Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)

Organisasi-organisasi yang ada di Indonesia belum banyak mengenal
tentang budaya organisasi. Hal ini diperjelas dengan belum adanya perilaku yang baku dalam melaksanakan segala aktivitas yang ada di dalam perusahaan, tetapi yang ada hanyalah peraturan tata tertib kerja yang sebenarnya hanyalah merupakan bagian yang paling kecil dari budaya organisasi tersebut.
Dalam beberapa literatur, pemakaian istilah Corporate Culture biasa
digantikan dengan istilah Organization Culture yang dalam bahasa Indonesia
dapat diartikan sebagai Budaya Organisasi. Tetapi pada dasarnya istilah-istilah
tersebut memiliki satu pengertian yang sama. Moeljono Djokosantoso (2003)
mengungkapkan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga
dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang
disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.
Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga
tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption)
Merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di dalam
lingkungannya, alam, tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri,
dalam hal ini asumsi dasar dapat diartikan sama dengan filosofi,
keyakinan, yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata
2. Tingkatan Nilai (Value)
Berhubungan dengan perbuatan atau tingkah laku, dengandemikian value
dapat diukur dengan melihat adanya perubahan-perubahan yang terjadi
atau dengan konsensus sosial.
3. Tingkatan Artifact
Merupakan sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa
dalam bentuk teknologi, seni atau sesuatu yang bisa didengar
(Schein, 1991)
Menurut Robbins (2001), budaya organisasi itu mengacu kepada suatu
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya sehingga
membedakan organisasi tersebut dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna yang dimaksudkan oleh Robbins tersebut, adalah merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Karakteristik-karakteristik primer yang bersama-sama mencakup hakikat dari budaya suatu organisasi itu antara lain:
1. Inovasi dan Pengambilan Resiko
Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil
resiko
2. Perhatian ke rincian
Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi
(kecermatan), analisis dan perhatian kepada rincian
3. Orientasi Hasil
Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut
4. Orientasi Orang
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil
pada orang-orang di dalam organisasi itu
5. Orientasi Tim
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan di sekitar tim-tim, bukannya
individu-individu
6. Keagresifan
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santaisantai
7. Kemantapan
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
daripada pertumbuhan
Karakteristik budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins hampir
sama dengan hasil riset yang dilakukan oleh Hofstede, Geert, Michael Harris
Bond dan Chung-Leung Luk pada tahun 1993 (Fuad Mas’ud, 2004: 121). Mereka ini juga mengemukakan enam karakteristik dari budaya organisasi yang juga dipergunakan untuk mengukur variabel budaya organisasi. Keenam indikator tersebut adalah:
1. Profesionalisme
2. Jarak dari manajemen
3. Percaya pada rekan sekerja
4. Keteraturan
5. Permusuhan
6. Integrasi
Budaya organisasi melakukan beberapa fungsi untuk mengatasi
permasalahan anggota-anggotanya dalam hal beradaptasi dengan lingkungan
eksternalnya. Hal itu dilakukan dengan cara memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisasi terhadap misi, strategi, tujuan, cara, ukuran dan evaluasi. Selain itu, budaya organisasi juga dapat berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah integrasi internal, dengan cara meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota-anggota organisasi berbahasa, berkomunikasi, kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), juga imbalan dan sangsi (Schein, 1991).
Suatu budaya organisasi yang kuat memberikan kepada para karyawan
suatu pemahaman yang jelas tentang ’cara suatu urusan diselesaikan di sekitar
sini’. Budaya dapat memberikan suatu stabilitas pada sebuah organisasi (Robbins,
2001).
Budaya organisasi yang kuat juga mempunyai dampak yang besar pada
perilaku para anggota organisasi tersebut. Pada suatu budaya organisasi yang
dianggap kuat, maka nilai inti organisasi tersebut akan dipegang teguh dan dianut
oleh seluruh pegawai. Apabila semakin banyak anggota-anggota yang memegang
teguh inti organisasi tersebut, maka akan semakin kuat pulalah budaya organisasi
tersebut.
Sebaliknya, suatu budaya yang telah kuat mengakar maka akan semakin
berpengaruh pula kepada anggota organisasi tersebut. Hal ini diakibatkan
tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas sehingga menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi Satu hal yang jelas terjadi akibat dari budaya yang kuat dalam suatu organisasi adalah menurunnya tingkat keluarnya pegawai. Kualitas budaya organisasi yang tinggi akan mengurangi kecenderungan seorang pegawai untuk meninggalkan pekerjaannya dan beralih ke pekerjaan lain. Suatu budaya organisasi yang kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi diantara anggota-anggotanya, mengenai hal apa yang dipertahankan oleh organisasinya. Keteguhan dan persatuan semacam itulah yang akan dapat membina kekohesifan, kesetiaan dan pada akhirnya akan menjaga komitmen terhadap organisasinya.
Pada instansi pemerintahan, turnover pegawai bisa dibilang sangat langka,
yang ada hanyalah pertambahan pegawai sehingga digunakan sistem kontrak
untuk mengatasi banyaknya budget yang harus dikeluarkan pemerintah untuk
membayar gaji karyawan. Sangat sedikit pegawai pemerintahan yang
meninggalkan pekerjaannya untuk beralih ke pekerjaan lain, bahkan bisa dibilang tidak ada. Pegawai yang meninggalkan pekerjaannya biasanya karena sudah purna tugas atau telah memasuki masa pensiun. Fenomena yang ada justru makin bertambahnya peminat calon pegawai negeri sipil. Apakah benar realita yang terjadi dalam instansi-instansi pemerintahan ini disebabkan oleh adanya budaya organisasi yang kuat.