tata kelola, prioritas, dan keuangan dari
organisasi tersebut.
Menurut Pamungkas dan Hariadi (2016) akuntabilitas dibedakan dalam
beberapa macam, antara lain:
1. Akuntabilitas administratif/ organisasi, adalah pertanggung jawaban antara
pejabat yang berwenang dengan unit bawahannya dalam hubungan hirarki
yang jelas.
2. Akuntabilitas Legal, yang merujuk pada domain publik dikaitkan dengan
proses legislatif dan yudikatif. Bentuknya dapat berupa peninjauan kembali
kebijakan yang yang telah diambil oleh pejabat publik maupun pembatalan
suatu peraturan oleh institusi yudikatif. Ukuran akuntabilitas ini adalah
peraturan perundang-undangan.
3. Akuntabilitas Politik, terkait dengan adanya kewenangan pemegang kekuasaan
politik untuk mengatur, menetapkan prioritas dan pendistribusian sumber-
sumber yang menjamun adanya kepatuhan melaksanakan tanggungjawab
administrasi dan legal, memusatkan pada tekanan demokratik yang dinyatakan
oleh administrasi publik.
4. Akuntabilitas Profesional, berkaitan dengan pelaksanaan kinerja dan juga
tindakan berdasarkan tolak ukur yang ditetapkan oleh orang profesi yang
sejenis. Akuntabilitas ini lebih menekankan kepada kinerja dan tindakan.
5. Akuntabilitas moral, berkaitan dengan tata nilai yang berlaku di kalangan
masyarakat. Hal ini lebih banyak berbicara tentang baik atau buruknya suatu
kinerja atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang/badan berdasarkan ukuran
tata nilai yang berlaku di wilayah setempat

Prinsip Good Governance

Prinsip Good Governance terletak pada reformasi birokrasi karena
reformasi birokrasi untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah sangat relevan
dengan penciptaan good governance karena birokrasi pemerintahan yang
akuntabel memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Penelitian ini menggunakan beberapa prinsip good governance yaitu
akuntabilitas dan transparansi. Akuntabilitas dan transparansi di maksudkan untuk
memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan aparatur
pemerintah berjalan dengan baik. Terselenggaranya pemerintahan yang baik
(good governance) merupakan kehendak kita bersama. Akuntabilitas diyakini
mampu mengubah kondisi pemerintahan yang tidak dapat memberikan pelayanan
publik secara baik dan korup menuju suatu tatanan pemerintahan yang
demokratis.
Hal tersebut seiring dengan tuntutan dari masyarakat agar organisasi
sector public meningkatkan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas public
dalam menjalankan aktivitas pengelolaan keuangan pemerintah. Penyelenggaraan
pemerintahan yang akuntabel akan mendapat dukungan dari publik. Ada
kepercayaan masyarakat atas apa yang diselenggarakan, direncanakan, dan
dilaksanakan oleh program yang berorientasi kepada publik. Di pihak
penyelenggara, akuntabilitas mencerminkan komitmen pemerintah dalam
melayani publik. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana yang
transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan
pendapat. Oleh karena itu, pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat adalah hal yang tidak dapat
dipisahkan dari public

Leverage

Leverage menunjukkan perusahaan memanfaatkan pendanaan melalui hutang.
Penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena
perusahaan akan masuk kedalam katagori exstream leverage (utang ekstrim) yaitu
perusahaan terlilit dalam hutang yang besar dan sulit untuk melepaskan beban utang
tersebut (Widarjo dan Setiawan, 2009).
Rasio Leverage menunjukkan perlunya perusahaan memikirkan untuk
menyediakan pendanaan hutang – hutang perusahaan yang sedang ditanggung.
Pihak pemberi pinjaman perusahaan akan sangat memperhitungkan dan
mengevaluasi rasio leverage perusahaan, karena pemberi pinjaman senantiaa
menginginkan dana yang dipinjamkan akan kembali lagi beserta bunga yang
ditanggungkan kepada perusahaan. Bagi pemberi pinjaman, perusahaan dengan
rasio leverage yang tinggi akan cenderung mereka hindari karena berarti perusahaan
memiliki banyak tanggungan hutang. Hal ini membuat pelindungan terhadap
pengembalian dana yang dipijamkan pada perusahaan menjadi kecil bahkan tidak
sanggup dilembalikan oleh perusahaan. Kemungkinan kegagalan perusahaan akan
semakin besar jika nilai leverage perusahaan juga besar hal ini senada dengan
pendapat Mulyani, (2001)

Transaksi Non Tunai

Sistem pembayaran non tunai adalah sistem yang mencakup pemindahan
dana (uang) dari satu pihak kepihak yang lain guna memenuhi suatu kewajiban
yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Berdasarkan surat edaran Nomor:
910/1867/SJ Tentang Pelaksanaan transaksi non tunai pada pemerintah daerah
Kabupaten Jepara yang menindaklanjuti ketentuan pasal 283 ayat (2) undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yang
mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatuhan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Berkenaan dengan upaya peningkatan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan keuangan daerah dimaksud serta sebagai pelaksanaan instruksi
presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan
korupsi tahun 2016 dan tahun 2017, perlu dilakukan pencepatan implementasi
transaksi non tunai pada pemerintah daerah. Untuk itu disampaikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Transaksi non tunai merupakan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu
pihak ke pihak lain dengan menggunakan instrument berupa Alat pembayaran
Menggunakan Kartu (ATM), cek, bilyet giro, uang elektronik atau sejenisnya.
2. Pelaksanaan transaksi non tunai pada pemerintah daerah telah dilaksanakan
pada tanggal 1 Januari 2018 yang meliputi seluruh transaksi:
a. Penerimaan daerah yang dilakukan oleh penerimaan/bendahara penerimaan
pembantu; dan
b. Pengeluaran daerah yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran/bendahara
peugeluaran pembantu.
3. Dalam rangka persiapan implementasi transaksi non tunai sebagaimana
dimaksud pada angka 1, diminta kepada saudara untuk melakukan koordinasi
dengan lembaga keuangan bank/lembaga keuangan bank terkait di daerah.
4. Bupati/walikota menetapkan kebijakan implementasi transaksi non tunai serta
menyusun rencana aksi atas pelaksanaan kebijakan dimaksud.
5. Dalam hal karena pertimbangan keterbatasan infrastruktur yang terkait dengan
pengelenggaraan transaksi non tunai di daerah, pemerintah daerah dapat
melaksanakan transaksi non tunai di maksud secara bertahap dengan
melakukan pembatasan penggunaan uang tunai dalam pelaksanaan transaksi
penerimaan oleh bendahara penerimaan/bendahara penerimaan pembantu dan
transaksi pengeluaran oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran
pembantu yang ditetapkan oleh bupati.
6. Bupati/walikota melaporkan perkembangan kesiapan implementasi transaksi
non tunai di daerahnya masing-masing kepada gubernur dan tembusannya
disampaikan kepada menteri dalam negeri cq. Direktur jenderal bina keuangan
daerah paling lambat 1 september 2017. Adanya kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Jepara telah menetapkan implementasi transaksi non
tunai serta menyusun rencana aksi atas pelaksanaan kebijakan yang dimaksud
karena pertimbangan keterbatasan infrastruktur yang terkait dengan
penyelenggara transaksi non tunai di daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten
Jepara dapat melaksanakan transaksi non tunai secara bertahap dengan
melakukan pembatasan penggunaan uang tunai dalam pelaksnaan transaksi
penerimaan oleh bendahara penerimaan/bendahara penerimaan pembantu dan
transaksi pengeluaran oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran
pembantu yang ditetapkan oleh Bupati Kabupaten Jepara. Oleh karena itu
pemerintah Kabupaten Jepara Tahun 2018 ini telah memberlakukan transaksi
non tunai sebagai upaya peningkatan akuntabilitas transaksi pengelolaan
keuangan daerah.
Menurut Bupati Jepara, dengan berlakunya transaksi non tunai ini,
maka pengelolaan keuangan daerah akan lebih transparan, efektif, dan efisien.
Serta mampu menutup ruang-ruang tindak pidana korupsi.
Implementasi Transaksi Non Tunai, memberikan manfaat antara lain:
a. Mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah;
b. Mencegah peredaran uang palsu;
c. Menghemat pengeluaran Negara;
d. Menekan laju inflasi;
e. Mencegah transaksi illegal (korupsi);
f. Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money);
g. Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan kas.
Beberapa faktor yang memperkuat didukung oleh faktor teknologi yang
memadai dan manajemen sumber daya manusia. Faktor sumber daya manusia
meliputi konflik peran dan motivasi yang dialami individu yang dapat
mempengaruhi efektivitas. Pemerintah daerah Kabupaten Jepara dalam
menyelenggarakan pembangunan memerlukan sumber daya manusia dan sumber
pembiayaan yang memadai, serta dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang
lainnya seperti sistem informasi akuntansi. Akuntansi merupakan bagian dari
sistem informasi yang memiliki posisi penting dalam proses administrasi di
pemerintahan daerah, terutama dalam mengatur perencanaan, pengaturan, dan
pengawasan (Alshbiel dan Al-Awaqleh, 2011).
Sedangkan faktor teknologi merupakan faktor pendorong dari fungsi
produksi, dapat dikatakan demikian karena jika suatu teknologi yang digunakan
lebih modern maka hasil hasil produksi yang akan tercapai akan menghasilkan
barang atau jasa yang lebih banyak dan lebih efisien atau efektif, teknologi
sebagai suatu bagian yang integral dari strategi bisnis, dan bukan sebagai suatu
entitas yang menyokong strategi bisnis. Selain itu juga mengerti peranan strategi
teknologi dalam mengupayakan keuntungan kompetitif

