Kepuasan Kerja Pegawai dan Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)

Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap
pekerjaannya. Hal ini akan nampak dari perilaku dan sifat positif pare pekerjanya terhadap pekerjaan yang dihadapinya dan juga terhadap lingkungan kerjanya. Sebaliknya para karyawan yang tidak merasakan kepuasan kerja akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya, ataupun ketidak puasan tersebut akan ditunjukkan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Ketidak puasan pegawai ini seharusnya dapat dideteksi oleh organisasi.
Menurut Muchinsky (dalam Soedjono, 2005: 26), variabel-variabel yang dapat
dijadikan indikasi menurunnya faktor kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Absenteeism
Tingginya tingkat absensi karyawan
2. Turnover
Tingginya tingkat keluar masuk karyawan
3. Job performance
Menurunnya tingkat produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan
Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja tersebut tidak segera dilihat
dan ditindak lanjuti oleh organisasi maka dapat menimbulkan kerugian. Mengacu pada pendapat Handoko (1992) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya dengan output yang dihasilkan, dan hal itu meliputi faktor-faktor seperti produktifitas kerja menurun, turnover meningkat dan efektifitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan.
Menurut Luthans (1997: 431) ada lima indikator yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu:
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah
Semua pegawai, sekalipun itu yang berstatus kontrak, menginginkan
sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan secara adil, tidak
meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Apabila gaji yang
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan
standar pengupahan komunitas, maka kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan kerja. Namun seringkali yang terjadi harapan tidak sesuai
dengan kenyataan, apalagi pada mereka yang berstatus pegawai kontrak
dimana pembayaran yang diberikan tidak termasuk di dalamnya
tunjangan-tunjangan, sehingga membuat mereka tidak mapan dalam
perekonomian.
2. Pekerjaan itu sendiri
Kebanyakan pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
memberi kesempatan mereka untuk dapat mengunakan kemampuan dan
keterampilannya, kebebasan dan umpan balik berupa pernyataan tentang
betapa baik mereka bekerja. Karakteristik seperti ini membuat pekerjaan
akan terasa jauh lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang, akan
lebih cepat menimbulkan perasaan jenuh dan bosan. Tetapi pekerjaan yang
sangat susah dilakukan dan terlalu menantang justru akan menimbulkan
perasaan gagal dan frustasi.
3. Rekan kerja
Bagi kebanyakan pegawai, bekerja juga menciptakan suatu kesempatan
untuk berinteraksi dengan sesama rekan lain dan melebarkan lingkungan
sosial. Bekerja juga berarti pemenuhan kebutuhan manusia akan interaksi
sosial dengan sesama. Sehingga tidaklah mengejutkan apabila lingkungan
sosial di tempat kerja sangat kondusif, maka akan tercipta kepuasan kerja
yang tinggi.
4. Promosi
Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah ke posisi yang lebih
tinggi di organisasi tersebut, termasuk bertambahnya tingginya tanggung
jawab dan jenjang organisasionalnya. Hal ini juga yang diinginkan para
pegawai kontrak, termasuk peningkatan status mereka menjadi pegawai
permanen. Pada saat dipromosikan, umumnya karyawan menghadapai
tuntutan peningkatan kemampuan dan keahlian serta tanggung jawab.
Sebagian besar pegawai sangat menantikan promosi dan merasa sangat
positif ketika mendapatkannya. Promosi juga merupakan suatu sarana bagi
organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan juga keahlian
pegawainya setinggi mungkin.
5. Kepenyeliaan (supervisi)
Supervisi mempunyai peran yang sangat penting bagi manajemn dan para
karyawan, hal ini dikarenakan supervisi berhubungan dengan karyawan
secara langsung dan dapat mempengaruhi mereka dalam melakukan
pekerjaannya. Pada umumnya karyawan lebih menyukai apabila
mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau berinteraksi dengan
karyawan. Dengan supervisi yang sesuai dengan kriteria kebanyakan
karyawan, maka peluang untuk menciptakan kepuasan kerja akan lebih
tinggi.
