Desinfeksi (skripsi dan tesis)

 

            Air bersih sebelum ditampung di dalam reservoir harus dilakukan desinfeksi untuk membunuh organisme patogenik apapun yang terdapat di dalam air. Desinfeksi yang umum digunakan adalah menggunakan khlorin. Khlorin terlarut di dalam air akan mengoksidasi bahan organik, termasuk organisme patogenik. Adanya sisa khlorin aktif di dalam air merupakan indikator bahwa tidak terdapat lagi organisme yang perlu dioksidasi dan dapat dianggap bahwa air sudah terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh organisme patogenik. Air yang dialirkan di dalam sistem distribusi harus mengandung sisa khlor untuk menjaga terhadap kontaminasi selama dalam distribusi. Inilah mengapa air dari jaringan distribusi air minum sering berbau khlorin (Vesilind, 1997).

Menurut Sanropie (1984), menyatakan bahwa Desinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit) yang ada didalam air dengan menggunakan bahan desinfektan. Desinfeksi secara kimia antara lain dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti Cl2, Br2, I2, O3, KMnO4, O2, Cl2, CuSO4  dan ZnSO4. Bahan kimia yang paling banyak digunakan adalah senyawa khlorin yang disebut proses khlorinasi atau desinfeksi. Di Indonesia kebanyakan digunakan kaporit karena mudah didapat dan mudah penggunaannya. Disinfeksi merupakan bagian dari proses pengolahan air terakhir yang penting dan merupakan teknologi bersih. Disinfektan senyawa khlorin, dapat digunakan untuk menghilangkan bakteri patogen, meminimalkan gangguan mikroorganisme dan sebagai oksidator.  Sebagai oksidan, khlorin  dapat juga digunakan untuk menghilangkan zat besi, mangan, menghilangkan rasa air dan  senyawa berbau serta meminimalkan amonia nitrogen. Terminologi disinfeksi yang berarti menghilangkan atau menghancurkan seluruh mikroorganisme yang hidup termasuk didalamnya spora disebut sterilisasi. Namun istilah disinfeksi tidak seluruhnya benar karena ada beberapa spora bakteri yang lebih tahan terhadap disinfeksi dibanding bentuk vegetatif, seperti halnya organisme tuberculosis lebih tahan dibanding dengan negatif-gram sel coliform.  Dalam proses dan operasi pengolahan air, pada pra disinfeksi seperti sedimentasi, koagulasi, flokulasi dan penyaringan, telah dapat mengurangi mikroorganisme yang tahan (resisten) terhadap disinfeksi.

Kecepatan proses yang kompleks ini tergantung pada :

  1. Fisika kimia dari disinfektan;
  2. Kelakuan cyto kimia dan sifat fisik dan patogen;
  3. Interaksi dari (1) dan (2);
  4. Efek kuantitatif dari faktor media reaksi seperti : Suhu, pH, Elektrolit, Kondisi Gas dan Kondisi Fisika (panas, ultra violet, radiasi, ionisasi, pH).

Khlorin dalam senyawa kimia terdapat pada :

  1. Asam Hipokhlorit (HOCl).
  2. Kalsium Hipokhlorit, Ca(OCl)2 , diperdagangkan disebut kaporit.
  3. Sodium Hipokhlorit, (NaOCl).

Kaporit dalam kemasan yang baik berupa kristal atau tablet mengandung khlorin sampai dengan 90 persen dan mudah larut dalam air.  Sodium hipokhlorit dapat diperoleh dalam bentuk cair dengan konsentrasi khlorin  5-15  persen.

Dari reaksi berikut :

Cl2 + H2O  à  HCl + HOCl                       H+ + OCl            (P.VII-1)

 

dapat dijelaskan bahwa khlorin dengan air akan menjadi asam khlorida dan asam hipokhlorit dengan kondisi keseimbangan reaksi menjadi ion H dan OCl.

Pada pH > 8 HOCl tetap tidak terionisassi  sedang pada pH < 7  HOCl akan terionisasi menjadi OCl yang bersifat oksidator.