Agency Theory

Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual
antara principals dan agens. Pihak principals adalah pihak yang memberikan
mandat kepada pihak lain yaitu agent untuk melakukan semua kegiatan atas nama
principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Smith,
1984).
Pada dasarnya organisasi sektor publik dibangun atas dasar agency
theory, diakui atau tidak di pemerintah daerah terdapat hubungan dan masalah
keagenan. Teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia
menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian
hubungan antara prinsipal dan agen.
Setiawan (2012) menyatakan bahwa kerangka hubungan prinsipal agen
merupakan satu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis komitmen-
komitmen kebijakan publik. Akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa
pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak
pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam
pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan)
antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah daerah sebagai agent. Di
pandang dari sudut pandang teori keagenan diatas. Hubungan antara masyarakat
dengan pemerintah adalah seperti hubungan antara prinsipal dan agen. Masyarakat
adalah prinsipal dan pemerintah adalah agen, Prinsipal memberikan wewenang
pengaturan kepada agen, dan memberikan sumber daya kepada agen (dalam
bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang
yang diberikan, agen memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap prinsipal
(Santoso dan Pambelum, 2008).
Agen merupakan penerima tanggung jawab dan principle ialah pemberi
tanggung jawab. Teori keagenan (agency theory) dibangun sebagai upaya untuk
memahami dan memecahkan masalah-masalah yang muncul manakala ada
ketidak lengkapan informasi pada saat melakukan kontrak. Untuk itu, konsep
pengelolaan keuangan daerah dapat dijelaskan menggunakan agency theory
dimana dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban
pihak pemegang amanah dalam hal ini pemerintah (agent) yang selalu
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak
pemberi amanah dalam hal ini masyarakat

Financial Indicators

Financial Indicators dapat dikatakan sebagagai indikator kinerja keuangan
perusahaan merupakan hasil atau kondisi keuangan suatu perusahaan maupun
kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan untuk suatu periode tertentu yang
disajikan di dalam laporan keuangan perusahaan (Jiming dan Wei Wei, 2011).
Menurut teori manajemen keuangan financial indicators dapat menggabungakan
aset dan kewajiban melalui laporan laba rugi dan arus kas selain itu dapat
menghilangkan efek skala perusahaan dan perbedaan industri pada penelitian
Jiming dan Wei Wei, 2011 menggunakan 5 indikator yaitu:
1. Indikator solvabilitas meliputi solvabilitas jangka panjang dan solvabilitas
jangka pendek indikator tersebut untuk mengkur keadaan perusahaan yang
meliputi rasio likuiditas, current rasio, quick rasio, cash to current liability ratio,
equity rario, debt asset rasio, debt equity ratio, agregat dan penutupan bunga.
2. Indikator profitabilitas merupakan sebagai pusat dari sistem keuangan. Indikator
profitabilitas dapat mencerminkan profitabilitas perusahaan meliputi laba kotor
bisnis utama, laba bersih dari bisnis utama, ratio of return on total assets, total
accruals to total assets dan rate of return.
3. Indikator kapasitas operasi mencerminkan efisiensi operasional perusahaan
meliputi perputaran piutang, perputaran persediaan, dan perputaran total aset.
4. Indikator pertumbuhan mencerminkan tingkat pertumbuhan pendapatan bisnis
utama tingkat pertumbuhan laba operasi, tingkat pertumbuhan laba bersih,
tingkat pertumbuhan total aset dan tingkat pertumbuhan bersih aset.
5. Indikator arus kas mencerminkan peran arus kas meliputi tingkat penjualan
tunai, arus kas bersih, dari aktivitas operasi setiap saham dan arus kas masuk
dan keluar dari aktivitas operasi

Teori Keagenan

Teori keagenan dapat menganalisis dan meyelesaikan dua masalah yang
terjadi dalam hubungan antara pemilik atau pemegang saham dan manajemen
perusahaan. Masalah keagenan dapat muncul ketika terdapat perbedaan tujuan dari
pemilik dan manajemen, pemilik tidak mengetahui secara pasti apa yang
sebenarnya dilakukan oleh manajemen Wheelen dan Hunger (2000:31, dalam
Lukviarman, 2016:31). Teori keagenan adalah teori yang paling tepat untuk
membahas masalah tentang corporate governance, karena teori keagenan
memberikan fokus terhadap fakta yang berkembang bahwa setiap organisasi
individu (the agent) akan bertindak sebagai pihak yang dipercaya oleh individu atau
sekelompok individu lainnya (the principal), hubungan antara keduannya disebut
the principal-agent relationship (Lukviarman, 2016:38). Teori keagenan adalah
teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja antara pemilik perusahaan
(pemegang saham) dan manajemen perusahaan. Manajemen adalah agent yang
ditunjuk oleh pemegang saham (principal) yang diberi tugas dan wewenang untuk
mengelola perusahaan atas nama pemegang saham.
Teori keagenan muncul ketika pemegang saham memperkejakan pihak lain
untuk mengelola perusahaan yang dimilikinya. Pemegang saham atau principal
tidak boleh mencampuri urusan teknis dalam operasi perusahaan meskipun
prinsipal sendiri adalah pihak yang memberi tugas dan wewenang kepada agent.
Teori keagenan berfungsi untuk menganalisa dan menemukan solusi terhadap
masalah-masalah yang ada dalam hubungan keagenan antara manejemen
perusahaan dan para pemegang saham. Teori keagenan di dalam corporate
governance diharapkan agar dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan pada para pemegang saham bahwa mereka akan menerima dividen atas
investasi yang telah dilakukannya pada perusahaan.
Teori keagenan juga menjelaskan tentang corporate governance yang berisi
tentang meyakinkan para pemegang saham atau investor bahwa manajer tidak akan
melakukan kecurangan, mencuri ataupun menggelapkan dana investor, dan atau
menginvestasikan dana investor ke dalam proyek lain yang tidak menguntungkan
bagi investor. Karena pada dasarnya teori keagenan, setiap individu dari mereka
yaitu principal ataupun agent diasumsikan selalu bertindak untuk kepentingan
dirinya sendiri (Lukviarman, 2016:38). Pada dasarnya manajemen yang memiliki
wewenang selalu memprioritaskan apa yang menjadi keuntungan bagi mereka, dan
terkadang kepentingan principal bisa terpinggirkan oleh kepentingan manajemen
itu sendiri. Hal ini akan memunculkan konflik kepentingan (conflict of interest)
diantara pincipal dan agent, sehingga dapat memunculkan masalah keagenen
(agency problem).
Perbedaan tujuan dan kepentingan tidak hanya melibatkan manajemen dan
pemegang saham saja, tetapi pihak lain pun juga dapat terlibat. Pada teori keagenan
ada tiga macam konflik kepentingan yang dapat terjadi di dalam perusahaan yaitu
pemegang saham dengan manajemen, pemegang saham dengan kreditur, dan
pemegang saham dengan bawahannya. Permasalahan yang biasanya timbul dalam
teori keagenan adalah adanya asimetri informasi. Asimetri informasi yaitu salah
satu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dan lebih baik dari pada pihak
yang lainnya.
Dalam kasus corporate governance, pihak agent lebih banyak memiliki
informasi dibandingkan dengan pihak principal. Permasalahan ini dapat dikurangi
melalui Good Corporate Governance. Good Corporate Governance juga dapat
membatasi tindakan manipulasi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen.
Pemegang saham atau investor tidak langsung percaya terhadap laporan keuangan
yang dibuat oleh manajemen.
Manajemen bisa saja memanipulasi laporan keuangan tersebut, sehingga
manajemen keuangan mewajibkan laporan keuangan tersebut untuk diperiksa
dengan cara di audit. Adanya pemeriksaan laporan keuangan ini mengakibatkan
pemegang saham megeluarkan dana yang mahal (agency cost) untuk meminta
pihak independen yaitu auditor untuk memeriksa laporan keuangan yang dibuat
oleh agent. Audit tidak hanya diperlukan oleh pemegang saham saja tetapi kreditor
bahkan manajemen sendiripun juga memerlukan audit. Karena dengan audit,
manajemen bisa memberikan legitimasi bahwa mereka (manajemen) telah berkerja
baik dan jujur. Agar dapat meminimalkan penyimpangan yang dapat dilakukan oleh
agent, proses kinerja perusahaan yang ada harus akuntanbilitas dan transparansi

Financial Distres

Financial distres adalah keadaan dimana keuangan perusahaan sedang
mengalami kesulitan atau keadaan tidak sehat. Financial distress yaitu tahapan
penurunan kondisi keuangan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
Financial distress dimulai dengan ketidak mampuan memenuhi kewajiban-
kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas,
dan merupakan kewajiban dalam kategori solvabilitas menurut Plat dan Plat (dalam
Fahmi 2013:158).
Financial distress adalah suatu masalah keuangan yang dapat dihadapi
perusahaan yang memiliki beberapa tahapan (dalam Febriani 2010:196). Tahapan
kebangkrutan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Latency. pada tahap latency, Return on Assets (ROA) akan mengalami
penurunan.
2. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas, perusahaan kekurangan
sumber daya kas untuk memnuhi kewajiban saat ini, meskipun masih
mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat.
3. Financial Distres. Kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan
darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan.
4. Bankrupicy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan
keuangan (financial distress), maka perusahaan akan bangkrut.
Menurut Lizal (dalam Febrina 2010:197) mengelompokkan penyebab kesulitan
keuangan, yang disebut dengan model dasar kebangkrutan atau trinitas penyebab
kesulitan keuangan. Terdapat penyebab utama perusahaan mengalami fianancial
distress dan kemudian bangkrut yaitu:
1. Neoclassical model
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya
tidak tepat. Manajemen yang kurang bisa mengalokasi sumber daya (aset)
yang ada diperusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan.
2. Financial model
Perpaduan aset benar tetapi menyusun struktur keuangan salah dengan
liquidity constrains. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat
bertahap hidup jangka panjang tapi harus bangkrut juga dalam jangka
pendek.
3. Corporate Gorvernance model
Menurut model ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan
struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidak
efisienan ini mendorong perusahaan menjadi Ollt of the market sebagai
konsekuensi dari masalah dalam pengelolaan perusahaan yang tak
terpecahkan.

