Perkembangan Regulasi Pengelolaan Keuangan Daerah di Indonesia Era Reformasi (skripsi dan tesis)

ujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik. Bentuk Reformasi yang ada meliputi :

1)      Penataan peraturan perundang-undangan;

2)      Penataan kelembagaan;

3)      Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan

4)      Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan

Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah untuk kegunaan Good Governance. Terdapat beberapa Undang-undang yang digunakan untuk penerapannya, yaitu :

1)      UU No.17/2003 tentang keuangan negara.

mengatur mengenai semua hak dan kewajiban Negara mengenai keuangan dan pengelolaan kekayaan Negara, juga mengatur penyusunan APBD dan penyusunan anggaran kementrian/lembaga Negara (Andayani, 2007)

2)      UU No.1/2004 tentang kebendaharawanan

mengatur pengguna anggaran atau pengguna barang, bahwa undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan keuangan Negara yang meliputi pengelolaan uang, utang, piutang, pengelolaan investasi pemerintah dan pengelolaan keuangan badan layanan hukum. (Andayani, 2007)

3)      UU no.15/2004 tentang pemeriksaan keuangan negara

mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilaksanakan oleh BPK. BPK menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kepada DPR dan DPD. Sedangkan laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada DPRD. (Andayani, 2007)

Empat Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara yang didasarkan pada ketiga Undang-undang di atas, yaitu :

1)      Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kineja.

2)      Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah.

3)      Adanya pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan.

4)      Pemberdayaan manajer profesional.

Selain ketiga UU di atas, juga terdapat peraturan lain, yaitu :

1)        Undang-undang No.25Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional.

2)        Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3)        Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah”,

4)        Undang-undang No. 24Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

5)        Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

6)        Pemendagri 54 /  2010 tentang perencanaan Pembangunan

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah “Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”. Halim (2001) mengartikan keuangan daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undangundang yang berlaku.

Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD. Berbeda dengan desentralisasi fiskal dalam kaitan dengan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal lebih banyak bersinggungan dengan kebijakan fiskal nasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh sebab itu, desentralisasi fiskal tidak terlepas dari konteks APBN, sebagai instrumen kebijakan ekonomi makro nasional (Saragih, 2003).

Kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, antara lain sebagai berikut:

  1. Dalam mengalokasikan anggaran baik rutin maupun pembangunan senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip anggaran berimbang dan dinamis serta efisien dan efektif dalam meningkatkan produktivitas;
  2. Anggaran rutin diarahkan untuk menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan;
  3. Anggaran pembangunan diarahkan untuk meningkatkan sektor-sektor secara berkesinambungan dalam mendukung penyempurnaan maupun memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan skala prioritas.