Selanjutnya,

Ca(OCl)2 + H2O   à      Ca++  +  2OCl  + H2O                     (P.VII-2)

HOCl sangat reaktif terhadap amonia menurut reaksi berikut :

HOCl + NH3     à     NH2 + NH2Cl  (Monochloroamin)       (P.VII-3)

HOCl + NH2     à     H2O + NHCl2  (Dichloroamin)            (P.VII-4)

HOCl + NHCl2  à    H2 O + NCl3 (Trichloroamin)               (P.VII-5)

Reaksi reaksi diatas tergantung pada keadaan pH, Suhu, Waktu Reaksi dan Kemurnian Chlorin.

Reaksi pada (P.VII-3) dengan  (P.VII-4)  berjalan pada  pH 4,5 –8,5 sedang diatas pH 8,5 monochloroamin akan bereaksi. Pada pH dibawah 4,4 akan terjadi reaksi (P.VII-5)

Dengan  desinfektan yang digunakan adalah Kaporit, Ca(OCl)2, maka :

  1. Konsentrasi larutan 5-10%.
  2. Waktu kontak 15-30
  3. DPC 1,18-1,22 mg/l
  4. Sisa Chlor 0,1-0,5 mg/l
  5. Dosis klorin : 30 – 40 mg/l
  6. Untuk kapasitas pengolahan dalam satuan liter/menit,
  7. Dosis Chlor Total = DPC + Sisa Chlor ( Degremont, 1979 ).

Menurut Berthouex (1998), dikatakan bahwa desinfeksi diperlukan pada akhir pengolahan air bersih/minum. Desinfeksi menggunakan klorin akan dapat membunuh 99% bakteri dalam waktu 10 menit pada suhu 50C dan pH sekitar 7-8. Untuk suhu yang lebih tinggi , waktu kontak minimum yang dibutuhkan adalah 30 menit untuk kadar Colitinja minimum 400 MPN/100 ml.  Pada umumnya indikator coliform akan lebih besar dibanding dengan colitinja, maksimum jumlah rata-rata colitinja 75 % dari coliform. Kebutuhan konsentrasi klorin yang mampu membunuh 99% bakteri dalam waktu 10 menit pada suhu 50C, seperti terlihat pada Tabel 2.2 di bawah ini :

 

Tabel 2.2. Konsentrasi Klorin Yang Mampu Membunuh 99% Bakteri Dalam Waktu 10 menit pada Suhu 50C.

 

 

Mikroorganisme

Konsentrasi dibutuhkan; mg/l
Cl2 bebas pH 7 Cl2 bebas

pH 8

HOCl OCl
Enteric bacteria 0,04 0,1 0,02 2
Virus > 8 > 2 0,002 – 0,4 > 20
E. hystolytica 20 50 10 10
Bacterial Spores 20 50 10 1000

Sumber : Berthouex (1998)

 

Menurut Schulz dan Okun (1984), Senyawa khlorin mempunyai kemampuan untuk membunuh organisme patogenik dan memberikan sisa khlor pada sistem distribusi secara baik dengan biaya relatif murah, sehingga digunakan secara luas untuk desinfeksi. Pemakaian secara terbatas sebagai pengganti khlorin adalah ozonisasi, dan sudah dugunakan di kota-kota besar di negara Eropa dan Amerika dalam penyediaan air minum. Penggunaan ozon tidak secara umum direkomendasikan untuk kota-kota di negara berkembang, oleh karena tingginya biaya instalasi dan kebutuhan akan tenaga listrik serta perawatannya. Disamping itu membutuhkan juga penyediaan tenaga listrik yang menerus dan peralatan maupun suku cadang proses ozonisasi masih harus impor dari negara maju. Adapun keputusan menggunakan desinfektan gas khlorin (Cl2) atau larutan hipokhlorit dipengaruhi beberapa faktor yaitu : 1) Kuantitas air yang diolah, 2) Biaya dan ketersediaan bahan kimia, 3) Peralatan yang dibutuhkan untuk aplikasinya, dan 4) Ketrampilan (skill) yang dibutuhkan untuk operasi dan kontrol. Larutan hipokhlorit lebih banyak digunakan dibanding gas khlorin, oleh karena pengumpan (feeder) dapat dibuat secara lokal dan relatif tidak membutuhkan skill untuk pengoperasiannya.

Sumber Khlorin yang banyak digunakan saat ini adalah jenis kaporit tablet dengan kemurnian 90% yang mampu menyuntikkan dosis khlorin sebesar 40 mg/l berupa tablet kaporit ukuran 200 gram sebanyak 2 tablet untuk debit aliran antara 1 – 5 liter per detik (Anonim, 1993).