Teori Keagenan

Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan tentang
adanya pemisahan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pengelola
perusahaan (Bodroastuti, 2009). Menurut teori keagenan, pemisahan ini dapat
menyebabkan konflik. Terjadinya agency confict disebabkan pihak – pihak yang
berhubungan yaitu principal (yang menyerahkan kontrak atau pemegang saham)
dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai
kepentingan yang saling bertentangan. Apabila agen dan principal berupaya
mengoptimalkan kepentingannya masing – masing, serta memiliki keinginan,
motivasi dan tujuan yang berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu bertindak
sesuai keinginan principal menurut Jensen dan Mecking (dalam Hanifah, 2013).
Permasalahan yang muncul karena adanya perbedaan sudut pandang dan
kepentingan antara agen dan principal disebut agency problem. Salah satu penyebab
agency problem adalah adanya asymmetric information. Asymmetrc information
adalah informasi yang tidak seimbang karena adannya distribusi informasi yang
berbeda antara principal dan agen yang mengakibatkan masalah yaitu kesulitan
principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen
(Emirzon,2007).
Jensen dan Mecking (dalam Hanifah, 2013) menyatakan permasalahan adalah:
1. Moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. Adverse selection, yaitu keadaan dimana principal tidak dapat memehami
apakah suatu keputusan diambil oleh agen benar didasakan atas informasi
yang telah diperolehnya atau terjadinya sebagai sebuah kelalaian tugas.
Dengan demikian perlu suatu mekanisme pengendalian yang dapat
menyatukan perbedaan yaitu good corporate governance. Good corporate
governance adalah sistem antisipasi agar tidak terjadi konflik atau antara pihak
agen dan principal yang berdampak pada penurunan agency cost
(Bondroastuti,2009

Teori Keagenan (Agency Theory)

Masalah keagenan awalnya dikaji oleh Ross (1973) yang selanjutnya
kajian teoritis lebih mendetail dikemukakan pertama kali oleh Jensen dan
Meckling (1976) menguraikan hubungan keagenan dalam teori keagenan bahwa
perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik
sumber daya ekonomis (principal) dan manager (agent) yang mengurus
penggunaan dan pengendalian sumber daya didalam perusahaan. Menurut Fadjrih
(2016) dalam hubungan keagenan terdapat kontrak kerja dimana prinsipal
memberikan kepercayaan pada manajer untuk mengelola aktivitas dan operasional
perusahaan. Manajer dipercaya karena pada dasarnya menerima informasi
berlebih mengenai kemampuan, lingkungan, dan prospek perusahaan di masa
mendatang (Hidayat, 2017). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya masalah
keagenan yang muncul melalui ketidakseimbangan informasi (asymmetrical
information), dimana adanya ketimpangan informasi karena manajer (agen)
sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan operasional perusahaan
menyimpan lebih banyak informasi atas kebenaran posisi keuangan dan operasi
entitas dari pemilik dibandingan dengan prinsipal (Meisser et al ., 2006).
Hubungan keagenan dapat memunculkan konflik kepentingan (conflict of
interest) antara prinsipal dan manajer (Ross et al., 2010). Kepentingan tersebut
salah satunya adalah kepentingan ekonomis yang berbeda dimana prinsipal
menginginkan laba yang setinggi mungkin dan manajer yang ingin mewujudkan
keinginan prinsipal dengan menciptakan laba setinggi mungkin untuk penilaian
kinerja dan imbalan yang tinggi. Faktor-faktor tersebut menimbulkan kesempatan
(opportunistic) manajer untuk melakukan kecurangan salah satunya dengan
manajemen laba.

Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan pada
sebuah perusahaan yaitu: (Harmony.co.id, 2021)
1. Mengetahui perubahan posisi keuangan perusahaan
pada periode tertentu.
2. Menilai kinerja manajemen tahun berjalan.
3. Mengetahui kelemahan dan kekuatan perusahaan.
4. Mengetahui langkah apa yang perlu dilakukan untuk
perbaikan, yang berkaitan dengan posisi keuangan dan
kinerja perusahaan.
5. Membantu manajemen dalam mengambil keputusan
penting.
6. Bahan pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi
pada perusahaan tersebut.
7. Mengetahui kesalahan yang mungkin terjadi dalam
suatu laporan keuangan.

Resource Management atau Manajemen Sumber Daya

Karena investasi teknologi informasi memerlukan biaya yang tinggi sehingga
dibutuhkan pengelolaan sumber daya yang optimal untuk pengelolaan teknologi
informasi yang diterapkan perusahaan. Sumber daya meliputi infrastruktur,
informasi, aplikasi, sumber daya manusia, dan hal penting yang berkaitan tentang
keempat fokus area Tata Kelola Teknologi Informasi lainnya untuk optimalisasi
sumber saya perusahaan

Risk Management atau Manajemen Risiko

Risk Management berfokus untuk memelihara nilai penerapan dan mengelola
kemungkinan risiko yang timbul terkait segala asset yang dimiliki perusahaan.
Manajemen risiko harus menjadi proses yang berkelanjutan dimulai dari
menganalisis risiko seperti dampak dan anacaman sampai dengan mempersiapkan
solusi dari setiap risiko yang mungkin terjadi atau dengan kata lain yaitu mitigasi
risiko

Value Delivery atau Penyampaian Nilai

Value delivery berfokus pada penyampaian nilai dari hasil penyelarasan
strategi teknologi informasi dan proses bisnis kepada para pemangku kepentingan
atau stakeholder perusahaan. Value atau nilai yang dimaksud seperti keefektifan,
efisiensi, ketepatan pada anggaran yang diperhitungkan, dan kebermanfaatan yang
diterima

Strategic Aligment atau Penyelarasan Strategi

Strategic Aligment berfokus pada penyelarasan teknologi informasi agar
dapat memberi kontribusi lebih pada proses bisnis yang diterapkan untuk mencapai
tujuan dari sebuah perusahaan atau organisasi. Semakin tinggi tingkat penyelarasan
proses bisnis perusahaan dan penerapan teknologi informasi, maka semakin tinggi
pula kesempatan perusahaan untuk mencapai tujuannya

Sistem Informasi

Sistem informasi merupakan gabungan dari dua kata yaitu sistem dan
informasi, yang mana keduanya memiliki makna yang berbeda. Sistem merupakan
sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain dan memiliki
fungsi untuk mencapai tujuan tertentu, atau dapat juga diartikan sebagai suatu
kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir,
saling berinteraksi, saling tergantung satu dengan yang lainnya, dan terpadu.
Informasi merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi
untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan (Magaline et al., 2019).
Sedangkan sistem informasi merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam suatu
organisasi yang didalamnya terdiri dari sekelompok orang, media, teknologi,
prosedur-prosedur serta pengendalian yang dapat digunakan untuk berkomunikasi,
transaksi, serta menyediakan informasi dalam pengambilan suatu keputusan
(Rahmawati & Bachtiar, 2018).
Sistem informasi adalah suatu sistem dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi
operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu
organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan informasi
yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. Sistem informasi dalam suatu
organisasi dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang menyediakan informasi bagi
semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapan saja diperlukan. Sistem ini
menyimpan, mengambil, mengubah, mengolah dan mengkomunikasikan informasi
yang diterima dengan menggunakan sistem informasi atau peralatan sistem lainnya
(Magaline et al., 2019). Elemen proses dari sistem informasi antara lain
mengumpulkan data (data gathering), mengelola data yang tersimpan serta
menyebarkan informasi (Siswanto, 2005).
Menurut Ladjmudin (2013), dikutip dalam (Rahmawati & Bachtiar, 2018),
sistem informasi terdiri dari lima komponen yaitu hardware (perangkat keras),
software (perangkat lunak), data, prosedur, dan manusia.
a. Hardware (perangkat keras), mencakup berbagai peralatan fisik seperti
komputer dan printer.
b. Software (perangkat lunak), berupa perintah-perintah tertentu yang
ditujukan untuk memerintahkan komponen melaksanakan tugasnya.
c. Data, merupakan komponen paling dasar atau masih mentah dari suatu
informasi yang akan diproses lebih lanjut agar dapat berarti dan dapat
menghasilkan informasi.
d. Prosedur, merupakan aturan-aturan yang digunakan untuk
menghubungkan berbagai macam perintah dan data untuk menentukan
rancangan dan penggunaan sistem informasi.
e. Manusia, merupakan pelaksana yaitu mereka yang terlibat dalam
kegiatan sistem informasi seperti operator, pemimpin dan sebagainya

