Hukum Waris Menurut BW (skripsi dan tesis)

Hukum waris menurut konsepsi hukum perdata barat yang bersumber pada Burgerlijk Wetboek (BW) merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini juga tidak dapat diwariskan. Pitlo menggambarkan bahwa hukum waris merupakan bagian dari kenyataan, yaitu: “Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik 28 dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.” 29 Adapun kekayaan yang dimaksud dalam rumusan di atas adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Oleh karena itu, pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persyaratan, yaitu: 1. ada seseorang yang meninggal dunia; 2. ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia; 3. ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris. Dalam hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya.” 30 Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Yang merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan.” 31 Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam Pasal 1066 BW, yaitu:32 1. Dalam hal seorang yang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda, orang itu tidak dapat dipaksa membiarkan harta benda itu tetap tidak dibagi-bagi di antara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya; 2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu perjanjian yang bertentangan dengan itu; 3. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu; 4. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun, tetapi dapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu. Dari ketentuan Pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hukum waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut Kalaupun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan ahli waris