Kepuasan kerja pada kebanyakan pegawai dapat menimbulkan motivasi
untuk loyal dan tetap bertahan di organisasinya. Motivasi sendiri merupakan
akibat dari interaksi individu dan situasi. Setiap individu pasti akan mempunyai
motivasi yang berbeda-beda. Demikian juga dengan tingkat motivasi akan
beraneka pula, baik antar individu maupun di dalam diri individu yang sama pada waktu-waktu yang berlainan.
Robins (2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang
menghasilkan intensitas, arah dan ketekunan individual dalam usaha untuk
mencapai suatu tujuan. Unsur kunci yang terdapat dalam definisi di atas adalah intensitas, tujuan dan ketekunan. Intensitas di sini berarti menyangkut tentang tingkat usaha seorang karyawan dalam mencapai tujuan pribadinya dan merupakan salah satu fokus pada saat berbicara tentang motivasi. Tingkat intensitas juga harus diarahkan dengan sungguh-sungguh ke tujuan yang diinginkan supaya dapat membuahkan hasil yang bagus. Sedangkan ketekunan seorang pegawai merupakan tolok ukur tentang berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya dalam meraih tujuan.
Motivasi kerja karyawan antara lain ditandai dengan dorongan untuk
bekerja dengan lebih baik dan mempertahankan umpan balik. Seorang karyawan yang masuk dan bekerja pada suatu kantor bertujuan untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya, juga mempunyai beberapa harapan serta hasrat dan cita-cita yang diharapkan dapat terpenuhi dari tempatnya bekerja. Jika dalam menjalankan pekerjaannya tersebut ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang dihadapai, maka akan timpul perasaan puas dari dalam diri karyawan. Kepuasan kerja karyawan akan tergolong tinggi, apabila keinginan dan kebutuhan karyawan yang menjadi motivasi kerjanya terpenuhi sehingga akan terjadi motivasi karyawan akan lebih bertambah untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna. Ditambahkan oleh Lawler (1970) bahwa kepuasan merupakan sebuah konsep yang memotivasi karyawan untuk datang dan bekerja, dan juga memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan lebih selektif.
Jumlah pegawai kontrak yang ada di instansi-instansi pemerintahan terus
bertambah setiap tahunnya. Hal ini pasti akan menimbulkan sebuah pertanyaan tentang motivasi banyak orang tersebut untuk menjadi pegawai kontrak. Apabila kita berbicara tentang motivasi OCB pegawai kontrak, menurut Perry (1996), hal tersebut lebih mengacu kepada kecenderungan individu untuk merespon motif yang terus ada atau unik di dalam sebuah institusi publik. Diantara motif-motif tersebut juga terdapat komitmen atas keinginan masyarakat dan untuk melakukan pekerjaan bagi masyarakat. Lebih luas lagi, pemaparan tersebut merepresentasikan perhatian yang lebih pada penghargan intrinsik dibandingkan kepada penghargaan yang bersifat ekstrinsik.
Tetapi tentu saja hal tersebut malah menimbulkan pertanyaan baru tentang
kesungguhan motivasi pegawai kontrak tersebut. Pada dasarnya untuk memotivasi pegawai kontrak (apalagi yang bekerja di instansi pemerintahan dimana identik dengan gaji kecil) untuk tetap bertahan di suatu instansi dengan kondisi apa adanya akan sangat sulit. Belum lagi adanya anggapan bahwa mereka menjadi pegawai kontrak karena terpaksa daripada menganggur. Apakah yang memotivasi seseorang untuk menjadi pegawai kontrak di instansi pemerintah? Jawaban sederhananya mungkin adalah iming-iming untuk menjadi pegawai tetap atau kemungkinan mereka merasakan kepuasan kerja. Dalam kasus seperti ini dimana pegawai negeri sipil banyak yang dipilih dari kumpulan pegawai-pegawai dengan status kontrak. Oleh karena itu sering pegawai-pegawai kontrak bekerja dengan
lebih keras karena mengharapkan status permanen tersebut.
Tentu saja selain motivasi status permanen tersebut, bisa jadi kepuasan
kerja juga menjadi motivator pada seorang pegawai kontrak untuk bertahan pada pekerjaannya.