Objektif Model SCOR

Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara rantai suplai
mengoperasikan, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta mengalisa
kinerja rantai suplai. Model SCOR mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Model ini juga
berperan sebagai basis bagi priyek perbaikan manajemen rantai suplai,dengan
cara :
a. Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat
dikomunikasikan ke seluruh elemen organisasi dan fungsional.
b. Menggunakan terminology dan notasi standar,dan
c. Menghubungkan berbagai aktifitas dengan ukuran/metric yang tepat
SCOR mencakup setidaknya empat bidang :
a. Interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen,mulai dari
penerimaan pesanan hingga pembayaran tagihan
b. Seluruh transaksi material fisik dari pihak penyuplai hingga
konsumen pihak pelanggan,termasuk peralatan, bahan-bahan
pendukung,suku cadang,produk curah,perangkat lunak dan lain-lain.
c. Seluruh transaksi pasar,dari pemahaman akan permintaan agregat
hingga pemenuhan setiap pesanan, dan
d. Proses pengembalian.
Meski demikian, terdapat beberapa keterbatsan SCOR. Model ini tidak
mencakup proses administrasi penjualan,prpse pengembangan teknologi,
proses disain dan pengembangan produk dan proses serta beberapa proses
pendukung teknis pasca pengiriman. SCOR mengasumsikan namun tidak
menyebut secara eksplisit kualitas dan administrasi teknologi informasi.
SCOR terstruktur dalam enam proses manajemen berbeda :
Plan,Source,Make, Deliver,Return dan Enable dari penyuplainya penyuplai
hingga konsumen pihak pelanggan Pendekatan dalam membangun SCOR
terdiri atas Proses,Praktik, Kinerja dan Keterampilan orang/SDM.
Model SCOR menyajikan suatu kerangka bisnis proses yang unik, indicator
kinerja, praktik terbaik dan tekonologi untuk mendukung komunikasi dan
kolaborasi antarmitra rantai suplai, sehingga dapat meningkatkan efektivitas
manajemen rantai suplai dan efektivitas penyempurnaan rantan suplai

Tujuan dan Prinsip Supply Chain

Tujuan rantai pasokan langsung mendukung sasarannya; seperti biasa tujuan
rantai pasokan manufaktur dapat meningkatkan pendapatan melalui
menghilangkan atau mengurangi hambatan operasi dalam sistem. Tujuan
rantai pasokan yang langsung mendukung tujuan ini dapat
diidentifikasisebagai:
1). Meningkatkan throughput
2). Mengurangi waktu siklus
3). Mengurangi persediaan pada berbagai tahap
(Bahan baku – pekerjaan-in-proses – barang jadi).
4). Mengurangi keseluruhan modal
5). Manajemen Penundaan
Sangat mudah untuk menyadari bahwa tujuan tersebut saling melengkapi satu
sama lain. Contohnya, tujuan utama dari peningkatan throughput dalam
rantai pasokan harus didukung oleh tujuan sekunder untuk mengurangi waktu
siklus. Penurunan waktu proses dan set-up waktu akan memungkinkan batch
yang lebih kecil untuk diproses lebih cepat, sehingga mengurangi kemacetan
dalam sistem dan mendapatkan siklus pendek waktu. Ini juga akan membuat
peningkatan throughput, dan akibatnya, aliran pendapatan lebih tinggi dalam
rantai pasokan.Sebagai hasil dari perbaikan ini dalam rantai pasokan, tujuan
tersier persediaan berkurang pada tahapan yang berbeda,yang mendukung
kedua tujuan primer dan sekunder, dapat direalisasikan,karena persediaan
pada berbagai tahap tidak perlu menunggu ketersediaan operasi untuk
diproses lebih lanjut.
Tujuan dapat diatur baik di tingkat kelompok untuk rantai pasokan, dan pada
tingkat anggota untuk individu. Namun, tujuan dari dua set seharusnya
dikoordinasikan agar ukuran kinerja yang efektif untuk rantai pasokan. Ini
mungkin membutuhkan kesamaan tujuan dari anggota sehingga tujuan rantai
pasokan dapat dipenuhi (Charu Chandra,Sameer Kumar2000).

Pelaksanaan Strategi Effektif SCM

Tujuan utama dalam membangun rantai pasokan adalah untuk meminimalkan
aliran bahan baku dan produk jadi di setiap titik di dalam pipa untuk
meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya (Cohen, 1996; Cooper
and Ellram, 1993). Kesuksesan usaha rantai suplai yaitu mengelola beberapa
elemen penting untuk bagian seperti unit bisnis individu dalam seluruh rantai
pasokan. Strategi tercakup dalam aspek yang berbeda untuk memberikan
kontribusi kepada keseluruhan hasil.
1). Membangun hubungan pemasok
Hal ini penting untuk membangun kemitraan strategis dengan pemasok untuk
kesuksesan rantai pasokan. Perusahaan telah mulai membatasi jumlah
pemasok mereka dengan menerapkan program evaluasi vendor. Program-
program ini berusaha untuk menemukan pemasok dengan keunggulan
operasional, sehingga pelanggan dapat menentukan pemasok yang pemasok
melayani dengan baik. Kemampuan untuk memiliki hubungan yang lebih
dekat dengan pelanggan atau pemasok sangat penting karena pemasok akan
lebih mudah untuk bekerja sama.
2). Meningkatkan respon pelanggan
Untuk tetap kompetitif, perusahaan fokus pada peningkatan upaya rantai
pasokan untuk meningkatkan layanan pelanggan melalui peningkatan
frekuensi pengiriman produk yang handal. Tuntutan meningkatkan tingkat\
layanan pelanggan menjadi arah kemitraan antara pelanggan dan pemasok.
Kemampuan untuk melayani pelanggan mereka dengan tingkat yang lebih
tinggi dari kualitas layanan, termasuk pengiriman cepat dari produk, adalah
upaya penting. Memiliki hubungan yang sukses dengan pemasok adalah hasil
dari kepercayaan dan kemampuan untuk mendorong pelanggan , kedektatan
dengan pelanggan dan fokus dari pelanggan.
3). Membangun keunggulan kompetitif untuk saluran berorientasi produk
Usaha mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif dalam suatu
industri tidak mudah bagi perusahaan. Banyak tekanan kompetitif memaksa
perusahaan untuk tetap efisien. Beberapa keunggulan kompetitif melihat
manajemen rantai pasokan untuk perusahaan yang mempekerjakan sumber
daya untuk melakukan proses. Hal ini juga berfungsi untuk meningkatkan
pengaruh pada saluran karena perusahaan-perusahaan ini diakui sebagai
terdepan dan diperlakukan dengan hormat.
Sebuah keunggulan kompetitif dapat berupa manajemen rantai pasokan, yang
akan membantu perusahaan untuk melaksanakan proses yang lebih baik.
Mencapai keunggulan kompetitif dalam channel dilengkapi dengan dukungan
manajemen puncak untuk penurunan biaya, manajemen limbah dan
meningkatkan keuntungan. Banyak perusahaan ingin mendorong biaya
kembali ke pemasok mereka dan mengeluarkan biaya tenaga kerja dari
sistem. Taktik mengurangi biaya ini cenderung meningkatkan efisiensi
kompetitif dari seluruh rantai pasokan.
Perusahaan telah menjadi saluran pasar yang lebih fokus. Mereka mengamati
bagaimana kegiatan seluruh saluran mempengaruhi sistem operasi. Dalam
beberapa kali, yang daya saluran telah bergeser ke pengecer. Daya saluran
pengecer di saluran distribusi didorong oleh pergeseran untuk beberapa
perusahaan ritel besar, seperti Wal-Mart, Kmart, dan Target. Ukuran besar
pengecer ini memungkinkan mereka mempunyai kekuatan untuk mendikte
persis bagaimana pemasok mereka ingin melakukan bisnis dengan mereka.
Penggunaan titik data penjualan dan peningkatan efisiensi distribusi juga
telah berperan dalam meningkatkan daya saluran dan kompetitif advantage
(Magretta, 1998; Robinson, 1998; Ross, 1996).
4). Memperkenalkan solusi SCM dan memungkinkan teknologi informasi
Informasi sangat penting untuk mengoperasikan rantai pasokan secara efektif.
Kemampuan komunikasi suatu perusahaan ditingkatkan dengan sistem
teknologi informasi.Namun, kompatibilitas sistem informasi antara mitra
dagang dapat membatasi kemampuan untuk bertukar informasi. Sangat
dibutuhkan sistem teknologi informasi yang ditingkatkan di mana mitra
dalam saluran memiliki akses ke database umum yang diperbarui secara real-
time.
Dengan evolusi menuju hubungan pemasok tunggal, perusahaan memerlukan
informasi seperti kinerja keuangan, strategi gain-sharing, dan perencanaan
untuk mendisain pekerjaan bersama-sama. Mereka dapat menciptakan
budaya yang sebanding dan juga menerapkan peramalan kompatibel dan
teknologi sistem informasi. Hal ini dikarenakan pemasok mereka harus
mampu menghubungkan secara elektronik ke dalam sistem pelanggan untuk
mendapatkan detail pengiriman, jadwal produksi dan informasi apapun
lainnya yang diperlukan (copacino 1996;Coyle et al;keller,1995).

Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kakauhe dan Pontoh (2017) analisis laporan
keuangan merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kinerja perusahaan dalam satu periode, oleh karena itu,
sebelum menganalisis laporan keuangan, sebaiknya
memahami hal-hal yang berkaitan dengan laporan keuangan
terlebih dahulu.
Prastowo dalam Annuri dan Ruzikna (2017)
mengartikan analisis laporan keuangan adalah suatu proses
yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu
mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan
pada masa sekarang dan masa lalu, serta untuk menentukan
estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai
kondisi dan kinerja perusahan pada masa mendatang.
Analisis laporan keungan merupakan suatu metode
atau teknik yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan
menyeluruh terhadap laporan keuangan. (accurate.id, 2020

Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan
tentunya memiliki tujuan. Tujuan dibuatnya laporan
keuangan menurut beberapa ahli yang dirangkum oleh
liputan6.com (2019) yaitu:
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan
Akuntan Indonesia 2002:4) tujuan laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja keuangan, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan yang disusun bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar
pemakai laporan keuangan. Namun, laporan keuangan
tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum
menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian
masa lalu.
3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen (stewardship), atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:3), tujuan
laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan
posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Irham Fahmi dalam bukunya yang berjudul Analisa
Laporan Keuangan (2011) menyampaikan tujuan laporan
keuangan adalah untuk memberi informasi keuangan yang
mencakup perubahan dari unsur-unsur laporan keuangan
yang ditujukan kepada pihak-pihak lain yang
berkepentingan dalam menilai kinerja keuangan terhadap
perusahaan di samping pihak manajemen perusahaan

Laporan Keuangan

Menurut Fahmi (dalam Diwanti dan Purwanto, 2020)
laporan keuangan membantu pemegang saham dalam
proses pengambilan keputusan, selain itu berguna dalam
melihat kondisi saat ini serta sebagai alat untuk
memprediksi kondisi masa depan.
Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, catatan-catatan
dan bagian integral dari laporan keuangan. (Curry dan
Banjarnahor, 2018)
Laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk
meringkas kegiatan dan hasil dari kegiatan perusahaan
untuk jangka waktu tertentu. (Annuri dan Ruzikna, 2017)
Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari
kinerja sebuah perusahaan perusahaan selama satu periode
akuntansi berupa neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain
yang dapat memberikan informasi yang akurat yang
digunakan sebagai media atau sarana pengkomunikasian
informasi keuangan kepada pihak yang berkepentingan di
dalam perusahaan.

Penyebab Financial Distress

Ada tiga alasan utama kenapa suatu perusahaan dapat
mengalami financial distress dan bangkrut, yaitu (Diwanti
dan Purwanto, 2020):
a. Neoclassical model, financial distress dan
kebangkrutan terjadi apabila alokasi sumber daya di
dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen kurang
mampu dalam mengalokasikan sumber daya atau aset
yang ada di perusahaan untuk kegiatan operasional.
b. Financial model, pencampuran aset benar namun
struktur keuangan salah dengan kendala likuiditas.
Artinya, meskipun perusahaan dapat bertahan dalam
jangka panjang, namun harus bangkrut juga dalam
jangka pendek.
c. Corporate governance model, kondisi kebangkrutan
terjadi karena memiliki aset dan struktur keuangan
yang benar namun dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan keluar dari
pasar sebagai konsekuensi dari masalah tata kelola
perusahaan yang tidak terselesaikan

Jenis-Jenis Financial Distress

Altman menggolongkan financial distress kedalam
empat istilah umum, yaitu: (Patunrui dan Yati, 2017)
1. Economic Failure (Kegagalan Ekonomi)
Terjadi ketika pendapatan perusahaan tidak dapat
menutupi total biaya termasuk biaya modal. Usaha yang
mengalami hal tersebut dapat meneruskan operasinya
sepanjang kreditur berkeinginan untuk menyediakan
tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat
pengembalian (return) di bawah tingkat bunga pasar.
2. Business Failure (Kegagalan Bisnis)
Seringkali digunakan untuk menggambarkan berbagai
macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan. Mengacu
pada sebuah perusahaan yang berhenti beroperasi karena
tidak mampu menghasilkan keuntungan atau
mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menutupi
pengeluaran. Sebuah bisnis yang menguntungkan dapat
gagal jika tidak menghasilkan arus kas yang cukup untuk
memenuhi pengeluarannya.
3. Insolvency
Insolvency dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu:
a. Technical insolvency, adalah kondisi dimana
perusahaan tidak mampu memenuhi
kewajibannya yang jatuh tempo sebagai akibat
dari arus kas yang tidak cukup.
b. Insolvency in Bankruptcy Sense, kondisi dimana
total kewajiban lebih besar dari nilai pasar total
aset perusahaan sehingga perushaan memiliki
ekuitas yang negatif.
4. Legal bankruptcy merupakan sebuah bentuk formal
kebangkrutan dan telah disahkan secara hukum.

Financial Distress

Menurut Curry dan Banjarnahor (2018) financial
distress adalah suatu kondisi dimana keuangan perusahaan
dalam keadaan tidak sehat atau mengalami penurunan
sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.
Menurut Fahmi Hernadianto, Yusmaniarti dan
Fraternesi (2020) financial distress dimulai dari
ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka
pendek termasuk kewajiban likuiditas dan juga termasuk
kewajiban yang bersifat solvabilitas.
Financial distress prediction is a condition in which
the business cannot meet its debt obligation and petitions
either for reorganization of its debs or liquidation of its
debts. (Annuri dan Ruzikna, 2017)
Dari ketiga pengertian tersebut diatas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa financial distress adalah kondisi
dimana perusahaan tidak mampu memenuhi semua
kewajiban dan hutangnya sehingga keuangan perusahaan
melemah sebelum terjadinya kebangkrutan.
Tetapi sering terdapat kesalahan umum yang
menyamakan financial distress dengan kebangkrutan.
Padahal hal ini tidak benar, financial distress adalah
penyebab kebangkrutan suatu perusahaan. Tetapi bukan
berarti semua perusahaan yang mengalami financial distress
akan bangkrut

Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi sebagai
suatu kontrak di bawah satu atau lebih principal yang melibatkan agen untuk
melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Principal maupun agen adalah
dua atau lebih yang bekerja sama demi pengelolaan perusahaan, dimana keduanya
memiliki motivasi sendiri untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Pihak
principal atau pemilik atau pemegang saham memberikan instruksi kepada agen
untuk mengelola perusahaan sesuai apa yang dikehendaki untuk mencapai kejayaan
perusahaan. Sementara di lain pihak, seringkali manajemen sebagai agen akan
melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan instruksi yang
diperintahkan oleh principal. Agen akan lebih mementingkan untuk pencapaian
hasil yang lebih baik dari pada selalu taat pada perintah principal.
Jensen dan Meckling (1976) membagi agency cost ke dalam tiga jenis :
a. The monitoring expenditure by the principal
The monitoring expenditure by the principal merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi prilaku agen.
b. The bonding cost
The bonding cost merupakan biaya yang harus ditanggung agen untuk
menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan
bertindak untuk kepentingan principal.
c. The residual cost
The residual cost merupakan biaya yang timbul akibat berkurangnya
kemakmuran principal dari perbedaan keputusan antara principal dan agen.
Konflik yang timbul antar pemilik, karyawan dan manajer perusahaan dimana
ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu daripada
tujuan perusahaan disebut dengan agency problem. Salah satu penyebab
agencyproblem adalah adanya asimetri informasi (asymmetric information).
Asymmetric information adalah ketidakseimbangan informasi yang disebabkan
karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent.
Dalam hal ini, agen/manajemen merupakan pihak yang lebih banyak
mengetahui informasi tentang seluk beluk perusahaan dibandingkan pemilik.
Kondisi ini yang memicu adanya manipulasi data oleh agen untuk
menguntungkan dirinya tanpa memperhatikan kepentingan pemilik.
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa masalah keagenan akan
muncul jika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dijalankan secara terpisah.
Manajer yang bertindak sebagai pengelolaan dalam suatu perusahaan diberi
kewenangan untuk mengurus jalannya perusahaan dan mengambil keputusan atas
nama pemilik. Dengan kewenangan yang dimiliki ini, manajer tidak bertindak yang
terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbandingan kepentingan
(conflict of interest). Konflik antara manajer dan pemegang saham sering
mengatur manajemen puncak perusahaan untuk mengambil keputusan tidak dalam
kepentingan terbaik pemegang saham, khususnya bila orang yang opportunistic
sangat terlibat dalam proses (Jensen dan Meckling, 1976).
Kurang atau tidak adanya prosedur pengawasan yang efektif, manajemen
kemungkinan akan melakukan penyimpangan yang merugikan principal, misalnya
dengan memperlihatkan beberapa kondisi perusahaan seolah-olah mencapai target
yang menyebabkan principal merasa manajemen melakukan kegiatan dengan baik
dan menghasilkan laba yang maksimal. Namun, dengan tidak adanya pengawasan
efektif dari principal sehingga manajemen terus-menerus memberikan keterangan
palsu pada principal yang akhirnya dapat menimbulkan permasalahan pada
perusahaan, seperti financial distress.
Informasi yang terkandung dalam suatu laporan keuangan dapat dijadikan
para stakeholder perusahaan untuk menilai kondisi perusahaan saat ini . Di samping
itu, dalam laporan keuangan dapat pula diketahui seberapa besar aset, hutang, dan
laba yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Apabila di dalam laporan keuangan
menunjukkan rasio hutang yang tinggi yang dimiliki perusahaan, maka
mencerminkan bahwa perusahaan akan mempunyai kewajiban yang lebih besar di
masa mendatang yang harus dilunasi (Triwahyuningtias dan Muharam, 2012).
Perusahaan bisa mempunyai rasio hutang yang besar kemungkinan akibat
dari kesalahan tindakan agendalam pengelolaan perusahaan, atau yang lebih buruk
lagi agensecara sengaja melakukan tindakan yang hanya mementingkan dirinya
sendiri dan mengabaikan kepentingannya dengan principal. Dengan tingginya rasio
hutang yang dimiliki perusahaan, maka akan meningkatkan perusahaan tersebut
terjebak dalam suatu kesulitan keuangan

Isu-isu Penting Dalam SCM

Beberapa permasalahan yang sering terjadi pada supply chain management
adalah sebagai berikut ( Simchi-Levi & Kaminsky,2008 ):
a. Supply chain tidak dapat ditentukan pada lingkungan yang terisolasi,
karena secara langsung dipengaruhi oleh komponen lain yang terdapat
dalam supply chain perusahaan itu sendiri.
b. Tantangan terdapat pada supply chain adalah saat merancang dan
menjalankannya sehingga total seluruh biaya sistem dapat diminimasi
disamping tingkat kepuasan pelayanan terus dilakukan peningkatan.
c. Dalam supply chain terdapat ketidak pastian dan yang melekat dalam
setiap komponen didalamnya.
Isu-isu penting dalam SCM antara lain sebagai berikut:
a. Konfigurasi jaringan distribusi; bila secara geografis letak pengecer
tersebar di beberapa wilayah sehingga perusahaan perlu
mempertimbangkan untuk menerapkan lokasi dan kapasitas gudang
serta tingkat keterbatasan produksi dan fasilitas yang dimiliki untuk
transportasi. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut untuk
meminimalkan biaya total operasionalnya.
b. Pengendalian persediaan; yaitu pertimbangan kepentingan dan
kemampuan pengecer dalam mengendalikan persediaan yang
dimilikinya, sedangkan di lain pihak permintaan konsumen selalu
berubah.
c. Kontrak pasokan; yaitu membangun hubungan kerja sama antara
pemasok dengan pembeli yang bersifat lebih spesifik dan berfokus
pada volume, distribusi, lead time, mutu, pengembalian, dan
sebagainya.
d. Strategi dalam distribusi; terkait dengan penerapan strategi-strategi
tertentu yang mendukung kinerja SCM secara terpadu.
e. Integrasi rantai pasok dan strategi kemitraan; yaitu berkaitan dengan
sifat rantai pasokan dalam perencanaan dan penerapannya yang
dinamis dan penuh konflik dalam pencapaian sasaran, baik dari sisi
fasilitas maupun bentuk kemitraan itu sendiri.
f. Strategi pengadaan bahan baku dari luar; yaitu terkait dengan
pembangunan kepercayaan antara setiap elemen rantai pasokan,
terutama saat bertransaksi.
g. Rancangan produk; yaitu rancangan produk yang efektif akan
memainkan peranan penting dalam rantai pasokan, terutama dalam
penyimpanan dan transportasi dengan difasilitasi oleh waktu tunggu
produksi yang lebih pendek.
h. Teknologi informasi dan decision support system; yaitu berkaitan
dengan bentuk transfer data dalam sistem rantai pasok.
i. Penilaian pelanggan terhadap peranan perusahaan yang didasarkan
pada produk, pelayanan, dan lain-lain yang berkaitan dengan upaya
perusahaan.
Akhir-akhir ini banyak perusahaan yang baru menyadari bahwa tantangan
terhadap supply chain management tidak hanya mempertimbangkan dengan
matang pembuatan keputusan pengaturan produksi, transportasi dan
persediaan. Tetapi secara lebih umum dilakukan integrasi dari awal supply
chain hingga akhir supply chain.Ketersediaan informasi berperan penting
dalam integrasi supply chain,oleh karena itu harus dirancang agar informasi
tersebut tersedia. Selain itu untuk mendukung optimasi supply chain,maka
supply chain harus dirancang untuk dapat mengambil keuntungan terhadap
informasi yang sudah tersedia dan juga terkadang perlu merancang jaringan
yang memerlukan biaya lebih untuk mengkompensasi informasi yang kurang
(Simchi-Levi & Kaminsky,2008).

Definisi SCM

Secara umum, supply chain management mengkaji persoalan logistik. Dalam
hal ini, logistik merupakan masalah yang membentang panjang sejak dari
bahan dasar sampai menjadi barang jadi yang digunakan konsumen akhir dan
tertata sebagai mata rantai penyediaan barang. SCM merupakan sebuah
pendekatan yang digunakan secara efisien untuk mengintegrasikan pemasok,
pabrik, gudang, dan toko-toko sehingga produk diproduksi dan
didistribusikan dalam jumlah, lokasi, dan waktu yang tepat. Semua ini
dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan oleh
sistem keseluruhan disamping memaksimalkan kepuasan pelanggan. Dalam
mengelola supply chain perlu mempertimbangkan biaya dan peranan dalam
setiap komponennya dalam pembuatan pembuatan hingga pendistribusian
proudek yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Tujuan dari pengelolaan
rantai pasok adalah untuk meningkatkan efisiensi dan meminimasi biaya
pada seluruh sistem. Sistem yang dimaksud adalah semua aktivitas dan
komponen dari mulai transportasi sampai distribusi dan dari barang mentah
sampai barang jadi. Supply Chain terintegrasi dari pemasok, manufaktur,
gudang dan toko. Hal tersebut meliputi aktivitas disetiap level pada
perusahaan, dimulai dari perencanaan strategi sampai dengan pelaksanaan
operasional. (Simchi-Levi dan Kaminsky, 2008).
Dalam konsep SCM, semua fungsi yang terkait dengan pemenuhan tuntunan
pelanggan selalu dilibatkan. Fungsi-fungsi tersebut adalah pengembangan
produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan pelayanan. The
Council of Logistics Management mendefinisikan logistik sebagai: Logistik
adalah bagian dari proses rantai pasokan dengan perencanaan, implementasi,
dan mengendalikan efisien, aliran yang efektif dan penyimpanan barang, jasa,
dan informasi terkait dari titik asal ke-point-of-konsumsi dalam rangka
memenuhi kebutuhan pelanggan,definisi ini menyiratkan bahwa logistik
adalah bagian dari SCM.
Manajemen rantai pasok merupakan masalah besar di banyak industri sebagai
perusahaan yang menyadari pentingnya menciptakan hubungan yang
terintegrasi antara pemasok dan pelanggan mereka. Mengelola rantai
pasokan telah menjadi cara untuk meningkatkan persaingan dengan
mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan layanan pelanggan. Peran
perencanaan dan koordinasi dalam sistem terintegrasi yang kompleks dan
informasi teknologi untuk menyinkronkan rantai pasokan dijelaskan dalam
kerangka kerja yang menciptakan struktur yang tepat dan menginstal kontrol
yang tepat dalam perusahaan dan pihak lain dalam rantai.
Selama beberapa tahun terakhir, rantai pasok yang unggul, optimasi, dani
ntegrasi telah menjadi fokus dan tujuan dari banyak organisasi di seluruh
dunia. Memperkuat manajemen rantai pasokan dirasakan oleh banyak
perusahaan sebagai cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan
memungkinkan pertumbuhan yang menguntungkan

Evaluasi Kinerja Sistem

Kinerja merupakan suatu perwujudan yang dilakukan oleh pegawai
atau individu yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap
pegawai dalam suatu organisasi. Kinerja yang baik mempengaruhi langkah
menuju tercapainya tujuan organisasi sehingga kinerja merupakan penentu
dalam tercapai tujuan organisasi. Dengan demikian perlu diupayakan
peningkatan kinerja seseorang dalam suatu organisasi demi tercapainya
tujuan organisasi tersebut (Dessler, 2009). Evaluasi kinerja berfungsi
sebagai penilaian apakah kondisi lingkungan yang dihadapi pada waktu
proses pelaksanan tidak seperti yang diharapkan, tidak kondusif, dan
mengakibatkan kesulitan atau kegagalan dalam mencapai hasil kinerja.
Dengan evaluasi kinerja dapat sebagai acuan dalam pengambilan tindakan
apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi kinerja di waktu yang akan
datang. Evaluasi kinerja merupakan juga dapat digunakan sebagai tolak
ukur apakah terdapat kemdala dalam proses pelaksanaan kinerja. Apakah
mekanisme kerja dapat berjalan seperti yang diharapkan atau terdapat
masalah kepemimpinan dan hubungan antarmanusia dalam organisasi,
apakah terdapat masalah dalam sumber daya manusia yang menyangkut
kompetensi, produktivitas, system penghargaan dan kepuasan kerja kemudia
dapat menentukan langkah-langkah untuk mengatasi dikemudian hari.
(Wibowo, 2007)
Penilaian kinerja merupakan proses yang perlu dilakukan oleh
perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pegawai. Penilaina kinerja meliputi
dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja suatu
sistem dibutuhkan untuk beberapa tindakan evaluasi, diantaranya:
Comparative Evaluation yaitu kinerja suatu sistem dievaluasi relatif kepada
sistem lainnya. Kegunaan evaluasi ini misalnya proses pembelian perangkat
lunak baru, atau perangkat keras baru, memilih service komputasi, dan juga
mengevaluasi perubahan sistem untuk dimodifikasi. Analytic Evaluation
yaitu kinerja dari sistem komputer yang dievaluasi berdasarkan beberapa
parameter sistem. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk meningkatkan
kinerja sistem (performance tuning), melakukan perawatan sistem
(performance control), dan mendisain serta mengimplementasi sistem baru.
Sistem dapat diartikan sebagai sekumpulan komponen yang saling
berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Evaluasi
dapat diartikan suatu proses untuk menyediakan informasi mengenai sejauh
mana kegiatan telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian dengan suatu
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya,
serta bagaimana manfaat yang dapat diambil apabila dibandingkan dengan
harapan-harapan yang ingin diperoleh. Kinerja suatu sistem dapat
mengalami penurunan / penuaan / degradasi dikarenakan aoleh beberapa
hal, diantaranya:1. Kecepatan atau kapasitas beberapa komponen sistem
yang menyebabkan komponen sistem lainnya tidak dapat bekerja dengan
kecepatan maksimum. 2. Interferensi yang dikarenakan permintaan secara
simultan dari dua atau lebih komponen untuk saling berkomunikasi ketika
permintaan itu dapat diproses secara sekuensial. 3. Karakteristik dari beban
kerja (workload) sistem. Pengukuran kinerja dapat dispesifikasikan terhadap
jenis dan tujuan dari sistem yang dievaluasi, workload dan fungsi dari
evaluasi itu. Kinerja yang dianggap baik dapat melakukan reproduksi hasil
atau perulangan pengukuran dengan cepat dan tepat. Kinerja dari suatu
sistem komputer meliputi fungsi dari :1. Konfigurasi sistem, 2. Kebijakan
pengelolaan sumber daya (resource management policy), 3. Effisiensi
program dari sistem yang digunakan, 4. Efektifitias instruction set dari
processor yang digunakan, serta 5. Kecepatan dari perangkat keras.
Komponen suatu sistem akan mempengaruhi kinerja sistem secara
menyeluruh melalui interaksi yang mutual antar masing-masing komponen
(Junanto dan Supriyanto, 2006)
Kinerja dapat dibagi dalam posisi yang berbeda, diantaranya dilihat dari
segi Effectiveness dari sistem ketika menangani aplikasi tertentu. Hal ini
yang terlihat oleh pengguna sistem tersebut. Untuk tujuan ini digunakan
suatu pengukuran dengan pendekatan simulus (stimulus approach). Pada
pendekatan ini, sistem diartikan sebagai suatu kotak hitam (blackbox) yang
mempunyai fungsi tertentu dan yang sudah diketahui. Pengukuran dapat
dilakukan dengan cara pengamatan sistem berdasarkan pada suatu
benchmark atau suatu simultan. Metoda ini memang cepat tetapi kurang
terperinci dalam memberi gambaran kinerja sistem. Internal efficiency yaitu
aktifitas dalam melakukan pengamatan terhadap mekanisme sistem dalam
mengatur sumber daya yang dimiliki guna menangani beban kerja. Untuk
maksud dan tujuan ini, dilakukan suatu pengukuran dengan pendekatan
analitis (analytic approach). Kegiatan ini berusaha mengukur perilaku
internal dari suatu sistem dengan tujuan untuk menguji apakah sistem
tersebut bekerja dengan benar, meminimalisasi kemungkinan kesalahan,
serta memahami sistem dan lingkungan kerjanya. Dalam dunia kompetitif
saat ini, perusahaan – perusahaan membutuhkan kinerja yang tinggi (Agus
prasetyo, 2006).

Profitabilitas (profitability)

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada
periode tertentu. Untuk memperoleh laba diatas rata-rata, manajemen harus
mampu meningkatkan pendapatan (revenue) dan mengurangi semua beban
(expense) atas pendapatan. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja
perusahaan dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya
baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan
perusahaan memenuhi bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen
dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa
yang akan datang.
Profitabilitas ini diproksikan dengan Return on Assets (ROA) dimana ROA
ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva
yang digunakan. ROA atau yang disebut Return on Assets (ROA) diperoleh
dengan cara membandingkan laba bersih dengan total aktiva (Darsono, 2007: 55).

Liquidity (likuiditas)

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendek
perusahaan. Apabila perusahan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka
pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress
akan semakin kecil. Salah satu rasio yang dipakai dalam mengukur likuiditas
adalah current ratio /current asset to current liabilities, yang merupakan
kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancarnya (Almilia dan Kritijadi, 2003).
Secara keseluruhan likuiditas mengacu pada solvabilitas keuangan
perusahaan. Perusahaan diharapkan mampu untuk membayar seluruh tagihannya,
sehingga memiliki cukup likuiditas untuk melakukan kegiatan operasi atau
kegiatan penting lainnya. Namun aktiva lancar seperti kas dan surat berharga tidak
memperoleh peningkatan rasio dari return, sehingga pemegang saham tidak
menginginkan perusahaan untuk melakukan investasi berlebih pada likuiditas
(Gitman, et al 2015:118-130

Definisi Leverage

MenurutSubramanyam (2014 : 568) Leverage merupakan risiko yang
mendasar pada hutang struktur modal adalah resiko ketidakmampuan perusahaan
dalam melunasi hutang dikarenakan kas yang tidak memadai dan perusahaan dalam
kondisi kesulitan keuangan. Hutang melibatkan perusahaan untuk berkomitmen
membayar biaya yang ditetapkan dalam bentuk bunga dan pokok pinjaman. Rasio
ini digunakan untuk mengukur apakah terdapat pengaruh dalam kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang terhadap keputusan perusahaan dalam
melakukan merger dan akuisisi.
Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011: 95) sebesar jauh perusahaan
menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi
penting yaitu :
1) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat
mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan
sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan.
2) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan
dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka
pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit
(leverage).
3) Kreditor akan melihat ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai
suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah
modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko
yang dihadapi kreditor

Ukuran komite audit

Komite audit merupakan mekanisme corporate governance yang
diasumsikan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada suatu
perusahaan yang apabila terjadi terus menerus dapat menimbulkan financial distress
pada perusahaan (Hanifah dan Purwanto, 2013). Sesuai dengan teori keagenan,
kualitas pengawasan yang baik dapat menurunkan perilaku oportunistik yang
dilakukan oleh manajer sebagai agen. Dalam rangka untuk membuat komite audit
yang efektif dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan
perusahaan, komite harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan
tanggungjawab. Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif
menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sedikitnya
terdiri dari 3 orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua
orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki
latar belakang akuntansi dan keuangan. Jumlah anggota komite audit yang harus
lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan
pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan masing-masing
anggota komite audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan
keuangan yang berbeda-beda (Pembayun dan Juniarti, 2012

Peran Teknologi Informasi dalam Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan merupakan aktivitas penggunaan metode ilmu
dan seni dalam menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pemgarahan dan pengendalian kegiatan sekelompok individu yang
menyangkut dengan sumber ekonomi atau pendanaan demi mencapai tujuan
yang telah ditentukan dalam bidang keuangan. Pengelolaan keuangan pada
suatu organisasi atau perusahaan dibebankan pada manajer keuangan yang
berkoordinasi dan bekerjasama dengan petugas keuangan dalam
menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pencapaian tujuan
organisasi. Bambang Riyanto (2001) manajemen keuangan merupakan
keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan
dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut.
Perencanaan keuangan semakin penting dalam suatu manajemen
keuangan pada organisasi atau perusahaan. Fungsi manajemen keuangan
tersebut terkait erat dengan aktivitas manajemen keuangan, misalnya :
aktivitas penggunaan dana, yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana
pada berbagai aktiva, aktivitas untuk memperoleh dana, yaitu aktivitas
untuk mendapatkan sumber dana, baik dsumber dana internal maupun
sumber dana eksternal perusahaan, dan aktivitas pengelolaan aktiva, yaitu
setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam bentuk aktiva, dana harus
dikelola seefisien mungkin.
Dengan pengertian tersebut diatas maka secara singkat fungsi manajemen
keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Perencanaan Keuangan yaitu membuat rencana pemasukan dan
pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk satu periode
tertentu.
2. Penganggaran Keuangan yaitu tindak lanjut dari perencanaan keuangan
dengan cara membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
3. Pengelolaan Keuangan yaitu menggunakan dana perusahaan untuk
memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
4. Pencarian Keuangan yaitu mencari dan mengeksploitasi sumber dana
yang ada yang digunakan operasional kegiatan perusahaan.
5. Penyimpanan Keuangan yaitu mengumpulkan dana perusahaan serta
menyimpan dana tersebut dengan aman.
6. Pengendalian Keuangan yaitu melakukan evaluasi serta perbaikan atas
keuangan dan sistem keuangan pada suatu perusahaan.
7. Pemeriksaan Keuangan yaitu melakukan audit internal atas keuangan
perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
Dari ulasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama dari
manajemen keuangan adalah sebagai :
1. Investment Decision yaitu keputusan terhadap aktiva apa yang akan
dikelola perusahaan.
2. Financing Decision yaitu keputusan berkaitan dengan penetapan
sumber dana yang diperlukan dan penetapan perimbangan
pembelanjaan yang terbaik (struktur modal yang optimal).
3. Assets Management Decision yaitu keputusan berkaitan penggunaan
dan pengelolaan aktiva (kata bijak: lebih mudah membangun daripada
mengelola).
Perkembangan teknologi yang pesat saat ini ikut mempengaruhi
berbagai bidang kehidupan manusia, terutama perkembangan Teknologi
Informasi (TI). Perkembangan teknologi informasi membawa suatu
perubahan yang cukup besar dalam dunia bisnis, terutama untuk mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Untuk mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage) seorang manajer harus
dituntut mampu memanfaatkan teknologi informasi di dalam berbagai
aktifitas yang ada di dalam perusahaannya. Manajemen organisasi harus
selalu tanggap setiap perubahan lingkungan jika ingin organisasinya tetap
dapat bertahan dan meningkat kinerjanya. Manajemen organisasi juga harus
sensitive/tanggap terhadap setiap pengaruh perkembangan teknologi yang
mencakup informasi, peralatan teknik dan juga proses dalam mengubah
input menjadi output. Selain hal tersebut manajemen harus dapat memahami
dengan baik peran suatu sistem informasi dalam organisasi.
Perkembangan manajemen keuangan mengalami sangant pesat, untuk
tetap bisa mengembangkan manajerial keuangan maka seorang manajer
keuangan harus tanggap dalam memilih jalan keluar atau suatu sistem yang
daapat mempermudak kerja dalam aktivitas pengelolaan keuangan serta
keakuratan data keuangan sehingga akan dapat memberikan kepuasan
terhadap[ pengguana serta tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Pemanfaatan sistem informasi dalam bidang keuangan saat ini mulai ada
perhatian yang besar terhadap penilaian kelayakan, perencanaan keuangan
dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan, serta berbagai
implikasi finansial yang menuntut informasi akuntansi yang digunakan
manajer dalam melakukan perencanaan dan pengendalian organisasi secara
tepat waktu, akurat dan lengkap. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknologi
sistem informasiyang mencakup software dan hardware untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan tersedia tepat waktu.
Salah satu aktivitas yang penting dalam suatu perusahaan atau organisasi
adalah penerapan system manajemen keuangan perusahaan. Perkembangan
teknologi informasi berpengaruh terhadap penerapan sistem manajemen
keuangan perusahaan yang menghasilkan informasi secara cepat dan akurat
dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan di bidang
manajemen keuangan maupun manajemen secara umum. Dengan
mengikuti perkembangan teknologi informasi perusahaan ditunt mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan sudah menjadi
keharusan bagi setiap manajemen perusahaan. Peranan Teknologi Informasi
terhadap perkembangan sistem keuangan (akuntansi, manajemen) dapat
dilihat dari semakin banyaknya aplikasi system keuangan yang dibangun
oleh berbagai pihak misalnya: Data Processing Systems (DPS), Decision
Support System (DSS), Management Information System (MIS), Executive
Information Systems (EIS), Expert System (ES) dan Sistem Informasi
Akuntansi (SIA) yang sudah banyak beredar (diperjual belikan).
Perkembangan SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan
keuangan juga mempengaruhi proses audit.
Perkembangan Teknologi Informasi selama ini mencakup
perkembangan infrastruktur Teknologi Informasi, misalnya hardware,
software, data, dan komunikasi. Dengan kemajuan Teknologi Informasi
mampu menyediakan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit
organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu serta cara penyampaian
(pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik (Suwardjono,
2005). Penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan produktivitas
kinerja dalam bidang akuntansi dan keuangan. Peran Teknologi Informasi
Terhadap Manajemen Keuangan, Hariyanto dalam Tesisnya “ Pengaruh
Penggunaan Teknologi Informasi, Sistem Manajemen Mutu, Dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Manajemen” dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa Penggunaan Teknologi serta Sistem Informasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Manajemen, dan
Penggunaan Teknologi dan Sistem Informasi. Maka dapat disimpulkan
bahwa Teknologi Informasi terkait erat dengan Manajemen termasuk
manajemen Keuangan

Peran dan Tanggungjawab Komite Audit

Peran komite audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada
dewan komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan (FCGI, 2002).
Komite audit memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan
atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses
pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan
keuangan, selain itu Forum Corporate Governance in Indonesia(FCGI, 2002)
menyatakan bahwa komite audit berperan dalam memberikan suatu pandangan
tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem
pengawasan internal serta auditor independen. Selain itu juga mempunyai tugas
terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya
dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
1) Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan
gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha,
rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggungjawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai
undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan
pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3) Pengawasan perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan
termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan
sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal.

Peran Teknologi Informasi dalam Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan merupakan aktivitas penggunaan metode ilmu
dan seni dalam menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pemgarahan dan pengendalian kegiatan sekelompok individu yang
menyangkut dengan sumber ekonomi atau pendanaan demi mencapai tujuan
yang telah ditentukan dalam bidang keuangan. Pengelolaan keuangan pada
suatu organisasi atau perusahaan dibebankan pada manajer keuangan yang
berkoordinasi dan bekerjasama dengan petugas keuangan dalam
menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pencapaian tujuan
organisasi. Bambang Riyanto (2001) manajemen keuangan merupakan
keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan
dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut.
Perencanaan keuangan semakin penting dalam suatu manajemen
keuangan pada organisasi atau perusahaan. Fungsi manajemen keuangan
tersebut terkait erat dengan aktivitas manajemen keuangan, misalnya :
aktivitas penggunaan dana, yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana
pada berbagai aktiva, aktivitas untuk memperoleh dana, yaitu aktivitas
untuk mendapatkan sumber dana, baik dsumber dana internal maupun
sumber dana eksternal perusahaan, dan aktivitas pengelolaan aktiva, yaitu
setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam bentuk aktiva, dana harus
dikelola seefisien mungkin.
Dengan pengertian tersebut diatas maka secara singkat fungsi manajemen
keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Perencanaan Keuangan yaitu membuat rencana pemasukan dan
pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk satu periode
tertentu.
2. Penganggaran Keuangan yaitu tindak lanjut dari perencanaan keuangan
dengan cara membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
3. Pengelolaan Keuangan yaitu menggunakan dana perusahaan untuk
memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
4. Pencarian Keuangan yaitu mencari dan mengeksploitasi sumber dana
yang ada yang digunakan operasional kegiatan perusahaan.
5. Penyimpanan Keuangan yaitu mengumpulkan dana perusahaan serta
menyimpan dana tersebut dengan aman.
6. Pengendalian Keuangan yaitu melakukan evaluasi serta perbaikan atas
keuangan dan sistem keuangan pada suatu perusahaan.
7. Pemeriksaan Keuangan yaitu melakukan audit internal atas keuangan
perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
Dari ulasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama dari
manajemen keuangan adalah sebagai :
1. Investment Decision yaitu keputusan terhadap aktiva apa yang akan
dikelola perusahaan.
2. Financing Decision yaitu keputusan berkaitan dengan penetapan
sumber dana yang diperlukan dan penetapan perimbangan
pembelanjaan yang terbaik (struktur modal yang optimal).
3. Assets Management Decision yaitu keputusan berkaitan penggunaan
dan pengelolaan aktiva (kata bijak: lebih mudah membangun daripada
mengelola).
Perkembangan teknologi yang pesat saat ini ikut mempengaruhi
berbagai bidang kehidupan manusia, terutama perkembangan Teknologi
Informasi (TI). Perkembangan teknologi informasi membawa suatu
perubahan yang cukup besar dalam dunia bisnis, terutama untuk mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Untuk mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage) seorang manajer harus
dituntut mampu memanfaatkan teknologi informasi di dalam berbagai
aktifitas yang ada di dalam perusahaannya. Manajemen organisasi harus
selalu tanggap setiap perubahan lingkungan jika ingin organisasinya tetap
dapat bertahan dan meningkat kinerjanya. Manajemen organisasi juga harus
sensitive/tanggap terhadap setiap pengaruh perkembangan teknologi yang
mencakup informasi, peralatan teknik dan juga proses dalam mengubah
input menjadi output. Selain hal tersebut manajemen harus dapat memahami
dengan baik peran suatu sistem informasi dalam organisasi.
Perkembangan manajemen keuangan mengalami sangant pesat, untuk
tetap bisa mengembangkan manajerial keuangan maka seorang manajer
keuangan harus tanggap dalam memilih jalan keluar atau suatu sistem yang
daapat mempermudak kerja dalam aktivitas pengelolaan keuangan serta
keakuratan data keuangan sehingga akan dapat memberikan kepuasan
terhadap[ pengguana serta tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Pemanfaatan sistem informasi dalam bidang keuangan saat ini mulai ada
perhatian yang besar terhadap penilaian kelayakan, perencanaan keuangan
dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan, serta berbagai
implikasi finansial yang menuntut informasi akuntansi yang digunakan
manajer dalam melakukan perencanaan dan pengendalian organisasi secara
tepat waktu, akurat dan lengkap. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknologi
sistem informasiyang mencakup software dan hardware untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan tersedia tepat waktu.
Salah satu aktivitas yang penting dalam suatu perusahaan atau organisasi
adalah penerapan system manajemen keuangan perusahaan. Perkembangan
teknologi informasi berpengaruh terhadap penerapan sistem manajemen
keuangan perusahaan yang menghasilkan informasi secara cepat dan akurat
dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan di bidang
manajemen keuangan maupun manajemen secara umum. Dengan
mengikuti perkembangan teknologi informasi perusahaan ditunt mencapai
keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan sudah menjadi
keharusan bagi setiap manajemen perusahaan. Peranan Teknologi Informasi
terhadap perkembangan sistem keuangan (akuntansi, manajemen) dapat
dilihat dari semakin banyaknya aplikasi system keuangan yang dibangun
oleh berbagai pihak misalnya: Data Processing Systems (DPS), Decision
Support System (DSS), Management Information System (MIS), Executive
Information Systems (EIS), Expert System (ES) dan Sistem Informasi
Akuntansi (SIA) yang sudah banyak beredar (diperjual belikan).
Perkembangan SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan
keuangan juga mempengaruhi proses audit.
Perkembangan Teknologi Informasi selama ini mencakup
perkembangan infrastruktur Teknologi Informasi, misalnya hardware,
software, data, dan komunikasi. Dengan kemajuan Teknologi Informasi
mampu menyediakan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit
organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu serta cara penyampaian
(pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik (Suwardjono,
2005). Penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan produktivitas
kinerja dalam bidang akuntansi dan keuangan. Peran Teknologi Informasi
Terhadap Manajemen Keuangan, Hariyanto dalam Tesisnya “ Pengaruh
Penggunaan Teknologi Informasi, Sistem Manajemen Mutu, Dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Manajemen” dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa Penggunaan Teknologi serta Sistem Informasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Manajemen, dan
Penggunaan Teknologi dan Sistem Informasi. Maka dapat disimpulkan
bahwa Teknologi Informasi terkait erat dengan Manajemen termasuk
manajemen Keuangan

Peran dan Tanggungjawab Komite Audit

Peran komite audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada
dewan komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan (FCGI, 2002).
Komite audit memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan
atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses
pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan
keuangan, selain itu Forum Corporate Governance in Indonesia(FCGI, 2002)
menyatakan bahwa komite audit berperan dalam memberikan suatu pandangan
tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem
pengawasan internal serta auditor independen. Selain itu juga mempunyai tugas
terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya
dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
1) Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan
gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha,
rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggungjawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai
undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan
pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3) Pengawasan perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan
termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan
sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal

Definisi Komite audit

Pada umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite dibawahnya
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan perundangan yang berlaku
untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggungjawab dan
wewenangnya secara efektif. Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris tersebut
adalah komite audit, komite kebijakan risiko, komite remunerasi dan nominasi,
(Komite Nasional Kebijakan Governance , 2006).
Ukuran Komite Audit berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-
03/PM/2000 menyatakan bahwa komite audit pada perusahaan publik Indonesia
terdiri dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen. Variabel ukuran komite
audit dalam penelitian ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit
(Pembayun dan Juniarti, 2012).
Tugas komite audit erat kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang
dihadapi perusahaan dan ketaatan peraturan yang berlaku. Keberadaan komite audit
menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good
corporate governance